Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Disusun oleh:
KELOMPOK PBL 9
Puji syukur penulis sampaikan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah IKGM-P Skenario 4 ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini disusun sebagai pembelajaran penulis dan untuk
memenuhi tugas skenario 4 mata kuliah Ilmu Kedokteran Gigi Masyarakat - Pencegahan.
Makalah ini dapat penulis selesaikan berkat bantuan berbagai pihak, oleh karena itu
ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Dr. drg. Yuniardini Septorini Wimardhani M.Sc.Dent yang telah menjadi fasilitator di
kelas PBL 9;
2. drg. Anton Rahardjo, MKM, PhD sebagai narasumber dalam skenario ini;
3. Pihak perpustakaan yang telah menyediakan fasilitas berupa bahan literatur;
4. Teman-teman kami yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Semoga bantuan dan kerjasama yang telah diberikan mendapat balasan yang setimpal
dari Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.
Penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan, untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak untuk
penyusunan makalah yang lebih baik di kemudian hari.
Penyusun
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................................. 3
1.3. Hipotesis
Pendidikan dengan model PRECEDE/PROCEED dan metode KIADIPP yang
bertujuan untuk meningkatkan oral health literacy diharapkan dapat merubah perilaku
ditingkat individu dan komunitas sehingga diperlukan langkah-langkah advokasi pada
instansi terkait untuk mengimplementasikan program promotif-preventif kesehatan gigi
dan mulut.
1.4. Peta Konsep
Mason J. Concepts in Dental Public Health 2nd ed. Lippincott Williams & Wilkins: 2010.
2.3. Perilaku dan Faktor Determinan Promosi Kesehatan Gigi dan Mulut
Perilaku adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik yang dapat diamati
langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Menurut Blum, Perilaku
seseorang merupakan faktor yang berpengaruh terhadap status kesehatan gigi dan mulut,
Perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus atau
objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan
minuman serta lingkungan.
Becker (1979) dalam (Notoatmodjo, 2007) membuat klasifikasi lain tentang perilaku
kesehatan dan membedakan menjadi 3, yaitu:
1. Perilaku hidup sehat (Healthy Behavior)
Perilaku hidup sehat adalah perilaku yang berkaitan dengan usaha seseorang
untuk meningkatkan kesehatanya, dengan cara: Makan dengan menu seimbang
(appropriat diet), olahraga teratur, tidak merokok, tidak minum minuman keras dan
narkoba, istirahat yang cukup, mengendalikan stres, perilaku atau gaya hidup yang
positif bagi kesehatan.
2. Perilaku sakit (Illness Behavior)
Perilaku sakit merupakan respon seseorang terhadap penyakit. Perilaku ini
mencakup: pengetahuan mengenai penyebab penyakit, pengobatan penyakit.
3. Perilaku peran sakit (The Sick Role Behavior)
Perilaku peran yang mencakup hak-hak dan kuwajiban orang sakit. Perilaku ini
mencakup mengetahui hak-hak untuk memperoleh pelayanan dan upaya untuk
memperoleh kesembuhan
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kesehatan
Menurut Lawrence Green, 1980, perilaku kesehatan terbentuk dari tiga faktor utama,
yaitu:
1. Faktor Predisposisi (Predisposing Factors)
Faktor tersebut terdiri atas pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinaan, ilai-
nilai, umur pendidikan, pekerjaan, status ekonomi kelarga
2. Faktor Pendukung (Enabling Factors)
Faktor tersebut terdiri atas lingkungan fisik, ada atau tidaknya sarana dan
prasarana kesehatan, dan ada atau tidaknya program kesehatan. ketersediaan
sumber daya dan fasilitas
3. Faktor Pendorong (Reinforcing Factors)
Faktor tersebut terdiri atas sikap dan perilaku tenaga kesehatan dan orang lain
yang menjadi panutan
Perilaku dipengaruhi oleh individu, keluarga, dan masyarakat itu sendiri melalui faktor
eksternal dan internal:
1. Faktor eksternal
Kebiasaan
Adat istiadat
Kerpercayaan
Pendidikan
Kondisi sosial-ekonomi
2. Faktor internal
Perhatian
Pengamatan
Persepsi
Motivasi
Fantasi
Sugesti
2.5. PRECEDE/PROCEED
Planning models (model perencanaan) dapat digunakan sebagai panduan yang
terstruktur atau alat yang digunakan dalam pengembangan program-program
komunitas. Ada beberapa model perencanaan yang digunakan oleh program-program
kesehatan gigi dan mulut dan program kesehatan umum. Salah satunya adalah model
PRECEDE/PROCEED.1
Dr. Lawrence W. Green dan Kreuter membuat model perencanaan bernama
PRECEDE/PROCEED untuk program edukasi dan promosi kesehatan. Model ini
berguna karena memberikan sebuah format untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang
berhubungan dengan masalah kesehatan, perilaku dan implementasi program.1
Tujuan dari model ini adalah untuk menjelaskan perilaku yang berhubungan
dengan kesehatan dan untuk merancang serta mengevaluasi intervensi yang
mempengaruhi perilaku, kondisi hidup dan sequelae yang mempengaruhi mereka.
