Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Kekuatan dan kelemahan dari program pengajaran yang telah disusun guru biasanya
dapat diketahui dengan lebih jelas setelah program tersebut dilaksanakan di kelas dan
dievaluasi dengan seksama.
Hasil yang diperoleh dari evaluasi yang diadakan akan memberi petunjuk kepada
guru tentang bagian-bagian mana dari program tersebut yang sudah berhasil dan bagian-
bagian mana pula yang belum berhasil mencapai tujuan-tujuan yang ditetapkan. Atas dasar
hasil evaluasi tersebut dapat dilakukan perbaikan-perbaikan yang diperlukan, baik pada
waktu program masih berjalan maupun setelah program itu selesai dilaksanakan. Perbaikan
yang dilakukan setelah program selesai dilaksanakan berguna untuk keperluan
penyempurnaan pengajaran pada tahun berikutnya.
Sebelum sampai pada tahap pelaksanaan, guru perlu terlebih dahulu menyiapkan
suatu program/bahan pengajaran berdasarkan hasil perencanaan yang telah dilakukan.
Pelaksanaan program pengajaran dikelas, serta evaluasi pengajaran yang sedang, maupun
telah dilaksanakan. membutuhkan penilaian atau evaluasi, dimana evaluasi tersebut
membutuhkan kualitas, mutu dan pofesionalisme dalam menjalannkan kegiatan belajar dan
pembelajaran.
Suatu kegiatan evaluasi dikatakan berhasil jika sang evaluator mengikuti prosedur
dalam melaksanakan evaluasi. Prosedur disini dimaksudkan sebagai langkah-langkah pokok
yang harus ditempuh dalam melakukan evaluasi.
1
memilih teknik yang dipergunakan, menyusun alat pengukuran hasil belajar, menentukan
tolak ukur, dan menentukan frekuensi dari kegiatan evaluasi tersebut.
b. Menghimpun data dimana dilakukan dengan pengukuran baik menggunakan tes ataupun
instrument lainnya.
c. Melakukan verifikasi data, proses penyaringan data yang layak digunakan sebagai
penilaian dan tidak layak.
d. Mengolah dan menganalisis data yang berguna untuk memberi makna untuk data yang
telah berhasil dikumpulkan dalam kegiatan evaluasi dan data tersebut disusun
sedemikian rupa agar bisa dipahami.
e. Memberikan interpretasi dan menarik kesimpulan data yang telah diolah sebelumnya,
dan kesimpulan harus sesuai dengan tujuan evaluasi tersebut.
f. Tindak lanjut evaluasi yang dilakukan setelah sebelumnya telah dilakukan langkah-
langkah sebelumnya, kemudian disini harus diketahui makna yang terkandung di
dalamnya tersebut sehingga nantinya evaluator dapat memberi penilaian dan mengambil
keputusan dan langkah apa yang dianggap perlu untuk kegiatan evaluasi tersebut.
c. Penentuan metodologi
d. Pengembangan instrumen
2
Prosedur untuk evaluasi kualitatif, menurut Hamid Hasan. (2008: 170-173). Ada tiga
hal pokok yang harus dilakukan evaluator ketika melakukan evaluasi kurikulum dengan
menggunakan prosedur sebagai berikut:
a. Menentukan fokus evaluasi
Secara sepintas lalu telah disambungkan di atas bahwa dalam pendidikan orang
mengadakan evaluasi memenuhi dua tujuan yaitu:
a. Untuk mengetahui kemajuan anak, atau orang yang dididik setalah si terdidik tadi
menyadari pendidikan selama jangka waktu tertentu, dan
b. Untuk mengetahui tingkat effisiensi metode-metode pendidikan yang diperguanakan
pendidikan selama jangka waktu tertentu tadi.
Mudah dipahami bahwa kedua jenis pengetahuan tadi mempunyai arti yang penting
dalam setiap proses pendidikan. Pengetahuan mengenai kemajuan anak mempunyai
bermacam-macam kegunaan.
Dengan demikian, sudah selayaknya evaluator ini mengikuti prosedur-prosedur yang
telah digariskan. Mengikuti prosedur yang telah ditetapkan bisa dikatakan sebagai bentuk
tanggung jawab seorang evaluator. Dengan mengikuti prosedur evaluasi yang baik, kegiatan
evaluasi dapat dipertanggung jawabkan dan memiliki arti bagi semua pihak.
3
Kemudian untuk ciri yang kedua, menilai keberhasilan peserta didik biasanya
menggunakan penilaian kuantitatif atau simbol-simbol angka, lalu angka tersebut dianalisis
dengan metode statistik dan diberikan hasil secara kualitatif.
Kemudian untuk ciri ketiga kegiatan evaluasi menggunakan satuan-satuan tetap
berdasarkan teori setiap populasi peserta didik bersifat heterogen. Untuk ciri yang keempat
dijelaskan bahwa hasil-hasil evaluasi pada peserta didik umumnya tidak selalu terdapat
kesamaan karena peserta didik merupakan makhluk hidup yang sewaktu-waktu dapat berubah
tergantung keadaan disekitarnya.
Kemudian untuk ciri kelima dijelaskan bahwa dalam evaluasi hasil belajar tidak
menutup kemungkinan terjadinya kesalahan pendidik dalam memberikan penilaian dan
pengukuran. J.P. Guilford sendiri menuturkan beberapa sumber kekeliruan pengukuran
tersebut dilihat dari sampling (kekeliruan tester menentukan item soal dari sekian banyak
materi ajar), scoring (kekeliruan tester dalam menentukan nilai/score) ,ranking (kekeliruan
tester dalam pemberian peringkat pada peserta didik), dan guessing (kekeliruan yang terjadi
akibat dari tes yang biasanya hanya tes obyektif/tebak terka).
Dijelaskan pula bahwa kekeliruan tersebut dapat terjadi karena empat faktor yaitu,
faktor alat pengukur yang tidak tepat, faktor evaluator yang dikarenakan suasana batinnya,
sifat evaluator yang pemurah atau pelit dalam pemberian skor, mudahnya evaluator
terpengaruh berita mengenai peserta didiknya yang akan dinilai dan kesan yang dialami
evaluator dengan peserta didiknya pada masa lalu, kemudian faktor kekeliruan dalam diri
peserta didik dapat berupa faktor Psikis (kejiwaan), Fisik (jasmani), Nasib, dan faktor yang
terakhir adalah faktor situasi di saat terjadinya evaluasi hasil belajar tersebut, dimana
lingkungan testee dapat mempengaruhi nilai dari testee tersebut.
Langkah pertama yang perlu dilakukan dalam kegiatan evaluasi adalah membuat
perencanaan. Perencanaan ini penting karena akan mempengaruhi langkah-langkah
selanjutnya, bahkan mempengaruhi keefektifan prosedur evaluasi secara menyeluruh. W.
James Popham (1974 : 159) mengemukakan maksud perencanaan evaluasi adalah to
facilitate gathering data, thereby making possible valid statements about the effect or out
comes of the program, practice, or policy under study.
Sehubungan hal tersebut, Robert H.Davis, dkk. (1974 : 81-82) mengemukakan
tiga kegunaan dari perencanaan evaluasi, yaitu:
4
1. Evaluation plan helps you to determine whether or not you have stated your objective in
behavioral terms. If the conditions, behavior or standards or objective have been stated
ambiguosly, you will have difficulty designing a test to measure student achievement.
2. Evaluation plan early in the design process is that you will be prepared to collect the
information you need when it is available.
3. Evaluation plan is that it provides sufficient time for test design. To design a good test
requires careful preparation, and the quality of a test usually improves if it can be
designed in a leisurely fashion.
Implikasinya adalah perencanaan evaluasi harus dirumuskan secara jelas dan
spesifik, terurai dan komprehensif, sehingga perencanaan tersebut bermakna dalam
menentukan langkah-langkah selanjutnya.
Berdasarkan perencanaan evaluasi yang matang inilah, Anda dapat menetapkan
tujuan-tujuan tingkah laku (behavioral objective) atau indikator yang akan dicapai, dapat
mempersiapkan pengumpulan data dan informasi yang dibutuhkan serta dapat menggunakan
waktu yang tepat. Jika di dalam evaluasi itu jelas-jelas akan menggunakan tes, maka ada
baiknya kita simak pendapat Norman E.Gronlund (1985) tentang langkah-langkah yang harus
ditempuh dalam perencanaan suatu tes sebagai berikut :
1. Menentukan tujuan tes (detrermine the purpose of the test).
2. Mengidentifikasi hasil belajar yang akan diukur melalui tes (identify the learning
outcomes to be measured by the test).
3. Merumuskan hasil belajar dalam bentuk perilaku yang spesifik dan dapat diamati (define
the learning outcomes in the terms of specific, observable behavior).
4. Menyusun garis besar materi pelajaran yang akan diukur melalui tes (outline the subject
matter to be measurred by the test).
