Вы находитесь на странице: 1из 50

BAB I

TEKNIK PENYUSUNAN DAN PELAKSANAAN EVALUASI HASIL BELAJAR

Kekuatan dan kelemahan dari program pengajaran yang telah disusun guru biasanya
dapat diketahui dengan lebih jelas setelah program tersebut dilaksanakan di kelas dan
dievaluasi dengan seksama.

Hasil yang diperoleh dari evaluasi yang diadakan akan memberi petunjuk kepada
guru tentang bagian-bagian mana dari program tersebut yang sudah berhasil dan bagian-
bagian mana pula yang belum berhasil mencapai tujuan-tujuan yang ditetapkan. Atas dasar
hasil evaluasi tersebut dapat dilakukan perbaikan-perbaikan yang diperlukan, baik pada
waktu program masih berjalan maupun setelah program itu selesai dilaksanakan. Perbaikan
yang dilakukan setelah program selesai dilaksanakan berguna untuk keperluan
penyempurnaan pengajaran pada tahun berikutnya.

Sebelum sampai pada tahap pelaksanaan, guru perlu terlebih dahulu menyiapkan
suatu program/bahan pengajaran berdasarkan hasil perencanaan yang telah dilakukan.
Pelaksanaan program pengajaran dikelas, serta evaluasi pengajaran yang sedang, maupun
telah dilaksanakan. membutuhkan penilaian atau evaluasi, dimana evaluasi tersebut
membutuhkan kualitas, mutu dan pofesionalisme dalam menjalannkan kegiatan belajar dan
pembelajaran.

Suatu kegiatan evaluasi dikatakan berhasil jika sang evaluator mengikuti prosedur
dalam melaksanakan evaluasi. Prosedur disini dimaksudkan sebagai langkah-langkah pokok
yang harus ditempuh dalam melakukan evaluasi.

A. LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN EVALUASI HASIL BELAJAR

Sub-bab ini membahas mengenai langkah-langkah pokok dalam evaluasi hasil


belajar, dimana dijelaskan enam langkah pokok, yaitu:
a. Menyusun rencana hasil belajar, dimana didalamnya dimuat 6 jenis kegiatan, yaitu,
merumuskan tujuan dilaksanakannya evaluasi, menetapkan aspek yang dievaluasi,

1
memilih teknik yang dipergunakan, menyusun alat pengukuran hasil belajar, menentukan
tolak ukur, dan menentukan frekuensi dari kegiatan evaluasi tersebut.
b. Menghimpun data dimana dilakukan dengan pengukuran baik menggunakan tes ataupun
instrument lainnya.
c. Melakukan verifikasi data, proses penyaringan data yang layak digunakan sebagai
penilaian dan tidak layak.
d. Mengolah dan menganalisis data yang berguna untuk memberi makna untuk data yang
telah berhasil dikumpulkan dalam kegiatan evaluasi dan data tersebut disusun
sedemikian rupa agar bisa dipahami.
e. Memberikan interpretasi dan menarik kesimpulan data yang telah diolah sebelumnya,
dan kesimpulan harus sesuai dengan tujuan evaluasi tersebut.
f. Tindak lanjut evaluasi yang dilakukan setelah sebelumnya telah dilakukan langkah-
langkah sebelumnya, kemudian disini harus diketahui makna yang terkandung di
dalamnya tersebut sehingga nantinya evaluator dapat memberi penilaian dan mengambil
keputusan dan langkah apa yang dianggap perlu untuk kegiatan evaluasi tersebut.

1. Kaedah Prosedur Evaluasi Penilaian Hasil Belajar


Pada dasarnya Prosedur evalusi pembelajaran adalah langkah-langkah teratur dan
tertib yang harus ditempuh seorang evaluator pada waktu melakukan evaluasi pembelajaran.
Terdapat dua langkah pokok dalam prosedur evaluasi yankni prosedur kualitatif dan
kuantitatif. Kedua prosedur tersebut, antara lain sebagai berikut:
Kaedah evaluasi menyatakan bahwasannya evaluasi pembelajaran harus berkaitan dengan
pengembangan kurikulum yang terjadi. Prosedur untuk evaluasi kuantitatif yakni sebagai
berikut :
a. Penentuan masalah atau pertanyaan evaluasi

b. Penentuan variabel, jenis data dan sumber data

c. Penentuan metodologi

d. Pengembangan instrumen

e. Penentuan proses pengumpulan data

f. Penentuan proses pengolahan data

2
Prosedur untuk evaluasi kualitatif, menurut Hamid Hasan. (2008: 170-173). Ada tiga
hal pokok yang harus dilakukan evaluator ketika melakukan evaluasi kurikulum dengan
menggunakan prosedur sebagai berikut:
a. Menentukan fokus evaluasi

b. Perumusan masalah dan pengumpulan data

c. Proses pengolahan data

d. Menentukan perbaikan dan perubahan program.

Secara sepintas lalu telah disambungkan di atas bahwa dalam pendidikan orang
mengadakan evaluasi memenuhi dua tujuan yaitu:
a. Untuk mengetahui kemajuan anak, atau orang yang dididik setalah si terdidik tadi
menyadari pendidikan selama jangka waktu tertentu, dan
b. Untuk mengetahui tingkat effisiensi metode-metode pendidikan yang diperguanakan
pendidikan selama jangka waktu tertentu tadi.
Mudah dipahami bahwa kedua jenis pengetahuan tadi mempunyai arti yang penting
dalam setiap proses pendidikan. Pengetahuan mengenai kemajuan anak mempunyai
bermacam-macam kegunaan.
Dengan demikian, sudah selayaknya evaluator ini mengikuti prosedur-prosedur yang
telah digariskan. Mengikuti prosedur yang telah ditetapkan bisa dikatakan sebagai bentuk
tanggung jawab seorang evaluator. Dengan mengikuti prosedur evaluasi yang baik, kegiatan
evaluasi dapat dipertanggung jawabkan dan memiliki arti bagi semua pihak.

2. Ciri-ciri Evaluasi Hasil Belajar


Pada buku ini dijelaskan terdapat lima ciri evaluasi hasil belajar, yang pertama
dimana evaluasi yang dilakukan adalah secara tidak langsung. Ketika pendidik ingin
mengetahui orang itu pandai atau tidak, maka yang dinilai adalah berdasarkan indikatornya.
Disini juga dijelaskan bahwa Carl Witherington menjelaskan ada 6 indikator yang bisa
dijadikan tolak ukur orang tersebut pandai atau tidak, (1) kemampuan bekerja dengan angka
atau bilangan, (2) penggunaan bahasa dengan baik dan benar, (3) kemampuan menangkap
sesuatu yang baru, ketika cepat mengikuti pembicaraan seseorang, (4) kemampuan mengingat
sesuatu, (5) kemampuan memahami hubungan antar gejala, (6) kemampuan berpikir abstark.

3
Kemudian untuk ciri yang kedua, menilai keberhasilan peserta didik biasanya
menggunakan penilaian kuantitatif atau simbol-simbol angka, lalu angka tersebut dianalisis
dengan metode statistik dan diberikan hasil secara kualitatif.
Kemudian untuk ciri ketiga kegiatan evaluasi menggunakan satuan-satuan tetap
berdasarkan teori setiap populasi peserta didik bersifat heterogen. Untuk ciri yang keempat
dijelaskan bahwa hasil-hasil evaluasi pada peserta didik umumnya tidak selalu terdapat
kesamaan karena peserta didik merupakan makhluk hidup yang sewaktu-waktu dapat berubah
tergantung keadaan disekitarnya.
Kemudian untuk ciri kelima dijelaskan bahwa dalam evaluasi hasil belajar tidak
menutup kemungkinan terjadinya kesalahan pendidik dalam memberikan penilaian dan
pengukuran. J.P. Guilford sendiri menuturkan beberapa sumber kekeliruan pengukuran
tersebut dilihat dari sampling (kekeliruan tester menentukan item soal dari sekian banyak
materi ajar), scoring (kekeliruan tester dalam menentukan nilai/score) ,ranking (kekeliruan
tester dalam pemberian peringkat pada peserta didik), dan guessing (kekeliruan yang terjadi
akibat dari tes yang biasanya hanya tes obyektif/tebak terka).
Dijelaskan pula bahwa kekeliruan tersebut dapat terjadi karena empat faktor yaitu,
faktor alat pengukur yang tidak tepat, faktor evaluator yang dikarenakan suasana batinnya,
sifat evaluator yang pemurah atau pelit dalam pemberian skor, mudahnya evaluator
terpengaruh berita mengenai peserta didiknya yang akan dinilai dan kesan yang dialami
evaluator dengan peserta didiknya pada masa lalu, kemudian faktor kekeliruan dalam diri
peserta didik dapat berupa faktor Psikis (kejiwaan), Fisik (jasmani), Nasib, dan faktor yang
terakhir adalah faktor situasi di saat terjadinya evaluasi hasil belajar tersebut, dimana
lingkungan testee dapat mempengaruhi nilai dari testee tersebut.

B. PERENCANAAN PENYUSUNAN EVALUASI HASIL BELAJAR

Langkah pertama yang perlu dilakukan dalam kegiatan evaluasi adalah membuat
perencanaan. Perencanaan ini penting karena akan mempengaruhi langkah-langkah
selanjutnya, bahkan mempengaruhi keefektifan prosedur evaluasi secara menyeluruh. W.
James Popham (1974 : 159) mengemukakan maksud perencanaan evaluasi adalah to
facilitate gathering data, thereby making possible valid statements about the effect or out
comes of the program, practice, or policy under study.
Sehubungan hal tersebut, Robert H.Davis, dkk. (1974 : 81-82) mengemukakan
tiga kegunaan dari perencanaan evaluasi, yaitu:
4
1. Evaluation plan helps you to determine whether or not you have stated your objective in
behavioral terms. If the conditions, behavior or standards or objective have been stated
ambiguosly, you will have difficulty designing a test to measure student achievement.
2. Evaluation plan early in the design process is that you will be prepared to collect the
information you need when it is available.
3. Evaluation plan is that it provides sufficient time for test design. To design a good test
requires careful preparation, and the quality of a test usually improves if it can be
designed in a leisurely fashion.
Implikasinya adalah perencanaan evaluasi harus dirumuskan secara jelas dan
spesifik, terurai dan komprehensif, sehingga perencanaan tersebut bermakna dalam
menentukan langkah-langkah selanjutnya.
Berdasarkan perencanaan evaluasi yang matang inilah, Anda dapat menetapkan
tujuan-tujuan tingkah laku (behavioral objective) atau indikator yang akan dicapai, dapat
mempersiapkan pengumpulan data dan informasi yang dibutuhkan serta dapat menggunakan
waktu yang tepat. Jika di dalam evaluasi itu jelas-jelas akan menggunakan tes, maka ada
baiknya kita simak pendapat Norman E.Gronlund (1985) tentang langkah-langkah yang harus
ditempuh dalam perencanaan suatu tes sebagai berikut :
1. Menentukan tujuan tes (detrermine the purpose of the test).
2. Mengidentifikasi hasil belajar yang akan diukur melalui tes (identify the learning
outcomes to be measured by the test).
3. Merumuskan hasil belajar dalam bentuk perilaku yang spesifik dan dapat diamati (define
the learning outcomes in the terms of specific, observable behavior).
4. Menyusun garis besar materi pelajaran yang akan diukur melalui tes (outline the subject
matter to be measurred by the test).
5. Menyiapkan suatu tabel yang spesifik atau kisi-kisi (prepare a table of specifications).
6. Menggunakan tabel spesifik sebagai dasar untuk persiapan tes (use the table of
specifications as basis for preparing test)
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam perencanaan evaluasi, ada beberapa hal
yang harus Anda perhatikan, seperti : tujuan, kisi-kisi, menulis soal, uji-coba dan analisis
soal, revisi dan merakit soal.
Prosedur Pengembangan Evaluasi Pembelajaran.
1. Menentukan Tujuan Evaluasi Dalam melaksanakan evaluasi
Anda tentu mempunyai maksud atau tujuan tertentu. Tujuan evaluasi jangan terlalu
umum, karena tidak dapat menuntun Anda dalam menyusun soal. Misalnya, tujuan evaluasi
5
adalah untuk mengetahui tingkat pencapaian suatu program pembelajaran atau untuk
mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran yang disampaikan.
Tujuan evaluasi dapat juga dirumuskan untuk mengetahui kesulitan belajar peserta didik
dalam proses pembelajaran. Dengan kata lain, tujuan evaluasi harus dirumuskan sesuai
dengan jenis evaluasi yang akan dilakukan, seperti formatif, sumatif, diagnostik, penempatan
atau seleksi. Dalam penilaian hasil belajar, tujuan harus memperhatikan domain hasil belajar.
Menurut Bloom, dkk. (1956) hasil belajar dapat dikelompokkan dalam tiga domain, yaitu :
a. Domain kognitif (cognitif domain)
1) Pengetahuan ( knowledge)
2) Pemahaman (comprehension)
3) Aplikasi (aplication)
4) Analisis (analysis)
5) Sintesis (synthesis)
6) Evaluasi (evaluation)
b. Domain afektif (affective domain)
1) Penerimaan (recieving)
2) Respons (responding)
3) Penilaian (valuing)
4) Organisasi (organization)
5) Karakterisasi (characterization by a value or value-complex)
c. Domain psikomotor (psychomotor domain)
1) Persepsi (perception)
2) Kesiapan melakukan sesuatu pekerjaan (set)
3) Respons terbimbing (guided response)
4) Kemahiran (complex overt response)
5) Adaptasi (adaptation)
6) Orijinasi (origination)

