Вы находитесь на странице: 1из 74

PEMERIKSAAN FISIK PADA BAYI DAN ANAK

PENDEKATAN UMUM PENGKAJIAN PADA ANAK


Head to toe model
Tujuan :
1. Meminimalkan stres dan kecemasan yang berhubungan dengan
pengkajian pada bagiab tubuh yang berbeda
2. Membantu hubungan saling percaya antara Ners-anak-ortu
3. Memaksimalkan persiapan anak
4. Memelihara keamanan hubungan ortu-anak
5. Memaksimalkan keakuratan dan reliabilitas hasil pengkajian

PERSIAPAN
1. Siapkan ruangan yang nyaman :
Ruang yang terang dan warna yang netral
Ruang dengan temperatur yang sesuai
Jauhkan peralatan yang membahayakan
Berikan beberapa permainan
Jika memungkinkan,1siapkan ruangan dengan dekorasi dan
peralatan sesuai dengan usia anak
Jaga privasi klien, khususnya pada anak usia sekolah dan
adolescent
. Mulai pemeriksaan dengan cara :
Lakukan aktivitas pemeriksaan seperti permainan
Gunakan teknik paper doll
Mulai dengan anak yang paling bisa bekerja sama
Libatkan anak dalam proses pemeriksaan
Berikan posisi yang nyaman
Mulai pemeriksaan secara berurutan (head to toe model), dengan
catatan :
1. Perubahan urutan untuk mengakomodasi kebutuhan pada usia
yang berbeda

1
2. Memeriksa bagian yang nyeri pada akhir pemeriksaan
3. Pada keadaan darurat, kaji fungsi vital (ABC) dan area yang
injuri pertama kali
Diskusikan hasil pemeriksaan dengan keluarga
Puji anak untuk kerjasama selama pemeriksaan, berikan reward
seperti mainan kecil/stike

2.Pendekatan Spesifik Pemeriksaan Fisik Keperawatan Berdasarkan


usia
Posisi Urutan Persiapan
Infant
Supin atau 1.Jika tenang, 1.Tanpa pakaian jika
prone, auskultasi jantung, temperatur sesuai
biasanya lebih paru, abdomen 2.Pakaikan diaper pada
suka di 2.Hitung RR dan anak laki-laki
pangkuan denyut jantung 3.Jalin kerjasama
ortu, sblm usia 3.Head to toe dengan distraksi, objek
4-6 bulan 4.Pemeriksaan terang, mainan suara,
dapat refleks bicara
ditempatkan di 5.Refleks moro 4.Senyum pada infant,
meja suara yang lembut dan
pemeriksaan jelas
5.Tenangkan dengan
botol berisi air gula atau
menyusui
6.Minta ortu membantu

2
pada waktu pemeriksaan
telinga dan mulut
7.Hindari gerakan yang
kasar dan menyentak

Toddler
Duduk atau 1.Inspeksi area 1.Anjurkan ortu
berdiri oleh tubuh melepaskan pakaian
ortu 2.Pada awal 2.Lepaskan pakaian
Prone or supin minimalkan kontak dalam ketika pada
di pangkuan fisik bagian yang akan
ortu 3.Kenalkan diperiksa
peralatan secara 3.Izinkan anak melihat
pelan-pelan peralatan,
4.Jika tenang demonstrasikan
lakukan auskultasi, penggunaan alat
perkusi, palpasi 4.Jika tidak kooperatif,
5.Lakukan lakukan sesingkat
prosedur traumatik mungkin
terakhir 5.Minta bantuan ortu
untuk restrain jika perlu
6.Jelaskan prosedur
secara singkat
7.Puji untuk kerja sama

3
Preschool
1.Lebih suka 1.Jika kooperatif, 1.Minta anak
duduk atau lakukan melepaskan pakaiannya
berdiri pemeriksaan head sendiri
2.Biasanya to toe 2.Izinkan memakai
bisa 2.Jika tidak pakaian dalam jika anak
dianjurkan kooperatif, lakukan malu
untuk seperti toddler 3.Kenalkan alat
supin/prone 4.Jelaskan tentang
3.Lebih suka prosedur
kedekatan 5.Gunakan teknik
dengan ortu paper-doll
6.Berikan pilihan jika
mungkin
7.Gunakan pernyataan
positif
School-age
1.Lebih suka 1.Mulai dengan 1.Minta anak
duduk head to toe melepaskan pakaiannya
2.Kooperatif 2.Pemeriksaan sendiri
pada hampir genitalia pada akhir 2.Izinkan memakai
semua posisi 3.Berikan privasi pakaian dalam
3.Anak yang 3. jelaskan tentang
lebih muda peralatan dan prosedur
suka dengan 4.Ceritakan tentang
kehadiran ortu fungsi tubuh dan
4.Anak yang perawatan
lebih tua
mungkin
membutuhkan
privasi

PENGKAJIAN KEPERAWATAN PADA ANAK

4
A.Penampilan umum atau keadaan umum
B.Riwayat
Identitas anak
Nama,usia,alamat,no tlp,tempata dan tanggal lahir,sumber
pendukung,tingkat pendidikan.
Riwayat kesehatan yang lalu
Riwayat kelahiran,tumbuh kembang,penyakit anak yang sering
dialami,immunisasi,hospitalisasi
sebelumnya,kecelakaan/injury,alergi dan pengobatan.
Pola kebiasaan sehari hari
Pola makan dan minum,pola kebersihan,pola tidur dan
istirahat,aktivitas atau bermain dan pola eleminasi

C.Riwayat penyakit saat ini


Keluhan utama
Alasan masuk Rumah sakit
Faktor pencetus
Lamanya penyakit

D.Pengkajian sistem
1.Pengkajian umum
Tanda tanda vital
Suhu tubuh,pengukuran suhu tubuh melalui mulut,dilakukan pada
anak usia > 6 thn axila,dapat dilakukan pada anak usia < 4-6 thn
rektal,dilakukan jika tanpa kontra indikasi,dan pengambilan
didaerah timpani.
Nadi: kuat,lemah ada atau tidak,teratur /tidak teratur.Pengukuran
nadi area apeks untuk anak usia < 6 thn dan area radial untuk anak
usia >6 thn.

5
Pernapasan:kedalamannya,irama,kesimetrrisan,ada atau tidaknya
retraksi dada,usaha nafas yang menggunakan otot otot alat bantu
nafas posisi yang nyaman,cuping hidung,teratur/tidak tewratur
pernafasan.Tekanan darah :sistolik atau diastolik dan tekanan nadi
Tinngi badan
Berat badan
Lingkar kepala
Lingkar dada : pengukuran tepat pada putting susu

2.Sistem kardiovaskular
Nadi apeks: irama dan kualitas
Bunyi jantung
Bunyi jantung 1 tedengar lebih jelas pada apeks
jantung,yang merupakan bunyi hasil penutupan katub mitral
dan trikuspidal dng bunyi lab.
Bunyi jantung 2 terdengar jelas pada dasar jantung yang
merupakan hasil penutupan katup aorta dan pulmonal
Dengrakan juga bunyi ekstra seperti murmur
Nadi Perifer :irama teratur /tidak teratur,ada tidaknya pada
perabaan radial ,popliteal,pedis dorsalis,bedakan antara nadi
ekstremitas atas dan bawah.
Tingkat akytivitas,apakah mengalami dypsnea,atau palpitasi saat
diam atau aktivitas
Kulit :pucat atau tidak,cyanosis,dyaporesis,ada tidaknya nadi
perifer
3.Sistem Pernapasan
a.Penampilan Umum
a. Tingkat aktifitas :ada tidaknya cianosis saat melakukan
aktivitas
b. Perilaku
b.Pemerikasaan dada
Paru dan bunyi nafas

6
Dengarkan semua lima lobus
Dengarkan area anterior dan posterior
Dengarakan juga udara yang keluar masuk
Karakteristik bunyi:
Bunyi trakea :sangat keras dan tinggi,kasar,tedengar di atas
area eksra storaks
Bunyi bronkial :keras,tinggi,tubular dan terdengar di atas
manubrium
Bronkovesikular :bunyinya sedang dan terdengar di area
bronkus atau dekat suprasternal
Vesikular :bunyi halus dan lembut dan terdengar pada
perifer paru
Dengarkan bunyi yang abnormal:
Krepitasi,rales.reonchi
Whezing
Suara redup atau tidak ada suara
Pernapasan:kedalaman,usaha nafas,irama,ada tidaknya
retraksi dada,sternal,intercostals,subklavia,ada/tidak ada
cuping hidung,nafas melalui mulut,pola nafas
4.Sistem persarafan
a) Tingkat kesadaran : GCS
b) Tingkah laku :
Iritabel
Mood
Kemampuan intelektual
Proses piker
c.) Fungsi pergerakan
d) Fungsi pup[il: mnidriosis/meiosis,isokor /anisokor
e) Fungsi Sensori :
Status reflek
Saraf cranial
Respon terhadap nyri dan suhu

7
Uji penglihatan dan perikasa pendengaran
5.Sitem muskuloskeletal
a. Gaya berjalan
b. Persendian :
Kesimetrisan
Pergerakan
Ada/ tiodaknya edema, kemerahan dan kontraktur
Dapat/ tidaknya melakukan aktivitas misalnya bermain
c. Periksa area tulang belakang, skoliosis, lordosis dan lainya
d. Kesimetrisan otot-otot tulang dan punggung
6. Sistem limpatik
Lakukan palpasi area limpa
7. Sistem gastrointestinal
a. Pengkajian abdomen, kesimetrisan, karakteristik umbilikus,
auskultasi bising usus pada empat kuadran, ada / tidaknya;
distensi, tendensasi, hepatomegali / splenomegali, kaji turgor kulit
dan mual muntah.
b. Kebiasaan buang air besar; konsistensi tinja, frekuensi, warna, dan
bau
c. Pemeriksaan rectal
8. Sitem perkemihan dan genetalia
a. fungsi perkemihan dan ginjal
nyeri daerah pinggang atau suprapubis, dysuria, edema;
skrotal, periorbital, parifer. Frekuensi perkemihan, menangis
saat kemih, inkontinensia, karakteristik urine; bau, warna,
status hidrasi, turgor kulit, dan berat jenis urine
b. genetalia
edema
iritasi
lesi
kesimetrisan skrotum dan testis
meatus uretra (kemerahan)

8
9. Refelks
a. roting; akan hilang pada usia 3 4 bulan
b. menghisap
c. moro
d. tonus leher; kepala tertinggal dibelakang pada saat menarik untuk
posisi duduk hilang pada usia 3 -4 bulan
e. berjalan atau melangkah
f. babinski; tidak ada pada usia 9 bulan
g. mata bobeka; pada saat dilakukan pemutaran tubuh
h. memegang atau menggenggam

E. Pengkajian keluarga
1. Anggota keluarga
2. Pola komunikasi
3. Pola interaksi
4. Pendidikan dan pekerjaan
5. Kebudayaan dan keyakinan
6. Fungsi keluarga dan hubungan

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN NEFROTIK SINDROM

9
A. Definisi
Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema,
proteinura, hipoalbuminea, hiperkolesterolemia. Kadang-kadang
terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal (Ngastiyah,
keperawatan anak sakit, 1997, EGC Jakarta).
Sindrom nefrotik adalah penyakit yang terjadi tiba-tiba terutama
pada anak-anak biasanya berupa oliguria dengan urin berwarna gelap
atau urin yang kental akibat proteinuria berat. Pada orang dewasa
yang jelas terlihat adalah oedema pada kaki dan genetalia (Mansjoer
Arief, Kapita Selekta Kedokteran edisi 3, 2001, FKUI Jakarta)

Sindroma nefrotik dibagi menjadi 2 jenis:


1. Sindroma nefrotik primer :
Sindroma nefrotik jenis ini timbul sebagai akibat dari kelainan primer
pada glumerulus.
- Sindroma nefrotik congenital: Diturunkan sebagai resesif
autosomal atau karena reaksi maternofetal . Resisten terhadap
semua pengobatan . gejala oedem pada neonatus.
- Sindroma nefrotik idiopatik kelainan minimal, bila dilihat
dengan mikroskop biasa glumerulo tampak normal, sedangkan
dengan mikroskop electron tampak proses sel epitel berpadu.
dengan cara imunofluoresensi tidak terdapat IgG /Igbeta dinding
kapiler. Golongan ini banyak terdapat pada anak daripada dewasa .
Prognosis baik pada golongan ini.
- Sindroma nefrotik kelainan PA lain.

