Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
BAB 1
PENDAHULUAN
Empiema merupakan salah satu penyakit yang sudah lama ditemukan dan berat. Saat ini
terdapat 6500 penderita di USA dan UK yang menderita empiema dan efusi parapneumonia
tiap tahun, dengan mortalitas sebanyak 20% dan menghabiskan dana rumah sakit sebesar 500
juta dolar. Di Indonesia terdapat 5 10% kasus anak dengan empiema toraks. Empiema
toraks didefinisikan sebagai suatu infeksi pada ruang pleura yang berhubungan dengan
pembentukan cairan yang kental dan purulen baik terlokalisasi atau bebas dalam ruang pleura
yang disebabkan karena adanya dead space, media biakan pada cairan pleura dan inokulasi
bakteri.
Empiema juga dapat terjadi akibat dari keadaan keadaan seperti septikemia, sepsis,
tromboflebitis, pneumotoraks spontan, mediastinitis, atau ruptur esofagus. Infeksi ruang
pleura turut mengambil peran pada terjadinya empiema sejak jaman kuno. Aristoteles
menemukan peningkatan angka kesakitan dan kematian berhubungan dengan empiema dan
menggambarkan adanya drainase cairan pleura setelah dilakukan insisi. sebagian dari terapi
empiema masih diterapkan dalam pengobatan modern. Dalam tulisan yang dibuat pada tahun
1901 yang berjudul The Principles and Practice of Medicine, William Osler, mengemukakan
bahwa sebaiknya empiema ditangani selayaknya abses pada umumnya yakni insisi dan
penyaliran.
Melakukan asuhan keperawatan (askep) pada pasien dengan Empiema merupakan aspek legal
bagi seorang perawat walaupun format model asuhan keperawatan di berbagai rumah sakit
berbeda-beda. Seorang perawat profesional di dorong untuk dapat memberikan pelayanan
kesehatan seoptimal mungkin, memberikan informasi secara benar dengan memperhatikan
aspek legal etik yang berlaku. Metode perawatan yang baik dan benar merupakan salah satu
aspek yang dapat menentukan kualitas asuhan keperawatan (askep) yang diberikan yang
secara langsung maupun tidak langsung dapat meningkatkan brand kita sebagai perawat
profesional dalam pelayanan pasien gangguan hisprung. Pemberian asuhan keperawatan pada
tingkat anak, remaja, dewasa, hingga lanjut usia hingga bagaimana kita menerapkan
manajemen asuhan keperawatan secara tepat dan ilmiah diharapkan mampu meningkatkan
kompetensi perawat khususnya.
2. Mengidentifiksi proses keperawatan pada empiema meliputi pengkajian, analisis data dan
diagnose, intervensi dan evaluasi
1.4 Manfaat
1.4.1 Mahasiswa memahami konsep dan proses keperawatan pada klien dengan gangguan
empiema shingga menunjang pembelajaran mata kuliah respirasi
1.4.1 Mahasiswa mengetahui proses keperawatan yang benar sehingga dapat menjadui bekal
dalam persiapan praktik di rumah sakit
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Empiema adalah terkumpulnya cairan purulen (pus) di dalam rongga pleura. Awalnya rongga
pleura adalah cairan encer dengan jumlah leukosit rendah, tetapi sering kali berlanjut
menjadi yang kental. Hal ini dapat terjadi jika abses paru-paru meluas sampai rongga pleura.
Empiema juga di artikan,akumulasi pus diantara paru dan membran yang menyelimutinya
(ruang pleura) yang dapat terjadi bilamana suatu paru terinfeksi. Pus ini berisi sel sel darah
putih yang berperan untuk melawan agen infeksi (sel sel polimorfonuklear) dan juga berisi
protein darah yang berperan dalam pembekuan (fibrin). ). Ketika pus terkumpul dalam ruang
pleura maka terjadi peningkatan tekanan pada paru sehingga pernapasan menjadi sulit dan
terasa nyeri. Seiring dengan berlanjutnya perjalanan penyakit maka fibrin-fibrin tersebut akan
memisahkan pleura menjadi kantong kantong (lokulasi). Pembentukan jaringan parut dapat
membuat sebagian paru tertarik dan akhirnya mengakibatkan kerusakan yang permanen.
