Вы находитесь на странице: 1из 23

HIPERTENSI

Disusun Oleh:

Dr. Gading Ronal D. Hutagaol

Nip : 19761122 200902 1 001

UPTD PUSKESMAS JATIBENING

2017
2

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah

memberikan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya. Shalawat serta salam senantiasa

terlimpahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW pembawa syariahnya yang

universal bagi semua umat manusia dalam setiap waktu dan tempat hingga akhir

zaman, sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.

Makalah yang berjudul Hipertensi ini disusun untuk memenuhi salah satu

syarat guna kenaikan pangkat dokter madya.

Dalam penulisan makalah, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang penulis

temukan, namun syukur alhamdulillah berkat rahmat dan ridha-Nya,

kesungguhan, serta dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik langsung

maupun tidak langsung segala kesulitan dapat diatasi dengan sebaik-baiknya

sehingga pada akhirnya makalah ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, sudah

sepantasnya pada kesempatan kali ini peneliti ingin mengucapkan terimakasih

yang sedalam-dalamnya kepada:

1) Tuhan Yang Maha Esa.

2) Keluarga yang sudah mendukung dalam penyusunan makalah ini.

3) Dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah

membantu dalam penyusunan Makalah ini.

Penyusun menyadari dalam laporan ini masih banyak kekurangan dalam

penulisan maupun isi. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan

1111
ii
m
3

saran yang bersifat membangun, supaya laporan ini menjadi lebih baik. Semoga

ini bermanfaat khususnya bagi penulisdan umumnya bagi pembaca.

Bekasi, 09 September 2017

Penulis

1111
m iii
4

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i

KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ......................................................................................5

1.2 Tujuan Penelitian ...................................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi ................................................................................................7

2.2 Jenis-Jenis Hipertensi .......................................................................8

2.3 Patofisiologi ......................................................................................9

2.4 Gambaran Klinis ...............................................................................10

2.5 Penunjang Diagnostik .......................................................................11

2.6 Penatalaksanaan ...............................................................................13

BAB III KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan ......................................................................................20

3.2 Saran ..................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA

iv
1111
m
5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini masyarakat sudah tidak asing lagi mendengar kata Hipertensi.

Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang umum dijumpai di masyarakat,

dan merupakan penyakit yang terkait dengan sistem kardiovaskuler. Hipertensi

memang bukan penyakit menular, namun juga tidak bisa menganggapnya sepele,

selayaknya harus senantiasa waspada.

Pada tahun 2010 diperkirakan jumlah penduduk usia lanjut di Indonesia

sebasar 24 juta jiwa atau 9,77% dari total jumlah penduduk. Menurut JNC (Joint

National Committee) VII tahun 2003, hipertensi ditemukan sebanyak 60-70%

pada populasi berusia diatas 65 tahun. Lansia yang berumur diatas 80 tahun sering

mengalami hipertensi yang khas sering ditemukan pada lansia adalah isolated

systolic hypertension (ISH), dimana tekanan sistoliknya saja yang tinggi (diatas

140 mmHg), namun tekanan diastoliknya tetap normal (dibawah 90 mmHg).

Hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang terjadi di

negara maju maupun negara berkembang. Hipertensi merupakan penyebab

kematian nomor 3 setelah stroke (15,4%0 dan tuberkolosis (7,5%), yakni

mencapai 6,8 % dari populasi kematian pada semua umur di Indonesia. Angka

kejadian hipertensi di seluruh dunia mungkin mencapai 1 milyar orang dan sekitar

1111
m

5
6

7,1 juta kematian akibat hipertensi terjadi setiap tahunnya (WHO cit. Depkes RI,

2008 dalam Arif, Rusnoto, dan Hartinah 2013)

Dari jumlah itu, 60% penderita hipertensi berakhir pada stroke. Sedangkan

sisanya pada jantung, gagal ginjal, dan kebutaan. Sementara di dunia Barat,

hipertensi justru banyak menimbulkan gagal ginjal, oleh karena perlu diadakan

upaya-upaya untuk menekan angka peyakit hipertensi terlebih bagi penderita

hipertensi perlu pengetahuan agar tidak menimbukan komplikasi yang semakin

parah.