2. Sindroma nefrotik sekunder: Sindroma jenis ini timbul sebagai akibat


dari penyakit sistemik .
- Penyakit keturunan atau Metabolic seperti DM, Amiloidosis,
miksedema, Sindroma Alport.
- Penyakit infeksi: Virus hepatitis B, Malaria, Lepra, sifilis,
Paska stepto kokus.

10
- Toksin atau Alergi: serangga, bisa ular, air raksa.
- Penyakit sistemik imun mediated: lupus eritematus, purpura
Henock sckonlin, sarkoidosis.
- Penyakit keganasan: Tumor paru, Penyakit Hodgkin, tumor
saluran cerna.

B. Manifestasi klinis
Gejala utama yang dapat ditemukan antara lain:
1. Oedema generalisata, oedema terutama jelas pada kaki namun
dapat ditemukan oedema pada muka, asites, efusi pleura
2. Proteinuria > 3,5 gr/hr pada dewasa, 0,05 gr/kgBB/hr pada anak-
anak
3. Hipoalbumenia < 30 gr/lt kadar albumin plasma < 2,5 gr/dl
4. Hiperlipidemia, umumnya hiperkolesterolemia
(Kapita Selekta Kedokteran, 2001)

C. Pemeriksaan penunjang
Selain proteinuria positif, sedimen urin biasanya normal, bila terjadi
Hematuria mikroskopik > 20 eritrosit/lp dicurigai adanya lesi
glumerulus (stenosis). Albumen plasma rendah, lipid naik, IgM dapat
naik sedangkan IgG menurun. Komplemen serum normal, tidak ada
krioglobulin.LED tinggi

D. Komplikasi
Gagal ginjal akut, hiperkoagulasi yang dapat menyebabkan
tromboemboli dan shock..

11
E. NEPROTIK SINDROM

ETIOLOGI

KERUSAKAN MEMBRAN KAPILER GLUMERULUS

PERMEABILITAS KAPILER GLUMERULUS

SINTESIS LIPOPROTEIN HATI PROTEINURIA

HIPERLIPIDEMIA ALBUMIN SERUM

RETENSI VASKULER TEK. OSMOTIK PD

GG RS NYAMAN PUSING RESTI EMBOLI EKTRAVASASI


CAIRAN KE DLM SEL

GG KESEIMBANGAN CAIRAN HYPOVOLUMIA

AKTIFASI RENIN ANGIOTENSIN

RETENSI Na + AIR

EDEMA

GG MOB. FISIK GG INTEG. KULIT > VOL CAIRAN EFUSI PLEURA ASITES

GG POLA NAPAS Perut sebah

Perubahan nutrisi
F. Penatalaksanaan kurang dari kebutuhan
tubuh
1. Tentukan penyebab
2. Penatalaksanaan oedema
Dianjurkan tirah baring, memakai stoking yang menekan,
pemberian deuretik. Catat keseimbangan cairan, usahakan
penurunan berat badan 0,5-1 kg/hr. Lakukan pengawasan terhadap
Kalium dan Natrium plasma kreatinin dan ureum. Bila perlu

12
ditambahkan kalium. Deuretik yang biasanya diberikan adalah
deuretik ringan seperti tiasit atau furosemid dalam dosis rendah.
Dosis dapat ditingkatkan sesuai kebutuhan. Pemberian albumin IV
hanya diperlukan pada kasus-kasus nefraktur terutama bila terjadi
kekurangan volume intravaskuler atau oliguria.
3. Perbaiki nutrisi
dianjurkan pemberian diet TKTPRG. Manfaat diet tinggi protein
tidak jelas dan mungkin tidak sesuai karena adanya gagal ginjal
biasanya cukup diberikan protein 50-60 gr/hr ditambah kehilangan
dalam urine
4. Mencegah infeksi
Biasanya diberikan antibiotik profilaksis untuk menghindari infeksi
5. Pertimbangkan obat antikoagulasi
6. Penatalaksanaan penyebab
Pada orang dewasa tidak perlu seperti pada anak-anak dimana
dilakukan terapi steroid sebagai bagian dari penegakan diagnosis.
Kelainan minimal hanya menjadi penyebab 10-20% kasus. Terapi
dilakukan sesuai dengan penyebab yang mendasarinya.

G. Pengkajian
Keluhan utama : bengkak pada mata dan kaki.
RPS : dalam beberapa minggu bengkak pada mata dan kaki, mual,
kencing sedikit
RPD : penyakit malaria, lupus eritematus, glumerulo nefritis.
RPK : resesif autosomal
Pola fungsi kesehatan :
Pola nutrisi : mual, muntah, frekuensi dan jumlah makan
berkurang
Pola eleminasi : urine warna keruh, pekat, frekuensi menurun,
jumlah menurun
Pola aktivitas : aktivitas menurun, cepat lelah, pusing

13
Pola hubungan dan peran : anak tidak dapat sekolah, malu
terhadap teman karena oedema
Pemeriksaan fisik :
Tanda vital : nadi pelan, tensi naik
Muka : moon face, pucat
Dada dan paru : nafas sesak, batuk berdahak warna merah
muda, perfusi sebagian suara redup karena adanya cairan.
Ronchi positif
Abdomen : asites, bising usus menurun
Alat kelamin : oedem pada skrotum
Ekstrimitas : oedem pada kaki

H. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan keseimbangan volume cairan b/d oedem


2. Gangguan pemenuhan nutrisi < kebutuhan b/d asites, mual,
muntah
3. Resti kerusakan integritas kulit b/d oedem
4. Gangguan pola nafas b/d efusi pleura, asites

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN DIAGNOSA MEDIS


DEMAM THYPOID

14
A. Definisi
Thypoid adalah penyakit infeksi akut usus hakus yang disebabkan oleh
Salmonella typhi, salmonella paratyphi A,slmonella paratyphi B,
salmonella paratyphi C
Demam thypoid adalah suatu penyakit infeksi akut yang biasanya
mengenai saluran pencernaan (usus halus) yang disebabkan oleh kuman
salmonella thyposa yang berbentuk batang lurus bersifat gram negatif dan
bergerak dengan rambut getar serta tidak berspora.

B. Etiologi
1. Salmonella typhi
2. Salmonella paratyphi A
3. Salmonella paratyphi B
4. Salmonella paratyphi C

C. Manifestasi klinis
Masa tunas 7 14 (rata-rata 3 30) hari. Selama masa inkubasi mungkin
ditemukan gejala prodomal berupa rasa tidak enak di badan. Pada kasus
khas terdapat demam remiten pada minggu pertama, biasanya menurun
pada pagi hari dan meningkat sore dan malam hari. Dalam minggu kedua,
pasien terus berada dalam keadaan demam, yang turun secara
berangsur-angsur pada minggu ketiga.
Lidah kotor yaitu ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi
kemerahan. Jarang disertai tremor. Hati dan limfe membesar yang nyeri
pada perabaan. Biasanya terdapat konstipasi tetapi mungkin normal
bahkan dapat diare. Terdapat gangguan kesadaran samnolen, delirium,
disorientasi.
Minggu ketiga suhu mulai menurun, nafsu makan membaik, keluhan mulai
berkurang.

D. Pemeriksaan penunjang

15
Pada pemeriksaan darah tepi dapat ditemukan leukopenia, limfo sitosis
relatif,. Mungkin terdapat anemia dan trombositopenia ringan.
Dalam pemeriksaan widal, titer antibodi terdapat antigen O yang bernilai
lebih dari 1/2000 atau peningkatan lebih dari 4 kali antara masa akut dan
konvolensens mengarah kepada demam thypoid, meskipun dapat terjadi
positif maupun negatif palsu akibat adanya reaksi silang antara spesies
salmonella. Diagnosis pasti ditegakkan dengan menemukan kuman
s.typhi pada biakan empedu yang diambil dari darah pasien.

E. Penatalaksanaan
Tirah baring total selama demam sampai dengan 2 minggu normal
kembali. Seminggu kemudian boleh duduk dan selanjutnya berdiri dan
berjalan
Makanan harus cukup mengandung cairan, kalori dan tinggi protein.
Tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang maupun
banyak menimbulkan gas
Obat terpilih dalam kloramfenikal 100 mg/ kg BB/ hari dibagi 4 dosis
selama 10 hari. Dosis maksimal kloramfenikal 2 gr/ hari. Kloramfenikal
tidak boleh diberikan bila jumlah leukosit kurang dari 2000/ UI. Bila
pasien alergi dapat diberikan golongan penisilin atau kortimoksazol.

F. Komplikasi
Komplikasi intestinal
1. Perdarahan usus timbul sebagai akibat ulkus yang mendalam yang
merusak pembuluh darah rambut/ pembuluh darah kecil, sehingga
darah keluar dari pembuluhnya dan masuk ke dalam usus.
2. Perforasi usus yang disebabkan oleh timbulnya peradangan yang
bersifat ganas terutama pada minggu ketiga dimana telah timbul ulkus
pada dinding usus. Ulkus itu mendalam dan memecahkan dinding

16
sehingga ada hubungan antara lubang usus dengan rongga perut
yang disebut perforasi
Komplikasi ekstra intestinal
1. Komplikasi saluran nafas: pneumonnia, pleuritis
2. Komplikasi ginjal: nefritis, pyelonefritis
3. Komplikasi hati: hepatitis
4. Komplikasi cardiovaskular: myocarditis
5. Komplikasi neuropsikotik: dellirium, somnolent

G. PENGKAJIAN
Kesadaran : mulai dari composmentis sampai adanya gangguan
kesadaran disorientasi
Suhu tubuh : minggu pertama biasanya panas remitten, selanjutnya panas
intermitten
Nadi : bradikardi relatif. Respirasi : naik sesuai suhu tubuh
R P S : Panas badan lebih satu minggu, mual, muntah, kembung, pusing
R P D : pernah / tidak menderita thypoid ? demam thypoid potensi
menimbulkan relaps
R P K : Keluarga ada yang sakit thypoid ? ada karier dalam keluarga
Riwayat tumbang : Anak- anak sering terkena demam thypoid karena
serimg bermain tanah, memakan benda yang ditemui.
Riwayat immunisasi : Imunisasi KOTIPA , sekarang tidak dianjurkan lagi
karena kekebalannya hanya tiga bulan
Pola kebiasaan sehari- hari
Nutrisi : makan tidak teratur, suka jajan diluar, makan yang terkontaminasi
kuman.
Pola istirahat dan tidur : gangguan istirahat karena adanya demam yang
tinggi, prosedur perawatan bedrest sampai satu minggu bebas panas
biasanya membuat anak bosan.
Pola kebersihan : tidak cuci tangan sebelum makan, makanan tidak
tertutup.
Pemeriksaan fisik

17
Mata sayu,cowong, bibir kering dan pecah-pecah, lidah kotor kadang
tremor, abdomen nyeri raba terdapat pembesaran hepar dan lien.

