Вы находитесь на странице: 1из 25

TUGAS

KELOMPOK 14
MAKALAH
TEORI DAN KONSEP TENTANG DISTOSIA

Disusun Oleh :

Petrus Ngongo Bulu ( 2014610119 )


Elisabet Magi ( 2014610041 )

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI
MALANG
2017

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang maha esa telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil
menyelesaikan Makalah ini y tepat pada waktunya yang berjudul Distosia untuk
memenuhi tugas mata kulaih reproduksi.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu kami mohon kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu
kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Tuhan senantiasa memberkati segala usaha kita. Amin.

Malang , mei 2017

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

COVER ......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2 Tujuan .................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 definisi ................................................................................... 3
2.2 etiologi ................................................................................... 3
2.3 patofisiologi ............................................................................ 3
2.4 klasifikasi ............................................................................... 4
2.4.1 persalinan disfungsional ............................................ 4
2.4.2 perubahan struktur pelvis .......................................... 7
2.4.3 sebab pada janin ......................................................... 9
2.4.4 posisi ibu..................................................................... 17
2.4.5 respon psikologis ........................................................ 18
2.4.6 pola persalinan abnormal ............................................ 18
2.5 manifestasi klinis ................................................................... 19
2.6 komplikasi .............................................................................. 20
2.7 penalaksanaan ......................................................................... 20
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ............................................................................ 21
3.2 Saran ...................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu perhatian dari World Health
Organisation (WHO) karena angka kematian ibu dan anak merupakan bagian dari negara
Asean yang mempunyai angka kematian Ibu dan Anak yang masih tinggi dibandingkan
dengan negara lain. Walaupun 85% persalinan berjalan normal, namun 15 %-nya dijumpai
komplikasi yang memerlukan penanganan khusus. Antenatal care yang baik dapat
mencegah komplikasi. Masalah dinegara berkembang adalah tentang fasilitas rumah sakit,
sosio-budaya dan sosio-medis masih memegang peranan dibandingkan dengan Negara-
negara maju (Sinopsis Obstetri 1998:101).
Persalinan normal suatu keadaan fisiologis, normal dapat berlangsung sendiri tanpa
intervensi penolong. Kelancaran persalinan tergantung 3 faktor P utama yaitu kekuatan
ibu (power), keadaan jalan lahir (passage) dan keadaan janin (passanger). Faktor lainnya
adalah psikologi ibu (respon ibu) , penolong saat bersalin, dan posisi ibu saat persalinan.
Dengan adanya keseimbangan atau kesesuaian antara faktor-faktor P tersebut,
persalinan normal diharapkan dapat berlangsung. Bila ada gangguan pada satu atau lebih
faktor P ini, dapat terjadi kesulitan atau gangguan pada jalannya persalinan. Untuk
berhasilnya suatu persalinan spontan, harus diperhatikan 3 faktor penting yaitu jalan lahir,
janin, dan kekuatan-kekuatan pada ibu.
Karena panggul berbentuk khas, sukar untuk menetapkan masing-masing bidang
pada lokasi yang tepat. Untuk memudahkan, ditentukan 3 bidang khayal dalam rongga
panggul : Pintu atas panggul, Ruang tengah panggul, Pintu bawah panggul (Asrinah,
2010).

1
1.2.Rumusan masalah
2. Apakah definisi dari distosia ?
3. Apa saja klasifikasi distosia ?
4. Bagaimana etiologi distosia ?
5. Bagaimana manifestasi klinis distosia ?
6. Apa saja komplikasi distosia ?
7. Bagaimana penatalaksanaan medis dan keperawatandistosia ?
8. Apa diagnostiknya ?

1.3.Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui definisi dari distosia
2. Untuk mengetahui klasifikasi dari distosia
3. Untuk memahami etiologi dari distosia
4. Untuk memahami manifestasi klinis dari distosia
5. Untuk mengetahui komplikasi dari distosia
6. mengidentifikasi penatalaksanaan medis dan keperawatan distosia
7. untuk mengetahui diagnostik pada distosia

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian
Distosia adalah persalinan yang panjang, sulit atau abnormal yang timbul akibat
berbagai kondisi yang berhubungan dengan lima factor persalinan. (Bobak, 2004 : 784).
Distosia adalah Kesulitan dalam jalannya persalinan. (Rustam Mukhtar, 1994).
Distosia didefinisikan sebagai persalinan yang panjang, sulit, atau abnormal, yang
timbul akibat berbagai kondisi yang berhubungan dengan 5 faktor persalinan sebagai
berikut:
1. Persalinan disfungsional akibat kontraksi uterus yang tidak efektif atau akibat upaya
mengedan ibu (kekuatan/power)
2. Perubahan struktur pelvis (jalan lahir)
3. Sebab pada janin meliputi kelainan presentasi/kelainan posisi, bayi besar, dan jumlah bayi
4. Posisi ibu selama persalinan dan melahirkan
5. Respons psikologis ibu te rhadap persalinan yang berhubungan dengan pengalaman,
persiapan, budaya, serta sistem pendukung

2.2. Etiologi
Distosia dapat disebabkan oleh :
1. Kelainan tenaga/ power
2. Kelainan jalan lahir/ passage
3. Kelainan letak dan bentuk janin/ passage

