Вы находитесь на странице: 1из 114

BAB I

MINERAL

1.1 Pendahuluan
Mineral adalah suatu zat (fasa) padat yang terdiri dari unsur atau
persenyawaan kimia yang dibentuk secara alamiah oleh proses-proses anorganik,
mempunyai sifat-sifat kimia dan fisika tertentu dan mempunyai penempatan
atom-atom secara beraturan di dalamnya, atau dikenal sebagai struktur kristal.
Ilmu yang mempelajari tentang asal usul genesa mineral, sifat fisik dan kimianya
serta klasifikasi dan pemanfaatannya adalah mineralogi.
Mineral, kecuali beberapa jenis, memiliki sifat, bentuk tertentu dalam
keadaan padatnya, sebagai perwujudan dari susunan yang teratur didalamnya.
Apabila kondisinya memungkinkan, mereka akan dibatasi oleh bidang-bidang
rata, dan diasumsikan sebagai bentuk-bentuk yang teratur yang dikenal sebagai
kristal. Dengan demikian, kristal secara umum dapat di-definisikan sebagai
bahan padat yang homogen yang memiliki pola internal susunan tiga dimensi
yang teratur. Studi yang khusus mempelajari sifat-sifat, bentuk susunan dan cara-
cara terjadinya bahan padat tersebut dinamakan kristalografi.
Sebagian besar mineralmineral ini terdapat dalm keadaan padat, akan
tetapi dapat juga berada dalam keadaan setengah padat, gas, ataupun cair.
Mineralmineral padat itu biasanya terdapat dalam bentukbentuk kristal, yang
agak setangkup, dan yang pada banyak sisinya dibatasi oleh bidangbidang datar.
Bidangbidang geometric ini memberi bangunan yang tersendiri sifatnya pada
mineral yang bersangkutan. Minyak bumi misalnya adalah mineral dalam bentuk
cair, sedangkan gas bumi adalah mineral dalam bentuk gas. Sebagian dari mineral
dapat juga dilihat dalam bentuk amorf, artinya tidak mempunyai susunan dan
bangunankristal sendiri. Pengenalan atau dterminasi mineralmineral dapat
didasarkan atas bebagai sifat dari mineralmineral tersebut.
1.2 Jenis Mineral
Mineral ada yang merupakan unsur bebas dan ada yang merupakan bentuk
persenyawaan.

1
1.2.1 Mineral Silikat
Menyusun 95% bagian litosfer dan mantel bumi bagian atas.
Komposisi utamanya adalah Silikat (Si) dan Oksigen (O).
1. Framework silicates, yang paling berlimpah di alam adalah :
a. Quartz
b. Feldspars:
Orthoclase,Kaya akan Kalium (K)
Plagioclase, Kaya akan Kalsium (Ca) dan Natrium (Na)
2. Sheet silicates
a. Micas
b. Muscovite, kaya akan Alumunium (Al) dan berwarna cerah
c. Biotite, kaya akan Besi (Fe) dan berwarna gelap
3. Chain silicates
a. Pyroxenes, berantai tunggal
b. Amphiboles, berantai ganda
4. Single tetrahedron
a. Olivine
1.2.2 Mineral Non Silikat
Merupakan mineral dengan unsur atau persenyawaan dengan unsur
selain Silikat (Si) dan Oksigen (O), diantaranya:
1. Oxides
Tersusun dari Oksigen (O) dan logam atau ion-ion lain.
Hematite(Fe2O3)
Magnetite(Fe3O4)
Corundum(Al2O3)
2. Carbonates
Tersusun dari ion inti (CO3)2 , yang berkombinasi atau bergabung
dengan Ca, Mg, Fe, Cu, dan lain-lain. Terdapat kurang lebih 80 jenis mineral
karbonat, tetapi yang paling umum adalah:Calcite, Aragonite, Dolomite

2
3. Sulfides
Merupakan kombinasi atau gabungan satu atau lebih logam dengan
sulfur (S). Contohnya adalah:Galena(PbS), Pyrite (FeS2) Kalkopirit
(CuFeO2)
4. Sulfates
Penyusun utamanya adalah ion Sulfat (SO4) yang berkombinasi atau
bergabung dengan Ca, Ba, Mg, Fe, Cu, dan lain-lain. Contohnya
adalah:Gypsum(CaSO42H2O),Anhydrite (CaSO4), Barite (BaSO4)
5. Posphates
Penyusun utamanya adalah ion Fosfat ( PO4) yang berkombinasi atau
bergabung dengan Ca, Ba, Mg, Fe, Cu, dan lain-lain. Contohnya adalah:Apatite
(2(Ca5PO4)3F )
6. Native elements
Contoh mineralnya adalah :
Logam : Gold (Au), Silver (Ag), Platinum (Pt)
Non-Logam : Diamond (C), Graphite (C), Sulfur (S)

1.3 Sifat Fisik Mineral


A. Kilap (Lustre)
Gejala ini terjadi apabila pada mineral dijatuhkan cahaya refleksi dan
kilap suatu mineral sangat penting untuk diketahui. Beberapa kilap yang
sering digunakan adalah sebagai berikut:
Kilap Logam (Metallic Lustre), kilap yang dihasilkan dari mineral-mineral
logam, seperti Galena, Grafit, Hematit, Kalkopirit, Magnetit, Pirit.
Kilap Sub Logam (Sub Metallic Lustre), kilap yang dihasilkan dari
mineral hasil alterasi mineral sebelumnya, seperti Ilmenit (FeO.TiO2)
Kilap Non Logam (Non Metallic Lustre),
Kilap Intan (Adamantin Lustre), kilap sangat cemerlang seperti
pada intan permata, seperti Intan.
Kilap Kaca (Vitreous Lustre), kilap seperti pada pecahan kaca,
seperti Kalsit, Kwarsa.

3
Kilap Sutera (Silky Lustre), kilap seperti sutera, biasanya terlihat
pada mineral-mineral yang menyerat, seperti Aktinolit, Asbes,
Gipsum
Kilap Damar (Resinous Lustre), kilap seperti damar, seperti
Sphalerit, Monasit
Kilap Mutiara (Pearly Lustre), kilap seperti mutiara, biasanya
terlihat pada bidang-bidang belah dasar mineral, seperti Nefelin,
Opal, Serpentin, Brukit.
Kilap Tanah (Limonit Lustre) atau kilap guram (Dul ), biasanya
terlihat pada mineral-mineral yang kempal, seperti Bauxit, Kaolin,
Limonit
Kilap Lemak (Greasy Lustre), kilap seperti lemak, seakan-akan
terlapis oleh lemak, seperti Nefelin.
B. Warna (Colour)
Mineral seperti Magnetite dan Galena mempunyai warna tetap, tetapi
ada beberapa mineral akan mempunyai warna yang bervariasi. Warna-warna
dari mineral antara lain:
Putih : Kaolin (Al2O3.2SiO2.2H2O), Gypsum (CaSO4.H2O), Milky
Kwartz (Kwarsa Susu) (SiO2)
Kuning : Belerang (S)
Emas : Pirit (FeS2), Kalkopirit (CuFeS2), Ema (Au)
Hijau :Klorit ((Mg.Fe)5Al(AlSiO3O10) (OH)), Malasit (Cu
CO3Cu(OH)2)
Biru : Azurit (2CuCO3 .Cu (OH)2), Beril ( Be3 Al2 (Si6O18))
Merah : Jasper, Hematit (Fe2O3)
Coklat : Garnet, Limonite (Fe2O3)
Abu-abu : Galena (PbS)
Hitam : Biotit (K2 (MgFe)2 (OH)2 (AlSi3O10)), Grafit (C), Augit
C. Kekerasan (Hardness)
Kekerasan merupakan ketahanan mineral terhadap suatu goresan.
Kekerasan relatif dari suatu mineral tertentu dengan suatu urutan mineral yang

4
dipakai sebagai standart kekerasan. Mineral yang mempunyai kekerasan lebih
kecil akan mempunyai bekas goresan pada tubuh mineral tersebut. Untuk
standart kekerasan biasa yang dipakai adalah skala kekerasan dari MOHS
yang mempunyai 10 pembagian skala, dimulai dari skala untuk mineral yang
terlunak dan skala 10 untuk mineral yang terkeras.
Tabel 1.1 Skala kekerasan Mineral MOHS

Skala Kekerasan Mineral Rumus Kimia


1 Talc H2Mg3 (SiO3)4
2 Gypsum CaSO4. 2H2O
3 Calcite CaCO3
4 Fluorite CaF2
5 Apatite CaF2Ca3 (PO4)2
6 Orthoklase K Al Si3 O8
7 Quartz SiO2
8 Topaz Al2SiO3O8
9 Corundum Al2O3
10 Diamond C
Sebagai perbandingan dari skala tersebut diatas, maka dibawah ini
akan disajikan beberapa alat penguji standart kekerasan, yaitu :
Kuku jari tangan 2,5
Kawat tembaga 3
Pecahan kaca 5,5 6
Kikir Baja/ jarum baja 6,6 7

D. Cerat (Streak)
Cerat merupakan warna mineral dalam bentuk hancuran/ serbuk. Hal
ini dapat diperoleh bila mineral digoreskan pada keping porselin kasar, atau
dengan membubuk mineral, kemudian warna bubuk itu dilihat.

5
Cerat tersebut sama dengan warna mineralnya, tetapi dapat juga
berbeda dengan dengan warna mineralnya. Warna cerat untuk mineral tertentu
umumnya tetap walaupun warna mineralnya berubah-ubah. Contohnya :
Pirit : berwarna keemasan namun jika digoreskan pada plat porselin akan
meninggalkan jejak berwarna hitam.
Hematite: berwarna merah namun bila digoreskan pada plat porselin akan
meninggalkan jejak berwarna merah kecoklatan.
Augite: Ceratnya abu-abu kehijauan
Biotite: Ceratnya tidak berwarna
Orthoklase: Ceratnya putih

E. Belahan (Cleavage)
Belahan merupakan kecendrungan mineral untuk membelah diri pada
suatu arah atau lebih yang dikontrol oleh struktur atom.Belahan mineral akan
selalu sejajar dengan bidang permukaan kristal yang rata, karena belahan
merupakan gambaran dari struktur dalam dari kristal.Belahan tersebut akan
menghasilkan kristal menjadi bagian-bagian kristal yang kecil, yang setiap
bagian kristal dibatasi oleh bidang yang rata.
Berdasarkan dari bagus atau tidaknya permukaan bidang belahannya,
belahan dapat dibagi menjadi :
Sempurna (Perfect)
Yaitu apabila mineral mudah terbelah melalui arah belahannya yang
merupakan bidang yang rata dan sukar pecah selain melalui bidang
belahannya. Contoh: Calcite, Muscovite, Galena, Halite
Baik (Good)
Yaitu apabila mineral mudah terbelah melalui bidang belahannya yang
rata, tetapi dapat juga terbelah.Contoh: Apatite, Cassiterite, Native
Sulphur
Jelas (Distinct)
Tidak Jelas (Indistinct)

6
Berdasarkan banyaknya belahan pada mineral, belahan dapat dibagi
menjadi:
Belahan 1 arah, contohnya : Muskovit
Belahan 2 arah (60/120), contohnya : Feldspar
Belahan 3 arah (90), contohnya : Halit, Galena
Belahan 3 arah (60/90), contohnya : Kalsit
Belahan 4 arah, contohnya:Fluorit.

F. Pecahan (Fracture)
Merupakan kecendrungan mineral untuk terpisah dalam arah yang tidak
teratur. Tidak dikontrol kuat oleh struktur atom. Apabila suatu mineral
mendapatkan tekanan yang melampaui batas plastisitas dan elastisitasnya,
maka mineral tersebut akan pecah.Pecahan dapat dibagi menjadi :
Choncoidal: Pecahan yang memperlihatkan gelombang yang melengkung
dipermukaannya, seperti kenampakan pada botol pecah.
Contohnya:Quartz (Kwarsa)
Hackly : Pecahan dimana permukaannya tidak teratur dengan ujung-ujung
yang runcing. Contohnya : Native Metals (Cu, Ag)
Even: Pecahan mineral dengan permukaan bidang pecah kecil-kecil
dengan ujung pecahan masih mendekati bidang datar. Contohnya:Limonit,
Muscovite, Talc, Biotite, Mineral Lempung.
Uneven : Pecahan yang kasar dengan permukaan yang tidak teratur dengan
ujung-ujung yang runcing. Contohnya:Garnet, Hematite, Kalkopirit,
Magnetit.
Splintery : Pecahan mineral yang hancur menjadi kecil-kecil dan tajam
menyerupai benang atau berserabut. Contohnya:Augit, Hipersten,
Anhydrite, Serpentine.
Earthy : Pecahan mineral yang hancur seperti tanah. Contohnya : Kaoline,

7
G. Bentuk (Form)
Apabila dalam pertumbuhannya tidak mengalami gangguan apapun,
maka mineral akan mempunyai bentuk kristal yang sempurna. Tetapi bentuk
sempurna ini jarang didapatkan karena di alam gangguan-gangguan tersebut
selalu ada. Mineral yang dijumpai di alam srering bentuknya tidak
berkembang sebagaimana mestinya, sehingga sulit untuk mengelompokan
mineral kedalam sistem kristalografi.

Gambar 1.4 Parameter lain bentuk mineral

Gambar 1.1 Bentuk mineral

H. Berat Jenis (Specific Gravity)


Berat jenis adalah angka perbandingan antara berat suatu mineral
dibandingkan dengan berat air pada volume yang sama.Cara yang umum
untuk menentukan berat jenis yaitu dengan menimbang mineral tersebut
terlebih dahulu, misalnya beratnya x gram. Kemudian mineral ditimbang lagi
dalam keadaan di dalam air, misalnya beratnya y gram. Berat terhitung dalam
keadaan di dalam air adalah berat miberal dikurangi dengan berat air yang
volumenya sama dengan volume butir mineral tersebut. Rumus perhitungan
berat jenis:
Berat di Luar Air
Berat Jenis = Berat di Luar AirBerat Dalam Air

8
I. Sifat Dalam
Rapuh (brittle) : mudah hancur tapi bias dipotong-potong, contoh :
kwarsa, orthoklas, kalsit, pirit.
Mudah ditempa (malleable) : dapat ditempa menjadi lapisan tipis,
seperti : emas, tembaga.
Dapat diiris (secitile) : dapat diiris dengan pisau, hasil irisan rapuh,
contoh : gypsum.
Fleksible : mineral berupa lapisan tipis, dapat dibengkokkan tanpa patah
dan sesudah bengkok tidak dapat kembali seperti semula. Contoh :
mineral talk, selenit.
Blastik : mineral berupa lapisan tipis dapat dibengkokkan tanpa menjadi
patah dan dapat kembali seperti semula bila kita henikan tekanannya,
contoh : muskovit.
J. Kemagnetan
Merupakan sifat mineral terhadap gaya magnet. Dikatakan sebagai
feromagnetik bila mineral dengan mudah tertarik gaya magnet seperti
magnetic, phirhotit. Mineral-mineral yang menolak gaya magnet disebut
diamagnetic, dan yang tertarik lemah yaitu paramagnetic. Untuk melihat
apakah mineral mempunyai sifat magnetic atau tidak kita gantungkan pada
seutas tali/benang sebuah magnet, dengan sedikit demi sedikit mineral kita
dekatkan pada magnet tersebut. Bila benang bergerak mendekati berarti
mineral tersebut magnetic. Kuat tidaknya bias kita lihat dari besar kecilnya
sudut yang dibuat dengan benang tersebut dengan garis vertikal.

K. Transparansi
Sifat transparan dari suatu mineral tergantung kepada kemampuan
mineral tersebut men-transmit sinar cahaya (berkas sinar). Sesuai dengan itu,
variasi jenis mineral dapat dibedakan menjadi :
Tembus (Transparant), contohnya : Kalsit, Kuarsa
Agak Tebus/Setengah Tembus (Translucens), contohnya : Opal

9
Tidak Tembus (Opaq), contohnya : Feldspar, Piroksen, Hornblende

1.4 Hubungan Mineral dan Batuan


Mineral sangat berkaitan dengan proses pembentukan batuan dari
proses pendinginan dan komposisi asal magma, hal ini dikarenakan magma
memiliki unsur atau persenyawaan yang sangat komplek baik unsur silikat
dan non-silikat. Mineral yang terbentuk pada saat pendinginan magma serta
faktor yang mempengaruhi keterdapatannya dapat dilihat pada deret seri
bowen.
Mineral yang terbentuk pada pendinginan magma ini, nantinya dapat
mengalami perubahan dan perpindahan dari tempat terbentuknya sehingga
dapat berubah juga tergantung proses yang berpengaruh. Faktor yang dapat
mempengaruhi perubahan ini dapat dilihat pada siklus pembentukan batuan.

10
BAB II
BATUAN BEKU

2.1 Pendahuluan
Batuan beku (Igneous Rock) adalah batuan yang terbentuk langsung oleh
pembekuan magma baik di atas permukaan bumi maupun di bawah permukaan
bumi. Magma adalah cairan atau larutan silikat pijar yang terbentuk secara
alaamiah, bersifat mudah bergerak, bersuhu antara 900C1200C dan berasal
ataau terbentuk pada kerak bumi bagian bawah hingga selubung bagian atas.
Proses pembekuan tersebut merupakan proses perubahan fase dari cair
menjadi padat. Proses pembekuan magma sangat berpengaruh terhadap tekstur
dan struktur primer batuan sedangkan komposisi batuan sangat dipengaruhi oleh
sifat magma asal.
Pada saat suhu mengalami penurunan akan terjadi tahapan perubahan fase
dari cair ke padat. Apabila cukup energi pembentukan kristal maka akan terbentuk
kristal- kristal mineral berukuran besar sedangkan bila energi pembentukan
rendah akan terbentuk kristal yang berukuran halus. Bila pendinginan berlangsung
sangat cepat maka kristal tidak akan terbentuk dan cairan magma tersebut
membeku menjadi gelas.

2.2Warna Batuan Beku


Warna batuan beku berkaitan erat dengan komposisi mineral
penyusunnya.Mineral penyusun batuan tersebut sangat dipengaruhi oleh
komposisi magma asalnya, sehingga dari warna dapat diketahui jenis magma
pembentuknya.
a. Batuan beku berwarna cerah umumnya adalah batuan beku asam yang
tersusun atas mineral-mineral felsik (asam) misalnya kuarsa, ortoklas,
plagioklas, muskovit.
b. Batuan beku yang berwarna hijau kehitaman umumnya adalah batuan beku
basa dengan mineral penysusun domain adalah mineral-mineral mafik (basa)
misalnya olivine, piroksen, amphibol/hornblende, biotit.

11
c. Batuan beku berwarna gelap sampai hitam umumnya adalah batuan beku
intermediet dimana jumlah mineral mafik dan felsiknya hamper sama banyak.
d. Batuan beku yang berwarna hijau kelam dan biasanya monominerallik
disebut batuan beku ultrabasa dengan komposisi hamper seluruhnya mineral
mafik.

2.3 Struktur Batuan Beku


Berdasarkan tempat pembekuannya batuan beku dibedakan menjadi
batuan beku extrusive dan intrusive. Hal ini pada nantinya akan menyebabkan
perbedaan pada tekstur masing masing batuan tersebut. Kenampakan dari batuan
beku yang tersingkap merupakan hal pertama yang harus kita perhatikan.
Kenampakan inilah yang disebut sebagai struktur batuan beku.
A. Struktur batuan beku ekstrusif
Struktur batuan beku merupakan kenampakan batuan beku secara makro
yang meliputi kedudukan dari batuan tersebut. Struktur batuan beku sebagian
besar hanya dapat dilihat di lapangan saja, pada batuan beku umumnya ditemukan
struktur.Struktur ini diantaranya:
a. Masif, yaitu apabila tidak menunjukkan adanya sifat aliran, jejak gas (tidak
menunjukkan adanya lubang-lubang), dan tidak menunjukkan adanya
fragmen lain yang tertanam dalam tubuh batuan beku
b. Sheeting joint, yaitu struktur batuan beku yang terlihat sebagai lapisan
c. Columnar joint, yaitu struktur yang memperlihatkan batuan terpisah poligonal
seperti batang pensil.
d. Pillow lava, yaitu struktur yang menyerupai bantal yang bergumpal-gumpal.
Hal ini diakibatkan proses pembekuan terjadi pada lingkungan air.
e. Vesikuler, yaitu struktur yang berlubang-lubang yang disebabkan oleh
keluarnya gas pada waktu pembekuan magma. Struktur vesikuler dibagi
menjadi dua macam yaitu :
Skoria, lubang-lubang gas pada permukaan batuan tersebut terlihat tidak
teratur, besar dan tidak saling berhubungan.

12
Pumice,jika lubang-lubang gas halus, saling berhubungan, banyak dan
teratur.
f. Amigdaloidal, yaitu struktur vesikuler yang kemudian terisi oleh mineral
mineral sekunder, biasanya mineral silikat atau karbonat
g. Xenolithis, yaitu struktur yang memperlihatkan adanya fragmen/pecahan
batuan lain yang masuk dalam batuan yang mengintrusi.

2.4 Tekstur Batuan Beku


Magma merupakan larutan yang kompleks. Karena terjadi penurunan
temperatur, perubahan tekanan dan perubahan dalam komposisi, larutan magma
ini mengalami kristalisasi. Perbedaan kombinasi hal-hal tersebut pada saat
pembekuan magma mengakibatkan terbentuknya batuan yang memilki tekstur
yang berbeda. Tekstur merupakan hubungan antar butir mineral-mineral
pembentuk batuan (skala kecil).
Ketika batuan beku membeku pada keadaan temperatur dan tekanan yang
tinggi di bawah permukaan dengan waktu pembekuan cukup lama maka mineral-
mineral penyusunnya memiliki waktu untuk membentuk sistem kristal tertentu
dengan ukuran mineral yang relatif besar. Sedangkan pada kondisi pembekuan
dengan temperatur dan tekanan permukaan yang rendah, mineral-mineral
penyusun batuan beku tidak sempat membentuk sistem kristal tertentu, sehingga
terbentuklah gelas (obsidian) yang tidak memiliki sistem kristal, dan mineral yang
terbentuk biasanya berukuran relatif kecil. Berdasarkan hal di atas, tekstur batuan
beku dapat dibedakan berdasarkan :

1. Derajat Kristalisasi
Merupakan tingkatan kristalisasi mineral dalam batuan. Tingkatan ini
dibedakan menjadi 3, yaitu:
a. Holokristalin, jika mineral-mineral dalam batuan semua berbentuk
kristal-kristal.