5. Menyiapkan suatu tabel yang spesifik atau kisi-kisi (prepare a table of specifications).
6. Menggunakan tabel spesifik sebagai dasar untuk persiapan tes (use the table of
specifications as basis for preparing test)
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam perencanaan evaluasi, ada beberapa hal
yang harus Anda perhatikan, seperti : tujuan, kisi-kisi, menulis soal, uji-coba dan analisis
soal, revisi dan merakit soal.
Prosedur Pengembangan Evaluasi Pembelajaran.
1. Menentukan Tujuan Evaluasi Dalam melaksanakan evaluasi
Anda tentu mempunyai maksud atau tujuan tertentu. Tujuan evaluasi jangan terlalu
umum, karena tidak dapat menuntun Anda dalam menyusun soal. Misalnya, tujuan evaluasi
5
adalah untuk mengetahui tingkat pencapaian suatu program pembelajaran atau untuk
mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran yang disampaikan.
Tujuan evaluasi dapat juga dirumuskan untuk mengetahui kesulitan belajar peserta didik
dalam proses pembelajaran. Dengan kata lain, tujuan evaluasi harus dirumuskan sesuai
dengan jenis evaluasi yang akan dilakukan, seperti formatif, sumatif, diagnostik, penempatan
atau seleksi. Dalam penilaian hasil belajar, tujuan harus memperhatikan domain hasil belajar.
Menurut Bloom, dkk. (1956) hasil belajar dapat dikelompokkan dalam tiga domain, yaitu :
a. Domain kognitif (cognitif domain)
1) Pengetahuan ( knowledge)
2) Pemahaman (comprehension)
3) Aplikasi (aplication)
4) Analisis (analysis)
5) Sintesis (synthesis)
6) Evaluasi (evaluation)
b. Domain afektif (affective domain)
1) Penerimaan (recieving)
2) Respons (responding)
3) Penilaian (valuing)
4) Organisasi (organization)
5) Karakterisasi (characterization by a value or value-complex)
c. Domain psikomotor (psychomotor domain)
1) Persepsi (perception)
2) Kesiapan melakukan sesuatu pekerjaan (set)
3) Respons terbimbing (guided response)
4) Kemahiran (complex overt response)
5) Adaptasi (adaptation)
6) Orijinasi (origination)
1. Menyusun Kisi-Kisi
Penyusunan kisi-kisi dimaksudkan agar materi evaluasi betul-betul representatif dan
relevan dengan materi pelajaran yang sudah diberikan oleh guru kepada peserta didik. Jika
materi evaluasi tidak relevan dengan materi pelajaran yang telah diberikan, maka akan
berakibat hasil evaluasi itu kurang baik. Begitu juga jika materi evaluasi terlalu banyak
6
dibandingkan dengan materi pelajaran, maka akan berakibat sama. Untuk melihat apakah
materi evaluasi relevan dengan materi pelajaran atau apakah materi evaluasi terlalu banyak
atau kurang, Anda harus menyusun kisi-kisi (lay-out atau blue-print atau table of
specifications).
Kisi-kisi adalah format pemetaan soal yang menggambarkan distribusi item untuk
berbagai topik atau pokok bahasan berdasarkan jenjang kemampuan tertentu. Fungsi kisi-kisi
adalah sebagai pedoman untuk menulis soal atau merakit soal menjadi perangkat tes. Jika
Anda memiliki kisi-kisi yang baik, maka Anda akan memperoleh perangkat soal yang relatif
sama sekalipun penulis soalnya berbeda.
Dalam konteks penilaian hasil belajar, kisi-kisi disusun berdasarkan silabus setiap
mata pelajaran. Jadi, Anda harus melakukan analisis silabus terlebih dahulu. Perhatikan
langkah-langkah berikut ini :
Langkah Ke-1: ANALISIS SILABUS
Langkah Ke-2 : MENYUSUN KISI-KISI
Langkah Ke-3 : MEMBUAT SOAL
Langkah Ke-4 : MENYUSUN LEMBAR JAWABAN
Langkah Ke-5 : MEMBUAT KUNCI JAWABAN
Langkah Ke-6 : MENYUSUN PEDOMAN PENYEKORAN
Dalam praktiknya, seringkali guru di madrasah membuat soal langsung dari buku
sumber. Hal ini jelas sangat keliru, karena buku sumber belum tentu sesuai dengan silabus.
Kisi-kisi ini menjadi penting dalam perencanaan evaluasi, karena didalamnya terdapat
sejumlah indikator sebagai acuan dalam menulis soal. Kisi-kisi soal yang baik harus
memenuhi persyaratan tertentu, antara lain :
a. Representatif, yaitu harus betul-betul mewakili isi kurikulum yang akan dievaluasi.
b. Komponen-komponennya harus terurai/rinci, jelas, dan mudah dipahami.
c. Soalnya dapat dibuat sesuai dengan indikator dan bentuk soal yang ditetapkan.
Sebenarnya, format kisi-kisi tidak ada yang baku, karena itu banyak model format yang
dikembangkan para pakar evaluasi.
Namun demikian, sekedar untuk memperoleh gambaran, format kisi-kisi dapat dibagi
menjadi dua komponen pokok, yaitu komponen identitas dan komponen matriks. Komponen
identitas ditulis di bagian atas matriks, sedangkan komponen matriks dibuat dalam bentuk
kolom yang sesuai.Komponen identitas meliputi jenis/jenjang madrasah, jurusan/program
studi (bila ada), bidang studi/mata pelajaran, tahun ajaran dan semester, kurikulum acuan,
7
alokasi waktu, jumlah soal keseluruhan, dan bentuk soal. Sedangkan komponen matriks
terdiri atas kompetensi dasar, materi, jumlah soal, jenjang kemampuan, indikator, dan nomor
urut soal. Contoh:
KISI-KISI SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER
Nama Madrasah : ...............................................................
Mata Pelajaran :................................................................
Jurusan/Program Studi : ...............................................................
Kurikulum Acuan : ...............................................................
Alokasi Waktu : ...............................................................
Jumlah Soal : ...............................................................
Standar Kompetensi : ...............................................................
Catatan : apabila bentuk soal yang akan digunakan lebih dari satu, sebaiknya dimasukkan ke
dalam komponen matriks.Salah satu unsur penting dalam komponen matriks adalah indikator.
Indikator adalah rumusan pernyataan sebagai bentuk ukuran spesifik yang menunjukkan
ketercapaian kompetensi dasar dengan menggunakan kata kerja operasional (KKO).
Perhatikan contoh-contoh berikut ini :
a. Menyebutkan empat komponen dalam sistem komputer.
b. Menjelaskan fungsi monitor dalam pesawat komputer.
c. Membedakan antara hard-ware dengan soft-ware.
8
Perhatikan juga indikator dalam matriks berikut ini :
Mata Pelajaran : Pendidikan Jasmani, Olah Raga dan Kesehatan Kelas/Semester : IV/I
Standart Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator
9
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : III / 2
Standart Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator
Menulis : Mengungkapkan Menuliskan puisi 1) Menyebutkan ciri-ciri
pikiran, perasaan dan berdasarkan gambar kalimat dalam puisi.
informasi dalam karangan dengan pilihan kata yang 2) Menulis puisi dengan
sederhana dan puisi. menarik benar
10
tidak semua hewan
berubah bentuk dengan
cara yang sama.
3. Menyimpulkan bahwa
berubahnya bentuk
pada hewan
menunjukkan adanya
pertumbuhan.
4. Menyimpulkan hasil
pengamatan daur hidup
hewan yang
dipeliharanya.
11
dengan alat ukur tidak
baku hasilnya berbeda
Dalam praktiknya, penggunaan kata kerja operasional untuk setiap indikator harus
disesuaikan dengan domain dan jenjang kemampuan yang diukur. Berikut contoh rumusan
kata kerja operasional.
b. Domain kognitif :
1) Pengetahuan/ingatan: mendefinisikan, memberikan, mengidentifikasi, memberi
nama, menyusun daftar, mencocokkan, menyebutkan, membuat garis besar,
menyatakan kembali, memilih, menyatakan, dan sebagainya.
2) Pemahaman: mengubah, mempertahankan, membedakan, memprakirakan,
menjelaskan, menyatakan secara luas, menyimpulkan, memberi contoh, melukiskan
kata-kata sendiri, meramalkan, menuliskan kembali, meningkatkan, dan sebagainya.
3) Penerapan: menghitung, mendemonstrasikan, mengungkapkan, mengerjakan
dengan teliti, menjalankan, menghubungkan, menunjukkan, memecahkan,
menggunakan, dan sebagainya.
4) Analisa: mengurai, membuat diagram, memisah-misahkan, menggambarkan
kesimpulan, membuat garis besar, menghubungkan, merinci, dan sebagainya.
5) Sintesa: menggolongkan, menggabungkan, menghimpun, menciptakan,
merencanakan, menjelaskan, membangkitkan, mengorganisir, merevisi,
menyimpulkan, menceritakan, dan sebagainya.
6) Evaluasi: menilai, membandingkan, mempertentangkan, mengeritik, membeda-
bedakan, mempertimbangkan kebenaran, menyokong, dan sebagainya.
c. Domain afektif
1) Kemauan menerima: bertanya, memilih, menggambarkan, mengikuti, memberi,
berpegang teguh, menjawab, menggunakan, dan sebagainya.