1. Menyusun Kisi-Kisi
Penyusunan kisi-kisi dimaksudkan agar materi evaluasi betul-betul representatif dan
relevan dengan materi pelajaran yang sudah diberikan oleh guru kepada peserta didik. Jika
materi evaluasi tidak relevan dengan materi pelajaran yang telah diberikan, maka akan
berakibat hasil evaluasi itu kurang baik. Begitu juga jika materi evaluasi terlalu banyak
6
dibandingkan dengan materi pelajaran, maka akan berakibat sama. Untuk melihat apakah
materi evaluasi relevan dengan materi pelajaran atau apakah materi evaluasi terlalu banyak
atau kurang, Anda harus menyusun kisi-kisi (lay-out atau blue-print atau table of
specifications).
Kisi-kisi adalah format pemetaan soal yang menggambarkan distribusi item untuk
berbagai topik atau pokok bahasan berdasarkan jenjang kemampuan tertentu. Fungsi kisi-kisi
adalah sebagai pedoman untuk menulis soal atau merakit soal menjadi perangkat tes. Jika
Anda memiliki kisi-kisi yang baik, maka Anda akan memperoleh perangkat soal yang relatif
sama sekalipun penulis soalnya berbeda.
Dalam konteks penilaian hasil belajar, kisi-kisi disusun berdasarkan silabus setiap
mata pelajaran. Jadi, Anda harus melakukan analisis silabus terlebih dahulu. Perhatikan
langkah-langkah berikut ini :
Langkah Ke-1: ANALISIS SILABUS
Langkah Ke-2 : MENYUSUN KISI-KISI
Langkah Ke-3 : MEMBUAT SOAL
Langkah Ke-4 : MENYUSUN LEMBAR JAWABAN
Langkah Ke-5 : MEMBUAT KUNCI JAWABAN
Langkah Ke-6 : MENYUSUN PEDOMAN PENYEKORAN

Dalam praktiknya, seringkali guru di madrasah membuat soal langsung dari buku
sumber. Hal ini jelas sangat keliru, karena buku sumber belum tentu sesuai dengan silabus.
Kisi-kisi ini menjadi penting dalam perencanaan evaluasi, karena didalamnya terdapat
sejumlah indikator sebagai acuan dalam menulis soal. Kisi-kisi soal yang baik harus
memenuhi persyaratan tertentu, antara lain :
a. Representatif, yaitu harus betul-betul mewakili isi kurikulum yang akan dievaluasi.
b. Komponen-komponennya harus terurai/rinci, jelas, dan mudah dipahami.
c. Soalnya dapat dibuat sesuai dengan indikator dan bentuk soal yang ditetapkan.
Sebenarnya, format kisi-kisi tidak ada yang baku, karena itu banyak model format yang
dikembangkan para pakar evaluasi.
Namun demikian, sekedar untuk memperoleh gambaran, format kisi-kisi dapat dibagi
menjadi dua komponen pokok, yaitu komponen identitas dan komponen matriks. Komponen
identitas ditulis di bagian atas matriks, sedangkan komponen matriks dibuat dalam bentuk
kolom yang sesuai.Komponen identitas meliputi jenis/jenjang madrasah, jurusan/program
studi (bila ada), bidang studi/mata pelajaran, tahun ajaran dan semester, kurikulum acuan,
7
alokasi waktu, jumlah soal keseluruhan, dan bentuk soal. Sedangkan komponen matriks
terdiri atas kompetensi dasar, materi, jumlah soal, jenjang kemampuan, indikator, dan nomor
urut soal. Contoh:
KISI-KISI SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER
Nama Madrasah : ...............................................................
Mata Pelajaran :................................................................
Jurusan/Program Studi : ...............................................................
Kurikulum Acuan : ...............................................................
Alokasi Waktu : ...............................................................
Jumlah Soal : ...............................................................
Standar Kompetensi : ...............................................................

No Kompetensi Materi Indikator Jenjang Bentuk Nomor


Dasar Kemampuan Soal Soal

Catatan : apabila bentuk soal yang akan digunakan lebih dari satu, sebaiknya dimasukkan ke
dalam komponen matriks.Salah satu unsur penting dalam komponen matriks adalah indikator.
Indikator adalah rumusan pernyataan sebagai bentuk ukuran spesifik yang menunjukkan
ketercapaian kompetensi dasar dengan menggunakan kata kerja operasional (KKO).
Perhatikan contoh-contoh berikut ini :
a. Menyebutkan empat komponen dalam sistem komputer.
b. Menjelaskan fungsi monitor dalam pesawat komputer.
c. Membedakan antara hard-ware dengan soft-ware.

8
Perhatikan juga indikator dalam matriks berikut ini :
Mata Pelajaran : Pendidikan Jasmani, Olah Raga dan Kesehatan Kelas/Semester : IV/I
Standart Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator

Mempraktikkan gerak Mempraktikan gerak dasar 1. Melakukan berbagai


dasar ke dalam permainan dalam permainan bola teknik dasar permainan
sederhana dan olah raga kecil sederhana dengan kasti.
serta nilai-nilai yang peraturan yang 2. Menerapkan kerjasama
terkandung didalamnya. dimodifikasi serta nilai tim dalam permainan
kerjasama tim, sportifitas, kasti
dan kejujuran. 3. Menyebutkan manfaat
permainan kasti
terhadap kesehatan
tubuh.

Mata Pelajaran : IPS


Kelas/Semester : I / I
Standart Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator
Memahami identitas diri Mengidentifikasi identitas Menyebutkan identitas diri
dan keluarga, serta sikap diri, keluarga, dan kerabat. secara lisan di depan
saling menghormati dalam 1.2 Menceritakan teman-temannya.
kemajemukan keluarga pengalaman diri Menceritakan
pengalamannya dalam
bentuk karangan sederhana.

9
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : III / 2
Standart Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator
Menulis : Mengungkapkan Menuliskan puisi 1) Menyebutkan ciri-ciri
pikiran, perasaan dan berdasarkan gambar kalimat dalam puisi.
informasi dalam karangan dengan pilihan kata yang 2) Menulis puisi dengan
sederhana dan puisi. menarik benar

Mata Pelajaran : Pendidikan Kewarganegaraan


Kelas/Semester : IV / 2
Standart Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator
Menunjukkan sikap Memberi contoh sederhana 1. Menjelaskan
terhadap globalisasi di pengaruh globalisasi di pengertian globalisasi.
lingkungannya. lingkungannya. 2. Memberikan salah satu
contoh pengaruh positif
globalisasi bidang
komunikasi.
3. Memberikan salah satu
contoh pengaruh
negatif globalisasi
bidang kebudayaan.

Mata Pelajaran : Ilmu Pengetahuan Alam


Kelas/Semester : IV / 1
Standart Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator
Memahami daur hidup Mendeskripsikan daur 1. Mendeskripsikan urutan
beragam jenis makhluk hidup beberapa hewan di daur hidup hewan,
hidup. lingkungan sekitar, misalnya kupu-kupu,
misalnya kecoa, nyamuk, nyamuk, dan kecoa
kupu-kupu, kucing secara sederhana.
2. Menyimpulkan
berdasarkan
pengamatan bahwa

10
tidak semua hewan
berubah bentuk dengan
cara yang sama.
3. Menyimpulkan bahwa
berubahnya bentuk
pada hewan
menunjukkan adanya
pertumbuhan.
4. Menyimpulkan hasil
pengamatan daur hidup
hewan yang
dipeliharanya.

Mata Pelajaran : Matematika


Kelas/Semester : II / 1
Standart Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator
Menggunakan pengukuran Menggunakan alat ukur 1. Menyebutkan macam-
waktu, panjang, dan berat tidak baku dan baku yang macam alat ukur
dalam pemecahan masalah sering digunakan. panjang tidak baku
dalam kehidupan
sehari-hari (jengkal,
depa, langkah kaki,
dll.)
2. Menggunakan alat ukur
tidak baku.
3. Menyebutkan alat ukur
baku yang biasa
digunakan dalam
kehidupan sehari- hari.
4. Menggunakan alat ukur
baku.
5. Menarik kesimpulan
bahwa pengukuran

11
dengan alat ukur tidak
baku hasilnya berbeda

Dalam praktiknya, penggunaan kata kerja operasional untuk setiap indikator harus
disesuaikan dengan domain dan jenjang kemampuan yang diukur. Berikut contoh rumusan
kata kerja operasional.
b. Domain kognitif :
1) Pengetahuan/ingatan: mendefinisikan, memberikan, mengidentifikasi, memberi
nama, menyusun daftar, mencocokkan, menyebutkan, membuat garis besar,
menyatakan kembali, memilih, menyatakan, dan sebagainya.
2) Pemahaman: mengubah, mempertahankan, membedakan, memprakirakan,
menjelaskan, menyatakan secara luas, menyimpulkan, memberi contoh, melukiskan
kata-kata sendiri, meramalkan, menuliskan kembali, meningkatkan, dan sebagainya.
3) Penerapan: menghitung, mendemonstrasikan, mengungkapkan, mengerjakan
dengan teliti, menjalankan, menghubungkan, menunjukkan, memecahkan,
menggunakan, dan sebagainya.
4) Analisa: mengurai, membuat diagram, memisah-misahkan, menggambarkan
kesimpulan, membuat garis besar, menghubungkan, merinci, dan sebagainya.
5) Sintesa: menggolongkan, menggabungkan, menghimpun, menciptakan,
merencanakan, menjelaskan, membangkitkan, mengorganisir, merevisi,
menyimpulkan, menceritakan, dan sebagainya.
6) Evaluasi: menilai, membandingkan, mempertentangkan, mengeritik, membeda-
bedakan, mempertimbangkan kebenaran, menyokong, dan sebagainya.
c. Domain afektif
1) Kemauan menerima: bertanya, memilih, menggambarkan, mengikuti, memberi,
berpegang teguh, menjawab, menggunakan, dan sebagainya.
2) Kemauan menanggapi: menjawab, membantu, memperbincangkan, memberi nama,
menunjukkan, mempraktikkan, mengemukakan, membaca, melaporkan,
menuliskan, memberitahu, dan sebagainya.
3) Berkeyakinan: melengkapi, menggambarkan, membeda-bedakan, mengusulkan,
bekerjasama, mencoba, dan sebagainya.
4) Ketekunan, ketelitian: merevisi, melaksanakan, memeriksa kebenaran, melayani,
dan sebagainya.

12
d. Domain psikomotor
Menirukan, menggunakan, artikulasi (mengucapkan dengan nyata, menyatukan
dengan menyambung), mewujudkan, membina, menukar, membersihkan, menyusun,
menghubungkan, melatih, mengikuti, membuat bagan, melokalisir, mengikat, mencampur,
mengasah/menajamkan, mengaduk, mengerjakan dengan teliti, memulai, memanaskan,
mengidentifikasi, dan sebagainya. Rumusan indikator sebenarnya hampir sama dengan tujuan
pembelajaran khusus atau tujuan tingkah laku (behavioral objective). Bedanya, kalau tujuan
pembelajaran 3 khusus harus dirumuskan dengan lengkap.
Contoh:
a. Siswa dapat menyebutkan empat komponen dalam sistem komputer.
b. Siswa dapat menjelaskan fungsi monitor dalam pesawat komputer.
c. Siswa dapat membedakan antara hard-ware dengan soft-ware.
Lebih jauh, S.J. Montage dan J.J Koran (1969) mendefinisikan tujuan tingkah laku
sebagai a goal for or desired outcome of learning wich is expresed in terms of observable
behavior or performance of the leaner.
Tujuan tingkah laku adalah tujuan atau hasil belajar yang diharapkan dan dinyatakan
dalam bentuk tingkah laku atau kinerja peserta didik yang dapat diamati. Dalam kegiatan
evaluasi, fungsi utama tujuan tingkah laku adalah sebagai alat yang sistematis untuk
merancang cara-cara melakukan evaluasi terhadap tingkah laku peserta didik.
Manfaat adanya indikator adalah (a) guru dapat memilih materi, metode, media, dan
sumber belajar yang tepat, sesuai dengan kompetensi yang telah ditetapkan, dan (b) sebagai
pedoman dan pegangan bagi guru untuk menyusun soal atau instrument penilaian lain yang
tepat, sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan. Untuk
mengukur pencapaian target dalam indikator, sebaiknya Anda menyusun butir soal dalam
format khusus. Hal ini bermanfaat untuk menimbang apakah rumusan indikator sudah benar
atau belum, dan apakah sudah konsisten antara indikator dengan butir soal. Contoh :

13
HUBUNGAN INDIKATOR DENGAN SOAL
Mata Pelajaran : .........................................................
Kelas : .........................................................
Semester : .........................................................
Standar Kompetensi : .........................................................
Kompetensi Dasar : .........................................................