13
b. Hipokristalin, jika sebagian berbentuk kristal sedangkan sebagian yang
lain berbentuk mineral gelas.
c. Holohyalin, hampir seluruhnya terdiri dari gelasan. Pengertian gelasan
ini adalah mineral-mineral yang tidak mengkristal atau amorf.
2. Granularitas
Pada batuan beku nonfragmental, tingkat granularitas dapat dibagi menjadi
beberapa macam yaitu :
Equigranular
Disebut equigranular apabila memiliki ukuran kristal yang seragam.
Tekstur ini dibagi menjadi dua :
Fanerik, yaitu bila ukuran kristal masih bisa dibedakan dengan mata
telanjang
Afanitik, yaitu ukuran kristal tidak dapat dibedakan dengan mata
telanjang atau ukuran kristalnya sangat halus.
Inequigranular
Apabila ukuran kristal tidak seragam. Tekstur ini dapat dibagi lagi menjadi
Faneroporfiritik, yaitu bila kristal yang besar dikelilingi oleh kristal-
kristal yang kecil dan dapat dikenali dengan mata telanjang
Porfiroafanitik, yaitu bila fenokris dikelilingi oleh massa dasar yang
tidak dapat dikenali dengan mata telanjang
Vitrovirik, bila massa dasar berupa gelas
3. Bentuk Butir
Bentuk butir dilihat berdasarkan atas kejelasan bidang batas kristal,
dilihat dari pandangan dua dimensi, meliputi:
Euhedral : apabila bentuk kristal sempurna dan dibatasi oleh bidang
batas yang jelas.
Subhedral : apabila bentuk kristal kurang sempurna dan dibatasi oleh
bidang batas yang tidak begitu jelas.
Anhedral : apabila bentuk kristal dibatasi oleh bidang kristal tidak
sempurna/ tidak jelas.

14
Gambar
Gambar 1.3 Bentuk
2.1 Bentuk mineral
mineral (berurutan
(berurutan : euhedral,subhedral,
: euhedaral, subhedral dan anhedral).
anhedral )

2.5 Komposisi Mineral


Secara garis besar mineral pembentuk batuan dibagi dalam tiga kelompok,
yaitu mineral utama, mineral skunder dan mineral tambahan.
A. Mineral Utama
Mineral-mineral utama penyusun kerak bumi disebut mineral pembentuk
batuan, teruutama mineral golongan silikat. Golongan mineral yang berwarna
tua/gelap disebut mineral mafik yang kaya akan unsur Mg dan Fe. Sedangkan
golongan mineral yang berwarna muda/terang disebut mineral felsik yang miskin
akan unsur Mg dan Fe. Berdasarkan warna dan densitas dikelompokkan menjadi
dua yaitu :
1. Mineral felsik (mineral bewarna terang) yaitu :
Kuarsa (SiO2)
Kelompok feldspar,terdiri dari seri feldspar alkali (Kna) AlSi3O8 dan
seri plagioklas, anorthoklas, adularia dan mikrolin. Seri plagioklas
terdiri dari albit, oligoklas, andesit, labradoriot, bitownit dan
labradorit.
Kelompok feldspatoid (Na, K alumina silika) terdiri dari nefelin,
sodalit, leusit.
2. Mineral mafik (mineral warna gelap) yaitu :
Kelompok olivine terdiri dari fayalite dan forsterite.
Kelompok piroksen terdiri dari enstatit, hiperstein, augite, pigeonit,
diopsid.
Kelompok mika terdiri dari biotit, muscovite

15
Kelompok ampibol terdiri dari anthofilit, cumingtonit, hornblende,
rieberkit, tremolit, aktinolit, gluacofan.

Gambar 2.2 Bowen Reactions Series

B. Mineral Sekunder
Mineral skunder adalah mineral-mineral yang dibentuk kemudian dari
mineral-mineral utama oleh proses pelapukan, sirkulasi air atau larutan dan
metamorfosa. Suatu contoh yang baik adalah mineral klorit yang biasanya
terbentuk dari mineral biotit oleh proses pelapukan. Mineral ini terdapat pada
batuan-batuan yang telah lapuk dan batuan sedimen dan juga pada batuan
metamorf. Mineral sekunder terdiri dari:
Kelompok kalsit (kalsit, dolomite, magnesit, siderite) terbentuk dari hasil
ubahan mineral plagioklas.
Kelompok serpentin (antigorit dan krisotil) terbentuk dari hasil ubahan mineral
mafik (terutama kelompok olivine dan piroksen).
Kelompok klorit (proklor, penin talk) umumnya terbentuk dari ubahan
kelompok plagioklas.
Kelompok sericit sebagai ubahan mineral plagioklas.
Kelompok kaolin (kaolin, hallosyte) umumnya ditemukan sebagai hail
pelapukan batuan beku.
C. Mineral Tambahan

16
Mineral tambahan adalah mineral-mineral yang terbentuk oleh kristalisasi
magma, terdapat dalam jumlah yang sedikit sekali.Umumnya kurang dari 5%
sehingga kehadiran atau ketidakhadirannya tidak mempengaruhi sifat dan
penamaan dari batuan tersebut.
Contohnya adalah mineral magnetit, suatu oksidabesi yang berwarna hitam
mempunyai sifat magnetit kuat dan terdapat dalam jumlah yang sedikit dalam
batuan beku.Mineral-mineral tambahan dari batuan beku adalah zircon, sphen,
magnetit, ilmenit, hematite, apatit, pyriot, rutil, corundum dan garnet.

2.6 Klasifikasi Batuan Beku


A. Berdasarkan tempat kejadiannya (genesa)
1. Batuan beku luar (ekstrusif) terbentuk di dekat permukaan bumi.
Proses pendinginannya berlangsung sangat cepat sehingga tidak
sempat membentuk kristal. Struktur batuan ini dinamakan amorf.
Contoh: Obsidian, Riolit dan Batuapung.
2. Batuan beku korok (hypabisal), terbentuk pada celah-ceah atau pipa
gunung api. Proses pendinginanya berlangsung relative cepat sehingga
batuannya terdiri atas Kristal-kristal yang tidak sempurna dan
bercampur dengan massa dasarsehingga membentuk struktur porfiritik.
Contoh : Granit porfir, Diorit porfir.
3. Batuan beku dalam (plutonik), terbentuk jauh di bawha permukaan
bumi. Proses pendinginan sangat lambat sehingga batuan seluruhnya
terdiri atas Kristal-kristal (struktur hipokristalin). Contoh: Granit,
Granodiorit, dan Gabro.
Batuan beku ekstrusif adalah batuan beku yang proses
pembekuannya berlangsung dibawah permukaan bumi. berdasarkan
kedudukannya terhadap perlapisan batuan yang diterobosnya struktur
tubuh batuan beku intrusif terbagi menjadi dua yaitu konkordan dan
diskordan.
1. Konkordan

17
Tubuh batuan beku intrusif yang sejajar dengan perlapisan disekitarnya,
jenis jenis dari tubuh batuan ini yaitu :
a. Sill, tubuh batuan yang berupa lembaran dan sejajar dengan perlapisan batuan
disekitarnya.
b. Laccolith, tubuh batuan beku yang berbentuk kubah (dome), dimana
perlapisan batuan yang asalnya datar menjadi melengkung akibat
penerobosan tubuh batuan ini, sedangkan bagian dasarnya tetap datar.
Diameter laccolih berkisar dari 2 sampai 4 mil dengan kedalaman ribuan
meter.
c. Lopolith, bentuk tubuh batuan yang merupakan kebalikan dari laccolith, yaitu
bentuk tubuh batuan yang cembung ke bawah. Lopolith memiliki diameter
yang lebih besar dari laccolith, yaitu puluhan sampai ratusan kilometer
dengan kedalaman ribuan meter.
d. Paccolith, tubuh batuan beku yang menempati sinklin atau antiklin yang telah
terbentuk sebelumnya. Ketebalan paccolith berkisar antara ratusan sampai
ribuan kilometer
2. Diskordan
Tubuh batuan beku intrusif yang memotong perlapisan batuan disekitarnya.
Jenis-jenis tubuh batuan ini yaitu
a. Dike, yaitu tubuh batuan yang memotong perlapisan disekitarnya dan
memiliki bentuk tabular atau memanjang. Ketebalannya dari beberapa
sentimeter sampai puluhan kilometer dengan panjang ratusan meter.
b. Batolith, yaitu tubuh batuan yang memiliki ukuran yang sangat besar yaitu >
100 km2 dan membeku pada kedalaman yang besar.
c. Stock, yaitu tubuh batuan yang mirip dengan Batolith tetapi ukurannya lebih
kecil

18
Gambar 2.3 Bagan Struktur Batuan Beku Intrusif

B. Berdasarkan komposisi kimia


1. Batuan beku ultrabasa memiliki kandungan silika kurang drai 45 %.
2. Batuan beku basa memiliki kandungan silika 45%-52%
3. Batuan beku intermediet, memiliki kandungan silika antara 52%-66%.
4. Batuan beku asam, memiliki kandungan silika lebih dari 66%.
C. Batuan Beku Non Fragmental
Pada umumnya batuan beku nonfragmental berupa batuan beku
intrusif ataupun aliran lava yang tersusun atas kristal-kristal mineral
D. Batuan Beku Fragmental
Batuan beku ini juga dikenal dengan nama batuan piroklastik yang
merupakan bagian dari batuan vulkanik. Batuan fragmental secara khusus
terbentuk oleh proses vulkanik yang eksplosif (letusan). Bahan-bahan yang
diletuskan dari erupsi kemudian mengalami lithifikasi sebelum atau sesudah
mengalami perombakan oleh air atau es. Secara genetik batuan beku
fragmental dapat di bagi menjadi 3 tipe utama,yaitu:endapan jatuhan
piroklastik, endapan aliran piroklastik, dan pyroclastic surge deposits.

19
BAB III
BATUAN SEDIMEN

3.1 Pendahuluan
Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk dari akumulasi material
hasil perombakan batuan yang sudah ada sebelumnya atau hasil aktivitas kimia
maupun organisme, yang diendapkan lapis demi lapis pada permukaan bumi yang
kemudian mengalami pembatuan(Danang Endarto, 2005).
Pada umumnya batuan sedimen dapat dikenali dengan mudah dilapangan
dengan adanya perlapisan. Perlapisan pada batuan sedimen disebabkan oleh (1)
perbedaan besar butir, seperti misalnya antara batupasir dan batulempung; (2)
Perbedaan warna batuan, antara batupasir yang berwarna abu-abu terang dengan
batulempung yang berwarna abu-abu kehitaman. Disamping itu, struktur sedimen
juga menjadi penciri dari batuan sedimen, seperti struktur silang siur atau struktur
gelembur gelombang. Ciri lainnya adalah sifat klastik, yaitu yang tersusun dari
fragmen-fragmen lepas hasil pelapukan batuan yang kemudian tersemenkan
menjadi batuan sedimen klastik. Disamping itu kandungan fosil juga menjadi
penciri dari batuan sedimen, mengingat fosil terbentuk sebagai akibat dari
organisme yang terperangkap ketika batuan tersebut diendapkan.
Faktor-faktor yang mengontrol terbentuknya sedimen adalah iklim,
topografi, vegetasi dan juga susunan yang ada dari batuan. Sedangkan faktor yang
mengontrol pengangkutan sedimen adalah air, angin, dan juga gaya gravitasi.
Sedimen dapat terangkut baik oleh air, angin, dan bahkan salju/gletser. Sedimen
dapat diangkut dengan tiga cara, yaitu :
a) Suspended load: ini umumnya terjadi pada sedimen-sedimen yang sangat kecil
ukurannya (seperti lempung) sehingga mampu diangkut oleh aliran air atau
angin yang ada.
b) Bed load: ini terjadi pada sedimen yang relatif lebih besar (seperti pasir,
kerikil, kerakal, bongkah) sehingga gaya yang ada pada aliran yang bergerak
dapat berfungsi memindahkan pertikel-partikel yang besar di dasar. Pergerakan
dari butiran pasir dimulai pada saat kekuatan gaya aliran melebihi kekuatan

20
inertia butiran pasir tersebut pada saat diam. Gerakan-gerakan sedimen tersebut
bisa menggelundung, menggeser, atau bahkan bisa mendorong sedimen yang
satu dengan lainnya.
c) Saltation yang dalam bahasa latin artinya meloncat umumnya terjadi pada
sedimen berukuran pasir dimana aliran fluida yang ada mampu menghisap dan
mengangkut sedimen pasir sampai akhirnya karena gaya gravitasi yang ada
mampu mengembalikan sedimen pasir tersebut ke dasar.

Gambar 3.1 Proses transportasi material sedimen

Pada saat kekuatan untuk mengangkut sedimen tidak cukup besar dalam
membawa sedimen-sedimen yang ada maka sedimen tersebut akan jatuh atau
mungkin tertahan akibat gaya gravitasi yang ada. Setelah itu proses sedimentasi
dapat berlangsung sehingga mampu mengubah sedimen-sedimen tersebut menjadi
suatu batuan sedimen.
3.2 Penggolongan Batuan Sedimen
Berbagai penggolongan dan penamaan batuan sedimen telah dikemukakan
oleh para ahli, baik berdasarkan genetis maupun deskriptif. Secara genetik
disimpulkan dua golongan

A. Batuan Sedimen Klastik

21
Batuan sedimen yang terbentuk dari pengendapan kembali detritus atau
pecahan batuan asal.Batuan asal dapat berupa batuan beku, metamorf dan sedimen
itu sendiri.
Batuan sedimen diendapkan dengan proses mekanis, terbagi dalam dua
golongan besar dan pembagian ini berdasarkan ukuran besar butirnya. Cara
terbentuknya batuan tersebut berdasarkan proses pengendapan baik yang
terbentuk dilingkungan darat maupun dilingkungan laut. Batuan yang ukurannya
besar seperti breksi dapat terjadi pengendapan langsung dari ledakan gunungapi
dan di endapkan disekitar gunung tersebut dan dapat juga diendapkan
dilingkungan sungai dan batuan batupasir bisa terjadi dilingkungan laut, sungai
dan danau.Semua batuan diatas tersebut termasuk ke dalam golongan detritus
kasar.Sementara itu, golongan detritus halus terdiri dari batuan lanau, serpih dan
batua lempung dan napal.Batuan yang termasuk golongan ini pada umumnya di
endapkan di lingkungan laut dari laut dangkal sampai laut dalam.
Fragmentasi batuan asal tersebut dimulaiu dari pelapukan mekanis
maupun secara kimiawi, kemudian tererosi dan tertransportasi menuju suatu
cekungan pengendapan.
Setelah pengendapan berlangsung sedimen mengalmi diagenesa yakni,
proses prosesproses yang berlangsung pada temperatur rendah di dalam suatu
sedimen, selama dan sesudah litifikasi. Hal ini merupakan proses yang mengubah
suatu sedimen menjadi batuan keras. Proses diagenesa antara lain :
1. Kompaksi Sedimen
Yaitu termampatnya butir sedimen satu terhadap yang lain akibat
tekanan dari berat beban di atasnya. Disini volume sedimen berkurang dan
hubungan antar butir yang satu dengan yang lain menjadi rapat.
2. Sementasi
Yaitu turunnya materialmaterial di ruang antar butir sedimen dan secara
kimiawi mengikat butirbutir sedimen dengan yang lain. Sementasi makin
efektif bila derajat kelurusan larutan pada ruang butir makin besar. Bahan-
bahan semen yang lazim adalah : Klasit, oksida, solomit, silika, sulfat, siderit
3. Rekristalisasi

22
Yaitu pengkristalan kembali suatu mineral dari suatu larutan kimia
yang berasal dari pelarutan material sedimen selama diagenesa atu
sebelumnya.Rekristalisasi sangat umum terjadi pada pembentukan batuan
karbonat.
4. Autiqenesis
Yaitu terbentuknya mineral baru di lingkungan diagenesa, sehingga
adanya mineral tersebut merupakan partikel baru dalam suatu sedimen.
Mineral autigenik ini yang umum diketahui sebagai berikut : karbonat, silica,
klorit, gypsum dll.
5. Metasomatisme
Yaitu pergantian material sedimen oleh berbagai mineral autigenik,
tanpa pengurangan volume asal.
Secara umum, komposisi batuan sedimen klastik dapat berupa :
Klastika/litik (Clasts) (pecahan yang besar, contohnya pasir dan kerikil)
Matrik (Matrix) (lumpur atau sedimen halus lain yang mengelilingi butiran
klastika/fragmen)
Semen (Cement) (bahan / mineral yang memegang atau mengikat klastika dan
matrik, merupakan produk diagenesis)
B. Batuan Sedimen Non Klastik
Batuan sedimen non-klastik adalah batuan sedimen yang terbentuk dari
proses kimiawi, seperti batu halit yang berasal dari hasil evaporasi dan batuan
rijang sebagai proses kimiawi. Batuan sedimen non-klastik dapat juga terbentuk
sebagai hasil proses organik, seperti batugamping terumbu yang berasal dari
organisme yang telah mati atau batubara yang berasal dari sisa tumbuhan yang
terubah. Batuan ini terbentuk sebagai proses kimiawi, yaitu material kimiawi yang
larut dalam air (terutamanya air laut). Material ini terendapkan karena proses
kimiawi seperti proses penguapan membentuk kristal garam, atau dengan bantuan
proses biologi (seperti membesarnya cangkang oleh organisme yang mengambil
bahan kimia yang ada dalam air).
Dalam keadaan tertentu, proses yang terlibat sangat kompleks, dan sukar
untuk dibedakan antara bahan yang terbentuk hasil proses kimia, atau proses

23
biologi (yang juga melibatkan proses kimia secara tak langsung). Jadi lebih sesuai
dari kedua-dua jenis sedimen ini dimasukan dalam satu kelas yang sama, yaitu
sedimen endapan kimiawi / biokimia. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah
sedimen evaporit (evaporites), karbonat (carbonates), batugamping dan dolomit
(limestones and dolostone), serta batuan bersilika (siliceous rocks), rijang (chert).
1. Batuan Sedimen Evaporit
Batuan evaporit atau sedimen evaporit terbentuk sebagai hasil proses
penguapan (evaporation) air laut. Proses penguapan air laut menjadi uap
mengakibatkan tertinggalnya bahan kimia yang pada akhirnya akan
menghablur apabila hampir semua kandungan air manjadi uap. Proses
pembentukan garam dilakukan dengan cara ini. Proses penguapan ini
memerlukan sinar matahari yang cukup lama.
Batuan garam (Rock salt) yang berupa halite (NaCl).
Batuan gipsum (Rock gypsum) yang berupa gypsum (CaSO4.2H20)
Travertine yang terdiri dari calcium carbonate (CaCO3), merupakan
batuan karbonat. Batuan travertin umumnya terbentuk dalam gua
batugamping dan juga di kawasan air panas (hot springs).
2. Batuan Sedimen Karbonat
Batuan sedimen karbonat terbentuk dari hasil proses kimiawi, dan juga
proses biokimia. Kelompok batuan karbonat antara lain adalah batugamping
dan dolomit.Mineral utama pembentuk batuan karbonat adalah: Kalsit
(Calcite) (CaCO3) dan Dolomit (Dolomite) (CaMg(CO3)2).
Nama-nama batuan karbonat:
a. Mikrit (Micrite) (microcrystalline limestone), berbutir sangat halus,
mempunyai warna kelabu cerah hingga gelap, tersusun dari lumpur karbonat
(lime mud) yang juga dikenali sebagai calcilutite.
b. Batugamping oolitik (Oolitic limestone) batugamping yang komponen
utamanya terdiri dari bahan atau allokem oolit yang berbentuk bulat
c. Batugamping berfosil (Fossiliferous limestone) merupakan batuan karbonat
hasil dari proses biokimia. Fosil yang terdiri dari bahan / mineral kalsit atau
dolomit merupakan bahan utama yang membentuk batuan ini.

24
d. Chalk terdiri dari kumpulan organisme planktonic seperti coccolithophores;
fizzes readily in acid
e. Batugamping kristalin (Crystalline limestone)
f. Batugamping intraklastik (intraclastic limestone), pelleted limestone
3. Batuan Silika
Batuan sedimen silika tersusun dari mineral silika (SiO2). Batuan ini
terhasil dari proses kimiawi dan atau biokimia, dan berasal dari kumpulan
organisme yang berkomposisi silika seperti diatomae, radiolaria dan sponges.
Kadang-kadang batuan karbonat dapat menjadi batuan bersilika apabila
terjadi reaksi kimia, dimana mineral silika mengganti kalsium karbonat.
Kelompok batuan silika adalah:
a. Diatomite, terlihat seperti kapur (chalk), tetapi tidak bereaksi dengan asam.
Berasal dari organisme planktonic yang dikenal dengan diatoms
(Diatomaceous Earth).
b. Rijang (Chert), merupakan batuan yang sangat keras dan tahan terhadap
proses lelehan, masif atau berlapis, terdiri dari mineral kuarsa mikrokristalin,
berwarna cerah hingga gelap. Rijang dapat terbentuk dari hasil proses biologi
(kelompok organisme bersilika, atau dapat juga dari proses diagenesis batuan
karbonat.
4. Batuan Organik
Endapan organik terdiri daripada kumpulan material organik yang
akhirnya mengeras menjadi batu. Contoh yang paling baik adalah batubara.
Serpihan daun dan batang tumbuhan yang tebal dalam suatu cekungan
(biasanya dikaitkan dengan lingkungan daratan), apabila mengalami tekanan
yang tinggi akan termampatkan, dan akhirnya berubah menjadi bahan
hidrokarbon batubara.
3.3 Tekstur Batuan Sedimen
Tekstur batuan sedimen merupakan fungsi dari kenampakan hubungan
antar butiran sedimen, meliputi, bentuk butir, sortasi, ukuran butir dan kemas.
A. Bentuk butir

25
Tingkat kebundaran butir dipengaruhi oleh komposisi butir, ukuran butir,
jenis proses transportasi dan jarak transport (Boggs,1987. Butiran dari mineral
yang resisten seperti kwarsa dan zircon akan berbentuk kurang bundar
dibandingkan butiran dari mineral kurang resisten seperti feldspar dan pyroxene.
Butiran berukuran lebih besar daripada yang berukuran pasir. Jarak transport akan
mempengaruhi tingkat kebundaran butir dari jenis butir yang sama, makin jauh
jarak transport butiran akan makin bundar. Pembagian kebundaran :
a) Well rounded (membundar baik)
Semua permukaan konveks, hamper equidimensional, sferoidal.
b) Rounded (membundar)
Pada umumnya permukaan-permukaan bundar, ujung-ujung dan tepi butiran
bundar.
c) Subrounded (membundar tanggung)
Permukaan umumnya datar dengan ujung-ujung yang membundar.
d) Subangular (menyudut tanggung)
Permukaan pada umumnya datar dengan ujung-ujung tajam.
e) Angular (menyudut)
Permukaan konkaf dengan ujungnya yang tajam.

