Вы находитесь на странице: 1из 34

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Trauma abdomen adalah terjadinya kerusakan pada organ abdomen yang dapat
menyebabkan perubahan fisiologi sehingga mengakibatkan gangguan metabolisme,
kelainan imunologi, dan gangguan faal berbagai organ. Trauma tajam pada abdomen
seringkali disebabkan oleh luka tusuk dan luka tembak. Cedera organ yang dapat terjadi
adalah hepar, limfe, kandung kemih, uretra, usus halus atau kolon (Kathleen, Jane, &
Linda, 2002). Kejadian trauma tajam abdomen ini merupakan kejadian yang cukup
berbahaya dan apabila tidak ditangani dengan segera dapat mengakibatkan kerusakan
fungsi dan kejadian yang fatal.
Pada tahun 2020 diperkirakan kematian akibat cedera akan meningkat dari 5,1 juta
menjadi 8,4 juta (9,2% dari kematian secara keseluruhan) dan menjadi peringkat ketiga
disability adjusted life years (dalys)(Yuniarti, 2007). Menurut Anonim (2015) yang
dikemukakan oleh Reza (2016) dalam penelitiannya, tahun 2015 ditemukan 720 kasus
cedera kepala, 455 kasus berkaitan dengan fraktur ekstremitas, 64 kasus trauma abdomen
dan sisanya kasus kegawatdaruratan bedah non trauma dari total 2755 kasus yang
dilakukan tindakan di ruang operasi IRD RS Sanglah, Bali (Halim, 2016). Trauma
abdomen sering terjadi dengan angka mortalitas yang tinggi yaitu sekitar 10% sampai
30%.
Kejadian trauma tajam abdomen ini dapat terjadi karena tembakan dan tusukan dari
benda tajam. Struktur tusukan atau laserasi tersebut ditentukan oleh lokasi perlukaan,
ukuran obyek tusukan, dan arah tusukan yang menembus abdomen itu sendiri. Tusukan
yang mengenai pembuluh darah seperti aorta atau vena cava dapat menimbulkan
perdarahan hebat yang beresiko kematian. Penetrasi yang menembus cavity abdomen
memiliki angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi jika tidak segera mendapat
penanganan medis. Tembakan dengan kecepatan tinggi dapat menimbulkan perdarahan
vicera yang menimbulkan penyebaran kontaminasi dan infeksi. Kejadian-kejadian
tersebut perlu mendapatkan perhatian yang lebih untuk proses penanganan segera dan
mencegah terjadinya kematian dan infeksi yang lebih lanjut dari korban trauma tajam
abdomen.
Kejadian trauma tajam abdomen yang dinilai berbahaya ini yang kemudian
membuat penyusun makalah nantinya akan menjelaskan lebih lanjut mengenai asuhan
keperawatan yang tepat untuk klien dengan kasus trauma tajam abdomen. Dengan
demikian apabila didapati kejadian trauma tajam abdomen dapat dengan segera
dilakukan pengkajian dan penanganan yang sesuai untuk mencegah kecacatan lebih
lanjut dan mengurangi angka kematian klien akibat trauma tajam abdomen yang semakin
meningkat.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimanakah konsep trauma tajam abdomen dan asuhan keperawatannya?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk mengetahui konsep trauma tajam
abdomen dan menyusun asuhan keperawatan yang tepat untuk menanganinya.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Menjelaskan definisi trauma tajam abdomen
b. Menjelaskan etiologi trauma tajam abdomen
c. Menjelaskan patofiisologi trauma tajam abdomen
d. Menjelaskan manifestasi klinis trauma tajam abdomen
e. Menjelaskan pemeriksaan diganostik untuk trauma tajam abdomen
f. Menjelaskan penatalaksanaan trauma tajam abdomen
g. Menjelaskan komplikasi trauma tajam abdomen
h. Menjelaskan prognosis trauma tajam abdomen
i. Menyusun web of causation trauma tajam abdomen
j. Menyusun asuhan keperawatan umum trauma tajam abdomen
k. Menyusun asuhan keperawatan dengan kasus trauma tajam abdomen

1.4 Manfaat
Dengan disusunnya makalah ini mahasiswa mampu memahami konsep trauma tajam
abdomen dan mampu menyusun asuhan keperawatan dengan kasus trauma tajam
abdomen dengan tepat.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Abdomen


Abdomen adalah rongga terbesar dalam tubuh. Bentuknya lonjong dan
meluas dari atas dari drafragma sampai pelvis di bawah. Batas-batas rongga
abdomen adalah di bagian atas diafragma, di bagian bawah pintu masuk
panggul dari panggul besar, di depan dan di kedua sisi otot-otot abdominal,
tulang-tulang illiaka dan iga-iga sebelah bawah, di bagian belakang tulang
punggung dan otot psoas dan quadratus lumborum.

Gambar 2.2 Rongga Abdomen dan Pelvis : (1) Hipokhondriak


kanan, (2) Epigastrik, (3) Hipokhondriak kiri, (4) Lumbal kanan,
(5) Pusar (umbilikus), (6) Lumbal kiri, (7) Ilium kanan (8)
Hipogastrik, (9) Ilium kiri
(Sumber: Pearce, 1999)
Isi dari rongga abdomen adalah sebagian besar dari saluran pencernaan,
yaitu lambung, pancreas, hati dan kantung empedu, usus halus dan usus besar,
ginjal, limpa.
1) Lambung
Lambung adalah organ berbentuk huruf J, terletak pada bagian
superior kiri rongga abdomen di bawah di diagfragma. Regia-regia
lambung terdiri dari bagian jantung, fundus, badan lambung dan bagian
pilorus.
2) Pankreas
Pankreas terdiri dari jaringan eksokrin dan endokrin. Pulau
langerhans, jaringan endokrin tersebar di seluruh pankreas yang berfungsi
mensekresi insulin, glukagon, dan hormon polipeptida pankreatik yang
membantu dalam proses digestif. Pankreas eksokrin mengandung enzim
pankreatik dan sel asinar yang menyekresikan larutan alkali bikarbonat
cair yang berfungsi untuk menetralkan kismus yang bersifat asam.
3) Hati dan Kantung Empedu
Hati terletak di kuadran atas kanan abdomen. Hati mempunyai dua
lobus (kanan dan kiri) dan terletak tepat di bawah diafragma, dan bagian
terbesar dari hati terdapat pada sisi kanan tubuh.Permukaan superior hati
(melingkar) terletak tepat pada kurva diafragma dan bersentuhan dengan
dinding anterior rongga abdomen.Permukaan inferior melipat di atas
lambung, duodenum, pankreas, fleksura hepatik kolon, ginjal kanan dan
kelenjar adrenal kanan.
Empedu adalah campuan garam empedu, kolesterol, bilirubin, dan
asam yang tersuspensi dalam air.Larutan ini mengemulsifikasi lemak
dalam kismus, memecahkan lemak menjadi globula kecil yang diabsorbsi
melewati lumen usus. Menurut ethel garam empedu berikatan dengan
kolesterol dan lesitin untuk membentuk agregasi kecil disebut micelle
yang akan dibunag melalui feses .
4) Usus Halus
Usus halus memiliki dua gerakan khusus yaitu propulsif (mendorong
makanan ke depan) dan mencampur. Fungsi utama usus halus adalah
absorbsi dan digesti yang difasilitasi oleh pankreas, hati dan kandung
empedu.
5) Usus Besar
Usus besar tidak memiliki vili, plicae circulares (lipatan-lipatan
sirkular), dan diameternya lebih besar, lebih pendek daya regangnya lebih
besar dibandingkan dengan usus halus.Usus besar terdiri dari sekum,
kolon yang terdiri dari kolon asenden, kolon transversa, dan kolon
desenden; serta rectum.
Fungsi usus besar adalah:
a. Absorsi 80%-90% air dan elektrolit dari kismus yang tersisa dan
menubah kismus dari cairan menjadi massa yang padat
b. Memproduksi mukus.
c. Terdapat bakteri yang membantu memproduksi vitamin (K, Riboflavin
dan Tiamin) dan berbagai gas.
d. Mensekresikan zat sisa dalam bentuk feses.
6) Ginjal
Ginjal adalah organ berbentuk seperti kacang berwarna merah tua,
panjang sekitar 12,5cm dan tebal 2,5 cm (kurang lebih sebesar telapak
tangan). Setiap ginjal memiliki berat antara 125 sampai 175 g pada laki-
laki dan 115 sampai 155 g pada perempuan. Ginjal terletak di dinding
posterior yang berdekatan dengan dua pasang iga terakhir.
Fungsi ginjal adalah:
a. Membantu mengeluarkan zat sisa organik seperti urea, asam urat,
kratinin dan produk penguraian hemoglobin dan hormon.
b. Pengaturan kosentrasi ion-iom penting seperti Na, K, Ca, Ma, So4,dan
Po4
c. Pengaturan keseimbangan asam basa tubuh
d. Pengaturan produksi sel darah merah.
e. Pengaturan tekanan darah
f. Pengendalin terbatas terhadap kosentrasi glukosa darah dan asam
amino darah.
g. Pengeluaran zat beracun seperti polutan dan zat kimia asing dalam
tubuh.
7) Limpa
Terletak di regio hipokondrium kiri di dalam cavum abdomen diantara
fundus ventrikuli dan diafragma.
Fungsi limpa adalah :