H. Diagnose keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh b/d invasi kuman
2. gangguan pemenuhan nutrisi b/d asupan kurang, penurunan
penyerapan usus halus.
3. Resti terjadinya komplikasi
4. Resti ketidakpatuhan prosedur perawatan
I. Intervensi
1. bedrets sampai satu minggu bebas panas
2. kompres dingin bila panas
3. Minum banyak sesuai tingkat kebutuhan ditambah kebutuhan
karena kenaikan suhu tubuh
4. diet lunak rendah serat, pantang makan yang merangsang lambung
dan mengandung banyak gas.
5. Observasi TTV dan kesadaran
6. Observasi BAB dab BAK , sering terjadi obstipasi kadang diare
7. Observasi terjadinya komplikasi, nyeri perut mendadak,perut
distendid, akral dingin.dsb
8. Kolaborasi untuk pemberian therapi antipiretik, antibiotik

ASKEP ANAK DENGAN

18
DEFISIENSI PROTEIN ENERGI ( DPE )

Pendahuluan
Defisiensi gizi pada anak disebabkan asupan yang kurang dalam
waktu lama
Klasifikasi kurang gizi amat bervariasi sehingga banyak istilah
( MEP,DEP, KEP,KKP )
Penentuan yang tepat harus dilakukan antropometri ditunjang hasil
laboratorium

Batasan
DPE adalah gangguan gizi yang disebabkan oleh kekurangan protein dan
atau kalori

Klasifikasi
Berat badan >120% dari standart : Gizi lebih
Berat badan 80 120% dari standart : Gizi cukup ? baik
Berat badan 60 -80% dari standart tanpa oedema : Gizi kurang ( MEP
ringan)
Berat badan 60 -80% dari standart dengan oedema : Kwasiorkor
Berat badan < 60% tanpa oedema : Marasmik ( MEP berat )
Berat badan <60% dengan oedema : Marasmik-kwasiorkor

Gejala klinis
Kwasiorkor : Utama tampak gejala kekurangan protein , Moonface,
sembab, asites,perubahan rambut, Crazy pavement dermatosis,
pembesaran hepar.
Marasmik : Utama tampak gejala kekurangan energi berat : muka seperti
orang tua, atrofi otot, lemak sub kutis menipis, kulit kering dan berlipat-
lipat, vena superfisial terlihat lebih jelas, perut membuncit
Marasmik kwasiorkor : gejala campuran

19
Patofisiologi
Gangguan pertumbuhan
Atrofi otot
Penurunan kadar albumin serum,kadar globulin normal,kolesterol
serum rendah
HB turun
Jumlah aktifitas fagosit turun
Sintesis enzim turun yang menyebabkan gangguan pencernakan dan
metabolisme hidrat arang dan lemak akan meningkatkan katabolisme
Pada biopsi hati ditemukan perlamakan tanda fibrosis, nekrosis dan
infiltrasi sel mono nukleus

WOC - Sosok rendah


- < Pengetahuan
- Dukungan social tidak memadai

Energi fisik lemah

Katabolisme
protein dan Gg pola aktivitas
lemak

Asam amino Hypo


essnsial albuminemia
Kecemas
an ortu

Defisiensi kalori
Oedema

Resti gg
integritas kulit

Gg - Resti infeksi Gg tunbang


pertumbuhan _Gg perfusi jar - Mot Kasar
fisik -Mor Halus
-Kognitif

20
Infeksi
pencernakan
Pengkajian
Riwayat penyakit sekarang
Pada umumnya ada keluhan gangguan pertumbuhan, bengkak pada
tungkai, sering diare, dan keluhan lain karena kurang gizi
Riwayat yang perlu dikaji
Riwayat alergi, sakit yang pernah dialami, tumbuh kembang, imunisasi,
status gizi, riwayat pemenuhan nutrisi
Riwayat keluarga
Pengkajian meliputi komposisi keluarga, lingkungan rumah, pendidikan
dan pekerjaan keluarga,kultur dan kepercayaan, penyakit keluarga dan
lain-lain
Pemeriksaan fisik
Antropometri, keadaan umum, kesadaran,tanda vital serta pemeriksaan
head to toe
Pemeriksaan penunjang
Hb turun, anaemia normositik normokrom, gangguan sistem erytropoisis
akibat hipoplasia kronis sumsum tulang, kerusakan hati dan gangguan
absorbsi, kadar albumin serum turun. GDA , Pemeriksaan radiologis untuk
menemukan kelainan paru seta uji tuberkulin
Penatalaksanaan
Atasi dehidrasi bila ada
Perbaiki diet, formula harus mudah dicerna, murah, tinggi kalori /
protein seperti modisco I,II,III
Bila ada intoleransi , dimulai daengan susu skim yang diencerkan dan
glukose 5% disusul dengan modisco
Injeksi Vitamin A 100 000 200 000 IU / IM, Vitamin B komplek
Tranfusi PRC atau plasma
Pengobatan penyulit bila ada
Healt education pada keluarga

Diagnose keperawatan

21
1. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d Asupan
yang tidak adekwat, anoreksia, dan diare
2. Defisit volume cairan b/d asupan peroral kurang, output berlebih
3. Hypotermia b/d penurunan cadangan energi
4. Resti infeksi b/d penurunan daya tahan tubuh
5. Gangguan pertumbuhan dan perkembangnan b/d asupan kalori,protein
yang

22
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
DENGAN DENGUE HAEMORHAGIK FEVER

A. PENGERTIAN
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang
disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang dapat
menyebabkan kematian (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 419).

B. Etiologi
Virus dengue
Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus
dengue tipe 1,2,3 dan 4 (Soedarto, 1990; 36).
Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu
nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis.
(Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 420).
Host
Seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka akan
mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga
mungkin terinfeksi virus dengue. (Soedarto, 1990 ; 38).

23
C. PATOFISIOLOGI

Infeksi virus

Demam
Hepatomega
Anoreksia
muntah Permiabilitas
Gg. vaskular naik
Thermogulasi
Dehidras Kebocoran plasma
Plasma Leakage
- Haemokonsentra
Gg. si.
Kebutuhan

DIC Resiko
Syock
Syock

Perdarahan Hipovolemi Asido


saluran cerna a sis
Anoksia

Meninggal

Demam berdarah dengue (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 420)

D. Manifestasi KLINIS infeksi virus dengue


. Demam
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 7 hari
kemudian turun menuju suhu normal atau lebih rendah. (Soedarto,
1990 ; 39).
Perdarahan
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dari demam dan umumnya
terjadi pada kulit dan dapat berupa uji tocniguet yang positif mudah
terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia dan purpura.
( Soedarto, 1990 ; 39
Hepatomegali

24
Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali dan hati teraba kenyal harus
di perhatikan kemungkinan akan tejadi renjatan pada penderita .
(Soederita, 1995 ; 39).
Renjatan (Syok)
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakit, dimulai
tanda tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung
hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila syok
terjadi pada masa demam maka biasanya menunjukan prognosis yang
buruk. (soedarto ; 39).

E. KLASIFIKASI DHF
Menurut derajat ringannya penyakit, Dengue Haemoragic Fever (DHF)
dibagi menjadi 4 tingkat (UPF IKA, 1994 ; 201) yaitu :
Derajat I
Panas 2 7 hari , gejala umumtidak khas, uji tourniquet hasilnya positif
Derajat II
Sama dengan derajat I di tambah dengan gejala gejala pendarahan
spontan seperti petekia, ekimosa, epimosa, epistaksis, haematemesis,
melena, perdarahan gusi telinga dan sebagainya.
Derajat III
Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti
nadi lemah dan cepat (> 120 / menit) tekanan nadi sempit (< 20
mmHg) tekanan darah menurun (120 / 80 mmHg) sampai tekanan
sistolik dibawah 80 mmHg.
Derajat IV
Nadi tidak teraba,tekanan darah tidak terukur (denyut jantung > - 140
mmHg) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.

F. TANDA DAN GEJALA


Selain tanda dan gejala yang ditampilkan berdasarkan derajat
penyakitnya, tanda dan gejala lain adalah :
a. Hati membesar, nyeri spontan yang diperkuat dengan reaksi perabaan.

25
b. Asites
c. Cairan dalam rongga pleura ( kanan )
d. Ensephalopati : kejang, gelisah, sopor koma.

G. PENGKAJIAN
Identitas
Umur: DHF merupakan penyakit daerah tropik yang sering
menyebabkan kematian pada anak, remaja dan dewasa ( Effendy,
1995 ).
Jenis kelamin : tidak terdapat perbedaan pada penderita DHF. Tetapi
kematian lebih sering ditemukan pada anak perempuan daripada
anak laki-laki.
Tempat tinggal : menyebar kehampir seluruh kota besar di Indonesia
dalam waktu relatif singkat
RIWAYAT KEPERAWATAN
P (Provocative): Virus dengue.
Q (Quality) : Keluhan dari ringan sampai berat.
R (Region) :Semua sistem tubuh akan terganggu.
S (Severity) : Dari Grade I, II, III sampai IV.
T (Time): Demam 5 8 hari, ruam 5 12 jam.
Keluhan Utama
Penderita mengeluh badannya panas (peningkatan suhu tubuh)
sakit kepala, lemah, nyeri ulu hati, mual dan nafsu makan
menurun.
Riwayat Keprawatan Sekarang
Panas tinggi (Demam) 2 7 hari, nyeri otot dan pegal pada
seluruh badan, ruam, malaise, mual, muntah, sakit kapala, sakit
pada saat menelan, lemah, nyeri ulu hati dan penurunan nafsu
makan (anoreksia), perdarahan spontan.
Riwayat Keperawatan Sebelumnya
Ada hubungannya kalau dahulu pernah menderita DHF,
penyakit itu bisa terulang.

26
Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat adanya penyakit DHF didalam keluarga yang lain
sangat menentukan karena ditularkan melalui gigitan nyamuk
aides aigepty.
Riwayat Kesehatan Lingkungan
DHF ditularkan oleh 2 jenis nyamuk, yaitu Aedes aigepty dan
Aedes albapictus.

3. PEMERIKSAAN FISIK / PENGKAJIAN PERSISTEM


Sistem Pernapasan / Respirasi
Sesak, perdarahan melalui hidung (epistaksis), pernapasan
dangkal, tachypnea, pergerakan dada simetris, perkusi sonor,
pada auskultasi terdengar ronchi, effusi pleura (crackless).
Sistem Cardiovaskuler
Pada grade I dapat terjadi hemokonsentrasi, uji tourniquet
positif, trombositipeni.
Pada grade III dapat terjadi kegagalan sirkulasi, nadi cepat
(tachycardia), penurunan tekanan darah (hipotensi), cyanosis
sekitar mulut, hidung dan jari-jari.
Pada grade IV nadi tidak teraba dan tekanan darah tak dapat
diukur.
Sistem Persyarafan / neurologi
Nyeri pada bagian kepala, bola mata dan persendian. Pada
grade III pasien gelisah dan terjadi penurunan kesadaran serta
pada grade IV dapat terjadi DSS
Sistem perkemihan
Produksi urine menurun, kadang kurang dari 30 cc/jam, akan
mengungkapkan nyeri saat kencing, kencing berwarna merah.
Sistem Pencernaan / Gastrointestinal
Perdarahan pada gusi, Selaput mukosa kering, kesulitan
menelan, nyeri tekan pada epigastrik, pembesarn limpa,
pembesaran pada hati (hepatomegali) disertai dengan nyeri

27
tekan tanpa diserta dengan ikterus, abdomen teregang,
penurunan nafsu makan, mual, muntah, nyeri saat menelan,
dapat muntah darah (hematemesis),melena ( berak darah )
Sistem integumen
Terjadi peningkatan suhu tubuh (Demam), kulit kering, ruam
makulopapular, pada grade I terdapat positif pada uji tourniquet,
terjadi bintik merah seluruh tubuh/ perdarahan dibawah kulit
(petikie), pada grade III dapat terjadi perdarahan spontan pada
kulit.