Gambar 3.2 Bentuk butir sedimen

26
B. Sortasi
Sortasi (Pemilahan) adalah keseragaman dariukuran besar butir penyusun
batuan sediment, artinya bila semakin seragam ukurannya dan besar butirnya
maka, pemilahan semakin baik. Pemilahan yaitu kesergaman butir didalam batuan
sedimen klastik.bebrapa istilah yang biasa dipergunakan dalam pemilahan batuan,
yaitu :
Sortasi baik : bila besar butir merata atau sama besar
Sortasi buruk : bila besar butir tidak merata, terdapat matrik dan fragmen
C. Kemas
Kemas (fabric) adalah hubungan antara masa dasar dengan fragmen
batuan/mineralnya. Kemas pada batuan sedimen ada 2, yaitu : kemas terbuka,
yaitu hubungan antara masa dasar dan fragmen butiran yang kontras sehingga
terlihat fragmen butiran mengambang diatas masa dasar batuan. Kemas tertutup,
yaitu hubungan antar fragmen butiran yang relatif seragam, sehingga
menyebabkan masa dasar tidak terlihat.
D. Ukuran butir
Ukuran butir sedimen yang umum digunakan adalah menurut klasifikasi
Wentworth.Ukuran dapat digunakan untuk memberikan informasi mengenai
mekanisme pengendapan dan lingkungan pengendapan.Semakin halus ukuran
butir sedimen mengindikasikan bahwa proses transportasi batuan tersebut telah
jauh dari sumbernya, sehingga semakin banyak mengikis butiran sedimen
tersebut.Selain itu juga mengindikasikan lingkungan pengendapan yang tenang,
dengan energi pengendapan rendah.
Tabel 3.1 Skala Wenworth (1922)

Ukuran Nama Butir Nama Batuan


Butir (mm)
> 256 Bongkah (Boulder) Breksi : jika fragmen

64-256 Berangkal (Couble) berbentuk runcing

Kerakal Konglomerat : jika


4-64 (Pebble) membulat

27
Kerikil fragmen berbentuk
2-4 (Gravel) membulat

Pasir Sangat Kasar


1-2 (Very Coarse Sand)
Pasir Kasar (Coarse
1/2-1 Sand)
Pasir Sedang (Medium
Batupasir
1/4-1/2 Sand)
Pasir halus
1/8-1/4 (Fine Sand)
Pasir Sangat Halus
1/16-1/8 ( Very Fine Sand)

1/256-1/16 Lanau (Silt) Batulanau

Lempung
<1/256 (Clay) Batulempung

3.4 Struktur Batuan Sedimen


Struktur sedimen menyangkut kenampakan massa batuan dalam skala
yang lebih luas. Struktur sedimen dapat terbentuk pada saat dan setelah
sedimentasi. Selain itu dapat pula terbentuk oleh proses kimia dan biologi
Klasifikasi Struktur Sedimen
Erosional structure
Struktur sedimen yang terbentuk sebelum proses pembatuan dapat terjadi
di bagian atas lapisan, sebelum lapisan atau endapan yang lebih muda atau
endapan baru di endapkan. Contohnya adalah flute marks, groove marks,
gutter cast, channel and scours.
Depositional structure
Terbentuk karena proses sedimentasi dengan demikian dapat
merefleksikan mekanisasi pengendapannya. Contohnya adalah bedding &
laminasi, ripple, cross stratification
Post depositional structure

28
Terbentuk sesudah sedimentasi, sebelum atau pada waktu diagenesa.Juga
merefleksikan keadaan lingkungan pengendapannya. Contohnya adalah
slide &slump, load cast, convolute bedding
Biogenic structure
Terbentuk oleh keadaan organisme seperti molusca, cacing atau bintang
lainnya. Contohnya adalah trace fosil

29
BAB IV
BATUAN METAMORF

4.1 Pendahuluan

Batuan metamorf merupakan batuan hasil malihan dari batuan yang telah
ada sebelumnya yang ditunjukan dengan adanya perubahan komposisi mineral,
tekstur dan struktur batuan yang terjadi pada fase padat (solid rate) akibat adanya
perubahan temperatur, tekanan dan kondisi kimia di kerak bumi (Ehlers& Blatt,
1982).
Batuan metamorf adalah hasil dari perubahanperubahan fundamental
batuan yang sebelumnya telah ada. Panas yang intensif yang dipancarkan oleh
suatu massa magma yang sedang mengintrusi menyebabkan metamorfosa kontak.
Metamorfosa regional yang meliputi daerah yang sangat luas disebabkan oleh
efek tekanan dan panas pada batuan yang terkubur sangat dalam.

4.2 Proses Terbentuknya Batuan Metamorf


Menurut Endarto (2004), proses metamorfisme meliputi:
1. Proses-proses perubahan fisik yang menyangkut struktur dan tekstur oleh
tenaga kristaloblastik (tanaga dari sedimen-sedimen kimia untuk
menyusun susunannya sendiri)
2. Proses-proses perubahan susunan mienralogi, sedangkan susunan
kimiawinya tetap (isokimia). Tidak ada perubahan komposisi kimiawi
tetapi hanya perubahan ikatan kimia
Sedangkan tahap-tahap metamorfisme:
1. Rekristalisasi
Proses ini dibentuk oleh tenaga kristaloblastik. Di sini terjadi penyusunan
kristal-kristal dimana elemen-elemen kimia sudah ada
sebelumnya.Rekristalisasi biasanya terbentuk pada batuan
monomineralik seperti batulempung, kuarsit, dan dunit (Raymond, 2002).
2. Reorientasi

30
Proses ini dibentuk oleh tenaga kristaloblastik, di sini pengorentasian
kembali dari susunan kristal-kristal, dan ini akan berpengaruh pada
tekstur dan struktur yang ada.
3. Pembentukan mineral baru
Proses ini terjadi dengan penyusunan kembali elemen-elemen kimiawi
yang sebelumbya telah ada.
Batuan metamorfterjadi karena adanya perubahan yang disebabkan oleh
proses metamorfosa. Proses metamorfosa merupakan suatu proses
pengubahan batuan akibat perubahan tekanan, temperatur dan adanya aktifitas
kimia fluida/gas atau variasi dari ketiga faktor tersebut. Prosese metamorfosa
merupakan proses isokimia, dimana tidak terjadi penambahan unsur-unsur
kimia pada batuan yang mengalami metamorfosa. Temperatur berkisar antara
2000 C-8000 C, tanpa melalui fase cair.
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya metamorfosa adadalah
perubahan temperature, tekanan dan adanya aktifitas kimia fluida atau gas
(Huang WT, 1962).
Perubahan temperatur dapat terjadi oleh karena berbagai macam sebab,
antara lain oleh adanya pemanasan akibat intrusi magmatit dan perubahan
gradien geothermal. Panas dalam skala kecil juga dapat terjadi akibat adanya
gesekan atau friksi selama terjadinya deformasi suatu massa batuan. Pada
batuan silikat batas bawah terjadinya metamorfosa pada umumnya pada suhu
1500 C + 500C yang ditandai dengan munculnya mineral-mineral Mg-
carpholite, Glaucophane, Lawsonite, Paragonite, Prehnite atau Slitpnomelane.
Sedangkan batas atas terjadinya metamorfosa sebelum terjadi pelelehan
adalah berkisar 6500C-11000C, tergantung pada jenis batuan asalnya.
Tekanan yang menyebabkan terjadinya suatu metamorfosa bervariasi
dasarnya. Metamorfosa akibat intrusi magmatik dapat terjadi mendekati
tekanan permukaan yang besarnya beberapa bar saja.Sedangkan metamorfosa
yang terjadi pada suatu kompleks ofiolit dapat terjadi dengan tekanan lebih
dari 30-40 kBar.

31
Aktivitas kimiawi fluida dan gas yang berada pada jaringan antara butir
batuan, mempunyai peranan yang penting dalam metamorfosa.Fluida aktif
yang banyak berperan adalah air beserta karbon dioksida, asam hidroklorik
dan hidroflorik.Umumnya fluida dan gas tersebut bertindak sebagai katalis
atau solven serta bersifat membentuk reaksi kimia dan penyetimbang
mekanis.

4.3 Faktor-Faktor dalam Deskripsi Batuan Metamorf


1. Mineralogi
Mineral-mineral yang terdapat pada batuan metamorf dapat berupa
mineral yang berasal dari batuan asalnya maupun dari mineral baru yang
terbentuk akibat proses metamorfisme sehingga dapat digolongkan
menjadi 3 yaitu :
a. Mineral yang umumnya terdapat pada batuan beku dan metamorf
seperti kuarsa, feldspar, muskovit, biotit, hornblende, piroksen, olivine,
dan bijih besi.
b. Mineral yang umumnya terdapat pada batuan sediment dan batuan
metamorf seperti kuarsa, muskovit, mineral-mineral lempung, kalsit dan
dolomite.
c. Mineral Indeks batuan metamorf seperti garnet, andalusit, kianit,
silimanit, stautolit, kordiorit, epidot dan klorit.
2. Struktur Batuan Metamorf
Adalah kenampakan batuan yang berdasarkan ukuran, bentuk atau
orientasi unit poligranular batuan tersebut(Jacson, 1997).Secara umum
struktur batuan metamorf dapat dibadakan menjadi struktur foliasi dan
nonfoliasi (Jacson, 1997).

32
a. Struktur Foliasi
Merupakan kenampakan struktur planar pada suatu massa. Foliasi ini
dapat terjadi karena adnya penjajaran mineral-mineral menjadi lapisan-
lapisan (gneissoty), orientasi butiran (schistosity), permukaan belahan
planar (cleavage) atau kombinasi dari ketiga hal tersebut.
Struktur foliasi yang ditemukan adalah :
1. SlatyCleavage
Umumnya ditemukan pada batuan metamorf berbutir sangat halus
(mikrokristalin) yang dicirikan oleh adanya bidang-bidang belah planar
yang sangat rapat, teratur dan sejajar.Batuannya disebut slate
(batusabak).

Gambar 4.1. Struktur Slaty Cleavage


2. Phylitic
Struktur ini hampir sama dengan struktur slaty cleavage tetapi terlihat
rekristalisasi yang lebih besar dan mulai terlihat pemisahan mineral
pipih dengan mineral granular. Batuannya disebut phyllite (filit).

Gambar 4. 2. Struktur Phylitic

33
3. Schistosic
Terbentuk adanya susunan parallel mineral-mineral pipih, prismatic
atau lentikular (umumnya mika atau klorit) yang berukuran butir sedang
sampai kasar.Batuannya disebut schist (sekis).

Gambar 4.3. Struktur Schistosic


4. Gneissic/Gnissose
Terbentuk oleh adanya perselinganlapisan penjajaran mineral yang
mempunyai bentuk berbeda, umumnya antara mineral-mineral granuler
(feldspar dan kuarsa) dengan mineral-mineral tabular atau prismatic
(mineral ferromagnesium).Penjajaran mineral ini umumnya tidak
menerus melainkan terputus-putus.Batuannya disebut gneiss.

Gambar 4.4 Struktur Gneissic

34
b. Struktur Non Foliasi
Terbentuk oleh mineral-mineral equidimensional dan umumnya
terdiri dari butiran-butiran (granular). Struktur non foliasi yang umum
dijumpai antara lain :
1. Hornfelsic/granulose
Terbentuk oleh mozaic mineral-mineral equidimensional dan
equigranular dan umumnya berbentuk polygonal.Batuannya disebut
hornfels (batutanduk).

Gambar 4.5. Sruktur Granulose


2. Kataklastik
Berbentuk oleh pecahan/fragmen batuan atau mineral berukuran kasar
dan umumnya membentuk kenampakan breksiasi.Struktur kataklastik
ini terjadi akibat metamorfosa kataklastik.Batuannya disebut cataclasite
(kataklasit).
3. Milonitic
Dihasilkan oleh adanya penggerusan mekanik pada metamorfosa
kataklastik.Ciri struktur ini adalah mineralnya berbutir halus,
menunjukkan kenampakan goresan-goresan searah dan belum terjadi
rekristalisasi mineral-mineral primer.Batuannya disebut mylonite
(milonit).

35
Gambar 4.6 strukutr milonitic
4. Phylonitic
Mempunyai kenampakan yang sama dengan struktur milonitik tetapi
umumnya telah terjadi rekristalisasi. Cirri lainnya adlah kenampakan
kilap sutera pada batuan yang ,mempunyai struktur ini. Batuannya
disebut phyllonite (filonit).

4.4 Tekstur Batuan Metamorf


Merupakan kenampakan batuan yang berdasarkan pada ukuran,
bentuk dan orientasi butir mineral dan individual penyusun batuan
metamorf.Penamaan tekstur batuan metamorf umumnya menggunakan
awalan blasto atau akhiran blastic yang ditambahkan pada istilah dasarnya.
a. Tekstur Berdasarkan Ketahanan Terhadap Proses Metamorfosa
Berdasarkan ketahanan terhadap prose metamorfosa ini tekstur
batuan metamorf dapat dibedakan menjadi:
1. Relict/Palimset/Sisa
Merupakan tekstur batuan metamorf yang masih menunjukkan sisa
tekstur batuan asalnya atau tekstur batuan asalnya nasih tampak pada
batuan metamorf tersebut.
2. Kristaloblastik
Merupakan tekstur batuan metamorf yang terbentuk oleh sebab proses
metamorfosa itu sendiri. Batuan dengan tekstur ini sudah mengalami
rekristalisasi sehingga tekstur asalnya tidak tampak.Penamaannya
menggunakan akhiran blastik.
b. Tekstur Berdasarkan Ukuran Butir

36
Berdasarkan butirnya tekstur batuan metmorf dapat dibedakan
menjadi:
1. Fanerit, bila butiran kristal masih dapat dilihat dengan mata
2. Afanitit, bila ukuran butir kristal tidak dapat dilihat dengan mata.
c. Tekstur berdasarkan bentuk individu kristal
Bentuk individu kristal pada batuan metamorf dapat dibedakan
menjadi:
1. Euhedral, bila kristal dibatasi oleh bidang permukaan bidang kristal
itu sendiri.
2. Subhedral, bila kristal dibatasi oleh sebagian bidang permukaannya
sendiri dan sebagian oleh bidang permukaan kristal disekitarnya.
3. Anhedral, bila kristal dibatasi seluruhnya oleh bidang permukaan
kristal lain disekitarnya.

4.5 Tipe-Tipe Metamorfosa


Bucher dan Frey (1994) mengemukakan bahwa berdasarkan tatanan
geologinya, metamorfosa dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
a. Metamorfosa regional/dinamothermal
Metamorfosa regional atau dinamothermal merupakan
metamorfosa yang terjadi pada daerah yang sangat luas.Metamorfosa
ini terjadi pada daerah yang sangat luas. Metamorfosa ini dibedakan
menjadi tiga yaitu: metamorfosa orogenik, burial, dan dasar samudera
(ocean-floor).
1. Metamorfosa Orogenik
Metamorfosa ini terjadi pada daerah sabuk orogenik dimana terjadi
proses deformasi yang menyebabkan rekristalisasi. Umumnya
batuan metamorf yang dihasilkan mempunyai butiran mineral yang
terorientasi dan membentuk sabuk yang melampar dari ratusan
sampai ribuan kilometer. Proses metamorfosa ini memerlukan
waktu yang sangat lama berkisar antara puluhan juta tahun lalu.
2. Metamorfosa Burial

37
Metamorfosa ini terjadi oleh akibat kenaikan tekanan dan
temperatur pada daerah geosinklin yang mengalami sedimentasi
intensif, kemudian terlipat. Proses yang terjadi adalah rekristalisai
dan reaksi antara mineral dengan fluida.
3. Metamorfosa Dasar dan Samudera
Metamorfosa ini terjadi akibat adanya perubahan pada kerak
samudera di sekitar punggungan tengah samudera (mid oceanic
ridges).Batuan metamorf yang dihasilkan umumnya berkomposisi
basa dan ultrabasa.Adanya pemanasan air laut menyebabkan
mudah terjadinya reaksi kimia antara batuan dan air laut tersebut.
b. Metamorfosa Lokal
Merupakan metamorfosa yang terjadi pada daerah yang sempit
berkisar antara beberapa meter sampai kilometer saja. Metamorfosa ini
dapat dibedakan menjadi :
a. Metamorfosa Kontak
Terjadi pada batuan yang menalami pemanasan di sekitar kontak
massa batuan beku intrusif maupun ekstrusif. Perubahan terjadi
karena pengaruh panas dan material yang dilepaskan oleh magma
serta oleh deformasi akibat gerakan massa. Zona metamorfosa
kontak disebut contact aureole. Proses yang terjadi umumnya
berupa rekristalisasi, reaksi antara mineral, reaksi antara mineral
dan fluida serta penggantian dan penambahan material. Batuan
yang dihasilkan umumnya berbutir halus.
b. Pirometamorfosa/ Metamorfosa optalic/Kaustik/Thermal.
Adalah jenis khusus metamorfosa kontak yang menunjukkan efek
hasil temperatur yang tinggi pada kontak batuan dengan magma
pada kondisi volkanik atau quasi volkanik.Contoh pada xenolith
atau pada zonedike.
c. Metamorfosa Kataklastik/Dislokasi/Kinemati/Dinamik
Terjadi pada daerah yang mengalami deformasi intensif, seperti
pada patahan. Proses yang terjadi murni karena gaya mekanis yang

38
mengakibatkan penggerusan dan sranulasi batuan. Batuan yang
dihasilkan bersifat non-foliasi dan dikenal sebagai fault breccia,
fault gauge, atau milonit.
d. Metamorfosa Hidrotermal/Metasotisme
Terjadi akibat adanya perkolasi fluida atau gas yang panas pada
jaringan antar butir atau pada retakan-retakan batuan sehingga
menyebabkan perubahan komposisi mineral dan kimia.Perubahan
juga dipengaruhi oleh adanya confining pressure.

Gambar 4.7 Tipe-tipe metamorfosa


e. Metamorfosa Impact
Terjadi akibat adanya tabrakan hypervelocity sebuah
meteorit.Kisaran waktunya hanya beberapa mikrodetik dan
umumnya ditandai dengan terbentuknya mineral coesite dan
stishovite.Metamorfosa ini erat kaitannya dengan panas bumi
(geothermal).
f. Metamorfosa Retrogade/Diaropteris
Terjadi akibat adanya penurunan temperatur sehingga kumpulan
mineral metamorfosa tingkat tinggi berubah menjadi kumpulan
mineral stabil pada temperatur yang lebih rendah (Combs, 1961).

4.6 Penamaan Batuan Metamorf


Penamaan batuan metamorf dalam laporan ini dilihat dari dari:
1. Kenampakan struktur dan teksturnya

39
2. Ciri khusus batuan metamorf, misalnya keberadaan mineral pencirinya
(contohnya sekis klorit) atau nama batuan beku yang mempunyai
komposisi yang sama (contohnya granite gneiss)
3. Jenis mineral penyusun utamanya (contohnya kuarsit) atau dapat pula
dinamakan berdasarkan fasies metamorfiknya (misalnya granulit)
4. Batuan metamorf lain: Amphibolit, Eclogit, Granulite, Serpentinite,
Marmer, Skarn, Soapstone, Rodingit

4.7 Aspek Ekonomis Batuan Metamorf


1. Banyak digunakan untuk keperluan ekonomis seperti marmer yang
digunakan untuk tegel, pelapis dinding dan lain-lain.
2. Mineral-mineral pada batuan metamorf banyak dimanfaatkan untuk
berbagai keperluan seperti mika yang digunakan untuk bahan
pembuatan elektronik, garnet sebagai hiasan karena merupakan semi
preciousstone.
3. Proses metamorfisme dapat menghasilkan endapan mineral logam yang
dimanfaatkan untuk keperluan industri, seperti hematite, magnetit,
spinel, pirit, kalkopirit, galena.

Tabel 4.1 Klasifikasi batuan metamorf berdasarkan W.T Huang 1962.