Empiema biasanya merupakan komplikasi dari infeksi paru (pneumonia) atau kantong
kantong pus yang terlokalisasi (abses) dalam paru. Meskipun empiema sering kali merupakan
dari infeksi pulmonal, tetapi dapat juga terjadi jika pengobatan yang terlambat.
2.2 Etiologi
1. Stapilococcus
Staphylococcus adalah kelompok dari bakteri-bakteri, secara akrab dikenal sebagai Staph,
yang dapat menyebabkan banyak penyakit-penyakit sebagai akibat dari infeksi beragam
jaringan-jaringan tubuh. Bakteri-bakteri Staph dapat menyebabkan penyakit tidak hanya
secara langsung oleh infeksi (seperti pada kulit), namun juga secara tidak langsung dengan
menghasilkan racun-racun yang bertanggung jawab untuk keracunan makanan dan toxic
shock syndrome. Penyakit yang berhubungan dengan Staph dapat mencakup dari ringan dan
tidak memerlukan perawatan sampa berat/parah dan berpotensi fatal.
2. Pnemococcus
Pneumococcus adalah salah satu jenis bakteri yang dapat menyebabkan infeksi serius seperti
radang paru-paru (pneumonia), ,meningitis (radang selaput otak) dan infeksi darah (sepsis).
Sebenarnya ada sekitar 90 jenis kuman pneumokokus, tetapi hanya sedikit yang bisa
menyebabkan penyakit gawat. Bentuk kumannya bulat-bulat dan memiliki bungkus atau
kapsul. Bungkus inilah yang menentukan apakah si kuman akan berbahaya atau tidak.
2.3 Patofisiologi
Akibat invasi basil piogenik ke pleura, maka akan timbul peradangan akut yang diikuti
dengan pembentukan eksudat serous. Dengan banyaknya sel polimorphonucleus (PMN) baik
yang hidup maupun yang mati dan meningkatnya kadar protein, maka cairan menjadi keruh
dan kental. Adanya endapan-endapan fibrin akan membentuk kantung-kantung yang
melokalisasi nanah tersebut. Apabila nanah menembus bronkus maka timbul fistel
bronkopleura, atau apabila menembus dinding toraks dan keluar melalui kulit maka disebut
empiema nessensiatis. Stadium ini masih disebut empiema akut yang lama kelamaan akan
menjadi kronis.
2.4 Patogenesis
1. Stadium 1 disebut juga stadium eksudatif atau stadium akut, yang terjadi pada hari-
hari pertama saat efusi. Inflamasi pleura menyebabkan peningkatan permeabilitas dan
terjadi penimbunan cairan pleura namun masih sedikit. Cairan yang dihasilkan
mengandung elemen seluler yang kebanyakan terdiri atas netrofil. Stadium ini terjadi
selama 24-72 jam dan kemudian berkembang menjadi stadium fibropurulen. Cairan
pleura mengalir bebas dan dikarakterisasi dengan jumlah darah putih yang rendah dan
enzim laktat dehidrogenase (LDH) yang rendah serta glukosa dan pH yang normal,
drainase yang dilakukan sedini mungkin dapat mempercepat perbaikan.
2. Stadium 2 disebut juga dengan stadium fibropurulen atau stadium transisional yang
dikarakterisasi dengan inflamasi pleura yang meluas dan bertambahnya kekentalan
dan kekeruhan cairan. Cairan dapat berisi banyak leukosit polimorfonuklear, bakteri,
dan debris selular. Akumulasi protein dan fibrin disertai pembentukan membran
fibrin, yang membentuk bagian atau lokulasi dalam ruang pleura. Saat stadium ini
berlanjut, pH cairan pleura dan glukosa menjadi rendah sedangkan LDH meningkat.