2.3. PATOFISIOLOGI
His yang normal dimulai dari salah satu sudut di fundus uteri yang kemudian menjalar
merata simetris ke seluruh korpus uteri dengan adanya dominasi kekuatan pada fundus uteri
dimana lapisan otot uterus paling dominan, kemudian mengadakan relaksasi secara merata
dan menyeluruh hingga tekanan dalam ruang amnion balik ke asalnya +10 mmHg
Incoordinate uterin action yaitu sifat his yang berubah. Tonus otot uterus meningkat juga
di luar his dan kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa karena tidak ada sinkronasi
kontraksi bagian-bagiannya.Tidak adanya koordinasi antara kontraksi atas, tengah dan
bawah menyebabkan tidak efisien dalam mengadakan pembukaan

3
Disamping itu tonus otot yang menaik menyebabkan rasa nyeri yang lebih keras dan
lama bagi ibu dan dapat pula menyebabkan hipoksia pada janin. His ini juga disebut sebagai
incoordinate hipertonic uterin contraction. Kadang-kadang pada persalinan lama dengan
ketuban yang sudah lama pecah, kelainan his ini menyebabkan spasmus sirkuler setempat,
sehingga terjadi penyempitan kavum uterin pada tempat itu. Ini dinamakan lingkaran
kontraksi atau lingkaran kontriksi. Secara teoritis lingkaran ini dapat terjadi dimana-mana,
tapi biasanya ditemukan pada batas antara bagian atas dengan segmen bawah uterus.
Lingkaran kontriksi tidak dapat diketahui degan pemeriksaan dalam, kecuali kalau
pembukaan sudah lengkap sehingga tangan dapat dimasukkan ke dalam kavum uteri.

2.4. KLASIFIKASI DISTOSIA


2.4.1. Persalinan Disfungsional ( Distosia karena Kelainan Kekuatan
Pengertian distosia kelainan tenaga
Persalinan disfungsional adalah kontraksi uterus abnormal yang menghambat kemajuan
dilatasi serviks normal, kemajuan pendataran/effacement (kekuatan primer), dan atau
kemajuan penurunan (kekuatan sekunder). Gilbert (2007) menyatakan beberapa faktor
yang dicurigai dapat meningkatkan resiko terjadinya distosia uterus sebagai berikut:

Etiologi Distosia Karena Kelainan Tenaga


1. Faktor herediter memegang peranan dalam kelainan ini.
2. Faktor emosi (ketakutan )
3. Bagian bawah janin tidak berhubungan rapat dengan segmen bawah uterus seperti
misalnya pada kelainan letak janin/disproporsi cephalopelvic.
4. Pada sebagian besar kasus penyebabnya tidak diketahui.
5. Kelainan tenaga terutama ditemukan pada primigravida, khususnya primigravida tua.

Klasifikasi distosia kelainan tenaga


Kontraksi uterus abnormal terdiri dari disfungsi kontraksi uterus primer
(hipotonik) dan disfungsi kontraksi uterus sekunder (hipertonik).
a) Disfungsi Hipotonik
HIS bersifat lemah biasa dalam arti bahwa fundus berkontraksi lebih kuat dan
lebih dahulu daripada bagian lain, kelainannya terletak dalam hal bahwa kontraksi
uterus lebih aman, singkat, dan jarang daripada biasa. Keadaan umum penderita

4
biasanya baik dan rasa nyeri tidak seberapa. Selama ketuban masih utuh umumnya tidak
banyak bahaya baik bagi ibu ataupun janin. Apabila his terlampau kuat maka akan
terjadi disfungsi hipertonik

b) Disfungsi Hipertonik
adalah his yang sifatnya lebih kuat dan lebih sering, sehingga tidak terdapat
relaksasi otot rahim. Ibu yang mengalami kesakitan/ nyeri dan frekuensi kontraksi tidak
efektif menyebabkan dilatasi servikal atau peningkatan effacement. Kontraksi ini biasa
terjadi pada tahap laten,yaitu dilatasi servikal kurang dari 4 cm dan tidak terkoordinasi.
Kekuatan kontraksi pada bagian tengah uterus lebih kuat dari pada di fundus, karena
uterus tidak mampu menekan kebawah untuk mendorong sampai ke servik. Uterus
mungkin mengalami kekakuan diantara kontraksi (Gilbert, 2007).
Distosia servikalis sekunder disebabkan oleh kelainan organik pada servik,
misalnya karena jaringan parut atau karsinoma. Dengan HIS kuat serviks bisa robek,
dan robekan ini bisa menjalar ke bagian bawah uterus. Oleh karena itu setiap wanita
yang pernah mengalami operasi pada serviks selalu harus diawasi persalinannya di
rumah sakit. Kondisi distosia ini jarang ditemukan kecuali pada wanita yang tidak
diberi pengawasan yang baik waktu persalinan.