2) Kemauan menanggapi: menjawab, membantu, memperbincangkan, memberi nama,
menunjukkan, mempraktikkan, mengemukakan, membaca, melaporkan,
menuliskan, memberitahu, dan sebagainya.
3) Berkeyakinan: melengkapi, menggambarkan, membeda-bedakan, mengusulkan,
bekerjasama, mencoba, dan sebagainya.
4) Ketekunan, ketelitian: merevisi, melaksanakan, memeriksa kebenaran, melayani,
dan sebagainya.
12
d. Domain psikomotor
Menirukan, menggunakan, artikulasi (mengucapkan dengan nyata, menyatukan
dengan menyambung), mewujudkan, membina, menukar, membersihkan, menyusun,
menghubungkan, melatih, mengikuti, membuat bagan, melokalisir, mengikat, mencampur,
mengasah/menajamkan, mengaduk, mengerjakan dengan teliti, memulai, memanaskan,
mengidentifikasi, dan sebagainya. Rumusan indikator sebenarnya hampir sama dengan tujuan
pembelajaran khusus atau tujuan tingkah laku (behavioral objective). Bedanya, kalau tujuan
pembelajaran 3 khusus harus dirumuskan dengan lengkap.
Contoh:
a. Siswa dapat menyebutkan empat komponen dalam sistem komputer.
b. Siswa dapat menjelaskan fungsi monitor dalam pesawat komputer.
c. Siswa dapat membedakan antara hard-ware dengan soft-ware.
Lebih jauh, S.J. Montage dan J.J Koran (1969) mendefinisikan tujuan tingkah laku
sebagai a goal for or desired outcome of learning wich is expresed in terms of observable
behavior or performance of the leaner.
Tujuan tingkah laku adalah tujuan atau hasil belajar yang diharapkan dan dinyatakan
dalam bentuk tingkah laku atau kinerja peserta didik yang dapat diamati. Dalam kegiatan
evaluasi, fungsi utama tujuan tingkah laku adalah sebagai alat yang sistematis untuk
merancang cara-cara melakukan evaluasi terhadap tingkah laku peserta didik.
Manfaat adanya indikator adalah (a) guru dapat memilih materi, metode, media, dan
sumber belajar yang tepat, sesuai dengan kompetensi yang telah ditetapkan, dan (b) sebagai
pedoman dan pegangan bagi guru untuk menyusun soal atau instrument penilaian lain yang
tepat, sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan. Untuk
mengukur pencapaian target dalam indikator, sebaiknya Anda menyusun butir soal dalam
format khusus. Hal ini bermanfaat untuk menimbang apakah rumusan indikator sudah benar
atau belum, dan apakah sudah konsisten antara indikator dengan butir soal. Contoh :
13
HUBUNGAN INDIKATOR DENGAN SOAL
Mata Pelajaran : .........................................................
Kelas : .........................................................
Semester : .........................................................
Standar Kompetensi : .........................................................
Kompetensi Dasar : .........................................................
Keterangan:
Kolom 1 : diisi dengan nomor urut indikator. Tiap lembar sebaiknya hanya untuk satu
nomor indikator.
Kolom 2 : diisi dengan jenjang kemampuan, baik dalam domain kognitif (pengetahuan,
pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, evaluasi) maupun domain afektif dan
psikomotor.
Kolom 3 : diisi dengan rumusan indikator
Kolom 4 : diisi dengan nomor urut soal untuk setiap indikator. Satu indikator dapat disusun
untuk beberapa soal.
Kolom 5 : diisi dengan rumusan soal
Kolom 6 : diisi dengan nomor soal yang bersangkutan pada naskah ujian/tes ke satu.
Kolom 7, 8, 9, dan seterusnya : diisi sama dengan kolom 6.
Setelah dirumuskan tujuan atau kompetensi secara rinci, Anda perlu menentukan
ruang lingkup materi yang hendak diukur dan perbandingannya. Ruang lingkup materi yang
hendak diukur harus sesuai dengan silabus/ kurikulum yang digunakan agar derajat keesuaian
dapat diperoleh secara optimal. Misalnya, aspek yang berkenaan dengan pengertian tajwid,
fungsi dan peranan ilmu tajwid, cara membaca. al-Quran sesuai dengan tajwid dan makhroj.
Selanjutnya, ditentukan pula perbandingan bobot materi yang akan diukur. Berat-ringannya
bobot bergantung kepada urgensi materi dan kompetensi yang harus dikuasai peserta didik.
Di samping itu, Anda juga harus menyusun bentuk soal secara bervariasi agar
kelemahan setiap bentuk soal dapat ditutupi oleh bentuk soal yang lain. Dalam kisi-kisi, Anda
harus memperhatikan domain yang akan diukur, seperti telah dikemukakan sebelumnya. Ada
14
pula sistematika yang lebih sederhana yaitu aspek recall, komprehensi, dan aplikasi. Aspek
recall berkenaan dengan aspek-aspek pengetahuan tentang istilah-istilah, definisi, fakta,
konsep, metode dan prinsip-prinsip. Aspek komprehensi berkenaan dengan kemampuan-
kemampuan antara lain : menjelaskan, menyimpulkan suatu informasi, menafsirkan fakta
(grafik, diagram, tabel, dll), mentransferkan pernyataan dari suatu bentuk ke dalam bentuk
yang lain (misalnya dari pernyataan verbal kepada non-verbal atau dari verbal ke dalam
bentuk rumus), memprakirakan akibat atau konsekwensi logis dari suatu situasi. Aspek
aplikasi meliputi kemampuan-kemampuan antara lain: menerapkan hukum/prinsip/teori
dalam suasana yang sesungguhnya, memecahkan masalah, membuat (grafik, diagram, dan
lain-lain), mendemontrasikan penggunaan suatu metode, prosedur, dan lain-lain. Tingkat
kesukaran soal juga harus diperhatikan agar Anda dapat mengetahui dan menetapkan berapa
jumlah soal yang termasuk sukar, sedang dan mudah. Adapun besar-kecilnya jumlah soal
untuk tiap-tiap tingkat kesukaran tidak ada yang mutlak. Biasanya, jumlah soal sedang lebih
banyak daripada jumlah soal mudah dan sukar, sedangkan jumlah soal mudah dan soal sukar
sama banyaknya. Misalnya, soal mudah ditentukan 30%, sedang 40%, dan sukar 30 %.
Contoh :
KISI-KISI SOAL
Nama Madrasah : ..
Mata Pelajaran : ..
Kelas/Semester : ..
Kurikulum Acuan : ..
Alokasi Waktu : ..
Jumlah Soal : ..
Materi BS 50 PG 30 M 20
Peng Pem Ap Jlh Peng Pem Ap Jlh Peng Pem Ap Jlh
30% 30% 40% 30% 30% 40% 30% 30% 40%
A 6 6 8 20 3 4 5 12 2 2 4 8
40%
B 6 6 8 20 3 4 5 12 2 2 4 8
40%
15
C 3 3 4 10 2 2 2 6 1 1 2 4
20%
Jlh 15 15 20 50 8 10 12 30 5 5 10 20
Penjelasan :
a. Misalnya, jumlah soal keseluruhan adalah 100, terdiri atas 50 soal bentuk benar-salah, 30
soal bentuk pilihan-ganda, dan 20 soal bentuk menjodohkan. Selanjutnya, tentukan pula
persentase soal untuk masing-masing materi, misalnya 40 %, 40 %, dan 20 %. Untuk
soal bentuk B S = 50, maka jumlah soal untuk setiap materi adalah :
Materi A = 40 % x 50 = 20 soal
Materi B = 40 % x 50 = 20 soal
Materi C = 20 % x 50 = 10 soal
Untuk bentuk P G = 30, maka jumlah soal untuk setiap materi adalah :
Materi A = 40 % x 30 = 12 soal
Materi B = 40 % x 30 = 12 soal
Materi C = 20 % x 30 = 6 soal
Untuk bentuk Menjodohkan = 20, maka jumlah soal untuk setiap materi adalah :
Materi A = 40 % x 20 = 8 soal
Materi B = 40 % x 20 = 8 soal
Materi C = 20 % x 20 = 4 soal
b. Selanjutnya, menghitung jumlah soal untuk setiap jenjang kemampuan, yaitu persentase
pada setiap jenjang kemampuan dikalikan dengan jumlah soal untuk setiap bentuk soal.
Misalnya :
Pengetahuan : 30 % x 20 = 6 soal
Pemahaman : 30 % x 20 = 6 soal
Aplikasi : 40 % x 20 = 8 soal Demikian seterusnya.
Pada kisi-kisi di atas belum tampak tingkat kesukaran soal (mudah, sedang, sukar
serta perbandingannya). Untuk menghitung tingkat kesukaran soal, maka pada setiap jenjang
kemampuan/aspek yang diukur (pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi) harus dibagi
menjadi tiga kolom, yakni untuk kolom mudah, sedang, dan sukar dengan perbandingan
(misalnya) 30 %, 40 %, dan 30 %. Dengan demikian, jumlah soal untuk masing-masing
tingkat kesukaran pada setiap jenjang kemampuan dapat dihitung seperti berikut :
16
Untuk jenjang kemampuan pengetahuan :
Mudah : 30 % x 6 = 1,8 dihitung 2 soal.