a. Pada masa janin dan setelah lahir adalah penghasil eritrosit dan
limposit
b. Setelah dewasa adalah penghancur eritrosit tua dan pembentuk
homoglobin dan zat besi bebas.

Gambar 2.3 Rongga Abdomen Bagian Depan : (A) Diafragma,


(B)Esofagus, (C) Lambung, (D) Kaliks kiri, (E) Pankreas, (F) Kolon
desenden, (G) Kolon transversum, (H) Usus halus, (I) Kolon
sigmoid, (J) Kandung kencing, (K) Apendiks, (L). Sekum, (M).
Illium, (N) Kolon asenden, (O) Kandung empedu, (P) Liver, (Q)
Lobus kanan, (R) Lobus kiri.

(Sumber : Pearce, 1999)

2.2 Trauma Abdomen


Abdomen adalah bagian tubuh yang berbentuk rongga terletak
diantara toraks dan pelvis. Rongga ini berisi viscera dan dibungkus dinding
(abdominal wall) yang terbentuk dari dari otot-otot abdomen, columna
vertebralis, dan ilium.
Untuk membantu menetapkan suatu lokasi di abdomen, yang paling
sering dipakai adalah pembagian abdomen oleh dua buah bidang bayangan
horizontal dan dua bidang bayangan vertikal. Bidang bayangan tersebut
membagi dinding anterior abdomen menjadi sembilan daerah (regiones).
Dua bidang diantaranya berjalan horizontal melalui setinggi tulang rawan
iga kesembilan, yang bawah setinggi bagian atas crista iliaca dan dua bidang
lainnya vertikal di kiri dan kanan tubuh yaitu dari tulang rawan iga
kedelapan hingga ke pertengahan ligamentum inguinale daerah-daerah itu
adalah:
1) Hypocondriaca Dextra
2) Epigastrica
3) Hypocondriaca Sinistra
4) Lateralis Dextra
5) Umbilicalis
6) Lateralis Sinistra
7) Inguinalis Dextra
8) Pubica
9) Inguinalis Sinistra

Gambar 1. Bidang Bayang Pembagian Abdomen

Proyeksi Letak Organ Abdomen Yaitu:


1) Hypocondriaca dextra meliputi organ: lobus kanan hepar, kantung
empedu, sebagian duodenum fleksura hepatik kolon, sebagian ginjal
kanan dan kelenjar suprarenal kanan.
2) Epigastrica meliputi organ: pilorus gaster, duodenum, pankreas dan
sebagian hepar.
3) Hypocondriaca sinistra meliputi organ: gaster, lien, bagian kaudal
pankreas, fleksura lienalis kolon, bagian proksimal ginjal kiri dan
kelenjar suprarenal kiri.
4) Lateralis dextra meliputi organ: kolon ascenden, bagian distal ginjal
kanan, sebagian duodenum dan jejenum.
5) Umbilicalis meliputi organ: omentum, mesenterium, bagian bawah
duodenum, jejenum dan ileum.
6) Lateralis sinistra meliputi organ: kolon ascenden, bagian distal ginjal kiri,
sebagian jejenum dan ileum.
7) Inguinalis dextra meliputi organ: sekum, apendiks, bagian distal ileum
dan ureter kanan.
8) Pubica meliputi organ: ileum, vesica urinaria dan uterus (pada
kehamilan).
9) Inguinalis sinistra meliputi organ: kolon sigmoid, ureter kiri dan ovarium
kiri.
Inervasi dinding abdomen oleh nervi (nn) torakalis ke-8 sampai dengan 12.
Nervus (n) torakalis ke-8 setinggi margo kostalis ke-10 setinggi umbilikus, n.
Torakalis ke-12 setinggi suprainguinal. Peritoneum parietalis yang menutup
dinding abdomen depan sangat kaya saraf somatik sementara peritoneum yang
menutup pelvis sangat sedikit saraf somatik sehingga iritasi peritoneum pelvis
pasien sulit menentukan lokasi nyeri. Peritoneum diafragmatika pars sentralis
disarafi nervi spinalis c5 mengakibatkan iritasi pars sentralis diafragma
mempunyai nyeri alih di bahu, yang disebut kehr sign.
Trauma adalah sebuah mekanisme yang disengaja ataupun tidak disengaja
sehingga menyebabkan luka atau cedera pada bagian tubuh. Jika trauma yang
didapat cukup berat akan mengakibatkan kerusakan anatomi maupun fisiologi
organ tubuh yang terkena. Trauma dapat menyebabkan gangguan fisiologi
sehingga terjadi gangguan metabolisme kelainan imunologi, dan gangguan faal
berbagai organ. Penderita trauma berat mengalami gangguan faal yang penting,
seperti kegagalan fungsi membran sel, gangguan integritas endotel, kelainan
sistem imunologi, dan dapat pula terjadi koagulasi intravaskular menyeluruh (dic
= diseminated intravascular coagulation)
Trauma abdomen pada garis besarnya dibagi menjadi trauma tumpul dan
trauma tajam. Keduanya mempunyai biomekanika, dan klinis yang berbeda
sehingga algoritma penanganannya berbeda. Trauma abdomen dapat
menyebabkan laserasi organ tubuh sehingga memerlukan tindakan pertolongan
dan perbaikan pada organ yang mengalami kerusakan.
Trauma pada abdomen dapat di bagi menjadi dua jenis:
a. Trauma penetrasi : trauma tembak, trauma tusuk
b. Trauma non-penetrasi atau trauma tumpul : diklasifikasikan ke dalam 3
mekanisme utama, yaitu tenaga kompresi (hantaman), tenaga deselerasi
dan akselerasi. Tenaga kompresi (compression or concussive forces)
dapat berupa hantaman langsung atau kompresi eksternal terhadap objek
yang terfiksasi. Misalnya hancur akibat kecelakaan, atau sabuk pengaman
yang salah (seat belt injury). Hal yang sering terjadi adalah hantaman,
efeknya dapat menyebabkan sobek dan hematom subkapsular pada organ
padat visera. Hantaman juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan
intralumen pada organ berongga dan menyebabkan ruptur.

