Вы находитесь на странице: 1из 23

MAKALAH

DECOMPENSASI CORDIS

Oleh :
Bayu Pranata (2009.02.054)
Betilia Rara Alhana (2009.02.055)
Betty Kartika Sari (2009.02.056)
Briqi Phaula (2009.02.057)
Daniar Prasetyo (2009.02.058)

PROGRAM S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI
2011/2012
KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang dalam kami sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha Pemurah, karena
berkat kemurahanNya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam
makalah ini kami membahas DECOMPENSASI CORDIS.
Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam memperdalam ilmu pengetahuan
sekaligus dapat diupayakan untuk dapat menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam pembuatan makalah ini, tentunya kami mendapatkan bimbingan, arahan,
koreksi dan saran, untuk itu rasa terima kasih yang dalam-dalamnya kami sampaikan :
Ibu Essy Sonontiko,S.Kep.,Ners.,selaku dosen mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah
Rekan-rekan mahasiwa yang telah banyak memberikan masukan untuk makalah ini.
Demikian makalah ini saya buat semoga bermanfaat.

Banyuwangi, 20 Desember 2011

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Halaman judul .. i
Kata Pengantar . ii
Daftar Isi .. iii
BAB I Pendahuluan .. 1
BAB II Tinjauan Teoritis
BAB III Tinjauan Askep
BAB IV Penutup ..
Daftar Pustaka

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dekompensasi kordis (DK) atau gagal jantung (GJ) adalah suatu keadaan dimana jantung
tidak dapat mempertahankan sirkulasi yang adekuat yang ditandai oleh adanya suatu
sindroma klinis berupa dispnu (sesak nafaS), fatik (saat istirahat atau aktivitas), dilatasi vena
dan edema, yang diakibatkan oleh adanya kelainan struktur atau fungsi jantung.
Insiden penyakit gagal jantung saat ini semakin meningkat. Dimana jenis penyakit gagal
jantung yang paling tinggi prevalensinya adalah Congestive Heart Failure (CHF). Di Eropa,
tiap tahun terjadi 1,3 kasus per 1000 penduduk yang berusia 25 tahun. Sedang pada anak
anak yang menderita kelainan jantung bawaan, komplikasi gagal jantung terjadi 90%
sebelum umur 1 tahun, sedangkan sisanya terjadi antara umur 5 15 tahun.
Perlu diketahui, bahwa dekompensasi kordis pada bayi dan anak memiliki segi tersendiri
dibandingkan pada orang dewasa, yaitu :
1. Sebagian besar penyebab gagal jantung pada bayi dan anak dapat diobati (potentially
curable).
2. Dalam mengatasi gagal jantung tidak hanya berhenti sampai gejalanya hilang,
melainkan harus diteruskan sampai ditemukan penyebab dasarnya.
3. Setelah ditemukan penyebabnya, bila masih dapat diperbaiki maka harus segera
dilakukan perbaikan.
4. Lebih mudah diatasi dan mempunyai prognosis yang lebih baik daripada gagal
jantung pada orang dewasa.
Sementara itu, menurut Aulia Sani, penyakit gagal jantung meningkat dari tahun ke
tahun. Berdasarkan data di RS Jantung Harapan Kita, peningkatan kasus dari penyakit gagal
jantung ini pada tahun 1997 adalah 248 kasus, kemudian melaju dengan pesat hingga
mencapai puncak pada tahun 2000 dengan 532 kasus. Karena itulah, penanganan sedini
mungkin sangat dibutuhkan untuk mencapai angka mortalitas yang minimal terutama pada
bayi dan anak-anak.
Faktor yang dapat menimbulkan penyakit jantung adalah kolesterol darah tinggi, tekanan
darah tinggi, merokok, gula darah tinggi (diabetes mellitus), kegemukan, dan stres. Akibat
lanjut jika penyakit jantung tidak ditangani maka akan mengakibatkan gagal jantung,
kerusakan otot jantung hingga 40% dan kematian.

4
WHO menyebutkan rasio penderita gagal jantung di dunia adalah satu sampai lima orang
setiap 1000 penduduk. Penderita penyakit jantung di Indonesia kini diperkirakan mencapai
20 juta atau sekitar 10% dari jumlah penduduk di Nusantara (www.depkes.go.id).

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Memperoleh gambaran tentang penerapan asuhan keperawatan dengan masalah
penyakit jantung.
2. Tujuan Khusus
a. Memperoleh gambaran tentang pengkajian dengan masalah penyakit jantung.
b. Memperoleh gambaran tentang masalah dan diagnosa keperawatan dengan
masalah penyakit jantung.
c. Memperoleh gambaran tentang rencana keperawatan dengan masalah penyakit
jantung.
d. Melakukan tindakan keperawatan serta evaluasi proses tindakan keperawatan
dengan masalah penyakit jantung.
e. Melakukan evaluasi hasil yang dibahas melalui catatan perkembangan dengan
masalah penyakit jantung.
f. Memperoleh gambaran tentang faktor penunjang dan faktor penghambat dalam
penerapan asuhan keperawatan dengan masalah penyakit jantung.

C. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ilmiah ini penulis menggunakan metode deskriptif yaitu
metode ilmiah untuk menggambarkan hasil pengamatan secara sistematis.

D. Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari empat bab, yaitu :
Bab I: Pendahuluan berisikan latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, dan
sistematika penulisan.
Bab II: Tinjauan teoritis yang terdiri dari konsep dasar penyakit.
Bab III: Tinjauan kasus yang merupakan asuhan keperawatan mencakup pengkajian,
diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.
Bab IV: Penutup yang berisi kesimpulan dan saran

5
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian
Berdasar definisi patofisiologik gagal jantung (decompensatio cordis) atau dalam
bahasa inggris Heart Failure adalah ketidakmampuan jantung untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan pada saat istirahat atau kerja ringan. Hal tersebut akan menyebabkan
respon sistemik khusus yang bersifat patologik (sistem saraf, hormonal, ginjal, dan lainnya)
serta adanya tanda dan gejala yang khas (Fathoni, 2007).

2. Etiologi
Gagal jantung disebabkan oleh banyak kondisi yang merusak otot jantung, termasuk:

- Penyakit arteri koroner. Yaitu suatu penyakit pada arteri-arteri yang mensuplai darah dan oksigen
untuk jantung, menyebabkan penurunan aliran darah ke otot jantung. Jika arteri-arteri menjadi tersumbat
atau sangat menyempit, jantung menjadi kelaparan akan oksigen dan nutrisi.

- Serangan jantung. Suatu serangan jantung dapat terjadi ketika suatu arteri koroner menjadi tersumbat
secara tiba-tiba, menghentikan aliran darah ke otot jantung dan merusaknya. Semua atau sebagian otot
jantung menjadi terputus dari suplai oksigen. Suatu serangan jantung dapat merusak otot jantung,
menyebabkan area parut yang tidak berfungsi semestinya.

- Cardiomyopathy. Kerusakan otot jantung akibat hal selain masalah arteri dan aliran darah, seperti
akibat infeksi, alkohol atau penyalahgunaan obat.

- Kondisi yang menyebabkan jantung bekerja melampaui batas kemampuan. Kondisi-kondisi


termasuk tekanan darah tinggi (hipertensi), penyakit katup jantung, penyakit thyroid, penyakit ginjal,
diabetes atau kelainan jantung yang ada sejak lahir dapat menyebabkan gagal jantung. Selain itu, gagal
jantung dapat terjadi jika beberapa penyakit atau kondisi tersebut muncul bersamaan.

6
-Abnormal pressure over load (sistolik over load), yaitu : beban berlebihan pada waktu jantung
kontraksi (sistolik), misalnya pada hipertensi, aortic stenosis
- Abnormal volume over load (diastolic over load), yaitu : Beban isian ke dalam vebtrikel yang
berlebihan pada waktu diastole, misalnya pada myocard infark
-Kenaikan kebutuhan metabolisme beban kebutuhan sirkulasi badan melampaui daya kerja
jantung (high output failure), misalnya : Anemia, tirotoksikosis
- Gangguan pengisian dari ventrikel, misalnya paricarditis

3. Klasifikasi
Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan, gagal jantung
terbagi atas gagal jantung kiri, gagal jantung kanan, dan gagal jantung kongestif.
Pada gagal jantung kiri terjadi dyspneu deffort, fatigue, ortopnea, dispnea nocturnal
paroksismal, batuk, pembesaran jantung, irama derap, ventricular heaving, bunyi derap S3
dan S4, pernapasan cheyne stokes, takikardi, pulsusu alternans, ronkhi dan kongesti vena
pulmonalis.
Pada gagal jantung kanan timbul edema, liver engorgement, anoreksia, dan kembung.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan hipertrofi jantung kanan, heaving ventrikel kanan,irama
derap atrium kanan, murmur, tanda tanda penyakit paru kronik, tekanan vena jugularis
meningkat, bunyi P2 mengeras, asites, hidrothoraks, peningkatan tekanan vena,
hepatomegali, dan pitting edema.
Pada gagal jantung kongestif terjadi manifestasi gabungan gagal jantung kiri dan kanan.
New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional dalam 4 kelas :
1. Kelas 1 : Bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan.
2. Kelas 2 : Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas sehari hari
tanpa keluhan.
3. Kelas 3 : Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari hari tanpa keluhan.
4. Kelas 4 : Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivits apapun dan harus tirah
baring.

4. Patofisiologi
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas myokard yang khas pada gagal jantung akibat
penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif.
Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah sekuncup, dan meningkatkan
volume residu ventrikel. Sebagai respon terhadap gagal jantung, ada tiga mekanisme primer
yang dapat di lihat :
Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatik
Meningkatnya beban awal akibat aktivasi system rennin angiotensin aldosteron
Hipertrofi ventrikel
Ketiga respon kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah
jantung.
Kelainan pada kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak pada
keadaan beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung maka kompensasi akan menjadi
semakin kurang efektif. Meurunnya curah sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan
respon simpatik kompensatorik. Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatik merangang
pengeluaran katekolamin dari saraf saraf adrenergic jantung dan medulla adrenal. Denyut
jantuing dan kekuatan kontraksi akan meningkat untuk menambah curah jantung. Juga terjadi

7
vasokonstriksi arteria perifer untuk menstabilkan tekanan arteria dan redistribusi volume
darah dengan mengurangi aliran darah ke organ organ yang rendah metabolismenya seperti
kulit dan ginjal, agar perfusi ke jantung dan otak dapat dipertahankan.
Penurunan curah jantung pada gagal jantung akan memulai serangkaian peristiwa :
1. Penurunan aliran darah ginjal dan akhirnya laju filtrasi glomerulus
2. Pelepasan rennin dari apparatus juksta glomerulus
3. Iteraksi rennin dengan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan angiotensin I
4. Konversi angiotensin I menjadi angiotensin II
5. Perangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal
6. Retansi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus pengumpul.