Tekstur Foliasi Komposisi Tipe Batuan Asal Nama Batuan

Regiona
Slaty Mika Mudstone Slate
l

Kwarsa,
Phylliti Regiona
Foliasi Mika, Mudstone Phyllite
c l
Klorit

Schisto Kwarsa, Regiona


Slate Schist
se Mika l

40
Amphibole
Schisto Regiona Basalt or
, Amphibolite
se l Gabbro
Plagioklas

Gneissi
Feldspar,
c Regiona
Mika, Schist Gneiss
Bandin l
Kwarsa
g

Kontak
or Bituminous
Karbon Anthracite Coal
Regiona Coal
l

Kontak
Kwarsa,
or Conglomerat Metaconglomera
fragmen
Regiona e te
batuan
Non l

Foliasi Kontak
or
Kalsit Limestone Marble
Regiona
l

Kontak
or
Kwarsa Sandstone Quartzite
Regiona
l

41
BAB V
GEOMORFOLOGI

5.1 Pendahuluan

Geomorfologi berasal dari kata geo yang berarti bumi, sedang kata
morfo atau morphe berarti roman muka dan logi yang artinya ilmu. Secara
umum geomorfologi mempelajari tentang bentangalam maupun bentuklahan dan
proses-proses yang bekerja serta hasilnya di bagian permukaan bumi ini.
Proses geomorfik adalah semua perubahan fisika dan kimia yang memberikan
efek bervariasi pada bentuk roman muka bumi. Proses geomorfik dibedakan
menjadi:
1. Proses Eksogenik: proses pembentukan bentang alam yang diakibatkan tenaga-
tenaga dari luar bumi.
2. Proses endogenik: proses pembentukan bentang alam yang disebabkan tenaga
dari dalam kulit bumi.
Menurut Van Zuidam (1979), berdasarkan genesanya atau asal muasalnya
bentang alam dikelompokan menjadi:
1. Bentang alam vulkanik
2. Bentang alam fluvial
3. Bentang alam struktural
4. Bentang alam kars
5. Bentang alam eolian
6. Bentang alam laut dan pantai
7. Bentang alam glasial
8. Bentang alam denudasional

42
5.2 Bentang Alam Vulkanik

Gambar 5.1 kenampakan bentang alam vulkanik


Bentang alam vulkanik adalah bentang alam yang terbentuk sebagai
akibat dari proses atau kegiatan vulkanisme/gunung berapi. Vulkanisme dibagi
dalam menjadi tiga macam :
1. Vulkanisme letusan: vulkanisme pada magma yang bersifat asam dan kental.
Memiliki karakteristik letusan yang kuat dan umumnya menghasilkan
material piroklastik serta membentuk gunung api terjal.
2. Vulkanisme lelehan: vulkanisme pada magma dan basa ersifat encer,
dimana vulkanisme ini memiliki letusan yang lemah. Vulkanisme jenis ini
akan membentuk gunung api jenis perisai.
3. Vulkanisme campuran: vulkanisme pada magma intermediate, umumnya
membentuk gunung api strato.
Gunung api dapat dibedakan berdasarkan tipe erupsinya menjadi :
1. Tipe Hawaii (perisai): tipe gunung ini memiliki tipe vulkanisme lelehan
dengan bentuk kubah yang relatif landai, umumnya tedapat kaldera.
2. Tipe Krakatau: memiliki tipe vulkanisme lelehan dan letusan.
3. Tipe Pelee: memiliki tipe vulkanisme letusan dengan bentuk bentang gunung
kerucut.

43
Tabel 5.1 Beberapa Contoh Tipe Gunung Api

Berdasarkan penampakan morfologi, bentang alam gunung api


diklasifikasikan menjadi :
1. Depresi vulkanik; umumnya berupa bentang alam cekungan. Depresi
vulkanik dapat berupa danau vulkanik, kawah, dan kaldera.
2. Kubah vulkanik; bentang alam yang memiliki bentuk cembung ke atas,
berupa Parasite cone, Cinder cone.
3. Vulkanik semu; bentang alam yang mirip gunung api, bahkan dapat
terbentuk karena proses vulkanisme yang berdekatan.
4. Dataran vulkanik; dicirikan dengan puncak vulkanik yang datar dan
memiliki perbedaan/variasi perbedaan ketinggian yang tidak terlalu
mencolok. Dataran vulkanik berupa dataran rendah basal, plato basal, dan
dataran plato basal.

9.3 Bentang Alam Fluvial


Bentang alam fluvial adalah bentang alam hasil dari proses kimia
maupun fisika yang menyebabkan perubahan bentuk muka bumi karena
pengaruh air permukaan (proses fluvial). Proses fluvial dibedakan menjadi :

44
a. Proses Erosi: Proses terkikisnya batuan karena air. Pengkikisan ini dapat
berupa abrasi, skouring, pendongkelan, dan korosi.
b. Proses Transportasi : Proses terangkutnya material-material hasil erosi.
Proses ini dapat berupa menggelinding ,meloncat, traksi dan mengambang.
c. Proses Pengendapan : Proses yang terjadi apabila tenaga angkut dari sungai
berkurang sehingga beban tidak dapat diangkut lagi. Dalam proses ini,
material-material yang lebih berat akan terendapkan di bawah material yang
lebih ringan.
Sungai yang mengalir termasuk air permukaan. Berdasarkan stadia
erosinya, sungai dibedakan menjadi :
a. Sungai Muda : sungai dengan ciri-ciri :
- Penampang melintang sungai berbentuk huruf V
- Erosi vertikal efektif
- Relatif lurus dan mengalir di atas batuan induk
- Banyak dijumpai air terjun dan tidak terjadi pengendapan
b. Sungai Dewasa : sungai dengan ciri-ciri :
- Penampang melintang sungai berbentuk huruf U
- Erosi lateral efektif dan relatif kecil
- Bermunculan cabang-cabang sungai
c. Sungai Tua : sungai dengan ciri-ciri :
- Penampang melintang sungai berbentukcawan
- Erosi lateral sangat efektif
- Anak sungai lebih banyak dan bermeander
- Kemiringan datar

5.4 Bentang Alam Struktural


Bentang alam struktural adalah bentang alam yang pembentukkannya
dikontrol oleh struktur geologi daerah yang bersangkutan.Struktur geologi
yang paling banyak berpengaruh terhadap pembentukan morfologi adalah
struktur geologi sekunder, yaitu struktur yang terbentuk setelah batuan itu ada.
Biasanya terbentuk oleh adanya proses endogen yaitu proses tektonik yang

45
mengakibatkan adanya pengangkatan, patahan, dan lipatan, yang tercermin
dalam bentuk topografi dan relief yang khas. Bentuk relief ini akan berubah
akibat proses eksternal yang berlangsung kemudian.
Bentang alam struktural dapat dikelompokkan berdasarkan struktur yang
mengontrolnya.Srijono(1984, dikutip Widagdo, 1984), menggambarkan
klasifikasi bentang alam struktural berdasarkan struktur geologi pengontrolnya
menjadi 3 kelompok utama, yaitu dataran, pegunungan lipatan dan pegunungan
patahan.
1. Bentang alam dengan struktur mendatar (Lapisan Horisontal)
Menurut letaknya (elevasinya)dataran dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Dataran rendah, adalah dataran yang memiliki elevasi antara 0500
kaki dari muka air laut.
b. Dataran tinggi (plateau), adalah dataran yang menempati elevasi lebih
dari 500 kaki di atas muka air laut, berlereng sangat landai atau datar
berkedudukan lebih tinggi daripada bentanglahan di sekitarnya.
2. Bentang Alam dengan Struktur Miring
a. Cuesta, kemiringan antara kedua sisi lerengnya tidak simetri dengan
sudut lereng yang searah perlapisan batuan kurang dari 30o (Tjia, 1987).
b. Hogback : sudut antara kedua sisinya relatif sama, dengan sudut lereng
yang searah perlapisan batuan lebih dari 30o (Tjia, 1987). Hogback
memiliki kelerengan scarp slope dan dip slope yang hampir sama
sehingga terlihat simetri.
3. Bentang Alam Dengan Struktur Lipatan
Lipatan terjadi karena adanya lapisan kulit bumi yang mengalami gaya
kompresi (gaya tekan). Pada suatu lipatan yang sederhana, bagian
punggungan disebut dengan antiklin, sedangkan bagian lembah disebut
dengan sinklin.
4. Bentang Alam dengan Struktur Patahan
Patahan (sesar) terjadi akibat adanya gaya tekan yang bekerja pada kulit
bumi, sehingga mengakibatkan adanya pergeseran letak kedudukan lapisan
batuan. Ada 3 jenis sesar (berdasarkan arah gerak relatifnya), yaitu sesar

46
geser, sesar naik dan sesar turun.Secara umum bentang alam yang dikontrol
oleh struktur patahan sulit untuk menentukan jenis patahannya secara
langsung.
Ciri umum dari kenampakan morfologi bentang alam struktural patahan,
yaitu :
Beda tinggi yang relatif menyolok pada daerah yang sempit
Mempunyai resisitensi terhadap erosi yang sangat berbeda pada
posisi/elevasi yang hampir sama.
Adanya kenampakan dataran/depresi yang sempit memanjang.
Dijumpai sistem gawir yang lurus (pola kontur yang panjang lurus dan
rapat).
Adanya batas yang curam antara perbukitan/pegunungan dengan
dataran yang rendah.
Adanya kelurusan sungai melalui zona patahan, dan membelok dengan
tiba-tiba dan menyimpang dari arah umum.
Sering dijumpai (kelurusan) mata air pada bagian yang naik/terangkat.
Pola penyaluran yang umum dijumpai berupa rectangular, trellis, dan
contorted, serta modifikasi dari ketiganya.

5.5 Bentang Alam Kars


Pengertian tentang topografi kars yaitu : suatu topografi yang terbentuk
pada daerah dengan litologi berupa batuan yang mudah larut, menunjukkan
relief yang khas, penyaluran tidak teratur, aliran sungai secara tiba-tiba masuk
ke dalam tanah dan meninggalkan lembah kering dan muncul kembali di
tempat lain sebagai mata air yang besar.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Bentang Alam Karst:
1.Faktor Fisik
Faktor-faktor fisik yang mempengaruhi pembentukan topografi karst
meliputi :
a.Ketebalan batugamping
b.Porositas dan permeabilitas

47
c.Intensitas struktur (kekar)
2.Faktor Kimiawi
Faktor-faktor kimiawi yang mempengaruhi pembentukan topografi karst
meliputi :
a.Kondisi kimia batuan
b.Kondisi kimia media pelarut
3.Faktor Biologis
4.Faktor Iklim dan Lingkungan
Kondisi batuan yang menunjang terbentuknya topografi karst ada 4, yaitu:
a.Mudah larut dan berada di atau dekat permukaan.
b.Masif, tebal dan terkekarkan.
c.Berada pada daerah dengan curah hujan yang tinggi.
d.Dikelilingi lembah Proses pelarutan pada batugamping
Bentang Alam Hasil Proses Karstifikasi. Bentuk morfologi yang menyusun
suatu bentang alam karst dapat dibedakan menjadi 2, yaitu bentuk-bentuk
konstruksional dan bentuk-bentuk sisa pelarutan
1. Bentuk-bentukKonstruksional
Bentuk-bentuk konstriksional adalah topografi yang dibentuk oleh proses
pelarutan batugamping atau pengendapan mineral karbonat yang dibawa
oleh air. Berdasarkan ukurannya dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :
Bentuk-bentuk minor
Bentuk-bentuk bentang alam minor antara lain:
1.Lapies 4. Palung karst
2.Karst split 5.Speleotherms
3.Parit karst 6.Fitokarst
Sedangkan bentuk-bentuk topgrafi karst mayor antara lain :
1.Surupan (doline) 4.Jendela karst
2.Uvala 5.Lembah karst
3.Polje 6.Gua dan terowongan
Bentuk-bentuk Sisa Pelarutan

48
Yang dimaksud dengan sisa pelarutan adalah morfologi yang terbentuk
karena pelarutan dan erosi sudah berjalan sangat lanjut sehingga
meninggalkan sisa erosi yang khas pada daerah karst.
Macam-macam morfologi sisa antara lain :
1.Kerucut karst
2.Menara karst

5.6 Bentang Alam Eolian


Bentang alam eolian adalah bentang alam yang terbentuk sebagai
pengaruh dari angin. Proses pembentukan yang terjadi meliputi proses
pengikisan oleh angin, transport oleh angin dan proses sedimentasi.
Erosi oleh angin dibedakan menjadi dua macam, yaitu deflasi dan abrasi
atau korasi. Deflasi adalah proses lepasnya tanah dan partikel-partikel kecil
dari batuan yang diangkut dan dibawa oleh angin. Sedangkan abrasi
merupakan proses penggerusan batuan dan permukaan lain oleh partikel-
partikel yang terbawa oleh aliran angin.
Cara transportasi oleh angin pada dasarnya sama dengan cara transportasi
oleh air, yaitu secara melayang (suspesion) dan menggeser di permukaan
(traction). Secara umum partikel halus (debu) dibawa secara melayang dan
yang berukuran pasir dibawa secara menggeser di permukaan (traction).
Pengangkutan secara traction ini meliputi meloncat (saltation) dan
menggelinding (rolling).
Jika kekuatan angin yang membawa material berkurang atau jika turun
hujan, maka material-material (pasir dan debu)tersebut akan diendapkan.
Dilihat dari proses pembentukannya, bentang alam eolian dapat
dikelompokkan menjadi 2, yaitu :
1. Bentang alam akibat proses erosi oleh angin
Bentang alam yang disebabkan oleh proses erosi ini dibedakan menjadi
yaitu bentang alam hasil proses deflasi dan bentang alam hasil proses
abrasi.
Bentang alam hasil proses deflasi dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu :

49
a. Cekungan deflasi (deflation basin)
b. Lag gravel
c. Desert varnish
Sedangkan bentang alam hasil proses abrasi dibedakan menjadi:
a. Bevelad stone
b. Polish
c. Grooves
d. Sculpturing(Penghiasan)
2. Bentang Alam Hasil Pengendapan Angin
a. Dune
b. Loess

5.7Bentang Alam Delta dan Pantai


Delta adalah suatu bentuk yang menjorok keluar dari garis pantai (seperti
huruf D), terbentuk saat sungai masuk ke laut, dengan banyaknya suplai
sedimen yang dibawa air sungai lebih cepat dibanding proses pendistribusian
oleh proses-proses di pantai. Proses yang Mempengaruhi Pembentukan Delta
1. Iklim 5. Proses Pasang Surut
2. Debit Sungai 6. Arus pantai
3. Produk Sedimen 7. Kelerengan paparan
4. Energi gelombang 8. Bentuk Cekungan Penerima dan proses Tektonik
Syarat-Syarat terbentuknya Delta :
1. Arus sungai pada bagian muara mempunyai kecepatan yang minimum.
2. Jumlah bahan yang dibawa sungai sebagai hasil erosi cukup banyak
3. Laut pada daerah muara sungai cukup tenang.
4. Pantainya relatif landai.
5. Bahan-bahan hasil sedimentasi tidak terganggu oleh aktivitas air laut.
6. Tidak ada gangguan tektonik, kecuali penurunan dasar laut seimbang dengan
pengendapan sungai .
Pantai adalah jalur atau bidang yang memanjang, tinggi serta lebarnya
dipengaruhi oleh pasang surut dari air laut, yang terletak antara daratan dan

50
lautan (Thombury, 1969). Faktor-faktor yang mempengaruhi morfologi pantai:
pengaruh diatropisme, tipe batuan, struktur geologi, perubahan naik turunnya
muka air laut, serta pengendapan sedimen asal daratan/sungai, erosi daratan
dan angin. Daerah pantai yang masih mendapat pengaruh air laut dibedakan
menjadi 3 (tiga), yaitu :
1. Beach (daerah pantai), yaitu daerah yang langsung mendapat pengaruh air
laut dan selalu dapat dicapai oleh pasang naik dan pasang surut.
2. Shore line (garis pantai), yaitu jalur pemisah yang relatif berbentuk baris
dan relatif merupakan batas antara daerah yang dicapai air laut dan yang
tidak bisa.
3. Coast (pantai), yaitu daerah yang berdekatan dengan laut dan masih
mendapat pengaruh dari air laut.
Klasifikasi Pantai
1. Klasifikasi Pantai Secara Klasik, Johnson (1919), dibagi menjadi :
a. Pantai Tenggelam (submergence coast)
b. Pantai Naik (emergence coast)
c. Pantai Netral
d. Pantai Campuran
3. Klasifikasi Pantai Berdasarkan Tenaga Geomorfik Shepard (1963) dikutip
Sunarto (1991) mengelompokkan pantai menjadi 2 (dua), yaitu :
a. Pantai primer (muda).
b. Pantai sekunder (dewasa).
4. Klasifikasi Pantai secara Klimato- genetik Dasar : hubungan antara energi
gelombang dengan morfologi pantai, serta memperhatikan signifikasi
peninggalan sejarah dan aspek-aspek geologis dalam evolusi pantai. Dibagi
menjadi :
a. Pantai Lintang Rendah
b. Pantai Lintang Tengah
c. Pantai Lintang Tinggi

5.8 Bentang Alam Denudasional

51
Denudasi adalah kumpulan proses yang mana, jika dilanjutkan cukup
jauh, akan mengurangi semua ketidaksamaan permukaan bumi menjadi tingkat
dasar seragam. Dalam hal ini, proses yang utama adalah degradasi, pelapukan,
dan pelepasan material, pelapukan material permukaan bumi yang disebabkan
oleh berbagai proses erosi dan gerakan tanah.
Pelapukan merupakan proses perubahan keadaan fisik dan kimia suatu
batuan pada atau dekat dengan permukaan bumi (tidak termasuk erosi dan
pengangkutan hasil perubahan itu). Ketika batuan tersingkap, mereka akan
menjadi subjek dari semua hasil proses pemisahan/dekomposisi batuan insitu
Erosi adalah suatu kelompok proses terlepasnya material permukaan
bumi hasil pelapukan yang dipengaruhi tenaga air, angin, dan es. Ini juga
termasuk perpindahan partikel dengan pemisahan karena pengaruh turunnya
hujan dan terbawa sepanjang aliran sebagaiman suatu arus melalui darat.
Ketika arus menjadi seragam secara relatif dan tipis (sempit), partikel
dipindahkan dari permukaan tanpa adanya konsentrasi erosi
Gerakan tanah adalah perpindahan massa tanah atau batuan pada arah
tegak, datar, atau miring dari kedudukannya semula, yang terjadi bila ada
gangguan kesetimbangan pada saat itu.

5.9 Bentang Alam Glasial


Gletser merupakan massa es yang mampu bertahan lama dan mampu
bergerak karena pengaruh gravitasi. Gletser terbentuk karena salju yang
mengalami kompaksi dan rekristalisasi.Gletser dapat berkembang di suatu
tempat setelah melewati beberapa periode tahun dimana es terakumulasi dan
tidak melebur atau hilang.
Ada dua tipe bentang alam glasial :
1. Alpine Glaciation terbentuk pada daerah pegunungan.
2. Continental Glaciation bila suatu wilayah yang luas tertutup gletser.
Proses Pembentukan Gletser:
Snowfall terbentuk dari bubuk salju yang warnanya terang, dengan udara
yang terjebak diantara keenam sisinya (snowflakes). Snowflake

52
akanmengendap pada suatu tempat dan mengalami kompaksi karena berat
jenisnya dan udara keluar. Sisi-sisi snowflakes yang jumlahnya enam akan
hancur dan berkonsolidasi menjadi salju yang berbentuk granular (granular
snow) lalu mengalami sementasi membentuk es geltser (glacier ice). Transisi
dari bentuk salju menjadi gletser dinamakn firn.

Gambar5.2 Siklus glasiasi


Glacial Budget :
1. Positive budget bila dalam periode waktu tertentu, jumlah gletser > es
yang meleleh/hilang.
2. Negative budget bila terjadi penurunan volume gletser (menyusut).
Gletser dengan positive budget yang tertekan keluar dan ke bawah pada tepinya
disebut advancing budget, sedangkan gletser dengan negative budget yang makin
kecil volumenya dan tepinya meleleh disebut receding budget. Bila jumlah es
yang yang bertambah sama dengan volume penyusutan es maka nilai advancing
budget seimbang dengan receding budget, hal ini disebut balance budget.

53
BAB VI

FOTO UDARA
Geologi foto adalah suatu seni, pengetahuan, dan teknologi yang digunakan
untuk memperoleh informasi mengenai suatu objek fisik tanpa harus berinteraksi
dengan target atau tanpa turun langsung ke lapangan.

Gambar 6.9 Sistem penginderaan jauh


Setelah mengalami tahapan tersebut, citra dapat diterjemahkan dan
digunakan ke dalam berbagai kepentingan seperti dalam : geografi, geologi,
lingkungan hidup dan sebagainya.
Deteksi
Deteksi adalah usaha penyadapan data secara global baik yang
tampak maupun yang tidak tampak.Di dalam deteksi ditentukan ada
tidaknya suatu obyek.Misalnya obyek berupa savana.
Identifikasi
Identifikasi adalah kegiatan untuk mengenali obyek yang tergambar
pada citra yang dapat dikenali berdasarkan ciri yang terekam oleh sensor
dengan alat stereoskop. Ada 3 ciri utama yang dapat dikenali yaitu :

54
A. Ciri spektral
Cirri spectral yaitu ciri yang dihasilkan oleh interaksi antara tenaga
elektromagnetik dengan obyek.Ciri spektral dinyatakan dengan rona dan
warna. Rona atau tone adalah tingkat kegelapan atau kecerahan obyek
pada citra. Adapun faktor yang mempengaruhi rona adalah :
a) Karakteristik obyek (permukaan kasar atau halus).
b) Bahan yang digunakan (jenis film yang digunakan).
c) Pemrosesan emulsi (diproses dengan hasil redup, setengah redup
dan gelap).
d) Keadaan cuaca (cerah/mendung).
e) Letak obyek (pada lintang rendah atau tinggi).
f) Waktu pemotretan (penyinaran pada bulan Juni atau Desember).
B. Ciri spasial
Ciri spasial adalah ciri yang terkait dengan ruang yang meliputi:
1. Rona dan Warna
Rona atau tone adalah tingkat kecerahan atau kegelapan suatu objek
yang terdapat pada foto udara atau pada citra lainnya. Pada foto hitam
putih rona yang ada biasanya adalah hitam, putih atau kelabu. Tingkat
kecerahannya tergantung pada keadaan cuaca saat pengambilan objek,
arah datangnya sinar matahari, waktu pengambilan gambar (pagi, siang
atau sore) dan sebagainya.
Pada foto udara berwarna, rona sangat dipengaruhi oleh spektrum
gelombang elektromagnetik yang digunakan, misalnya menggunakan
spektrum ultra violet, spektrum tampak, spektrum infra merah dan
sebagainya. Perbedaan penggunaan spektrum gelombang tersebut
mengakibatkan rona yang berbeda-beda. Selain itu karakter pemantulan
objek terhadap spektrum gelombang yang digunakan juga mempengaruhi
warna dan rona pada foto udara berwarna.

55
Gambar 6.10 Rona topografi
2. Bentuk
Bentuk-bentuk atau gambar yang terdapat pada foto udara
merupakan konfigurasi atau kerangka suatu objek.Bentuk merupakan ciri
yang jelas, sehingga banyak objek yang dapat dikenali hanya berdasarkan
bentuknya saja. Sebagai contoh:Gedung sekolah pada umumnya berbentuk
huruf I, L, U atau empat persegi panjang. Gunung api, biasanya berbentuk
kerucut.