2.3 Definisi Trauma Tajam Abdomen


Trauma mekanik atau luka mekanik disebabkan oleh kekerasan benda
tajam, benda tumpul dan senjata api serta senjata buatan manusia seperti
kampak, pisau, panah atau martil. Trauma abdomen adalah cedera pada
abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta trauma yang
disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001). Trauma abdomen adalah
terjadinya kerusakan pada organ abdomen yang dapat menyebabkan
perubahan fisiologi sehingga mengakibatkan gangguan metabolisme, kelainan
imunologi, dan gangguan faal berbagai organ. Trauma tajam pada abdomen
seringkali disebabkan oleh luka tusuk dan luka tembak. Cedera organ yang
dapat terjadi adalah hepar, limfe, kandung kemih, uretra, usus halus atau
kolon (Kathleen, Jane, & Linda, 2002).
Trauma tembus merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam
rongga peritoneum. Luka tembus pada abdomen disebabkan oleh tusukan
benda tajam atau luka tembak (Hudak&Gallo, 2001). Trauma tembus dapat
terjadi akibat tusukan, luka tembak atau lontaran benda tajam. Pada kasus
luka tusuk, cedera tersebut berkaitan dengan panjang alat yang digunakan
untuk menusuk, sudut tempat masuknya dan velositas ketika kekuatan atau
gaya tusukan tersebut bekerja. Kerusakan organ dan jaringan yang terjadi
karena peluru berkaitan dengan massa proyektil serta bentuknya, fragmentasi
dan jaringan yang tergeser. Sebanyak 96-98% luka tembak yang menembus
abdomen mengakibatkan cidera intraabdomen yang signifikan (Oman
K.S,2008).

2.4 Etiologi Trauma Tajam Abdomen


Trauma abdomen sering terjadi dengan angka mortalitas yang tinggi
yaitu sekitar 10% sampai 30%. Angka mortalitas yang cukup tinggi dikaitkan
dengan adanya cedera lain yang menyertai seperti pada kepala, dada, panggul
dan ekstremitas pada 70% korban kecelakaan kendaraan bermotor
(Ferradaetal., 2011). Trauma abdomen yang disebabkan karena trauma tajam
terbanyak karena tembakan dan tusukan benda tajam. Truma tajam dibagi
dalam beberapa mekanisme injury yaitu:
a. Penetrating wounds dapat dibedakan dari tusukan dan laserasi superficial
kulit hingga penetrasi ke organ tubuh dan pembuluh darah. Struktur
tusukan atau laserasi tersebut ditentukan oleh lokasi perlukaan, ukuran
obyek tusukan, dan arah tusukan yang menembus abdomen itu sendiri.
Tusukan yang mengenai pembuluh darah seperti aorta atau vena cava
dapat menimbulkan perdarahan hebat yang beresiko kematian (Henry
dan Edward, 2010).
b. Penetrating injury disebabkan adanya perlukaan akibat penetrating
object seperti proyektil, pisau, atau bagian dari kendaraan yang
mengalami kecelakaan yang dapat mengenai dada, perut, punggung,
panggul, pantat, dan perineum. Penetrasi yang menembus cavity
abdomen memiliki angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi jika tidak
segera mendapat penanganan medis (SaundersElsevier, 2006).
1. Stabwounds, dibedakan menurut lebar bilah (pisau, bayonet (pisau
pada ujung senapan), dan lain-lain) dan benda yang memiliki panjang
tajam (obeng, icepick, dan lain-lain) (Flint, Lewisetal, 2008).
Diartikan juga sebagai perlukaan karena energi rendah (daripada
energi dari gunshot) tetapi menimbulkan trauma langsung ke
abdomen dan organ di dalamnya yang dapat menimbulkan
perdarahan hebat dalam waktu singkat atau terjadi tamponade
jantung. Ukuran pisau dan arah tusukan adalah acuan untuk
mengetahui kedalaman penetrasi (Kingsnorth dan Douglas, 2011).
2. Gunshotwounds, secara umum lebih parah dari luka tusukan
langsung. Hal ini dikarenakan adanya benda dengan kecepatan tinggi
yang mengenai abdomen. Semakin tinggi kecepatan projectile maka
semakin tinggi level energi dan semakin besar luas dan tajam
perlukaan. Yang perlu dicatat adalah adanya kesulitan untuk
menentukan arah gerakan projectile yang menembus abdomen
dikarenakan adanya kemungkinan gaya pantulan dari tulang yang
dapat menembus organ di dekatnya sehingga perlu dipastikan dengan
teliti arah masuk dan keluarnya perlukaan ketika akan mengeluarkan
projectile (Henry dan Edward, 2010). Tembakan dengan kecepatan
tinggi dapat menimbulkan perdarahan vicera yang menimbulkan
penyebaran kontaminasi dan infeksi (Kingsnorth dan Douglas, 2011).
Secara umum, kejadian gunshotwounds dengan projectile
berkecepatan 800-1400 kaki/detik. Jaringan yang rusak sering
meningkatkan luas area nekrosis dan intervensi pembedahan
diperlukan untuk eksplorasi dan debridement walau tanpa adanya
tanda dan gejala peritonitis atau tidak (Flint, Lewisetal, 2008).