Substrat rennin angiotensinogen

Renin inaktif Renin

Angiotensin I Aktivasi peptida


natriuetik atrial

Angiotensin Converting Enzyme

Angiotensin II

Peningkatan aktivitas simpatis Sekresi ADH Sekresi


aldosteron

Retensi garam dan air


Vasokontriksi Vasokontriksi
perifer kapiler dan
Aktivasi gagal
tubulus ginjal
Peningkatan volume plasma meningkat

Peningkatan tekanan darah

Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi miokardium atau
bertambahnya tebal dinding. Hipertrofi meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel-sel
miokardium; tergantung dari jenis beban hemodinamik yang mengakibatkan gagal
jantung,sarkomer dapat bertambah secara parallel atau serial. Respon miokardium terhadap
beban volume, seperti pada regurgitasi aorta, ditandai dengan dilatasi dan bertambahnya
tebal dindi

8
WOC DECOMPENSASI CORDIS

9
5. Tanda dan Gejala
Dampak dari cardiak output dan kongesti yang terjadi sisitem vena atau sistem
pulmonal antara lain :
Lelah
Angina
Cemas
Oliguri
Penurunan aktifitas GI
Kulit dingin dan pucat
Tanda dan gejala yang disebakan oleh kongesti balikdari ventrikel kiri, antara lain :
Dyppnea
Batuk
Orthopea
Reles paru
Hasil x-ray memperlihatkan kongesti paru.
Tanda-tanda dan gejala kongesti balik ventrikel kanan :
Edema perifer
Distensi vena leher
Hari membesar
Peningkatan central venous pressure (CPV)
6. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis gagal jantung seharusnya menggunakan kriteria klinis maupun penilaian jantung
secara objektif. Diagnosis tersebut sangat perlu ditegakkan sebelum memberikan
penatalaksanaan. Alat diagnosis dasar untuk gagal jantung semuanya bersifat non-infasi,
yaitu : ekokardiografi, elektrocardiografi, dan foto sinar X dada.
Pemeriksaan objektif diperlukan karena 2 alasan :
1. Untuk menilai kinerja jantung
2. Untuk menentukan penyebab dasar gagal jantung, khususnya jika penyebab dapat diobati
atau bahkan dihilangkan, misalnya kelainan katub, endocarditis infektif, efusi pericardial,
dan emboli pada paru.
a. EKOCARDIOGRAFI
Sebaiknya digunakan sebagai alat pertama dengan diagnosis dan menejemen gagal
jantung. Gambaran yang paling sering ditemukan pada gagal jantung adalah akibat
penyakit jantung iskemik, cardiomiopati dilatasi, dan beberapa kelainan katub
dilatasi ventrikel kiri yang disertai hipokinesis seluruh dinding ventrikel. Pemeriksaan
ekokardiografi dapat digunakan untuk memperkirakan ukuran dan fungsi ventrikel
kiri. Dimensi ventrikel kiri pada akhir diastolik dan sistolik dapat direkam dengan
ekokardiografi mode-M standar seperti gambar di bawah ini.

10
Ultrasonografi Doppler gelombang kontinu dapat digunakan untuk menghitung
derajat stenosis dengan mengukur kecepatan aliran darah. Ultrasonografi Doppler,
termasuk aliran warna dapat digunakan untuk menilai regurgitasi katup dan pirau
intrakardiak. Aneurisma ventrikel kiri, thrombus dalam ventrikel, efusi pericardial,
dan berbagai bentuk penyakit jantung congenital juga dapat dideteksi.

b. Rontgen Dada
Foto sinar X dada posterior anterior dapat menunjukkan adanya hipertensi vena,
edema paru, atau kardiomegali. Bukti pertama adanya peningkatan tekanan vena paru
adalah adanya diversi aliran darah ke daerah atas dan adanya peningkatan ukuran
pembuluh darah.

11
Pengukuran jantung dengan sinar X kurang akurat, sehingga ukuran jantung mungkin
dapat saja normal pada klien yang sudah didiagnosis gagal jantung. Sinar X dada juga
dapat menunjukkan kelainan katup mitral dengan adanya pembesaran atrium kiri.
Klasifikasi katup atau pericardial menunjukkan aneurisma ventrikel kiri atau efusi
pericardial yang tampak sebagai jantung globular besar.

c. Elektrokardiografi
Pada pemeriksaan EKG untuk klien dengan gagal jantung dapat ditemukan kelainan
EKG seperti di bawah ini.
1. Left bundle branch block, kelainan ST/T menunjukkan disfungsi ventrikel kiri
kronis.
2. Gelombang Q menunjukkan infark sebelumnya dan kelainan segmen ST, penyakit
jantung iskemik
3. Hipertrofi ventrikel kiri dan gelombang T terbalik menunjukkan stenosis aorta
dan penyakit jantung hipertensi.
4. Aritmia : deviasi aksis ke kanan, right bundle branch block, dan hipertrofi
ventrikel kanan menunjukkan adanya disfungsi ventrikel kanan.