Gambar 6.11 Foto udara pankromatik hitam putih pabrik gula


Madukismo di Yogyakarta
3. Ukuran
Ukuran merupakan ciri objek yang antara lain berupa jarak, luas,
tinggi lereng dan volume. Ukuran objek pada citra berupa skala, karena
itu dalam memanfaatkan ukuran sebagai interpretasi citra, harus selalu
diingat skalanya.Contoh : Lapangan olah raga sepakbola dicirikan oleh
bentuk (segi empat) dan ukuran yang tetap, yakni sekitar (80 m - 100 m).

56
4. Tekstur
Tekstur adalah frekwensi perubahan rona pada citra.Ada juga yang
mengatakan bahwa tekstur adalah pengulangan pada rona kelompok
objek yang terlalu kecil untuk dibedakan secara individual. Tekstur
dinyatakan dengan: kasar, halus, dan sedang. Contoh : Hutan bertekstur
kasar, belukar bertekstur sedang dan semak bertekstur halus.

Gambar 6.12 Foto udara pankromatik daerah kota Yogyakarta tahun


1959
Pabrik dapat dikenali dengan bentuknya yang serba lurus dan
ukurannya yang besar (a), jauh lebih besar dari ukuran rumah mukim
pada umumnya. Pabrik itu berasosiasi dengan lori yang tampak pada foto
dengan bentuk empat persegi panjang dan ronanya kelabu, mengelompok
dalam jumlah besar (b). Lori pada umumnya digunakan untuk
mengangkut tebu dari sawah ke pabrik gula.Oleh karena itulah maka
pabrik itu diinterpretasikan sebagai pabrik gula.Pada saat pemotretannya,
pabrik itu sedang aktif menggiling tebu.Hal ini dapat diketahui dari
asapnya yang mengepul tebal dan tertiup angin ke arah barat daya.Pola
perumahan yang teratur dan letaknya yang berdekatan dengan pabrik gula
mengisyaratkan bahwa perumahan itu merupakan perumahan karyawan
pabrik gula (c).
Atap pabrik gula maupun atap perumahan karyawannya yang
berona cerah mengisyaratkan bahwa bangunannya merupakan bangunan
baru.Hal ini diperkuat oleh kenyataan bahwa pohon-pohonan di sekitar
rumah tersebut baru mulai tumbuh. Tanaman pada (a) bertekstur halus,

57
tanaman tebu (b) yang tampak pada tepi kanan dan tepi atas foto
bertekstur sedang, tanaman pekarangan (c) dan kebun kelapa bertekstur
kasar. Di samping bertekstur sedang, tanaman tebu juga ditandai dengan
tekstur yang seragam untuk daerah cukup luas.Hal ini disebabkan karena
penggarapannya dan penanaman dapat dilakukan secara serentak. Bagi
tekstur tanaman lain pada sawah yang diusahakan oleh petani, teksturnya
berbeda dari petak yang satu ke petak lainnya.
Pada (d) terdapat pohon kelapa yang dapat dikenali berdasarkan
tajuknya yang berbentuk bintang.Berbeda dengan bagian lain yang
tanaman pekarangannya berupa campuran berbagai jenis pohon, pada
bagian (d) ini yang dominan adalah pohon kelapa.
5. Bayangan
Bayangan juga merupakan salah satu unsur interpretasi citra yang
penting. Di dalam contoh ini, bayangan dapat digunakan untuk
mengetahui beda tinggi relatif antara tanaman tebu dan tanaman
pekarangan. Tinggi pohon kelapa tampak sekitar 5 - 6 kali tinggi tanaman
tebu.
C. Ciri Temporal
Ciri temporal adalah ciri yang terkait dengan benda pada saat
perekaman, misalnya; rekaman sungai musim hujan tampak cerah, sedang
pada musim kemarau tampak gelap.
Penilaian atas fungsi obyek dan kaitan antar obyek dengan cara
menginterpretasi dan menganalisis citra yang hasilnya berupa klasifikasi
yang menuju ke arah teorisasi dan akhirnya dapat ditarik kesimpulan dari
penilaian tersebut. Pada tahapan ini interpretasi dilakukan oleh seorang
yang sangat ahli pada bidangnya, karena hasilnya sangat tergantung pada
kemampuan menafsir citra.
Pada dasarnya interpretasi citra terdiri dari dua kegiatan utama, yaitu
perekaman data dari citra dan penggunaan data tersebut untuk tujuan
tertentu.Perekaman data dari citra berupa pengenalan obyek dan unsur

58
yang tergambar pada citra serta penyajiannya ke dalam bentuk tabel, grafik
atau peta tematik. Urutan kegiatan dimulai dari :
menguraikan atau memisahkan obyek yang rona atau warnanya
berbeda;
ditarik garis batas/delineasi bagi obyek yang rona dan warnanya
sama;
setiap obyek dikenali berdasarkan karakteristik spasial dan unsur
temporalnya;
obyek yang sudah dikenali, diklasifikasi sesuai dengan tujuan
interpretasinya;
dipergunakan sesuai tujuannya.
Untuk penelitian murni, kajiannya diarahkan pada penyusunan
teori, dan analisisnya digunakan untuk penginderaan jauh, sedangkan
untuk penelitian terapan, data yang diperoleh dari citra digunakan untuk
analisis dalam bidang tertentu.
Dalam menginterpretasi citra, pengenalan obyek merupakan bagian
yang sangat penting, karena tanpa pengenalan identitas dan jenis obyek,
maka obyek yang tergambar pada citra tidak mungkin dianalisis.Prinsip
pengenalan obyek pada citra didasarkan pada penyelidikkan
karakteristiknya pada citra.Karakteristik yang tergambar pada citra dan
digunakan untuk mengenali obyek disebut unsur interpretasi citra (lihat
pada materi identifikasi).

59
BAB VII
GEOLOGI STRUKTUR

7.1 Pendahuluan
Geologi struktur adalah bagian dari ilmu geologi yang mempelajari
tentang bentuk (arsitektur) batuan sebagai hasil dari proses deformasi. Adapun
deformasi batuan adalah perubahan bentuk dan ukuran pada batuan sebagai akibat
dari gaya yang bekerja di dalam bumi. Secara umum pengertian geologi struktur
adalah ilmu yang mempelajari tentang bentuk arsitektur batuan sebagai bagian
dari kerak bumi serta menjelaskan proses pembentukannya.
Untuk mempelajari geologi struktur, ada beberapa tahapan yang dapat
dilakukan.Pertama-tama adalah mengenal jenis-jenis struktur batuan yang ada.Hal
ini pada umumnya dilakukan pada pengamatan di lapangan.Jenis-jenis struktur
tersebut kemudian diamati bentuknya, dideskripsi sifat simetrinya, diukur
kedudukannya,dan sebaginya, serta bila perlu, digambarkan dalam peta, ini
disebut sebagai analisis deskriptif.
Tahap berikutnya adalah mengamati sifat perubahan (strain) yang terjadi
pada batuan dengan dasar pengetahuan tentang proses deformasi yang terjadi pada
batuan. Pengamatan ini meliputi sifat perubahan tempat atau gerak
(displacement), perubahan bentuk (distorsion) dan perubahan ukuran
(dilation).Tahapan ini disebut sebagai analisis kinematik.Dalam hal ini perlu
dipertimbangkan tentang sifat fisik batuannya terhadap perubahan-perubahan
yang terjadi akibat deformasi.Sebagai kelanjutan dari analisis kinematik, langkah
berikutnya adalah mempelajari penyebab dari perubahan yang terjadi pada
batuan.Perubahan, seperti pergerakan dan perubahan bentuk, adalah respon dari
batuan terhadap gaya (force) dan tegasan (stress). Gaya dapat didefinisikan
sebagai sesuatu yang merubah atau cenderung untuk merubah sesuatu tubuh
batuan, sedangkan tegasan berhubungan dengan tempat dimana gaya tersebut
bekerja. Analisis yang membahas tentang gaya atau tegasan disebut sebagai
analisis dinamik.
7.2 Struktur Batuan

60
Struktur batuan adalah gambaran tentang kenampakan atau keadaan
batuan, termasuk didalamnya bentuk dan kedudukannya. Didasarkan pada proses
pembentukannya, struktur batuan dapat dibedakan menjadi :
A Struktur primer, yaitu struktur yang terjadi pada saat proses pembentukan
batuan tersebut, misalnya, pada batuan sedimen : bidang perlapisan bersilang
(cross bedding), gelembur gelombang (ripple mark), perlapisan bersusun
(graded bedding), dan sebagainya, pada batuan beku : struktur aliran (flow
structure), kekar akibat pendinginan (cooling joints), dan sebagainya.
B. Struktur sekunder, yaitu struktur yang terjadi kemudian, setelah batuan
terbentuk, yaitu akibat proses deformasi atau tektonik. Jenis struktur yang
termasuk di dalam struktur sekunder diantaranya adalah : lipatan, rekahan
(kekar), patahan (sesar), dan sebagainya.
Geologi struktur yang dimaksudkan pada praktikum ini lebih ditekankan
untuk mempelajari tentang struktur akibat dari deformasi. Walaupun demikian,
pada beberapa kasus, struktur primer akan berguna di dalam analisis struktur,
misalnya untuk menentukan arah sedimentasi, dan sebagainya.

7.3Deformasi Batuan
Deformasi batuan merupakan perubahan volume atau bentuk suatu
material atau batuan.
A. Penyebab deformasi
Stress adalah gaya yang bekerja pada satuan luas. Macam-macam stress :
1. Stress yang dari segala arah sama (Uniform Stress):
Confining stress
2. Stress yang besarnya berbeda dari segala arah (Differential strees):
Tensional stress(extensional stress), yang menyebabkan tarikan
pada batuan.
Compressional stress, yang menekan batuan
Shear Stress yang menyebabkan pergeseran dan puntiran.

61
Strain adalah perubahan ukuran, bentuk atau volume dari material, terjadi
akibat batuan mengalami deformasi.

Gambar 9.1 Jenis jenis sterss

B. Tahapan Deformasi
Bila batuan mengalami penambahan stress akan terdeformasi melalui 3
tahap berurutan:
1. Elastic deformation adalah deformasi sementara tidak permanen
atau dapat kembali kebentuk awal (reversible). Begitu stress hilang, batuan
kembali kebentuk dan volume semula. Seperti karet yang ditarik akan
melar tetapi jika dilepas akan kembali ke panjang semula. Elastisitas ini
ada batasnya yang disebut elastic limit, yang apabila dilampaui batuan
tidak akan kembali pada kondisi awal. Di alam tidak pernah dijumpai
batuan yang pernah mengalami deformasi elastis ini, karena tidak
meninggalkan jejak atau bekas, karena kembali ke keadaan semula, baik
bentuk maupun volumenya.
2. Ductile deformation merupakan deformasi dimana elastic
limit dilampaui dan perubahan bentuk dan volume batuan tidak kembali.
3. Fracture tejadi apabila batas atau limit elastik dan ducktile
deformasi dilampaui. Deformasi rekah (fracture deformation) dan lentur

62
(ductile deformation) adalah sama, menghasilkan regangan (strain) yang
tidak kembali ke kondisi semula.
Kita dapat membagi material menjadi 2 (dua) kelas didasarkan atas sifat
perilaku dari material ketika dikenakan gaya tegasan padanya, yaitu :
1. Material yang bersifat retas (brittle material), yaitu apabila sebagian kecil atau
sebagian besar bersifat elastis tetapi hanya sebagian kecil bersifat lentur sebelum
material tersebut retak/pecah.
2. Material yang bersifat lentur (ductile material) jika sebagian kecil bersifat
elastis dan sebagian besar bersifat lentur sebelum terjadi peretakan/fracture.
7.4 Jenis Struktur Geologi
Dalam geologi dikenal 3 jenis struktur yang dijumpai pada batuan sebagai
produk dari gaya gaya yang bekerja pada batuan, yaitu: (1)Kekar (fractures) dan
Rekahan (cracks); (2) Perlipatan (folding); dan (3)Patahan/Sesar (faulting). Ketiga
jenis struktur tersebut dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis unsur
struktur, yaitu:
A. Kekar
Kekar adalah struktur retakan/rekahan terbentuk pada batuan akibat suatu
gaya yang bekerja pada batuan tersebut dan belum mengalami pergeseran. Secara
umum dicirikan oleh, pemotongan bidang perlapisan batuan, biasanya terisi
mineral lain (mineralisasi) seperti kalsit, kuarsa dsb, kenampakan breksiasi.Kekar
adalah gejala yang umum terdapat pada batuan.Kekar dapat terbentuk karena
tektonik (deformasi) dan dapat terbentuk juga secara non tektonik (pada saat
diagenesa, proses pendinginan dsb).
Secara kejadiannya (genetik), kekar dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu :
1. Kekar gerus (shear fracture) : adalah rekahan yang bidang-bidangnya terbentuk
karena adanya kecenderungan untuk saling bergeser (shearing). Kekar jenis
shear joint umumnya bersifat tertutup.
2. Kekar tarik (extention fracture) : adalah rekahan yang bidang-bidangnya
terbentuk karena adanya kecenderungan untuk saling menarik (meregang).
Umumnya bentuk rekahan bersifat terbuka.
Extension fracture dapat dibedakan sebagai :

63
Tension fracture : ialah kekar tarik yang bidang rekahnya searah dengan
arah tegasan.
Release fracture : ialah kekar tarik yang terbentuk akibat hilangnya atau
pengurangan tekanan dan tegak lurus terhadap gaya utama
B. Lipatan
Lipatan adalah deformasi lapisan batuan yang terjadi akibat dari gaya
tegasan sehingga batuan bergerak dari kedudukan semula membentuk
lengkungan. Berdasarkan bentuk lengkungannya lipatan dapat dibagi dua, yaitu
Lipatan Sinklin adalah bentuk lipatan yang cekung ke arah atas, sedangkan lipatan
antiklin adalah lipatan yang cembung ke arah atas.Lipatan dapat dijumpai pada
semua jenis batuan, namun yang paling sering dijumpai adalah pada batuan
sedimen berlapis. Bagian-Bagian Lipatan :
1. Axial plane (axial surface) : bidang yang membagi lipatan menjadi
simetri/hampir simetri. Bidang ini dapat vertikal, miring atau horizontal.
2. Axis of fold : perpotongan antara axial plane dengan lapisan batuan.
Kedudukannya dapat miring atau tegak.
3. Axial line : garis yang merupakan hasil perpotongan antara permukaan
bumi dengan axial line.
4. Sayap (limb) : bagian lipatan yang terletak downdip dari lengkungan
maximum suatu antiklin atau updip dari lengkungan maksimum suatu
sinklin.
5. Garis puncak (crest line) : garis khayal yang menghubungkan titik-titik
yang tertinggi pada setiap permukaan lapisan suatu antiklin.
6. Trough line : garis khayal yang menghubungkan titik-titik terendah pada
setiap permukaan suatu sinklin.

64
Gambar 9.2 Bentuk dan bagian lipatan

Penamaan Lipatan :
1. Antiklin : Lipatan yang mempunyai bentuk cembung ke arah atas. Menuju ke
pusat batuannya mengarah ke tua.
2. Sinklin : Lipatan yang mempunyai bentuk cekung ke arah atas. Menuju ke
pusat, batuannya semakin mengarah ke muda.
3. Monoklin : lapisan batuan yang relatif horizontal, kemudian berubah menjadi
miring secara lokal.
4. Terrase : Lapisan batuan yang miring, kemudian secara lokal berubah menjadi
horisontal.
5. Homoklin : lapisan batuan yang miring satu arah, dan hampir sejajar pada
daerah yang luas.
6. Lipatan Simetri : lipatan yang mempunyai axial plane vertikal atau hampir
vertikal.
7. Lipatan Asimetri : Lipatan yang mempunyai axial plane miring, kedua
sayapnya mempunyai kemiringan yang berlawanan.
8. Overtuned Fold : Lipatan yang mempunyai axial plane miring, kedua sayapnya
mempunyai arah kemiringan yang sama, besarnya kemiringan tidak sama.
9. Recumbent fold :Lipatan yang mempunyai axial plane horizontal.
10. Isoclinal fold :Lipatan yang mempunyai sayap-sayap dimana arah kemiringan
dan besarnya sama.

65
11. Chevron fold :A fold that has no curvature in its hinge and straight-sided
limbs that form a zigzag pattern is called a chevronfold.

Homoklin

Gambar 9.3 Jenis jenis lipatan

Pengenalan Struktur lipatan


1. Pengenalan secara langsung
Pengenalan yang dapat langsung dilihat di lapangan, misalnya pada lereng
bukit terpotong jalan, tebing sungai, terowongan.
Pada daerah bervegetasi lebat, atau daerah yang mengalami pelapukan
yang kuat, lipatan jarang sekali dijumpai secara langsung.
2. Pengamatan secara tidak langsung
Pengenalan lipatan secara tidak langsung dapat dilakukan melalui beberapa
cara, yaitu : Pengeplotan jurus dan kemiringan lapisan batuan, Pola peta,
Topografi, Pola struktur kontur
C. Sesar
Sesar adalah struktur rekahan yang telah mengalami pergeseran.
Umumnya disertai oleh struktur yang lain seperti lipatan, rekahan dsb. Adapun di
apangan indikasi suatu sesar/patahan dapat dikenal melalui : a) Gawir sesar atau
bidang sesar; b). Breksiasi, gouge, milonit, ; c). Deretan mata air; d). Sumber air

66
panas; e). Penyimpangan / pergeseran kedudukan lapisan; f) Gejala-gejala struktur
minor seperti: cermin sesar, gores garis, lipatan dsb.
Berdasarkan pergeserannya, struktur sesar dalam geologi dikenal ada 3
jenis yaitu: 1) Sesar Mendatar (Strike slip faults); 2) Sesar Naik (Thrust faults); 3)
Sesar Turun (Normal faults).
1. Sesar Mendatar (Strike Slip Fault) adalah sesar yang pergerakannya sejajar,
blok bagian kiri relatif bergeser kearah yang berlawanan dengan blok bagian
kanannya. Berdasarkan arah pergerakan sesarnya, sesar mendatar dapat dibagi
menjadi 2 (dua) jenis sesar, yaitu: (1). Sesar Mendatar Dextral (sesar mendatar
menganan) dan (2). Sesar Mendatar Sinistral (sesar mendatar mengiri). Sesar
Mendatar Dextral adalah sesar yang arah pergerakannya searah dengan arah
perputaran jarum jam sedangkan Sesar Mendatar Sinistral adalah sesar yang
arah pergeserannya berlawanan arah dengan arah perputaran jarum jam.
Pergeseran pada sesar mendatar dapat sejajar dengan permukaan sesar atau
pergeseran sesarnya dapat membentuk sudut (dip-slip/oblique). Sedangkan
bidang sesarnya sendiri dapat tegak lurus maupun menyudut dengan bidang
horisontal.
2. Sesar Naik (Thrust Fault) adalah sesar dimana salah satu blok batuan bergeser
ke arah atas dan blok bagian lainnya bergeser ke arah bawah disepanjang
bidang sesarnya. Pada umumnya bidang sesar naik mempunyai kemiringan
lebih kecil dari 450.
3. Sesar Turun (Normal fault) adalah sesar yang terjadi karena pergeseran blok
batuan akibat pengaruh gaya gravitasi. Secara umum, sesar normal terjadi
sebagai akibat dari hilangnya pengaruh gaya sehingga batuan menuju ke posisi
seimbang (isostasi). Sesar normal dapat terjadi dari kekar tension, release
maupun kekar gerus.

67
Gambar 9.4 blok diagram dari Sesar Naik (Reverse fault), Sesar
Mendatar (Striike slip fault), Sesar Normal (Dip-slip fault dan
Oblique-slip fault).

68
BAB VIII
PALEONTOLOGI

8.1 Pendahuluan

Paleontologi berasal dari kata Paleo yang berarti tua, Ontos yang berarti
kehidupan, dan Logosyang berarti ilmu. Jadi Paleontologi merupakan ilmu yang
mempelajari tentang kehidupan masa lampau.Dalam mempelajari kehidupan masa
lalu tersebut kita menggunakan media penghubung yaitu fosil. Dimana fosil itu
sendiri berasal dari bahasa latin yaitu fossa yang berarti "galian", adalah sisa-
sisa atau bekas-bekas makhluk hidup yang menjadi batu atau mineral. Untuk
menjadi fosil, sisa-sisa hewan atau tanaman ini harus segera tertutup sedimen.
Oleh para pakar dibedakan beberapa macam fosil. Ada fosil batu biasa, fosil yang
terbentuk dalam batu ambar, fosil ter, seperti yang terbentuk di sumur ter La Brea
di California. Hewanatau tumbuhan yang dikira sudah punah tetapi ternyata masih
ada disebut fosil hidup, dan ilmu yang mempelajarinya adalah paleontologi itu
tadi. Dalam pembelajarannya, paleontologi dibagi menjadi 2 cabang ilmu yaitu:
Makropaleontologi
Makropaleontologi adalah cabang ilmu paleontologi yang mempelajari
fosil berdasarkan kenampakan secara makroskopis.
Mikropaleontologi
Mikropaleontologi adalah cabang ilmu paleontologi yang mempelajari
fosil berdasarkan kenampakan secara mikrokopis menggunakan mikroskop
polarisasi.
Secara singkat definisi dari fosil harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
Organisme harus memiliki bagian keras (cangkang, tulang, gigi, jaringan
kayu), namun adanya bagian keras ini tidak terlalu mutlak, karena dalam
keadaan tertentu, bahkan ubur-ubur yang bertubuh sangat lunak pun dapat
menjadi fosil.

