Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Penyaji:
Bellavia Fransisca, S.Ked
Pembimbing:
dr. Upang Wijayanto, Sp. THT
1
BAB I
HIDUNG
Hidung terdiri atas hidung luar dan hidung bagian dalam. Hidung bagian
luar menonjol pada garis tengah di antara pipi dan bibir atas; struktur hidung luar
dibedakan atas tiga bagian : yang paling atas : kubah tulang yang tak dapat
dan yang paling bawah adalah lobulus hidung yang mudah digerakkan. Bentuk
4) ala nasi,
5) kolumela,
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi
oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan
2
3) prosesus nasalis os frontal;
Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang
Bagian hidung dalam terdiri atas struktur yang membentang dari os.
hidung dari nasofaring. Kavum nasi dibagi oleh septum, dinding lateral terdapat
konka superior, konka media, dan konka inferior. Celah antara konka inferior
dengan dasar hidung dinamakan meatus inferior, berikutnya celah antara konka
media dan inferior disebut meatus media dan sebelah atas konka media disebut
meatus superior.(2)
Septum membagi kavum nasi menjadi dua ruang kanan dan kiri. Bagian
3
membranosa; bagian posterior dan inferior oleh os vomer, krista maksila ,
1. Dasar hidung
prosesus
horizontal os palatum.
2. Atap hidung
3. Dinding Lateral
4. Konka
Fosa nasalis dibagi menjadi tiga meatus oleh tiga buah konka.
4
inferior, celah antara konka media dan inferior disebut meatus
5
meatus medius dengan infundibulum yang dinamakan hiatus
bula etmoid yang dibentuk oleh salah satu sel etmoid. Ostium sinus
I.2.6 Nares
dengan nasofaring, berbentuk oval dan terdapat di sebelah kanan dan kiri
6
Di bagian atap dan lateral dari rongga hidung terdapat sinus yang
terdiri atas sinus maksila, etmoid, frontalis dan sphenoid. Sinus maksilaris
yang berupa celah pada dinding lateral hidung. Pada potongan koronal sinus
paranasal gambaran KOM terlihat jelas yaitu suatu rongga di antara konka media
dan lamina papirasea. Struktur anatomi penting yang membentuk KOM adalah
sekret yang keluar dari ostium sinus maksila akan dialirkan dulu ke celah sempit
sekret akan keluar melalui celah sempit resesus frontal yang disebut sebagai
serambi depan sinus frontal. Dari resesus frontal drainase sekret dapat langsung
7
Gambar 2. Kompleks Ostio Meatal
anterior dan posterior yang merupakan cabang dari a. oftalmika dari a.karotis
rongga hidung di belakang ujung posterior konka media. Bagian depan hidung
superfisial dan mudah cidera oleh trauma, sehingga sering menjadi sumber
8
di hidung tidak memiliki katup, sehingga merupakanfaktor predisposisi untuk
Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari
persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima
Nervus olfaktorius : saraf ini turun dari lamina kribrosa dari permukaan
bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidu
BAB II
SINUS PARANASAL
9
Sinus paranasal merupakan salah salah satu organ tubuh manusia yang
sulit dideskripsikan karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Sinus
rongga di dalam tulang. Ada empat pasang (delapan) sinus paranasal, empat buah
pada masing-masing sisi hidung ; sinus frontalis kanan dan kiri, sinus etmoid
kanan dan kiri (anterior dan posterior), sinus maksila, yang terbesar, kanan dan
kiri disebut Antrum Highmore dan sinus sfenoidalis kanan dan kiri. Semua rongga
sinus ini dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan mukosa hidung, berisi
udara dan semua bermuara di rongga hidung melalui ostium masing-masing. (1)
Secara klinis sinus paranasal dibagi menjadi dua kelompok yaitu bagian
anterior dan posterior. Kelompok anterior bermuara di bawah konka media, atau
di dekat infundibulum, terdiri dari sinus frontal, sinus maksila, dan sel-sel anterior
media terdiri dari sel-sel posterior sinus etmoid dan sinus sphenoid. Garis
perlekatan konka media pada dinding lateral hidung merupakan batas antara
10
kedua kelompok. Proctor berpendapat bahwa salah satu fungsi penting sinus
paranasal adalah sebagai sumber lendir yang segar dan tak terkontaminasi yang
udara yang berkembang dari dasar tengkorak hingga bagian prosesus alveolaris
dan bagian lateralnya berasal dari rongga hidung hingga bagian inferomedial dari
columnar epithelium yang berhubungan melalui ostium dengan lapisan epitel dari
rongga hidung. Sel-sel epitelnya berisi sejumlah mukus yang menghasilkan sel-sel
goblet.(4)
sinus tersebut terjadi pada hari ke 70 masa kehamilan. Saat lahir sinus maksila
bervolume 6-8 ml, yang kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya
Pada waktu lahir sinus maksila ini mulanya tampak sebagai cekungan
berupa celah kecil di sebelah medial orbita. Celah ini kemudian akan berkembang
perkembangannya, celah ini akan lebih kea rah lateral sehingga terbentuk rongga
11
vertical, dan 3 mm anteroposterior tiap tahun. Mula-mula dasarnya lebih tinggi
dari pada dasar rongga hidung dan pada usia 12 tahun, lantai sinus maksila ini
setinggi dasar hidung dan kemudian berlanjut meluas ke bawah bersamaan dengan
perluasan rongga. Perkembangan sinus ini akan berhenti saat erupsi gigi
Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os maksila yang disebut fosa
medialnya ialah dinding lateral rongga hidung. Dinding medial atau dasar antrum
superiornya ialah dasar orbita dan dinding inferiornya ialah prosesus alveolaris
dan palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah superior dinding medial
Morris, pada buku anatomi tubuh manusia, ukuran rata-rata sinus maksila pada
bayi baru lahir 7-8 x 4-6 mm dan untuk usia 15 tahun 31-32 x 18-20 x 19-20 mm.