Perbedaan antara Disfungsi Hipertonik dan Disfungsi Hipotonik


Disfungsi Hipertonik Disfungsi Hipotonik
Kontraksi
Tidak teratur dan tidak terorganisasi Terkoordinasi tetapi lemah
Intensitas lemah dan pendek, tetapi nyeri Frekuensi kurang dan pendek selama
dan kram durasi kontraksi
Ibu mungkin kurang nyaman karena
kontraksi lemah
Uteri resting tone
Diatas normal, hampir sama dengan Tidak meningkat
karakteristik ablusio plasenta.
Fase persalinan
Laten, terjadi sebelum dilasi 4 cm. Aktif, biasanya terjadi setelah dilasi 4 cm
Lebih sering terjadi dari pada hipertonik

5
Lebih jarang terjadi daripada hypotonik
disfungsi.
Manajemen terapeutik Amniotomy
Koreksi penyebab jika bisa diidentifikasi Augmentasi oksitoksin
Pemberian obat penenang untuk bisa seksio sesaria jika tidak ada peningkatan
beristirahat
Hidrasi
Tocolytics untuk mengurangi high uterine
tone dan promoteperfusi plasenta
Nursing Care Intervensi berhubungan dengan
Promote aliran darah uterus amniotomy dan augmentasi oksitosin.
Promote istirahat, kenyamanan, dan Mendorong perubahan posisi.
relaksasi Ambulasi jika tidak kontraindikasi dan
Menghilangkan nyeri bisa diterima oleh ibu
Dukungan emosional: terima kenyataan Dukungan emosional: jelaskan tindakan
tentang nyeri dan frustasi. Jelaskan alasan yang diambil untuk meningkatkan
tindakan untuk menyelesaikan persalinan ketidakefektifan kontraksi. Libatkan
abnormal, tujuan dan akibat yang anggota keluarga dalam mendukung
dipresiksi. emosi ibu untuk mengurangi kecemasan

Penatalaksanaan
Dalam menghadapi persalinan lama oleh sebab apapun harus diawasi dengan seksama.
Tekanan darah, denyut jantung janin, kemungkinan dehidrasi dan asidosis harus dipantau
secara berkala. Untuk mengurangi rasa nyeri perlu diberikan analgetik. Pemeriksaan dalam
perlu diadakan. Apabila persalinan berlangsung dalam 24 jam tanpa kemajuan yang berarti
perlu diadakan penilaian yang seksama seperti penilaian keadaan umum, apakah persalian
benar-benar sudah mulai atau masih dalam false labour, apakah ada inersia uteri. Untuk
menetapkan hal ini perlu dilakukan pelvimetri rontgenologik/MRI.
Pada keadaan HIS terlalu kuat persalinan perlu diawasi dan episiotomi dilakukan pada
waktu yang tepat untuk menghindari terjadinya ruptura perinei tingkat 3. Bila mana HIS
terlalu kuat dan ada rintangan yang menghalangi lahirnya janin dapat timbul lingkaran
retraksi patologik, yang merupakan tanda bahaya terjadinya ruptura uteri. Dalam keadaan

6
ini janin harus segera dilahirkan dengan cara yang memberikan trauma sedikit-sedikit nya
bagi ibu dan anak.
Penatalaksanaan disfungsi uterus hipertonik dilakukan melalui upaya istirahat
terapeutik. Upaya ini dilakukan melalui pemberian analgesik yang effektif, seperti morfin
atau meperidin, untuk mengurangi nyeri dan menyebabkan wanita tertidur.
Penatalaksanaan disfungsi uterus hipotonik biasanya menyingkirkan kemungkinan
disproporsi sefalopelvis (CPD) dengan melakukan pemeriksaan menggunakan ultrasound
atau pemeriksaan sinar X yang diikuti dengan augmentasi disfunctional dengan
oksitosin. Kekuatan sekunder atau upaya mengejan dapat menjadi lebih berat akibat
penggunaan analgesik dalam jumlah besar, pemberian anastesi, ibu keletihan, hidrasi yang
tidak adekuat dan posisi ibu.

2.4.2. Distosia karena Kelainan struktur Pelvis (perubahan struktur pelvis)


Jenis-jenis panggul:
a) Panggul Ginekoid
Pintu atas panggul bundar dengan diameter transversa yang lebih panjang sedikit
daripada diameter anteroposterior dan dengan panggul tengah dan pintu bawah panggul yang
cukup luas.
b) Panggul Antropoid
Diameter anteroposterior yang lebih panjang dari diameter transversa dengan arkus
pubis menyempit sedikit
c) Panggul Android
Pintu atas panggul yang berbentuk sebagai segitiga berhubungan dengan penyempitan
kedepan, dengan spina iskiadika menonjol kedalam dan arkus pubis menyempit.
d) Panggul Platypelloid
Diameter anteroposterior yang jelas lebih pendek daripada diameter transversa pada
pintu atas panggul dengan arkus pubis yang luas.
Distosia pelvis dapat terjadi bila ada kontraktur diameter pelvis yang mengurangi
kapasitas tulang panggul, termasuk pelvis inlet (pintu atas panggul), pelvis bagian
tengah,pelvis outlet (pintu bawah panggul), atau kombinasi dari ketiganya.
Disproporsi pelvis merupakan penyebab umum dari distosia.Kontraktur pelvis
mungkin disebabkan oleh ketidak normalan kongenital, malnutrisi maternal, neoplasma atau
kelainan tulang belakang. Ketidakmatangan ukuran pembentukan pelvis pada beberapa ibu
muda dapat menyebabkan distosia pelvis.

