Вы находитесь на странице: 1из 11

Keberhasilan Indacaterol / Glycopyrronium untuk Pasien PPOK yang

memiliki Peningkatan Dyspnea dengan Aktivitas Harian


ABSTRAK
Pendahuluan: The Global initiative for chronic Obstructive Lung Disease (GOLD)
merekomendasikan penanganan pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK) didasarkan pada penilaian gabungan tingkat keparahan gejala dan
keterbatasan aliran udara dan/atau risiko eksaserbasi. Menurut GOLD, pasien
dengan keterbatasan aliran udara ringan hingga sedang dan memiliki gejala yang
mengganggu seperti dyspnea harus diobati dengan obat beta-agonis kerja panjang
(LABA) atau antagonis muskarinik kerja panjang (LAMA). Jika gejala berlanjut
pada monoterapi, GOLD merekomendasikan sebuah kombinasi dari bronkodilator
(LABA / LAMA).
Metode: Kami melakukan analisis data post-hoc dari dua 26 minggu, uji klinis
prospektif untuk menyelidiki efek obat pada pasien dengan dyspnea sedang-hingga-
berat dengan kombinasi LABA / LAMA Indacaterol / glycopyrronium (IND / GLY)
110 / 50g sehari sekali dibandingkan dengan plasebo, tiotropium 18g sekali
sehari, dan Salmeterol / flutikason propionat (SFC) 50 / 500g dua kali sehari.
Dalam analisis ini, Skor 7 Indeks Dyspnea Baseline (BDI) digunakan untuk
mengidentifikasi pasien dyspneic.
Hasil: Pada pasien dyspneic, IND / GLY secara signifikan meningkatkan total nilai
Transition Dyspnea Index (TDI) dibandingkan dengan tiotropium (0,59 unit; p
<0,05) dan SFC (0,97 unit; p <0,05), dan secara signifikan meningkatkan
kemungkinan pasien mencapai peningkatan 1 unit TDI dibandingkan dengan
tiotropium (rasio odds [OR] 1,87; P <0,05). IND / GLY juga meningkat secara
signifikan melalui volume ekspirasi paksa dalam 1 detik (FEV1) dibandingkan
dengan tiotropium dan SFC (p <0,001 dan p <0,0001, masing-masing), dan secara
signifikan mengurangi penggunaan obat penyelamat dibandingkan dengan
tiotropium (p <0,001).
Kesimpulan: Analisis menunjukkan bahwa IND / GLY memberikan perbaikan
lebih pada dyspnea dan fungsi paru-paru dibandingkan dengan tiotropium dan SFC
pada pasien dyspneic.
INTRODUKSI
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah sebuah penyakit heterogen1. Dalam
kategori individu keterbatasan aliran udara (Global initiative for chronic
Obstructive Lung Disease [GOLD]2 grades), tinggi variabilitas diamati pada gejala,
status kesehatan, kapasitas olahraga, dan frekuensi eksaserbasi.1 Dalam sebuah
analisis factor-loading, pasien dengan PPOK (terutama yang berat), variabilitas
pada gejalanya berkontribusi lebih dari variabel lain dalam menjelaskan penyakit
heterogenitas.3 Oleh karena itu, pasien dengan keterbatasan aliran udara yang berat
belum tentu memiliki status kesehatan yang buruk atau beban gejala yang tinggi,