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.Peningkatan suhu tubuh (Hipertermi) berhubungan dengan proses
infeksi virus dengue (viremia).
Tujuan :Suhu tubuh normal kembali setelah
mendapatkan tindakan perawatan.
Kriteria hasil :Suhu tubuh antara 36 37, membran mukosa
basah, nadi dalam batas normal (80-100 x/mnt),
Nyeri otot hilang.
Intervensi :
Berikan kompres (air biasa / kran).
Rasional : Kompres dingin akan terjadi pemindahan panas
secara konduksi
Berikan / anjurkan pasien untuk banyak minum 1500-2000 cc/hari
( sesuai toleransi )
Rasional : Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat
evaporasi.
Anjurkan keluarga agar mengenakan pakaian yang tipis dan mudah
menyerap keringat pada klien.
Rasional : Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis
mudah menyerap keringat dan tidak merangsang peningkatan
suhu tubuh.

28
Observasi intake dan output, tanda vital ( suhu, nadi, tekanan darah
) tiap 3 jam sekali atau lebih sering.
Rasional : Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui
keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Tanda vital
merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
KOLABORASI : PEMBERIAN CAIRAN INTRAVENA DAN
PEMBERIAN OBAT ANTIPIRETIK SESUAI PROGRAM.
Rasional : Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan
suhu tubuh yang tinggi. Obat khususnyauntuk menurunkan
suhu tubuh pasien.

2. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pindahnya


cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
Tujuan : Tidak terjadi devisit voume cairan / Tidak terjadi syok
hipovolemik.
Kriteria : Input dan output seimbang, Vital sign dalam batas
normal (TD 100/70 mmHg, N: 80-120x/mnt), Tidak
ada tanda presyok, Akral hangat, Capilarry refill < 3
detik, Pulsasi kuat.
Intervensi :
1) Observas vital sign tiap 3 jam/lebih sering
Rasional : Vital sign membantu mengidentifikasi fluktuasi cairan
intravaskuler
2) Observasi capillary Refill
Rasional : Indikasi keadekuatan sirkulasi perifer
3) Observasi intake dan output. Catat jumlah, warna, konsentrasi,
BJ urine.
Rasional : Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan
BJ diduga dehidrasi.
4) Anjurkan untuk minum 1500-2000 ml /hari (sesuai toleransi)
Rasional : Untuk memenuhi kabutuhan cairan tubuh peroral

29
5) Kolaborasi untuk pemberian cairan intravena, plasma atau
darah
Rasional : Dapat meningkatkan jumlah cairan tubuh, untuk
mencegah terjadinya hipovolemic syok.

3. Resiko Syok hypovolemik berhubungan dengan perdarahan


yang berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik
Kriteria : Tanda Vital dalam batas normal

Intervensi :
1) Monitor keadaan umum pasien
Raisonal ; Untuk memonitor kondisi pasien selama perawatan
terutama saat terdi perdarahan. Perawat segera mengetahui
tanda-tanda presyok / syok
2) Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih
Rasional : Perawat perlu terus mengobaservasi vital sign untuk
memastikan tidak terjadi presyok / syok
3) Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan, dan
segera laporkan jika terjadi perdarahan
Rasional : Dengan melibatkan psien dan keluarga maka tanda-
tanda perdarahan dapat segera diketahui dan tindakan yang
cepat dan tepat dapat segera diberikan.
4) Kolaborasi : Pemberian cairan intravena
Rasional : Cairan intravena diperlukan untuk mengatasi
kehilangan cairan tubuh secara hebat.
5) Kolaborasi : pemeriksaan : HB, PCV, trombo
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah
yang dialami pasien dan untuk acuan melakukan tindakan lebih
lanjut.

30
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
DENGAN HAEMOFILIA

A. Batasan: Suatu penyakit yang disebabkan oleh kelainan faktor


pembekuan darah.
B. Fisiologi
Mekanisme pembekuan darah dibentuk oleh faktor-faktor pembekuan
darah yang diberi nama dengan angka romawi I sampai XII.
Mekanisme pembekuan darah terbagi dalam 3 tahap
1. Pembentukan tromboplastin
2. Perubahan protrombin menjadi trombin, yang dikatalisasi oleh
tromboplastin
3. Perubahan fibrinogen menjadi fibrin, yang dikatalisasi oleh TF1 dan
TF2.
Secara keseluruhan mekanisme pembekuan mempunyai dua tahapan
yaitu tahap lambat yang disusul tahap cepat yang disebut tahap auto
katalistik, yang didalam bagan terlihat sebagai tangga yang disebut
kaskade koagulasi. Apabila dalam proses ini salah satunya mengalami
hambatan, maka proses pembekuan darah akan mengalami hambatan.

C. GANGGUAN TAHAP PERTAMA


Hemofilia A (kekurangan faktor VIII)
Bersifat herediter
Hanya terdapat pada anak laki-laki tetapi diturunkan oleh wanita (sex
linked resesif )
Gejala mulai ringan sampai berat, bisa kebiruan pada kulit, perdarahan
sendi dan otot, atau perdarahan pasca operasi atau trauma.
Hasil laboratorium: gambaran darah tepi normal, masa perdarahan
normal, masa pembekuan memanjang, Rumpel-Leede negatif, PT,
TGT memanjang dan SPT kurang dari 40 detik.

31
Pengobatan dengan transfusi darah, pemberian plasma normal,
krioprecipitat, konsentrat faktor VIII, sinovektomi sendi lutut. Hindari
trauma, konsultasi genetik.

Hemofilia B (kekurangan faktor IX)


Penyakit mempunyai riwayat, sifat dan gejala yang sama seperti
hemofilia A.
Hasil laboratorium sama kecuali pemeriksaan penentuan terdapat
kekurangan faktor IX.
Terapi sama dengan hemofilia A ditambah dengan konsentrat faktor IX

Penyakit von Willebrand (pseudohemofilia, hemofilia vaskular)


Penyebab karena kekurangan faktor VIII dan satu faktor plasma,
sehingga gagal membentuk gumpalan trombosit.
Pada beberapa kasus ditemukan defisiensi faktor IX dan XI.
Penyakit ini dapat timbul pada laki-laki dan perempuan.
Gejala berupa perdarahan gusi, epistaksis, perdarahan uterus,
perdarahan GIT dan traktus urinarius. Umumnya terjadi pada masa
anak dan berkurang dengan bertambahnya usia.
Pemeriksaan laboratorium hasil sama dengan hemofilia, tetapi masa
perdarahan memanjang.
Terapi transfusi plasma atau kriopresipitat dan transfusi darah.

GANGGUAN TAHAP KEDUA


gangguan ini ditentukan dengan pemeriksaan PTT (plasma
protrombin time), jika pembekuan tahap pertama normal; tromboplastin
yang dibentuk cukup. Bila PTT > 20 detik (normal 20 detik) berarti
pembekuan tahap kedua (II, V, VII dan X) kurang. Faktor yang kurang
perlu pemeriksaan sendiri.

32
Penyebab gangguan:
1. Faktor kongenital
o Bersifat resesif autosomal herediter.
o Penyebab: sintesis faktor pembekuan menurun.
o Gejala: timbul perdarahan spontan/perdarahan yang berlebihan,
mudah timbul kebiruan pada kulit
o Terapi: memberikan plasma normal atau konsentrat faktor yang
kurang, transfusi darah bila perlu.
2. Faktor didapat
Disebabkan defisiensi faktor II (protrombin) yang terdapat pada
keadaan:
o Neonatus, terutama bayi prematur karena fungsi hati belum
sempurna, sehingga faktor pembekuan (faktor II) mengalami
gangguan. Terapi: vitamin K, umumnya sembuh sendiri.
o Defisiensi vitamin K, terjadi pada pasien ikterus obstruktif, fistula
biliaris, absorbsi vitamin K tidak sempurna atau karena gangguan
pertumbuhan bakteri usus.
o Penyakit seperti sirosis hati, uremia, sindrom nefrotik dll
o Terdapat zat antikoagulansia (dikumaro, heparin) yang bersifat
antagonistik terhadap protrombin.
o Disseminated intravaskular coagulation (DIC). Pengobatan pada
penyakit primernya, misal pemberian vitamin K, dapat diberikan
darah, plasma dll.

GANGGUAN TAHAP KETIGA


Biasanya karena kekurangan fibrinogen. Pemeriksaan fibrinogen
dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.
Kualitatif: menentukan trombin time. Bila > 15-20 detik berarti terdapat
hipofibrinogenemia.
Kuantitatif: mengukur kadar fibrinogen dalam darah (normal 250-350mg
%).
Gejala sama seperti kekurangan faktor pembekuan lainnya.

33
Terapi pemberian plasma normal, bila ada preparat fibrinogen disamping
memperbaiki penyakit primernya.

D. DIAGNOSE KEPERAWATAN
1. Resti injury b/d trauma
2. Defisit knowladge b/d kurangnya informasi
3. Resti penurunan kesadaran b/d perdarahan otak
4. Resti terjadi kelumpuhan, kecacatan anggota gerak b/d perdarahan
sendi

E. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Beri HE pada klien dan keluarga tentang penyakitnya
2. Jadwalkan aktivitas yang dapat ditoleransi dan yang tidak
3. Minimalkan tindakan invasif dalam pengobatan
4. Lakukan fiksasi pada daerah perdarahan atau beri kompres dingin
5. Beri tanda pengenal bahwa klien adalah seorang penderita
hemofilia agar masyarakat dapat memberikan pertolongan yang
tepat bila terjadi injury
6. Observasi adanya haematom pasca trauma
7. Observasi tanda-tanda kesadaran pasca trauma
8. Observasi TTV, tanda-tanda anaemia pasca trauma
9. Segera kolaborasi dengan medis untuk pemberian terapi obat
coagulan dan tranfusi darah

34
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
DENGAN LEUKEMIA

A. Pengertian
Leukemia adalah suatu penyakit neoplastik yang ditandai oleh
proliferasi abnormal dari sel-sel hematopietik.

B. Patofisiologi
Klasifikasi leukemia dibagi menjadi menjadi 2 kelompok besar, yang
ditandai dengan ditemukannya sel darah putih matang yang menyolok
agranulosit (leukemia granuosit/mielositi) atau limfosit ( limpfositik ).
Klasifikasi ini didasarkan pada morfologis diferensiasi sel dan
pematangan sel-sel leukemia predominan di dalam sum-sum tulang
dan sitokimiawi (Gralnick, 1977; Dabich, 1980, Price,1995). Kalsifikasi
ini juga dapat dijadikan suatu gambaran varian dalam manifestasi
klinik, prognosis dan pengobatannya.

Jika dilihat dari proses diferensiasi sel darah penggolongan leukemia


limfoblastik dan mieloblastik dapat dilihat pada bagan dibawah ini :

- B
ursa - Limf. B
Sel Limfobla
induk st Equivale - Limf. T
plurip n
otensi
al Mieloblast Mielosit - Netrofil
-Netrofilik - Eosinofil
-Basofilik - Basofil
-eosinofilik

Leukemia dapat terjadi sebagai akibat diferensiasi abnormal pada


salah satu proses diatas.
Walaupun leukemia menyerang kedua jenis kelamin, tetapi pria
terserang sedikit lebih banyak dibanding wanita. Leukemia lemfositik,
terutama kronik menyolok pada anak-anak umur kurang dari 15 tahun,
dengan puncaknya pada umur 2-4 tahun.