Diharapkan dengan dibuatnya makalah tentang hipertensi ini dapat

memberi pengetahuan bagi penderita hipertensi dan dapat mengurangi angka

kesakitan serta kematian karena hipertensi dalam masyarakat.

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1) Syarat untuk kenaikan pangkat untuk menjadi dokter madya

2) Sarana informasi kepada masyarakat

1111
m
7

.BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Definisi Hipertensi

Hipertensi disebut dengan tekanan darah tinggi, dimana tekanan tersebut

dihasilkan oleh kekuatan jantung ketika memompa darah sehingga hipertensi

ini berkaitan dengan kenaikan tekanan sistolik dan tekanan diastolik. Standar

hipertensi adalah sistolik 140 mmHg dan diastolic 90 mmHg (Gunawan

dalam Sugiharto, 2007).

Hipertensi adalah tekanan darah sistolik dan diastolik 140/90 mmHg.

Pengukuran tekanan darah sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali selang 4 jam.

Kenaikan darah sitolik 30 mmHg dan kenaikan tekanan darah diastolik 15

mmHg sebagai parameter hipertensi sudah tidak dipakai lagi ( Prawirohardjo,

2010).

Hipertensi adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri yang

pada umumnya tidak menunjukan gejala, dimana tekanan yang abnormal di

dalam arteri menyebabkan meningkatnya risiko terhadap stroke, aneurisma,

gagal jantung, dan kerusakan ginjal ( Anies, 2006 dalam Fitriana, 2015).

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang berada

diatas batas normal atau optimal yaitu 120mmHg untuk sistolik dan 80 mmHg

untuk diastolik. Penyakit ini dikategorikan sebagai the silent killer karena

penderita tidak mengetahui dirinya mengidap hipertensi sebelum

memeriksakan tekanan darahnya. Hipertensi yang terjadi dalam jangka waktu

1111
7
m
8

lama dan terus menerus bisa memicu stoke, serangan jantung, gagal jantung

dan bahkan memakan penyebab utama gagal ginjal kronik (Purnomo dalam

Agrina dalam Fitriana, 2015).

2.2 Jenis-jenis Hipertensi

1) Hipertensi primer

Hipertensi primer adalah penyakit hipertensi yang penyebabnya tidak

diketahui (idiopatik) (Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI dalam

Fitriana, 2015). Hipertensi primer kemungkinan meniliki banyak

penyebab, beberapa perubahan pada jantung dan pembuluh darah yang

bersama-sama menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Diduga

pemicu terjadinya hipertensi primer adalah karena factor bertambahnya

usia, stress psikologi yang berkepanjangan, hereditas, gangguan pada

fungsi jantung dan pembuluh darah sehingga dapat memicu peningkatan

tekanan darah (Sunanto dalam Fitriana, 2015).

2) Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang telah diketahui penyebabnya.

Dari total jumlah penderita hipertensi 10%-nya dari golongan hipertensi

sekunder (Sunanto dalam Fitriana, 2015). Timbulnya penyakit hipertensi

sekunder sebagai akibat dari suatu penyakit, kondisi, kebiasaan seorang

(Gunawan dalam Fitriana, 2015). Sekitar 5-10% penderita hiperteni,

penyebabnya adalah penyakit ginjal dan sekitar 1-2% penyebabnya

1111
m
9

adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB)

(Fitriana, 2015).

2.3 Patofisiologi

ginjal mengontrol tekanan darah melalui pengaturan volume cairan

ekstraseluler dan sekresi renin. System renin dan angiotensin memegang

peranan dalam pengaturan tekanan darah. Renin disekresi oleh

juxtaglomerulus aparantus ginjal sebagai respon glomerulus underperfusion,

penurunan asupan garam ataupun respon dari system saraf simpatik (Hanifa

dalam Fitriana, 2015).