dan sebaliknya.1 Karena penelitian menunjukkan bahwa hanya ada korelasi
sederhana antara keterbatasan aliran udara, gejala, dan status kesehatan,4,5 GOLD
menyarankan bahwa post-bronchodilator volume ekspirasi paksa dalam 1 detik
(FEV1) saja adalah sebuah deskripsi status penyakit COPD yang tidak lengkap, dan
Tidak cukup menangkap heterogenitas penyakit.2 Untuk alasan ini, GOLD
merekomendasikan kombinasi penilaian tingkat keparahan gejala, keterbatasan
aliran udara, dan/atau risiko eksaserbasi untuk evaluasi efektif status penyakit
pasien dengan COPD. 2
Dyspnea adalah gejala utama PPOK dan penyebab kecacatan mayor. 2 Tingkat
keparahan dyspnea dapat diukur menggunakan berbagai alat selain kuesioner
Medical Research Council (mMRC) termodifikasi yang direkomendasikan oleh
GOLD untuk penilaian gejala. Baseline Dyspnea Index (BDI) dan Transition
Dyspnea Indeks (TDI) banyak digunakan untuk pengukuran Dyspnea dalam uji
klinis. BDI dan TDI menyediakan pengukuran multidimensi, berbasis wawancara
dari sesak nafas pada aktivitas kehidupan sehari-hari melalui penilaian 3 komponen
yang memprovokasi gangguan bernafas: gangguan fungsional, besarnya tugas, dan
besarnya usaha. Untuk menetapkan tingkat keparahan dyspnea pada baseline
menggunakan BDI, masing-masing dari 3 komponen diukur dan dinilai pada skala
mulai dari 0 (berat) sampai 4 (tidak terganggu), dengan total skor BDI dari 12
diperoleh dengan menambahkan nilai keseluruhan untuk setiap komponen. Skor
BDI yang lebih rendah mengindikasikan adanya tingkat keparahan dyspnea yang
lebih tinggi pada awal.
Skor BDI berkorelasi baik dengan kelas mMRC dan pengukuran lain untuk dyspnea
pada pasien dengan PPOK, serta dengan kapasitas latihan, kualitas hidup, juga
angka kematian. Bagaimanapun, skor BDI hanya berkorelasi sederhana (tapi
signifikan) dengan fungsi paru-paru. Beberapa perbandingan skala dyspnea yang
berbeda telah menunjukkan bahwa BDI memiliki tingkat realibilitas dan validitas
tertinggi.
Pengobatan yang dianjurkan untuk pasien dengan PPOK ringan hingga sedang yang
mengalami dyspnea adalah monoterapi dengan obat beta2-agonis kerja panjang
(LABA) atau antagonis muskarinik kerja panjang (LAMA). Jika Pasien terus
mengalami dyspnea, atau jika dyspnea berat, GOLD merekomendasikan
penggunaan kombinasi LABA dan LAMA.
Tujuan analisis post-hoc ini adalah untuk menyelidiki efektifitas dosis tetap
kombinasi LABA / LAMA QVA149 (indacaterol / glycopyrronium [IND / GLY]
110 / 50g) pada pasien PPOK yang mengalami dyspnea sedang hingga berat sejak
awal. Pasien disleksia diidentifikasi berdasarkan BDI Skor7. Kami secara umum
meneliti dyspnea dan status kesehatan, hasil dari laporan pasien, secara analisis
suportif fungsi paru dan penggunaan obat penyelamat.