(Sequelae = kondisi patologis akibat penyakit sebelumnya). Intinya, model ini
digunakan untuk merancang intervensi untuk mencegah penyakit agar kesehatan umum
dan kualitas hidup individu meningkat.1
Dalam pelaksanaannya PRECEDE-PROCEED dilakukan dengan membaginya
ke dalam dua tahap, yaitu PRECEDE dan PROCEED. PRECEDE (=come before
something/order atau pendahuluan) memiliki singkatan Predisposing, Reinforcing, and
Enabling Constructs in Ecosystem Diagnosis and Evaluation. Bagian dari model ini
mempertimbangkan faktor perilaku yang berhubungan dengan munculnya dan
terjadinya sebuah masalah kesehatan. Pada bagian ini dilakukan diagnosa dan
perencanaan yang akurat (diagnostic planning), sebuah proses yang dapat digunakan
untuk membuat program kesehatan yang tertarget dan terfokus pada komunitas yang
dituju. Selain itu dilakukan juga evaluasi. Tiga kategori dari faktor-faktor ini
(Predisposing, Enabling dan Reinforcing) memungkinkan untuk menggolongkan
berbagai perilaku menjadi beberapa segmen untuk perencanaan program.1
1. Faktor Predisposing (Predisposisi) memberikan alasan dibalik sebuah perilaku
atau motivasi terjadinya sebuah perilaku. Termasuk di dalamnya adalah :
pengetahuan, kepercayaan, sikap, nilai-nilai budaya, adat istiadat, dan keterampilan
yang sudah ada dalam diri.1
2. Faktor Enabling (Memungkinkan) yang termasuk di dalamnya adalah personal
skills dan sumber yang tersedia untuk dilakukannya perilaku. Mereka
memungkinkan (enable) sebuah tindakan untuk terjadi. Tidak adanya faktor ini
akan mencegah sebuah tindakan untuk terjadi kunci dari mengidentifikasi faktor
enabling.1
3. Faktor Reinforcing (Memperkuat) memberikan insentif (sesuatu yang
memotivasi atau mendukung seseorang untuk melakukan sesuatu) untuk repetisi/
pengulangan atau persistensi dari perilaku kesehatan yang telah dimulai. Contoh
dari faktor reinforcing ini adalah pujian, reassurance (meyakinkan kembali),
symptom relief (meredakan gejala), dan dukungan sosial.1
Bagian PROCEED (=begin or continue a course of action, moving forward
atau memulai/melanjutkan) meliputi komponen administrasi dan policy (kebijakan)
dari model perencanaan ini. PROCEED terdiri dari Political, Regulatory, dan
Organizational Constructs affecting Educational and Environmental Development.