2.5 Patofisiologi Trauma Tajam Abdomen


Trauma tajam abdomen atau penetrating abdominal trauma (PAT)
terjadi karena luka tusuk benda tajam seperti pisau maupun tembakan dari
benda berkecepatan tinggi seperti peluru dari senapan bertenaga tinggi yang
menyebabkan terjadinya luka terbuka. Luka tusuk ataupun luka tembak
(kecepatan rendah) akan mengakibatkan kerusakan jaringan karena laserasi
ataupun terpotong. Luka tembak mengakibatkan kerusakan yang lebih besar,
bergantung jauhnya perjalanaan peluru. Tempat yang tertusuk oleh pisau
maka akan menyebabkan jaringan disekitar luka tusukan hancur oleh objek
menembus dan membentuk sebuah rongga disebut permanent cavitation.
Kerusakan dapat berupa perdarahan bila mengenai pembuluh darah atau
organ yang padat. Bila mengenai organ yang berongga, isinya akan keluar ke
dalam rongga perut dan menimbulkan iritasi pada peritoneum.
Penetrating abdominal trauma (PAT) dapat mengancam kehidupan
karena organ-organ dalam abdomen terutama pada ruang retroperitoneal akan
terjadi perdarahan yang parah yang akan menyebabkan rongga abdomen
(rongga peritoneal) terisi banyak darah. Kehilangan darah yang terus menerus
akibat perdarahan masif juga akan mengakibatkan terjadinya masalah
koagulasi atau pembekuan. Trauma abdomen yang tidak ditangani dengan
baik akan berakibat pada peritonitis. Peritonitis dapat disebabkan karena
terjadinya infeksi akibat akumulasi darah di rongga peritoneal serta agen
infeksi baik dari eksternal maupun proses inflamasi dari dalam tubuh. Bising
usus akan berkurang karena perdarahan, terjadinya infeksi dan iritasi dan
akan menyebabkan robeknya arteri sehingga akan terdengar suara khas yang
mirip seperti murmur jantung. Jika dilakukan perkusi abdomen, maka
terdengar hipersonor atau dullness, dan perut terlihat membuncit. Jika terjadi
hal yang seperti itu maka harus segera dilakukan tindakan pembedahan.
Trauma tajam tersebut mengakibatkan kerusakan pada organ-organ di
abdomen meliputi lambung, usus, ginjal, hati, limfa, bladder, dan ureter.
Setelah terjadi kerusakan pada organ di abdomen akan berdampak beberapa
masalah di masing-masing organ yaitu (Ignativicus dan Workman, 2006):
a. Lambung
Lambung merupakan tempat penghasil asam lambung dan beberapa enzim
untuk proses pencernaan. Jika lambung rusak maka akan mengganggu
pencernaan dan paling berbahaya adalah cairan asam lambung akan
mengiritasi organ yang lain yang masih sehat.
b. Usus
Usus yang mengalami perforasi akan berakibat pada gangguan pencernaan
berupa mual, muntah, kehilangan nafsu makan, kehilangan berat badan
atau bahkan sampai melena. Selain itu, jika usus rusak maka isi usus dapat
keluar dan mengiritasi rongga peritoneum.
c. Hati
Hati merupakan organ terbesar ditubuh. Hati yang mengalami rupture
akibat trauma akan berakibat pendarahan yang masif. Selain itu, hati
merupakan organ yang terlibat dalam metabolisme tubuh, pencernaan, dan
imunitas. Apabila hati mengalami gangguan akan terjadi gangguan pada
pencernaan berupa mual, muntah, melena, nafsu makan menurun, serta
gangguan pada metabolisme tubuh dan imunitas yang berakibat pada
risiko terjadinya infeksi.
d. Pankreas
Pankreas yang rusak akan berakibat pada gangguan metabolisme karena
terkait produksi insulin. Pasien dapat mengalami syok hipovolemia dan
hiperglikemia. Bisa juga mengalami gangguan pada pencernaan terkait
sekresi yang dikeluarkan oleh pankreas.
e. Ginjal
Ginjal yang rusak akibat trauma abdomen akan mengganggu proses
reabsorpsi cairan, keseimbangan cairan dan pembentukan sel darah merah.
f. Limfa
Apabila limfa rusak maka antibody yang dihasilkan oleh limfa mengalami
gangguan yang berakibat pada pasien akan mempunyai risiko tinggi
terhadap infeksi.
g. Bladder dan ureter
Bladder dan ureter yang mengalami rusak akan mengganggu sistem
perkemihan berupa gangguan pola eliminasi urin. Selain itu, urin yang
keluar dari saluran perkemihan akan mengiritasi organ yang lain.

2.6 Manifestasi Klinis Trauma Tajam Abdomen


Tanda dan gejala dari trauma tajam abdomen yaitu
a. Terdapat luka robekan pada abdomen karena luka tusuk atau luka tembak
b. Biasanya organ yang terkena penetrasi bisa keluar dari intraabdomen
c. Penanganan yang kurang tepat akan memperbanyak pendarahan
d. Semakin dalam dan dengan kecepatan yang tinggi (highvelocity) akan
memperbanyak pendarahan
e. Sepsis sering terjadi pada trauma tajam
Penilaian klinis:
a. Primary survey : penilaian status sirkulasi klien dilengkapi dengan
penilaian tingkat kesadaran pasien menggunakan GCS. Klien dengan
trauma abdomen datang ke rumah sakit tentunya dengan keaadaan yang
kritis dalam primarysurvey meliputi tindakan resusitasi dan stabilisasi
klien.
b. Secondary survey : terdiri dari pemeriksaan lengkap dan teliti sebagai
indikasi dalam pemeriksaan fisik. Secondarysurvey ini akan dijelaskan
pada bab selanjutnya tentang pemeriksaan diagnostik.
2.7 Penatalaksanaan Trauma Tajam Abdomen
Mekanisme Penanganan Trauma Abdomen Tajam:
Hal umum yang perlu mendapat perhatian adalah atasi dahulu ABC bila
pasien telah stabil baru kita memikirkan penatalaksanaan abdomen itu sendiri.
Adanya eviserasi adalah indikasi untuk dilakukannya operasi pada trauma
abdomen tajam. Nyeri yang semakin bertambah, adanya peritonitis lokal
gejala: nyeri tekan lokal, nyeri tekan lepas, nyeri difus atau yang sulit
dilokalisir adalah indikasi untuk dilakukan operasi eksplorasi.
Pada auskultasi adanya bunyi peristaltik pada rongga thoraks mungkin
mengindikasikan adanya cedera diafragma. Palpasi bisa mendeteksi nyeri
tekan lokal atau general, spasme otot. Nyeri tekan lepas meningkatkan
kecurigaan dari cedera peristoneum.
Luka tembus dapat mengakibatkan renjatan berat bila mengenai
pembuluh darah besar atau hepar. Penetrasi ke limpa, pancreas, atau ginjal
biasanya tidak mengakibatkan perdarahan massif kecuali bila ada pembuluh
darah besar yang terkena, benda yang menusuk bisa mengakibatkan
tamponade dan hemoragik yang tidak terkontrol. Oleh karenanya benda tajam
yang menusuk sebaiknya tidak dipindahkan kecuali penanganan definitif
dapat segera dilakukan. Perdarahan tersebut harus diatasi segera,sedangkan
pasien yang tidak tertolong dengan resusitasi cairan harusmenjalani
pembedahan segera. Selain itu penanganannya bila terjadi lukatusuk cukup
dengan melilitkan dengan kain kassa pada daerah antara pisau untuk
memfiksasi pisau sehingga tidak memperparah luka. Bila ada usus atau organ
lain yang keluar, maka organ tersebut tidak dianjurkan dimasukkan kembali
kedalam tubuh, kemudian organ yang keluar daridalam tersebut dibalut kain
bersih atau bila ada verban steril.
Kekerasan dari rongga peritoneum terjadi kurang 50-70 % dariluka
tembus tususk dari dinding depan abdomen. Kira-kira setengahnya
membutuhkan intervensi bedah, dengan kata lain 25-50% pasien-pasien
dengan luka tusuk dinding depan abdomen membutuhkan operasi.