Sedang : 40 % x 6 = 2,4 dihitung 2 soal.
Sukar : 30 % x 8 = 1,8 dihitung 2 soal.
Demikian seterusnya, sehingga melahirkan tabel yang lebih terurai.
2. Menulis Soal
Penulisan soal merupakan salah satu langkah penting untuk dapat menghasilkan alat
ukur atau tes yang baik. Penulisan soal adalah penjabaran indikator menjadi pertanyaan-
pertanyaan yang karakteristiknya sesuai dengan pedoman kisi-kisi. Setiap pertanyaan harus
jelas dan terfokus serta menggunakan bahasa yang efektif, baik bentuk pertanyaan maupun
bentuk jawabannya. Kualitas butir soal akan menentukan kualitas tes secara keseluruhan.
Setelah semua soal ditulis, sebaiknya soal tersebut dibaca lagi, jika perlu didiskusikan
kembali dengan tim penelaah soal, baik dari ahli bahasa, ahli bidang studi, termasuk ahli
evaluasi.
17
(c) Para pengawas tes harus mengontrol pelaksanaan tes dengan ketat, tetapi tidak
mengganggu suasana tes. Peserta didik yang melanggar tata tertib tes dapat dikeluarkan
dari ruang tes,
(d) Waktu yang digunakan harus sesuai dengan banyaknya soal yang diberikan, sehingga
peserta didik dapat bekerja dengan baik,
(e) Peserta didik harus benar-benar patuh mengerjakan semua petunjuk dan perintah dari
penguji.
Sikap ini harus tetap dipelihara meskipun diberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk mengajukan pertanyaan bila ada soal yang tidak dimengerti atau kurang jelas.
Tanggung jawab penguji dalam hal ini adalah memberikan petunjuk dengan sikap yang
bersifat lugas, jujur, adil dan jelas. Namun demikian, antara penguji dan peserta didik
hendaknya dapat menciptakan suasana yang kondusif, dan (f) hasil uji coba hendaknya
diolah, dianalisis, dan diadministrasikan dengan baik, sehingga dapat diketahui soal-soal
mana yang lemah untuk selanjutnya dapat diperbaiki kembali.
18
singkat, isian, menjodohkan, benar-salah), dan tes perbuatan yang meliputi: kinerja
(performance), penugasan (projek) dan hasil karya (produk). Penilaian non-tes contohnya
seperti penilaian sikap, minat, motivasi, penilaian diri, portfolio, life skill. Tes perbuatan dan
penilaian non tes dilakukan melalui pengamatan (observasi).
Pendidik mempunyai kewajiban untuk melakukan penilaian hasil belajar peserta
didik agar dapat mengetahui sejauh mana perkembangan kemajuan hasil belajar peserta didik
dalam kurun waktu tertentu. Dalam hal ini, pendidik dituntut agar mempunyai kompetensi
dalam penyusunan butir soal sehingga butir soal tersebut dapat berfungsi secara optimal.
Pendidik harus mengetahui langkah-langkah dan apa saja perlu diperhatikan dalam penulisan
butir soal yang disesuaikan dengan kegunaan soal tersebut.
1. Tes
Tes merupakan suatu teknik atau cara yang digunakan dalam rangka melaksanakan
kegiatan pengukuran, yang didalamnya terdapat berbagai pertanyaan, pernyataan atau
serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau dijawab oleh peserta didik untuk mengukur
aspek perilaku peserta didik. Dalam rumusan ini terdapat beberapa unsur penting, yaitu :
1) Pertama, tes merupakan suatu cara atau teknik yang disusun secara sistematis dan
digunakan dalam rangka kegiatan pengukuran.
2) Kedua, di dalam tes terdapat berbagai pertanyaan dan pernyataan atau serangkaian
tugas yang harus dijawab dan dikerjakan oleh peserta didik.
3) Ketiga, tes digunakan untuk mengukur suatu aspek perilaku peserta didik.
4) Keempat, hasil tes peserta didik perlu diberi skor dan nilai.
Tes dapat dibedakan atas beberapa jenis, dan pembagian jenis-jenis ini dapat ditinjau
dari berbagai sudut pandang. Heaton (1988), misalnya, membagi tes menjadi empat bagian,
yaitu tes prestasi belajar (achievement test), tes penguasaan (proficiency test), tes bakat
(aptitude test), dan tes diagnostik (diagnostic test). Untuk melengkapi pembagian jenis tes
tersebut, Brown (2004) menambahkan satu jenis tes lagi yang disebut tes penempatan
(placement test).
19
2. Bentuk-bentuk Test
a. Tes Subjektif
Secara ontology tes esai(uraian) adalah salah satu bentuk tes tertulis, yang
susunannya terdiri atas item-item pertanyaan yang masing-masing mengandung
permasalahan dan menuntut jawaban siswa melui uraian-uraian kata yang merefleksikan
kemampuan berpikir siswa (Sukardi, 2008).
Menurut Sukardi (2008: 96), untuk meningkatkan mutu pertanyaan esai sebagai alat
pengukur hasil belajar yang kompleks, memerlukan dua hal penting yang perlu diperhatikan
oleh para evaluator. Kedua hal penting tersebut, yaitu:
Pada umumnya berbentuk esai (uraian). Tes bentuk esai adalah sejenis tes kemajuan
belajar yang memerlukan jawaban yang bersifat pembahasan atau uraian kata-kata.
1) Tes berbentuk pertanyaan atau perintah yang menghendaki jawaban berupa uraian atau
paparan kalimat yang pada umumnya cukup panjang.
2) Bentuk-bentuk pertanyaan atau perintah itu menuntut kepada testee untuk memberikan
penjelasan, komentar, penafsiran, membandingkan, membedakan, dan sebagainya.
3) Jumlah butir soalnya umumnya terbatas, yaitu berkisar antara lima sampai dengan
sepuluh butir.
4) Pada umumnya butir-butir soal tes uraian itu diawali dengan kata-kata : Jelaskan,
Terangkan, Uraikan, Mengapa, Bagaimana, atau kata-kata lain yang
serupa dengan itu.
1. Kebaikan-kebaikan Tes Subjektif :
a. Mudah disiapkan dan disusun
b. Tidak memberi banyak kesempatan untuk berspekulasi atau untunguntungan
c. Mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat serta menyusun dalam
bentuk kalimat yang bagus
d. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengutarakan maksudnya dengan gaya
bahasa yang caranya sendiri Dapat diketahui sejauh mana siswa mendalami sesuatu
masalah yang diteskan
2. Kelemahan-Kelemahan Tes Subjektif :
a. Kadar validitas dan realibilitas rendah karena sukar diketahui segi-segi mana dari
pengetahuan siswa yang betul-betul telah dikuasai
20
b. Kurang representatif dalam hal mewakili seluruh scope bahan pelajaran yang akan
dites karena soalnya hanya beberapa saja (terbatas).
c. Cara memeriksanya banyak dipengaruhi oleh unsure-unsur subjektif
d. Pemeriksaannya lebih sulit sebab membutuhkan pertimbangan individual lebih
banyak dari penilai. Waktu untuk koreksinya lama dan tidak dapat diwakilkan kepada
orang lain
3. Petunjuk Penyusunan Tes Subjektif
a. Hendaknya soal-soal tes dapat meliputi ide-ide pokok dari bahan yang diteskan dan
kalau mungkin disusun soal yang sifatnya komprehensif.
b. Hendaknya soal tidak mengambil kalimat-kalimat yang disalin langsung dari buku
atau catatan
c. Pada waktu menyusun, soal-soal itu sudah dilengkapi dengan kunci jawaban serta
pedoman penilaiannya
d. Hendaknya diusahakan agar pertanyaannya bervariasi antara Jelaskan, Mengapa,
Bagaimana, Seberapa jauh agar dapat diketahui lebih jauh penguasaan siswa
terhadap bahan
e. Hendaknya rumusan soal dibuat sedemikian rupa sehingga mudah dipahami oleh
tercoba
f. Hendaknya ditegaskan model jawaban apa yang dikehendaki oleh penyusunan tes,
untuk ini pertanyaan tidak boleh terlalu umum tetapi harus spesifik.
b. Tes Objektif
Yang juga dikenal dengan istilah tes jawaban pendek (short answer test), tes ya-
tidak(yes-no test) dan tes model baru (new type test), adalah salah satu jenis tes hasil belajar
yang terdiri dari butir-butir soal (items) yang dapat dijawab oleh testee dengan jalan memilih
salah satu (atau lebih) diantara beberapa kemungkinan jawaban yang telah dipasangkan pada
masing-masing items, atau dengan jalan menuliskan (mengisikan) jawabannya berupa kata-
kata atau simbol-simbol tertentu pada tempat atau ruang yang telah disediakan untuk masing-
masing butir item yang bersangkutan.