69
Organisme harus terhindar dari kehancuran setelah mati. Apabila bagian
tubuh dari organisme tersebut hancur, membusuk, atau lapuk, maka
organisme tersebut tidak akan terawetkan menjadi fosil.
Organisme tersebut harus segera terkubur oleh material yang dapat menahan
terjadinya pembusukan.Jenis material yang mengubur suatu organisme sangat
tergantung dari di mana organisme tersebut hidup.
Fosil harus terawetkan secara alamiah dan bukan suatu produk buatan
manusia.
Pada umumnya terekam dalam batuan sedimen. Karena berdasarkan proses
pembentukan batuan, akan sangat sulit bagi fosil untuk dapat bertahan pada
batuan selain pada pengendapan batuan sedimen.
Berumur lebih dari 11.000 tahun.
Fosil Index merupakan suatu fosil yang baik untuk digunakan sebagai penciri
waktu geologi tertentu dan penting untuk korelasi stratigrafi. Syarat-syarat suatu
fosil menjadi fosil index yaitu:
Mudah dikenal.
Berjumlah banyak.
Penyebaran geografis luas.
Kisaran hidup yang pendek.
Contoh dari fosil index adalah Trilobita, Brachiopoda, Crinoid, Koral rugosa
dan Tabulata.
Dalam ilmu geologi, tujuan mempelajari fosil adalah:
Untuk mempelajari perkembangan kehidupan yang pernah ada di muka bumi
sepanjang sejarah bumi;
Mengetahui kondisi geografi dan iklim pada zaman saat fosil tersebut hidup;
Menentukan umur relatif batuan yang terdapat di alam didasarkan atas
kandungan fosilnya;
Untuk menentukan lingkungan pengendapan batuan didasarkan atas sifat dan
ekologi kehidupan fosil yang dikandung dalam batuan tersebut. Untuk

70
korelasi antar batuan batuan yang terdapat di alam (biostratigrafi) yaitu
dengan dasar kandungan fosil yang sejenis/seumur.

8.2 Jenis Pengawetan Fosil


A. Pengawetan bagian lunak dari organisme
Proses pengawetan tipe fosil seperti ini sangat jarang dijumpai dan
terjadi pada kondisi yang sangat khusus. Organisme harus terkubur dalam
suatu medium yang dapat melindungi tubuh lunaknya dari pembusukan (misal
getah (resin), tanah beku).Cairan-cairan tersebut mampu membunuh bakteri
sehingga organisme tersebut terhindar dari pembusukan.Contoh fosil
mammoth di tanah beku Alaska dan Siberia, fosil harimau yang terjebak
dalam telaga teraspal di California, fosil serangga pada getah pohon.

Gambar 8.1 Fosil serangga (mindarus haringtoni) terjebak di dalam amber


Walaupun pengawetan dari bagian lunak organisme telah
menghasilkan fosil yang sangat menarik, namun proses pengawetan seperti ini
sangat jarang terjadi.
B. Pengawetan bagian keras dari organisme
Proses pengawetan fosil dimana bagian keras organisme harus tersusun
oleh mineral yang tahan / resisten terhadap proses pelapukan dan reaksi kimia,
sehingga memungkinkan pembentukan fosil. Berdasarkan komposisinya jenis
fosil ini dibedakan menjadi :
Fosil yang bersifat karbonatan
Merupakan fosil yang tersusun atas kalsium karbonat misalnya pada
cangkang, kerang, siput, dan koral.Banyak diantara mereka yang
terawetkan dalam bentuk aslinya.

71
Fosil yang bersifat fosfatan
Merupakan fosil yang tersusun atas kalisum fosfat misalnya pada gigi,
gading, dan beberapa rangka luar suatu organisme.Senyawa ini sangat
bagus untuk bertahan dari pelapukan sehingga banyak organisme yang
menjadi fosil dengan pengawetan yang sangat bagus.
Fosil yang bersifat silikatan
Merupakan fosil yang tersusun atas senyawa silika seperti pada golongan
plankton; diatomae dan radiolaria serta golongan spons; silicious sclerite.
Fosil yang bersifat khitinan
Merupakan fosil yang tesusun atas senyawa khitin.Senyawa ini biasa
terdapat pada rangka luar suatu organisme yaitu golongan arthropoda.
Pada beberapa organisme sering terawetkan menjadi lapisan tipis arang
(carbon film) akibat komposisi kimiawi dan proses tekanan ketika
terendapkan.
C. Pengawetan Bagian Keras yang Mengalami Perubahan
Proses pengawetan fosil yang terbagi menjadi 3 proses pengawetan yaitu:
1. Karbonisasi
Dikenal pula sebagai proses destilasi. Proses destilasi adalah proses
dimana zat organik pada organisme mengalami pembusukan perlahan-
lahan setelah terkubur, kemudian akan kehilangan gas dan cairannya,
sehingga hanya tertinggal lapisan karbon. Contoh: fosil graptolit, fosil
daun (banyak terdapat pada cebakan batubara).

Gambar 8.2 Fosil daun akibat proses karbonisasi


2. Petrifikasi / Permineralisasi
Proses ini terjadi apabila airtanah yang mengandung mineral
tertentu menyusup ke dalam bodi fosil melalui pori-pori. Airtanah tersebut
megendapkan mineral tertentu, sehingga sisa organisme tersebut

72
bertambah berat dan resisten terhadap pelapukan.Disebut permineralisasi
jika yang diendapkan hanya satu jenis mineral, dan petrifikasi jika yang
diendapkan bermacam-macam mineral.

Gambar 8.3 Fosil koral yang digantikan oleh mineral carnelian (kiri),
silicified wood (kanan)
3. Penggantian / Replacement
Proses ini terjadi apabila bagian keras organisme hilang/ larut oleh
airtanah, sehingga yang tertinggal hanya rongga, kemudian diikuti
pengendapan senyawa lain pada rongga tersebut sehingga mempuyai
bentuk dan struktur yang sama dengan aslinya, tetapi komposisinya sudah
berubah. Contoh pembentukan kayu terkersikkan (silicified wood).
D. Pengawetan tapak, jejak, sisa organisme
Proses pengawetan fosil yang terbagi menjadi beberapa macam:
1.Mold dan Cast
Mold terbentuk apabila cangkang suatu organisme menekan
sedimen yang belum membatu, kemudian meninggalkan cetakan bagian
cangkang yang menekan sedimen tersebut. Sedangkan cast adalah Apabila
mold tersebut terisi material sedimen. Dibagi menjadi internal cast dan
external cast. Internal cast menunjukkan karakteristik bentuk bagian dalam
cetakan, sedangkan externa cast menunjukkan karakteristik bentuk bagian
luar cetakan.

73
Gambar 8.4Mold (kiri) dan Cast (kanan)
2.Track, Trail, dan Burrow
Track adalah sisa dari organisme yang berupa tapak kaki.Adanya
suatu jejak tapak kaki suatu organisme sebenarnya tidak terlalu
memberikan banyak informasi mengenai organisme tersebut, namun
dengan adanya jejak kaki tersebut setidaknya kita mampu mempelajari
kebiasaan hidup dari organisme tersebut.Jejak ini biasanya berupa
footprintdibuat pada sedimen halus oleh organisme vertebrata seperti
dinosaurus dan mamalia, namun beberapa invertebrata juga mampu
membuat jejak seperti trilobita dan molusca.Bedanya jejak yang
ditinggalkan adalah berupa trail, yaitu jejak berupa alur-alur pergerakan
organisme tersebut.
Burrow adalah sisa dari organisme yang berupa galian. Burrow
merupakan suatu bukti bahwa adanya kehidupan suatu organisme di dalam
tanah dimana organisme tersebut menggali suatu lubang di dalamnya baik
itu di bawah laut, danau, maupun sungai. Organisme semacam ini
biasanya merupakan jenis invertebrata berupa cacing yang membuat
semacam lubang-lubang yang saling berhubungan yang kemudian terisi
oleh berbagai material dan kemudian terfosilkan.Burrow dapat
menunjukkan pergerakan dari suatu organisme itu sendiri.

74
Gambar 8. 5 Bentuk burrow dari cacing (kiri) dan jejak
trailorganismeinvertebrata (kanan)
3.Coprolite, Gastrolith, Pseudofossils, Dendrites, dan Konkresi
Coprolite adalah sisa organisme yang berupa kotoran
hewan.Corpolite berasal dari kata kopros dalam bahasa Yunani yang
berarti kotoran.Corpolite dapat dihasilkan oleh semua organisme baik
invertebrata maupun vertebrata.Mempelajari coprolite erat kaitannya
dengan bentuk anatomi dari pencernaan serta jenis makanan yang sering
dimakan oleh organisme yang telah punah tersebut.
Gastrolith adalah batuan halus, berbentuk well rounded yang
terdapat pada perut organisme yang berguna untuk membantu mencerna
makanan pada beberapa golongan reptil. Batu-batu tersebut diduga ditelan
oleh organisme tersebut, terabrasi oleh proses pencernaan dan
pinggirannya menjadi halus. Sejumlah besar gastrolith ditemukan
bersama-sama dengan fosil dari suatu jenis dinosaurus.
Pseudofossils merupakan suatu benda di alam yang terbentuk
secara anorganik yang memiliki kemiripan dengan fosil tumbuhan dan
hewan.Oleh Karena itu benda-benda tersebut sering dikelirukan dengan
fosil.Pseudofossils sering disebut sebagai fosil palsu.
Dendrites merupakan suatu endapan tipis dari dioksida mangan
(MnO2) yang melekat pada batuan, biasanya ditemukan pada bidang
perlapisan.Karena bentuknyayang bercabang-cabang, dendrite sering
dikelirukan dengan urat daun yang memfosil.

75
Konkresi merupakan suatu akumulasi dari mineral ataupun batuan
yang terdapat pada serpih atau batugamping yang memiliki bentuk seperti
fosil.Konkresi ini terbentuk sebagai akibat mengumpulnya material semen
yang melingkupi suatu inti, yang biasanya berbeda dengan material batuan
yang mengandungnya.Konkresi sering dijumpai lepas dari batuan
induknya akibat dari pelapukan dan sering meunjukkan kenampakan
seperti fosil.Walaupun konkresi tersebut bukan dibentuk oleh organisme,
namun sering dijumpai bahwa inti konkresi merupakan fosil yang
sesungguhnya, misalnya fosil ketam dijumpai pada batugamping yang
menjadi konkresi pada serpih.

Gambar 8.6 Bentuk corpolite dari suatu organisme (kanan)

8.3 Tata Cara Penamaan Fosil


Karena fosil merupakan sisa organism, maka fosil juga diklasifikasikan
seperti klasifikasi organism dalam biologi.Tetapi karena fosil hanya diwakili oleh
bagian yang keras, maka klasifikasi fosil terutama didasrkan pada factor factor
morfologi bagian yang keras tadi.

76
Gambar 8.7 Bagian tubuh dari molusca

77
BAB IX
PENGURUTAN KEJADIAN GEOLOGI

9.1 Pendahuluan
Ilmu yang mempelajari tetntang urut-urutan, hubungan dan kejadian batuan
di alam (sejarahnya) dalam ruang dan waktu geologi adalah stratigrafi.Stratigrafi
berasal dari kata strata (stratum) yang berarti lapisan (tersebar) yang berhubungan
dengan batuan, dan grafi (graphic) yang berarti pemerian/gambaran atau urut-
urutan lapisan.komposisi dan umur relatif serta distribusi peralapisan tanan dan
interpretasi lapisan-lapisan batuan untuk menjelaskan sejarah bumi.Dari hasil
perbandingan atau korelasi antarlapisan yang berbeda dapat dikembangkan lebih
lanjut studi mengenai litologi (litostratigrafi), kandungan fosil (biostratigrafi), dan
umur relatif maupun absolutnya (kronostratigrafi).Jadi stratigrafi adalah ilmu yang
mempelajari pemerian perlapisan batuan pada kulit bumi.Para geolog
menggunakan dua pendekatan berbeda untuk menentukan waktu geologi, yaitu
penanggalan relative dan penangalan mutlak.
9.2 Penanggalan Relatif ( Relative Dating )
Penanggalan relative merupakan system penanggalan yang menempatkan
berbagai peristiwa geologi dalam urutan kronologis berdasarkan posisinya dalam
rekaman data geologi.Sudah sejak lama sebelum para ahli geologi dapat
menentukan umur bebatuan berdasarkan angka seperti saat ini, mereka
mengembangkan skala waktu geologi secara relatif. Skala waktu relatif
dikembangkan pertama kalinya di Eropa sejak abad ke 18 hingga abad ke 19.
Berdasarkan skala waktu relatif, sejarah bumi dikelompokkan menjadi Eon
(Masa) yang terbagi menjadi Era (Kurun), Era dibagi-bagi kedalam Period
(Zaman), dan Zaman dibagi bagi menjadi Epoch (Kala).
Nama-nama seperti Paleozoikum atau Kenozoikum tidak hanya sekedar
kata yang tidak memiliki arti, akan tetapi bagi para ahli geologi, kata tersebut
mempunyai arti tertentu dan dipakai sebagai kunci dalam membaca skala waktu
geologi. Sebagai contoh, kata Zoikum merujuk pada kehidupan binatang dan kata
Paleo yang berarti purba, maka arti kata Paleozoikum adalah merujuk pada

78
kehidupan binatang-binatang purba,Meso yang mempunyai arti
tengah/pertengahan, dan Keno yang berarti sekarang. Sehingga urutan relatif
dari ketiga kurun tersebut adalah sebagai berikut: Paleozoikum, kemudian
Mesozoikum, dan kemudian disusul dengan Kenozoikum.
9.3 Penanggalan Mutlak ( Absolute Dating )
Absolute dating menggunakan berbagai teknik dan hasilnya dinyatakan
dalam angka tahun sebelum sekarang. Penentuan umur batuan dalam ribuan,
jutaan atau milyaran tahun dapat dimungkinkan setelah diketemukan unsur
radioaktif.Saat ini kita dapat menggunakan mineral yang secara alamiah
mengandung unsur radioaktif dan dapat dipakai untuk menghitung umur secara
absolut dalam ukuran tahun dari suatu batuan.Sebagaimana kita ketahui bahwa
bagian terkecil dari setiap unsur kimia adalah atom.Suatu atom tersusun dari satu
inti atom yang terdiri dari proton dan neutron yang dikelilingi oleh suatu kabut
elektron.Isotop dari suatu unsur atom dibedakan dengan lainnya hanya dari jumlah
neutron pada inti atomnya. Sebagai contoh, atom radioaktif dari unsur potassium
memiliki 19 proton dan 21 neutron pada inti atomnya (potassium 40); atom
potassium lainnya memiliki 19 proton dan 20 atau 22 neutron (potassium 39 dan
potassium 41). Isotop radioaktif (the parent) dari satu unsur kimia secara alamiah
akan berubah menjadi isotop yang stabil (the daughter) dari unsur kimia lainnya
melalui pertukaran di dalam inti atomnya.
Perubahan dari Parent ke Daughter terjadi pada kecepatan yang
konstan dan dikenal dengan Waktu Paruh (Half-life). Waktu paruh dari suatu
isotop radioaktif adalah lamanya waktu yang diperlukan oleh suatu isotop
radiokatif berubah menjadi nya dari atom Parent-nya melalui proses peluruhan
menjadi atom Daughter. Setiap isotop radiokatif memiliki waktu paruh (half life)
tertentu dan bersifat unik.Hasil pengukuran di laboratorium dengan ketelitian
yang sangat tinggi menunjukkan bahwa sisa hasil peluruhan dari sejumlah atom-
atom parent dan atom-atom daughter yang dihasilkan dapat dipakai untuk
menentukan umur suatu batuan. Untuk menentukan umur geologi, ada empat seri
peluruhan parent/daughter yang biasa dipakai dalam menentukan umur batuan,

79
yaitu: Carbon/Nitrogen (C/N), Potassium/Argon (K/Ar), Rubidium/Strontium
(Rb/Sr), dan Uranium/Lead (U/Pb).
Tabel 9.1Isotop Radioaktif Parent, Daughter dan Waktu Paruh

Isotop Parent Hasil Peluruhan Nilai Waktu


(Daughter Product) Paruh
Uranium-238 Lead-206 4.5 milyar tahun
Uranium-235 Lead-207 704 juta tahun
Thorium-232 Lead-208 14.0 milyar tahun
Rubidium-87 Strontium-87 48.8 milyar tahun
Potassium-40 Argon-40 1.25 milyar tahun
Samarium-147 Neodymium-143 106 milyar tahun

9.4 Konsep dan Hukum Dalam Ilmu Geologi


Untuk dapat memahami ilmu geologi, pemahaman tentang konsep-konsep
dan hukum-hukum dalam ilmu geologi sangatlah penting dan merupakan dasar
dalam mempelajari ilmu geologi. Adapun hukum dan konsep geologi yang
menjadi acuan dalam geologi antara lain adalah konsep tentang susunan, aturan
dan hubungan antar batuan dalam ruang dan waktu. Pengertian ruang dalam
geologi adalah tempat dimana batuan itu terbentuk sedangkan pengertian waktu
adalah waktu pembentukan batuan dalam skala waktu geologi. Konsep konsep
dan hukumhukum dalam ilmu geologi antara lain :
A. Prinsip Uniformitarisme ( James Hutton, 1785)
Sejarah ilmu geologi sudah dimulai sejak abad ke 17 dan 18 dengan
doktrin katastrofisme yang sangat populer.Para penganutnya percaya bahwa
bentuk permukaan bumi dan segala kehidupan diatasnya terbentuk dan musnah
dalam sesaat akibat suatu bencana (catastroph) yang besar. James Hutton, bapak
geologi modern, seorang ahli fisika Skotlandia, pada tahun 1795 menerbitkan
bukunya yang berjudul Theory of the Earth, dimana ia mencetuskan doktrinnya
yang terkenal tentang Uniformitarianism. Uniformitarianisme merupakan konsep

80
dasar geologi modern. Prinsip ini menyatakan bahwa hukum-hukum fisika, kimia
dan biologi yang berlangsung saat ini berlangsung juga pada masa lampau.
Artinya, gaya-gaya dan proses-proses yang membentuk permukaan bumi seperti
yang kita amati saat ini telah berlangsung sejak terbentuknya bumi atau dengan
kata lain masa kini merupakan kunci dari masa lampau (the present is the key
to the past). Maksudnya adalah bahwa proses-proses geologi alam yang terlihat
sekarang ini dipergunakan sebagai dasar pembahasan proses geologi masa
lampau.
B. Prinsip Superposisi (Nicolas Steno, 1669)
1. Horizontalitas (Horizontality)
Pada awalnya sedimen akan diendapakan sebagai lapisan-lapisan yang
mendatar(Steno, 1669).Sedimen yang baru terbentuk cenderung
mengikuti bentuk dasarnya dan cenderung untuk menghorizontal, kecuali
cross bedding atau pada tepi cekungan memiliki sudut kemiringan asli
(initial-dip) karena dasar cekungannya yang memang menyudut.Hal ini
karena pengaruh sedimen dikontrol oleh hukum gravitasi dan hidrolika
cairan, Apabila dijumpai lapisan yang miring, berarti sudah mengalami
deformasi.
2. Superposisi (Superposition)
Dalam urutan pengendapan batuan yang belum mengalami perubahan
(dalam keadaan normal), batuan yang tua ada di bawah dan yang muda
ada di atas(Steno, 1669). Dalam keadaan yang tidak terganggu, lapisan
paling tua akan berada dibawah lapisan yang lebih muda. Hal ini secara
logis dapat dijelaskan bahwa proses pengendapan mulai dari terbebtuknya
lapisan awal yang terletak di dasar cekungan, selanjutnya ditutup oleh
lapisan yang terendapkan kemudian, yang tentu lebih muda dari
ditutupinya.
3. Kesinambungan Lateral (Lateral Continuity)
Pengendapan lapisan batuan sedimen akan menyebar secara mendatar,
sampai menipis atau menghilang pada batas cekungan dimana ia
diendapkan(Steno, 1669). Lapisan yang diendapakna oleh air terbentuk

81
terus-menerus secara lateral dan hanya membaji pada tepian pengendapan
pada masa cekungan itu terbentuk. Dengan kata lain bahwa apabila
pelamparan suatu lapisan batuan sepanjang jurus perlapisannya berbeda
litologinya maka dikatakan bahwa perlapisan batuan tersebut berubah
facies. Dengan demikian, konsep perubahan facies terjadi apabila dalam
satu lapis batuan terdapat sifat, fisika, kimia, dan biologi yang berbeda
satu dengan lainnya.
C. Prinsip Cross-Cutting Relationship (James Hutton, 1726)
Hukum ini menyatakan bahwa Batuan yang terpotong mempunyai umur
geologi yang lebih tua daripada yang memotong.(James Hutton, 1726).
Hubungan petong-memotong (cross-cutting relationship) adalah hubungan
kejadian antara satu batuan yang dipotong/diterobos oleh batuan lainnya, dimana
batuan yang dipotong/diterobos terbentuk lebih dahulu dibandingkan dengan
batuan yang menerobos.Hal ini dapat diumpamakan sebagai sepotong kue
lapis.Kue itu dapat dipotong jika kue itu sudah ada dahulu.Tidak mungkin kue itu
terpotong dahulu baru kemudian muncul.
D. Keselarasan dan Ketidakselarasan (Conformity dan Unconformity)
1. Keselarasan (Conformity):adalah hubungan antara satu lapis batuan
dengan lapis batuan lainnya diatas atau dibawahnya yang kontinyu
(menerus), tidak terdapat selang waktu (rumpang waktu) pengendapan.
Secara umum di lapangan ditunjukkan dengan kedudukan lapisan
(strike/dip) yang sama atau hampir sama, dan ditunjang di laboratorium
oleh umur yang kontinyu.
2. Ketidak Selarasan (Unconformity): adalah hubungan antara satu lapis
batuan dengan lapis batuan lainnya (batas atas atau bawah) yang tidak
kontinyu (tidak menerus), yang disebabkan oleh adanya rumpang waktu
pengendapan. Dalam geologi dikenal 4 (tiga) jenis ketidakselarasan, yaitu:
a. Disconformity terjadi ketika sedimentasi terhenti untuk waktu yang
saaangat lama, sampai-sampai lapisan batuan yang terakhir terbentuk
tergerus oleh erosi. Dengan kata lain, ciri khas ketidakselarasan jenis
disconformity adalah adanya bidang erosi

82
b. Nonconformity, adanya lapisan batuan sedimen yang menumpang
diatas batuan beku atau metamorf. Proses terbentuknya sebagai
berikut: ada sebuah perlapisan batuan sedimen yang mengandung
batuan metamorf/intrusi batuan beku. Pada suatu hari, proses
sedimentasi berhenti untuk waktu yang lama. Perlapisan batuan
sedimen ini pun tererosi sampai-sampai batuan beku/metamorf muncul
ke permukaan. Beberapa saat kemudian, proses sedimentasi berjalan
lagi. hasil akhirnya adalah batuan beku/metamorf dengan bagian atas
tampak tererosi dan ditumpangi suatu lapisan batuan sedimen
c. Paraconformity adalah lapisan batuan yang terakhir tidak mengalami
erosi. Jadi kelihatannya perlapisan batuan hasil paraconformity itu
normal-normal saja seperti lapisan batuan yang terbentuk secara
selaras. Paraconformity baru ketahuan kalau ternyata ditemukan
"loncat fosil" antara lapisan batuan sedimen yang saling bersebelahan.
d. Angular unconformity dicirikan oleh adanya beda dip yang sangat
tajam antara perlapisan di atas dan perlapisan di bawah. misalnya,
dalam suatu tubuh perlapisan batuan sedimen, 3 lapisan terbawah
punya dip 0 derajat, alias lapisan itu horizontal.