7
Kesempitan pada pintu atas panggul
Kontraktur pintu atas panggul terdiagnosis jika diagonal konjugata kurang dari 11,5
cm. Insiden pada bentuk wajah dan bahu meningkat. Karena bentuk interfere dengan
engagement dan bayi turun, sehingga beresiko terhadap prolaps tali pusat.
Kesempitan panggul tengah
Pada panggul tengah yang sempit, lebih sering ditemukan posisi oksipitalis posterior
persisten atau posisi kepala dalam posisi lintang tetap.

Kesempitan pintu bawah panggul


Agar kepala janin dapat lahir, diperlukan ruangan yang lebih besar pada bagian
belakang pintu bawah panggul. Dengan distansi tuberum bersama dengan diameter sagittalis
posterior kurang dari 15 cm, timbul kemacetan pada kelahiran janin ukuran normal.

Penanganan
Hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana kemajuan pembukaan serviks, apakah
gangguan pembukaan seperti: pemanjangan fase laten; pemanjangan fase aktif; sekunder
arrest, bagaimana kemajuan penurunan bagian terbawah janin (belakang kepala), apakah ada
tanda-tanda klinis dari ibu atau janin yang menunjukkan adanya bahaya bagi ibu atau anak
(seperti: gawat janin, rupture uteri).
Apabila ada salah satu gangguan diatas, maka menandakan bahwa persalinan
pervaginam tidak mungkin dan harus dilaksanakan seksio sesaria. Bila ada kemajuan
pembukaan serta penurunan kepala berjalan lancer, maka persalinan pervaginam bisa
dilaksanakan.

8
2.4.3. Distosia karena kelainan letak dan bentuk janin
1) Kelainan letak, presentasi atau posisi
a) Posisi oksipitalis posterior persisten
Pada persalinan presentasi belakang kepala, kepala janin turun melalui PAP dengan
sutura sagitalis melintang atau miring, sehingga ubun-ubun kecil dapat berada di kiri
melintang, kanan melintang, kiri depan, kanan depan, kiri belakang atau kanan depan.
Dalam keadaan fleksi bagian kepala yang pertama mencapai dasar panggul ialah
oksiput. Pada kurang dari 10% keadaan, kadang-kadang ubun-ubun kecil tidak berputar
kedepan, sehingga tetap di belakang.
(1) Etiologi
Adanya usaha penyesuaian kepala terhadap bentuk ukuran panggul, otot-
otot panggul yang sudah lembek pada multipara atau kepala janin yang kecil dan
bulat, sehingga tidak ada paksaan pada belakang kepala janin untuk memutar ke
depan.

(2) Kompolikasi
Macet tidak bisa lahir harus di Sc

(3) Mekanisme persalinan


Kepala janin akan lahir dalam keadaan muka dibawah simfisis pubis.
Kelahiran janin dengan ubun-ubun kecil di belakang menyebabkan regangan
besar pada vagina dan perineum yang diikuti bagian kepala janin yang lain.

(4) Prognosis
Persalinan pada umumnya berlansung lebih lama, kemungkinan
kerusakan jalan lahir lebih besar, sedangkan kematian perinatal lebih tinggi.

(5) Penanganan
Persalinan perlu pengawasan yang seksama dengan harapan terjadinya
persalinan spontan. Ekstraksi cunam pada persalinan letak belakang kepala akan
lebih mudah jika ubun-ubun kecil berada didepan, maka perlu diusahakan ubun-
ubun diputar kedepan. Jika dalam keadaan janin posisi letak rendah maka dapat
dilakukan ekstraksi vakum.

9
b) Presentasi puncak kepala
Presentasi puncak kepala adalah kelainan akibat defleksi ringan kepala janin ketika
memasuki ruang panggul sehingga ubun-ubun besar merupakan bagian terendah.
(1) Penatalaksanaan
Pasien dapat melahirkan spontan pervaginaan

(2) Komplikasi
(a) Pada ibu
Pada ibu dapat terjadi partus yang lama atau robekan jalan lahir yang
lebih luas, selain itu karena partus lama dan molage hebat.
(b) Pada bayi
Mortalitas anak agak tinggi (9%).Pada ibu dapat terjadi partus yang
lama atau robekan jalan lahir yang lebih luas. Selain itu karena partus lama
dan moulage hebat, maka mortalitas anak agak tinggi (9%) (Mochtar, 2002).
c) Presentasi Muka
Keadaan dimana kepala dalam kedudukan defleksi maksimal, sehingga oksiput
tertekan pada punggung dan muka yang merupakan terendah menghadap ke bawah.

(1) Diagnosis
Tubuh janin berada dalam keadaan ekstensi, sehingga pada pemeriksaan
luar dada akan teraba seperti punggun
(2) Etiologi :
a) Defleksi kepala
b) Panggul sempit dan janin besar
c) Multiparitas dan perut gantung
d) Kelainan janin seperti : anensefalus dan tumor dileher.
(3) Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada presentasi muka, meliputi:
(a) Prolapsus tali pusat.
(b)Obstruksi persalinan, karena:
i. Muka tidak berbentuk dan oleh karena CPD yang tidak dapat ditangani.

ii. Presentasi muka posterior presisten mengakibatkan obstruksi persalinan

(c) Kelahiran operasi mungkin dibutuhkan.