2.8 Pemeriksaan Penunjang Trauma Tajam Abdomen


1) Foto X-Ray
Untuk melihat adanya trauma pada thorak.
2) Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi perdarahan
terus menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit.
Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi
menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak kemungkinan ruptur
alienalis. Serum amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan
adanya trauma pankreas atau perforasi usus halus. Kenaikan transaminase
menunjukkan kemungkinan trauma pada hepar.
3) Plain abdomen foto tegak
Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas
retroperinea dekat duodenum, corpusalineum dan perubahan gambaran
usus.
4) Pemeriksaan urine rutin
Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri.
Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran
urogenital.
5) VP (Intravenous Pyelogram)
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan
trauma pada ginjal.
6) Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)
Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga
perut. Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL ini hanya alat
diagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi (goldstandard).
Indikasi untuk melakukan DPL adalah sebagai berikut :
a. Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
b. Trauma pada bagian bawah dari dada
c. Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
d. Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat,alkohol,
cedera otak)
e. Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsumtulang
belakang)
f. Patah tulang pelvis
Kontra indikasi relatif melakukan DPL adalah sebagai berikut :
a. Hamil
b. Pernah operasi abdominal
c. Operator tidak berpengalaman
d. Bila hasilnya tidak akan merubah penatalaksanaan
7) Ultrasonografi dan CT Scan

2.9 Komplikasi Trauma Tajam Abdomen


Menurut Smeltzer 2001, komplikasi pada trauma abdomen dibagi
menjadi dua yaitu komplikasi segera dan lambat. Komplikasi segera yaitu
adanya hemoragi syok, dan komplikasi lambat yaitu adanya infeksi.

2.10Prognosis Trauma Tajam Abdomen


Prognosis pada trauma tajam abdomen bervariasi, bergantung pada
tingkat keparahan dan ketepatan penatalaksanaan trauma. Prognosis baik
apabila cidera tidak serius dan penatalaksanaan trauma dilakukan dengan baik
dan segera.
2.11 WOC Trauma Tajam Abdomen

Benda Tajam : Pisau (tusuk) dan


peluru (tembakan)

Mengenai daerah
abdomen

Trauma Tajam Abdomen


Terputusnya
MK : Kerusakan
kontinuitas organ
Kerusakan Organ Integritas Kulit
abdomen
Abdomen

Organ Berongga Kerusakan Jaringan vaskular Organ Padat


(Usus, kolon, lambung)

Perdarahan subkabsular
Perlukaan peritoneal Ginjal
MK: Resiko Infeksi Perdarahan
Port de entree Kerusakan tubulus ginjal

Perdarahan tidak
Invasi Mikroorganisme tertangani atau masif
Avulsi pedikel Gangguan
Memberntuk ginjal filtrasi urin
Infeksi prostaglandin Tubuh kehilangan cairan
fisiologis Hematuria
MK: Gangguan Pola
Perforasi eliminasi urin
Merangsang kenaikan MK : Hipertermia
MK : Risiko Syok
suhu
Peritonitis

Pankreas Limpa Hati Empedu

Laserasi pankreas Kerusakan jaringan Gg Ruptur Kebocoran


struktur pembentukan hati empedu
Fibrin
Trauma duktus
pankreas Gg pembentukan Rongga peritoneum
limfosit Risiko di penuhi darah dan
Masuknya sekresi Perdarahan cairan empedu
pankreas ke cavum
abdomen
Rentan infeksi

Chamical Peritonitis

Respon Usus Disfungsi usus Abses Respon Inflamasi

pe peristaltik Refluk usus Sepsis


Membentuk Permeabilitas merangsang pelepasan
prostaglandin pembuluh mediator nyeri
Gangguan Metabolisme darah kapiler
penyerapan
Merangsang
Merangsang
Metabolisme syaraf myelin C
kenaikan suhu Perpindahan
MK : Konstipasi cairan ke rongga
MK : Ketidakseimbangan
peritoneum
Intake nutrisi < nutrisi : Kurang dari MK : Hipertermia Persepsi Nyeri
kebutuhan
Hipovolemia
MK : Nyeri Akut
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN UMUM TRAUMA TAJAM ABDOMEN