Gambar 9.1 Jenis - jenis ketidakselaras


E. Prinsip Faunal Succession (William Smith, 1769-1839)
Fosil yang ada di lapisan paling bawah lebih tua dari pada fosil pada
lapisan paling atas.Karena evolusi, fosil mayat yang terawetkan dalam suatu

83
urutan batuan secara bergradasi berubah kenampakan fisiknya sesuai dengan
waktu.Menurut teori evolusi, awal kehidupan dimulai dengan makhluk bersel
satu, kemudian bersel banyak, hingga sekarang terbentuk makhluk hidup dengan
sistem yang kompleks.Makhluk hidup yang mati kemudian memfosil, dan
tertimbun dalam lapisan bumi sesuai zaman hidupnya.Sehingga dengan
mengetahui umur fosil itu dapat diketahui umur lapisan batuan. Suatu perlapisan
batuan yang mengandung fosil tertentu dapat digunakan untuk koreksi antara
suatu lokasi dengan lokasi yang lain.

Gambar 9.2 Prinsip faunal succession


F. Prinsip Inclusion
Suatu inklusi (fragmen suatu batuan didalam tubuh batuan lain) harus
lebih tua daripada batuan yang mengandungnya tersebut. Batuan yang menjadi
inklusi batuan lain terbentuk lebih dahulu dari pada yang mengingklusinya.
Hampir sama seperti prinsip cross-cutting. Suatu fragmen (yang direkatkan)
dalam batuan sedimen selalu lebih tua dari semen (perekatnya).

Gambar 9.3 Prinsip inclusion

84
(a) Granit lebih muda daripada batupasir karena batupasir terpanggang
padabidang kontaknya dengan granit dan granit mengandung inklusi batupasir.
(b) Inklusi granit didalam batupasir menunjukkan granit lebih tua daripada
batupasir.
G. Kompleksitas
Kondisi tektonik yang lebih kompleks menunjukkan bahwa telah terjadi
gangguan tektonik intensif pada daerah tersebut.Hal ini menunjukkan daerah
tersebut berumur leih tua disbanding lapisan batuan yang berstruktur lebih
sederhana.
H. Hukum V
Pola penyebaran singkapan batuan dipengaruhi oleh kemiringan lapisan
batuan dan topografi.Hubungan antara kemiringan lapisan batuan dan topografi
daerah dirumuskan dengan Hukum V.
I. Genang laut dan Susut laut (Transgresi dan Regresi )
1. Transgresi (Genang Laut). Transgresi dalam pengertian
stratigrafi/sedimentologi adalah laju penurunan dasar cekungan lebih cepat
dibandingkan dengan pasokan sedimen (sediment supply). Garis pantai
maju ke arah daratan.
2. Regresi (Susut Laut). Regresi dalam pengertian stratigrafi/sedimentologi
adalah laju penurunan dasar cekungan lebih lambat dibandingkan dengan
pasokan sedimen (sediment supply). Garis pantai maju ke arah lautan.

J. Isostasi
Yaitu diferensiasi berdasarkan kerapatan jenis.Massa jenis yang lebih berat
berada di bagian bawah, sedangkan yang lebih ringan berada di bagian atas.Kerak
benua lebih ringan, sehingga berada di atas kerak samudera. Kerapatan jenis kerak
benua = 2,7 sedangkan kerak samudera = 2,95.

85
Gambar IX.4 Pengurutan suatu kejadian geologi

86
BAB X
PETA TOPOGRAFI

10.1 Pengertian Peta


Peta adalah suatu penyajian pada bidang datar dari seluruh atau sebagian
unsur permukaan bumi yang digambar dalam skala tertentu.Dapat pula diartikan
sebagai proyeksi orthogonal dari suatu kenampakan bentangalam ke dalam bidang
datar.Peta seringkali sangat efektif untuk menunjukkan lokasi dari obyek obyek
alamiah maupun obyek buatan manusia, baik ukuran maupun hubungan antara
satu obyek dengan obyek lainnya.Sebagaimana dengan foto, peta juga menyajikan
informasi yang barangkali tidak praktis apabila dinyatakan atau digambarkan
dalam susunan kata-kata.
Jenis peta yang ada :
Peta Topografi
Peta Geologi
Peta Geoteknik
Peta Geologi Tata Lingkungan
Peta Kehutanan
Peta Pertambangan
Peta Tata kota
Peta Kelautan
Peta Gunungapi

10.2 Peta Topografi


A. Pengertian
Pada praktikum geologi fisik, kita akan lebih focus mempelajari
tentang peta topografi. Hal ini dikarenakan peta topografi merupakan basic
map yang dupakai dalam bidang geologi dalam melakukan pemetaan lapangan
maupun penelitian. Peta topografi merupakan peta yang menggambarkan
penyebaran bentuk dan ukuran dari roman muka bumi yang meliputi:
1. Relief

87
Kenampakan beda tingi dan rendahnya suatu tempat dengan tempat
lain serta curam dan landainya lereng suatu daerah. Misalkan :
dataran, bukit, pegunungan, gunung, tebing dsb. Relief biasanya
digambarken dengan perubahan warna dari cerah (tempat yang
memiliki elevasi rendah menuju warna yang lebih gelap (memiliki
elevasi tinggi)
2. Penyaluran/Drainage
Merupakan jalur atau tempat akumulasi dan tempat mengalirnya air
permukaan, termasuk disini adalah seluruh jalan air (Water ways)
yang antara lain danau, sungai, rawa, dan laut
3. Hasil budaya/ Culture
Kenampakan hasil aktivitas manusia antara lain desa, kota, jalan, rel
kereta dsb. Kenampakan culture biasanya digambarkan dengan
warna hitam.

B. Unsur peta topografi


1. Judul peta
Merupakan nama peta atau daerah yang tercantum di peta yang
berguna untuk memudahkan pencarian lembar peta
2. Skala peta
Merupakan perbandingan antara jarak horizontal sebenarnya dengan
jarak pada peta.Perlu diketahui bahwa jarak yang diukur pada peta
adalah menunjukkan jarak-jaraj horizontal. Terdapat tiga macam
skala yang dipakai pada peta topografi, yaitu:
a. Representative Fraction scale (Skala fraksional)
Merupakan skala yang ditunjukkan dengan pecahan. Missal,
1:10.000. artinya jarak 1 cm pada peta memilki panjang 10.000
cm di lapangan. Skala ini memiliki kelemahan bila suatu peta
telah dicopy (tidak asli) maka keakuratan skala ini berkurang
dan kurang dapat dipertanggungjawabkan karena bisa saja
terjadi pembesaran atau pengecilan gambar.

88
b. Graphic scale (Skala gambar)
Merupakan perbandingan jarak sebenarnya dengan jarak pada
peta yang menggunakan sepotong garis
Contoh:

Gambar 6.1 Skala gambar


Skala ini merupakan skala yang paling baik karena tidak
terpengaruh oleh perbesaran maupun pengecilan dari peta.
c. Verbal scale (Skala verbal)
Merupakan skala yang dinyatakan dengan ukuran panjang.
Misalnya 1 cm = 10 km atau 1 cm = 5 km skala ini hamper sama
dengan skala fraksional.
Dari ketiga macam skala yang ada, yang paling umum yang
digunakan dalam peta geologi atau topografi adalah kombinasi skala
grafis dan skala fraksional.
3. Arah utara
Merupakan salah satu unsur peta yang sangat penting, karena setiap
peta harus diketahui arah utaranya. Arah utara penting untuk
orientasi medan agar kita dapat menentukan posisi kita pada peta dan
memperoleh arah mata angin yang benar. Ada tiga macam arah utara
yaitu:
a. Utara magnetic (Magnetic north)
Merupakan arah magnet bumi yang ditunjukkan oleh jarum
kompas (biasanya yang berwarna merah)
b. Utara peta (Grid north)
Merupakan arah utara pada lembar peta yang bersangkutan

c. Utara sebenarnya (true north)


Arah utara geografis, atau arah utara sesuai dengan sumbu bumi.

89
Arah utara magnetic dan arah utara sebenarnya membentuk sudut
penyimpangan yang disebut sudut deklinasi.Angka deklinasi
berfungsi sebagai koreksi agar pengeplotkan ke dalam peta topografi
dilakukan setepat mungkin.
4. Legenda
Pada peta topografi banyak digunakan tanda medan yang meakili
keadaan atau tanda yang ada di lapangan. Kumpulan penjelasan
mengenai tanda-tanda yang digunakan tersebut dinamakan
legenda.Legenda bisa terletak di samping kanan bawah dari peta.

Gambar 10.2 Contoh legenda


5. Nomor lembar peta
Setiap Negara memiliki penamaan tersendiri dalam membagi
wilayah negaranya menjadi kotak-kotak yang akan dipetakan
menjadi peta topografi. Kotak-kotak tersebut akan diberi nomor urut
menurut suatu system tertentu. Sistem ini biasanya disebut
Quadrangle system dari negara yang bersangkutan. Kalau di
Indonesia system Quadrangle system ada dua macam, yaitu:
a. Quadrangle system lama
Merupakan system pambagian kotak dengan luas 20x20
dimana titik 0 bujur berada di Jakarta dan titik 0 lintang berada
di ekuator. Penomoran garis lintang menggunakan angka
romawi sedengkan penomoran bujur dengan menggunakan
angka arab.

90
Gambar 6.3 Pembagian Quadrangle system lama
No peta 47/XLII, berskala 1:100.000
No peta 47/XLII-A, berskala 1:50.000
No peta 47/XLII-g, berskala 1:25.000
b. Quadrangle system baru
Merupakan system pambagian kotak dengan luas 30x20
dimana titik 0 bujur berada di Greenwich dan titik 0 lintang
berada di ekuator.

Gambar 6.4 Pembagian Quadrangle system baru


6. Coverage diagram
Merupakan keterangan yang menunjukkan referensi bagaimana peta
ini dibuat sehingga kita tahu ketelitian peta.
7. Indek nomor peta daerah sekitar
Menunjukkan kedudukan peta yang bersangkuatan terdapat lembar-
lembar peta disekitarnya. Ini berguna bagi yang akan mencari peta-
peta yang berada disebelahnya itu nomor berapa. umumnya lembar
peta tersebut diletakkan pada bagian tengah indeks peta. Indeks peta
biasanya ditempatkan di sudut kiri bawah atau disesuaikan dengan
format dari lembaga yang mengeluarkan peta.

91
Gambar 10.5 Indeks peta di sekitar peta
8. Indeks administrasi
Pembagian daerah berdasarkan hokum pemerintahan, hal ini penting
untuk memudahkan pengurusan surat izin untuk melakukan atau
mengadakan penelitian atau/pemetaan. Administrasi pemerintahan
menunjukkan pembagian wilayah secara administrative pemerintah
disesuaikan dengan kecamatan, kabupaten atau provinsi.

Gambar 10.6 Indek administrasi


9. Edisi peta
Keterangan yang menunjukkan kapan daerah pada peta disurvei,
dipetakan, dan dibuat.Sehingga kita tahu tentang keakuratan dan
kualitas peta.

C. Sistem kordinat
Pada dasarnya system kordinat merupakan kesepakatan tata cara
menentukan posisi suatu tempat di muka bumi yang memudahkan kita
mengetahui posisi suatu tempat pada peta. System kordinat yang populer di
dunia ada dua yaitu system kordinat graticule dan system kordinat

92
UTM.Kenapa ada dua jenis system kordinat?Hal ini dikarenakan tidak semua
system kordinat bisa digunakan pada seluruh wilayah didunia.
1. Sistem kordinat graticule
System korninat graticule juga biasa dikenal dengan system bujur-
lintang (inggris: latitude-longitude) memiliki dua komponen penting:
Garis bujur : merupakan garis vertical yang menghubungkan kutub
utara dengan kutub selatan (latitude) sehingga membagi wilayah dunia
menjadi barat dan timur yaitu ditentukan meridian pangkal yang
disepakati terletak di Greenwich, Inggris.
Garis lintang : garis yang sejajar dengan garis katulistiwa (longitude)
sehingga membagi wilayah dunia menjadi utara dan selatan yaitu
ditentukan oleh garis katulistiwa (ekuator).
Karena bumi berbentuk bola yang pipih pada bagian kutubnya maka
penentuan kordinat system graticule menggunakan metode pada
matematika lingkaran yaitu menggunakan system derajat(), menit (), dan
detik ().
1 (derajat)= 60 (menit) = 3600 (detik)
2. Sistem kordinat UTM (Universal Transverse Mercator)
Sistem ini tidak terlalu popular di Indonesia namun sebagai seorang
geologis hendaknya paham tentang system ini karena kan digunakan
nantinya saat melakukan penelitian. System ini biasanya dipakai dalam alat
GPS (Global positioning system) merupakan system kordinat yang
mengasumsikan bahwa bumi ini datar, kemudian system ini juga membagi
seluruh permukaan bumi menjadi 60 zona bujur yang masing masing bujur
berjarak 6 atau 667 km dimana zona 1 berawal dari laut teduh
(pertemuan garis bujur 180). Kemudian UTM juga membagi wilayah dunia
menjadi 20 zona yang masing masing lintang berjarak 8 atau 890 km.
penamaannya berawal dari C (80-72 LS) hingga X (72-84 LU) dimana
penamaan dengan huruf I dan O tidak digunakan untuk menghindari
kerancuan serta kebingungan pengguna peta. Dengan demikian penamaan

93
setiap zona UTM adalah kordinasi antara garis bujur (angka) dengan garis
lintang (huruf).

Gambar 10.7 Pembagian zona UTM


Pada system UTM kita menggunakan system perhitungan
jarak.Kenampakan pada peta merupakan nilai dari jarak sebenarnya didalam
peta sehingga tidak seperti pada system graticule dimana kita harus
mengkonversikan dari perhitungan lingkaran ke perhitungan jarak.
D. Pembuatan sayatan pada peta topografi
1. Garis kontur
Garis kontur merupakan garis pada peta yang menghubungkan titik-
titik yang memiliki ketinggian (elevasi) yang sama.

Gambar 10.8 Garis kontur


Macam kontur:

94
Kontur biasa
Kontur indeks, merupakan garis kontur yang dicetak tebal pada
peta topografi yang menunjukkan kelipatan tertentu dari
beberapa garis kontur (biasanya 5 atau 10 dsb).
Kontur depresi, merupakan garis kontur yang menunjukkan
adanya morfologi cekungan atau depresi. Bentuk kontur ini
adalah garis kontur biasa namun terdapat garis tegak lurus
kearah dalam (missal: pada gambar danau).
Kontur setengah, merupakan kontur dengan kelipatan setengah
dari interval kontur yang seharusnya.
Adapun sifat-sifat garis kontur adalah sebagai berikut:
Garis kontur akan berpola seperti huruf V jika melalui suatu
lembah atau sungai yang berada di daerah berelief tinggi,
seperti hulu sungai.
Garis kontur yang berada dekat bagian atas suatu puncak
bukit akan berbentuk melingkar tertutup. Bagian puncak
bukit adalah merupakan bagian tertinggi dari kontur yang
membentuk lingkaran tertutup.
Garis kontur pada daerah yang berlereng landai dicirikan oleh
spasi kontur yang renggang.
Garis kontur pada daerah yang berlereng terjal dicirikan oleh
spasi kontur yang rapat.
Garis kontur dengan spasi yang teratur mewakili wilayah
yang memiliki lereng yang seragam
Garis kontur tidak akan saling berpotongan satu dengan
lainnya, kecuali jika berada di daerah lereng yang
menggantung (overhanging).
Perubahan arah kemiringan lereng selalu diperlihatkan
dengan perulangan dari ketinggian yang sama seperti dua

95
buah garis kontur yang berbeda dengan nilai ketinggian yang
sama.
Perhitungan interval kontur merupakan jarak sebenarnya di
lapangan antara dua kontur yang berdekatan. Dapat dicari dengan
rumus:
IK (interval kontur)=1/2000 X Skala peta

+ 400

+ 500
+ 450
+ 600
+550

(a)

+ 110 + 107,5
+ 105
+ 102,5

(b)
+ 200

+ 300

+ 400

+ 500

(c)

96
Gambar 10.9 Jenis-jenis garis kontur
(a) Kontur sebuah bukit,
(b) Kontur sebuah sungai
(c) Kontur pada daerah datar
2. Kelereng (Slope)
Sebelum mencari kelerengan kita hendaknya telah mengetahui
beda tinggi titik awal dan akhir sayatan yang dicari dengan
h=IK x Kontur yang terlewati
Kelerengan merupakan besarnya sudut yang terbentuk antara
permukaan daerah terhadap muka air laut.Slope dapat dicari dengan.
Slope = h/d
Dimana :
h = selisih antara ketinggian awal sayatan dengan akhir sayatan
d = jarak/ panjang sayatan
Sedangkan persen kelerengan dapat dicari dengan mengkalikan
nilai slope dengan 100%. Klasifikasi kelerengan pada geologi dikenal
beberapa namun pada praktikum ini kita akanmengenal klasifikasi Van
Zuidam.
Tabel 10.1 Klasifikasi relief menurut van Zuidam (1983)
Persentase Lereng
No Klasifikasi relief Beda Tinggi
(%)
1 Datar / Hampir rata 0-2 <5
2 Bergelombang landai 3-7' 5-25'
3 Bergeelombang miring 8-13' 26-75
4 Berbukit bergelombang 14-20 50-200
5 Berbukit terjal 21-55 200-500
6 Pegunungan sangat terjal 56-140 500-1000
7 Pegunungan sangat curam >140 >1000

97
3. Profil/Penampang topografi
Untuk mengetahui kenampakan morfologi dan kenampakan struktur
geologi pada suatu daerah, maka diperlukan suatu penampang tegak atau
profil (section).Penampang tegak atau sayatan tegak adalah gambaran
yang memperlihatkan profil atau bentuk dari permukaan bumi.Profil ini
diperoleh dari line of section yang telah ditentukan lebih dulu pada peta
topografi, misalnya A A atau B B.
Persyaratan pembuatan profil
Profil sayatan harus melewati sebagian besar wilayah peta
Dimulai pada kontur yang diketahui ketinggiannya dan berakhir pada
kontur yang ketinggiannnya juga diketahui
Profil sayatan (line of section) berupa garis lurus

Gambar 10.10 Profil sayatan


Skala pada profil:
Skala normal (nature scale) merupakan profil dimana skala
vertical sama dengan skala horizontal.
Skala perbesaran (exaggerated scale) merupakan merupakan
profil dimana skala vertical dibuat lebih besar dari pada skala
horizontal (dibuat sesuai dengan kebutuhan)

98
Gambar 10.11 Pembuatan profil pada peta topografi

99
BAB XI
PENGENALAN GEOLOGI LAPANGAN
11.1Pendahuluan
Bagi seorang geologist, lapangan berarti termpat dimana keadaan batuan
atau tanah dapat diamati, dan geologi lapangan (Field geology) merupakan cara-
cara yang digunakan untuk mempelajari dan menaksir struktur dan sifat batuan
yang ada pada suatu singkapan.
Kajian lapangan merupakan dasar yang utama untuk mendapatkan
pengetahuan geologi, dan dapat dilakukan melalui cara yang sederhana, misalnya
dengan mengunjungi suatu singkapan atau tempat-tempat penggalian. Membuat
sketsa dan catatan mengenai hubungan batuannya dan mengumpulkan contoh
batuan, sampai pada cara yang emerlukan waktu berminggu-minggu atau
berbulan-bulan misalnya dengan melakukan pemetaan geologi kemudian
melengkapinya dengan analisis laboratorium.
Pengamatan lapangan adalah suatu proses pekerjaan melihat secara
saksama, teliti dan menyeluruh dari gejala geoiogi di lapangan. Gejala geologi ini
tidak hanya berupa batuan di singkapan saja, melainkan juga gejala lain misalnya :
kenampakan bentang alam dari suatu wilayah dilihat dari suatu titik
ketinggian,erosi dari kaki bukit, pembentukan endapan point bar pada suatu
kelokan sungai, adanya proses longsoran atau gerakan tanah yang lain dan
sebagainya. Agar pengamatan menjadi efektif, dalam proses pengarnatan perlu
diingat dan dicari jawaban dari beberapa pertanyaan dasar yakni : dimana, ada
apa, dalam keadaan bagaimana, tersusun oleh apa, seberapa, bagaimana dan
kapan terjadinya, apa potensinya.

11.2Perlengkapan Dasar Geologi


Perlengkapan dasar yang digunakan untuk mempelajari, memeriksa, dan
mengumpulkan data geologi antara lain:
A. Kompas geologi

100
Yang dimaksud kompas geologi adalah kompas yang selain dapat dipakai
untuk mengukur komponen arah, juga komponen besar sudut bidang
kelerengan maupun bidang perlapisan.

Gambar 10.1 Kompas geologi


B. Palu geologi
Dalam geologi dikenal dua jenis palu yang masing-masing memiliki
bentuk dan kegunaan yang spesifik sehingga hanya cocok digunakan
untuk batuan yang sudah ditentukan sesuai dengan peruntukannya.
Palu pick point
Merupakan tipe palu yang mana memiliki salah satu bagian yang
runcing. Palu tipe ini biasanya digunakan untuk tipe batuan yang keras
atau padat (Massif) misalnya pada batuan beku dan metamorf

Gambar 11.2 Palu Pick point


Palu chisel point (batuan sediment)
Merupakan tipe palu yang mana memiliki salah satu bagian yang
pipih, bisa digunakn untuk megait perlapisan pada batuan. Palu tipe

101
ini biasanya digunakan untuk tipe batuan yang lunak misalnya pada
batuan sediment

Gambar11.3 Palu Chisel point


C.. Lensa pembesar (loupe)
Merupakan alat yang digunakan untuk memperbesar kenampakan pada
permukaan batuan dengan bantuan optis.Lensa pembesar yang umum
dipakai adalah perbesaran 8-20 kali.Lensa pembesar gunanya untuk
mengetahui komponen penyusun batuan, misalnya mineral maupun fosil.