35
Penyebab leukemia secara jelas hingga saat ini belum diketahui
dengan pasti, tetapi pengaruh lingkungan dan genetik diperkirakan
memegang peranan penting. Faktor genetik dapat dilihat pada
tingginya kasus leukemia pada anak kembar monozigot. Faktor
lingkungan berupa kontak dengan radiasi ionisasi disertai manifestasi
leukemia timbul bertahun-tahun kemudian. Zat kimia misalnya :
benzen, arsen, kloramfenikol, fenilbutazone, dan agen antineoplastik,
dikaitkan dengan frekwensi yang meningkat , khususnya agen alkil.
Agent virus HTLV-1 dari leukemia sel T sejak lama dapat
menyebabkan timbulnya leukemia.
Leukemia akut baik granulositik atau mielositik merupakan jenis
leukemia yang banyak terjadi pada orang dewasa. Manifestasi klinis
berkaitan dengan berkurangnya atau tidak adanya sel hematopoietik
(Clarkson, 1983). Tanda dan gejala leukemia akut berkaitan dengan
netropenia dan trombositopenia. Ini adalah infeksi berat yang rekuren
disertai timbulnya tukak pada membrana mukosa, abses perirektal,
pnemonia, septikemia disertai menggigil, demam, tachikardi dan
tachypnea. Trombositopenis menyebabkan perdarahan yang tak
terkontrol. Tulang mingkin sakit dan lunak. Anemia bukan merupakan
manifestasi awal disebabkan karena umur eritrosit yang panjang.
Gejala anemia berupa pusing, malaise, dan dispnea waktu kerja fisik
yang melelahkan. Pensitopenia dapat terjadi setelah dilakukan
kemoterapi.
Leukemia limfositik akut (LLA), paling sering menyerang anak-anak
dibawah 15 tahun dan mencapai puncaknya pada umur 2-4 tahun.
Manifestasi LLA berupa proliferasi limfoblas abnormal dalam sum-sum
tulang dan tempat ekstra medular seperti kelenjar limfe dan limpa.
Tanda dan gejala dikaitkan dengan penekanan pada unsur unsur
sum-sum tulang normal. Karena itu, infeksi, perdarahan dan anemia
merupakan manifestasi utama. Tanda lain berupa limfadenopati,
hepatosplenomegali, nyeri tulang, sakit kepala, muntah, kejang,
gangguan penglihatan. Data laboratorium berupa leukositosis,

36
limfositosis, trombosit dan sel darah merah rendah, hiperseluler sum-
sum tulang belakang

C. Pengkajian

SISTEM DATA SUBYEKTIF DATA OBYEKTIF


Aktivitas Lesu, lemah, terasa Kontraksi otot lemah
payah, merasa tidak Klien ingin tidur terus dan
kuat untuk melakukan tampak bingung
aktivitas sehari-hari
Sirkulasi Berdebar Tachycadi, suara mur-mur
jantung, kulit dan mukosa
pucat, defisit saraf cranial
terkadang ada pendarahan
cerebral.
Eliminasi Diare, anus terasa Perianal absess, hematuri.
lebih lunak, dan
terasa nyeri. Adanya
bercak darah segar
pada tinja dan
kotoran berampas,
Adanya darah dalam
urine dan terjadi
penurunan output
urine.
Rasa Nyeri abdominal, Meringis, kelemahan, hanya
nyaman sakit kepala, nyeri berpusat pada diri sendiri.
persendian, sternum
terasa lunak, kram
pada otot.
Rasa aman Merasa kehilangan Dpresi, mengingkari,
kemampuan dan kecemasan, takut, cepat
harapan terangsang, perubahan
Riwayat infeksi yang mood dan tampak bingung.
berulang, riwayat Panas, infeksi, memar,
jatuh, perdarahan purpura, perdarahan retina,
yang tidak terkonrol perdarahan pada gusi,
meskipun trauma epistaksis, pembesaran
ringan. kelenjar limpa, spleen, atau
hepar, papiledema dan
exoptalmus,
Makan dan Kehilangan nafsu Distensi abdomen,
minum makan, tidak mau penurunan peristaltic usus,
makan, muntah, splenomegali, hepatomegali,
penurunan berat ikterus, stomatitis, ulserasi
badan, nyeri pada pada mulut, gusi
tenggorokan dan membengkak (acute monosit

37
sakit pada saat leukemia).
menelan.

Sexualitas Perubahan pola


menstruasi,
menornhagi. Impoten.
Neurosensori Penurunan Peningkatan kepekaan otot,
kemampuan aktivitas yang tak terkontrol.
koordinasi,
perubahan mood,
bingung, disorientasi,
kehilangan
konsentrasi, pusing,
kesemutan, telinga
berdenging,
kehilangan rasa
Respirasi Nafas pendek, Dyspnoe, tachypnoe, batuk,
ada suara ronci, rales,
penurunan suara nafas.
Belajar Riwayat terpapar
bahan kimia seperti
benzena,
phenilbutazone,
chloramfe-nikol,
terkena paparan
radiasi, riawat
pengobatan dengan
kemotherapi.
Kesalahan
kromosom,

Data penunjang:
Penghitungan sel darah :
- Normocitic, normokromik anemia
- Hb < 10 g/100 ml
- Retikulosit : rendah
- Platelet count : < 50.000/mm
- WBC > 50.000/cm (Shift to left) tampak blast sel leukemia
- PT/PTT memanjang
- LDH meningkat
- Serum asam urat dalam urine : meningkat

38
- Serum lysozym : meningkat terutama pada acut monosit dan
myelosit leukemia.
- Serum tembaga : meningkat
- Serum Zinc : menurun
- Biopsi Bone Narrow: abnormal WBC lebih dari 50 %, lebih dari
60 % - 90 % blast sel,
- Chest X- Ray : Pembesaran hepar dan lien
- Lymp node biopsy : tampak pengecilan

Diagnose Keperawatan
Resiko tinggi terjadi infeksi s.d penurunan daya tahan tubuh, prosedur
invasive, malnutrisi dan penyakit kronis.
Resiko tinggi devisit cairan s.d kurang intake cairan, muntah,
perdarahan, diare, demam
Nyeri s.d pembesaran organ intraabdominal, dan manifestasi dari
kecemasan.
Keterbatasan aktivitas s.d kelemahan, penurunan cadangan energi,
suplay oksigen yang tidak seimbang, terapi isolasi.
Kurangnya pengetahuan tentang perjalanan penyakit, prognosis dan
pengobatan s.d kurangnya informasi, atau misinterprestasi

39
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS BEDAH NEONATUS

ASKEP ANAK DENGAN HYPOSPADIA DAN EPISPADIA

Epispadia : Suatu kelainan bawaan berupa dinding uertra sebelah atas


Merupakan kegagalan dinding abdominal untuk memebentuk bagian
bawah umbilikus atau bagian bawah simpisis pubis dan struktur yang
membatasi termasuk dinding ventra pada kandung kemih, uretra menyatu
dengan simpisis pubis, sehinggasaluran perkemihan bagian atas terbuka
dan tampak lubang uretra yang kemerahan melalui dinding abdomen
Hypospadia: Suatu kelainan bawaan dimana uretra bermuara pada sisi
bawah penis atau perinium . Lubang uretra terletak pada perbatasan penis
dan skrotum , atau bermuara pada tempat frenum sedangkan meatus
urinarius pada glans penis buntu.

Etiologi
Penyebab pasti belum diketahui
Dapat dihubungkan dengan fktor hormonal, genetik dan lingkungan

Manifestasi klinis
Uretra terbuka pada saat lahir
Penis melengkug kebawah dengan atau tanpa ereksi
Adanya lekukan pada ujung penis

Komplikasi
Infertility
Resiko hernia inguinal
Gangguan psikososial

Penatalaksanaan
Pembedahan untuk rekontruksi leher bladder, menormalkan fugsi
perkemihan,fungsi sexual dan perbaikan kosmetik pada penis

40
Asuhan Keperawatan
Kaji fungsi perkemihan, palpasi abdomen untuk melihat distensi bladder
dan oenbesaranginjal
Pemeriksaan genetalia, meatus urinarius buntu? Lekukan pada ujung
penis
Ureter terbuka didaerah bawah atau atas
Anak menangis waktu BAK
Kaji pancaran air seni

Diagnose Keperawatan
1. Resiko infeksi b/d uretra yang terbuka
2. Cemas pd ortu b/d kondisi anak
3. Defisit knowledge b/d rencana tindak lanjut
4. Resti infeksi pasca operasi

Intrvensi keperawatan
1. Pemberian air minum yang adekuat
2. Monitor intake dan out put
3. Kaji adanya kenaikan suhu tubuh dan TTV lainnya
4. Gunakan teknik aseptik dalam perawatan
5. Berikan penjelasan pada ortu tentang kelainan yang ada serta
rencan tindak lanjut
6. Buat inform consent tertulis setelah mendapat penjelasan yg cukup
dari operator
7. Perbaiki K U dengan asupan yang cukup
8. Lakukan persiapan operasi
9. Berikan perawatan pasca operatif sesuai prosedur

41
ASKEP ANAK DENGAN ATRESIA ANI

Batasan ;
Adalah perkembangan anus yang tidak komplit pada distal usus ( anus )
atau tertutupnya anus secara abnormal
Ada dua type
Letak tinggi : Terdapat penghalangan diatas otot levator ani
Letak rendah : Terdapat penghalangan dibawah levator ani

Etiologi
Belum diketahui secara pasti, Merupakan anomali gastrointestinal dan
genitourinary

Patofisiologi
Perkembangan struktur kolon dibentuk saat usia fetal 7 10 minggu
Anus dan rektum berkembang dari embrionik sisi belakang
Terjadi kegagalan migrasi dalam agenesis sakral dan abnormalitas pad
uretra dan vagina
Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar anus sehingga intestinal
mengalami obstruksi

Gejala klinis
Tidak ada mekonium waktu lahir
Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam
Pada pemeriksaan fisik didaptkan anus tampak merah
kadang terdapat tanda illeus
Termometer rektal terasa ada tahanan jaringan
Auskultasi abdomen hyper peristaltik
Adanya tinja dalam urine dan vagina

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan radiologi : didapatkan udara dalam usus berhenti tiba-tiba

42
Tidak ada bayangan udaa dalam rongga pelvis
Penatalaksanaan
Eksisi membran anal ( Letak rendah )
Kolostomi sementara sampai usia 3bulan dilakukan koreksi total

Diagnose Keperawatan
1. Gangguan eleminasi alvi b/d tidak lengkapnya pembentukan anus
2. Cemas pada ortu b/b kondisi anak dan tindak lanjut
3. Gangguan integritas kulit b/d kolostomi
4. Resti infeksi b/d prosedur pembedahan

Intervensi

1. Puasakan anak
2. pasang NGT untuk aspirasi
3. Lakukan persiapan operasi
4. Jaga terjadinya infeksi sekunder
5. Lakukan Perawatan post operasi
Pertahankan puasa dan berikan terapi hidrasi IV sampai
fungsi usus normal
Posisikan bayi miring dengan kaki fleksi dan pinggul
ditinggikan untuk mengurangi oedem pada daerah operasi
Berikan perawatan kolostomi
Kaji adanya infeksi pada daerah kolostomiAjarkan pada ortu
tentang perawatan kolostomi dirumah
Kenalkan tanda- tamda infeksi pada ortu

43
ASKEP ANAK DENGAN GASTROSKISIS

Batasan : Suatu herniasi pada isi usus dalam fetus yang terjadi pada
salah satu samping umbilikal cord. Organ viscera posisinya diluar
kapasitas abdomen saat lahir.

Etiologi : Belum diketahui secara pasti

Patofisiologi
Terdapat kegagalan pembentukan dinding abdomen pada masa embrio
sehingga sehingga dinding abdomen sebagian tetap terbuka ( biasanya
pada samping umbilikal kanan ) sehingga menyebabkan herniasi isi usus
dan usus berkembang diluar rongga abdomen.
Akibatnya usus menjadi tebal dan kaku karena pengendapan dan iritasi
cairan amnion. Usus tamnpak pendek, rongga abdomenjadi sempit.