Tahapan PRECEDE dapat dibagi menjadi 5 fase sebagai berikut:1
1) Fase 1 (Diagnosis Sosial)
Proses menentukan persepsi masyarakat terhadap kebutuhannya dan aspirasi
masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup melalui partisipasi dan penerapan
berbagai informasi yang didesain sebelumnya. Untuk dapat mengetahui masalah
sosialnya, kita perlu menggunakan indikator sosial yang didapatkan dari data sensus,
angka statistik yang ada atau pengumpulan data secara langsung ke masyarakat
melalui wawancara, forum, arau survey.1
2) Fase 2 (Diagnosis Epidemiologi)
Dalam fase ini dilakukan identifikasi siapa dan kelompok mana yang terkena
masalah kesehatan dilihat dari umur, jenis kelamin, lokasi, dan suku. Dicari juga
bagaimana pengaruh atau akibat dari masalah kesehatan tersebut dan cara
menanggulanginya. Sebagai contoh anak usia 12 tahun banyak yang mengalami
sakit gigi hingga tidak dapat bersekolah, cara menanggulanginya adalah diberikan
perawatan ataua pengobatan. Dalam fase ini penting untuk menetapkan prioritas
masalah yang didasarkan pertimbangan besarnya masalah dan akibat yang
ditimbulkan serta kemungkinan untuk diubah. Sehingga masalah tersebut yang
akan paling mungkin untuk diubah dalam model.1
3) Fase 3 (Diagnosis Perilaku dan Lingkungan)
Dalam fase ini perilaku dan lingkungan yang dapat memberikan pengaruh pada
perilaku dan status kesehatan atau kualitas hidup penting dicari tahu dan promotor
kesehatan juga harus bisa membedakan masalah perilaku yang dapat dikontrol
secara individu atau harus dikontrol melalui institusi. Untuk melakukan diagnosis
perilaku dan lingkungan kita perlu melakukan langkah-langkah berikut:1
- Memisahkan faktor perilaku dan nonperilaku sebagai penyebab masalah
kesehatan
- Mengidentifikasi perilaku yang dapat dicegah dan perilaku yang berhubungan
dengan tindakan perawatan atau nonpengobatan. Untuk faktor lingkungan, kita
lakukan eliminasi faktor nonperilaku yang tidak dapat diubah seperti genetik
dan demografi
- Mengurutkan masalah perilaku dan lingkungan berdasarkan besarnya pengaruh
terhadap kesehatan
- Mengurutkan masalah perilaku dan lingkungan berdasarkan kemungkinan
untuk diubah
- Menetapkan perilaku dan lingkungan yang menjadi sasaran program dan tujuan
perubahan perilaku dan lingkungan yang ingin dicapai dalam program
4) Fase 4 (Diagnosis Pendidikan dan Organisasi)
Identifikasi pendidikan dan organisasi dilakukan berdasarkan deteminan
perilaku yang mempengaruhi status kesehatan seseorang/masyarakat dengan
menggunakan 3 faktor yaitu faktor predisposisi, faktor enabling, dan faktor yang
memperkuat yang akhirnya bisa membagi perilaku ke dalam beberapa perencanaan
program. Faktor predisposisi menyediakan alasan dibelakang, atau alasan motivasi
dalam berperilaku, seperti pengetahuan, kepercayaan, attitude, nilai, kultural dan
adat, serta skills. Faktor enabling termasuk kemampuan personal dan sumber
tersedia yang dibutuhkan untuk menunjukan perilaku. Mereka memungkinkan, atau
dibuat mungkin suatu aksi akan terjadi. Faktor memperkuat menyediakan
pendorong untuk pengulangan atau persistensi dari perilaku sehat sekali ketika
sudah memulai. Seperti pujian, penentraman hati, pembebasan dari gejala, ataupun
dukungan sosial.1
5) Fase 5 (Diagnosis Administrasi dan kebijakan)
Analisis terhadap kebijakan, sumber daya dan peraturan yang berlaku yang
dapat memberikan fasilitas atau menghambat pengembangan program promosi jika
dilaksanakan. Kita perlu data untuk perencanaan promosi kesehatan yang bisa
didapatkan dari dokumen yang ada, langsung ke masyarakat, petugas kesehatan
lapangan, ataupun tokoh masyarakat.1
Setelah fase ini, mulai masuk ke Tahap PROCEED yang dapat terbagi menjadi
4 tahap yaitu:1
1. Fase 6 (Implementasi)
Menentukan tujuan promosi kesehatan yang mencakup tiga hal yaitu:
- Peningkatan pengetahuan dan sikap masyarakat
- Peningkatan perilaku masyarakat
- Peningkatan status kesehatan masyarakat
Selain tujuan, kita juga perlu menentukan sasaran promosi kesehatan, apakah
individu dan kelompok atau sebaliknya dengan sasaran langsung (primer) dan tidak
langsung (sekunder dan tersier) siapa. Adapun komponen promosi kesehatan berisi
pesan yang dapat dibuat menggunakaan gambar dan bahasa setempat sesederhana
mungkin agar mudah dipahami oleh sasaran sehingga pesan tersebut benar-benar
ditujukan untuk mereka dan diharapkan sasaran mau melaksanakan isi pesan
tersebut.1
2. Fase 7 (Evaluasi Proses)
3. Fase 8 (Evaluasi Pengaruh)
4. Fase 9 (Evaluasi Hasil)
Kemampuan untuk mengelompokkan perilaku sehat ke dalam faktor
predisposisi, reinforce, dan enabling sangat berguna dalam perencanaan program.