Gambar 11.4 Loupe


D. Pita/tali ukur
Alat atau pembanding jarak yang constant.Digunakan unuk mengukur
jarak atau dimensi pada singkapan atau objek.
E. Buku catatan lapangan, peta dasar, foto udara
Buku catatan lapangan pada dasarnya adalah buku tulis yang cukup baik,
yang dipakai di lapangan dan sebagainya dengan kulit buku yang tebal.
Alat-alat tulis meliputi pensil-pensil (HB, 2H, 2B) pensil mekanik (bila
perlu), pesil warna, penghapus, mistar segitiga, busur derajat, peruncing
pensil, marker pen, Spidol/Stabilo dll. Untuk memudahkan dalam
mencatat atau meberi tanda pada peta sebaiknya digunakan clipboard.
Sedangkan peta dasar atau potret udara gunanya untuk mengetahui

102
gambaran secara garis besar daerah yang akan kita selidiki, sehingga
memudahkan penelitian lapangan baik morfologi, litologi, struktur dll.
F. Kantong sempel dan kertas label
Kantong contoh batuan (kantong sampel) dapat digunakan kantong
plastik yang kuat atau kantong jenis lain yang dapat dipakai untuk
membungkus contoh-contoh batuan dengan ukuran yang baik yaitu
kurang lebih (13 x 9 x 3) cm. Sedangkan kertas label digunakan untuk
memberi kode pada tiap contoh batuan sehingga mudah untuk dibedakan.
Dapat juga menggunakan "permanent spidol" untuk meberi kode
langsung pada kantong.
G. Komparator batuan
Komparator dipakai untuk membantu dalam deskripsi batuan, misalnya
komparator butir, pemilahan (sorting) atau prosentase komposisi mineral,
maupun tabel-tabel determinasi batuan baik batuan beku, batuan sedimen
dan batuan metamorf, dan lain sebagainya.
H. Larutan HCl
Larutan HCL digunakan untuk menguji keberadaan dan kadar karbonat.
I. Kamera
Gunanya untuk merekam gejala geologi yang ada di lapangan sehingga
memudahkan dalam membuat lapran, atau paling tidak dapat sebagai bukti
tentang gejala geologi yang ada.
J. Tas Punggung (carrier)
Sebiknya dibedakan mengenai tas yang dipakai untuk membawa alat-alat
dan peta serta yang dipakai untuk perbekalan dan contoh batuan. Selain
itu uga perlu dipertimbangkan mengenai ukurannya, sebaiknya
disesuaikan dengan kepentingan dan kondisi lapangan.
11.3Penggenalan Kompas Geologi
Kompas, klinometer, dan hand-level merupakan alat-alat yang sering
dipakai dalam kegiatan survey, dan dapat digunakan untuk mengukur kedudukan
unsure-unsur struktur geologi. Kompas geologi merupakan kombinasi dari ketiga

103
fungsi alat diatas. Jenis kompas yang akan dibahas disini adalah tipe brunton dari
berbagai merk.
A. Bagian-bagian kompas geologi
1. Jarum magnet
Ujung jarum yang bertuliskan U selalu menunjukkan arah utara bumi
atau selatan magnet bumi bukan kutub utara geografis. Oleh karena itu
terjadi penyimpangan dengan utara geografis yang kita sebut sebagai
deklinasi.Besarnya deklinasi pada setiap tempat berbeda-beda sehingga
hars kita sesuaikan.Bila jarum kompas tidak terdapat tanda utara maka
biasanya arah utara ditandakan dengan warna yang mencolok (misalnya:
merah atau biru).
2. Lingkaran pembagian derajat (graduated circle)
Dikenal ada dua macam pembagian derajat pada kompas geologi, yaitu
kompas azimuth dengan pembagian derajat mulai dari 0 pada arah utara
sampai dengan 360 pada utara (berputar penuh searah jarum jam). Dan
system kuadran yaitu dimana setiap perulangan yang berawal dari utara
dan selatan sebagai 0 (N) baik kekiri (W) maupun kekanan (E) menjadi
akhirnya yang memiliki besar 90.
3. Klinometer (nivo tabung)
Merupakan bagian dari kompas yang digunakan untuk mengukur nilai
kecondongan atau kemiringan suatu bidang.Terletak dibagian dasar
kompas dan dilengkapi dengan gelembung pengatur horizontal dan
pembagian skala.Pembagian skala tersebut dinyatakan dalam derajat dan
persen.
4. Lift pin
Tombol untuk menghentikan gerak jarum kompas.
5. Indeks pin
Indek yang menunjukkan aeah mata angin pada kompas.
6. Bulls eye level (nivo bulat)
Klinometer yang berbentuk bulat.Digunakan untuk menentukan posisi
horizontal.

104
7. Wire coil for balancing needle
Pemberat pada jarum kompas yang digunakan menyesuaikan inklinasi
dan deklinasi pada kompas.
B. Penggunaan kompas geologi
1. Menentukan arah azimuth dan kedudukan posisi
Arah yang dimaksudkan disini adalah arah dari titiktempat berdiri ke
tempat yang dibidik atau dituju. Titik terebut dapat berupa: punck bukit, patok
yang sengaja dipasang, bangunan yang ada dalam peta dll. Untuk
mendapatkan hasil pembacaan yang baik, dianjurkan mengikuti tahapan
sebagai berikut.
Kompas dipegang dengan tangan kiri setinggi pinggang
Sejajarkan posisi kompas dengan bantuan mata lembu (Ingg.: Bulls
eye level, nivo bulat pengatur horizontal) dan dipertahankan seperti ini
selama pengamatan
Atur kedudukan cermin, terbuka 135 menghadap kedepan dan sighting
arm dibuka horizontal dengan peep sight diletakkan.
Putar badan hingga sedemikaian rupa sehingga benda atau titik yang
dimaksud tampak pada cermin dan berhimpit dengan sighting arm dan
garis tengah pada cermin (visir). Penting untuk diingat bahwa: bukan
hanya kompas dan tangan yang diputar namun seluruh badan.
Baca jarum utara kompas, setelah jarum tidak bergerak, hasil bacaan
adalah arah yang dimaksud.
Hasil pembacaan arah dapat dipakai untuk menentukan posisi
pengamat dengan dibantu peta topografi. Pembidikan biasanya dilakukan ke
beberapa objek yang lokasinya diketahui jelas dalam peta (minimal dua objek)
kemudia arah bidikan ditarik perpanjangannya kearah sebaliknya sehingga
akan menghasilkan pertemuan garis-garis hasil bidikan. Bila pembacaannya
tepat akan menghasilkan satu titik perpotongan garis yang tepat. Titik tersebut
menunjukkan posisi pengamat.
Membaca arah juga dapat dilakukan dengan cara lain yaitu kompas
dipegang dan tempatkan kompas didepan mata pegamat. Kompas dipegang

105
secara horizontal dengan kondisi cermin dilipat 45 dan menghadap
kemata.Arah yang ditunjukkan dapat dilihat melalui cermin. Karena tangan
penunjuk arah terbaik( menghadap kita) maka yang dibaca adalah ujung
selatan jarum kompas. Untuk metode yang ada, sangat tergantung dengan
kemampuan dan kebiasaan pengguna.
2. Mengukur besarnya sudut suatu lereng dan menentukan ketinggian
suatu titik
Untuk mengukur besarnya sudut lereng dilakukan tahapan sbb:
Buka penutup kompas 15. Sighting arm dibuka 90 dan ujungnya
ditekuk.
Posisikan klinometer berada di bagian bawah.
Melalui lubang peep-sight dan sight-window dibidik titik yang dituju.
Usahakan agar titik tersebut mempunyai tinggi yang sama dengan
jarak antara mata pengamat dengan tanah tempat berdiri.
Klinometer kemudian diatur dengan jalan memutar pengatur dibagian
belakang kompas sehingga gelembung udara dalam clinometers
level berada tepat di tengah.
Baca skala yang ditunjukkan klinometer seperti yang ditunjukkan
dalam satuan kemiringan dapat dinyatakan dalam derajat maupun
persen.
Apabila jarak antara tempat berdiri dan titik yang dibidik
diketahui.Misalnya dengan mengukurnya di peta maka perbedaan tinggi
antara kedua titik tersebut dapat dihitung. Perbedaan tinggi tersebut dapat
juga diketahui dengan cara sbb:
Letakkan angka 0 klinometer berhimpit dengan angka 0 skala
Pegang kompas sejajar denga mat, gerakkan dalam arah vertikeal
sedemikian rupa sehingga gelembung udara ditengah.
Bidikan melalui lubang pengintip sehingga: mata, lubang intip, dan
garis pada jendela pandang berada pada satu garis lurus.
Perpanjangan dari garis luru tersebut akan menembus permukaan
tanah di depan pada suatu titik tertentu. Ingat-ingat titik itu.

106
Beda tinggi antara pengamat berdiri dan titik tembus tadi sama
dengan tinggi pengamat dari telapak sepatu sampai mata
Perpindahan ke titik tembus tadi dan ulangi prosedur 2 dan 3 diatas
sampai daerah yang akan anda ukur selesai
Untuk mendapatkan hasil yang lebih teliti dalam pengukuran arah
dan sudut lereng dapat digunakan kaki tiga
3. Mengukur kedudukan unsur struktur
Dalam geologi kita hanya mengenal dua jenis unsure yaitu struktur
bidang dan struktur garis.
a. Mengukur kedudukan bidang
Yang dimaksud dengan struktur bidang adalah perlapisan, kekar,
sesar, foliasi, san sebagainya.Kedudukannya dapat dinyatakan dengan
jurus dan kemiringan atau dengan arah kemiringan dan kemiringan.
Ada beberapa cara yang dapat diterapkan untuk mengukur
kedudukan struktur demikian di lapangan, dan cara mana yang paling baik
tergantung dari selera masing-masing atau telah ditetapkan dan merupakan
kebiasaan yang dilakukan olehinstansi tempat kita bekerja. Disini hanya
akan dikemukakan tiga cara saja yang paling lazim dilakukan dan dapat
dimengerti oleh setiap pemeta atau geologist.
i. Dengan kompas azimuth
Mengukur jurus dan kemiringan dengan kompas azimuth, ikutilah
prosedur sebagai berikut:
Bukalah cermin kompas sebesar 90
Letakkan bagian E atau W kompas pad bidang yang akan diukur
Atuur posisi sedemikian rupa sehingga mata lembu (nivo
bulat) berada di tengah namun posisi kompas tetap menempel
pada bidang. Bila bidang yang diukur terjal gunakan bantuan
clipboard dsb)
Tekan lift pin. Bacalah jarum utara dan catat
Tandai bidang yang tadi diukur dengan menggoreskan sisi
kompas

107
Posisikan kompas tegak lurus dengan goresan (no.5)
Atur klinometer (nivo tabung) sehingga gelembung berada di
tengah. Angkat dan baca hasilnya itu merupakan nilai
kemiringan struktur.
Atur kompas berada di permukaan bidang secara horizontal,
ujung jarum utara kompas akan menunjukkan arah kemiringan
Kedudukan struktur bidang yang diukur dicatat sebagai berikut:
Misalkan:
N45E/20SE artinya jurus bidang adalah timur laut dan miring atau
condong 20kearah tenggara. Bidang N45E/20SE juga bisa dicatat
sebagai N225E/20SE. angka pertama diperoleh dari menempelkan
sisi kompas bagian E, sedangkan nilai kedua diperoleh karena
menempelkan bagian W.
ii. Dengan kompas kuadran
Untuk mengukur jurus, letakkan sisi kompas yang bertanda E dan
W, letakkan horizontal dan baca salah satu ujung jarum.Dianjurkan
agar selalu membaca angka pada belahan utara kompas(atau bagian
dengan tanda N). Dengan demikian kita akan mempunyai bacaan-
bacaan sebagai berikut NE atau NW (tidak akan terjadi SE
atau SW).
Untuk mendapatkan kemiringan prosedur sama seperti pada kompas
azimuth dan harus dinyatakan kemana arah kemiringan. Untuk arah
kemiringan hanya jarum utara yang dibaca.
Misalkan: N10E/20SW N150E/15NW
N45E/80SE N45E/0SE
iii. Membaca arah dan besarnya kemiringan
Cara ini dapat diterapkan baik untuk kompas azimuth maupun
kwadran. Pada dasarnya cara ini adalah mengukur arah dan besarnya
kemiringan bidang. Artinya kemana arah kemiringannya dan
beberapa besarnya.Jurusannya tidak diukur, tetapi dapat diketahui
dengan sendiri yaitu tegak lurus pada arah kemiringan.Perbedaannya

108
dengan kedua cara terdahulu adalah dalam pencatatan dan plotting
dal peta. Prosedurnya adalah sbb:
Letakkan sisi kompas dengan cermin sejajar bidang yang diukur
(atau sama dengan mendekatkan sisi kompas dengan S)
Angka yang ditunjukkan oleh jarum utara adalah arah
kemiringan bidang
Besarnya kemiringan diketahui dengan prosedur-prosedur yang
sama seperti pada cara pertama dan kedua
Cara ini lebih cepat karena hanya sekali menentukan arah dan tidak
mungkin terjadi kekeliruan dalam menentukan arah kemiringan
bidang (kesalahan hanya akan terjadi bila kita salah membaca jarum
kompas).Cara ini juga banyak diterapkan terutama di Eropa.
b. Mengukur kedudukan struktur garis
Struktur garis yang dimaksud disini dapat berupa: poros lipatan,
perpotongan dua bidang, liniasi mineral, gores garis pada cermin sesar,
liniasi fragmen pada breksi, dsb.
Kedudukan dinyatakan dengan arah dan besarnya penunjaman
atau plunge dan pitch. Yang dimaksud disini yaitu sam dengan
mencari azimuth, jadi cara pengukurannya juga sama. Letakkan atau
arahkan kompas dalam posisi horizontal sedemikian rupa sehingga
salah satu sisinyaberhimpit dengan lineasi yang akan diukur dan
sighting arm sejajar dengan arah garis, kemudian dibaca jarum utara.
cara pengukurannya, dapat dilakukan dengan meletakkan langsung
kompas itu pada struktur yang diukur atau sambil berdiri. Adapun
besarnya penunjaman atau plunge adalah besarnya sudut yang dibuat
oleh struktur garis tersebut dengan bidang horizontal diukur pada
bidang vertical melalui garis tersebut. Cara menentukan besarnya
penunjaman atau plunge adalah dengan membaca klinometer (nivo
tabung) pada saat kedudukan kompas vertical dan sisinya diletakkan
seluruhnya pada garis yang diukur.
4. Membaca kompas dan cara plotting

109
a. Membaca arah
Perlu diingat bahwa membaca arah, baik kompas azimuth maupun
kwadran, jarum yang diperhatikan hanyalah jarum utara
b. Membaca jurus
Membaca jurus lapisan sama persis dengan membaca arah oleh karena
jurus tidak lain dari pada garis potong antara bidang perlapisan dengan
bidang horizontal.
c. Membaca sudut lereng, kemiringan lereng, atau penunjaman liniasi
Untuk membaca ketiga parameter diatas digunakan klinometer.Pada
umumnya yang dibaca adalah sekala derajat, tetapi khusus untuk
sudut lereng kadang-kadang juga digunakan skala persentase (%).
Untuk skala derajat, pembacaan dapat dilakukan sampai menit yaitu
dengan memperhatikan skala nonius yang tertera pada klinometer
(nivo tabung).
d. Plotting pembacaan kompas
Data kompas yang kita peroleh dapat kita masukkan kedalam peta
topografi.Yaitu dengan membuat garis lurus (sesuai dengan derajat
arah strike) kemudian kita tarik garis tegak lurus yang menjadi arah
dip-nya.

11.4 Menentukan Lokasi Pengamatan


Pada dasarnya suatu kegiatan pemetaan geologi mancakup tiga aspek
yang penting yaitu:
i. Pengamatan singkapan
ii. Penentuan lokasi titik pengamatan
iii. Plotting data yang diamati kedalam peta dasar dan catatan dalam buku
catatan.
Jelas bahwa point (ii) harus dilakukan dengan tepat agar menciptakan
keakuratan dan ketelitian hasil pengamatan. Kesalahan akan menyebabkan
suatu peta geologi tidak akurat bahkan tidak berguna. Kadang kala pada saat

110
tertentu kita dituntuk untuk ketelitian yang maksimal sehingga diperlukan alat
bantu atau metode tertentu untuk menentukan posisi.
Catatan: setelah menentukan metode yang paling efisien, cepat dan tepat,
keadaan medan sangat mempengaruhi.
Beberapa cara dapat ditempuh oleh pemeta untuk menentukan letak
titik-titik pengamatan dengan menggunakan peta topografi dan kompas. Cara
mana yang paling baik masih harus dipillih oleh si pemeta dengan melihat
keadaan medan. Berikut ini adalah beberapa cara yang dapat dilakukan.
i. Dengan melihat dan mengamati keadaan/bentuk bentang alam disekitar
titik pengamatan, dan disesuaikan dengan peta, miaslnya: kelokan sungai,
suatu bukit yang menonjol, pertemuan dua sungai, perempatan jalan dsb.
ii. Dengan jalan menarik garis terhadap suatu objek yang jelas dapat dikenal
dengan segera dalam peta, dan memotongkannya dengan bentuk-bentuk
yang berupa garis lurus, seperti jalan, sungai, punggungan dsb.
iii. Dengan menentukan titik perpotongan antara garis-garis yang terarah
pada objek yang ada dalam peta. Misalnya puncak bukit. Biasanya
diambil tiga titik
iv. Kadang kita hanya dapat menarik satu garis saja. Kalau kita dapat
mengetahui ketinggian dari tempat dimana kita berada.
Di Indonesia, dengan hutannya yang lebat, seringkali cara-cara tersebut sulit
diterapkan. Untuk itu dapat digunakan alat GPS yang dapat menentukan
posisi kita secara tepat.

11.5 Buku Catatan Lapangan


Buku catatan lapangan berisi dokumen penting tentang seluruh
pengamatan, penafsiran, dan analisa sementara berdasarkan data lapangan
geologi. Buku lapangan merupakan data konkret hasil penelitian yang hendaknya
dapat dipahami oleh orang lain sehingga tidak menimbulkan salah tafsir terhadap
apa yang dibuat.Prosedur pencatatan di bawah ini hendaknya dilakukan pada
setiap lokasi pengamatan:

111
Tanggal, jam, dan lokasi pengamatan. Gunakan peta atau titik acuan potret
udara, bila hal itu akan membantu memperjelas posisi lokasi pengamatan.
Nomor lokasi pengamatan. Nomorini hendaknya juga diplot pada peta
lapangan. Jelaskan secara ringkas mengenai karakter singkapan.
Mencatat karakter litologi.
Mencatat karakter struktur
Sketsa singkapan dan hubungan struktur.
Catat nomor sampel dan potret yang diambil.
Menafsirkan singkapan dalam kaitannya dengan tatanan geologi regional
dan membuat sketsa mengenai hubungan-hubungan struktur.

11.6 Menggambar Sketsa


Sketsa, diperlukan seorang geologis untuk menggambarkan keadaan
lapangan sesuai dengan intepretasinya. Pembuatan sketsa saat pengamatan
memiliki keuntungan yang antara lain:
Melatih seseorang untuk teliti dalam melihat gejala lapangan
Mengambil makna yang penting dari apa yang dilihatnya
Menghindari kegagalan dalam pengambilan/kerusakan foto
a. Sketsa bentang alam
Berdasarkan posisi cakrawala
1. Letak cakrawala lebih tinggi terhadap gambar. Dimana posisi
pengamat seolah berada di atas (memandang kebawah) sehingga
disebut metode pengamatan mata elang
2. Letak cakrawala berada ditengah sketsa/gambar disebut meteode
pengamatan pandangan datar
3. Letak cakrawala lebih rendah terhadap gambar. Dimana posisi
pengamat seolah berada dibawah (memandang keatas) sehingga
disebut metode pengamatan mata katak

b. Sketsa singkapan

112
Dimaksudkan untuk menonjolkan dan memperinci arti yang terperinci
dari suatu singkapan.Dalam sketsa ini dapat juga dikemukakan penafsiran
menegenai gejala geologi yang ada. Hal yang perlu diperhatikan:
Pengamatan gejala struktur (bidang perlapisan, sesar, kekar dll)
Dimensi singkapan dan gejala struktur
Lokasi singkapan dan arah gambar
Litologi batuan
Judul singkapan

113
DAFTAR PUSTAKA
Noor, Djauhari. 2009. Pengantar Geologi. Bogor : Universitas Pakuan.
Guntar, dkk. 2009. Diktat Praktikum Geomorfologi dan Geologi Foto. Semarang :
Teknik Geologi FT UNDIP.
Endarto, Danang. 2005. Pengantar Geologi Dasar. Surakarta: Lembaga
Pengembngan Pendidikan (LPP) UNS dan UPT Penerbitan dan
Percetakan UNS (UNS Press)
Diktat Praktikum Geomorfologi dan Geologi Foto. 2008. Program Studi Teknik
Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro.
Diktat Praktikum Makropaleontologi. 2010. Program Studi Teknik Geologi,
Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro.
Diktat Praktikum Mineralogi. 2009. Program Studi Teknik Geologi, Fakultas
Teknik, Universitas Diponegoro.
Husein Solahuddn, 2007, Waktu Geologi dan Geokronologi, Teknik Geologi
Universitas Gajah Mada
Rahardjo, Wartono, 2007, Metode Geologi Lapangan, Teknik Geologi
Universitas Gajah Mada
Fahmi, Ali,2008, Aplikasi Geokronologi,
dalam:http://alifahmi.wordpress.com/2008/10/09/aplikasi-geokronologi/

114

Вам также может понравиться