Adalah salah satu bentuk tes objektif di mana butir-butir soal yang diajukan dalam
tes hasil belajar itu berupa pernyataan (statement), pernyataan tersebut ada yang benar dan
ada yang salah.Orang yang ditanya bertugas untuk menandai masing-masing pernyataan itu
dengan membubuhkan tanda (simbol) tertentu atau mencoret huruf B jika menurut keyakinan
mereka pernyataan itu benar, atau membubuhkan tanda (simbol) tertentu atau mencoret huruf
S jika menurut keyakinan mereka pernyataan tersebut adalah salah.
22
e. Petunjuk cara mengerjakannya mudah dimengerti
2. Kelemahan-Kelemahan Tes Benar-Salah :
a. Sering membingungkan
b. Mudah ditebak/diduga
c. Banyak masalah yang tidak dapat dinyatakan hanya dengan dua kemungkinan benar
atau salah.
d. Hanya dapat mengungkap daya ingatan dan pengenalan kembali
e. Realibilitasnya rendah kecuali apabila butir-butir soalnya dibuat dalam jumlah yang
banyak sekali.
3. Cara Penyusunan Bentuk Tes Benar-Salah :
a. Tulislah huruf B-S pada permulaan masing-masing item dengan maksud untuk
mempermudah mengerjakan dan menilai (scoring).
b. Usahakan agar jumlah butir soal yang harus dijawab B sama dengan butir soal yang
harus dijawab S. Dalam hal ini hendaknya pola jawaban tidak bersifat teratur
misalnya:B-S-B-S-B-S atau SS-BB-SS-BB-SS.
c. Hindari item yang masih bisa diperdebatkan.
d. Hindarilah pertanyaan-pertanyaan yang persis dengan buku.
e. Hindarilah kata-kata yang menunjukkan kecenderungan member saran seperti yang
dikehendaki oleh item yang bersangkutan, misalnya: semuanya, tidak selalu, tidak
pernah dan sebagainya.
f. Jumlah butir soal hendaknya berkisar antara 10 sampai dengan 20 butir.
g. Butir-butir soal yang jawabannya betul (B) sebaiknya tidak mempunyai corak yang
berbeda dari soal-soal yang jawabannya Salah (S).
4. Cara Mengolah Skor :
Rumus untuk mencari skor akhir Tes Bentuk Benar-Salah ada 2 macam:
a) Dengan Denda
S=RW
Dengan pengertian :
S = skor yang diperoleh
R = right (jawaban yang benar)
W = wrong (jawaban yang salah)
Contoh :
Jumlah soal tes = 20 buah Ita menjawab betul 15 buah dan salah 5 buah. Maka skor untuk Ita
adalah :
23
Diketahui: R = 15
W=5
Dit : S
Jawab : S=RW
= 15 5
= 10
Dengan menggunakan rumus seperti ini maka ada kemungkinan seorang siswa memperoleh
skor negatif.
b) Tanpa Denda
Rumus : S = R
Yang dihitung hanya yang betul.( Untuk soal yang tidak dikerjakan dinilai nol )
Adalah suatu bentuk tes yang terdiri atas suatu keterangan atau pemberitahuan
tentang suatu pengertian yang belum lengkap dan untuk melengkapinya harus memilih satu
dari beberapa kemungkinan jawaban yang telah disediakan .Kemungkinan jawaban (option)
terdiri atas satu jawaban yang benar yaitu kunci jawaban dan beberapa pengecoh (distractor).
Adalah tes bentuk pilihan ganda yang terdiri atas kalimat pokok (=item) yang berupa
pernyataan yang belum lengkap dan diikuti oleh lima kemungkinan jawaban (alternatif) yang
dapat melengkapi pernyataan tersebut.Tugas testee disini adalah memilih salah satu diantara
jawaban tersebut yang menurut keyakinan testee adalah paling tepat (=merupakan jawaban
yang benar).
Adalah tes bentuk pilihan ganda yang terdiri atas lima atau empat
judul/istilah/pengertian yang diberi tanda huruf abjad didepannya dan diikuti oleh beberapa
pernyataan yang diberi nomer urut didepannya. Untuk tiap pernyataan tersebut testee diminta
untuk memilih salah satu judul/istilah/pengertian yang berhuruf abjad yang menurut
keyakinan testee adalah paling cocok (paling benar).
24
3) Tes Objektif Bentuk Pilihan Ganda Melengkapi Berganda
Adalah tes bentuk pilihan ganda yang terdiri atas satu kalimat pokok yang tidak
(belum) lengkap, diikuti dengan beberapa kemungkinan jawaban (bisa merupakan lima
pernyataan dan bisa pula empat pernyataan). Dan kemungkinan jawaban betulnya bisa satu,
dua, tiga atau empat.
Adalah tes bentuk pilihan ganda yang terdiri atas satu kalimat pernyataan yang
diikuti oleh satu kalimat keterangan, dan kepada testee dinyatakan, apakah pernyataan itu
betul dan apakah keterangan itu juga betul.Jika pernyataan dan keterangan itu betul,testee
harus memikirkan apakah pernyataan itu disebabkan oleh keterangan tersebut.
Adalah suatu tes bentuk pilihan ganda dimana item soal berupa suatu kasus dan
kepada testee ditanyakan mengenai berbagai hal dan kunci jawaban-jawaban itu tergantung
pada tahu tidaknya testee dalam memahami kasus tersebut.
25
6) Kalimat pokok dalam setiap butir soal, hendaknya tidak tergantung pada butir-butir soal
lain.
7) Gunakan kata-kata manakah jawaban paling baik, pilihlah satu yang pasti lebih baik
dari yang lain, bilamana terdapat lebih dari satu jawaban yang benar.
8) Jangan membuang bagian pertama dari suatu kalimat.
Contoh :
kita sudah merdeka ..kita bekerja
samakita masing-masing.
a. Andaikata.maka
b. Meskipun .boleh
c. Negara...maka
d. Walaupun .tidak seharusnya
e. Tahun 1945 dan
9) Dilihat dari segi bahasanya, butir-butir soal jangan terlalu sukar.
10) Tiap butir soal hendaknya hanya mengandung satu ide. Meskipun ide tersebut dapat
kompleks.
11) Bila dapat disusun urutan logis antar pilihan-pilihan, urutkanlah (misalnya : urutan
tahun, urutan alphabet, dan sebagainya)
12) Susunlah agar jawaban manapun mempunyai kesesuaian tata bahasa dengan kalimat
pokoknya.
13) Alternatif yang disajikan hendaknya agak seragam dalam pajangnya, sifat uraiannya
maupun taraf teknis.
14) Alternatif-alternatif yang disajikan hendaknya agak bersifat homogeny mengenai isinya
dan bentuknya
15) Buatlah jumlah alternative pilihan ganda sebanyak empat. Bilamana terdapat kesukaran,
buatlah pilihan-pilihan tambahan untuk mencapai jumlah empat tersebut. Pilihan-pilihan
tambahan hendaknya jangan terlalu gampang diterka karena bentuknya atau isi.
16) Hindarkan pengulangan suara atau pengulangan kata pada kalimat pokok di alternative-
alternatifnya, karena anak akan cenderung memilih alternative yang mengandung
pengulangan tersebut. Hal ini disebabkan karena dapat doduga itulah jawaban yang
benar.
17) Hindarkan menggunakan susunan kalimat dalam buku pelajaran. Karena yang terungkap
mungkin bukan pengertiannya melainkan hafalannya.
26
18) Alternatif-alternatif hendaknya jangan tumpang silih, jangan inklusif dan jangan
sinonim.
19) Jangan gunakan kata-kata indicator seperti selalu, kadang-kadang, pada umumnya.
3. Cara Mengolah Skor :
Untuk mengolah skor dalam tes bentuk pilihan ganda ini ada 2 macam rumus yaitu:
1) Dengan denda
S = R W/0-1
S = skor yang diperoleh ( Raw Score )
R = jawaban yang betul
W = jawaban yang salah
0 = banyaknya option
1 = bilangan tetap
Contoh :
Murid menjawab betul 17 soal dari 20 soal. Soal bentuk multiple choice ini dengan
menggunakan option sebanyak 4 buah.
Diket : R = 17 Ditanya : S
W=3
0=4
Jawab :
S = R - W/0-1
S = 17 3/4-1
S = 17 1 = 16
2) Tanpa Denda
S=R
Adalah tes objektif bentuk matching sering dikenal dengan istilah tes menjodohkan,
tes mencari pasangan, tes menyesuaikan, tes mencocokkan dan tes mempertandingkan.
Matching test terdiri atas satu seri pertanyaan dan satu seri jawaban, masing-masing
pertanyaan mempunyai jawabnya yang tercantum dalam seri jawaban.Tugas testee adalah
mencari dan menempatkan jawaban-jawaban, sehingga sesuai atau cocok dengan pertanyaan.
27
Contoh :
Pasangkanlah pertanyaan yang ada pada lajur kiri dengan yang ada pada lajur kanan dengan
cara menempatkan huruf yang terdapat di muka pertanyaan lajur kiri pada titik-titik yang
disediakan di lajur kanan.