10
(d)Trauma perineum berat dapat terjadi karena, meskipun diameter sub mento
bregmatik hanya 9,5 cm, sub mento vertikal 11,5 cm akan memperlebar vagina
dan perineum. Bentuk tengkorak fetus abnormal disebabkan perdarahan
intrakranial.
(e) Muka memar dan oedem.

(4) Faktor predisposisi


Multipara, perut gantung.
(5) Prognosis
Pada umumnya berlansung tanpa kesulitan, tetapi kesulitan persalinan
dapat terjadi karena adanya panggul sempit dan janin besar, letak belakang
kepala, muka tidak dapat melakukan dilatasi serviks secara sempurna dan bagian
terendah harus turun sampai dasar panggul sebelum ukuran terbesar kepala
melewati PAP. Angka kematian perinatal pada presentasi muka adalah 2,5-5%.
(6) Penanganan
Pemeriksaan yang teliti perlu dilakukan guna menentukan adanya
disproporsi sefalofelvik. Dalam beberapa keadaan dapat diubah presentai muka
menjadi presentai belakang kepala dengan cara memasukan tangan penolong ke
dalam vagina, kemudian menekan muka pada daerah mulut dan dagu ke atas.
d) Presentasi dahi
Keadaan di mana kedudukan kepala berada di antara fleksi maksimal dan
defleksi maksimal, sehingga dahi merupakan bagian terendah, namun pada
umumnya keadaan ini hanya bersifat sementara dan sebagian besar akan berubah
menjadi presentasi muka.

(1) Diagnosis
Di curigai bila kepala janin tidak dapat turun ke dalam rongga panggul.
Pada pemeriksaan dalam sutura frontalis teraba, ubun-ubun besar, pangkal hidung
dan lingkaran orbita, namun mulut dan dagu tidak dapat teraba. DJJ jauh lebih
jelas di dengar pada bagian dada.

11
(2) Etiologi
a) Defleksi kepala
b) Panggul sempit dan janin besar
c) Multiparitas dan perut gantung
d) Kelainan janin seperti : anensefalus dan tumor dileher.
(3) Komplikasi
(a) Ibu : Partus lama dan lebih sulit, bisa terjadi robekan yang hebat dan ruptur
uteri.
(b)Anak : Mortalitas janin tinggi
(4) Prognosis
Janin yang kecil masih dapat lahir spontan, tetapi janin dengan berat dan
besar normal tidak dapat lahir spontan per vainam, hal ini karena kepala turun
melalui PAP dengan sirkumferensia maksilloparietalis yang lebih besar dari pada
lingkaran PAP.

(5) Penatalaksanaan
Presentasi dahi dengan ukuran panggul dan janin yang normal, tidak akan
dapat lahir spontan per vaginam, sehingga harus dilahirkan dengan seksio sesarea.
Jika janin kecil dan panggul yang luas dengan presentasi dahi akan lebih mungkin
lahir secara normal

e) Letak sungsang
Letak sungsang adalah janin terletak memanjang dengan kepala di fundus uteri
dan bokong dibawah bagian cavum uteri. Sehingga saat melahirkan pantat dan kaki
si bayi keluar terlebih dahulu dibanding kepala.

(1) Etiologi
Multiparitas, prematuritas, kehamilan ganda, hidramnion, hidrosefallus,
anensefalus, plasenta previa, panggul sempit, kelainan uterus dan kelainan bentuk
uterus, implantasi plasenta di kornu fundus uteri.

12
(2) Prognosis
Angka kematian bayi pada persalinan letak sungsang lebih tinggi dibamding
dengan letak kepala.

(3) Komplikasi
Komplikasi persalinan letak sungsang dapat dibagi sebagai berikut :

(a) Komplikasi pada ibu


(b)Trias komplikasi ibu : perdarahan, robekan jalan lahir, dan infeksi
(c) Komplikasi pada bayi
(4) Penatalaksanaan
Lakukan versi luar pada umur kehamilan 34 38 minggu bila syarat versi
luar terpenuhi. Bila pada persalinan masih letak sungsang , singkirkan indikasi
seksio sesar. Lahirkan janin dengan prasat bracht.

f) Letak lintang
Letak lintang ialah keadaan sumbu memanjang janin kira-kira tegak lurus
dengan sumbu memanjang tubuh. Bila sumbu memanjang tersebut membentuk
sudut lancip, disebut letak oblik, yang biasanya karena kemudian akan berubah
menjadi posisi longitudinal pada persalinan.

(1) Etiologi
Relaksasi berlebih dinding abdomen akibat multiparitas uterus abnormal,
panggul sempit, tumor daerah panggul, pendulum dari dinding abdomen, plasenta
previa, insersi plasenta di fundus, bayi prematur, hidramnion, kehamilan ganda.

(2) Diagnosis
(a) Pemeriksaan luar : uterus lebih melebar dn fundus uteri lebih rendah, tidak
sesuai dengan umur kehamilan. Fundus uteri kosong, kepala janin berada
disamping. Di atas simfisis juga kosong, kecuali bila bahu sudah trun ke dalam
panggul. Denyut jantung janin ditemukan di sekitar umbilikus.
(b)Pemeriksaan dalam : teraba bahu dan tulang-tulang iga/ketiak/punggung
(teraba skapula dan ras tulang belakang)/dada (teraba klavikula). Kadang-
kadang teraba tali pusat yang menumbung.