Jika sudah dikategorikan, prioritas harus diidentifikasi untuk mengetahui
kepentingan yang mempengaruhi perilaku, derajat dari faktor yang akan diubah,
dan ketersediaan sumber. Evaluasi dilakukan dengan melihat visi/perencanaan di
awal mengenai kualitas hidup atau status kesehatan pada masyarakat tersebut.1
Mason J. Concepts in Dental Public Health 2nd ed. Lippincott Williams & Wilkins: 2010.
a. Keterampilan komunikasi
Health literacy bergantung pada keterampilan komunikasi konsumen dan
penyedia. Keterampilan komunikasi termasuk keterampilan literacy seperti
membaca, menulis, numeracy, berbicara, mendengar dan memahami.2
b. Pengetahuan mengenai topik kesehatan
Pasien dengan keterbatasan atau pengetahuan yang tidak akurat mengenai tubuh
sendiri dan penyebab penyakit tidak dapat1:
- Memahami hubungan antara faktor gaya hidup (contoh: diet dan olahraga atau
oral hygiene dan kontrol diabetes) dan status kesehatannya
- Menyadari ketika mereka membutuhkan bantuan pelayanan kesehatan
- Memiliki informasi preventif terkini
Penyedia yang tidak mengikuti perkembangan sains tidak dapat menyediakan
pengetahuan dan informasi yang akurat dan pelayanan evidence-based ke pasien
mereka.2
c. Sosial dan budaya
Sosial dan budaya dapat memengaruhi individu:2
- Bagaimana individu berkomunikasi dan memahami informasi kesehatan
- Bagaimana individu berpikir dan rasakan mengenai kesehatannya
- Jika dan bagaimana individu menghargai kesehatan gigi dan mulut
- Kapan dan dari siapa individu mencari bantuan pelayanan kesehatan
- Bagaimana individu merespon terhadap rekomendasi perubahan gaya hidup
dan perawatan
Sosial dan budaya dapat memengaruhi penyedia:2
- Bagaimana penyedia berkomunikasi dan memahami informasi kesehatan
- Bagaimana penyedia berpikir dan rasakan mengenai kelompok ras/ etnis/
ekonomi lain selain mereka sendiri
- Bagaimana penyedia menghargai kesehatan gigi dan mulut
- Kapan dan dari siapa individu mencari bantuan pelayanan kesehatan
- Jika dan bagaimana penyedia merespon terhadap rekomendasi dan guideline
evidence-based untuk pasien mereka
d. Permintaan sistem pelayanan kesehatan
Health literacy bergantung pada permintaan pelayanan kesehatan dan sistem
kesehatan masyarakat. Individu membutuhkan untuk:2
- Mengetahui dimana lokasi dan bagaimana menavigasikan fasilitas kesehatan
- Membaca, memahami, dan memenuhi berbagai macam bentuk formulir untuk
menerima perawatan dan reimbursement pembayaram
- Dapat mengutarakan tanda dan gejala yang dialami dengan jelas
- Mengetahui mengenai berbagai macam tipe ahli kesehatan dan pelayanan apa
yang mereka sediakan dan bagaimana mengakses layanan tersebut
- Mengetahui bagaimana dan kapan menanyakan pertanyaan atau menanyakan
klarifikasi ketika mereka tidak mengerti
e. Permintaan terhadap situasi atau konteks2
- Konteks kesehatan umumnya dibandingkan dengan konteks lain karena
individu merasa stress atau faktor takut
- Konteks kesehatan dapat meliputi kondisi unik seperti penurunan fisik atau
mental karena penyakit
- Situasi kesehatan seringkali baru, asing, mengintimidasi, dan melelahkan
individu
- Beberapa fasilitas kesehatan memiliki staff yang tidak empati terhadap
pasiennya (not user friendly)
- Beberapa fasilitas kesehatan memiliki banyak hambatan untuk pasien
M. Horowitz, PhD A. Nuts & Bolts: (Why) Oral Health Literacy. Presentation presented at; 2013; Huntsville.
.