Perubahan volume cairan memengaruhi tekanan arteri sistemik. Bila

tubuh mengalami kelebihan garam dan air, tekanan darah meningkat melalui

mekanisme disiologi komples yang mengubah aliran balik vena ke jantung

dan mengakibatkan peningkatan curah jantung. Bila ginjal berfungsi secara

adekuat, peningkatan tekanan arteri diuresis dan penurunan tekanan darah,

kondisi patologis yang mengubah ambang tekanan pada ginjal dalam

mengekskresikan garam dan air akan meningkatkan tekanan arteri sistemik

(Anderson dalam Fitriana, 2015).

Ginjal memproduksi renin yaitu suatu enzim yang bertindak pada

subtract protein plasma untuk memisahkan angiotensin I, yang kemudian

diubah oleh converting enzym dalam paru menjadi bentuk angiotensin II

kemudian menjadi angiotensin III, angiotensin II dan III mempunyai aksi

vasokonstriktor yang kuat pada pembuluh darah dan merupakan mekanisme

control terhadap pelepasan aldosterone. Aldosterone sangat bermakna dalam

1111
m
10

hipertensi terutama pada aldosteronisme primer. Melalui peningkatan

aktivitas sistem saraf simpatis, angiotensin II dan III juga mempunyai efek

inhibing atau penghambatan pada eksresi natrium dengan akibat peningkatan

tekanan darah. Sekresi renin yang tidak tepat diduga sebagai penyebab

meningkatnya tahanan perifer vascular pada hipertensi essensial. Pada

tekanan darah tinggi, kadar renin harus diturunkan karena peningkatan

tekanan arteriolar renal dapat menghambat sekresi renin (Juni dalam Fitriana,

2015).

2.4 Gambaran Klinis

Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala.

Walaupun menunjukkan gejala, gejala tersebut biasanya ringan dan tidak

spesifik, misalnya pusing-pusing. Jika kebetulan beberapa gejala muncul

bersamaan dan diyakini berhubungan degan hipertensi, gejala-gejala

tersebut sering kali tidak terkait dengan hipertensi. Penderita hipertensi

berat, gejala yang dialami oleh penderita antara lain sakit kepala, palpitasi,

kelelahan, nausea, vomiting, ansietas, tremor otot, nyeri dada, epitaksis,

pandangan kabur, tinnitus serta kesulitan tidur (Juni dalam Fitriana, 2015).

Gejala seperti sakit kepala, migraine sering ditemukan sebagai gejala

klinis hipertensi primer. Gejala lain yang dapat dialami oleh penderita

hipertensi adalah keringat berlebihan, sering berkemih, dan denyut jantung

cepet atau tidak beraturan (Junaedi et al dalam Fitriani, 2015).

1111
m
11

2.5 Penunjang Diagnostik

Menurut Arif Mansjoer, dkk dalam penelitian Sugiharjo, 2007

menjelaskan pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium

rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi bertujuan menentukan adanya

kerusakan organ dan faktor risiko lain atau mencari penyebab hipertensi.

Biasanya diperiksa urinalisa, darah perifer lengkap, kimia darah (kalium,

natrium, kreatinin, gula arah puasa, kolesterol total, kolesterol HDL). Sebagai

tambahan dapat dilakukan pemeriksaan lain, seperti klirens kreatinin, protein

urin 24 jam, asam urat, kolesterol LDL, TSH, dan ekokardiografi (Mansjoer-

Arif, dkk dalam Sugiharjo, 2007)

Pemerikasaan kadar ureum dan kreatinin dalam darah dipakai untuk

menilai fungsi ginjal. Kadar kretinin serum lebih berarti dibandingkan

dengan ureum sebagai indikator laju glomerolus (glomerolar filtration rate)

yang menunjukkan derajat fungsi ginjal, Pemeriksaan yang lebih tepat adalah

pemeriksaan klirens atau yang lebih popular disebut creatinin clearance test

(CTC). Pemeriksaan kalium dalam serum dapat membantu menyingkirkan

kemungkinan aldosteronisme primer pada pasien hipertensi.