28
3. Kelemahan-Kelemahan Tes Objektif Bentuk Menjodohkan (Matching Test)
1) Matching tes cenderung lebih banyak mengungkap aspek hafalan atau daya ingat saja
2) Karena mudah disusun, maka tes jenis ini acap kali dijadikan pelarian bagi pengajar,
yaitu dipergunakan kalau pengajar tidak sempat lagi untuk membuat tes bentuk lain
Karena jawaban yang pendek-pendek, maka tes jenis ini kurang baik untuk
mengevaluasi pengertian dan kemampuan membuat tafsiran (Interpretasi).
3) Tanpa disengaja, dalam tes jenis ini sering menyelinap atau masuk hal-hal yang
sebenarnya kurang perlu untuk diujikan.
4. Cara Mengolah Skor
S=R
d. Tes Objektif Bentuk Isian (Completion Test)
Adalah tes objektif yang sering dikenal dengan istilah tes isian, tes melengkapi atau
tes menyempurnakan. Terdiri atas kalimat-kalimat yang ada bagian-bagiannya yang
dihilangkan. Bagian-bagian yang dihilangkan itu diganti dengan titik-titik (..). Dan bagian
ini harus diisi atau dilengkapi dan disempurnakan oleh testee dengan jawaban.
Contoh :
29
3) Karena bahan yang disajikan dalam tes ini cukup banyak dan beragam, maka
persyaratan kompherensif dapat dipenuhi oleh tes model ini.
4) Sehubungan dengan yang disebutkan pada butir 3 maka tes inidapat digunakan
untuk mengukur berbagai taraf kompetensi dan tidak sekedar mengungkap taraf
pengenalan atau hafalan saja.
3. Kelemahan-Kelemahan Tes Objektif Bentuk Isian (Completion Test)
1) Pada umumnya tester lebih cenderung menggunakan tes model ini mengungkap
daya ingat atau aspek hafalan saja.
2) Dapat terjadi bahwa butir-butir item dari tes model ini kurang relevan untuk
diujikan.
3) Karena pembuatannya mudah, maka tester sering menjadi kurang berhati-hati dalam
menyusun kalimat-kalimat soalnya (butir-butir soal dibuat asal jadi saja).
4. Cara Mengolah skor :
S=R
Adalah tes objektif yang biasanya berbentuk cerita atau karangan. Katakata penting
dalam cerita atau karangan itu beberapa diantaranya dikosongkan (tidak dinyatakan),
sedangkan tugas testee adalah mengisi bagian-bagian yang telah dikosongkan itu.
Contoh :
30
2. Kelemahan-Kelemahan Tes Objektif Bentuk Isian (Fill In)
1) Tes Objektif bentuk fill in ini cenderung lebih banyak mengungkap aspek
pengetahuan atau pengenalan saja.
2) Karena tes tertuang dalam bentuk rangkaian cerita, maka tes objektif bentul fill in
umumnya banyak memakan tempat
3) Tes objektif bentuk fill in sifatnya kurang komprehensif, sebab hanya dapat
mengungkap sebagian saja dari bahan yang seharusnya diteskan.
4) Terbuka peluang bagi testee untuk bermain tebak terka
3. Cara Penyusunan Tes Objektif Bentuk Isian ( Fill In )
1) Ungakapan cerita yang dijadikan bahan tes hendaknya disusun secara ringkas dan
padat demi menghemat tempat atau kertas serta waktu penyusunannya.
2) Diusahakan agar butir-butir item yang diajukan dalam tes objektif bentuk fill in ini
adalah butir-butir item yang selain mengungkap pengetahuan atau pengenalan juga
dapat mengukap paraf kompetensi lain yang sifatnya lebih mendalam.
3) Agar tes ini dapat digunakan secara efektif sebaiknya jawaban yang harus diisikan
dituis pada lembar jawaban atau pada tempat yang terpisah. Jadi,Seyokyanya
jawaban yang diberikan testee jangan dituliskan diatas titik yang sudah disediakan.
4) Apabila jenis mata pelajaran yang akan di tes kan itu memungkinkan, Penyajian
soal juga dapat dituangkan dalam bentuk gambar,peta,dan sebagainya,sehingga
kalimat cerita dapat dipersingkat.
31
seperti penilaian sikap, minat, motivasi, penilaian diri, portfolio, life skill. Tesperbuatan dan
penilaian non tesdilakukanmelaluipengamatan (observasi).
1) Ranah kognitif yang dikembangkan Benjamin S. Bloom adalah: (1) Ingatan di antaranya
seperti: menyebutkan, menentukan, menunjukkan, mengingat kembali, mendefinisikan;
(2) Pemahaman di antaranya seperti: membedakan, mengubah, memberi contoh,
memperkirakan, mengambil kesimpulan; (3) Penerapan di antaranya seperti:
menggunakan, menerapkan; (4) Analisis di antaranya seperti: membandingkan,
mengklasifikasikan, mengkategorikan, menganalisis; (5) Sintesis antaranya seperti:
menghubungkan, mengembangkan, mengorganisasikan, menyusun; (6) Evaluasi di
antaranya seperti: menafsirkan, menilai, memutuskan.
2) Jenis perilaku yang dikembangkan Quellmalz adalah: (1) ingatan, (2) analisis, (3)
perbandingan, (4) penyimpulan, (5) evaluasi.
3) Jenis perilaku yang dikembangkan R. J. Mazano dkk. adalah: (1) keterampilan memusat
(focusing skills), seperti: mendefinisikan, merumuskan tujuan, (2) keterampilan
mengumpulkan informasi, seperti: mengamati, merumuskan pertanyaan, (3)
keterampilan mengingat, seperti: merekam, mengingat, (4) keterampilan mengorganisasi,
seperti: membandingkan, mengelompokkan, menata/mengurutkan, menyajikan; (5)
keterampilan menganalisis, seperti mengenali: sifat dari komponen, hubungan dan pola,
ide pokok, kesalahan; (6) keterampilan menghasilkan keterampilan baru, seperti:
menyimpulkan, memprediksi, mengupas atau mengurai; (7) keterampilan memadu
(integreting skills), seperti: meringkas, menyusun kembali; (8) keterampilan menilai,
seperti: menetapkan kriteria, membenarkan pembuktian.
4) Jenis perilaku yang dikembangkan Robert M. Gagne adalah: (1) kemampuan intelektual:
diskriminasi, identifikasi/konsep yang nyata, klasifikasi, demonstrasi,
generalisasi/menghasilkan sesuatu; (2) strategi kognitif: menghasilkan suatu pemecahan;
(3) informasi verbal: menyatakan sesuatu secara oral; (4) keterampilan motorist
melaksanakan/menjalankan sesuatu; (5) sikap: kemampuan untuk memilih sesuatu.
32
Domain afektif yang dikembangkan David Krathwohl adalah: (1) menerima, (2)
menjawab, (3) menilai.
5) Domain psikomotor yang dikembangkan Norman E. Gronlund dan R.W. de Maclay
adalah: (1) persepsi, (2) kesiapan, (3) respon terpimpin, (4) mekanisme; (5) respon yang
kompleks, (6) organisasi, (7) karakterisasi dari nilai.
6) Keterampilan berpikir yang dikembangkan Linn dan Gronlund adalah seperti berikut.
a) Membandingkan
Apa persamaan dan perbedaan antara ... dan...
Bandingkan dua cara berikut tentang ....
b) Hubungan sebab-akibat
Apa penyebab utama ...
Apa akibat
c) Memberi alasan (justifying)
Manakah pilihan berikut yang kamu pilih, mengapa?
Jelaskan mengapa kamu setuju/tidak setuju dengan pernyataan tentang ....
d) Meringkas
Tuliskan pernyataan penting yang termasuk ...
Ringkaslah dengan tepat isi
e) Menyimpulkan
Susunlah beberapa kesimpulan yang berasal dari data ....
Tulislah sebuah pernyataan yang dapat menjelaskan peristiwa berikut ....
f) Berpendapat (inferring)
Berdasarkan ..., apa yang akan terjadi bila
Apa reaksi A terhadap
g) Mengelompokkan
Kelompokkan hal berikut berdasarkan ....
Apakah hal berikut memiliki ...
h) Menciptakan
Tuliskan beberapa cara sesuai dengan ide Anda tentang ....
Lengkapilah cerita ... tentang apa yang akan terjadi bila ....
i) Menerapkan
Selesaikan hal berikut dengan menggunakan kaidah ....
Tuliskan ... dengan menggunakan pedoman....
33
j) Analisis
Manakah penulisan yang salah pada paragraf ....
Daftar dan beri alasan singkat tentang ciri utama ....
k) Sintesis
Tuliskan satu rencana untuk pembuktian ...
Tuliskan sebuah laporan ...
l) Evaluasi
Apakah kelebihan dan kelemahan ....
Berdasarkan kriteria ..., tuliskanlah evaluasi tentang...
Sebelum menyusun kisi-kisi dan butir soal perlu ditentukan jumlah soal setiap
kompetensi dasar dan penyebaran soalnya. Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh penilaian
akhir semester berikut ini.