3.1 Asuhan Keperawatan Umum Trauma Tajam pada Abdomen

A. Primary Survey

Dalam pengkajian pada trauma abdomen harus berdasarkan prinsip


prinsip Penanggulangan Penderita Gawat Darurat yang mempunyai skala
prioritas A (Airway), B (Breathing), C (Circulation). Hal ini dikarenakan
trauma abdomen harus dianggap sebagai dari multi trauma dan dalam
pengkajiannya tidak terpaku pada abdomennya saja. Prioritas yang
dilakukan pada primary survey antara lain (Fulde, 2009) :
a. Airway maintenance dengan cervical spine protection
b. Breathing dan oxygenation
c. Circulation dan kontrol perdarahan eksternal
d. Disability-pemeriksaan neurologis singkat
e. Exposure dengan kontrol lingkungan
a) Pengkajian Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa
responsivitas klien dengan mengajak klien berbicara untuk memastikan
ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas. Seorang klien yang dapat
berbicara dengan jelas maka jalan nafas klien terbuka. Klien yang tidak
sadar mungkin memerlukan bantuan airway dan ventilasi. Tulang
belakang leher harus dilindungi selama intubasi endotrakeal jika
dicurigai terjadi cedera pada kepala, leher atau dada. Obstruksi jalan
nafas paling sering disebabkan oleh obstruksi lidah pada kondisi klien
tidak sadar (Wilkinson & Skinner, 2000)
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada klien
antara lain :
1) Kaji kepatenan jalan nafas klien. Apakah klien dapat berbicara atau
bernafas dengan bebas?
2) Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada klien antara lain:
a. Adanya snoring atau gurgling
b. Stridor atau suara napas tidak normal
c. Agitasi (hipoksia)
d. Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest movements
e. Sianosis
3) Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas
dan potensial penyebab obstruksi :
a. Muntahan
b. Perdarahan
c. Gigi lepas atau hilang
d. Gigi palsu
e. Trauma wajah
4) Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas klien
terbuka.
5) Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada klien
yang berisiko untuk mengalami cedera tulang belakang.
6) Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas klien
sesuai indikasi:
a. Chin lift/jaw thrust
b. Lakukan suction (jika tersedia)
c. Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal Mask
Airway
d. Lakukan intubasi
b) Pengkajian Breathing (Pernafasan)
Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan
jalan nafas dan keadekuatan pernafasan pada klien. Jika pernafasan
pada klien tidak memadai, maka langkah-langkah yang harus
dipertimbangkan adalah: dekompresi dan drainase tension
pneumothorax/haemothorax, closure of open chest injury dan ventilasi
buatan (Wilkinson & Skinner, 2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada klien
antara lain :
1) Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan
oksigenasi klien.
2) Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada tanda-
tanda sebagai berikut :cyanosis, penetrating injury, flail chest,
sucking chest wounds, dan penggunaan otot bantu pernafasan.
3) Palpasi untuk adanya :pergeseran trakea, fraktur ruling iga,
subcutaneous emphysema, perkusi berguna untuk diagnosis
haemothorax dan pneumotoraks.
4) Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.
5) Buka dada klien dan observasi pergerakan dinding dada klien jika
perlu.
6) Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas klien; kaji lebih lanjut
mengenai karakter dan kualitas pernafasan klien.
7) Penilaian kembali status mental klien.
8) Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
9) Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan / atau
oksigenasi:
a. Pemberian terapi oksigen
b. Bag-Valve Masker
c. Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi penempatan
yang benar), jika diindikasikan
10) Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced airway
procedures
11) Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya
dan berikan terapi sesuai kebutuhan.
c) Pengkajian Circulation
Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ dan
oksigenasi jaringan. Hipovolemia adalah penyebab syok paling umum
pada trauma. Diagnosis shock didasarkan pada temuan klinis: hipotensi,
takikardia, takipnea, hipotermia, pucat, ekstremitas dingin, penurunan
capillary refill, dan penurunan produksi urin. Oleh karena itu, dengan
adanya tanda-tanda hipotensi merupakan salah satu alasan yang cukup
aman untuk mengasumsikan telah terjadi perdarahan dan langsung
mengarahkan tim untuk melakukan upaya menghentikan perdarahan.
Penyebab lain yang mungkin membutuhkan perhatian segera adalah:
tension pneumothorax, cardiac tamponade, cardiac, spinal shock dan
anaphylaxis. Semua perdarahan eksternal yang nyata harus
diidentifikasi melalui paparan pada klien secara memadai dan dikelola
dengan baik (Wilkinson & Skinner, 2000)
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi
klien, antara lain :
1) Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
2) CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.
3) Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan
pemberian penekanan secara langsung.
4) Palpasi nadi radial jika diperlukan:
a. Menentukan ada atau tidaknya
b. Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
c. Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
d. Regularity
5) Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau
hipoksia (capillary refill).
6) Lakukan treatment terhadap hipoperfusi
d) Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities
Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan
skala AVPU :
1) A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi
perintah yang diberikan
2) V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang
tidak bias dimengerti
3) P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika
ekstremitas awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk
merespon)
4) U - unresponsive to pain, jika klien tidak merespon baik stimulus
nyeri maupun stimulus verbal.
e) Expose, Examine dan Evaluate
Menanggalkan pakaian klien dan memeriksa cedera pada klien.
Jika klien diduga memiliki cedera leher atau tulang belakang,
imobilisasi in-line penting untuk dilakukan. Lakukan log roll ketika
melakukan pemeriksaan pada punggung klien. Yang perlu diperhatikan
dalam melakukan pemeriksaan pada klien adalah mengekspos klien
hanya selama pemeriksaan eksternal. Setelah semua pemeriksaan telah
selesai dilakukan, tutup klien dengan selimut hangat dan jaga privasi
klien, kecuali jika diperlukan pemeriksaan ulang.
Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma yang
mengancam jiwa, maka Rapid Trauma Assessment harus segera
dilakukan:
a. Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas pada klien
b. Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam nyawa
klien luka dan mulai melakukan transportasi pada klien yang
berpotensi tidak stabil atau kritis.
B. Secondary survey

Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang


dilakukan secara head to toe, dari depan hingga belakang. Secondary
survey hanya dilakukan setelah kondisi klien mulai stabil, dalam artian
tidak mengalami syok atau tanda-tanda syok telah mulai membaik.
1) Anamnesis
Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis riwayat
klien yang merupakan bagian penting dari pengkajian klien. Riwayat
klien meliputi keluhan utama, riwayat masalah kesehatan sekarang,
riwayat medis, riwayat keluarga, sosial, dan sistem. (Emergency
Nursing Association, 2007). Pengkajian riwayat klien secara optimal
harus diperoleh langsung dari klien, jika berkaitan dengan bahasa,
budaya,usia, dan cacat atau kondisi klien yang terganggu, konsultasikan
dengan anggota keluarga, orang terdekat, atau orang yang pertama kali
melihat kejadian. Anamnesis yang dilakukan harus lengkap karena akan
memberikan gambaran mengenai cedera yang diderita.
Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa
didapat dari klien dan keluarga (Emergency Nursing Association, 2007)
A : Alergi (adakah alergi pada klien, seperti obat-obatan, plester,
makanan)
M : Medikasi/ obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti
sedang menjalani pengobatan hipertensi, kencingmanis, jantung,
dosis, atau penyalahgunaan obat
P : Pertinent medical history (riwayat medis klien seperti penyakit
yang pernah diderita, obatnya apa, berapa dosisnya, penggunaan
obat-obatan herbal)
L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi,
dikonsumsi berapa jam sebelum kejadian, selain itu juga periode
menstruasi termasuk dalam komponen ini)
E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera
(kejadian yang menyebabkan adanya keluhan utama)
2) Identitas Klien
Sebagai seorang perawat harus mendokumentasikan identitas
klien secara lengkap dan jelas. Data identitas yang harus diisi yaitu
nama, umur, jenis kelamin, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan,
alamat, tanggal MRS dan tanggal pengkajian.
3) Keluhan Utama
Keluhan utama saat dating kerumah sakit adalah nyeri hebat
pada abdomen, mual dan muntah.
4) Riwayat Penyakit Sekarang
Penderita trauma abdomen menampakkan gejala nyeri dan
perdarahan. Penyebab dari traumanya dikarenakan benda tumpul atau
tajam. Trauma tajam (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga
peritonium) disebabkan oleh : luka tusuk, luka tembak.Trauma tumpul
(trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium) disebabkan
oleh : pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk
pengaman.
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Ada anggota keluarga atau keturunan sebelumnya yang menderita
penyakit dalam keluarga, misalnya ada anggota keluarga yang pernah
menderita penyakit yang sama.
6) Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah klien pernah menderita trauma abdomen seperti yang diderita
sekarang.
7) Pemeriksaan Fisik
Penampilan umum klien perlu diamati dari tingkat kesadaran, pucat
atau tidak. Kemudian dilakukan pemeriksaan tekanan darah, nadi, suhu
dan RR. Pemeriksaan fisik dilakukan secara head to toe fokus pada
abdomen. Pemeriksaan abdomen dimulai dari inspeksi, auskultasi,
palpasi dan perkusi. Berikut pemeriksaan yang dilakukan:
a. Inspeksi atau look. Lihat adanya kerusakan kulit seperti jejas, sobek
atau memar, adanya benda asing, adanya perdarahan minimal atau
perdarahan hebat,adanya organ keluar, adanya scar, distensi
abdomen. Selain itu perlu melihat pola nafas klien, pergerakan dada
asimetris atau simetris, dan ada hematuri atau tidak. Pemeriksaan
juga di lakukan di area dubur dan pinggul klien.
b. Auskultasi. Dengarkan suara pembuluh darah abdomen dan bising
usus.
c. Palpasi. Sentuh abdomen klien aadanya rigiditas atau kaku, nyeri
lepas, asites, suhu dan adanya distensi abdomen. Distensi abdomen
setelah trauma menunjukkan perdasarahn hebat sebanyak 2-3 liter.
d. Perkusi. Ketuk area abdomen untuk menentukan batas area redup
dan timpani. Area redup yang luas menunjukkan adanya perdarahan
yang meluas.
Menurut Purwadianto(2013), pemeriksaan fisik klien dengan trauma
tumpul atau tajam pada abdomen kemungkinan akan ditemukan:
a) Ada syok dan penurunan kesadaran
b) Ada jejas di daerah perut, pada luka tusuk atau tembak akan
ditmeukan prolaps isi perut
c) Adanya darah, cairan, atau udara bebas dalam rongga perut perlu
dicari terutama pada trauma tumpul. Berikut tanda-tanda yang bisa
ditemukan:
a. Tanda rangsang peritoneum yaitu nyeri tekan, nyeri lepas,
kekakuan dinding perut, tanda kehr (referred pain di daerah bahu,
terutama kiri).
b. Shifting dullness, pekak hati menghilang
c. Bising usus melemah atau menghilang
Tanda rangsang peritoneum sering sukar dicari apabila ada trauma
penyerta, terutama pada kepala. Apabila dalam kondisi ini maka
dianjurkan melakukan lavase peritoneal.
Pemeriksaan Lain
a) Rectal Toucher. Tindakan untuk menilai ada darah atau tidak, jika
ada menunjukkan adanya perdarahan usus besar.
b) Kuldosentesis. Tindakan untuk menilai adanya darah, cairan, atau
udara dalam rongga perut.
c) Sonde Lambung. Tindakan untuk menilai adanya darah dalam
lambung dan mencegah aspirasi apabila muntah.
d) Katerisasi. Tindakan untuk menilai adanya lesi saluran kemih atau
tidak.
8) Pemeriksaan laboratorium
a) Darah. Pada pemeriksaan ini akan dilakukan koreksi terhadap nilai
Hb, Ht dan leukosit. Pada klien dengan perdarahan maka Hb dan Ht
akan terus menurun, jumlah leukosit akan terus meningkat, sehingga
pemeriksaan darah lebih baik dilakukan secara berkala.
b) Urin. Pemeriksaan ini untuk mengetahui ada lesi pada saluran kemih
atau tidak
c) Radiologik. Pemeriksaan ini tidak perlu dilakukan apabila indikasi
laparotomi sudah jelas. Pemeriksaan foto polos perut ini dilakukan
dalam posisi tegak dan miring ke kiri untuk mellihat:
a. Keadaan tulang belakang dan panggul
b. Adanya benda asing pada luka tembak
c. Bayangan otot psoas
d. Udara bebas dalam intra atau ekstraperitoneal
C. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa kegawatdaruratan klien trauma abdomen:


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen inflamasi(00132)
2. Kerusakan Integritas kulit berhubungan dengan agen injuri (00046)
3. Risiko syok berhubungan dengan hipovolemia akibat perdarahan
(00205)
4. Risiko infeksi berhubungan dengan trauma abdomen (00004)
D. Intervensi gawat darurat dengan trauma abdomen

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (00132)


NOC NIC
Comfort Class 1. Physical Comfort Pain Management
Tujuan : Selama dan setelah dilakukan 1. Kaji rasa nyeri secara komprehensif
perawatan klien mampu beradaptasi untuk menentukan lokasi,
dengan rasa nyeri karakteristik, onset/durasi, frekuensi,
Kriteria Hasil: kualitas, intensitas atau beratnya
Pain Control nyeri, dan faktor pencetus.
2. Observasi tanda-tanda non verbal dari
a. Mampu melakukan tehnik non
ketidaknyamanan, terutama pada
farmakologi (5)
klien yang mengalami kesulitan
b. Mampu menggunakan farmakologis
berkomunikasi.
sesuai prosedur (5)
3. Tentukan dampak nyeri terhadap
c. Mampu melakukan hal pencegahan
kualitas hidup klien (misalnya tidur,
nyeri (5)
nafsu makan, aktivitas, kognitif,
Keterangan:
suasana hati, hubungan, kinerja kerja,
(5) : Didemonstrasikan secara konsisten
dan tanggung jawab peran).
Pain Level 4. Kontrol faktor lingkungan yang
Pasien melaporkan dan menunjukkan mungkin menyebabkan respon
bahwa: ketidaknyamanan klien (misalnya
a. Nyeri berkurang temperature ruangan, pencahayaan,
b. Panjang episode nyeri berkurang
suara).
c. Ekspresi wajah nyeri berkurang
d. Kegelisahan berkurang 5. Pilih dan terapkan berbagai cara
(farmakologi, nonfarmakologi,
interpersonal) untuk meringankan
nyeri.
6. Ajarkan penggunaan obat anti nyeri

2. Kerusakan Integritas kulit berhubungan dengan agen injuri (00046)


NOC NIC
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan Pressure Management
keperawatan kerusakan integritas kulit 1. Monitor status nutrisi klien
klien teratasi dengan kriteria hasil : 2. Observasi luka : lokasi, dimensi,
a. Integritas kulit yang baik bisa kedalaman, karakteristik,
dipertahankan (sensasi, warnacairan, granulasi, tanda-tanda
elastisitas, temperature, hidrasi, infeksi lokal
pigmentasi) 3. Ajarkan pada keluarga tentang luka
b. Tidak ada luka / lesi pada kulit
dan perawatan luka
c. Perfusi jaringan baik
d. Menunjukkan pemahaman dalam 4. Kolaborasi dengan ahli gizi
proses perbaikan kulit dan pemberian diet TKTP, vitamin
mencegah terjadi cedera berulang 5. Lakukan teknik perawatan luka steril
e. Menujukkan terjadinya proses
6. Berikan posisi yang mengurangi
penyembuhan luka
tekanan pada luka

3. Risiko syok berhubungan dengan hipovolemia akibat perdarahan


(00205)
NOC NIC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Hypovolemic Management (4180)
syok hipovolemik teratasi dengan
1. Monitoring status hemodinamik (TD,
kriteria hasil:
N, MAP, CVP, PAP, PCWP, CO, dan
Domain 2, kelas E CI)
2. Monitoring tanda dehidradi (turgor
Shock severity: Hypovolemic (0419) kulit jelek, CRT yang tertunda, nadi
lemah, haus berat, membrane mukosa
a. Tekanan nadi normal
b. Tekanan arteri normal kering, penurunan haluaran urin)
c. Tekanan darah sistolik normal 3. Monitoring intake dan output
d. Tekanan darah diastolic normal 4. Monitoring hipotensi ortostatik dan
e. Pengisian kapiler normal
pusing saat berdiri
f. Denyut nadi normal
5. Beri larutan isotonic secara IV untuk
Kulit hangat kering merah rehidrasi ekstraseluler, jika diperlukan

4. Risiko infeksi berhubungan dengan trauma abdomen (00004)


NOC NIC
Risk control : infectious process (1924) Infection protection (6550)
Selama dilakukan perawatan klien 1. Pantau tanda tanda dan gejala infeksi
terhindar dari infeksi dengan kriteria sistemik dan local
2. Monitor kerentanan terhadap infeksi
hasil:
3. Lakukan tindakan pencegahan
a. Menyatakan resiko infeksi personal
neutropenia
b. Identifikasi resiko infeksi setiap hari
4. Isolasi semua pengunjung untuk
c. Identifikasi tanda dan gejala pada
penyakit menular
indikasi resiko potensial
5. Pertahankan asepsis untuk pasien
(Tidak panas, proses penyembuhan
berisiko
luka sesuai waktu, tidak nyeri)
6. Periksa kondisi setiap sayatan bedah
d. Monitor tingkah laku personal
e. Monitor lingkungan atau luka
7. Pantau perubahan tingkat energi atau
malaise
BAB 4
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KASUS TRAUMA TAJAM
ABDOMEN