13
(3) Komplikasi
Cedera tali pusat, timbul sepsis setelah ketuban pecah dan lengan
menumbung melalui vagina, kematian janin, ruptur uteri.

(4) Prognosis
Bila terjadi ruptur uteri spontan atau ruptur traumatik akibat versi dan
ekstraksi yang buruk/terlambat, dapat terjadi kematian. Bila diagnosis berhasil
ditegakan secara dini dan penanganannya tepat maka prognosis baik.

(5) Penatalaksanaan
Lakukan versi luar bila syarat luar terpenuhi. Ibu diharuskan masuk RS
lebih dini pada permulaan persalinan. Pada permulaan persalinan masih dapat
diusahakan untuk melakukan versi luar asalkan pembukaan masih kurang dari 4
cm dan ketuban belum pecah.

Primigravida, bila versi luar tidak berhasil, segera lakukan seksio sesarea.
Pada multigravida, bila riwayat obstetri bak, tidak ada kesempitan panggul, dan
janin tidak seberapa besar, dapat ditunggu dan diawasi sampai pembukaan serviks
lengkap kemudian dilakukan versi ekstraksi.

Pada letak kintang kasep, bila janin masih hidup, segera lakukan seksio
sesarea. Bila janin sudah mati lahirkan pervaginam dengan dekapitasi.

g) Presentasi ganda
Presentasi ialah keadaan di mana di samping kepala janin di dalam rongga
panggul dijumpai tangan, lengan atau kaki, atau keadaan di mana di samping bokong
janin di jumpai tangan. Presentasi ganda jarang ditemukan yang paling sering
diantaranya ialah adanya tangan atau lengan di samping kepala.

Apabila pada presentasi ganda ditemukan prolapsus funikuli, maka


penanganan bergantung pada kondisi janin dan pembukaan serviks. Bila janin baik
dan pembukaan belum lengkap sebaiknya dilakukan seksio sesarea. Dalam keadaan
janin sudah meninggal, diusahakan untuk persalinan spontan, sedangkan tindakan
untuk mempercepat persalinan hanya dilakukan atas indikasi ibu.

14
2) bentuk janin
1. Pertumbuhan janin yang berlebihan
Berat neonatus pada umumnya < 4000 gram dan jarang melebihi 5000 gram. Yang
dinamakan bayi besar ialah berat janin > 4000 gram. Pada panggul normal, janin dengan
BB 4000-5000 gram pada umumnya tidak mengalami kesulitan dalam melahirkannya. Pada
janin besar faktor keturunan memegang peranan penting, selain itu kehamilan dengan Dm,
grande multipara, pola makan ibu hamil dan bertambah besarnya janin masih diragukan.
(1) Diagnosis
Untuk menentukan besarnya janin secara klinis kadang sulit, namun
adanya janin besar terdeteksi setelah tidak adanya kemajuan persalinan pada
panggul normal dan his yang kuat, dan perlu pemeriksaan untuk menentukan
apakah terdapat disproporsi sefalopelvik.

(2) Prognosis
Pada panggul normal, janin dengan berat badan kurang dari 4500 gram
pada umumnya tidak menimbulkan kesukaran persalinan. Kesukaran dapat
terjadi akibat kepala yang besar, karena bahu yang lebar sehingga sulit melewati
PAP. Jika kepala janin telah dilahirkan dan bagian-bagian lain belum lahir akibat
besarnya bahu dapat mengakibatkan asfiksia.

(3) Penatalaksanaan
Pada proporsi sefalopelvik karena janin besar, SC perlu dipertimbangkan.
Kesulitan melahirkan bahu tidak selalu dapat diduga sebelumnya. Episiotomi
dilakukan apabila kepala telah lahir dan bahu sulit untuk dilahirkan. Pada keadaan
janin telah meninggal sebelum bahu dilahirkan, dapat dilakukan klieidotomi pada
satu atau kedua klavikula untuk mengurangi kemungkinan perlukaan jalan lahir.

2 Hidrosefalus
Hidrosefalus ialah keadaan terjadinya penimbunan cairan serebrospinal
dalam ventrikel otak, sehingga kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-
sutura dan ubun-ubun. Cairan yang tertimbun dalam ventrikel antara 500 sampai
1500 ml, akan tetapi kadang-kadang mencapai 5 liter. Hidrosefalus sering disertai
dengan spina bifida. Hidrosefalus akan selalu menyebabkan disproporsi sefalopelvik

(1) Diagnosis

15
Pada palpasi ditemukan kepala jauh lebih besar dari biasanya serta
menonjol di atas simfisis. Kepala janin yang terlalu besar dan tidak dapat masuk
ke dalam panggul, DJJ terdengar jelas pada tempat yang lebih tinggi. Pemeriksaan
dalam teraba sutura dan ubun-ubun melebar dan tegang. Sedangkan tulang kepala
tipis dan mudah ditekan. Pemeriksaan rontgenologik menunjukan kepala janin
lebih besar, dengan tulang-tulang yang sangat tipis. Untuk menghindari kesalahan
pada pemeriksaan rontgenologik harus diperhatikan beberapa hal :