No Jenjang Indikator Soal-Soal No. Naskah


Kemampuan No Rumusan I II III IV V VI VII
Soal

Keterangan:
Kolom 1 : diisi dengan nomor urut indikator. Tiap lembar sebaiknya hanya untuk satu
nomor indikator.
Kolom 2 : diisi dengan jenjang kemampuan, baik dalam domain kognitif (pengetahuan,
pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, evaluasi) maupun domain afektif dan
psikomotor.
Kolom 3 : diisi dengan rumusan indikator
Kolom 4 : diisi dengan nomor urut soal untuk setiap indikator. Satu indikator dapat disusun
untuk beberapa soal.
Kolom 5 : diisi dengan rumusan soal
Kolom 6 : diisi dengan nomor soal yang bersangkutan pada naskah ujian/tes ke satu.
Kolom 7, 8, 9, dan seterusnya : diisi sama dengan kolom 6.
Setelah dirumuskan tujuan atau kompetensi secara rinci, Anda perlu menentukan
ruang lingkup materi yang hendak diukur dan perbandingannya. Ruang lingkup materi yang
hendak diukur harus sesuai dengan silabus/ kurikulum yang digunakan agar derajat keesuaian
dapat diperoleh secara optimal. Misalnya, aspek yang berkenaan dengan pengertian tajwid,
fungsi dan peranan ilmu tajwid, cara membaca. al-Quran sesuai dengan tajwid dan makhroj.
Selanjutnya, ditentukan pula perbandingan bobot materi yang akan diukur. Berat-ringannya
bobot bergantung kepada urgensi materi dan kompetensi yang harus dikuasai peserta didik.
Di samping itu, Anda juga harus menyusun bentuk soal secara bervariasi agar
kelemahan setiap bentuk soal dapat ditutupi oleh bentuk soal yang lain. Dalam kisi-kisi, Anda
harus memperhatikan domain yang akan diukur, seperti telah dikemukakan sebelumnya. Ada

14
pula sistematika yang lebih sederhana yaitu aspek recall, komprehensi, dan aplikasi. Aspek
recall berkenaan dengan aspek-aspek pengetahuan tentang istilah-istilah, definisi, fakta,
konsep, metode dan prinsip-prinsip. Aspek komprehensi berkenaan dengan kemampuan-
kemampuan antara lain : menjelaskan, menyimpulkan suatu informasi, menafsirkan fakta
(grafik, diagram, tabel, dll), mentransferkan pernyataan dari suatu bentuk ke dalam bentuk
yang lain (misalnya dari pernyataan verbal kepada non-verbal atau dari verbal ke dalam
bentuk rumus), memprakirakan akibat atau konsekwensi logis dari suatu situasi. Aspek
aplikasi meliputi kemampuan-kemampuan antara lain: menerapkan hukum/prinsip/teori
dalam suasana yang sesungguhnya, memecahkan masalah, membuat (grafik, diagram, dan
lain-lain), mendemontrasikan penggunaan suatu metode, prosedur, dan lain-lain. Tingkat
kesukaran soal juga harus diperhatikan agar Anda dapat mengetahui dan menetapkan berapa
jumlah soal yang termasuk sukar, sedang dan mudah. Adapun besar-kecilnya jumlah soal
untuk tiap-tiap tingkat kesukaran tidak ada yang mutlak. Biasanya, jumlah soal sedang lebih
banyak daripada jumlah soal mudah dan sukar, sedangkan jumlah soal mudah dan soal sukar
sama banyaknya. Misalnya, soal mudah ditentukan 30%, sedang 40%, dan sukar 30 %.
Contoh :
KISI-KISI SOAL
Nama Madrasah : ..
Mata Pelajaran : ..
Kelas/Semester : ..
Kurikulum Acuan : ..
Alokasi Waktu : ..
Jumlah Soal : ..

Materi BS 50 PG 30 M 20
Peng Pem Ap Jlh Peng Pem Ap Jlh Peng Pem Ap Jlh
30% 30% 40% 30% 30% 40% 30% 30% 40%
A 6 6 8 20 3 4 5 12 2 2 4 8

40%
B 6 6 8 20 3 4 5 12 2 2 4 8

40%

15
C 3 3 4 10 2 2 2 6 1 1 2 4

20%
Jlh 15 15 20 50 8 10 12 30 5 5 10 20

Penjelasan :
a. Misalnya, jumlah soal keseluruhan adalah 100, terdiri atas 50 soal bentuk benar-salah, 30
soal bentuk pilihan-ganda, dan 20 soal bentuk menjodohkan. Selanjutnya, tentukan pula
persentase soal untuk masing-masing materi, misalnya 40 %, 40 %, dan 20 %. Untuk
soal bentuk B S = 50, maka jumlah soal untuk setiap materi adalah :
Materi A = 40 % x 50 = 20 soal
Materi B = 40 % x 50 = 20 soal
Materi C = 20 % x 50 = 10 soal
Untuk bentuk P G = 30, maka jumlah soal untuk setiap materi adalah :
Materi A = 40 % x 30 = 12 soal
Materi B = 40 % x 30 = 12 soal
Materi C = 20 % x 30 = 6 soal
Untuk bentuk Menjodohkan = 20, maka jumlah soal untuk setiap materi adalah :
Materi A = 40 % x 20 = 8 soal
Materi B = 40 % x 20 = 8 soal
Materi C = 20 % x 20 = 4 soal
b. Selanjutnya, menghitung jumlah soal untuk setiap jenjang kemampuan, yaitu persentase
pada setiap jenjang kemampuan dikalikan dengan jumlah soal untuk setiap bentuk soal.
Misalnya :
Pengetahuan : 30 % x 20 = 6 soal
Pemahaman : 30 % x 20 = 6 soal
Aplikasi : 40 % x 20 = 8 soal Demikian seterusnya.
Pada kisi-kisi di atas belum tampak tingkat kesukaran soal (mudah, sedang, sukar
serta perbandingannya). Untuk menghitung tingkat kesukaran soal, maka pada setiap jenjang
kemampuan/aspek yang diukur (pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi) harus dibagi
menjadi tiga kolom, yakni untuk kolom mudah, sedang, dan sukar dengan perbandingan
(misalnya) 30 %, 40 %, dan 30 %. Dengan demikian, jumlah soal untuk masing-masing
tingkat kesukaran pada setiap jenjang kemampuan dapat dihitung seperti berikut :

16
Untuk jenjang kemampuan pengetahuan :
Mudah : 30 % x 6 = 1,8 dihitung 2 soal.
Sedang : 40 % x 6 = 2,4 dihitung 2 soal.
Sukar : 30 % x 8 = 1,8 dihitung 2 soal.
Demikian seterusnya, sehingga melahirkan tabel yang lebih terurai.

2. Menulis Soal
Penulisan soal merupakan salah satu langkah penting untuk dapat menghasilkan alat
ukur atau tes yang baik. Penulisan soal adalah penjabaran indikator menjadi pertanyaan-
pertanyaan yang karakteristiknya sesuai dengan pedoman kisi-kisi. Setiap pertanyaan harus
jelas dan terfokus serta menggunakan bahasa yang efektif, baik bentuk pertanyaan maupun
bentuk jawabannya. Kualitas butir soal akan menentukan kualitas tes secara keseluruhan.
Setelah semua soal ditulis, sebaiknya soal tersebut dibaca lagi, jika perlu didiskusikan
kembali dengan tim penelaah soal, baik dari ahli bahasa, ahli bidang studi, termasuk ahli
evaluasi.

3. Uji Coba dan Analisis


Soal Jika semua soal sudah disusun dengan baik, maka perlu diujicobakan terlebih
dahulu dilapangan. Tujuannya untuk melihat soal-soal mana yang perlu diubah, diperbaiki,
bahkan dibuang sama sekali, serta soal-soal mana yang baik untuk dipergunakan selanjutnya.
Soal yang baik adalah soal yang sudah mengalami beberapa kali uji-coba dan revisi, yang
didasarkan atas analisis empiris dan rasional.
Analisis empiris dimaksudkan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan setiap soal
yang digunakan. Informasi empirik pada umumnya menyangkut segala hal yang dapat
mempengaruhi validitas soal, seperti aspek-aspek keterbacaan soal, tingkat kesukaran soal,
bentuk jawaban, daya pembeda soal, pengaruh kultur, dan sebagainya. Sedangkan analisis
rasional dimaksudkan untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan setiap soal. Dalam
melaksanakan uji-coba soal, ada beberapa hal yang harus Anda perhatikan, antar lain :
(a) Ruangan tempatnya tes hendaknya diusahakan seterang mungkin, jika perlu dibuat papan
pengumuman diluar agar orang lain tahu bahwa ada tes yang sedang berlangsung,
(b) Perlu disusun tata tertib pelaksanaan tes, baik yang berkenaan dengan peserta didik itu
sendiri, guru, pengawas, maupun teknis pelaksanaan tes,

17
(c) Para pengawas tes harus mengontrol pelaksanaan tes dengan ketat, tetapi tidak
mengganggu suasana tes. Peserta didik yang melanggar tata tertib tes dapat dikeluarkan
dari ruang tes,
(d) Waktu yang digunakan harus sesuai dengan banyaknya soal yang diberikan, sehingga
peserta didik dapat bekerja dengan baik,
(e) Peserta didik harus benar-benar patuh mengerjakan semua petunjuk dan perintah dari
penguji.
Sikap ini harus tetap dipelihara meskipun diberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk mengajukan pertanyaan bila ada soal yang tidak dimengerti atau kurang jelas.
Tanggung jawab penguji dalam hal ini adalah memberikan petunjuk dengan sikap yang
bersifat lugas, jujur, adil dan jelas. Namun demikian, antara penguji dan peserta didik
hendaknya dapat menciptakan suasana yang kondusif, dan (f) hasil uji coba hendaknya
diolah, dianalisis, dan diadministrasikan dengan baik, sehingga dapat diketahui soal-soal
mana yang lemah untuk selanjutnya dapat diperbaiki kembali.

4. Revisi dan Merakit Soal


Setelah soal diuji-coba dan dianalisis, kemudian direvisi sesuai dengan proporsi
tingkat kesukaran soal dan daya pembeda. Dengan demikian, ada soal yang masih dapat
diperbaiki dari segi bahasa, ada juga soal yang harus direvisi total, baik yang menyangkut
pokok soal (stem) maupun alternatif jawaban (option), bahkan ada soal yang harus dibuang
atau disisihkan. Berdasarkan hasil revisi soal ini, barulah Anda merakit soal menjadi suatu
alat ukur yang terpadu. Semua hal yang dapat mempengaruhi validitas skor tes, seperti nomor
urut soal, pengelompokkan bentuk soal, penataan soal, dan sebagainya haruslah diperhatikan.

C. PENULISAN BUTIR SOAL EVALUASI HASIL BELAJAR


Tidak ada usaha guru yang lebih baik selain usaha untuk selalu meningkatkan mutu
tes yang disusunnya. Namun, hal ini tidak dilaksanakan karena kecenderungan seseorang
untuk beranggapan bahwa hasil karyanya adalah yang terbaik atau setidak-tidaknya sudah
cukup baik. Guru yang sudah berpengalaman, mengajar dan menyusun soal-soal tes, juga
masih sukar menyadari bahwa tesnya masih belum sempurna. Oleh karena itu, cara yang
paling baik adalah secara jujur melihat hasil yang diperoleh oleh siswa.
Untuk mengetahui tingkat pencapaian kompetensi, guru dapat melakukan penilaian
melalui tes dan non tes. Tes meliputi tes lisan, tertulis (bentuk uraian, pilihan ganda, jawaban

18
singkat, isian, menjodohkan, benar-salah), dan tes perbuatan yang meliputi: kinerja
(performance), penugasan (projek) dan hasil karya (produk). Penilaian non-tes contohnya
seperti penilaian sikap, minat, motivasi, penilaian diri, portfolio, life skill. Tes perbuatan dan
penilaian non tes dilakukan melalui pengamatan (observasi).
Pendidik mempunyai kewajiban untuk melakukan penilaian hasil belajar peserta
didik agar dapat mengetahui sejauh mana perkembangan kemajuan hasil belajar peserta didik
dalam kurun waktu tertentu. Dalam hal ini, pendidik dituntut agar mempunyai kompetensi
dalam penyusunan butir soal sehingga butir soal tersebut dapat berfungsi secara optimal.
Pendidik harus mengetahui langkah-langkah dan apa saja perlu diperhatikan dalam penulisan
butir soal yang disesuaikan dengan kegunaan soal tersebut.

1. Tes
Tes merupakan suatu teknik atau cara yang digunakan dalam rangka melaksanakan
kegiatan pengukuran, yang didalamnya terdapat berbagai pertanyaan, pernyataan atau
serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau dijawab oleh peserta didik untuk mengukur
aspek perilaku peserta didik. Dalam rumusan ini terdapat beberapa unsur penting, yaitu :

1) Pertama, tes merupakan suatu cara atau teknik yang disusun secara sistematis dan
digunakan dalam rangka kegiatan pengukuran.