M. Horowitz, PhD A. Nuts & Bolts: (Why) Oral Health Literacy. Presentation presented at; 2013; Huntsville.
M. Horowitz, PhD A. Nuts & Bolts: (Why) Oral Health Literacy. Presentation presented at; 2013; Huntsville.
2.7. Teori Perubahan Perilaku Individu
2.7.1. Transtheoretical Model (Stages of Changes Model)
1. Pre-contemplation
Tahap dimana seseorang tidak ingin mengambil tindakan dan melakukan
perubahan.
Terjadi akibat pasien tidak memiliki info atau tidak mendapatkan info yang
cukup mengenai konsekuensi dari tindakannya. Dapat juga terjadi karena sudah
demotivasi akibat kegagalannya
Mereka menolak untuk membaca buku atau membicarakan terkait risiko tinggi
yang dimilikinya.
Cendrung membela kebiasaan buruk yang dimilikinya
Seseorang tidak merasa memiliki masalah
2. Contemplation
Memahami dampak dari kebiasaan buruk mereka tapi belum tentu mau
berubah
Memahami pro-kontra dari perubahan dapat mengakibatkan seseorang
terlalu lama pada suatu stage kronik kontemplasi
Sangat efektif untuk mendapatkan edukasi dan informasi
3. Preparation
Memiliki komitmen untuk berubah
Akan segera mengambil tindakan
Memiliki rencana aksi seperti mengikuti kelas edukasi kesehatan, konsultasi,
atau membeli buku yang berkaitan.
4. Action
Seseorang sudah melakukan hal yang spesifik
Tidak semua perubahan merupakan aksi ada batas tertentu misal:
konsumsi kalori < 30% baru disebut sebagai aksi diet.
Ada kemungkinan besar untuk kembali butuh penjagaan
5. Maintenance
Menahan diri untuk tidak kembali ke kebiasaan lama
6. Termination
Seseorang sudah 100% mandiri
10 Proses Perubahan (process of change) adalah kegiatan yang terlihat
maupun tak terlihat yang dilakukan orang untuk melakukan perubahan. Merupakan
petunjuk untuk melakukan program intervensi.
Experiential Processes
Consciousness raising (meningkatkan kesadaran)
Meningkatnya kesadaran tentang penyebab, akibat, dan perawatan untuk
sebuah permasalahan. Intervensi yang dapat meningkatkan kesadaran feedback,
education, confrontation, interpretation.
Dramatic relief (membangun emosi)
Perubahan perilaku dengan cara meningkatkan emosional pasien kemudian
diikuti dengan penurunan emosi dengan cara menawarkan solusi yang dpt diambil
pasien increased emotional experiences followed by reduced affect if appropriate
action taken.
Self reevaluation (mengkritisi diri sendiri)
Kombinasi antara penilaian kognitif dan afektif terhdap satu orang dengan dan
tanpa kebiasaan buruk. Value clarification dan healthy role model adalah teknik
yang dapat digunakan
Environmental reevaluation (mengkritisi lingkungan)
Dampak dari sebuah kebiasaan buruk terhadap lingkungan sekitar. Seseorang
dapat menjadi contoh yang baik atau buruk bagi lingkungannya. Intervensi keluarga
dan training empati dpt menjadi bentuk intervensi yang baik.
Social liberation (kesempatan lingkungan)
Meningkatnya sarana dan prasarana yang akan membantu seseorang untuk
berubah. Intervensi dapat berupa advokasi, pembuatan kebijakan, dll.
Behavioral Processes
Self liberation (komitmen)
Percaya bahwa seseorang dapat berubah, berkomitmen, dan tidak berkomitmen
kembali. Intervensi dapat berupa resolusi tahun baru, testimony public, dll.
Counterconditioning (penggantian)
Mencari hal-hal yang dapat mengkompensasi kebiasaan buruk yang sedang
dihentikan
Stimulus control (menata ulang)
Memberikan stimulus-stimulus yang dapat memotivasi pasien dan
menghilangkan hal-hal yang dapat mengingatkan pasien akan kebiasaan buruk.