Tujuan kami adalah untuk mengkonfirmasi keefektifan LABA / LAMA dalam


pengobatan pasien dyspnea, seperti yang direkomendasikan dalam strategi
pengobatan GOLD, dibandingkan dengan monoterapi LAMA yang biasa
diresepkan dan LABA / kortikosteroid inhalasi (ICS) salmeterol / Flutikason
propionat (SFC).
Metode
Desain Penelitian
Analisis post hoc ini dilakukan dengan menggunakan data dari 2 studi klinis IND /
GLY yang terpenting, SHINE14 dan ILLUMINATE. Penelitian ini dipilih
berdasarkan pada kesamaan dalam durasi (26 minggu), titik akhir yang dipelajari
(titik akhir utama pada kedua penelitian adalah fungsi paru-paru), dan populasi
pasien (kedua penelitian terdaftar sebagai pasien simtomatik dengan PPOK sedang
hingga berat; Sebagian besar pasien di kedua penelitian tersebut memiliki moderat
PPOK). Penelitian tidak dikombinasikan untuk analisis, tapi untuk dianalisis secara
terpisah.
Rincian lengkap tentang SHINE dan ILLUMINATE telah dipublikasikan
sebelumnya. Secara singkat, SHINE (NCT01202188) adalah sebuah studi 26
minggu, terandomisasi, dan terkontrol dibandingkan IND / GLY 110 / 50g dengan
IND 150g, GLY 50g, label terbuka tiotropium 18g, dan plasebo, semua
diberikan sehari sekali. ILLUMINATE (NCT01315249) adalah penelitian yang
terandomisasi selama 26 minggu, membandingkan IND / GLY 110 / 50g sehari
sekali dengan SFC 50 / 500g dua kali sehari, keduanya diberi secara double blind.
Titik akhir primer pada SHINE dan ILLUMINATE adalah melalui FEV1 untuk
IND / GLY dibandingkan dengan IND dan GLY, dan area FEV1 di bawah kurva
mulai dari 0 hingga 12 jam (FEV1 AUC0-12h) untuk IND / GLY dibandingkan
dengan SFC secara respektif (keduanya pada 26 minggu). Titik akhir sekunder
dalam kedua penelitian tersebut meliputi skor total TDI, penggunaan obat
penyelamat setiap hari, dan total skor St. Georges Respiratory Questionnaire
(SGRQ). Keamanan dan ketoleransiannya juga dinilai dalam kedua studi tersebut.
Di dalam analisis post-hoc, kami mempelajari perbedaan perlakuan IND / GLY bila
dibandingkan dengan plasebo dan pengobatan tiotropium serta SFC pada pasien
dengan PPOK yang mengalami dyspnea sedang hingga berat sejak awal. Kami
berfokus pada dyspnea dan status kesehatan, dengan analisis suportif dari fungsi
paru dan penggunaan obat penyelamat. Eksaserbasi tidak diselidiki karena studi
yang teranalisis tidak optimal untuk menentukan perubahan yang berarti dalam
tingkat eksaserbasi.
Pasien
SHINE dan ILLUMINATE mendaftarkan pria dan wanita berusia 40 tahun, yang
terdiagnosa PPOK sedang hingga berat (stage II atau III menurut Kriteria GOLD
2008), dan dengan riwayat merokok 10 pack year. Pada screening, pasien diminta
untuk melakukan sebuah tes post-bronchodilator FEV1 30% dan <80% dari nilai
prediksi normal SHINE, juga tes post-bronchodilator FEV1 40% dan <80% dari
nilai prediksi normal LIGHT. Pasien yang terdaftar dalam kedua penelitian
melakukan tes post-bronchodilator FEV1 / kapasitas vital paksa (FVC) rasio <70%.
Pasien harus bergejala sejak awal kedua penelitian, dinilai menggunakan electronic
diary (eDiary) harian pasien yang sudah selesai. Gejala dipantau selama periode 14
hari berturut-turut dan diukur dalam skala 0 hingga 3 (di mana 0 mengacu pada
tidak ada gejala). Pasien dengan total skor gejala 1 pada 4 hari atau lebih dari 7
hari terakhir sebelum Visit 3 (hari 1) diklasifikasikan sebagai bergejala. Penderita
eksaserbasi PPOK memerlukan pengobatan dengan antibiotik, kortikosteroid
sistemik atau rawat inap yang dikecualikan dari SHINE bila eksaserbasi terjadi
selama 6 minggu sebelum penelitian, dan dari ILLUMINATE bila eksaserbasi
terjadi dalam 1 tahun sebelum penelitian. Penderita infeksi saluran pernafasan
dalam 4 minggu sebelum kunjungan 1 dikecualikan pada kedua penelitian.
Penggunaan ICS secara bersamaan (dalam dosis konstan dan rejimen dosis minimal
1 bulan) diizinkan pada SHINE, tapi tidak dalam ILLUMINATE. Pasien diberi
inhaler salbutamol untuk digunakan sebagai obat penyelamat selama kedua studi
tersebut.
Penilaian dan Variabel