2) Kedua, di dalam tes terdapat berbagai pertanyaan dan pernyataan atau serangkaian
tugas yang harus dijawab dan dikerjakan oleh peserta didik.

3) Ketiga, tes digunakan untuk mengukur suatu aspek perilaku peserta didik.

4) Keempat, hasil tes peserta didik perlu diberi skor dan nilai.

Tes dapat dibedakan atas beberapa jenis, dan pembagian jenis-jenis ini dapat ditinjau
dari berbagai sudut pandang. Heaton (1988), misalnya, membagi tes menjadi empat bagian,
yaitu tes prestasi belajar (achievement test), tes penguasaan (proficiency test), tes bakat
(aptitude test), dan tes diagnostik (diagnostic test). Untuk melengkapi pembagian jenis tes
tersebut, Brown (2004) menambahkan satu jenis tes lagi yang disebut tes penempatan
(placement test).

19
2. Bentuk-bentuk Test
a. Tes Subjektif
Secara ontology tes esai(uraian) adalah salah satu bentuk tes tertulis, yang
susunannya terdiri atas item-item pertanyaan yang masing-masing mengandung
permasalahan dan menuntut jawaban siswa melui uraian-uraian kata yang merefleksikan
kemampuan berpikir siswa (Sukardi, 2008).

Menurut Sukardi (2008: 96), untuk meningkatkan mutu pertanyaan esai sebagai alat
pengukur hasil belajar yang kompleks, memerlukan dua hal penting yang perlu diperhatikan
oleh para evaluator. Kedua hal penting tersebut, yaitu:

Pada umumnya berbentuk esai (uraian). Tes bentuk esai adalah sejenis tes kemajuan
belajar yang memerlukan jawaban yang bersifat pembahasan atau uraian kata-kata.

Dan memiliki karakter sebagai berikut:

1) Tes berbentuk pertanyaan atau perintah yang menghendaki jawaban berupa uraian atau
paparan kalimat yang pada umumnya cukup panjang.
2) Bentuk-bentuk pertanyaan atau perintah itu menuntut kepada testee untuk memberikan
penjelasan, komentar, penafsiran, membandingkan, membedakan, dan sebagainya.
3) Jumlah butir soalnya umumnya terbatas, yaitu berkisar antara lima sampai dengan
sepuluh butir.
4) Pada umumnya butir-butir soal tes uraian itu diawali dengan kata-kata : Jelaskan,
Terangkan, Uraikan, Mengapa, Bagaimana, atau kata-kata lain yang
serupa dengan itu.
1. Kebaikan-kebaikan Tes Subjektif :
a. Mudah disiapkan dan disusun
b. Tidak memberi banyak kesempatan untuk berspekulasi atau untunguntungan
c. Mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat serta menyusun dalam
bentuk kalimat yang bagus
d. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengutarakan maksudnya dengan gaya
bahasa yang caranya sendiri Dapat diketahui sejauh mana siswa mendalami sesuatu
masalah yang diteskan
2. Kelemahan-Kelemahan Tes Subjektif :
a. Kadar validitas dan realibilitas rendah karena sukar diketahui segi-segi mana dari
pengetahuan siswa yang betul-betul telah dikuasai

20
b. Kurang representatif dalam hal mewakili seluruh scope bahan pelajaran yang akan
dites karena soalnya hanya beberapa saja (terbatas).
c. Cara memeriksanya banyak dipengaruhi oleh unsure-unsur subjektif
d. Pemeriksaannya lebih sulit sebab membutuhkan pertimbangan individual lebih
banyak dari penilai. Waktu untuk koreksinya lama dan tidak dapat diwakilkan kepada
orang lain
3. Petunjuk Penyusunan Tes Subjektif
a. Hendaknya soal-soal tes dapat meliputi ide-ide pokok dari bahan yang diteskan dan
kalau mungkin disusun soal yang sifatnya komprehensif.
b. Hendaknya soal tidak mengambil kalimat-kalimat yang disalin langsung dari buku
atau catatan
c. Pada waktu menyusun, soal-soal itu sudah dilengkapi dengan kunci jawaban serta
pedoman penilaiannya
d. Hendaknya diusahakan agar pertanyaannya bervariasi antara Jelaskan, Mengapa,
Bagaimana, Seberapa jauh agar dapat diketahui lebih jauh penguasaan siswa
terhadap bahan
e. Hendaknya rumusan soal dibuat sedemikian rupa sehingga mudah dipahami oleh
tercoba
f. Hendaknya ditegaskan model jawaban apa yang dikehendaki oleh penyusunan tes,
untuk ini pertanyaan tidak boleh terlalu umum tetapi harus spesifik.

b. Tes Objektif

Yang juga dikenal dengan istilah tes jawaban pendek (short answer test), tes ya-
tidak(yes-no test) dan tes model baru (new type test), adalah salah satu jenis tes hasil belajar
yang terdiri dari butir-butir soal (items) yang dapat dijawab oleh testee dengan jalan memilih
salah satu (atau lebih) diantara beberapa kemungkinan jawaban yang telah dipasangkan pada
masing-masing items, atau dengan jalan menuliskan (mengisikan) jawabannya berupa kata-
kata atau simbol-simbol tertentu pada tempat atau ruang yang telah disediakan untuk masing-
masing butir item yang bersangkutan.

1. Kebaikan-kebaikan Tes Objektif :


1) Mengandung lebih banyak segi-segi yang positif, misalnya lebih representatif
mewakili isi dan luas bahan, lebih objektif, dapat dihindari campur tangannya
unsur-unsur subjektif baik dari segi siswa maupun segi guru yang memeriksa.
21
2) Lebih mudah dan cepat cara memeriksanya karena dapat menggunakan kunci tes
bahkan alat-alat hasil kemajuan teknologi.
3) Pemeriksaannya dapat diserahkan orang lain
4) Dalam pemeriksaan, tidak ada unsur subjektif yang mempengaruhi
2. Kelemahan-Kelemahan Tes Objektif :
1) Persiapan untuk menyusunnya jauh lebih sulit daripada tes esai karena soalnya
banyak dan harus teliti untuk menghindari kelemahan-kelemahan yang lain.
2) Soal-soalnya cenderung untuk mengungkapkan ingatan dan daya pengenalan
kembali saja, dan sukar untuk mengukur proses mental yang tinggi.
3) Banyak kesempatan untuk main untung-untungan
4) Kerja samaantar siswa pada waktu mengerjakan soal tes lebih terbuka
3. Cara Mengatasi Kelemahan :
1) Kesulitan menyusun tes objektif dapat diatasi dengan jalan banyak berlatih terus-
menerus hingga betul-betul mahir.
2) Menggunakan tabel spesifikasi untuk menangatasi kelemahan nomor satu dan dua.
3) Menggunakan norma (standar) penilaian yang memperhitungkan faktor tebakan
(guessing) yang bersifat spekulatif.

4. Macam-Macam Tes Objektif :


a. Tes Objektif Bentuk Benar-Salah (True-False-Test)

Adalah salah satu bentuk tes objektif di mana butir-butir soal yang diajukan dalam
tes hasil belajar itu berupa pernyataan (statement), pernyataan tersebut ada yang benar dan
ada yang salah.Orang yang ditanya bertugas untuk menandai masing-masing pernyataan itu
dengan membubuhkan tanda (simbol) tertentu atau mencoret huruf B jika menurut keyakinan
mereka pernyataan itu benar, atau membubuhkan tanda (simbol) tertentu atau mencoret huruf
S jika menurut keyakinan mereka pernyataan tersebut adalah salah.

1. Kebaikan-Kebaikan Tes Benar-Salah :


a. Dapat mencakup bahan yang luas dan tidak banyak memakan tempat karena
biasanya pernyataan-pernyataannya singkat saja.
b. Mudah menyusunnya
c. Dapat digunakan berkali-kali
d. Dapat dilihat secara cepat dan objektif

22
e. Petunjuk cara mengerjakannya mudah dimengerti
2. Kelemahan-Kelemahan Tes Benar-Salah :
a. Sering membingungkan
b. Mudah ditebak/diduga
c. Banyak masalah yang tidak dapat dinyatakan hanya dengan dua kemungkinan benar
atau salah.
d. Hanya dapat mengungkap daya ingatan dan pengenalan kembali
e. Realibilitasnya rendah kecuali apabila butir-butir soalnya dibuat dalam jumlah yang
banyak sekali.
3. Cara Penyusunan Bentuk Tes Benar-Salah :
a. Tulislah huruf B-S pada permulaan masing-masing item dengan maksud untuk
mempermudah mengerjakan dan menilai (scoring).
b. Usahakan agar jumlah butir soal yang harus dijawab B sama dengan butir soal yang
harus dijawab S. Dalam hal ini hendaknya pola jawaban tidak bersifat teratur
misalnya:B-S-B-S-B-S atau SS-BB-SS-BB-SS.
c. Hindari item yang masih bisa diperdebatkan.
d. Hindarilah pertanyaan-pertanyaan yang persis dengan buku.
e. Hindarilah kata-kata yang menunjukkan kecenderungan member saran seperti yang
dikehendaki oleh item yang bersangkutan, misalnya: semuanya, tidak selalu, tidak
pernah dan sebagainya.
f. Jumlah butir soal hendaknya berkisar antara 10 sampai dengan 20 butir.
g. Butir-butir soal yang jawabannya betul (B) sebaiknya tidak mempunyai corak yang
berbeda dari soal-soal yang jawabannya Salah (S).
4. Cara Mengolah Skor :
Rumus untuk mencari skor akhir Tes Bentuk Benar-Salah ada 2 macam:
a) Dengan Denda
S=RW
Dengan pengertian :
S = skor yang diperoleh
R = right (jawaban yang benar)
W = wrong (jawaban yang salah)
Contoh :
Jumlah soal tes = 20 buah Ita menjawab betul 15 buah dan salah 5 buah. Maka skor untuk Ita
adalah :
23
Diketahui: R = 15
W=5
Dit : S
Jawab : S=RW
= 15 5
= 10
Dengan menggunakan rumus seperti ini maka ada kemungkinan seorang siswa memperoleh
skor negatif.
b) Tanpa Denda
Rumus : S = R
Yang dihitung hanya yang betul.( Untuk soal yang tidak dikerjakan dinilai nol )

b. Tes Objektif Bentuk Pilihan Ganda ( Multiple Choice test )

Adalah suatu bentuk tes yang terdiri atas suatu keterangan atau pemberitahuan
tentang suatu pengertian yang belum lengkap dan untuk melengkapinya harus memilih satu
dari beberapa kemungkinan jawaban yang telah disediakan .Kemungkinan jawaban (option)
terdiri atas satu jawaban yang benar yaitu kunci jawaban dan beberapa pengecoh (distractor).

1. Bentuk-Bentuk Tes Objektif Bentuk Pilihan Ganda :


1) Tes Objektif Bentuk Pilihan Ganda Biasa

Adalah tes bentuk pilihan ganda yang terdiri atas kalimat pokok (=item) yang berupa
pernyataan yang belum lengkap dan diikuti oleh lima kemungkinan jawaban (alternatif) yang
dapat melengkapi pernyataan tersebut.Tugas testee disini adalah memilih salah satu diantara
jawaban tersebut yang menurut keyakinan testee adalah paling tepat (=merupakan jawaban
yang benar).

2) Tes Objektif Bentuk Pilihan Ganda Assosiasi

Adalah tes bentuk pilihan ganda yang terdiri atas lima atau empat
judul/istilah/pengertian yang diberi tanda huruf abjad didepannya dan diikuti oleh beberapa
pernyataan yang diberi nomer urut didepannya. Untuk tiap pernyataan tersebut testee diminta
untuk memilih salah satu judul/istilah/pengertian yang berhuruf abjad yang menurut
keyakinan testee adalah paling cocok (paling benar).

24
3) Tes Objektif Bentuk Pilihan Ganda Melengkapi Berganda

Adalah tes bentuk pilihan ganda yang terdiri atas satu kalimat pokok yang tidak
(belum) lengkap, diikuti dengan beberapa kemungkinan jawaban (bisa merupakan lima
pernyataan dan bisa pula empat pernyataan). Dan kemungkinan jawaban betulnya bisa satu,
dua, tiga atau empat.

4) Tes Objektif Bentuk Pilihan Ganda Analisis Hubungan Antar Hal

Adalah tes bentuk pilihan ganda yang terdiri atas satu kalimat pernyataan yang
diikuti oleh satu kalimat keterangan, dan kepada testee dinyatakan, apakah pernyataan itu
betul dan apakah keterangan itu juga betul.Jika pernyataan dan keterangan itu betul,testee
harus memikirkan apakah pernyataan itu disebabkan oleh keterangan tersebut.

5) Tes Objektif Bentuk Pilihan Ganda Analisis Kasus

Adalah suatu tes bentuk pilihan ganda dimana item soal berupa suatu kasus dan
kepada testee ditanyakan mengenai berbagai hal dan kunci jawaban-jawaban itu tergantung
pada tahu tidaknya testee dalam memahami kasus tersebut.

6) Tes Objektif Bentuk Pilihan Ganda Pemakaian

Gambar/Diagram/Grafik/Peta Adalah suatu tes bentuk pilihan ganda dimana terdapat

gambar/diagram/grafik/peta yang diberi tanda huruf atau abjad A, B, C, D dan sebagainya.