12
7. Penatalaksanaan
Bertujuan :
a. menurunkan kerja jantung
b. meningkatkan gurah jantung dan kontraktilitas miocard
c. menurunkan retensi garam dan air
Pelaksanaannya meliputi :
1. Tirah Baring
Kebutuhan pemompaan jantung diturunkan, untuk gagal jantung kongesti tahap akut
dan sulit disembuhkan.
2. Pemberian diuretik
Akan menurunkan preload dan kerja jantung
3. Pemberian morphin
Untuk mengatasi edema pulmonal akut, vasodilatasi perifer, menurunkan aliran balik
vena dan kerja jantung, menghilangkan ansietas karena dispnoe berat.
4. Reduksi volume darah sirkulasi
Dengan metode plebotomi, yaitu suatu prosedur yang bermanfaat pada pasien dengan
edema pulmonal akut karena tindakan ini dengan segera memindahkan volume darah
dari sirkulasi sentral, menurunkan aliran balik vena dan tekanan pengisian serta
sebaliknya menciptakan masalah hemodinamik segera.
5. Terapi nitrit
Untuk vasodilatasi perifer guna menurunkan afterload.
6. Terapi digitalis
Obat utama untuk meningkatkan kontraktilitas (inotropik), memperlambat frekwensi
ventrikel, peningkatam efisiensi jantung.
7. Inotropik positif
Dopamin
Pada dosis kecil 2,5 s/d 5 mg/kg akan merangsang alpha-adrenergik beta-
adrenergik. Dan reseptor dopamine ini mengakibatkankeluarnya katekolamin dari
sisi penyimpanan saraf. Memperbaiki kontraktilitas curah jantung isi sekuncup.
Dilatasi ginjal-serebral dan pembuluh koroner. Pada dosis maximal 10-20 mg/kg
BB akan menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan beban kerja jantung.

13
Dobutamin
Merangsang hanya betha adrenergik. Dosis mirip dopamine memperbaiki isi
sekuncup, curah jantung dengan sedikit vasokonstriksi dan tachicardi.
Tindakan-tindakan mekanis
Dukungan mekanis ventrikel kiri (mulai 1967) dengan komterpulasi balon intra
aortic / pompa PBIA. Berfungsi untuk meningkatkan aliran koroner, memperbaiki isi
sekuncup dan mengurangi preload dan afterload ventrikel kiri. Tahun 1970, dengan
extracorporeal membrane oxygenation (ECMO). Alat ini menggantikan fungsi jantung
paru. Mengakibatkan aliran darah dan pertukaran gas. Oksigenasi membrane
extrakorporeal dapat digunakan untuk memberi waktu sampai tindakan pasti seperti
bedah bypass arteri koroner, perbaikan septum atau transplantasi jantung dapat dilakukan.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL JANTUNG

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Anamnesis
a. Keluhan Utama
Keluhan yang paling sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan, meliputi :
Dispnea
Merupakan manifestasi kongesti pulmonalis sekunder dari kegagalan ventrikel
kiri dalam melakukan kontraktilitas sehingga akan mengurangi curah
sekuncup.
kelemahan fisik
Manifestasi dari penurunan curah jantung adalah kelemahan dan kelelahan
dalam melakukan aktifitas.
edema sistemik
Tekanan arteri paru dapat meningkat sebagai respons terhadap peningkatan
kronis terhadap tekanan vena paru. Hipertensi pulmonar meningkatkan
tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Mekanisme kejadian seperti yang
terjadi pada jantung kiri juga akan terjadi pada jantung kanan, di mana
akhirnya akan terjadi kongesti sistemik dan edema sistemik.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian RPS yang mendukung keluhan utama dengan melakukan serangkaian
pertanyaan tentang kronologis keluhan utama. Pengkajian yang didapat dengan
adanya gejala-gejala kongesti vascular pulmonal adalah dispnea, ortopnea, dispnea
nocturnal paroksimal, batuk, dan edema pulmonal akut. Pada pengkajian dispnea
(dikarakteristikkan oleh pernapasan cepat, dangkal, dan sensasi sulit dalam