44
Dampak gastro skisis
Mudah terjadi penguapan panas tubuh Hipotermi
Terjadi penguapan cairan Dehidrasi
Usus berhubungan dengan dunia luar Resiko infeksi
Usus yang berhubungan dengan dunia luar distensi dan sulit untuk
dimasukkan waktu operasi
Penata laksanaan
Dekomperi dengan NGT
Rehidrasi
Tutup luka dengan kasa steril lembab dengan cairan Na Cl
Pemberian anti biotik
Pembedahan

45
Asuhan keperawatan
Kaji riwayat ante natal : PSM , TOUCH
Kaji kondisi isi abdomen
Kaji kondisi umum bayi
Kaji sirkulasi dan termoregulasi
Kaji distres pernafasan

Diagnose keperawatan
1. Resti hypotermi b/d Proses Evaporasi dari usus
2. Resti Dehidrasi b/d Evaporasi usus, sekunder dipuasakan
3. Resti infeksi b/d usus yang keluar
4. Resti gangguan kebutuhan nutrisi b/d kelainan GIT dan status
puasa
5. Koping keluarga tdk efektif b/d kondisi anak dan prosedur
pembedahan

Implementasi
1. Pertahankan suhu tubuh dalam batas normal : rawat dlm inkubator
2. Letakkan bayi pada ruangan yang tidak berhubungan langsung
dengan udara luar
3. Rawat luka secara steril , bashi kasa dengan Nacl
4. Jaga iritasi kulit sekitar luka
5. Atur bemberian cairan sesuai kebutuhan
6. Kaji intake dan output
7. Hisap cairan lambung secara kontinyu untuk dekompresi sesuai
order / distensi
8. Berikan anti biotik sesuai order
9. Beri penjelasan pada ortu tentang kondisi bayi serta rencana
tindakannya
10. Persiapkan bayi untuk rencana operasi

46
ASKEP ANAK DENGAN ATERESIA
ESOFAGUS

Batasan :
Suatu kelainan lumen esofagus yang biasanya disertai dengan fistula
trakeoesofagus
Ada beberapa macam kelainan esofagus :

Etiologi
Belum diketahui secara pasti

Dampak Atresia esofagus


Pada gambar no I Saliva akan terkumpul pada ujung lumen yang buntu
sehingga akan keluar kembali , Makanan tidak dapat masuk
Pada gambar no II Saliva akan masuk kedalam trakea pneumonia
Pada gambar III Cairan lambung yang bersifat asam akan masuk
kedalam paru
Pada gambar IV dan V cairan saliva dan cairan lambung akan masuk
kadalam paru

Diagnosis
Pemasangan kateter dan foto dengan kontras
Penatalaksanaan
Dilakukan pembedahan segera, tergantung dari keadaan umum anak dan
jenis kelainan

Asuhan keperawatan
Kaji riwayat ante natal : adakah PSM, TOURCH, Hydramnion, Radiasi
lingkungan
Nafas sesak , sianosis, air liur meleleh keluar
Bila minum bayi bersin dan batuk

47
Diagnose keperawatan
1. Resti aspirasi pneumonia b/d masuknya cairan saliva, cairan lambung
2. Gangguan pemenuhan nutrisi b/d kalainan lumen esofagus
3. Defisit personal hygiene b/d saliva yang meleleh keluar
4. Gamggaun integritas kulit b/d keluarnya saliva
5. Defit knowledge pada ortu b/d kondisi anak

Intervensi
1. Puasakan anak
2. Pasang NGT dan lakukan penghisapan saliva
3. Atur posisi tidur anak sesuai dengan letak kelainan : tanpa fistel,
letakkan kepala lebih rendah, dengan fistel, letakkan setangah duduk
4. Berikan cairan sesuai kebutuhan
5. Observasi intake output
6. Jaga personal hyegine terutama sekitar mulut
7. Beri penjelasan pada ortu tentang kondisi anak dan rencan tindak
lanjut
8. Persiapkan anak untuk tindakan operasi

48
ASKEP ANAK DENGAN LABIOSKISIS
(Bibir Sumbing )

Batasan
Labioskisis adalah suatu kelainan bawaan yang terjadi akibat kegagalan
penyatuan dari prosesus nasalis medialis dan prosesus maksilaris
sehingga bibir terdapat celah
Labiopalatoskisis adalah adanya celah pada bibir dan palatum sehingga
terdapat celah antara rongga hidung dan mulut
Angka kelainan ini didapatkan pada satu / seribu angka kelahiran

Etiologi
Faktor genetik
Infeksi virus pada ibu saat kehamilan trimester pertama
Akibat ibu mengkonsumsi obat-obatan pada waktu hamil muda
(phenobarbital, difenilhidrantoin dll)

Pathofisiologi
Kepala dan leher dibentuk oleh beberapa tonjolan dan lengkungan,
antara lain prosesus frontonasalis, prosesus nasalis medialis dan lateralis,
prosesus maxilaris dan prosesus mandibula. Kegagalan penyatuan
tonjolan maksila dan tonjolan hidung medial akan menimbulkan
keiloskisis/ labioskisis, yang dapat terjadi unilateral maupun bilateral, bila
tonjolan hidung medialis bagian yang membentuk segmen antara maksila
gagal menyatu maka terjadi celah yang disebut palatoskisis.

Dampak dari labio/palatoskisis


bayi akan mengalami kesulitan minum dan makan walaupun bayi dapat
menghisap, karena bayi mudah tersedak.

49
Refluk susu kehidung
Suara jadi sengau
Mudah terkena ISPA dan Pneumonia aspirasi dan distres pada bayi
Otitis media
Kesulitan bicara

Penatalaksanaan
Dilakukan pembedahan dengan melibatkan tim ahli terdiri dari ahli bedah,
spesialis anak, dan ahli ortodensi. Dengan menggunakan rumus sepuluh,
yakni berat badan sepuluh pound, kadar HB 10 mg/dl, dan umur bayi
minimal sepuluh minggu. Operasi pada palatum biasanya dilakukan pada
usia 10 sampai 12 bulan, selanjutnya anak perlu bimbingan dari ahli
logopedi.

Diagnose keperawatan
1. Gangguan pemenuhan Nutrisi b/d asupan in adekwat
2. Gangguan bersihan jalan nafas b/d Refluk susu ke hidung
3. Resti otitis media b/d Refluk susu ke tuba eustachii
4. Resti pneumonia, distres bayi b/d Aspirasi
5. Gangguan komunikasi verbal b/d kelainan bentuk bibir dan suara
sengau
6. Cemas, rasa bersalah ortu b/d kelainan bayi
7. Gangguan konsep diri anak b/d kelainan wajah

Intervensi keperawatan
1. Latih bayi untuk dapat minum dalam kondisinya dengan hati-hati dan
kasih sayang
2. Libatkan dan ajarkan orang tua bayi dalam cara pemberian minuman
yang benar
3. Berikan asi / pasi dengan posisi dan alat dot yang tepat
4. Observasi terjadinya tanda-tanda aspirasi (batuk, wajah biru,sesak dll)

50
5. Beri penjelasan pada ibu tentang kelainan anak , perawatan dan
rencana tindakan yang bisa dilakukan
6. Cegah terjadinya infeksi sekunder
7. Kolaborasi dengan bidang lain dalam rangka persiapan operasi
8. Lakukan persiapan- persiapan operasi ( Lab, Foto, Surat-surat, alat )

Cara pemberian minum yang tepat


1. Posisi ibu dan bayi waktu minum tegak vertikal
2. Ibu jari ibu dapat dipakai sebagai penyumbat celah pada bibir bayi
3. Pegang putting susu dan areola selagi menyusu agar ibu dapat
mengontrol keluarnya asi
4. Bila bayi kesulitan menyusu, asi dapat diperas dan diberikan dengan
sendok atau dengan botoldengan dot yang panjang agar mencaoai
faring
5. Posisi lubang dot menghadap kebawah atau kesamping
6. Pemberian asi harus sering istirahat agar bayi bisa bernafas dengan
baik
7. Setelah dilakukan operasi bayi tidak diberikan minum dengan dot
karena akan merusak hasil operasi, tetapi asi /pasi diberikan dengan
sendok
8. Makanan tambahan bagi bayi diberikaan dalam diet cair

W O C LABIOSKISIS

Infeksi, obat-
obatan, genetik

Kegagalan
penyatuan tonjolan
muka

Labio/
palatoskisis

51
Kesulit
Kesulitan an
menyusu bicara

Kelainan
wajah
Asupan < Refluk ke
hidung Komuni
kasi
Konsep diri verbal
Ortu/anak

Gg
pemenuhan Otitis tersedak
nutrisi media

Pneumo
nia
aspirasi

Distress
bayi

52
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN
BRONCHOPNEUMONI

Pengertian
Bronchopneumoni merupakan kombinasi dari pneumonia laburaris
yang menunjukkan penyebaran daerah infeksi yang bercau dengan
diameter 3-4 cm mengelilingi dan mengenai bronchos. Pneumonia
adalah radang paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, mycoplasma
dan benda asing

Etiologi
Bakteri: Pneumokokus merupakan penyebab utama pneumonia,
dimana pada anak-anak serotipe 14, 1, 6 dan 9, Streptokokus
dimana pada anak-anak dan bersifat progresif, Stafilokokus, H.
influenza, Klebsiela, M. Tuberkulosis, Mikroplasma pneumonia.
Virus: Virus adeno, virus parainfluenza, virus influenza, virus
respiratori sinsisial.
Jamur: kandida, histoplasma, koksoidioides
Protozoa: pneumokistis karinii
Bahan kimia:
Aspirasi makanan/ susu/ isi lambung
Keracunan hidrokarbon (minyak tanah, bensin, dsb)

Gejala klinik
Suhu naik antara 30-40 C
Kadang disetai kejang karena demam yang tinggi
Anak sangat gelisah
Dispneu, pernafasan cepat dangkal disertai cuping hidung serta
cianosis hidung dan mulut
Kadang disertai muntah dan diare

53
Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit, tetapi
setelah beberapa hari mula-mula batuk kering kemudian produktif
dan dada terasa nyeri
Suara serak, sakit kepala, nyeri otot, anoreksi kadang empiesima

Patofisiologi

ISPA
Daya tahan
tubuh menurun
Penyakit
Stimulasi
Infeksi dan hipotalam
peradangan pada us
parenkim paru:
bronkopneumoni Prose
a s suhu
infeksi tubuh

Perubahan Hipertemi
membran kapiler Hipersekr
alveolar esi mukus

Gangguan Dyspnea,
pertukaran malas minum, Penumpu
gas berat badan kan
menurun mukus
hipaxia
Gangguan
nutrisi :
Gangguan Tidak efektif
kurang dari
keseimban bersihan jalan
pusing kebutuhan
gan cairan nafas
mudah dan
lelah elektrolit

Intoleransi
aktivitas

54
Pemeriksaaan penunjang
Foto thorak terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu atau
beberapa lobus
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan leukositosis dapat
mencapai 15000 40000/ mm3

Penatalaksanaan
Oksigen 1-2 lt / mnt untuk mengatasi anoxia dan mengencerkan
sekresi
IVPD
o Neonatus : dektrose 10% : NaCl 0,9% : 4:1 + KCl 1-2 mEg/kg
BB/hr
o Bayi > 1 bln : dektrose 10% : NaCl 0,9% : 3:1 +Kcl 10 mEg/
500 ml cairan
Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu & status hidrasi
Koreksi gangguan asam basah dan elektrolit
Antibiotik sebenarnya tidak diperlukan, tetapi karena sukar
dibedakan dengan pnumonia interstitialis, antibiotik tetap diberikan
o Untuk kasus bronkiolitis community base :
Ampisilin 100 mg/kgBB/hr dlm 2 kali pemberian
Kloramfenikol 75 mg/kgBB/hr dlm 4 kali pemberian

o Untuk kasus bronkiolistis hospital base:


Cepotaxime 100 mg/kgBB/hr dlm 2 kali pemberian
Amikasin 10-15 mg/kgBB/hr dalam 2 kali pemberian
Steroid : dexamentaxon 0,5 mg/kgBB inisial, dilanjutkan 0,5
mg/kgBB/hr dibagi 3-4 dosis
Inhalasi dg salin normal dan beta agonis untuk memperbaiki
transpor munosilier
Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makanan eksternal
bertahap melalui selang nasogastnu dengan feeding drip

55
Pengkajian keperawatan
Identitas
Umumnya anak dengan daya tahan terganggu akan menderita
pneumonia berulang atau tidak dapat mengatasi penyakit ini
dengan sempurna. Selain itu daya tahan tubuh yang menurun
akibat KEP, penyakit menahun, trauma pada paru, anesthesia,
aspirasi dan pengobatan antibiotik yang tidak sempurna
Riwayat keperawatan
Keluhan utama
Anak sangat gelisah, dispnea, pernafasan cepat dan dangkal,
disertai pernafasan cuping hidung serta sianosis sekitar hidung
dan mulut. Kadang disertai muntah dan diare atau diare, tinja
berdarah dengan atau tanpa lendir, anoreksia dan muntah.
Riwayat penyakit sekarang
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran
pernafasan bagian atas selama beberapa hari. Suhu tubuh
dapat naik sangat mendadak sampai 39-40C dan kadang
disertai kejang karena demam yang tinggi.
Riwayat penyakit dahulu
Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem
imun menurun
Riwayat kesehatan keluarga
Anggota keluarga lain yang menderita penyakit infeksi saluran
pernafasan dapat menularkan kepada anggota keluarga yang
lainnya
Riwayat kesehatan lingkungan
Menurut Wilson dan Thompson, 1990, pneumonia sering
terjadi pada musim hujan dan awal musim semi. Selain itu
pemeliharaan kesehatan dan kebersiha lingkungan yang
kurang juga bisa menyebabkan anak menderita sakit.
Lingkungan pabrik atau banyak asap dan debu ataupun
lingkungan dengan anggota keluarga perokok.

56
Imunisasi
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi beresiko tinggi untuk
mendapat penyakit infeksi saluran pernafasan atas atau bawah
karena sistem pertahanan tubuh yang tidak cukup kuat untuk
melawan infeksi sekunder
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan

Nutrisi
Riwayat gizi buruk atau meteorismus (malnutrisi eneri protein +
MEP)
Pemeriksaan per sistem
Sistem kardiovaskuler
Takikardi, iritability
Sistem pernafasan
Sesak nafas, retraksi dada, melaporkan anak sulit bernafas,
pernafasan cuping hidung, bronki, wheezing, batuk produktif
atau non produktif, pergerakan dada asimetris, pernafasan
tidak teratur/ireguler, kemungkinan friction rub, perkusi redup
pada daerah terjadinya konsolidasi, ada sputum/sekret. Orang
tua cemas dengan keadaaan anaknya yang bertambah sesak
dan pilek.
Sistem perncernaan
Anak malas minum atau makan, muntah, berat bada menurun,
lemah. Pada orang tua dengan tipe keluarga anak pertama,
mungkin belum memahami tentang tujuan dan cara pemberian
makanan/ cairan personde.
Sistem eliminasi
Anak atau bayi menderita diare atu dehidrasi, orang tua
mungkin belum mamahami alasan anak menderita diare
sampai terjadi dehidrasi (ringan sampai berat)
Sistem saraf

57
Demam, kejang, sakit kepala yang ditandai dengan menangis
terus pada anak-anak atau malas minum, ubun-ubun cekung
Sistem lokomotor/muskuloskeletal
Tonus otot menurun, lemah secara umum
Sistem endokrin
Tidak ada kelainan
Sistem integumen
Turgor kulit menurun, membran mukosa kering, sianosis,
pucat, akral hangat, kulit kering
Sistem penginderaan
Tidak ada kelainan

Pemeriksaan diagnostik dan hasil


Pemeriksaan laboratorik ditemukan lekositosis, biasanya 15000-
40000/m3 dengan pergesekan ke kiri. LED meninggi. Pengambilan
sekret secara broncoskopi dan fungsi paru-paru untuk preparat
langsung; biakan dan tes resistensi dapat menentukan/ mencari
etiologinya. Tetapi cara ini tidak rutin dilakukan karena sukar. Pada
punksi misalnya dapat terjadi salah tusuk dan memasukkan
kuman.

H. Diagnose keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d penumpukan mukus
2. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan membran kapiler alviolar
3. Intoleransi aktivitas b/d hipoxi
4. Gangguan nutrisi < kebutuhan b/d intake tidak adequate

58
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
DENGAN MENINGOKEL DAN
ENCEPHALOKEL

Batasan
Meningokel : Suatu kelainan bawaan yang disebabkan adanya defek
pada penutupan spina akibat pertumbuhan yang tidak normal .
Meningokel biasanya terdapat didaerah servical atau daerah torakal atas
berupa kantong yang hanya berisi selaput otak.
Ensefalokel biasanya terdapat defek pada sinus frontalis dan daerah naso
(fronto) etmoidalis.kantong biasanya terdiri dari cairan,jaringan saraf atau
sebagian otak, sering berhubungan dengan adanya kelainan mental yang
berat dan mikrosefali.

Etiologi
Penyebab pasti belum diketahui, faktor kausal yang memegang perana
pada kelainan bawaan sistem saraf adalah faktor intra uterin pada waktu
hamil muda seperti infeksi rubela, toksoplasmosis dan sifilis.
Penggunaan obat-obatan seperti talidomid, LSD, anaestesi, sinar radiologi
dan radioisotop, serta penyakit sistemik
Gambaran klinis
Benjolan sejak lahir yang makin lama makin membesar, kulit penutup tipis,
licin dan tegang ,tetapi dapat juga tebal dan tidak rata.
Konsistensi tergantung isinya, bila banyak cairan akan teraba padat dan
berdungkul, pada defek yang besar sering terlihat pulsasi karena
berhubungan dengan rongga intrakranial.
Bila ditekan benjolan dapat mengempes, bila menangis menangis atau
mengejan benjolan teraba menegang. Meningoensefalokel didaerah naso
etmoidal mengakibatkan jarak antara orbita melebar yang disebut
hipertolerisme. Kadang dapat terjadi hidrosefalus.

59
Bayi yang lahir dengan meningoensefalokel sering juga menderita
berbagai kelainan tubuh sebagai akibat kelainan persarafan seperti spina
bifida, gangguan spingter urinae dan kelumpuhan.

Pemeriksaan penunjang
Transiluminasi, foto CT Scan

Penatalaksanaan
Pada umumnya dilakukan pembedahan, untuk mencegah terjadinya
infeksi pada meningokel yang mudah pecah, Pembedahan dapat
dilakukan dengan cara ektrakranial dan transkranial pada usia 5-6 bulan,
atau lebih dini bila khawatir pecah.pasien akan ditangani oleh tim medis
yang terdiridari dokter anak, ahli bedah saraf dan ahli ortopedi.

Diagnose keperawatan
1. Resiko terjadinya infeksi b/d selaput meningen yang terbuka
2. Resti gangguan neurologik (eleminasi, kelumpuhan anggota gerak,)
3. Resti terjadi komplikasi pasca pembedahan
4. Kurang pengetahuan ortu b/d kurang informasi
5. konsep diri rendah ortu b/d kelainan pada bayi
Intervensi
1. Kaji karakter benjolan serta kelainan lain pada bayi
2. Rawat bayi secara aseptik, letakkan bayi dalam inkubator
3. Hindarkan penekanan pada daerah benjolan
4. Rawat benjolan yang tipis atau luka dengan kain kasa dan PZ
5. Beri asupan nutrisi dalam jumlah yang cukup
6. jaga personal hygiene terutama bila ada lelainan neurologik lain
7. HE pada ortu tentang kelainan bayi serta langkah tindakan yang
akan dilakukan
8. Beri penguatan serta pendampingan pada ortu
9. Kolaborasi dengan tim lain untuk persiapan operasi
10. Lakukan persiapan operasi sesuai dengan prosedur

60
11. Awasi adanya tanda-tanda komplikasi pasca operasi
12. Anjurkan untuk melakukan pemeriksaan penyakit pada ortu

61
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
DENGAN HIDROCEFALUS

Hidrocefalus
Adalah keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya
cairan cerebro spinalis (CSS) dengan atau pernah dengan tekanan intra
kranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat
mengalirnya CSS. ( Ngastiyah 1997 )
Hedrosefalus merupakan penumpukan cairan serebrospinal secara
aktif yang menyebabkan dilatasi sistem ventrikel otak akibat dari kelebihan
produksi, sumbatan sirkulasi, atau gangguan proses penyerapan. (Ilmu
bedah organ dan sistem organ ,1997 )

Fisiologis
I. CSS dibentuk oleh pleksuskoroidalis dalam sistem ventrikel diserap
ke peredaran darah melalui kapiler dalam piameter dan araknoid yang
meliputi susunan saraf pusat. Hubungan antara sistem ventrikel dan
ruang sub araknoid melalui foramen megandie dan foramen luschka.

II. Pleksus koroideus di Ventrikel lateralis foramen monroi ventrikel


III akuaduktus silvii ventrikel IV sisterna magna foramen
luschka dan megandie sub araknoid diserap masuk perdarahan
melalui kapiler.

III. Hidrocefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran CSS pada salah
satu tempat antara pembentuk sistem ventrikel dan tempat absorbsi
dalam ruang sub araknoid, sehingga terjadi dilatasi ruang CSS di
atasnya., dapat juga terjadi ketidak seimbangan produksi dan
penyerapan

62
Ada tiga macam hidrocefalus:
1. Hidrocefalus obstruktif : Yaitu hedrocefalus yang terjadi karena
adanya obstruksi pada salah satu tempt antara pembentukan CSS
sampai foramen luschka dan foramen megandie sehingga terjadi
peningkatan tekanan CSS
2. Hidrocepalus komunikan : yaitu terrjadinya peningkatan CSS tanpa
adanya penyumbatan sistem ventrikel
3. Hidrocepalus bawaan(kongenital) dan didapat, misalnya karena
infeksi, neoplasma dan perdarahan.intra kranial akibat cedera
perinatal.