Menurut Slamet Suyono, pemeriksaan urinalisa diperlukan karena selain

dapat membantu menegakkan diagnosis penyakit ginjal, juga karena

proteinuria ditemukan pada hampir separuh pasien. Sebaiknya pemeriksaan

dilakukan pada urin segar (Suyono dalam Sugiharjo, 2007).

1111
m
12

2.6 Penatalaksaan Hipertensi

1) Penatalaksanaan Non Farmakologis

Pendekatan nonfarmakologis merupakan penanganan awal

sebelum penambahan obat-obatan hipertensi, disamping perlu

diperhatikan oleh seorang yang sedang dalam terapi obat. Sedangkan

pasien hipertensi yang terkontrol, pendekatan nonfarmakologis ini dapat

membantu pengurangan dosis obat pada sebagian penderita. Oleh karena

itu, modifikasi gaya hidup merupakan hal yang penting diperhatikan,

karena berperan dalam keberhasilan penanganan hipertensi (Nurkhalida,

dalam Sugiharjo, 2007).

Menurut beberapa ahli, pengobatan nonfarmakologis sama

pentingnya dengan pengobatan farmakologis, terutama pada pengobatan

hipertensi derajat I. Pada hipertensi derajat I, pengobatan secara

nonfarmakologis kadang-kadang dapat mengendalikan tekanan darah

sehingga pengobatan farmakologis tidak diperlukan atau pemberiannya

dapat ditunda. Jika obat antihipertensi diperlukan, Pengobatan

nonfarmakologis dapat dipakai sebagai pelengkap untuk mendapatkan

hasil pengobatan yang lebih baik (Suyono dalam Sugiharjo, 2007).

Pendekatan nonfarmakologis dibedakan menjadi beberapa hal:

1) Menurunkan faktor risiko yang menyebabkan aterosklerosis.

Menurut Corwin berhenti merokok penting untuk mengurangi

efek jangka panjang hipertensi karena asap rokok diketahui

menurunkan aliran darah ke berbagai organ dan dapat meningkatkan

1111
m
13

beban kerja jantung. Selain itu pengurangan makanan berlemak dapat

menurunkan risikoaterosklerosis

Penderita hipertensi dianjurkan untuk berhenti merokok dan

mengurangi asupan alkohol. Berdasarkan hasil penelitian

eksperimental, sampai pengurangan sekitar 10 kg berat badan

berhubungan langsung dengan penurunan tekanan darah rata-rata 2-3

mmHg per kg berat badan.

2) Olahraga dan aktifitas fisik

Selain untuk menjaga berat badan tetap normal, olahraga dan

aktifitas fisik teratur bermanfaat untuk mengatur tekanan darah, dan

menjaga kebugaran tubuh. Olahraga seperti jogging, berenang baik

dilakukan untuk penderita hipertensi. Dianjurkan untuk olahraga

teratur, minimal 3 kali seminggu, dengan demikian dapat menurunkan

tekanan darah walaupun berat badan belum tentu turun.

Olahraga yang teratur dibuktikan dapat menurunkan tekanan

perifer sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Olahraga dapat

menimbulkan perasaan santai dan mengurangi berat badan sehingga

dapat menurunkan tekanan darah. Yang perlu diingatkan kepada kita

adalah bahwa olahraga saja tidak dapat digunakan sebagai

pengobatan hipertensi.

Menurut Dede Kusmana, beberapa patokan berikut ini perlu

dipenuhi sebelum memutuskan berolahraga, antara lain:

1111
m
14

a) Penderita hipertensi sebaiknya dikontrol atau dikendalikan tanpa

atau dengan obat terlebih dahulu tekanan darahnya, sehingga

tekanan darah sistolik tidak melebihi 160 mmHg dan tekanan

darah diastolik tidak melebihi 100 mmHg.

b) Alangkah tepat jika sebelum berolahraga terlebih dahulu

mendapat informasi mengenai penyebab hipertensi yang sedang

diderita.

c) Sebelum melakukan latihan sebaiknya telah dilakukan uji latih

jantung dengan beban (treadmill/ergometer) agar dapat dinilai

reaksi tekanan darah serta perubahan aktifitas listrik jantung

(EKG), sekaligus menilai tingkat kapasitas fisik.