Kepada testee dinyatakan tentang sifat/keadaan/hal-hal tertentu yang berhubungan dengan
tandatanda tersebut.

2. Petunjuk Penyusunan Tes Objektif Bentuk Pilihan Ganda


1) Instruksi pengerjaannya harus jelas dan bila dipandang perlu baik disertai contoh
mengerjakannya.
2) Dalam multiple choice test hanya ada satu jawaban yang benar. Jadi tidak mengenal
tingkatan-tingkatan benar, misalnya benar nomor satu, benar nomor dua, dan sebagainya.
3) Kalimat pokoknya hendaknya mencakup dan sesuai dengan rangkaian manapun yang
dapat dipilih.
4) Kalimat pada tiap butir soal hendaknya sesingkat mungkin.
5) Usahakan menghindarkan penggunaan bentuk negative dalam kalimat pokoknya.

25
6) Kalimat pokok dalam setiap butir soal, hendaknya tidak tergantung pada butir-butir soal
lain.
7) Gunakan kata-kata manakah jawaban paling baik, pilihlah satu yang pasti lebih baik
dari yang lain, bilamana terdapat lebih dari satu jawaban yang benar.
8) Jangan membuang bagian pertama dari suatu kalimat.
Contoh :
kita sudah merdeka ..kita bekerja
samakita masing-masing.
a. Andaikata.maka
b. Meskipun .boleh
c. Negara...maka
d. Walaupun .tidak seharusnya
e. Tahun 1945 dan
9) Dilihat dari segi bahasanya, butir-butir soal jangan terlalu sukar.
10) Tiap butir soal hendaknya hanya mengandung satu ide. Meskipun ide tersebut dapat
kompleks.
11) Bila dapat disusun urutan logis antar pilihan-pilihan, urutkanlah (misalnya : urutan
tahun, urutan alphabet, dan sebagainya)
12) Susunlah agar jawaban manapun mempunyai kesesuaian tata bahasa dengan kalimat
pokoknya.
13) Alternatif yang disajikan hendaknya agak seragam dalam pajangnya, sifat uraiannya
maupun taraf teknis.
14) Alternatif-alternatif yang disajikan hendaknya agak bersifat homogeny mengenai isinya
dan bentuknya
15) Buatlah jumlah alternative pilihan ganda sebanyak empat. Bilamana terdapat kesukaran,
buatlah pilihan-pilihan tambahan untuk mencapai jumlah empat tersebut. Pilihan-pilihan
tambahan hendaknya jangan terlalu gampang diterka karena bentuknya atau isi.
16) Hindarkan pengulangan suara atau pengulangan kata pada kalimat pokok di alternative-
alternatifnya, karena anak akan cenderung memilih alternative yang mengandung
pengulangan tersebut. Hal ini disebabkan karena dapat doduga itulah jawaban yang
benar.
17) Hindarkan menggunakan susunan kalimat dalam buku pelajaran. Karena yang terungkap
mungkin bukan pengertiannya melainkan hafalannya.

26
18) Alternatif-alternatif hendaknya jangan tumpang silih, jangan inklusif dan jangan
sinonim.
19) Jangan gunakan kata-kata indicator seperti selalu, kadang-kadang, pada umumnya.
3. Cara Mengolah Skor :
Untuk mengolah skor dalam tes bentuk pilihan ganda ini ada 2 macam rumus yaitu:
1) Dengan denda
S = R W/0-1
S = skor yang diperoleh ( Raw Score )
R = jawaban yang betul
W = jawaban yang salah
0 = banyaknya option
1 = bilangan tetap
Contoh :

Murid menjawab betul 17 soal dari 20 soal. Soal bentuk multiple choice ini dengan
menggunakan option sebanyak 4 buah.
Diket : R = 17 Ditanya : S
W=3
0=4
Jawab :
S = R - W/0-1
S = 17 3/4-1
S = 17 1 = 16
2) Tanpa Denda

S=R

c. Tes Objektif Bentuk Menjodohkan (Matching Test)

Adalah tes objektif bentuk matching sering dikenal dengan istilah tes menjodohkan,
tes mencari pasangan, tes menyesuaikan, tes mencocokkan dan tes mempertandingkan.
Matching test terdiri atas satu seri pertanyaan dan satu seri jawaban, masing-masing
pertanyaan mempunyai jawabnya yang tercantum dalam seri jawaban.Tugas testee adalah
mencari dan menempatkan jawaban-jawaban, sehingga sesuai atau cocok dengan pertanyaan.

27
Contoh :

Pasangkanlah pertanyaan yang ada pada lajur kiri dengan yang ada pada lajur kanan dengan
cara menempatkan huruf yang terdapat di muka pertanyaan lajur kiri pada titik-titik yang
disediakan di lajur kanan.

1. Masuknya penduduk dari Negara lain a. Transmigrasi

2. Pindahnya penduduk dari Negara lain b. Imigrasi

3. Pindahnya penduduk dari desa ke kota.. c. Emigrasi

4. Pindahnya penduduk antar pulau di dalam. d. Satu Negara

1. Petunjuk Penyusunan Tes Objektif Bentuk Menjodohkan (Matching Test)


1) Seri pertanyaan-pertanyaan dalam matching test hendaknya tidak lebih dari 10 soal atau
item. Sebab pertanyaan-pertanyaan yang banyak itu akan membingungkan murid. Juga
kemungkinan akan mengurangi homogenitas antara item-item itu. Jika itemnya cukup
banyak, lebih baik dijadikan 2 seri.
2) Jumlah jawaban yang harus dipilih, harus lebih banyak dari pada jumlah soalnya (lebih
kurang 1 kali). Dengan demikian testee dihadapkan kepada banyak pilihan, yang
semuanya mempunyai kemungkinan benarnya, sehingga testee terpaksa lebih
menggunakan pikirannya.
3) Antara item-item yang tergabung dalam satu seri matching test merupakan pengertian-
pengertian yang benar-benar homogen.
2. Kebaikan-Kebaikan Tes Objektif Bentuk Menjodohkan (Matching Test)
1) Pembuatannya mudah
2) Dapat dinilai dengan mudah, cepat dan obyektif
3) Apabila tes jenis ini dibuat dengan baik, maka faktor menebak praktis dapat dihilangkan
4) Tes jenis ini sangat berguna untuk menilai berbagai hal, misalnya;
a. Antara problem dan penyelesaiannya
b. Antara teori dan penemunya
c. Antara sebab dan akibatnya
d. Antara singkatan dan kata-kata lengkapnya
e. Antara istilah dan definisinya

28
3. Kelemahan-Kelemahan Tes Objektif Bentuk Menjodohkan (Matching Test)
1) Matching tes cenderung lebih banyak mengungkap aspek hafalan atau daya ingat saja
2) Karena mudah disusun, maka tes jenis ini acap kali dijadikan pelarian bagi pengajar,
yaitu dipergunakan kalau pengajar tidak sempat lagi untuk membuat tes bentuk lain
Karena jawaban yang pendek-pendek, maka tes jenis ini kurang baik untuk
mengevaluasi pengertian dan kemampuan membuat tafsiran (Interpretasi).
3) Tanpa disengaja, dalam tes jenis ini sering menyelinap atau masuk hal-hal yang
sebenarnya kurang perlu untuk diujikan.
4. Cara Mengolah Skor
S=R
d. Tes Objektif Bentuk Isian (Completion Test)

Adalah tes objektif yang sering dikenal dengan istilah tes isian, tes melengkapi atau
tes menyempurnakan. Terdiri atas kalimat-kalimat yang ada bagian-bagiannya yang
dihilangkan. Bagian-bagian yang dihilangkan itu diganti dengan titik-titik (..). Dan bagian
ini harus diisi atau dilengkapi dan disempurnakan oleh testee dengan jawaban.

Contoh :

1. Petunjuk Penyusunan Tes Objektif Bentuk Isian (Completion Test)


1) Perlu selalu diingat bahwa kita tidak dapat merencanakan lebih dari satu jawaban
yang kelihatan logis
2) Jangan mengutip kalimat/pernyataan yang tertera pada buku/catatan
3) Diusahaka semua tempat kosong hendaknya sama panjang
4) Dusahakan hendaknya setiap pertanyaan jangan mempunyai lebih dari satu tempat
kosong
5) Jangan mulai dengan tempat kosong.
Misalnya :

Ibukota Indonesia adalah.(lebih baik)

adalah ibukota Indonesia (kurang baik)

2. Kebaikan-Kebaikan Tes Objektif Bentuk Isian (Completion Test)


1) Tes model ini sangat mudah dalam penyusunannya.
2) Jika dibandingkan dengan tes objektif bentuk fill in, tes objektif ini lebih
menghemat tempat (menghemat kertas).

29
3) Karena bahan yang disajikan dalam tes ini cukup banyak dan beragam, maka
persyaratan kompherensif dapat dipenuhi oleh tes model ini.
4) Sehubungan dengan yang disebutkan pada butir 3 maka tes inidapat digunakan
untuk mengukur berbagai taraf kompetensi dan tidak sekedar mengungkap taraf
pengenalan atau hafalan saja.
3. Kelemahan-Kelemahan Tes Objektif Bentuk Isian (Completion Test)
1) Pada umumnya tester lebih cenderung menggunakan tes model ini mengungkap
daya ingat atau aspek hafalan saja.
2) Dapat terjadi bahwa butir-butir item dari tes model ini kurang relevan untuk
diujikan.
3) Karena pembuatannya mudah, maka tester sering menjadi kurang berhati-hati dalam
menyusun kalimat-kalimat soalnya (butir-butir soal dibuat asal jadi saja).
4. Cara Mengolah skor :

S=R

e. Tes Objektif Bentuk Objektif Isian (Fill In)

Adalah tes objektif yang biasanya berbentuk cerita atau karangan. Katakata penting
dalam cerita atau karangan itu beberapa diantaranya dikosongkan (tidak dinyatakan),
sedangkan tugas testee adalah mengisi bagian-bagian yang telah dikosongkan itu.

Contoh :

Isilah titik-titik dibawah ini dengan jawaban yang tepat !

Di mulut, makanan dikunyah dan dicampur dengan.(1) yang mengandung


(2) berguna untuk menghancurkan..(3) kemudian ditelan melalui
.(4) masuk ke..(5).Disini dicampur lagi dengan (6) dan
seterusnya.

1. Kebaikan-Kebaikan Tes Objektif Bentuk Isian (Fill In)


1) Dengan menggunaka tes objektif bentuk fill in maka masalah yang diujikan tertuang
secara keseluruhan dalam konteksnya.
2) Butir-butir item tes objektif bentuk fill in, berguna sekali untuk mengungkap
pengetahuan testee secara bulat atau utuh mengenai suatu hal atau suatu bidang.
3) Cara penyusunan itemnya mudah.

30
2. Kelemahan-Kelemahan Tes Objektif Bentuk Isian (Fill In)
1) Tes Objektif bentuk fill in ini cenderung lebih banyak mengungkap aspek
pengetahuan atau pengenalan saja.
2) Karena tes tertuang dalam bentuk rangkaian cerita, maka tes objektif bentul fill in
umumnya banyak memakan tempat
3) Tes objektif bentuk fill in sifatnya kurang komprehensif, sebab hanya dapat
mengungkap sebagian saja dari bahan yang seharusnya diteskan.
4) Terbuka peluang bagi testee untuk bermain tebak terka
3. Cara Penyusunan Tes Objektif Bentuk Isian ( Fill In )
1) Ungakapan cerita yang dijadikan bahan tes hendaknya disusun secara ringkas dan
padat demi menghemat tempat atau kertas serta waktu penyusunannya.
2) Diusahakan agar butir-butir item yang diajukan dalam tes objektif bentuk fill in ini
adalah butir-butir item yang selain mengungkap pengetahuan atau pengenalan juga
dapat mengukap paraf kompetensi lain yang sifatnya lebih mendalam.
3) Agar tes ini dapat digunakan secara efektif sebaiknya jawaban yang harus diisikan
dituis pada lembar jawaban atau pada tempat yang terpisah. Jadi,Seyokyanya
jawaban yang diberikan testee jangan dituliskan diatas titik yang sudah disediakan.
4) Apabila jenis mata pelajaran yang akan di tes kan itu memungkinkan, Penyajian
soal juga dapat dituangkan dalam bentuk gambar,peta,dan sebagainya,sehingga
kalimat cerita dapat dipersingkat.