14
mendapatkan udara yang cukup dan menekan klien) apakah mengganggu aktifitas
lainnya seperti keluhan tentang insomnia, gelisah atau kelemahan yang disebabkan
oleh dispnea).
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian RPD yang mendukung dengan mengkaji apakah sebelumnya klien pernah
menderita nyeri dada khas infark miokardium, hipertensi, DM, dan hiperlipidemia.
Tanyakan mengenai obat-obat yang biasa diminum oleh klien pada masa lalu yang
masih relevan. Obat-obat ini meliputi obat diuretik, nitrat, penghambat beta, serta
obat-obat antihipertensi. Catat adanya efek samping yang terjadi di masa lalu. Juga
harus tanyakan adanya alergi obat, dan tanyakan reaksi alergi apa yang timbul.
Seringkali klien mengacaukan suatu alergi dengan efek samping obat.
d. Riwayat Keluarga
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga, serta bila
ada anggota keluarga yang meninggal, maka penyebab kematian juga ditanyakan.
Penyakit jantung iskemik pada orang tua timbulnya pada usia muda merupakan faktor
resiko utama untuk penyakit jantung iskemik pada keturunannya.
e. Riwayat Pekerjaan dan Kebiasaan
Perawat menanyakan situasi tempat bekerja dan lingkungannya. Kebiasaan social :
menanyakan kebiasaan dalam pola hidup, misalnya minum alcohol, atau obat
tertentu. Kebiasaan merokok,sudah berapa lama, berapa batang per hari, dan jenis
rokok. Di samping pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas, maka data biografi juga
merupakan data yang perlu diketahui, yaitu : nama, umur, jenis kelamin, tempat
tinggal, suku, dan agama yang dianut oleh klien. Dalam mengajukan pertanyaan
kepada klien, hendaknya diperhatikan kondisi klien. Bila klien dalam keadaan kritis,
maka pertanyaan yang diajukan bukan pertanyaan terbuka, tetapi pertanyaan yang
jawabannya adalah ya atau tidak. Atau pertanyaan yang dapat dijawab oleh klien
dengan gerak tubuh, yaitu mengganggu atau kepala saja, sehingga tidak memerlukan
energi yang besar.
f. Psikososial
Kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat
kesakitan bernapas, dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.
Penurunan lebih lanjut dari curah jantung dapat disertai insomnia atau kebingungan.
Terdapat perubahan integritas ego didapatkan klien menyangkal, takut mati, perasaan
ajal sudah dekat, marah pada penyakit yang tak perlu, khawatir dengan keluarga,
kerja, dan keuangan. Tanda : menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata,
gelisah, marah, perilaku menyerang, focus pada diri sendiri. Interksi social : stress
karena keluarga, pekerjaan, kesulitan biaya ekonomi, kesulitan koping dengan
stressor yang ada.

2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Pada pemeriksaan umum klien gagal jantung biasanya didapatkan kesadaran yang
baik atau compos mentis dan akan berubah sesuai tingkat gangguan yang melibatkan
perfusi system saraf pusat.
b. B1 ( Breathing)
Pengkajian yang didapat dengan adanya tanda kongesti vascular pulmonal adalah
dispnea, ortopnea, dispnea nocturnal proksimal, batuk dan edema pulmonal akut.
Crackles atau ronchi basah halus secara umum terdengar pada dasar posterior paru.
Hal ini dikenali sebagai bukti gagal ventrikel kiri. Sebelum crackles dianggap sebagai

15
kegagalan pompa, klien harus diinstruksikan untuk batuk dalam guna membuka
alveoli baliaris yang mungkin dikompresi dari bawah diafragma.
c. B2 (Blood)
Inspeksi
Adanya parut pasca pembedahan jantung, dampak penurunan curah jantung,
gejala-gejala yang diakibatkan dari kongesti vaskuler pulmonal, kegagalan
ventrikel kiri juga dihubungkan dengan gejala tidak spesifik yang berhubungan
dengan penurunan curah jantung. Klien dapat mengeluh lemah, mudah lelah,
apatis, letargi, kesulitan berkonsentrasi, defisit memori, dan penurunan toleransi
latihan. Gejala ini mungkin timbul pada tingkat curah jantung rendah kronis dan
merupakan keluhan utama klien.
Palpasi
Oleh karena peningkatan frekuensi jantung merupakan respons awal jantung
terhadap stres, takikardia mungkin dicurigai dan sering ditemukan pada
pemeriksaan klien dengan kegagalan pompa jantung. Irama lain yang
berhubungan dengan kegagalan pompa jantung meliputi : kontraksi atrium
premature, takikardi atrium proksimal, dan denyut ventrikel premature.
Auskultasi
Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan isi sekuncup. Tanda fisik
yang berkaitan dengan kegagalan ventrikel kiri dapat dikenali dengan mudah di
bagian yang meliputi : bunyi jantung ketiga dan keempat (S3, S4) serta crakles
pada paru-paru
Perkusi
Batas jantung ada pergeseran yang menandakan adanya hipertropi jantung
(kardiomegali).
d. B3 (Brain)
Kesadaran biasanya compos mentis, didapatkan sianosis perifer apabila gangguan
perfusi jaringan berat. Pengkajian objektif klien : wajah meringis, menangis, merintih,
meregang dan menggeliat.
e. B4 (Bladder)
Pengukuran volume keluaran urine berhubungan dengan asupan cairan, karena itu
perawat perlu memantau adanya oliguria karena perupakan tanda awal dari syok
kardiogenik. Adanya edems ekstremitas menendakan adanya retensi cairan yang
parah.
f. B5 (Bowel)
Klien biasanya didapatkan mual dan muntah, penurunan nafsu makan akibat
pembesaran vena dan stasis vena di dalam rongga abdomen, serta penurunan berat
badan.
g. B6 (Bone)
Demam ringan dan keringat berlebihan, kulit pucat dan dingin diakibatkan oleh
vasokontriksi perifer, penurunan lebih lanjut dari curah jantung dan meningkatnya
kadar hemoglobin tereduksi mengakibatkan sianosis.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Aktual/resiko tinggi nyeri dada yang b/d kurangnya suplai darah ke miokardium,
perubahan metabolisme, dan peningkatan produksi asam laktat.
2. Aktual/resiko tinggi kerusakan pertukaran gas yang b/d perembesan cairan, kongesti paru
sekunder, perubahan membrane kapiler alveoli, dan retensi cairan intrastisiil.