d) Pada saat uji latih sebaiknya obat yang sedang diminum tetap

diteruskan sehingga dapat diketahui efektifitas obat terhadap

kenaikan beban.

e) Latihan yang diberikan ditujukan untuk meningkatkan daya tahan

tubuh dan tidak menambah peningkatan darah.

f) Olahraga yang bersifat kompetisi tidak diperbolehkan.

g) Olahraga peningkatan kekuatan tidak diperbolehkan.

h) Secara teratur memeriksakan tekanan darah sebelum dan sesudah

latihan.

i) Salah satu dari olahraga hipertensi adalah timbulnya penurunan

tekanan darah sehingga olahraga dapat menjadi salah satu obat

hipertensi.

1111
m
15

j) Umumnya penderita hipertensi mempunyai kecenderungan ada

kaitannya dengan beban emosi (stres). Oleh karena itu disamping

olahraga yang bersifat fisik dilakukan pula olahraga pengendalian

emosi, artinya berusaha mengatasi ketegangan emosional yang

ada.

k) Jika hasil latihan menunjukkan penurunan tekanan darah, maka

dosis/takaran obat yang sedang digunakan sebaiknya dilakukan

penyesuaian (pengurangan).

3) Perubahan pola makan

a) Mengurangi asupan garam

Pada hipertensi derajat I, pengurangan asupan garam dan

upaya penurunan berat badan dapat digunakan sebagai langkah

awal pengobatan hipertensi. Nasihat pengurangan asupan garam

harus memperhatikan kebiasaan makan pasien, dengan

memperhitungkan jenis makanan tertentu yang banyak

mengandung garam. Pembatasan asupan garam sampai 60 mmol

per hari, berarti tidak menambahkan garam pada waktu makan,

memasak tanpa garam, menghindari makanan yang sudah

diasinkan, dan menggunakan mentega yang bebas garam. Cara

tersebut diatas akan sulit dilaksanakan karena akan mengurangi

asupan garam secara ketat dan akan mengurangi kebiasaan makan

pasien secara drastis.

1111
m
16

Menurut Sheps, jika dokter atau ahli gizi menyarankan agar kita

mengurangi natrium demi menurunkan tekanan darah, maka

ikutilah saran itu. Bahkan sebelum disarankan pun sebaiknya

kurangi natrium, cobalah membatasi jumlah natrium yang kita

konsumsi setiap hari. Beberapa cara yang dapat dilakukan:

(a) Perbanyak makanan segar, kurangi makan yang

diproses.

(b) Pilihlah produk dengan natrium rendah.

(c) Jangan menambah garam pada makanan saat memasak.

(d) Jangan menambah garam saat di meja makan.

(e) Batasi penggunaan saus-sausan

(f) Bilaslah makanan dalam kaleng.

b) Diet rendah lemak jenuh

Lemak dalam diet meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis

yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan

konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan yang

bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi lemak tidak

jenuh secukupnya yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian

dan makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat

menurunkan tekanan darah

c) Memperbanyak konsumsi sayuran, buah-buahan dan susu rendah

lemak

1111
m
17

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa mineral

bermanfaat mengatasi hipertensi. Kalium dibuktikan erat kaitannya

dengan penurunan tekanan darah arteri dan mengurangi risiko

terjadinya stroke. Selain itu, mengkonsumsi kalsium dan

magnesium bermanfaat dalam penurunan tekanan darah. Banyak

konsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan mengandung banyak

mineral, seperti seledri, kol, jamur (banyak mengandung kalium),

kacang-kacangan (banyak mengandung magnesium). Sedangkan

susu dan produk susu mengandung banyak kalsium.

4) Menghilangkan stres

Stres menjadi masalah bila tuntutan dari lingkungan hampir atau

bahkan sudah melebihi kemampuan kita untuk mengatasinya. Cara

untuk menghilangkan stres yaitu perubahan pola hidup dengan

membuat perubahan dalam kehidupan rutin sehari-hari dapat

meringankan beban stress. Perubahan-perubahan itu ialah:

(a) Rencanakan semua dengan baik. Buatlah jadwal tertulis untuk

kegiatan setiap hari sehingga tidak akan terjadi bentrokan acara

atau kita terpaksa harus terburu-buru untuk tepat waktu memenuhi

suatu janji atau aktifitas.