3. Langkah-langkah Penyusunan Kisi-kisi dan Butir Soal


Evaluasi, penilaian, pengukuran, tes dan non tes merupakan komponen penting
dalam pembelajaran. Evaluasi adalah suatu proses yang mencakup kegiatan pengukuran dan
penilaian. Pengukuran adalah pemberian angka pada atribut dari objek, orang atau kejadian
yang dilakukan untuk menunjukkan perbedaan dalam jumlah. Penilaian adalah pengambilan
keputusan berdasarkan hasil pengukuran dan kriteria tertentu,yang bersifat kualitatif.
Sedangkan tes adalah sebagai alat ukur.
Untuk mengetahui tingkat pencapaian kompetensi, guru dapat melakukan penilaian
melalui tes dan non tes. Tes meliputi tes lisan, tertulis (bentuk uraian, pilihan ganda, jawaban
singkat, isian, menjodohkan, benar-salah), dan tes perbuatan yang meliputi: kinerja
(performance), penugasan (projek) dan hasil karya (produk). Penilaian non-tes contohnya

31
seperti penilaian sikap, minat, motivasi, penilaian diri, portfolio, life skill. Tesperbuatan dan
penilaian non tesdilakukanmelaluipengamatan (observasi).

a. Jenis Perilaku yang Dapat Diukur


Dalam menentukan perilaku yang akan diukur, penulis soal dapat mengambil atau
memperhatikan jenis perilaku yang telah dikembangkan oleh para ahli pendidikan, di
antaranya seperti Benjamin S. Bloom, Quellmalz, R.J. Mazano dkk, Robert M. Gagne, David
Krathwohl, Norman E. Gronlund dan R.W. de Maclay, Linn dan Gronlund.

1) Ranah kognitif yang dikembangkan Benjamin S. Bloom adalah: (1) Ingatan di antaranya
seperti: menyebutkan, menentukan, menunjukkan, mengingat kembali, mendefinisikan;
(2) Pemahaman di antaranya seperti: membedakan, mengubah, memberi contoh,
memperkirakan, mengambil kesimpulan; (3) Penerapan di antaranya seperti:
menggunakan, menerapkan; (4) Analisis di antaranya seperti: membandingkan,
mengklasifikasikan, mengkategorikan, menganalisis; (5) Sintesis antaranya seperti:
menghubungkan, mengembangkan, mengorganisasikan, menyusun; (6) Evaluasi di
antaranya seperti: menafsirkan, menilai, memutuskan.
2) Jenis perilaku yang dikembangkan Quellmalz adalah: (1) ingatan, (2) analisis, (3)
perbandingan, (4) penyimpulan, (5) evaluasi.
3) Jenis perilaku yang dikembangkan R. J. Mazano dkk. adalah: (1) keterampilan memusat
(focusing skills), seperti: mendefinisikan, merumuskan tujuan, (2) keterampilan
mengumpulkan informasi, seperti: mengamati, merumuskan pertanyaan, (3)
keterampilan mengingat, seperti: merekam, mengingat, (4) keterampilan mengorganisasi,
seperti: membandingkan, mengelompokkan, menata/mengurutkan, menyajikan; (5)
keterampilan menganalisis, seperti mengenali: sifat dari komponen, hubungan dan pola,
ide pokok, kesalahan; (6) keterampilan menghasilkan keterampilan baru, seperti:
menyimpulkan, memprediksi, mengupas atau mengurai; (7) keterampilan memadu
(integreting skills), seperti: meringkas, menyusun kembali; (8) keterampilan menilai,
seperti: menetapkan kriteria, membenarkan pembuktian.
4) Jenis perilaku yang dikembangkan Robert M. Gagne adalah: (1) kemampuan intelektual:
diskriminasi, identifikasi/konsep yang nyata, klasifikasi, demonstrasi,
generalisasi/menghasilkan sesuatu; (2) strategi kognitif: menghasilkan suatu pemecahan;
(3) informasi verbal: menyatakan sesuatu secara oral; (4) keterampilan motorist
melaksanakan/menjalankan sesuatu; (5) sikap: kemampuan untuk memilih sesuatu.

32
Domain afektif yang dikembangkan David Krathwohl adalah: (1) menerima, (2)
menjawab, (3) menilai.
5) Domain psikomotor yang dikembangkan Norman E. Gronlund dan R.W. de Maclay
adalah: (1) persepsi, (2) kesiapan, (3) respon terpimpin, (4) mekanisme; (5) respon yang
kompleks, (6) organisasi, (7) karakterisasi dari nilai.
6) Keterampilan berpikir yang dikembangkan Linn dan Gronlund adalah seperti berikut.
a) Membandingkan
Apa persamaan dan perbedaan antara ... dan...
Bandingkan dua cara berikut tentang ....
b) Hubungan sebab-akibat
Apa penyebab utama ...
Apa akibat
c) Memberi alasan (justifying)
Manakah pilihan berikut yang kamu pilih, mengapa?
Jelaskan mengapa kamu setuju/tidak setuju dengan pernyataan tentang ....
d) Meringkas
Tuliskan pernyataan penting yang termasuk ...
Ringkaslah dengan tepat isi
e) Menyimpulkan
Susunlah beberapa kesimpulan yang berasal dari data ....
Tulislah sebuah pernyataan yang dapat menjelaskan peristiwa berikut ....
f) Berpendapat (inferring)
Berdasarkan ..., apa yang akan terjadi bila
Apa reaksi A terhadap
g) Mengelompokkan
Kelompokkan hal berikut berdasarkan ....
Apakah hal berikut memiliki ...
h) Menciptakan
Tuliskan beberapa cara sesuai dengan ide Anda tentang ....
Lengkapilah cerita ... tentang apa yang akan terjadi bila ....
i) Menerapkan
Selesaikan hal berikut dengan menggunakan kaidah ....
Tuliskan ... dengan menggunakan pedoman....

33
j) Analisis
Manakah penulisan yang salah pada paragraf ....
Daftar dan beri alasan singkat tentang ciri utama ....
k) Sintesis
Tuliskan satu rencana untuk pembuktian ...
Tuliskan sebuah laporan ...
l) Evaluasi
Apakah kelebihan dan kelemahan ....
Berdasarkan kriteria ..., tuliskanlah evaluasi tentang...

b. Penentuan Perilaku yang Dapat Diukur


Setelah kegiatan penentuan materi yang akan ditanyakan selesai dikerjakan, maka
kegiatan berikutnya adalah menentukan secara tepat perilaku yang akan diukur. Perilaku yang
akan diukur, pada Kurikulum Berbasis Kompetensi tergantung pada tuntutan kompetensi,
baik standar kompetensi maupun kompetensi dasarnya. Setiap kompetensi di dalam
kurikulum memiliki tingkat keluasan dan kedalaman kemampuan yang berbeda. Semakin
tinggi kemampuan/perilaku yang diukur sesuai dengan target kompetensi, maka semakin sulit
soal dan semakin sulit pula menyusunnya. Dalam Standar Isi, perilaku yang akan diukur
dapat dilihat pada "perilaku yang terdapat pada rumusan kompetensi dasar atau pada standar
kompetensi". Bila ingin mengukur perilaku yang lebih tinggi, guru dapat mendaftar terlebih
dahulu semua perilaku yang dapat diukur, mulai dari perilaku yang sangat sederhana/mudah
sampai dengan perilaku yang paling sulit/tinggi, berdasarkan rumusan kompetensinya (baik
standar kompetensi maupun kompetensi dasar). Dari susunan perilaku itu, dipilih satu
perilaku yang tepat diujikan kepada peserta didik, yaitu perilaku yang sesuai dengan
kemampuan peserta didik di kelas.

c. Penentuan dan Penyebaran Soal

Sebelum menyusun kisi-kisi dan butir soal perlu ditentukan jumlah soal setiap
kompetensi dasar dan penyebaran soalnya. Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh penilaian
akhir semester berikut ini.

34
Contoh penyebaran butir soal untuk penilaian akhir semester ganjil

Jumlah soal tes Jumlah


No Kompetensi Materi tulis soal
Dasar PG Uraian Praktik
1 1.1 ............ ........... 6 -- --
2 1.2 ............ ........... 3 1 --
3 1.3 ............ ........... 4 -- 1
4 2.1 ............ ........... 5 1 --
5 2.2 ............ ........... 8 1 --
6 3.1 ............ ........... 6 -- 1
7 3.2 ........... ........... -- 2 --
8 3.3 .......... ........... 8 -- --
Jumlah soal 40 5 2

d. Penyusunan Kisi-kisi
Kisi-kisi (test blue-print atau table of specification) merupakan deskripsi kompetensi
dan materi yang akan diujikan. Tujuan penyusunan kisi-kisi adalah untuk menentukan ruang
lingkup dan sebagai petunjuk dalam menulis soal. Kisi-kisi dapat berbentuk format atau
matriks seperti contoh berikut ini.

FORMAT KISI-KISI PENULISAN SOAL

Jenis sekolah : Jumlah soal


Mata pelajaran : Bentuk soal/tes : ..................
Kurikulum : Penyusun : 1.
Alokasi waktu : .................... 2.

Kompetensi Kls/ Materi Indikator Nomor


No. Standar Kompetensi
Dasar smt pokok soal soal

35
Keterangan:
Isi pada kolom 2, 3. 4, dan 5 adalah harus sesuai dengan pernyataan yang ada di dalam
silabus/kurikulum. Penulis kisi-kisi tidak diperkenankan mengarang sendiri, kecuali pada
kolom 6.
Kisi-kisi yang baik harus memenuhi persyaratan berikut ini.
1) Kisi-kisi harus dapat mewakili isi silabus/kurikulum atau materi yang telah diajarkan
secara tepat dan proporsional.
2) Komponen-komponennya diuraikan secara jelas dan mudah dipahami.
3) Materi yang hendak ditanyakan dapat dibuatkan soalnya.

e. Perumusan Indikator Soal


Indikator dalam kisi-kisi merupakan pedoman dalam merumuskan soal yang
dikehendaki. Kegiatan perumusan indikator soal merupakan bagian dari kegiatan penyusunan
kisi-kisi. Untuk merumuskan indikator dengan tepat, guru harus memperhatikan materi yang
akan diujikan, indikator pembelajaran, kompetensi dasar, dan standar kompetensi. Indikator
yang baikdirumuskan secara singkat dan jelas. Syarat indikator yang baik:
1) Menggunakan kata kerja operasional (perilaku khusus) yang tepat,
2) Menggunakan satu kata kerja operasional untuk soal objektif, dan satu atau lebih kata
kerja operasional untuk soal uraian/tes perbuatan,
3) Dapat dibuatkan soal atau pengecohnya (untuk soal pilihan ganda).
Penulisan indikator yang lengkap mencakup A = audience (peserta didik) , B =
behaviour (perilaku yang harus ditampilkan), C = condition (kondisi yang diberikan), dan D
= degree (tingkatan yang diharapkan). Ada dua model penulisan indikator. Model pertama
adalah menempatkan kondisinya di awal kalimat. Model pertama ini digunakan untuk soal
yang disertai dengan dasar pernyataan (stimulus), misalnya berupa sebuah kalimat, paragraf,
gambar, denah, grafik, kasus, atau lainnya, sedangkan model yang kedua adalah
menempatkan peserta didik dan perilaku yang harus ditampilkan di awal kalimat. Model yang
kedua ini digunakan untuk soal yang tidak disertai dengan dasar pertanyaan (stimulus).

36
1) Contoh model pertama untuk soal menyimak pada mata pelajaran Bahasa Indonesia.

Indikator: Diperdengarkan sebuah pernyataan pendek dengan topik "belajar mandiri",


peserta didik dapat menentukan dengan tepat pernyataan yang sama artinya.

D. Teknik
Soal Pelaksanaan
: Evaluasi
(Soal Hasil Belajar
dibacakan atau diperdengarkan hanya satu kali, kemudian
E. Soal-soal dan TugasTerstruktur
peserta didik di Luar
memilih dengan tepat Kelas
satu pernyataan yang sama artinya. Soalnya adalah:
"Hari harus masuk kelas pukul 7.00., tetapi dia datang pukul 8.00 pagi hari.")

Lembar tes hanya berisi pilihan seperti berikut:

a. Hari masuk kelas tepat waktu pagi ini.

b. Hari masuk kelas terlambat dua jam pagi ini

c. Hari masuk Kelas terlambat siang hari ini,

d. Hari masuk Kelas terlambat satu jam hari ini (Kunci: D)

2) Contoh model kedua

Indikator: Peserta didik dapat menentukan dengan tepat penulisan tanda baca pada nilai
uang.

Soal : Penulisan nilai uang yang benar adalah ....

a. Rp 125,-
b. RP 125,00
c. Rp125
d. Rp125 (Kunci: B

37
D. TEKNIK PELAKSANAAN EVALUASI HASIL BELAJAR

Pelaksanaan evaluasi hasil belajar dapat diselenggarakan secara tertulis, secara


lisan dan cara perbuatan kinerja sesuai dengan tuntutan yang tertera pada indicator.
Kompetensi yang dituntut harus melakukan perbuatan, maka sesungguhnya tidak dapat
dilakukan dengan melakukan evaluasi dengan tulisan atau lisan, tetapi harus dengan
melakukan perbuatan atau keterampilan seperti ujian PPL (Praktek Pengalaman
Lapangan) oleh seorang guru.