Pada SHINE dan ILLUMINATE, dispnea diukur menggunakan BDI pada saat awal
dan TDI di minggu ke 12 dan 26. Status kesehatan diukur dengan menggunakan
SGRQ di saat awal, minggu ke 12 maupun mingu ke 26 dari kedua penelitian. Di
SHINE, FEV1 dinilai sejak awal, hari ke 1 , hari ke 2, serta minggu ke 2, 4, 8, 12,
16, 20, dan 26. Dalam ILLUMINATE, FEV1 dinilai di saat awal, hari ke 1, dan
minggu ke 6, 12, 18, dan 26. Penggunaan obat penyelamat dalam 2 penelitian
diukur selama 26 minggu masa pengobatan menggunakan eDiary.
Studi menunjukkan bahwa skor BDI 7 berkorelasi dengan sebuah kelas mMRC
2, cut-off dari GOLD untuk pasien bergejala. Oleh karena itu pasien dengan skor
BDI 7 dipilih sebagai subkelompok untuk mewakili pasien dengan dyspnea
sedang hingga sangat berat. Pasien dengan skor BDI 7 memiliki kelainan
fungsional sedang hingga sangat berat dan sesak nafas saat berusaha sedang hingga
tidak berusaha dan saat melakukan beberapa aktivitas. Data dari stratifikasi lebih
luas skor BDI 6 dan 8 juga dianalisis untuk memberikan informasi lebih lanjut
tentang khasiat IND / GLY pada pasien yang memiliki dyspnea berat sejak awal.
Analisis statistik
Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan software statistik SAS versi 9.3
(SAS Institute, Cary, Carolina Utara). Parameter demografi utama dianalisis
dengan menggunakan statistik deskriptif. TDI, perubahan dalam FEV1, rata-rata
penggunaan obat penyelamat (puff / hari), dan nilai total SGRQ dinilai melalui
model campur dengan pengobatan, titik awal FEV1, reversibilitas komponen
FEV1, status merokok awal, penggunaan ICS awal, wilayah, dan pusat (wilayah)
sebagai kovariat. Perbedaan proporsi pasien dengan peningkatan 1 unit total skor
TDI dan proporsi pasien dengan peningkatan 4 unit di total skor SGRQ dinilai
melalui regresi logistik, dengan menggunakan kovariat yang sama seperti yang
digunakan untuk variabel efikasi lainnya. Untuk analisis post-hoc ini, pengamatan
terakhir yang membawa nilai-nilai 26 minggu digunakan.
HASIL
Pasien
Distribusi skor BDI dalam SHINE dan ILLUMINATE menunjukkan bahwa
kebanyakan pasien setidaknya bergejala sedang berdasarkan skor BDI (Gambar 1).
Demografi dan karakteristik awal pasien dari total populasi penelitian dan
subkelompok BDI 7 ditampilkan pada Tabel 1. Tujuh puluh lima persen pasien
dari total populasi SHINE dan 71% pasien dari total populasi ILLUMINATE
memiliki skor BDI 7. Populasi penelitian total dan subkelompok BDI 7 adalah
kelompok Mirip dalam hal usia, jenis kelamin, dan status merokok. Sedikit proporsi
pasien lebih tinggi dalam sub kelompok BDI 7 memiliki PPOK yang parah bila
dibandingkan dengan jumlah populasi untuk SHINE (41,4% dan 36,3%) dan
ILLUMINATE (24,0% dan 19,7%). Berarti, post-bronchodilator FEV1 serupa
antara total populasi dan sub kelompok BDI 7 untuk SHINE (55,2% dan 53,6%)
dan ILLUMINATE (masing-masing 60,2% dan 58,7%). Sekitar setengah dari
pasien SHINE dan ILLUMINATE memiliki skor BDI 6, dan 84% pasien SHINE
dan 81% pasien ILLUMINATE memiliki skor BDI 8.
Efektivitas dalam Subkelompok BDI 7
Dyspnea
Skor Total TDI
IND / GLY secara signifikan memperbaiki dyspnea saat dibandingkan dengan
plasebo, tiotropium, dan SFC, dengan perbedaan pengobatan 1,13 unit (p <0,001),
0,59 unit (p <0,05), dan 0,97 unit (p <0,05), secara respektif (Gambar 2 dan Tabel
2).
Responden TDI
secara signifikan IND / GLY meningkatkan proporsi pasien dalam mencapai
peningkatan 1 unit total TDI Skor dibandingkan dengan plasebo (rasio odds [OR]
2,25; 95% confidence interval [CI] 1,33, 3,80 [p <0,05]) dan Tiotropium (OR
1,87; 95% CI 1,23, 2,84 [p <0,05]) (Gambar 3 dan Tabel 2). Ada perbedaan yang
tidak signifikan dan numerik dalam proporsi pasien yang mencapai peningkatan 1
unit dalam total skor TDI dengan IND / GLY dibandingkan dengan SFC (OR
1,46; 95% CI 0,91, 2,35 [p = 0,177]).
Gambar 1. Distribusi pasien pada awal penelitian SHINE dan ILLUMINATE oleh skor BDI
Table 1. Demografik dan Karakteristik Awal dari Total Studi Populasi dan
Subgrup BDI 7 pada Studi SHINE dan ILLUMINATE.