16
3. Aktual/resiko tinggi pola napas tidak efektif yang b/d pengembangan paru tidak optimal,
kelebihan cairan di paru.
4. Aktual/resiko tinggi gangguan perfusi perifer yang b/d menurunnya curah jantung.
5. Aktual/resiko tinggi penurunan tingkat kesadaran yang b/d penurunan aliran darah ke
otak.
6. Aktual/resiko tinggi menurunnya curah jantung, yang b/d penurunan kontraktilitas
ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama dan konduksi elektrikal.
7. Aktual/resiko tinggi terhadap kelebihan volume cairan yang b/d penurunan perfusi organ.
8. Aktual/resiko tinggi perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang b/d penurunan
intake, mual, dan anoreksia.
9. Aktual/resiko tinggi cedera yang b/d pusing dan kelemahan.
10. Aktual/resiko tinggi konstipasi yang b/d penurunan intake, serat dan penurunan bising
usus.
11. Intoleransi aktifitas yang b/d ketidakseimbangan antara suplai oksigen ke jaringan dengan
kebutuhan sekunder penurunan curah jantung.
12. Gangguan pemenuhan istirahat dan tidur yang b/d adanya sesak napas.
13. Cemas yang b/d rasa takut akan kematian, penurunan status kesehatan, situasi krisis,
ancaman atau perubahan kesehatan.
14. Koping individu tidak efektif yang b/d prognosis penyakit, gambaran diri yang salah,
perubahan peran.
15. Risiko ketidakpatuhan terhadap aturan terapeutik yang b/d tidak mau menerima
perubahan pola hidup yang sesuai.

C. INTERVENSI

Dx. 1 : Aktual/resiko tinggi nyeri dada yang b/d kurangnya suplai darah ke miokardium,
perubahan metabolisme, dan peningkatan produksi asam laktat.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam tidak ada keluhan dan terdapat penurunan respon nyeri
dada.
Kriteria : Secara subjektif klien menyatakan penurunan rasa nyeri dada. Secara objektif
didapatkan TTV dalam batas normal, wajah rileks, tidak terjadi penurunan perfusi perifer,
urin >600 ml/hari.
Kaji karakteristik nyeri, lokasi, intensitas, lama, dan penyebarannya.
Rasional : variasi penampilan dan perilaku klien karena nyeri terjadi sebagai temuan
pengkajian.
Anjurkan kepada klien untuk melaporkan nyeri dengan segera.
Rasional : nyeri berat dapat menyebabkan syok kardiogenik yang berdampak pada
kematian mendadak.
Lakukan manajemen nyeri keperawatan :
1. Atur posisi fisiologis
Rasional : posisi fisiologis akan meningkatkan asupan O2 ke jaringan yang
mengalami iskemia.
2. Istirahatkan klien

17
Rasional : istirahat akan menurunkan kebutuhan O2 ke perifer.
3. Berikan O2 tambahan dengan nasal kanul atau masker sesuai dengan indikasi.
Rasional : Menigkatkan jumlah O2 yang ada untuk pemakaian miokardium sekaligus
mengurangi ketidaknyamanan sampai dengan iskemia.
4. Manajemen lingkungan : lingkungan tenang dan batasi pengunjung.
Rasional : Dapat menurunkan stimulus nyeri eksternal dan pembatasan pengunjung
akan meningkatkan kondisi O2 ruangan yang akan berkurang apabila banyak
pengunjung yang berada di ruangan.
5. Ajari teknik relaksasi pernapasan dalam.
Rasional : Menigkatkan asupan O2 sehingga akan menurunkan nyeri sekunder dari
iskemia otak.
6. Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri.
Rasional : Dapat menurunkan stimulus internal dengan mekanisme peningkatan
produksi endorphin dan enkefalin yang dapat memblok reseptor nyeri untuk tidak
dikirimkan ke korteks serebri sehingga menurunkan persepsi nyeri.
7. Lakukan manajemen sentuhan.
Rasional : Masase ringan dapat meningkatkan aliran darah kemudian dengan otomatis
membantu suplai darah dan O2 ke area nyeri serta menurunkan sensasi nyeri.
Kolaborasi pemberian terapi farmakologis antiangina.
Rasional : Untuk meningkatkan aliran darah, baik dengan menambah suplai O2 atau
dengan mengurangi kebutuhan miokardium atau O2.
Antiangina (Nitrogliserin)
Rasional : Untuk control nyeri dengan efek vasodilatasi koroner.
Analgesik : morfin 2-3 mg intravena
Rasional : Menurunkan nyeri hebat, memberikan sedasi, dan mengurangi kerja
miokard.

Dx. 2 : Aktual/resiko tinggi kerusakan pertukaran gas yang b/d perembesan cairan, kongesti
paru sekunder, perubahan membrane kapiler alveoli, dan retensi cairan intrastisiil.
Tujuan : Dalam waktu 3x24jam tidak ada keluhan sesak atau terdapat penurunan respon
sesak napas.
Kriteria : Secara subjektif klien menyatakan penurunan sesak napas, secara obyektif
didapatkan TTV dalam batas normal (RR 16-20x/menit), tidak ada penggunaan otot-otot
bantu napas, analisis gas darah dalam batas normal.
Berikan tambahan O2 6 L/menit.
Rasional : Untuk meningkatkan konsentrasi O2 dalam proses pertukaran gas.
Pantau saturasi (oksimetri) Ph, BE, HCO3 (dengan BGA).
Rasional : Untuk mengetahui tingkat oksigenasi pada jaringan sebagai dampak adekuat
tidaknya proses pertukaran gas.
Koreksi keseimbangan asam basa.
Rasional : Mencegah asidosis yang dapat memperberat fungsi pernapasan.
Cegah atelektasis dengan melatih batuk efektif dan napas dalam.