Secara kodrati semua individu terlahir secara unik. Unik berarti individu terlahir
dengan kondisi yang berbeda-beda satu sama lainnya. Akibat adanya perbedaan yang
mendasar antar manusia satu dengan yang lainnya, maka secara otomatis tugas seorang
guru sebgai subyek evaluasi memerlukan bentuk alat ukur untuk mendiagnosis atau
mengukur keadaan individu yang dimaksud (siswa). Alat ukur yang dimaksud adalah
penggunaan tes. Dengan alat ukur berupa tes, maka orang akan berhasil memenuhi
adanya perbedaan antar individu. Karena adanya aspek psikis yang berbeda-beda antar
satu individu dengan individu yang lainnya, maka timbul pula bermacam-macam tes yang
beragam pula. Berbagai tes yang dimaksud akan dijelaskan sebagai berikut :

1. Teknik Tes
a. Pengertian Tes
Istilah tes diambil dari kata testum (Prancis) yang diartikan sebagai piringuntuk
menyisihkan logam-logam mulia. Ada pula yang menyebutkan sebagai sebuah piring yang
terbuat dari tanah. Sementara itu istilah tes pertama kali diperkenalakan oleh seorang ahli
bernama James Ms. Cattel pada tahun 1890 kepada khalayak umum melalui bukunya yang
berjudul Mental Test and Measurement. Kemudian berkembang di Amerika yang
selanjutnya secara berkesinambungan berkembang dengan tempo yang pesat sampai saat ini.
Pada buku karya Anas Sudijono, secara garis besar Anas menyebutkan bahwa tes
didefinisikan sebagai alat atau prosedur yang dipergunakan dalam rangka pengukuran dan
penilaian. Beberapa istilah lain mengenai tes seperti testing, tester, testees dan sebagainya
memiliki definisi sendiri yang berbeda dengan konsep tes itu sendiri. Kalau dikaitkan dengan
evaluasi pendidikan, tes adalah cara (yang dapat dipergunakan) atau prosedur (yang perlu
ditempuh) dalam rangka pengukuran dan penilaian di bidang pendidikan, yangberbentuk
pemberian tugas atau serangkaian tugas (baik berupa pertanyaan-pertanyaan (yang bisa di
jawab), atau perintah-perintah (yang harus dikerjakan) sehingga dapat dihasilkan nilai yang

38
melambangkan tingkah laku. Arikunto menyebutkan sebelum sampai kepada uraian yang
lebih jauh, dijelaskan terlebih dahulu dijabarkan definisi dari beberapa istilah terkait dengan
tes, yaitu:

a. Tes
Tes merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur
sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan. Untuk
mengerjakan tes tergantung dari petunjuk yang memberikan misalnya: melingkari salah satu
hurup di depan pilihan jawaban, menerangkan, mencorat jawaban yang salah, melakukan
tugas atau suruhan, menjawab secara lisan, dan sebagainya.

b. Testing
Testing merupakan saat pada waktu tes itu disampaikan atau dilaksanakan. Atau
dapat disederhanakan dengan maksud bahwa testing adalah saat pengambilan tes.

c. Testee
Testee adalah responden yang sedang mengerjakan tes. Orang-orang inilah yang
akan dinilai atau diukur, baik mengenai kemampuan, bakat, pencapaian, dan sebagainya.

d. Tester
Tester merupakan orang yang diserahi untuk melaksanakan pengambilan tes terhadap
para responden. Dengan kata lain tester adalah subjek evaluasi (tetapi adakalanya anya orang
yang ditunjuk oleh subjek evaluasi untuk melaksanakan tugasnya). Tugas tester antara lain:

1) Mempersiapkan ruangan dan perlengkapan yang diperlukan.


2) Membagikan lembaran tes dan alat-alat lain untuk mengerjakan tes.
3) Menerangkan cara mengerjakan tes.
4) Mengawasi responden mengerjakan tes.
5) Memberikan tanda-tanda waktu.
6) Mengumpulkan pekerjaan responden.
7) Mengisi berita acara atau laporan yang dilakukan (jika ada).
Dari beberapa istilah yang diatas, diharapkan akan mempermudah pemahaman dalam
pelaksanaan bentuk evaluasi dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini juga dapat mempermudah
pemahaman pada bab berikutnya yang akan lebih diperkaya dengan istilah-istilah tersebut.
Untuk itu, penting dipahaminya mengenai beberapa istilah yang dimaksudkan.

39
b. Fungsi Tes
Pada Bab ini, dibahas mengenai fungsi tes yang secara umum terdiri atas2 (dua)
macam, yaitu:

1) Sebagai alat pengukur terhadap peserta didik. Hal yang diukur dalam hal ini ini berupa
tingkat perkembangan atau kemajuan yang telah dicapai oleh peserta didiksetelah
menempuh proses belajar.
2) Sebagai alat pengukur keberhasilan program pengajaran karena dapat diketahui sejauh
mana program pengajaran telah dicapai oeleh peserta didik
Menurut Sidijono (2001:67), secara umum ada dua macam fungsi yang dimiliki tes
yaitu:

1) Sebagai alat pengukur terhadap peserta didik. Tes berfungsi mengukur tingkat
perkembangan atau kemajuan yang telah dicapai oleh peserta didik setelah mereka
menempuh proses belajar mengajar dalam jangka waktu tertentu.
2) Sebagai alat pengukur keberhasilan program pengajaran, sebab melalui tes tersebut akan
dapat diketahui sudah seberapa jauh program pengajaran yang telah ditentukan.

Seorang ahli bernama james ms. Cattel, pada tahun 1890 telah memperkenalkan
pengertian tes ini kepada masyarakat melalui bukunya yang berjudul mental test and
measurement.kemudian tes ini dikembangkan oleh binet-simon dengan tes inteligensinya.
Dan sebagai perkembangannya,Yerkes di amerika serikatmenyusun tes kelompok (group test)
yang digunakan untuk menyeleksi calon militer sebanyak-banyaknya dalam waktu yang
singkat karena diperlukan pada waktu perang dunia.

c. Pengolahan Tes
Sebagai sebuah alat ukur, tes digolangkan kedalam beberapa golongan besar yang
dapat dijabarkan sebagai berikut.

a. Berdasarkan fungsinya sebagai alat pengukur perkembangan/kemajuan belajar peserta


didik, tes dijabarkan menjadi 6 (enam) jenis yaitu tes seleksi (dilaksanakan dalam rangka
penerimaan calon siswa baru); tes awal (mengetahui pengetahuan materi awal sebelum
materi disampaikan); tes akhir (untuk mengetahui ketercapaian materi yang sudah
diajarkan); tes diagnostik (untuk mengetahui kesukaran suatu materi pelajaraan oleh

40
peserta didik); tes formatif (mengetahui sejauh mana peserta didik sudah terbentuk dari
materi yang diajaran) dan tes sumatif (dilakukan setelah semua materi ajar selesai
dilaksanakan).
b. Berdasarkan aspek psiksi diungkap digolongkan atas tes intelegensi (mengetahui tingkat
kecerdasan siswa); tes kemampuan (mengungkap kemampuan dasar atau bakat khusus
siswa); tes sikap (mengetahui kecenderungan respons terhadap lingkungan sekitar); tes
kepribadian (mengungkap ciri khas yang bersifat lahiriah) dan tes hasil belajar (untuk
mengungkap pencapaian atau prestasi belajar).

d. Persyaratan Tes
Pada permulaan buku ini telah disinggung bahwa mengukur panjang sisi meja
dengan menggunakan karet elastic yang di ulur-ulur, sama halnya dengan tidak
mengukur.hasil ukurannya tidak akan dapat dipercaya. Akan tetapi apabila keadaannya
memang terpaksa, yakni apabila kita harus melakukan pengukuran padahal yang ada disitu
hanyalah sehelai tali karet elastic, maka kita dapat menggunakan tali ituasal menggunakannya
mengikuti aturan tertentu, yakni tidak boleh ditarik-tarik.

Sumber persyaratan tes didasarkan ats dua hal, yaitu :mutu tes dan
pengadministrasian dalam pelaksanaan.

Walaupun dalam melaksanakan tes sudah diusahakan mengikuti aturan tentang


suasana, cara, dan prosedur yang telah ditentukan namun tes itu sendiri mengandung
kelemahan-kelemahan. Gilbert sax, menyebutkan beberapa kelemahan sebagai berikut:

1) Adakalanya tes (secara psikologis terpaksa) menyinggung pribadi seseorang (walaupun


tidak disengaja demikian).
2) Tes menibulkan kecemasan sehingga mempengaruhi hasil belajar yang murni.
3) Tes mengategorikan siswa secara tetap.
4) Tes tidak mendukung kecemerlangan dan daya kreasi siswa.
5) Tes hanya mengukur aspek tingkah laku yang sangat terbatas.

e. Ciri-ciri Tes yang Baik


Sebuah tes yang dapat dikatakan baik sebagai alat pengukur harus memenuhi
persyaratan tes, yaitu memiliki:

41
a. Validitas
Perbedaan arti istilah validitas dengan valid. Validitas merupakan kata benda,
sedangkan valid merupakan kata sifat. dalam pembicaraan evaluasi pada umumnya orang
hanya mengenal istilah valid untuk alat evaluasi atau instrument evaluasi. Sebuah tes disebut
valid apabila tes itu dapat tepat mengukur apa yang hendak diukur. Istilah valid sangat sukar
dicari gantinya.ada istilah baru yang mulai diperkenalkan yaitu sahih, sehingga validitas
diganti kesasihan. Walaupun istilah tepat belum dapat mencakup semua arti yang tersirat
dalam kata valid , dan kata tepat kadang-kadang digunakan dalam konteks yang lain, akan
tetapi tambahan kata tepat dalam menerangkan kata valid dapat memperjelas apa yang
dimaksud. Ada beberapa macam validitas yaitu:

1) Validitas logis (logical Validity)


2) Validitas ramalan (predictive validity)
3) Validitas kesejajaran (concurrent validity)
b. Reliabilitas
Kata reliabilitas dalam bahasa Indonesia diambil dari kata reliability dalam bahasa
inggris, berasal dari kata asal reliable yang artanya dapat dipercaya.seperti halnya validitas
dan valid kekacauan dalam penggunaan istilah reliabilitas sering dikacaukan dengan istilah
reliable. Reliabilitas merupakan kata benda, sedangkan reliable merupakan kata sifat
atau kata keadaan.
c. Objektivitas
Dalam pengertian sehari-hari telah dengan cepat diketahui bahwa objektif berarti
tidak adanya unsur pribadi yang mempengaruhi. Lawan dari objektif adalah subjektif, artinya
terdapat unsure pribadi yang masuk mempengaruhi. Sebuah tes dikatakan memiliki
objektifitas apabila dalam melaksanakan tes itu tidak ada faktor subjektif yang
mempengaruhi. Hal ini terutama terjadi pada system skoringnya. Ada 2 faktor yang
mempengaruhi subjek tivitas dari sesuatu tes yaitu : bentuk tes dan penilai.

d. Praktikabilitas
Sebuah tes dikatakan memiliki praktikabilitas yang tinggi apabila tes tersebut bersifat
praktis, mudah pengadministrasiannya. Tes yang praktis adalah tes yang :

1) Mudah dilaksanakan
2) Mudah pemeriksaannya
3) Dilengkapi dengan petunjuk petunjuk yang jelas.

42
e. Ekonomis
Yang dimaksud dengan ekonomis ialah bahwa pelaksanaan tes tersebut tidak
membutuhkan ongkos/biaya yang mahal,tenaga yang banyak, dan waktu yang lama.

2. Teknik NonTes
Pada bab terdahulu telah dikemukakan bahwa kegiatan mengukur atau melakukan
pengukuran adalah merupakan kegiatan yang paling umum dilakukan dan merupakan
tindakan yang mengawali kegiatan evaluasi dalam penilaian hasil belajar. Dengan teknik non
tes dilakukan dengan tampa menguji peserta didik, melainkan dilakukan dengan melakukan
pengamatan secara sistematis (observation), melakukan wawancara (interview), menyebarkan
angket (questionnaire, dan memeriksa atau meneliti dokumen-dokumen (docomentary
analysis).

a. Pengamatan (Observation)
Observasi adalah metode pengumpulan data melalui pengamatan langsung atau
peninjauan secara cermat dan langsung di lapangan atau lokasi penelitian. Dalam hal ini,
peneliti dengan berpedoman kepada desain penelitiannya perlu mengunjungi lokasi penelitian
untuk mengamati langsung berbagai hal atau kondisi yang ada di lapangan. Penemuan ilmu
pengetahuan selalu dimulai dengan observasi dan kembali kepada observasi untuk
membuktikankebenaran ilmu pengetahuan tersebut. Pengamatan didefinisikan sebagai suatu
cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan
dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang sedang dijadikan sasaran
pengamatan. Diantara segi kebaikan yang dimiliki oleh observasi itu misalnya data yang
diperoleh secara langsung dilapangan, serta datanya mencakup berbagai aspek kepribadian
masing-masing individu peserta didik.Adapun dari segi kelemahannya seperti observasi
sebagai salah satu alat evaluasi hasil belajar tidak selalu dapat dilakukan dengan baik dan
benar oleh para pengajar, kepribadian (personality) dari observer atau evaluator juga acapkali
mewarnai atau menyelinap masuk ke dalam penilaian yang dilakukan dengan cara observasi
dan data yang diperoleh dari kegiatan observasi umumnya baru dapat mengungkap kulit
luar nya saja.