Gambar 2. Perbedan Mean Pengobtan total


score TDI pada minggu 26 pasien dengan
BDI score 7
Gambar 3. Proporsi Pasien dengan Gambar 4. Perubahan SGRQ pada 26
Perbaikan 1 Unit dalam TDI dengan Skor Minggu Pertama Pasien dengan Skor 7
7

Gambar 6. Rata-rata Perbedan Pengobatan dalam


Gambar 5. Proporsi Pasien dengan FEV1 Minggu 26 pada Pasien Skor BDI 7
Perbaikan 4 Unit dalam Skor SGRQ Pasien
dengan Skor BDI 7

Status kesehatan
Skor Total SGRQ
IND / GLY secara signifikan meningkatkan nilai total SGRQ dibandingkan dengan
plasebo, dengan perbedaan perlakuan -2,57 unit (p <0,05; Gambar 4 dan Tabel 2).
terdapat perbedaan numerik yang tidak signifikan dalam jumlah SGRQ skor antara
IND / GLY dan tiotropium (perlakuan perbedaan: -1,55 unit [p = 0,177]) dan IND
/ GLY dan SFC (perbedaan perlakuan: -1,06 [p = 0,414]).
SGRQ Responders
Tidak ada perbedaan yang signifikan pada proporsi pasien yang mencapai
peningkatan 4 unit dalam total SGRQ skor dengan IND / GLY dibandingkan
dengan plasebo (OR 1,20; 95% CI 0,76, 1,89 [p = 0,425]), tiotropium (OR 1,11;
95% CI 0,78, 1,58 [p = 0,570]) atau SFC (OR 1,30; 95% CI 0,08, 22,51 [p = 0,451])
(Gambar 5 dan Tabel 2).
Fungsi Paru
IND / GLY meningkat secara signifikan melalui FEV1 dibandingkan dengan
plasebo, tiotropium, dan SFC, dengan perbedaan pengobatan masing-masing 0,19
L (p <0,0001), 0,06 L (p <0,001), dan 0,10L (p <0,0001) (Gambar 6 dan Tabel 2).
Penggunaan Obat Penyelamat (Rescue Medication)
IND / GLY secara signifikan meningkatkan penggunaan obat penyelamat (rescue
medication) dibandingkan dengan plasebo dan tiotropium, dengan perbedaan
pengobatan -0,92 puff / hari (p <0,0001) dan -0,59 puff / hari (p <0,001), masing-
masing (Gambar 7 dan Tabel 2). Terdapat perbedaan numerik yang tidak signifikan
dalam penggunaan obat penyelamat (rescue medicine) antara IND / GLY dan SFC
(perbedaan perlakuan: -0,24 puff / hari [p = 0,235]).

Gambar 7. Perbedan Rata -rata Pengobatan dalam Perubahan


Angka Rata-rata Awal Harian dari Puffs Obat Penyelamat
pasien dengan Skor BDI 7 Lebih dari 26 Minggu

Efektivitas pada subkelompok BDI 6 dan BDI 8


Hasil untuk stratifikasi BDI 6 dan BDI 8

Sebagian besar serupa dengan sub kelompok BDI 7, untuk semua titik akhir yang
telah dipelajari (Tabel 2). Namun, subkelompok BDI 7 menunjukkan efek terbesar
pada skor TDI, proporsional dengan peningkatan TDI dan FEV1.
Pembahasan
Pada analisis post-hoc menunjukkan keefektifan relatif IND / GLY dibandingkan
dengan plasebo, tiotropium, dan SFC pada pasien dengan dyspnea sedang-berat,
berdasarkan skor BDI 7. Menurut kuesioner BDI, pasien dengan skor BDI 7
memiliki gangguan fungsional sedang sampai sangat parah dan mengalami sesak
napas sedang-ke-tidak bisa . Pada pasien ini, gejala dapat mempengaruhi
kemampuan bekerja dan melakukan kegiatan seperti biasa.
Pada pasien dyspneic dengan keterbatasan aliran udara ringan sampai sedang dan
tidak ada riwayat eksaserbasi (GOLD Group B), monoterapi dengan bronchodilator
jangka panjang dapat memberikan perbaikan pada dispnea, fungsi paru-paru, dan
penggunaan obat penyelamat (rescue medicine) yang signifikan dibandingkan
dengan placebo. Namun, beberapa pasien tetap mengalami dyspnea meski
mendapat monoterapi bronchodilator . Menurut GOLD, sebuah kombinasi
bronkodilator kerja lama dapat dipertimbangkan jika gejala dyspnea tidak membaik
dengan monoterapi.
Meskipun analisis berdasarkan tingkat keparahan pembatasan aliran udara tidak
dilakukan, mayoritas pasien dyspneic dalam analisis kami memiliki keterbatasan
aliran udara sedang dan tidak ada riwayat eksaserbasi, dan oleh karena itu akan
dikategorikan sebagai GOLD Group B.
Tabel 2. Perbedaan Pengobatan dengan IND/GLY dibandingkan dengan Plasebo, Tiotropium,
dan SFC pada Pasien yang Dikelompokan Berdasarkan Keparahan Dyspnea Awal