lubang kecil, yaitu ostium maksila yang terdapat di bagian anterior atas dinding
medial sinus. Ostium ini biasanya terbentuk dari membran. Jadi ostium tulangnya
berukuran lebih besar daripada lubang yang sebenarnya. Hal ini mempermudah
12
Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah :
1) Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas ,
yaitu premolar (P1 dan P2) , molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi
taring (C) dan gigi molar (M3) , bahkan akar-akar gigi tersebut tumbuh ke
dalam rongga sinus, hanya tertutup oleh mukosa saja. Gigi premolar kedua
dan gigi molar kesatu dan dua tumbuhnya dekat dengan dasar sinus.
oleh mukosa saja. Proses supuratif yang terjadi di sekitar gigi-gigi ini
drainase hanya tergantung dari gerak silia, dan drainase harus melalui
anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat
sinusitis.(2)
emapat fetus, berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum
13
etmoid. Sesudah lahir, sinus frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan
Bentuk dan ukuran sinus frontal sangat bervariasi , dan seringkali juga
sangat berbeda bentuk dan ukurannya dari sinus dan pasangannya, kadang-kadang
juga ada sinus yang rudimenter. Bentuk sinus frontal kanan dan kiri biasanya
tidak simetris, satu lebih besar dari pada lainnya dan dipisahkan oleh sekat yang
terletak di garis tengah. Kurang lebih 15% orang dewasa hanya mempunyai satu
sinus frontal dan kurang lebih 5% sinus frontalnya tidak berkembang. Ukuran
rata-rata sinus frontal : tinggi 3 cm, lebar 2-2,5 cm, dalam 1,5-2 cm, dan isi rata-
rata 6-7 ml. Tidak adanya gambaran septum-septum atau lekuk-lekuk dinding
sinus pada foto rontgen menunjukkan adanya infeksi sinus. Sinus frontal
dipisahkan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan fosa serebri anterior,
sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini. Sinus frontal
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-
akhir ini dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi
sinus-sinus lainnya.(2)
dari meatus superior dan suprema yang membentuk kelompok sel-sel etmoid
anterior dan posterior. Sinus etmoid sudah ada pada waktu bayi lahir kemudian
14
berkembang sesuai dengan bertambahnya usia sampai mencapai masa pubertas.
Pada orang dewasa bentuk sinus etmoid seperti piramid dengan dasarnya di
bagian posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2,4 cm, dan
lebarnya 0,5 cm di bagian anterior dan 1,5 cm di bagian posterior, volume sinus
kira-kira 14 ml.(2)
sarang tawon, yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang
terletak di antara konka media dan dinding medial orbita. Berdasarkan letaknya,
sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara di meatus
medius, dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus superior. Di bagian
terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut resesus frontal,
yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid yang terbesar disebut bula
lamina kribrosa. Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis
dan membatasi sinus etmoid dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid
15
berjalan lambat, sampai pada waktu lahir evaginasi mukosa ini belum tampak
berusia 3 tahun sinus sfenoid masih kecil, namun telah berkembang sempurna
pada usia 12 sampai 15 tahun. Letaknya di dalam korpus os etmoid dan ukuran
serta bentuknya bervariasi. Sepasang sinus ini dipisahkan satu sama lain oleh
septum tulang yang tipis, yang letakya jarang tepat di tengah, sehingga salah satu
posterior. Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid.
Ukurannya adalah tinggi 2 cm, dalamnya 2,3 cm, dan lebarnya 1,7 cm.
Volumenya berkisar dari 5 sampai 7,5 ml. Saat sinus berkembang, pembuluh
darah dan nervus bagian lateral os sfenoid akan menjadi sangat berdekatan dengan
rongga sinus dan tampak sebagai indentasi pada dinding sinus sfenoid. Batas-
batasnya adalah : sebelah superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar
dengan sinus kavernosus dan a.karotis interna (sering tampak sebagai indentasi)
pons. (2)
DAFTAR PUSTAKA
16
1. Ballenger JJ. The technical anatomy and physiology of the nose and
accessory sinuses. In Diseases of the Nose, Throat, Ear, Head, & Neck.
Fourteenth edition Ed. Ballenger JJ. Lea & Febiger. Philadelphia, London,
1991: p.3-8
2. Soepardi EA, et al. Buku ajar ilmu kesehatan : telinga hidung tenggorok
kepala& leher. 6th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2007
3. East C. Examination of the Nose. In : Mackay IS, Bull TR(Eds). Scott-
Brownss Otolaryngology Sixth ed London: Butterworth, 1997: p.4/1/1-8
4. Effendi H, editor. Buku Ajar Penyakit THT. 6 th ed. Jakarta: EGC ; 1997 ;
p.135-142.
5. Lund VJ. Anatomy of the nose and paranasal sinuses. In : Gleeson (Ed).
Scott-Brownss Otolaryngology. 6th ed. London : Butterworth, 1997:
p.1/5/1-30.
6. Yilmaz AS, Naclerio RM. Anatomy and Physiology of the Upper
Airway. Available at:
http://pats.atsjournals.org/content/8/1/31.full.pdf+html. Accessed
on: 22/06/2012
7. Muranjan S. Anatomy of the nose and paranasal sinuses.
Available at: http://www.bhj.org/journal/1999_4104_oct99/sp_617.htm.
Accessed on: 22/06/2012
17