34
Contoh penyebaran butir soal untuk penilaian akhir semester ganjil
d. Penyusunan Kisi-kisi
Kisi-kisi (test blue-print atau table of specification) merupakan deskripsi kompetensi
dan materi yang akan diujikan. Tujuan penyusunan kisi-kisi adalah untuk menentukan ruang
lingkup dan sebagai petunjuk dalam menulis soal. Kisi-kisi dapat berbentuk format atau
matriks seperti contoh berikut ini.
35
Keterangan:
Isi pada kolom 2, 3. 4, dan 5 adalah harus sesuai dengan pernyataan yang ada di dalam
silabus/kurikulum. Penulis kisi-kisi tidak diperkenankan mengarang sendiri, kecuali pada
kolom 6.
Kisi-kisi yang baik harus memenuhi persyaratan berikut ini.
1) Kisi-kisi harus dapat mewakili isi silabus/kurikulum atau materi yang telah diajarkan
secara tepat dan proporsional.
2) Komponen-komponennya diuraikan secara jelas dan mudah dipahami.
3) Materi yang hendak ditanyakan dapat dibuatkan soalnya.
36
1) Contoh model pertama untuk soal menyimak pada mata pelajaran Bahasa Indonesia.
D. Teknik
Soal Pelaksanaan
: Evaluasi
(Soal Hasil Belajar
dibacakan atau diperdengarkan hanya satu kali, kemudian
E. Soal-soal dan TugasTerstruktur
peserta didik di Luar
memilih dengan tepat Kelas
satu pernyataan yang sama artinya. Soalnya adalah:
"Hari harus masuk kelas pukul 7.00., tetapi dia datang pukul 8.00 pagi hari.")
Indikator: Peserta didik dapat menentukan dengan tepat penulisan tanda baca pada nilai
uang.
a. Rp 125,-
b. RP 125,00
c. Rp125
d. Rp125 (Kunci: B
37
D. TEKNIK PELAKSANAAN EVALUASI HASIL BELAJAR
Secara kodrati semua individu terlahir secara unik. Unik berarti individu terlahir
dengan kondisi yang berbeda-beda satu sama lainnya. Akibat adanya perbedaan yang
mendasar antar manusia satu dengan yang lainnya, maka secara otomatis tugas seorang
guru sebgai subyek evaluasi memerlukan bentuk alat ukur untuk mendiagnosis atau
mengukur keadaan individu yang dimaksud (siswa). Alat ukur yang dimaksud adalah
penggunaan tes. Dengan alat ukur berupa tes, maka orang akan berhasil memenuhi
adanya perbedaan antar individu. Karena adanya aspek psikis yang berbeda-beda antar
satu individu dengan individu yang lainnya, maka timbul pula bermacam-macam tes yang
beragam pula. Berbagai tes yang dimaksud akan dijelaskan sebagai berikut :
1. Teknik Tes
a. Pengertian Tes
Istilah tes diambil dari kata testum (Prancis) yang diartikan sebagai piringuntuk
menyisihkan logam-logam mulia. Ada pula yang menyebutkan sebagai sebuah piring yang
terbuat dari tanah. Sementara itu istilah tes pertama kali diperkenalakan oleh seorang ahli
bernama James Ms. Cattel pada tahun 1890 kepada khalayak umum melalui bukunya yang
berjudul Mental Test and Measurement. Kemudian berkembang di Amerika yang
selanjutnya secara berkesinambungan berkembang dengan tempo yang pesat sampai saat ini.
Pada buku karya Anas Sudijono, secara garis besar Anas menyebutkan bahwa tes
didefinisikan sebagai alat atau prosedur yang dipergunakan dalam rangka pengukuran dan
penilaian. Beberapa istilah lain mengenai tes seperti testing, tester, testees dan sebagainya
memiliki definisi sendiri yang berbeda dengan konsep tes itu sendiri. Kalau dikaitkan dengan
evaluasi pendidikan, tes adalah cara (yang dapat dipergunakan) atau prosedur (yang perlu
ditempuh) dalam rangka pengukuran dan penilaian di bidang pendidikan, yangberbentuk
pemberian tugas atau serangkaian tugas (baik berupa pertanyaan-pertanyaan (yang bisa di
jawab), atau perintah-perintah (yang harus dikerjakan) sehingga dapat dihasilkan nilai yang
38
melambangkan tingkah laku. Arikunto menyebutkan sebelum sampai kepada uraian yang
lebih jauh, dijelaskan terlebih dahulu dijabarkan definisi dari beberapa istilah terkait dengan
tes, yaitu:
a. Tes
Tes merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur
sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan. Untuk
mengerjakan tes tergantung dari petunjuk yang memberikan misalnya: melingkari salah satu
hurup di depan pilihan jawaban, menerangkan, mencorat jawaban yang salah, melakukan
tugas atau suruhan, menjawab secara lisan, dan sebagainya.
b. Testing
Testing merupakan saat pada waktu tes itu disampaikan atau dilaksanakan. Atau
dapat disederhanakan dengan maksud bahwa testing adalah saat pengambilan tes.
c. Testee
Testee adalah responden yang sedang mengerjakan tes. Orang-orang inilah yang
akan dinilai atau diukur, baik mengenai kemampuan, bakat, pencapaian, dan sebagainya.
d. Tester
Tester merupakan orang yang diserahi untuk melaksanakan pengambilan tes terhadap
para responden. Dengan kata lain tester adalah subjek evaluasi (tetapi adakalanya anya orang
yang ditunjuk oleh subjek evaluasi untuk melaksanakan tugasnya). Tugas tester antara lain:
39
b. Fungsi Tes
Pada Bab ini, dibahas mengenai fungsi tes yang secara umum terdiri atas2 (dua)
macam, yaitu:
1) Sebagai alat pengukur terhadap peserta didik. Hal yang diukur dalam hal ini ini berupa
tingkat perkembangan atau kemajuan yang telah dicapai oleh peserta didiksetelah
menempuh proses belajar.
2) Sebagai alat pengukur keberhasilan program pengajaran karena dapat diketahui sejauh
mana program pengajaran telah dicapai oeleh peserta didik
Menurut Sidijono (2001:67), secara umum ada dua macam fungsi yang dimiliki tes
yaitu:
1) Sebagai alat pengukur terhadap peserta didik. Tes berfungsi mengukur tingkat
perkembangan atau kemajuan yang telah dicapai oleh peserta didik setelah mereka
menempuh proses belajar mengajar dalam jangka waktu tertentu.
2) Sebagai alat pengukur keberhasilan program pengajaran, sebab melalui tes tersebut akan
dapat diketahui sudah seberapa jauh program pengajaran yang telah ditentukan.
Seorang ahli bernama james ms. Cattel, pada tahun 1890 telah memperkenalkan
pengertian tes ini kepada masyarakat melalui bukunya yang berjudul mental test and
measurement.kemudian tes ini dikembangkan oleh binet-simon dengan tes inteligensinya.
Dan sebagai perkembangannya,Yerkes di amerika serikatmenyusun tes kelompok (group test)
yang digunakan untuk menyeleksi calon militer sebanyak-banyaknya dalam waktu yang
singkat karena diperlukan pada waktu perang dunia.
c. Pengolahan Tes
Sebagai sebuah alat ukur, tes digolangkan kedalam beberapa golongan besar yang
dapat dijabarkan sebagai berikut.
40
peserta didik); tes formatif (mengetahui sejauh mana peserta didik sudah terbentuk dari
materi yang diajaran) dan tes sumatif (dilakukan setelah semua materi ajar selesai
dilaksanakan).
b. Berdasarkan aspek psiksi diungkap digolongkan atas tes intelegensi (mengetahui tingkat
kecerdasan siswa); tes kemampuan (mengungkap kemampuan dasar atau bakat khusus
siswa); tes sikap (mengetahui kecenderungan respons terhadap lingkungan sekitar); tes
kepribadian (mengungkap ciri khas yang bersifat lahiriah) dan tes hasil belajar (untuk
mengungkap pencapaian atau prestasi belajar).
d. Persyaratan Tes
Pada permulaan buku ini telah disinggung bahwa mengukur panjang sisi meja
dengan menggunakan karet elastic yang di ulur-ulur, sama halnya dengan tidak
mengukur.hasil ukurannya tidak akan dapat dipercaya. Akan tetapi apabila keadaannya
memang terpaksa, yakni apabila kita harus melakukan pengukuran padahal yang ada disitu
hanyalah sehelai tali karet elastic, maka kita dapat menggunakan tali ituasal menggunakannya
mengikuti aturan tertentu, yakni tidak boleh ditarik-tarik.
Sumber persyaratan tes didasarkan ats dua hal, yaitu :mutu tes dan
pengadministrasian dalam pelaksanaan.