(b) Sederhanakan jadwal. Cobalah bekerja dengan lebih santai.

(c) Bebaskan diri dari stres yang berhubungan dengan pekerjaan.

(d) Siapkan cadangan untuk keuangan

(e) Berolahraga.

1111
m
18

(f) Makanlah yang benar.

(g) Tidur yang cukup.

(h) Ubahlah gaya. Amati sikap tubuh dan perilaku saat sedang dilanda

stres.

(i) Sediakan waktu untuk keluar dari kegiatan rutin.

(j) Binalah hubungan sosial yang baik.

(k) Ubalah pola pikir. Perhatikan pola pikir agar dapat

menekan perasaan kritis atau negatif terhadap diri

sendiri.

(l) Sediakan waktu untuk hal-hal yang memerlukan

perhatian khusus.

(m) Carilah humor.

(n) Berserah diri pada Yang Maha Kuasa.

2) Penatalaksanaan Farmakologis

Selain cara pengobatan nonfarmakologis, penatalaksanaan utama

hipertensi primer alah dengan obat. Keputusan untuk mulai memberikan

obat antihipertensi berdasarkan beberapa faktor seperti derajat peninggian

tekanan darah, terdapatnya kerusakan organ target dan terdapatnya

manifestasi klinis penyakit kardiovaskuler atau faktor risiko lain.6 Terapi

dengan pemberian obat antihipertensi terbukti dapat menurunkan sistole

dan mencegah terjadinya stroke pada pasien usia 70 tahun atau lebih.

Menurut Arif Mansjoer, penatalaksanaan dengan obat antihipertensi

bagi sebagian besar pasien dimulai dengan dosis rendah kemudian

1111
m
19

ditingkatkan secara titrasi sesuai umur dan kebutuhan. Terapi yang

optimal harus efektif selama 24 jam dan lebih disukai dalam dosis

tunggal karena kepatuhan lebih baik, lebih murah dan dapat mengontrol

hipertensi terus menerus dan lancar, dan melindungi pasien terhadap

risiko dari kematian mendadak, serangan jantung, atau stroke akibat

peningkatan tekanan darah mendadak saat bangun tidur. Sekarang

terdapat pula obat yang berisi kombinasi dosis rendah 2 obat dari

golongan yang berbeda. Kombinasi ini terbukti memberikan efektifitas

tambahan dan mengurangi efek samping. Setelah diputuskan untuk untuk

memakai obat antihipertensi dan bila tidak terdapat indikasi untuk

memilih golongan obat tertentu, diberikan diuretik atau beta bloker. Jika

respon tidak baik dengan dosis penuh, dilanjutkan sesuai dengan

algoritma. Diuretik biasanya menjadi tambahan karena dapat

meningkatkan efek obat yang lain. Jika tambahan obat yang kedua dapat

mengontrol tekanan darah dengan baik minimal setelah 1 tahun, dapat

dicoba menghentikan obat pertama melalui penurunan dosis secara

perlahan dan progresif.

1111
m
20

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

a) Kesimpulan

Hipertensi disebut dengan tekanan darah tinggi, dimana tekanan

tersebut dihasilkan oleh kekuatan jantung ketika memompa darah

sehingga hipertensi ini berkaitan dengan kenaikan tekanan sistolik dan

tekanan diastolik. Standar hipertensi adalah sistolik 140 mmHg dan

diastolic 90 mmHg. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan,

Faktor-faktor yang tidak terbukti sebagai faktor risiko hipertensi adalah

jenis kelamin perempuan, kebiasaan merokok, kebiasaan mengkonsumsi

minuman beralkohol dan stres kejiwaan. Hipertensi dibagi menjadi dua

yaitu hipertensi primer dan sekunder.