Hidrocefalus kelainan bawaan :


Stenosis akuaduktus sylvii : merupakan kasus terbanyak pada bayi
dan anak 60- 90% ,mungkin disebakan oleh infeksi intra uterin,
anoksia, perdarahan intrakranial, umumnya gejala terlihat sejak lahir
dan progresif dengan cepat pada bulan-bulan pertama setelah lahir
Spina bifida dan kranium bifida : yaitu tertariknya medula spinalis dan
oblongatadan serebrum
Sindrom Dandy-Walker : yaitu ateresia kongenital foramen luschka
dan megandie sehingga terjadi pelebaran ventrikel, terutama ventrikel
IV yang dapat membesar didaerah fosa posterior.
Kista araknoid
Anomali pembuluh darah
Hidrocefalus infeksi : akibat adanya infeksi pada otak sehingga tejadi
perlekatan selaput meningen.
Neoplasma : karena adanya tumor sehingga terjadi obstruksi pada aliran
CSS
Perdarahan : perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak
menyebabkan fibrosis terutama pada daerah basal otak
Gambaran klinis
Gejala yang tampak berupa gejala akibat peningkatan tekanan
intrakranial, pada bayi biasanya disertai pembesaran tengkorak bila sutura

63
belum menutup, gejala umum dapat berupa muntah, nyeri kepala,
papiloedem
Gejala lain dapat berupa:
Kepala lebih besar dibanding dengan tubuh
Ubun ubun besar melebar atau tidak menutup pada wakyunya,
teraba tegang atau menonjol
Dahi melebar dengan kulit kepala yang menipis,mengkilat,pembuluh
darah vena melebar
Pada perkusi kepala didapatkan crecked pot sign /seperti pot retakbola
mata terdorong kebawah, sklera diatas iris ( sunset sign ), nistagmus
Kelainan neurologis : gangguan kesadaran, kejang, gangguan pusat
vital
Pemeriksaan diagnostik
Penambahan lingkar kepala yang lebih cepat dibandingkan dengan usia,
transiluminasi, USG, tomografi, CT Scan, ventrikulografi, penyuntikan zat
pewarna PSP kedalam ventrikel lateralis.
Penatalaksanaan

Sebagian kasus hidrocefalus pembesaran kepala dapat berhenti


sendiri ( Arrested hidrocefalus ) karena adanya rekanalisasi ruang
sub araknoid atau kompensasi pembentukan CSS yang
berkurang.

Tindakan bedah belum ada yang memuaskan 100% kecuali bila


penyebabnya tumor. Pemasangan pintasan dilakukan untuk untuk
mengalirkan cairan serebrospinal dari ventrikel otak ke atrium
kanan jantung atau ke rongga peritonium yaitu pintasan
ventrikuloatrial atau ventrikuloperitonial.

Prinsip pengobatan yaitu :


Mengurangi produksi CSS dengan operasi untuk merusak
sebagian pleksus koroidalis, hasilnya belum memuaskan.
Obat asetasolamid untuk mengurangi produksi CSS

64
Memperbaiki hubungan antara tempat produksi dan tempat
absorpsi
Mengeluarkan CSS kedalam organ ektrakranial dengan cara
drainase, cara ini dianggap yang terbaik yaitu mengalirkan
CSS kedalam vena jugularis dan jantung melalui kateter
yang berventil ( Holter valve ), kateter harus diganti sesuai
pertumbuhan anak.

Diagnose keperawatan
1. Gangguan tumbuh kembang b/d percepatan pertumbuhan kepala
2. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan sensorik motorik
3. Resti injury b/d kerusakan sensorik motorik
4. Resti peningkatan TIK b/d Penumpukan CSS intra kranial
5. Perubahan proses keluarga b/d kondisional, ketidakpastian masa
depan
6. Penurunan kesadaran b/d peningkatan TIK

Intervensi keperawatan
1. Pantau perkembangan anak dan tingkat pertumbuhan dengan
DDST, ukur lingkar kepala tiap minggu
2. Beri kesempatan anak untuk melakukan tugas perkembangan
sesuai dengan usia dan monitor tingkat keberhasilan
3. Lakukan observasi keterlambatan atau penurunan persepsi
sensorik- motorik
4. Minimalisir efek penurunan sensorik motorik ( latihan gerak otot
aktif pasif, latihan tugas mandiri )
5. Observasi adanya tanda-tanda peningkatan TIK ( penurunan
kesadaran, muntah proyektil, nyeri hebat, tangis melengking )
6. HE pada ortu tentang penyakit anak dan rencana tindakan

65
7. Kolaborasi dengan medis untuk pengobatan dan rencana
pembedahan
8. Lakukan live saving bila tejadi tanda-tanda kegawatan

W O C Hidrosephalus

Etiologi

- kelainan
bawaan
- Infeksi
- Neoplasma
- Perdarahan

produksi
Gg sirkulasi
Gg penyerapan

Penumpukan cairan
intrakranial

pers sensori Kepala Kesadaran Kejang


-Sunset sign membes
- Fs ar
pendengaran
Fs motorik Gg
perfusi
jaringan

-Resti
Resti injury Gg
dekubitus
Tumba
-Gg personal
ng
hygiene
-Pneumo
ortostatk

66
ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI
DENGAN PENYAKIT JANTUNG BAWAAN
Definisi
Penyakit jantung bawaan adalah bentuk kelainan jantung yang
sudah didapatkan sejak bayi baru lahir.

Fisilologi sirkulasi janin


Selama janin dalam kandungan kedua paru tidak berfungsi
pertukaran gas, nutrisi dan ekskresi janin dapat dipenuhi melalui
plasenta
Nafas pertama terjadi karena adanya rangsangan udara dingin,
cahaya, perubahan kimia.
Caiaran yang ada dalam paru sebagian besar sudah keluar karena
tekanan jalan lahir dan serbagian kecil diserap oleh penbuluh darah
kecil.
Paru-paru berkembang dan bertisi udara sehingga venus retrun
akan meningkat dan terjadi aliran darah keluar dari ventrikel kiri
Terjadi penutupan voramen ovale, duktus arteriosus,dan duktus
venosus pada jam pertama kehidupan ektra uterin
Penutupan sempurna akan terjadi sampai hari ke 7 post natal
terkadang sampai beberapa bulan atau beberapa tahun
( Behrman, 1992 )

Etiologi
Belum dapat diketahui secara pasti, diduga ada karena al:
1. Faktor eksogen : Berbagai jenis obat, penyakit ibu ( rubella,DM dll ),
Konsumsi alkohol, Ibu lebih 40th
2. Faktor endogen : Bayi dengan kelainan bawaan, penyakit genetik,
Kelainan kromosom dll

67
Klasifikasi PJB
1. Penyakit jantung bawaan sianotik : Ditandai dengan adanya sianotik,
hal ini disebabkan oleh adanya pirau kanan ke kiri. Contoh Tetralogi
fallot, atresia trikuspid
2. Penyakit jantung bawaan non sianotik : Tidak disertai gejala sianotik ,
hal ini disebabkan adanya pirau kiri kekanan
Contoh : VSD, ASD, Patent Duktus Arteriosus
Berikut ini kelainan jantung yang sering dijumpai

VENTRICEL SEPTUM DEFECT


Adalah suatu keadaan abnormal dimana terdapat pembukaan ventrikel kiri
dan ventrikel kanan

PATENT DUCTUS ARTERIOSUS ( PDA)


Adalah kegagalan menutupnya ductus arteriosus pada minggu pertama
kehidupan extra uterin sehingga menyebabkan mengalirnya darah dari
aorta ke arteri pulmonal

ATRIUM SEPTUM DEFECT


Adalah suatu keadaan abnormal dimana terdapat pembukaan antara
atrium kiri dan atrium kanan

68
GAMBAR

Manifestasi klinik PJB


Tekanan nadi besar, murmur, ujung jari hyperemik, ISPA berulang, apnea,
tachypneu, retraksi dada, hypoksemia, hepatomegali, oedem tungkai,
diaporesis ,bayi kesulitan minum

69
KOMPLIKASI
CHF, Endokarditis, Obstruksi pembuluh darah pulmonal

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
ECG
ECHOCARDIOGRAM
MRI
Laborat : SE ( natrium, kalium, calsium ) blood gas analisa.

ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
1. Riwayat maternal : Penyakit ibu, usia ibu, obat yang diminum
selama hamil, ibu perokok, minum alkohol
2. Riwayat neonatal : Usia gestasi, Apgar score, BBL, Kesulitan
persalinan
3. Pemeriksaan fisik:
Sistem pernafasan : Frekuensi nafas cepat, retraksi
intercostae, pernafasan cuping hidung, sianosis, clubbing
finger
Sistem kardiovaskuler : Frekuensi jantung cepat, bunyi jantung
tambahan ( Murmur ) oedema tungkai, diporesis
Sistem neorologi : Letargi, hipotoni, syndroma Dawn
Sitem gastrointestinal : Bayi kesulitan menetek, muntah
Tumbang : Gangguan pertunbuhan, Gangguan perkembangan,
hambatan bermain

Diagnose keperawatan
1. Penurunan curah jantung b/d malformasi jantung
2. Gangguan pertukaran gas b/d kongesti pulmonal
3. Intoleransi aktifitas b/d < suply oksigen
4. Gangguan tumbuh kembang b/d asupan nutrisi kurang, suply
oksigen kurang

70
5. Resiko infeksi Endokarditis, ISPA berulang b/d adanya shunting
Intervensi
DP I
1. Observasi kualitas dan kekuatan denyut jantung, nadi perifer,
warna dan kehangatan kulit, suara jantung tambahan
2. Pastikan derajat sianosis
3. Monitor tanda-tanda CHF ( gelisah, tachycardi, sesak, oedem,
oliguri, hepatomegali )
4. Kolaborasi untuk pemberian terapi untuk menurunkan afterload dan
obat jantung
DP II
1. Monitor kualitas dan irama nafas
2. Atur posisi semi fowler
3. Berikan oksigen sesuai kebutuhan
4. Monitor output dan jumlah urine
DP III
1. Anjurkan anak untuk melakukan aktivitas ringan
2. Jadwalkan aktivitas yang diperbolehkan
3. Hindarkan suhu udara yang terlalu panas/ dingin
4. Ajarkan kegiatan dengan hemat energi

DAFTAR PUSTAKA

1. Brunner / Suddarth,( 2000). Buku saku keperawatan medikal


bedah,EGC, Jakarta,

71
2. Behrman,Kliegman,Aruin.(2000). Ilmu Kesehatan Anak. EGC. Jakarta

3. Cecily L bets dkk. (2002).Keperawatan Pediatrik. EGC. Jakarta

4. Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. EGC.


Jakarta

5. Drs.Suherman.(2000) Perkembangan Anak. EGC. Jakarta

6. Engram.B (1994). Rencana Asuhan KeperawatanMedikal Bedah.


1th. Ed. Editor Monica ester, S.Kp. EGC. Jakarta

7. Helen Lewer.(1993). Belajar Merawat Di Bangsal Anak. EGC.


Jakarta

8. Kapita Selekta Kedokteran FKUI, (1999) Media Aesculapius, Jakarta

9. Ngastiyah. (1995). Pedoman Anak Sakit . editor Setiawan S.Kp.


EGC. Jakarta

10. Sariadai, S.kp & Rita Yuliani, S.kp. Asuhan Keperawatan Pada Anak.
PT. Fajar interpratama. Jakarta

11. Rosa M Sacharin.(1994).Prinsip Keperawatan Pediatrik. EGC.


Jakarta

INDEKS

A K
ABC,2 Katup Mitral,9
Axila,8 Katup Trikuspidalis,9
Apeks,8 Krepitasi,10

72
Anterior,9 Kontraktur,11
Anisokor,11 Kwasiorkor,28
Autosomal,14
Amiloidosis,15 L
Atresia Ani,61 Labioskisis,71
Anomali,61 Leukimia,50
ASD,99 LLA,52

B M
Bronkial,10 Moro,3
Bronkovesikular,10 Murmur,9
Midriasis,11
C Meiosis,11
Cianosis,12 Mixidema,15
Congenital,14 Moonface,19
Marasmik,28

D P
Dyspnea,9 Paper Doll,2
Dyaporesis,9 Prone,3
Distensi,12 PTT,46
DHF,32 PDA,99
DIC,33
R
E Rales,10
Eleminasi,7 Ronchi,10
Enchepalokel,85 Roting,12
Epispadia,58
S
G Sindrom Nefrotik,14

73
Gastroskisis,64 Sinoviktomi,45

H V
Head to toe,2 Vesikular,10
Hemofilia,44
Hypospadia,58
Hidrocephalus,89 W
Whezing,10
I
Isokor,13
Idiopatik,15

74

Вам также может понравиться