Stadium ini berakhir setelah 7-10 hari dan sering membutuhkan penanganan yang
lanjut seperti torakostomi dan pemasangan tube.
1. Empiema Akut
Terjadi sekunder akibat infeksi tempat lain, bukan primer dari pleura. Pada permulaan,
gejala-gejalanya mirip dengan pneumonia, yaitu panas tinggi dan nyeri pada dada pleuritik.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya tanda-tanda cairan dalam rongga pleura. Bila
stadium ini dibiarkan sampai beberapa minggu maka akan timbul toksemia, anemia, dan
clubbing finger. Jika nanah tidak segera dikeluarkan akan timbul fistel bronkopleura. Adanya
fistel ditandai dengan batuk yang makin produktif, bercampur nanah dan darah masif, serta
kadang-kadang bisa timbul sufokasi (mati lemas).
Pada kasus empiema karena pneumotoraks pneumonia, timbulnya cairan adalah setelah
keadaan pneumonianya membaik. Sebaliknya pada Streptococcus pneumonia, empiema
timbul sewaktu masih akut. Pneumonia karena baksil gram negatif seperti E. coli atau
Bakterioids sering kali menimbulkan empiema.
1. Empiema Kronis
Batas yang tegas antara empiema akut dan kronis sukar ditentukan. Disebut kronis jika
empiema berlangsung selama lebih dari tiga bulan. Penderita mengeluh badannya terasa
lemas, kesehatan makin menurun, pucat, clubbing fingers, dada datar, dan adanya tanda-tanda
cairan pleura. Bila terjadi fibrotoraks, trakea , dan jantung akan tertarik ke sisi yang sakit.
Tanda-tanda empiema :
2. Nyeri pleura.
3. Dispnea.
4. Anoreksia dan penurunan berat badan.
Jika pasien dapat menerima terapi antimikroba, manifestasi klinis akan dapat dikurangi.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil dari chest X-ray dan thoracentesis.
2.6 Penatalaksanaan
1. Pengosongan Nanah
Prinsip ini seperti umumnya yang dilakukan pada abses, untuk mencegah efek toksisnya.
3) Terjadinya piopneumotoraks
Upaya WSD juga dapat dibantu dengan pengisapan negative sebesar 10-20 cmH2O. Jika
setelah 3-4 minggu tidak ada kemajuan, harus ditempuh cara lain seperti pada empiema
kronis.
Karena menggunakan kateter karet yang besar, maka perlu disertai juga dengan reseksi tulang
iga. Open drainage ini dikerjakan pada empiema kronis, hal ini bisa terjadi akibat pengobatan
yang terlambat atau tidak adekuat misalnya aspirasi yang terlambat atau tidak adekuat,
drainase tidak adekuat sehingga harus seing mengganti atau membersihkan drain.
1. Antibiotic
Mengingat kematian sebagai akibat utama dari sepsis, maka antibiotic memegang peranan
penting. Antibiotic harus segera diberikan begitu diagnosis ditegakkan dan dosisnya harus
tepat. Pemilihan antibiotic didasarkan pada hasil pengecatan gram dan apusan nanah.
Pengobatan selanjutnya tergantung pada hasil kultur dan sensitivitasnya. Antibiotic dapat
diberikan secara sistematik atau tropical. Biasanya diberikan penisilin.
1. Dekortikasi
1. Torakoplasti
Jika empiema tidak mau sembuh karena adanya fistel bronkopleura atau tidak mungkin
dilakukan dekortikasi. Pada pembedahan ini, segmen dari tulang iga dipotong subperiosteal,
dengan demikian dinding toraks jatuh ke dalam rongga pleura karena tekanan atmosfer.