18
Rasional : Kongesti yang berat akan memperburuk proses pertukaran gas sehingga
berdampak pada timbulnya hipoksia.
Kolaborasi :
RL 500 cc/24 jam
Digoxin 1-0-0
Rasional : meningkatkan lontraktilitas otot jantung sehingga dapat mengurangi timbulnya
edema dan dapat mencegah gangguan pertukaran gas.
Furosemid 2-1-0
Rasional : Membantu mencegah terjadinya retensi cairan dengan menghambat ADH.

Dx. 3 : Aktual/resiko tinggi pola napas tidak efektif yang b/d pengembangan paru tidak
optimal, kelebihan cairan di paru.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam tidak terjadi perubahan pola napas.
Kriteria : Klien tidak sesak napas, RR dalam batas normal 16-20x/menit, respon batuk
berkurang.
Auskultai bunyi napas (krakles)
Rasional : Indikasi edema paru sekunder akibat dekompensasi jantung.
Kaji adanya edema
Rasional : Curiga gagal kongestif/kelebihan volume cairan
Ukuran intake dan output
Rasional : Penurunan curah jantung menyebabkan gangguan perfusi ginjal, retensi
natrium/air, dan penurunan keluaran urine.
Timbang berat badan
Rasional : Perubahan tiba-tiba dari berat badan dapat menunjukkan gangguan
keseimbangan cairan.
Pertahankan pemasukan total cairan 2000 ml/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler.
Rasional : Memenuhi kebutuhan cairan tubuh orang dewasa, tetapi memerlukan
pembatasan dengan adanya dekompensasi jantung.
Kolaborasi
Berikan diet tanpa garam.
Rasional : Natrium meningkatkan retensi cairan dan meningkatkan volume plasma
yang berdampak terhadap peningkatan beban kerja jantung dan akan membuat
kebutuhan miokardium meningkat.
Berikan diuretik, contoh : furosemid, sprinolakton, dan hidronakton.
Rasional : Untuk menurunkan volume plasma dan retensi cairan di jaringan, sehingga
menurunkan risiko terjadinya edema paru.
Pantau data laboratorium
Rasional : Hipokalemia dapat membatasi keefektifan terapi.

Dx. 4 : Aktual/resiko tinggi gangguan perfusi perifer yang b/d menurunnya curah jantung.
Tujuan : Dalam waktu 2x24 jam perfusi perifer meningkat.
Kriteria : Klien tidak mengeluh pusing, TTV dalam batas normal, CRT <3 detik, urine
>600ml/hari.

19
Auskulatasi TD. Bandingkan kedua lengan ; ukur dalam keadaan berbaring, duduk atau
berdiri bila memungkinkan.
Rasional : Hipotensi dapat terjadi juga disfungsi ventrikel, hipertensi juga fenomena
umum yang berhubungan dengan nyeri cemas karena pengeluaran katekolamin.
Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi perifer dan diaphoresis secara teratur.
Rasional : Mengetahui derajat hipoksemia dan peningkatan tahanan perifer.
Kaji kualitas peristaltic, jika perlu pasang sonde.
Rasional : Mengetahui pengaruh hipoksia terhadap fungsi saluran cerna, serta dampak
penurunan elektrolit.
Kaji adanya kongesti hepar pada abdomen kanan atas.
Rasional : Sebagai dampak gagal jantung kanan, jika berat akan ditemukan adanya tanda
kongesti.
Pantau urin output
Rasional : Pemantauan yang ketat pada produksi urine <600 ml/hari merupakan tanda-
tanda terjadinya syok kardiogenik.
Catat adanya murmur.
Rasional : Menunjukkan gangguan aliran darah dalam jantung (kelainan katup, kerusakan
septum, atau vibrasi otot papilar).
Pantau frekuensi jantung dan irama.
Rasional : Perubahan frekuensi dan irama jantung menunjukkan komplikasi disritmia.
Berikan makanan kecil/mudah dikunyah, batasi asupan kafein.
Rasional : Makanan besar dapat meningkatkan kerja miokardium. Kafein dapat
merangsang langsung ke jantung sehingga meningkatkan frekuensi jantung.
Kolaborasi
Pertahankan cara masuk hearin (IV) sesuai indikasi.
Rasional : Jalur yang paten penting untuk pemberian obat darurat.