Analisis post-hoc kami menunjukkan bahwa LABA / kombinasi LAMA IND / GLY
lebih efektif daripada monoterapi tiotropium pada peningkatan dyspnea, fungsi
paru-paru, dan pengobatan penyelamat (rescue medicine) digunakan dalam keadaan
dyspneic pasien dengan COPD. Temuan ini mendukung hasil penelitian 6 minggu
studi cross-over BLAZE , yang menunjukkan IND / GLY secara signifikan
memperbaiki dyspnea, fungsi pari-paru, dan penggunaan obat penyelamatan
(rescue medicine) dibandingkan dengan plasebo dan tiotropium pada pasien
dyspneic (pasien dengan kelas mMRC 2 saat screening) .
Analisis post-hoc dari studi TORCH menunjukkan bahwa farmakoterapi paling
efektif pada pasien dengan penyakit yang lebih ringan, dibandingkan dengan
plasebo. cukup banyak data dari uji klinis menunjukkan bahwa LABA / LAMAs
sebagai kelas menyediakan manfaat diluar plasebo dan monoterapi bronkodilator
kerja-panjang berkaitan dengan fungsi paru dan hasil laporan pasien. Selain itu,
IND / GLY telah menunjukkan peningkatan yang signifikan pada fungsi paru-paru
dibandingkan dengan plasebo, tidak tergantung pada pengobatan sebelumnya. Oleh
karena itu kami menyarankan agar penggunaan kombinasi LABA / LAMA
dipertimbangkan lebih awal sepanjang-penyakit, atau bahkan sebagai terapi lini
pertama. Kombinasi LABA / ICS tidak disarankan digunakan pada pasien di GOLD
Group B, karena terkait risikonya dengan ICS tampaknya lebih besar daripada
manfaat pengobatan semacam itu pada pasien yang berisiko rendah mengalami
eksaserbasi. Namun, penggunaan ICS pada pasien GOLD Group B telah tersebar
luas. Pada pasien dispnea yang diteliti dalam analisis kami, IND / GLY pada
peningkatan fungsi dyspnea dan paru secara signifikan lebih baik daripada SFC,
memberikan bukti pendukung untuk kemanjuran dual bronchodilator dibandingkan
dengan LABA / ICS pada pengobatan pasien GOLD Group B.
Analisis pasien dengan skor BDI 6 dan 8 menunjukkan bahwa keampuhan relatif
IND / GLY sebagian besar konsisten pada masing-masing pasien dengan dyspnea
sedikit lebih buruk atau sedikit ringan. Namun perbaikan TDI yang terbesar terlihat
pada sub kelompok 7. Hal ini mungkin bisa dikaitkan dengan penurunan ruang
untuk perbaikan pada kelompok 8, dan kelompok 6 menjadi Sub kelompok
pasien yang lebih kecil. Besarnya respon dalam hal peningkatan dyspnea sedikit
lebih besar pada subkelompok BDI 7 dibandingkan dengan total populasi
penelitian. Peningkatan nilai total TDI yang diamati dengan IND / GLY
dibandingkan dengan SFC pada subkelompok BDI 7 tersebut 0,97 unit dalam
populasi total ILLUMINATE, peningkatan nilai total TDI adalah 0,76 unit. Selain
itu, peningkatan nilai total TDI diamati dengan IND / GLY dibandingkan dengan
tiotropium di BDI 7 subkelompok adalah 0,59 unit; Dalam populasi total SHINE,
peningkatan nilai total TDI adalah 0,51 unit
Minat, lebih banyak pasien di BDI 7 subkelompok miliki PPOK berat
dibandingkan dengan total populasi. Pada BLAZE, besarnya respon dalam hal
peningkatan dyspnea lebih besar pada pasien dengan COPD berat dibandingkan
dengan COPD sedang. Analisis sebelumnya menunjukkan farmakoterapi mungkin
kurang efektif pada pasien dengan COPD parah sampai sangat parah dibandingkan
pada pasien dengan lebih ringan COPD dalam hal perbaikan fungsi paru-paru.
Jika perbaikan fungsi paru berkorelasi dengan peningkatan pada dyspnea, maka
bisa diduga bahwa farmakoterapi kurang efektif dalam memperbaiki dyspnea pada
pasien dengan penyakit lebih parah, yang artinya hal tersebut tidak sesuai dengan