1. Pengobatan Kausal
1. Pengobatan Tambahan
2.7 WOC
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Identitas pasien
1. Nama
2. Umur
Terjadi pada segala umur, sering pada anak umur 2-9 tahun.
1. Suku/ bangsa
2. Agama
3. Alamat
4. Pendidikan
5. Pekerjaan
6. Keluhan utama
Klien dengan riwayat penyakit masa lalu yang berkaitan dengan riwayat penyakit saat ini
misalnya batuk yang lama dan tidak sembuh sembuh akibat infeksi.
1. Riwayat keluarga
Riwayat penyakit keluarga, misalnya asma ( genetik ) memeiliki peluang besar untuk
terserang empiema
1. Riwayat lingkungan
Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman padat, ventilasi rumah yang kurang
juga berperan dalam memperburuk keadaan klien dengan empiema.
3.2 OBSERVASI
1. Keadaan umum
1. Suhu
2. Nadi
3. Tekanan darah
4. B1 ( Breathing )
1. Pemeriksaan persistem
Nafas pendek batuk menetap dengan produksi sputum, riwayat pneumoni berulang, episode
batuk hilang timbul.
1. B2 ( Blood )
2. B3 ( Brain )
normal
1. B4 ( Bladder )
normal
1. B5 ( Bowel )
Anoreksia
1. B6 (Bone )
normal
1. Aspek Psikososial
1. Sistem Endokrin
1. foto thorak
2. kultur darah
3. USG
4. Sampel sputum
5. Torakosenstesis
6. PK sepsis
3.5 INTERVENSI
- pH = 7,35-7,45
- SO2 > 98 %.
Intervensi Rasional
1. Kolaborasikan untuk
pemberian O2
1. Gelisah, mudah terangsang,
bingung , somnolen, dapat
menunjukkan hipoksemia
1. Kolaborasikan untuk 1. Takikardia ada sebagai akibat
pemeriksaan Blood Gas demam, dehidrasi, tetapi dapat
Analisis sebagai respon hipoksemia.
1. Monitor nadi.
1. Terapi oksigen
bertujuan untuk
mempertahankan PaO2
diatas 60mmHg.
Oksigen diberikan
dengan metode yang
memberikan
pengiriman tepat
dalam toleransi klien.
2. Untuk mengukur
kadar ion hidrogen ,
kadar asam dan basa
tubuh.
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi secret,
kelemahan.
Kriteria hasil : melaporkan peningkatan toleransi aktivitas terhadap aktivitas yang dapat
diukur dengan tak adanya dypsnea, kelemahan berlebihan, dan tanda tanda vital dalam
rentan norma ( RR: 16-20 x /menit Nadi : 60-100 x/ meit ).
Intervensi Rasional
Mandiri :
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispneu, kelemahan,
anoreksia.
Intervensi Rasional
Intervensi Rasional
Mandiri :
-WBC = 4500-11000/mm3
Intervensi Rasional
5. Dilakukan untuk
mengidentifikasi organisme
penyebab dan kerentanan
terhadap anti microbial
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Empiema adalah terkumpulnya cairan purulen (pus) di dalam rongga pleura. Awalnya
rongga pleura adalah cairan encer dengan jumlah leukosit rendah, tetapi sering kali berlanjut
menjadi yang kental. Hal ini dapat terjadi jika abses paru-paru meluas sampai rongga pleura.
Empiema biasanya merupakan komplikasi dari infeksi paru (pneumonia) atau kantong
kantong pus yang terlokalisasi (abses) dalam paru. Meskipun empiema sering kali merupakan
dari infeksi pulmonal, tetapi dapat juga terjadi jika pengobatan yang terlambat.
Empiema sendiri diklasifikasikan menjadi Empiema akut dan Empiema kronis. Bisa
disebabkan oleh bakteri Stapilococcus, Pnemococcus, Streptococcus.
DAFTAR PUSTAKA