Intervensi berupa peer-group, penataan lingkungan (membuat tempat parker yang
membutuhkan 2 menit berjalan)
Contingency management (penghargaan)
Adanya konsekuensi dari sebuah hal yang dilakukan reward and punishment
Helping relationship (mendukung)
Mengkombinasikan antara peduli, percaya, dan pengakuan sebagai support
untuk perubahan menuju kebiasaan yang lebih sehat.
Tahapan4 Penjelasan4
Unawareness Adanya penolakan, tidak adanya informasi atau informasi yang
ada salah
Awareness Menerima informasi yang benar, namun belum paham dan
tahap sadar berkeinginan untuk melakukannya
Contoh: menyikat gigi dapat menghilangkan plak gigi serta
mencegah radang gusi dan karies gigi
Interest Seseorang mulai tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai
ketertarikan manfaat dari perilaku baru tersebut.
Contoh: mencaritahu lebih lanjut manfaat menyikat gigi pada
orang yang lebih tahu atau dari sumber lainnya yang dianggap
tahu
Involvement / Seseorang mulai memiliki keinginan untuk bertindak dan
Evaluation menimbang-nimbang terhadap baik tidaknya informasi tersebut
bagi dirinya
Contoh: rasa ingin tahu meningkat, mempertimbangkan dari
berbagai sudut misalnya kemampuan membeli sikat, pasta gigi
atau melihat orang lain yang rajin menyikat gigi
Action / Trial Seseorang mulai mencoba untuk melakukan sebuah perilaku
tersebut masih dalam bentuk uji coba.
Contoh: mencoba menyikat gigi (apabila merasa nyaman akan
dilanjutkan, apabila terasa ngilu maka kegiatan tersebut tidak
dilanjutkan atau berhenti sementara)
Adoption/habit Seseorang telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
menjadi kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus telah yakin dan
kebiasaan mampu menerima bahwa perubahan perilaku tersebut memiliki
keuntungan tertentu.
Contoh: seseorang telah percaya bahwa menyikat gigi memberi
keuntungan sehingga menjadi kebutuhan sehari-harinya
Setiap tahapan harus dilalui dalam proses adopsi perilaku baru. Setiap tahap
memiliki penilaian tersendiri apakah sesorang berkeinginan untuk menerima informasi
atau perilaku baru atau tidak. Proses perubahan perilaku dapat juga dikatakan sebagai
proses belajar. Setelah seseorang melewati tahapan action, dapat dilakukan evaluasi
apakah perilaku baru tersebut dirasa menguntungkan atau merugikan bagi dirinya.
Setelah tahap adopsi, maka akan timbul rasa puas dengan hasil yang telah dicapai (tahap
satisfaction).4
Learning Styles
Learning styles adalah gaya belajar seseorang terhadap informasi baru atau
menjelaskan bagaimana proses pembelajaran seseorang. Dalam dunia kesehatan
umumnya menggunakan strategi pendidikan yang sesuai dengan target populasinya.
Contohnya beberapa orang merasa lebih suka belajar dengan metode self-learners yaitu
belajar secara mandiri dengan membaca instruksi yang diberikan atau menulis
informasi yang diberikan. Selain itu, juga ada tipe group learning yang suka belajar
secara berkelompok. Tipe ini memiliki keuntungan karena dapat membandingkan
informasi yang didapat antar teman kelompok. Selanjutnya, terdapat auditory learners
yang lebih menyukai mendengar penjelasan yang diberikan. Sedangkan, visual learners
akan lebih mengerti jika informasi yang diberikan disajikan secara visual seperti
menyaksikan demonstrasi.4
Namun diantara semua metode pembelajaran yang telah disebutkan, hands-on
activities dan movement-related experiences adalah yang terbaik. Orang-orang tipe ini
merupakan kinetic learners karena potensial belajar mereka sudah dimaksimalkan saat
mereka mempraktikan secara langsung informasi yang telah didapat. Learning styles
ini menentukan seberapa banyak dan seberapa cepat orang tersebut dapat menerima
pelajaran yang diberikan.4
Umumnya tingkat pengetahuan yang dimengerti dari proses pembelajaran
berbeda tergantung cara belajarnya. Jika belajar dari kelas kuliah hanya 5%, jika
membaca hanya 10%, jika menggunakan media audio atau visual sebanyak 20%, jika