(a) Muka janin sangat kecil di bandingkan tengkorak


(b)Kepala bentuk bulat, berbeda dengan kepala biasa yang berbentuk ovoid
(c) Bayangan tulang kepala sangat tipis
Untuk menghilangkan keragu-raguan pemeriksaan dapat dibantu dengan
pemeriksaan ultrasonik/MRI. Kemungkinan hidrosefalus dipikirkan apabila;

(a) Kepala janin tidak masuk kedalam panggul, pada persalinan dengan panggul
normal dan his yang kuat.
(b)Kepala janin teraba sebagai benda besar di atas simfisis
(2) Prognosis
Apabila tidak segera dilakukan pertolongan, bahaya rupture uteri akan
mengancam penderita. Rupture uteri hidrosefalus dapat terjadi sebelum
pembukaan serviks menjadi lengkap, karena tengkorak yang besar ikut
meregangkan segmen bawah uterus.

(3) Penatalaksanaan
Persalinan perlu pengawasan secara seksama, karena kemugkinan bahaya
ruptur uteri selalu mengancam. Pada hidrosefalus yang nyata, kepala janin harus
dikecilkan pada permulaan persalinan. Pada pembukaan 3 CSF dikeluarkan
dengan cara pungsi kepala. Bila janin dalam letak sungsang, pengeluaran CSF
melalui foramen oksipitalis magnum atau sutura temporali

16
3 Prolaps funikuli
Prolaps funikuli ialah keadaan di mana tali pusat berada di samping atau
melewati bagian terendah janin di dalam jalan lahir setelah ketuban pecah.

(1) Etiologi
Keadaan-keadaan yang menyebabkan prolaps funikuli seperti gangguan
adaptasi bagian bawah janin, sehingga PAP tidak tertutup oleh bagian bawah
janin. Janin dengan letak lintang, letak sungsang terutama presentais bokong kaki,
dan disproporsi sefalopelvik.

(2) Diagnosis
Adanya tali pust menubung baru diketahui dengan pemeriksaan dalam
setelah terjadi pembukaan ostium uteri. Pada tali pusat terdepan, dapat diraba
bagian yang berdenyut di belakang selaput ketuban, sedangkan prolapsus funikuli
dapat diraba dengan dua jari, tali pusat yang berdenyut menandakan janin masih
hidup. Pemeriksaan dalam dilakukan pada saat ketuban pecah dan terjadi
kelambatan DJJ tanpa sebab yang jelas.

(3) Penatalaksanaan
Pada janin dengan prolapsus funikuli akan mengakibatkan hipoksia akibat tali pusat yang
terjepit. Pada prolapsus funikuli dengan tali pusat yang masih berdenyut tetapi pembukaan
belum lengkap maka dapat dilakukan reposisi tali pusat dan menyelamatkan persalinan dengan
sesiosesarea (SC). Reposisi dilakukan bila wanita ditidurkan dalam posisi trendelemburg. SC
di lakukan dengan keadaan tali pusat tidak mengalami tekanan dan terjepit oleh bagian terendah
janin.Pada keadaan di mana janin telah meninggal tidak ada alasan untuk menyelesaikan
persalinan dengan segera. Persalinan spontan dapat berlansung dan tindakan hanya dilakukan
apabila diperlukan demi kepentingan ibu

2.4.4. Distosia karena kelainan posisi ibu


Posisi bisa menimbulkan dampak positif dan negatif pada persalinan, dimana efek
gravitasi dan bagian tubuh memiliki hubungan yang penting untuk kemajuan proses persalinan.
Misalnya posisi tangan dan lutut, posisi oksiput posterior lebih efektif dari pada posisi lintang.
Posisi duduk dan jongkok membantu mendorong janin turun dan memperpendek proses kala
II (Terry et al, 2006). Posisi recumbent dan litotomy bisa membantu pergerakan janin ke arah

17
bawah. Apabila distosia karena kelainan posisi ibu ini terjadi, tindakan yang harus segera
dilakukan pada proses persalinan adalah seksio sesaria atau vakum.

2.4.5. Distosia karena respon psikologis


Stress yang diakibatkan oleh hormon dan neurotransmitter (seperti catecholamines) dapat
menyebabkan distosia. Sumber stress pada setiap wanita bervariasi, tetapi nyeri dan tidak
adanya dukungan dari seseorang merupakan faktor penyebab stress.
Cemas yang berlebihan dapat menghambat dilatasi servik secara normal, persalinan
berlangsung lama, dan nyeri meningkat. Cemas juga menyebabkan peningkatan level strees
yang berkaitan dengan hormon (seperti: endorphin, adrenokortikotropik, kortisol, dan
epinephrine). Hormon ini dapat menyebabkan distosia karena penurunan kontraksi uterus.

2.4.6. Pola persalinan tidak normal


kadar hormon yang tinggi (beta endorfin, hormon ACTH, kortisol, epinefrin) yang
dilepas sebagai respon stress dapat menyebabkan distosia. Tirah baring dan pembatasan
gerak juga menambah stress psikologis yang dapat memperberat stress fisiologis pada
wanita melahirkan.