Hipertensi primer kemungkinan memiliki banyak penyebab,

beberapa perubahan pada jantung dan pembuluh darah yang bersama-sama

menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Diduga pemicu terjadinya

hipertensi primer adalah karena faktor bertambahnya usia, stress psikologi

yang berkepanjangan, hereditas, gangguan pada fungsi jantung dan

pembuluh darah sehingga dapat memicu peningkatan tekanan darah

(Sunanto dalam Fitriana, 2015).

Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang telah diketahui

penyebabnya. Dari total jumlah penderita hipertensi 10%-nya dari

1111
m 20
21

golongan hipertensi sekunder (Sunanto dalam Fitriana, 2015). Timbulnya

penyakit hipertensi sekunder sebagai akibat dari suatu penyakit, kondisi,

kebiasaan seorang (Gunawan dalam Fitriana, 2015). Sekitar 5-10%

penderita hiperteni, penyebabnya adalah penyakit ginjal dan sekitar 1-2%

penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu

(misalnya pil KB) (Fitriana, 2015).

3.2 Saran

Saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut:

(a) Pelayanan Kesehatan (Dinas Kesehatan)

1. Menggalang kerjasama dengan lintas sektor yang terdekat dengan

masyarakat seperti PKK, organisasi keagamaan, kader kesehatan dan lain-

lain, dalam upaya deteksi dini serta penyuluhan hipertensi dan penyakit

tidak menular tertentu lainnya.

2. Untuk menjalankan upaya tersebut, secara intensif bisa dilakukan dengan

pembentukan semacam pos pembinaan terpadu untuk usia 35 tahun. Pos

pembinaan terpadu ini mencakup beberapa kegiatan seperti timbang dan

ukur tinggi badan (IMT), pengukuran tekanan darah, pemeriksaan gula

darah dan kolesterol, konseling dan penyuluhan (diet, merokok, stress,

aktifitas fisik, dll), olah raga/aktifitas fisik bersama. Jadual diatur

berdasarkan kesepakatan dengan memperhatikan anjuran jangka waktu

monitoring yang bermanfaat secara klinis.

1111
m
22

3. Upaya promotif dan preventif lain, bisa dilakukan dengan penyediaan

sarana informasi yang mudah diakses masyarakat seperti leaflet dan poster

tentang faktor risiko hipertensi.

(b) Masyarakat

1. Waspada dengan bertambahnya umur (>35 tahun), karena mulai rentan

terhadap berbagai macam penyakit termasuk hipertensi, lakukan

pemeriksaan tekanan darah paling lama satu bulan sekali.

2. Lebih hati-hati bagi yang mempunyai riwayat keluarga dengan orang tua

menderita hipertensi karena faktor risiko ini tidak bisa dimodifikasi,

hendaknya melakukan upaya pencegahan faktor risiko lain yang bisa

diubah.

3. Menghindari konsumsi makanan pencetus terjadinya hipertensi seperti

makanan asin dan makanan mengandung lemak jenuh.

4. Tidak membiasakan menggunakan minyak goreng bekas atau jelantah

karena jelantah mengandung lemak jenuh yang sangat berbahaya bagi

kesehatan tubuh yang dapat meningkatkan kadar kolesterol darah sebagai

faktor risiko terjadinya hipertensi.

5. Melakukan olah raga dengan benar secara teratur 34 kali seminggu

minimal 30 menit dengan sifat kontinyu, ritmik,

1111
m
23

DAFTAR PUSTAKA

Sugiharto, Aris . (2007). Faktor-faktor risiko hipertensi grade II pada Masyarakat.


Semarang. Universitas Diponegoro Semarang.

Fitriana, Rina. (2015). Hubungan Antara Konsumsi Makanan dan Status Gizi
dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Jember.

Arif, D. Rusnoto. Hartinah, D. 2013. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan


Kejadian Hipertensi pada Lansia Di Pusling Desa Klumping UPT Puskesmas
Gribig Kab. Kudus. STIKES Muhammadiyah Kudus.

Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT.Bina Pustaka.


Jakarta: PT.Bina Pustaka

1111
m

Вам также может понравиться