menonton demonstrasi sebanyak 30%. Cara belajar ini merupakan metoda
pembelajaran pasif. Sedangkan, dengan metoda pembelajaran aktif, tingkat
pengetahuan yang diterima lebih besar. Jika belajar dalam grup diskusi, tingkat
pengetahuan yang diterima sebanyak 50%, jika mempraktekannya sebanyak 75%, dan
jika mengajarkan ke orang lain, tingkat pengetahuan yang didapat sebanyak 90%.4
Learning Principles4
1. Proses pembelajaran akan menjadi lebih cepat dan akan lebih lama diingat jika
memiliki konten yang berisi, terorganisasi dan bestruktur
2. Pengulangan, review, dan penguatan materi meningkatkan pembelajaran
3. Proses pembelajaran lebih efektif jika mendapat lebih banyak informasi
4. Belajar sambil melakukan
5. Terdapat peningkatan respon
6. Proses pembelajaran akan menjadi lebih baik jika individunya terlibat dalam
pemilihan dan perencanaan project
7. Perilaku yang dipelajari harus sesuai dengan kegunaanya
8. Dibutuhkan kesiapan dari individu tersebut agar proses pembelajaran menjadi lebih
efisien dan lebih mudah
9. Dibutuhkan motivasi yang kuat dari diri individu itu sendiri
10. Individu tersebut akan bergerak sejauh mana keinginan mereka mencapai tujuan
tersebut.
Proses pembelajaran dalam menerima perilaku baru dapat terjadi karena adanya
hubungan individu dengan lingkungannya serta adanya interaksi sosial. Interaksi sosial
menyebabkan individu dapat mempengaruhi atau dipengaruhi orang lain, yang disebut
proses penyesuaian diri. Proses penyesuaian diri dibagi menjadi 2 macam, yaitu:4
a. Autoplastis: proses penyesuaian diri terhadap lingkungannya dengan membentuk
dirinya sendiri
b. Aloplastis: proses penyesuaian diri dengan cara merubah lingkungannya sesuai
dengan keinginannya.
Piramida MI
Williams, K.B., Bray, K. Motivational Interviewing: A Patient-Centered Approach to Elicit Positive Behavior
o Open-ended question
Contoh:
Anda menikmati efek alkohol, bagaimana alkohol membantu saat stres setelah
bekerja dan membantu berinteraksi dengan teman-teman. Namun Anda mulai
khawatir akan dampaknya pada kesehatan. Sampai saat ini Anda belum terlalu
khawatir karena merasa masih minum dalam batas aman. Namun Anda
menemukan kesehatan Anda mulai terpengaruh, dan pasangan Anda
mengatakan beberapa hal yang membuat Anda ragu apakah alkohol memang
membantu Anda.
Bray, K.K., Using Brief Motivational Interviewing to Sustain Toothbrushing Behavior Change. American
Dental hygienists Associatio. 2010.
Importance ruler
Jika hanya ada sedikit waktu, metode change talk bisa diganti dengan
importance ruler. Misalnya, jika dihitung dari skala 0-10, untuk 0 tidak penting sama
sekali dan 10 sangat penting, seberapa pentingkah bagi Anda untuk menurunkan berat
badan? Mengapa Anda ada pada dan tidak 0? Apa yang diperlukan untuk
meningkatkan dari ke angka yang lebih tinggi?13
Memberikan saran adalah tugas dari dokter gigi, maka berikut beberapa poin konsep
dasar dalam memberikan saran untuk perubahan perilaku yang berkepanjangan :14
3.1. Kesimpulan
Untuk meningkatkan status kesehatan gigi di Indonesia, perlu adanya kerja sama
yang baik dan seimbang antara pelayan kesehatan dan penentu kebijakan. Pelayan
kesehatan berperan dalam memberikan pendidikan kesehatan yang sesuai kepada
masyarakat, bahkan melibatkan masyarakat melalui suatu pemberdayaan. Pendidikan
kesehatan tersebut dapat mengarahkan masyarakat untuk mencapai oral health literacy
sehingga dapat menjadi masyarakat yang mandiri di bidang kesehatan, yakni masyarakat
yang mampu memfasilitasi kebutuhan sarana atau prasarana kesehatannya melalui sumber
dayanya sendiri. Namun, pendidikan kesehatan tersebut tidak dapat berhasil sepenuhnya
tanpa adanya pendekatan dari dokter gigi ke pasien karena menurut teori Blum, dalam
melakukan upaya promotif-preventif kesehatan gigi dan mulut, salah satu faktor yang
berkontribusi adalah perilaku. Dengan demikian, dokter gigi memerlukan suatu metode
pendekatan yang dapat mengubah perilaku buruk pasien menjadi perilaku yang baik.