Melalui observasi kita dapat memperoleh gambaran tentang kehidupan sosial yang
sukar untuk diketahui dengan metode lainnya. Observasi dilakukan untuk menjajaki sehingga
berfungsi eksploitasi. Dari hasil observasi kita akan memperoleh gambaran yang jelas tentang

43
masalahnya dan mungkin petunjuk-petunjuk tentang cara pemecahannya. Jadi, jelas bahwa
tujuan observasi adalah untuk memperoleh berbagai data konkret secara langsung di lapangan
atau tempat penelitian.

Berdasarkan pelaksanaan, observasi dapat dibagi dalam dua jenis, yaitu observasi
partisipasi dan observasi non partisipasi.

a) Observasi partisipasi adalah observasi yang melibatkan peneliti atau observer secara
langsung dalam kegiatan pengamatan di lapangan. Jadi, peneliti bertindak sebagai
observer, artinya peneliti merupakan bagian dari kelompok yang ditelitinya. Keuntungan
cara ini adalah peneliti merupakan bagian yang integral dari situasi yang dipelajarinya
sehingga kehadirannya tidak memengaruhi situasi penelitian. Kelemahannya, yaitu ada
kecenderungan peneliti terlampau terlibat dalam situasi itu sehingga prosedur yang
berikutnya tidak mudah dicek kebenarannya oleh peneliti lain.
b) Observasi non partisipasi adalah observasi yang dalam pelaksanaannya tidak melibatkan
peneliti sebagai partisipasi atau kelompok yang diteliti. Cara ini banyak dilakukan pada
saat ini. Kelemahan cara ini antara lain kehadiran pengamat dapat memengaruhi sikap
dan perilaku orang yang diamatinya.
Layaknya jenis pengukuran yang lainnya, observasi memiliki langkah-langkah dalam
pelaksanaannya, yaitu:

a) Harus diketahui di mana observasi itu dapat dilakukan.


b) Harus ditentukan dengan pasti siapa saja yang akan diobservasi.
c) Harus diketahui dengan jelas data-data apa saja yang diperlukan.
d) Harus diketahui bagaimana cara mengumpulkan data agar berjalan mudah dan
lancar.
e) Harus diketahui tentang cara mencatat hasil observasi, seperti telah menyediakan
buku catatan, kamera, tape recorder, dan alat-alat tulis lainnya.
b. Wawancara (Interview)
Secara umum yang dimaksud dengan wawancara adalah cara menghimpun bahan
bahan keterangan yang dilaksanakan dengan melakukan tanya jawab lisan secara sepihak,
berhadapan muka, dan dengan arah serta tujuan yang telah ditentukan. Ada dua jenis
wawancara yang dapat dipergunakan sebagai alat evaluasi yaitu wawancara terpimpin dan
wawancara tidak terpimpin. Adapun kelebihan yang dimiliki oleh wawancara adalah, bahwa
dengan melakukan wawancara, pewawancara sebagai evaluator (dalam hal ini guru, dosen

44
dan lain-lain) dapat melakukan kontak langsung dengan peserta didik yang akan dinilai,
sehingga dapat diperoleh hasil penilaian yang lebih lengkap dan mendalam.

c. Angket (Questionaiere)
Angket (questionnaire) juga dapat digunakan sebagai alat bantu dalam rangka
penilaian hasil belajar. Berbeda dengan wawancara dimana penilai Evaluasi Pendidikan
(evaluator) berhadapan secara langsung (face of face) dengan peserta didik atau dengan pihak
lainnya, maka dengan menggunakan angket, pengumpulan data sebagai bahan penilaian hasil
belajar jauh lebih praktis, mengehemat waktu dan tenaga.

d. Pemeriksaan Dokumen (documentary Analysis)


Evaluasi mengenai kemajuan, perkembangan atau keberhasilan belajar peserta didik
tampa menguji (teknik non tes) juga dapat dilengkapi atau diperkaya dengan cara melakukan
pemeriksaan terhadap dokumen-dokumen, misalnya dokumen yang memuat informasi
mengenai riwayat hidup (auto biografi). Dari uraian tersebut di atas dapatlah dipahami,
bahwa dalam rangka evaluasi itu tidak harus semata-mata dilakukan dengan menggunakan
alat berupa tes-tes hasil belajar. eknik non tes juga menempati kedudukan yang penting dalam
rangka evaluasi hasil belajar, lebih-lebih evaluasi yang berhubungan dengan kondisi kejiwaan
peserta didik, seperti persepsinya terhadap mata pelajaran tertentu, persepsinya terhadap
guru, minatnya, bakatnya,tingkah laku atau sikapnya dan sebagainya, yang kesemuanya itu
tidak mungkin dievaluasi dengan menggunakan tes sebagai alat pengukurnya.

Kuesioner (questionnaire) juga sering dikenal sebagai angket (daftar pertanyaan).


Pada dasarnya, kuesioner adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh responden
(objek ukur). Ditinjau dari siapa yang menjawab, ada kuesioner langsung dan tidak langsung.

Kuesioner adalah suatu teknik pengumpulan informasi yang memungkinkan analis


mempelajari sikap-sikap, keyakinan, perilaku, dan karakteristik beberapa orang utama di
dalam organisasi yang bisa terpengaruh oleh sistem yang diajukan atau oleh sistem yang
sudah ada.

Dengan menggunakan kuesioner, analis berupaya mengukur apa yang ditemukan


dalam wawancara, selain itu juga untuk menentukan seberapa luas atau terbatasnya sentimen
yang diekspresikan dalam suatu wawancara. Penggunaan kuesioner tepat bila:

1) Responden (orang yang merenpons atau menjawab pertanyaan) saling berjauhan.

45
2) Melibatkan sejumlah orang di dalam proyek sistem, dan berguna bila mengetahui berapa
proporsi suatu kelompok tertentu yang menyetujui atau tidak menyetujui suatu fitur
khusu dari sistem yang diajukan.
3) Melakukan studi untuk mengetahui sesuatu dan ingin mencari seluruh pendapat sebelum
proyek sistem diberi petunjuk-petunjuk tertentu.
4) Ingin yakin bahwa masalah-masalah dalam sistem yang ada bisa diidentifikasi dan
dibicarakan dalam wawancara tindak lanjut.
Menurut Sudjono (2011: 1151-157) pelaksaan evaluasi hasil belajar dapat
digolongkan kedalam tiga kategori yaitu : (1) Teknik Pelaksanaan Tertulis, (2) Tes lisan, dan
(3) tes perbuatan.

1. Teknik Pelaksaan Tes Tertulis


Dalam pelaksanaan tes tertulis ada 10 hal penting yang perlu diperhatikan yaitu :
1) Para peserta tes hendaknya mendapat keterangan, jauh dari keramaian, kebisingan,
dan hiruk pikuk yang dapat membuat konsentrasi peserta tes terganggu
2) Ruangan tes cukup longgar, jarak tempat duduk antara peserta yang cukup antara
75cm 100cm
3) Ruangan tes cukup pencahyaan dan pertukaran udara, tidak pengap, jauh dari yang
dapat mengeluarkan polusi bauk udara (seperti wc, sampah atau sejenisnya).
4) Tersedia alat menulis yang cukup seperti meja, atau tripleks untuk alat menulis
5) Pada waktu membagi soal tes hendaknya dalam keadaan terbalik dan tertutup agar
peserta tes dapat serentak memulai ujian
6) Pengawasan ruangan ujian hendaknya tidak terlalu banyak bergerak yang dapat
mengganggu konentrasi peserta tes
7) Sebelum tes di mulai hendaknya peserta tes telah mengetahui tata tertib mengikuti
ujian, dan sanks yang diterima bila melakukan kecurangan
8) Disiapkan daftar hadir peserta tes yang harus ditanda tangani peserta tes
9) Jika waktu telah selesai, peserta tes diintruksikan untuk berhenti bekerja dan tetap
duduk ditempat kemudian pengawas mengumpulkan seluruh lembar jawaban, jika
lembar jawaban sudah sesuai dengan jumlah peserta tes, baru diperkenakan
meninggalkan tempat, dan
10) Hendaknya ada berita acara yang berisi jumlah kehadiran peserta tes dan yang absen
lengkap dengan identitasnya.

46
2. Teknik Pelaksaan Tes Lisan
Terdapat 9 teknik pelaksaan tes lisan yaitu :
1) Sebelum tes dilakukan, peserta tes telah mengetahui jenis soal yang akan diujikan
2) Setiap butir soal telah disiapkan pedoman penilaian untuk jawaban yang betul
3) Penskoran dilakukan segera setalah selesai diujikan, jangan diberikan skor setelah
seluruh peserta tes selesai diuji
4) Jangan sekali kali forum ujian berubah menjadi diskusi
5) Penguji hendaknya jangan sekali kali memberikan angin segar atau kode-kode
tertentu yang mengarah kepada menolong peserta tes
6) Tes lisan harus berlangsung secara wajar, artinya tidak menimbulkan rasa taku,
gugup, atau panik dikalangan peserta didik
7) Hendaknya ada patokan waktu yang disediakan untuk setiap butir pertanyaan
8) Hendaknya dalam mengajukan pertanyaan kepada peserta tes yang satu dengan
lainnya dilakukan berpariasi namun tetap dalam materi yang sama, dan
9) Sedapat mungkin tes lisan dapat dilakukan secara individual.

3. Teknik Pelaksaan Tes Perbuatan


Ada 3 hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan tes perbuatan yaitu :
1) Penguji harus secara cermat mengamati peserta tes yang melakukan perbuatan
2) Penguji hendaknya jangan melakukan sesuatu atau berbicara yang dapat
membantu peserta tes melakukan perbuatan yang benar, dan
3) Penguji harus menyiapkan lembar observasi berkaitan dengan aspek-aspek yang
harus dilakukan oleh peserta tes.

47
Rangkuman

Teknik penyusunan dan pelaksanaan evaluasi hasil belajar meliputi langkah-langkah


penyusunan, perencanaan penyusunan, penulisan butir soal, dan teknik pelaksanaan evaluasi
hasil belajar. Langkah-langkah pokok dalam evaluasi hasil belajar terdiri atas enam langkah
pokok. Sedangkan dalam prosedur evaluasi terdapat dua langkah pokok yakni prosedur
kualitatif dan kuantitatif.

Langkah pertama yang perlu dilakukan dalam kegiatan evaluasi adalah membuat
perencanaan. Perencanaan ini penting karena akan mempengaruhi langkah-langkah
selanjutnya, bahkan mempengaruhi keefektifan prosedur evaluasi secara menyeluruh.

Untuk mengetahui tingkat pencapaian kompetensi, guru dapat melakukan penilaian


melalui tes dan non tes. Pendidik mempunyai kewajiban untuk melakukan penilaian hasil
belajar peserta didik agar dapat mengetahui sejauh mana perkembangan kemajuan hasil
belajar peserta didik dalam kurun waktu tertentu. Dalam hal ini, pendidik dituntut agar
mempunyai kompetensi dalam penyusunan butir soal sehingga butir soal tersebut dapat
berfungsi secara optimal. Pelaksanaan evaluasi hasil belajar dapat diselenggarakan secara
tertulis, secara lisan dan cara perbuatan kinerja sesuai dengan tuntutan yang tertera pada
indicator.

Dengan alat ukur berupa tes, maka orang akan berhasil memenuhi adanya perbedaan
antar individu. Karena adanya aspek psikis yang berbeda-beda antar satu individu dengan
individu yang lainnya, maka timbul pula bermacam-macam tes yang beragam.

48
Latihan

1. Sebutkan langkah-langkah penyusunan evaluasi hasil belajar!

2. Hal apa saja yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan evaluasi?

3. Sebutkan enam tingkatan kemampuan yang akan diuji dan berikan contoh soalnya!

4. Jelaskan pengertian tes dan ciri-ciri dari tes uraian

5. Sebutkan langkah-langkah yang ditempuh untuk mengisi format kisi-kisi soal uraian!

6. Jelaskan perbedaan dan persamaan tes uraian dan tes objektif!

7. Sebutkan dan jelaskan teknik pelaksanaan evaluasi hasil belajar menurut Sudjono!

8. Sebutkan dan jelaskan klasifikasi tes uraian secara umum!

9. Bagaimanakah cara pengambilan sampel dan pemilihan butir soal yang representative
dari bidang studi yang akan diuji?

10. Bagaimanakah cara untuk mengetahui tingkat kesukaran dari tes uraian maupun tes
objektif?

49
DAFTAR PUSTAKA

Aiken, Lewis R. (1994). Psychological Testing and Assessment,(Eight Edition), Boston:


Allyn and Bacon.

Amir Daien Indrakusuma. 1998. Evaluasi Pendidikan Penilaian Hasil-hasil Belajar. jilid 1
Terbitan Sendiri.

Anas Sudijono. 2009. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.

Arifin, Zainal. 2012. Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan

Daryanto, H. 2001. Evaluasi Pendidikan. Cetakan II. Jakarta: Rineka Cipta.

Doni Pramana, dkk. 2014. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara

Elis Ratna Wulan., dan H.A Rusdiana. 2014. Evalusi Pembelajaran. Bandung: Pustaka Setia

Gable. Robert K. (I986). Instrument Development in the Affective Domain, Boston: Kluwer-
Nijhoff Publishing.

Sudjono, Anas. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada.

50

Вам также может понравиться