penelitian kami. Korelasi antara fungsi paru dan gejalanya sebelumnya telah cukup
diidentifikasi . Temuan kami dapat mendukung kebutuhan titik akhir secara terpisah
untuk lebih benar-benar menilai keampuhan pengobatan pada pasien dengan
COPD. Dalam analisis kami, sebagian besar peningkatannya diamati dengan IND /
GLY dibandingkan dengan tiotropium dan SFC tidak mencapai minimal yang
diterima secara umum dan perbedaan penting secara klinis. Meskipun hal tersebut
dibantah karena tidak realistis untuk dibandingkan antara perawatan aktif untuk
mencapai nilai MCID yang ditentukan menggunakan data versus placebo.
Sebaliknya, responden analisis mungkin merupakan ukuran yang lebih tepat dari
peningkatan yang relevan secara klinis saat membandingkan pengobatan aktif, atau
saat menambahkan satu pengobatan ke pengobatan lainnya. Istilah yang diusulkan
untuk parameter ini adalah "Minimum worthwhile incremental advantage." penting
untuk dicatat bahwa ada beberapa keterbatasan dalam analisis post-hoc sekarang.
Analisis serupa telah dilakukan pada seluruh populasi; Namun, analisis post-hoc ini
ditambahkan ke wilayah kerja karena secara khusus menganalisa pasien dengan
dyspnea. GOLD merekomendasikan LABA / LAMA sebagai alternatif monoterapi
pada pasien dengan keterbatasan aliran udara ringan sampai sedang dan gejala.
Analisis subkelompok dapat menghasilkan jumlah pasien kecil di subkelompok
tertentu. Misalnya, kurang dari 200 pasien IND / GLY dan SFC di BDI 7
Subkelompok dalam ILLUMINATE. Oleh karena itu, mungkin ada kurangnya
kekuatan di subkelompok ini untuk mendeteksi perbedaan, dan hasilnya harus
ditafsirkan dengan hati-hati.
Selain itu, analisis subkelompok berdasarkan tingkat keparahan keterbatasan aliran
udara tidak dilakukan dan oleh karena itu populasi pasien tidak meniru persis pada
klasifikasi GOLD, yang mungkin akan membatasi kesimpulan yang bisa ditarik.
KESIMPULAN
Analisis kami menunjukkan bahwa IND / GLY menyediakan manfaat signifikan
dibandingkan dengan tiotropium monoterapi pada pasien PPOK yang mengalami
dyspnea. Data ini sebelumnya meningkatkan pertimbangan menggunakan
kombinasi LABA / LAMA dalam algoritma pengobatan, dan bahkan mungkin
sebagai terapi lini pertama, pada pasien simtomatik yang dikategorikan sebagai
GOLD Group B. Analisis kami juga menunjukkan IND / GLY setidaknya sama
efektifnya dengan SFC dalam memperbaiki dyspnea dan fungsi paru, pada populasi
pasien yang menggunakan ICS tidak disarankan karena terbatasnya manfaat dan
risiko terkait.
Ucapan Terima Kasih
Penulis dibantu dalam penyusunan Naskah karya Elizabeth Andrew, seorang
profesional medis Penulis di CircleScience, sebuah perusahaan Ashfield, bagian
dari UDG Healthcare plc (Tytherington, Inggris). Dukungan penulisan medis
didanai oleh Novartis Pharma AG (Basel, Swiss).
Pernyataan Ketertarikan
Donald Mahler telah menerima biaya konsultasi untuk konsultasi Papan dari
Boehringer Ingelheim, GlaxoSmithKline, Novartis, Sunovion, dan Theravance. Dia
menerima Royalti dari CRC Press, dari Hillcrest Media Group Inc, dan dari MAPI
Research Trust. Dia ada di speaker Biro untuk Boehringer Ingelheim,
GlaxoSmithKline, Dan Sunovion. Situsnya (http: //www.donaldmahler.Com)
adalah situs pendidikan bagi mereka yang menderita COPD dan keluarga mereka.
Dorothy Keininger, Karen Mezzi, Robert Fogel, dan Donald Banerji adalah
karyawan penuh waktu Novartis Robert Fogel dan Donald Banerji memiliki saham
di Novartis Indonesia.

Вам также может понравиться