41
a. Validitas
Perbedaan arti istilah validitas dengan valid. Validitas merupakan kata benda,
sedangkan valid merupakan kata sifat. dalam pembicaraan evaluasi pada umumnya orang
hanya mengenal istilah valid untuk alat evaluasi atau instrument evaluasi. Sebuah tes disebut
valid apabila tes itu dapat tepat mengukur apa yang hendak diukur. Istilah valid sangat sukar
dicari gantinya.ada istilah baru yang mulai diperkenalkan yaitu sahih, sehingga validitas
diganti kesasihan. Walaupun istilah tepat belum dapat mencakup semua arti yang tersirat
dalam kata valid , dan kata tepat kadang-kadang digunakan dalam konteks yang lain, akan
tetapi tambahan kata tepat dalam menerangkan kata valid dapat memperjelas apa yang
dimaksud. Ada beberapa macam validitas yaitu:
d. Praktikabilitas
Sebuah tes dikatakan memiliki praktikabilitas yang tinggi apabila tes tersebut bersifat
praktis, mudah pengadministrasiannya. Tes yang praktis adalah tes yang :
1) Mudah dilaksanakan
2) Mudah pemeriksaannya
3) Dilengkapi dengan petunjuk petunjuk yang jelas.
42
e. Ekonomis
Yang dimaksud dengan ekonomis ialah bahwa pelaksanaan tes tersebut tidak
membutuhkan ongkos/biaya yang mahal,tenaga yang banyak, dan waktu yang lama.
2. Teknik NonTes
Pada bab terdahulu telah dikemukakan bahwa kegiatan mengukur atau melakukan
pengukuran adalah merupakan kegiatan yang paling umum dilakukan dan merupakan
tindakan yang mengawali kegiatan evaluasi dalam penilaian hasil belajar. Dengan teknik non
tes dilakukan dengan tampa menguji peserta didik, melainkan dilakukan dengan melakukan
pengamatan secara sistematis (observation), melakukan wawancara (interview), menyebarkan
angket (questionnaire, dan memeriksa atau meneliti dokumen-dokumen (docomentary
analysis).
a. Pengamatan (Observation)
Observasi adalah metode pengumpulan data melalui pengamatan langsung atau
peninjauan secara cermat dan langsung di lapangan atau lokasi penelitian. Dalam hal ini,
peneliti dengan berpedoman kepada desain penelitiannya perlu mengunjungi lokasi penelitian
untuk mengamati langsung berbagai hal atau kondisi yang ada di lapangan. Penemuan ilmu
pengetahuan selalu dimulai dengan observasi dan kembali kepada observasi untuk
membuktikankebenaran ilmu pengetahuan tersebut. Pengamatan didefinisikan sebagai suatu
cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan
dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang sedang dijadikan sasaran
pengamatan. Diantara segi kebaikan yang dimiliki oleh observasi itu misalnya data yang
diperoleh secara langsung dilapangan, serta datanya mencakup berbagai aspek kepribadian
masing-masing individu peserta didik.Adapun dari segi kelemahannya seperti observasi
sebagai salah satu alat evaluasi hasil belajar tidak selalu dapat dilakukan dengan baik dan
benar oleh para pengajar, kepribadian (personality) dari observer atau evaluator juga acapkali
mewarnai atau menyelinap masuk ke dalam penilaian yang dilakukan dengan cara observasi
dan data yang diperoleh dari kegiatan observasi umumnya baru dapat mengungkap kulit
luar nya saja.
Melalui observasi kita dapat memperoleh gambaran tentang kehidupan sosial yang
sukar untuk diketahui dengan metode lainnya. Observasi dilakukan untuk menjajaki sehingga
berfungsi eksploitasi. Dari hasil observasi kita akan memperoleh gambaran yang jelas tentang
43
masalahnya dan mungkin petunjuk-petunjuk tentang cara pemecahannya. Jadi, jelas bahwa
tujuan observasi adalah untuk memperoleh berbagai data konkret secara langsung di lapangan
atau tempat penelitian.
Berdasarkan pelaksanaan, observasi dapat dibagi dalam dua jenis, yaitu observasi
partisipasi dan observasi non partisipasi.
a) Observasi partisipasi adalah observasi yang melibatkan peneliti atau observer secara
langsung dalam kegiatan pengamatan di lapangan. Jadi, peneliti bertindak sebagai
observer, artinya peneliti merupakan bagian dari kelompok yang ditelitinya. Keuntungan
cara ini adalah peneliti merupakan bagian yang integral dari situasi yang dipelajarinya
sehingga kehadirannya tidak memengaruhi situasi penelitian. Kelemahannya, yaitu ada
kecenderungan peneliti terlampau terlibat dalam situasi itu sehingga prosedur yang
berikutnya tidak mudah dicek kebenarannya oleh peneliti lain.
b) Observasi non partisipasi adalah observasi yang dalam pelaksanaannya tidak melibatkan
peneliti sebagai partisipasi atau kelompok yang diteliti. Cara ini banyak dilakukan pada
saat ini. Kelemahan cara ini antara lain kehadiran pengamat dapat memengaruhi sikap
dan perilaku orang yang diamatinya.
Layaknya jenis pengukuran yang lainnya, observasi memiliki langkah-langkah dalam
pelaksanaannya, yaitu:
44
dan lain-lain) dapat melakukan kontak langsung dengan peserta didik yang akan dinilai,
sehingga dapat diperoleh hasil penilaian yang lebih lengkap dan mendalam.
c. Angket (Questionaiere)
Angket (questionnaire) juga dapat digunakan sebagai alat bantu dalam rangka
penilaian hasil belajar. Berbeda dengan wawancara dimana penilai Evaluasi Pendidikan
(evaluator) berhadapan secara langsung (face of face) dengan peserta didik atau dengan pihak
lainnya, maka dengan menggunakan angket, pengumpulan data sebagai bahan penilaian hasil
belajar jauh lebih praktis, mengehemat waktu dan tenaga.
45
2) Melibatkan sejumlah orang di dalam proyek sistem, dan berguna bila mengetahui berapa
proporsi suatu kelompok tertentu yang menyetujui atau tidak menyetujui suatu fitur
khusu dari sistem yang diajukan.
3) Melakukan studi untuk mengetahui sesuatu dan ingin mencari seluruh pendapat sebelum
proyek sistem diberi petunjuk-petunjuk tertentu.
4) Ingin yakin bahwa masalah-masalah dalam sistem yang ada bisa diidentifikasi dan
dibicarakan dalam wawancara tindak lanjut.
Menurut Sudjono (2011: 1151-157) pelaksaan evaluasi hasil belajar dapat
digolongkan kedalam tiga kategori yaitu : (1) Teknik Pelaksanaan Tertulis, (2) Tes lisan, dan
(3) tes perbuatan.
46
2. Teknik Pelaksaan Tes Lisan
Terdapat 9 teknik pelaksaan tes lisan yaitu :
1) Sebelum tes dilakukan, peserta tes telah mengetahui jenis soal yang akan diujikan
2) Setiap butir soal telah disiapkan pedoman penilaian untuk jawaban yang betul
3) Penskoran dilakukan segera setalah selesai diujikan, jangan diberikan skor setelah
seluruh peserta tes selesai diuji
4) Jangan sekali kali forum ujian berubah menjadi diskusi
5) Penguji hendaknya jangan sekali kali memberikan angin segar atau kode-kode
tertentu yang mengarah kepada menolong peserta tes
6) Tes lisan harus berlangsung secara wajar, artinya tidak menimbulkan rasa taku,
gugup, atau panik dikalangan peserta didik
7) Hendaknya ada patokan waktu yang disediakan untuk setiap butir pertanyaan
8) Hendaknya dalam mengajukan pertanyaan kepada peserta tes yang satu dengan
lainnya dilakukan berpariasi namun tetap dalam materi yang sama, dan
9) Sedapat mungkin tes lisan dapat dilakukan secara individual.
47
Rangkuman
Langkah pertama yang perlu dilakukan dalam kegiatan evaluasi adalah membuat
perencanaan. Perencanaan ini penting karena akan mempengaruhi langkah-langkah
selanjutnya, bahkan mempengaruhi keefektifan prosedur evaluasi secara menyeluruh.
Dengan alat ukur berupa tes, maka orang akan berhasil memenuhi adanya perbedaan
antar individu. Karena adanya aspek psikis yang berbeda-beda antar satu individu dengan
individu yang lainnya, maka timbul pula bermacam-macam tes yang beragam.
48
Latihan
3. Sebutkan enam tingkatan kemampuan yang akan diuji dan berikan contoh soalnya!
5. Sebutkan langkah-langkah yang ditempuh untuk mengisi format kisi-kisi soal uraian!
7. Sebutkan dan jelaskan teknik pelaksanaan evaluasi hasil belajar menurut Sudjono!
9. Bagaimanakah cara pengambilan sampel dan pemilihan butir soal yang representative
dari bidang studi yang akan diuji?
10. Bagaimanakah cara untuk mengetahui tingkat kesukaran dari tes uraian maupun tes
objektif?
49
DAFTAR PUSTAKA
Amir Daien Indrakusuma. 1998. Evaluasi Pendidikan Penilaian Hasil-hasil Belajar. jilid 1
Terbitan Sendiri.
Elis Ratna Wulan., dan H.A Rusdiana. 2014. Evalusi Pembelajaran. Bandung: Pustaka Setia
Gable. Robert K. (I986). Instrument Development in the Affective Domain, Boston: Kluwer-
Nijhoff Publishing.
50