Stress yang diakibatkan oleh hormon dan neurotransmitter (seperti catecholamines)


dapat menyebabkan distosia. Sumber stress pada setiap wanita bervariasi, tetapi nyeri dan
tidak adanya dukungan dari seseorang merupakan faktor penyebab stress.Cemas yang
berlebihan dapat menghambat dilatasi servik secara normal, persalinan berlangsung lama,
dan nyeri meningkat. Cemas juga menyebabkan peningkatan level strees yang berkaitan
dengan hormon (seperti: endorphin, adrenokortikotropik, kortisol, dan epinephrine).
Hormon ini dapat menyebabkan distosia karena penurunan kontraksi uterus.

18
Persalinan tidak normal

Pola Nulliparas Multiparas


Fase laten < 20 jam >14 jam
prolonged
Fase dilasi aktif < 1.2 cm/jam <1.5 cm/jam
protracted
Secondary arrest: no 2 jam 2 jam
change
Protracted descent < 1 cm/jam < 2 cm/jam
Arrest of descent 1 jam 1/2 jam
Persalinan >5 cm /hari 10 cm/hari
precipitous
Failure of descent Tidak ada perubahan selama fase deselarasi
dan kala II

2.5. MANIFESTASI KLINIK


a. Ibu :
Gelisah
Letih
Suhu tubuh meningkat
Nadi dan pernafasan cepat
Edem pada vulva dan servik
Bisa jadi ketuban berbau
b. Janin
DJJ cepat dan tidak teratur
Distress janin
Keracunan meconium

19
2.6. KOMPLIKASI

Distosia yang tidak ditangani dengan segera dapat mengakibatkan komplikasi antara lain :

a. Pada ibu akan terjadi ruptur jalan lahir akibat his yang kuat sementara kemajuan
janin dalam jalan lahir tertahan dan juga dapat mengakibatkan terjadinya fistula
karena nekrosis pada jalan lahir
b. Pada janin distosia akan berakibat kematian karena janin mengalami hipoksia dan
perdarahan

2.7. PENATALAKSANAAN
a. Fase laten yang memanjang : Selama ketuban masih utuh dan passage serta passanger
normal,pasien dengan fase laten memanjang sering mendapat manfaat dari hidrasi
dan istirahat terapeutik. Apabila dianggap perlu untuk tidur,morfin(15 mg) dapat
memberikan tidur 6-8 jam. Apabila pasien terbangun dari persalinan,diagnosa
persalinan palsu dapat ditinjau kembali,berupa perangsangan dengan oksitosin.
b. Protraksi : Dapat ditangani dengan penuh harapan,sejauh persalinan mau dan tidak
ada bukti disproporsi sevalopelvik,mal presentasi atau fetal distress. Pemberian
oksitosin sering bermanfaat pada pasien dengan suatu kontrakti hipotonik.
c. Kelainan penghentian: Apabila terdapat disproporsi sevalopelvik dianjurkan untuk
dilakukan seksio sesarea.perangsangan oksitosin hanya dianjurkan sejauh pelviks
memadai untuk dilalui janin dan tidak ada tanda-tanda fetal distress

2.8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Tes Prenatal : Untuk memastikan penyulit persalinan seperti : janin besar, malpresentasi
Pelvimetri sinar X : Mengevaluasi arsitektur pelvis, presentasi dan posisi janin
Pengambilan sample kulit kepala janin : mendeteksi atau mencegah asidosis

20
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Distosia di definisikan sebagai persalinan yang panjang, sulit, atau abnormal, yang
timbul akibat sebagai kondisi yang berhubungan dengan berbagai macam keadaan. (editor
renata komalasari, 2005)

3.2. SARAN
1. Tenaga Kesehatan
Sebagai tenaga kesehatan agar lebih bisa meningkatkan pengetahuan tentang distosia
dan problem solving. Selain itu memberikan informasi atau health education mengenai
distosia kepada masyarakat.
2. Masyarakat
Masyarakat sebaiknya menghindari hal-hal yang dapat menyebabkan distosia dan
meningkatkan pola hidup sehat.dan perlu diketahui bahwa distosia yang tidak ditangani
dengan tepat dapat menyebabkan komplikasi yang fatal.

DAFTAR PUSTAKA
Bobak, et all, 2005. Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta : EGC
Doenges, Marilyn E., 2001. Rencana Perawatan Maternal atau Bayi. Jakarta : EGC.
Manuaba, Ida Bagus Gde., 1998, Ilmu Kebidanan Penyakit dan Keluarga Berencana Untuk
Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC
Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Bina Pustaka
Chandranita, ida ayu, dkk. 2009. Buku ajar patologi obstetric untuk mahasiswa kebidanan.
Jakarta:EGC

Rukiyah, Ai Yeyeh,dkk.2010. Asuhan Kebidanan 4(patologi). Jakarta : TIM

Stright, Barbara R. 2004. Keperawatan ibu-bayi baru lahir edisi 3. Jakarta: EGC

Bobak; Lowendermik; Jensen. (2005). Buku ajar keperawatan maternitas. (Edisi 4). Jakarta:
EGC

21
22

Вам также может понравиться