Dx. 4 : Aktual/resiko tinggi penurunan tingkat kesadaran yang b/d penurunan aliran darah ke
otak.
Tujuan : dalam waktu 2x24 jam tidak terjadi penurunan tingkat kesadaran dan dapat
mempertahankan cardiac output secara adekuat guna meningkatkan perfusi jaringan otak.
Kriteria : klien tidak mengeluh pusing, TTV dalam batas normal, sesak napas, mual/muntah,
tanda diaphoresis dan pucat/sianosis hilang, akral hangat, kulit segar, BJ tunggal kuat, irama
denyut sinus, produksi urine > 30 ml/jam, respons verbal baik, EKG normal, JVP < 3 cm
H2O, BUN/kreatinin normal.
Kaji status mental klien secara teratur.
Rasional : Mengetahui derajat hipoksia pada otak.
Observasi perubahan sensori dan tingkat kesadaran pasien yang menunjukkan penurunan
perfusi otak (gelisah, bingung, apatis, somnolen).
Rasional : Bukti actual terhadap penurunan aliran darah ke jaringan serebral adalah
adanya perubahan respons sensori dan penurunan tingkat kesadaran pada fase akut dsri
kegagalan yang harus diawasi secara ketat.
Kurangi aktifitas yang merangsang timbulnya respons valsava/aktifitas.

20
Rasional : Respons valsava akan meningkatkan beban jantung sehingga akan
menurunkan curah jantung ke otak.
Catat adanya keluhan pusing.
Rasional : Keluhan pusing merupakan manifestasi penurunan suplai darah ke jaringan
otak yang parah.
Pantau frekuensi jantung dan irama.
Rasional : Perubahan frekuensi dan irama jantung menunjukkan komplikasi disritmia.
Jangan memberikan digitalis bila didapatkan perubahan denyut jantung, bunyi jantung,
atau perkembangan toksisitas digitalis.
Rasional : Efek dari toksisitas digitalis dengan peningkatan denyut jantung akan
merangsang terjadinya disritmia, sehingga memerlukan pemantauan yang lebih ketat
untuk menghindari penurunan tingkat kesadaran.
Kolaborasi
Pertahankan cara masuk heparin (IV) sesuai indikasi.
Rasional : Jalur yang paten penting untuk pemberian obat darurat.

D. EVALUASI
Hasil yang diharapkan pada proses perawatan klien dengan gagal jantung.
1. Bebas dari nyeri.
2. Terpenuhinya aktifitas sehari-hari.
3. Menunjukkan peningkatan curah jantung.
Tanda-tanda vital kembali normal.
Terhindar dari resiko penurunan perfusi perifer.
Tidak terjadi kelebihan volume cairan.
Tidak sesak.
Edema ekstremitas tidak terjadi.
4. Menunjukkan penurunan kecemasan.
5. Memahami penyakit dan tujuan perawatannya.
Mematuhi semua aturan medis.
Mengetahui kapan harus meminta bantuan medis bila nyeri menetap atau sifatnya
berubah.
Memahami cara mencegah komplikasi dan menunjukkan tanda-tanda bebasdari
komplikasi.
Menjelaskan proses terjadinya gagal jantung.
Menjelaskan alasan tindakan pencegahan komplikasi.
Mematuhi program perawatan diri.

21
Menunjukkan pemahaman mengenai terapi farmakologi.
Kebiasaan sehari-hari mencerminkan penyesuaian gaya hidup.

BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasar definisi patofisiologik gagal jantung (decompensatio cordis) atau dalam
bahasa inggris Heart Failure adalah ketidakmampuan jantung untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan pada saat istirahat atau kerja ringan. Hal tersebut
akan menyebabkan respon sistemik khusus yang bersifat patologik (sistem saraf,
hormonal, ginjal, dan lainnya) serta adanya tanda dan gejala yang khas (Fathoni,
2007).

Gagal jantung disebabkan oleh banyak kondisi yang merusak otot jantung, termasuk:
- Penyakit arteri koroner
- Serangan jantung
- Cardiomyopathy
- Kondisi yang menyebabkan jantung bekerja melampaui batas kemampuan.
-Abnormal pressure over load (sistolik over load
- Abnormal volume over load (diastolic over load
-Kenaikan kebutuhan metabolisme beban kebutuhan sirkulasi badan melampaui daya
kerja jantung (high output failure)
- Gangguan pengisian dari ventrikel

B. SARAN

22
Saran sesuai dengan masalah yang telah disimpulkan oleh penulis, pada akhir makalah
penulis memberikan saran bahwa untuk penaggulangan penyakit decompensatio
cordis, masyarakat harus mengurangi kebiasaan merokok, pengurangan makanan
berkolesterol tinggi, makanan berlebih yang menyebabkan obesitas, perbanyak makan
sayur dan buah, kurangi stress dan lainnya yang telah tertulis dalam makalah guna
memperkecil resiko decompensatio cordis.

DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin,Arif.2009.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskuler dan Hematologi.Jakarta:Salemba Medika

http://rumahkitabro.blogspot.com/2010/11/asuhan-keperawatan-decompensasi-cordis.html

http://ackogtg.wordpress.com/2009/03/10/gagal-jantung-decompensatio-cordis/

http://id.shvoong.com/medicine-and-health/1957114-penyebab-gagal-jantung/#ixzz1gysJ5RHg

http://forum.upi.edu/v3/index.php?topic=15379.0

http://bestbuydoc.com/id/doc-file/10505/pengertian-decompensasi-cordis-adalah-kegagalan-jantung-
dalam-upaya-untuk-mempertahankan-peredaran-darah-sesuai-dengan-kebutuhan-tubuh.html

http://www.naturindonesia.com/penyakit-jantung/gagal-jantung.html

http://medicastore.com/penyakit/3/Gagal_Jantung.html

http://kuliahitukeren.blogspot.com/2011/03/definisi-gagal-jantung.html

23

Вам также может понравиться