Metode pendekatan dokter gigi ke pasien yang dapat dilakukan adalah motivational
interviewing.
Untuk menentukan intervensi yang tepat kepada suatu komunitas, penentu kebijakan
terlebih dahulu harus mempelajari dan memahami tahap-tahap perubahan individu dan
sosial, serta melakukan advokasi secara persuasif kepada seluruh instansi terkait. Dalam
perencanaan suatu program, model PRECEDE-PROCEED dapat dijadikan acuan karena
dapat berguna dalam mengidentifikasi masalah kesehatan, implementasi program, dan
evaluasi program. Dengan adanya kerja sama antara petugas kesehatan dan instansi terkait,
maka status kesehatan gigi dan mulut Indonesia pun diharapkan dapat meningkat.
3.2. Saran
Penulis menyarankan kepada pembaca untuk lebih mendalami tentang framework
model PRECEDE-PROCEED dan Theory of Plan Behavior.
Daftar Pustaka
1. Mason J. Concepts in Dental Public Health 2nd ed. Philadelphia: Wolters Kluwer
Health/Lippincott Williams & Wilkins. 2010.
2. M. Horowitz, PhD A. Nuts & Bolts: (Why) Oral Health Literacy. Presentation
presented at; 2013; Huntsville.
3. Kanj Mitic W. Promoting Health and Development: Closing the Implementation Gap
[Internet]. 1st ed. Nairobi: WHO; 2009 [cited 28 September 2016]. Available from:
http://www.who.int/healthpromotion/conferences/7gchp/Track1_Inner.pdf
4. Blue C. Darby's Comprehensive Review of Dental Hygiene. 2015
5. Kaminski J. Diffusion of Innovation Theory: Theory in Nursing Informatics Column.
Canadian Journal of Nursing Informatics [Internet]. 2011 Jun 19 [cited 2015 Sep
28];6(2). Available from: http://cjni.net/journal/?p=1444
6. Rogers EM. Diffusion of innovations. 5th ed. [Internet]. 2006 Dec 2 [cited 2015 Sep
28]. Available from : http://www.conceptlab.com/notes/rogers-2003-diffusion-of-
innovations.html
7. Tan PJB. Applying the UTAUT to Understand Factors Affecting the Use of English E-
Learning Websites in Taiwan. SAGE Open [Internet]. 2013 Nov 13 [cited 2015 Sep
28];3(4). Available from:
http://sgo.sagepub.com/lookup/doi/10.1177/2158244013503837
8. Notoatmojo S. Promosi kesehatan dan perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2012.
9. Kemenkes RI. Promosi kesehatan di daerah bermasalah kesehatan. Jakarta: Depkes RI;
2011.
10. Agustini M, Nyorong M, Darmawansyah. Kompetensi promosi kesehatan pada petugas
penyuluh kesehatan puskesmas di wilayah kerja dinas kesehatan kota Samarinda.
[Internet]. 2010 [cited 29 September 2016];. Available from:
http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/d6fbeabf8f5190d0ec935b81dec8d4a7.pdf
11. Williams, K.B., Bray, K. Motivational Interviewing: A Patient-Centered Approach to
12. Bray J, Kowalchuk A, Waters V. Brief Intervention: Stages of Change and Motivational
Interviewing [internet]. [cited 2016 Sept 26]. Available from:
https://www.bcm.edu/education/program/sbirt/index.cfm?pmid=25042
13. Bray, K.K., Using Brief Motivational Interviewing to Sustain Toothbrushing Behavior
Change. American Dental hygienists Associatio. 2010.
14. Hall K, Gibbie T, Lubman DI. Motivational Interviewing Techniques Facilitating
Behaviour Change in The General Practice Setting. Aust Fam Physician [Internet].
2012 [cited 2016 Sept 27];41 (9):660-7. Available from:
https://www.racgp.org.au/afp/2012/september/motivational-interviewing-techniques/