4.1 Contoh Kasus


Pada tanggal 16 Oktober 2016 pukul 22.15 WIB Tn. X dibawa oleh petugas
keamanan komplek ke RSUA karena menjadi korban penusukan. Sekitar
pukul 21.30 WIB Tn.X terlihat sedang dikerumuni oleh beberapa orang dan
terlibat adu mulut, kemudian Tn.X ditemukan tergeletak dengan perut klien
yang mengeluarkan banyak darah akibat tusukan benda tajam. Pada saat
ditemukan kondisi pasien setengah sadar, terlihat pucat, klien mengeluhkan
perutnya terasa nyeri, dan merasa mual. Hasil TTV: TD: 100/60 mmHg, N:
120x/menit, RR: 24 x/menit Reguler, S: 36,70C, GCS: E3M5V6.

4.2 Pengkajian
A. Anamnesa
a) Identitas klien
Nama : Tn.X
Umur : 49 tahun
JenisKelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Surabaya
Tanggal MRS : 16 Oktober 2016
b) Keluhan utama
Nyeri di bagian perut sebelah kiri
c) Riwayat penyakit sekarang
Klien dibawa oleh petugas komplek ke RSUA karena menjadi korban
penusukan. Sekitar pukul 21.30 WIB Tn.X terlihat sedang dikerumuni
oleh beberapa orang dan terlibat adu mulut, kemudian Tn.X
ditemukan tergeletak dengan perut klien yang mengeluarkan banyak
darah akibat tusukan benda tajam. Pada saat ditemukan kondisi pasien
setengah sadar, klien mengeluhkan perutnya terasa nyeri, dan merasa
mual.
d) Riwayat penyakit dahulu
Klien tidak pernah mengalami kejadian yang serupa
e) Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada keluarga yang memiliki penyakit serupa
f) Pemeriksaan fisik
B. Primary Survey
a) Airway
Bebas, tidak ada sumbatan, paten, tidak ada secret
b) Breathing
Pergerakan dada simetris, RR: 24 x/menit, pernapasan regular
c) Circulation
Akral atas dan bawah dingin, TD: 100/60 mmHg, N: 120x/menit, CRT:
>2 detik
d) Disability
GCS: E3M5V6,
C. Secondary survey
a) Inspeksi
Abdomen terlihat adanya luka robek bekas tusukan dibagian perut
sebelah kiri
b) Auskultasi
Tidak ditemukan gejala
c) Palpasi
Adanya nyeri tekan pada abdomen sebelah kiri bagian atas
d) Perkusi
Redup
D. Pemeriksaan penunjang
Tes laboratorium:

Hemoglobin : 14,5g/dl (n : 14-17,5 g/dl)


6
Eritrosit : 5,05 10 /ul (n : 4,5-5,9 106/ul)
Leukosit : 12,1 103/ul (n : 4,0-11,3 103/ul)
Hematokrit : 40,8% (n : 40-52%)
Trombosit : 204
Hasil USG
Adanya perdarahan abdomen di bagian lien

4.3 Analisa Data


Data Etiologi MK

DS: Klien mengatakan nyeri Trauma abdomen Nyeri akut(00132)


di bagian perut kiri bagian Domain 12. Comfort
atas.
Class 1. Physical Comfort
Kriteria nyeri: Terjadi kerusakan
jaringan
P: ketika ditekan, digerakkan.

Q: Nyeri sangat hebat
Merusak organ dalam
R: Diperut bagian kiri atas

S:7 (skala nyeri 1-10)
Nyeri akut
T: setiap saat

DO: klien tampak gelisah dan


meringis menahan nyeri di
perut bagian kiri atas, adanya
lecet dan jejas diperutnya

DS:- Trauma abdomen Risiko syok (00205)

DO: Hasil USG Domain 11.Safety


protection
Adanya perdarahan internal Terjadi kerusakan
abdomen di bagian lien jaringan Class 2.Physical Injury
Kondisi klien somnolen
TD: 100/60 mmHg

N: 120x/menit Merusak organ dalam

Rupture lien

Perdarahan abdominal

TD turun, nadi cepat,


pucat

Risiko syok

DS:- Trauma abdomen Kerusakan integritas


jaringan (00044)
DO: adanya lecet atau jejas
pada abdomen Domain
Terjadi kerusakan 11.Safety/Protection
jaringan (robekan)
Class 2.Physical Injury

Kerusakan integritas
jaringan

4.4 Diagnosa Keperawatan


a. Nyeri akut (00132) berhubungan dengan trauma fisik abdomen
b. Risiko syok (00205) berhubungan dengan perdarahan abdominal
c. Kerusakan integritas jaringan (00044) berhubungan dengan luka
penetrasi abdomen
4.5 Intervensi Keperawatan
a. Nyeri akut (00132) berhubungan dengan trauma fisik abdomen

NOC NIC

Tujuan: Manajemen Nyeri (1400)


Setelah dilakukan tindakan 1. Ajarkan teknik non farmakologi
keperawatan selama 1x24 jam klien (relakasai, terapi music, distraksi,
melaporkan skala nyeri <5. terapi aktivitas, masase)
Kriteria hasil: 2. Kolaborasi pemberian analgesic
1) Pain level sesuai advis dokter dan monitoring
2) Pain control
respon klien
3) Comfort level
3. Observasi respon klien setelah
a. Mampu mengontrol nyeri
dilakukan tindakan pengontrolan
(tahu penyebab nyeri, mampu
nyeri
menggunakan teknik non
4. Observasi ekspresi klien secara non
framakologi untuk mengurangi
verbal agar mengetahui tingkat
nyeri, mencaribantuan)
nyeri
b. Melaporkan bahwa nyeri
5. Kaji nyeri secara komprehensif
berkurang dengan
meliputi lokasi, karakteristik,
menggunakan manajemen
onset, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
atau beratnya nyeri dan faktor
c. Mampu mengenali nyeri
presipitasi
(skala, intensitas, frekuensi
6. Kaji pengetahuan dan perasaan
dan tanda nyeri)
klien mengenali nyerinya
d. Menyatakan rasa nyaman
7. Ajak klien untuk mengkaji faktor
setelah nyeri berkurang
yang dapat memperburuk nyeri
e. Tanda vital dalam rentang
8. Kaji dampak nyeri terhadap
normal
kualitas hidup klien (ADL)
f. Tidak mengalami gangguan
9. Kontrol faktor lingkungan yang
tidur
dapat mempengaruhi
ketidaknyamanan klien

b. Risiko syok (00205) berhubungan dengan perdarahan abdominal

NOC NIC

Tujuan: selama 1x24 jam diharapkan Hypovolemia management (4180)


klien tidak mengalami syok dengan 1. Berikan cairan sesuai dengan
kriteria hasil: apa yang di tentukan
Fluid balance 2. Observer untuk indikasi
dehidrasi
Blood loss severity 3. Memonitor status hemodinamik
a. Nadi perifer normal 4. Pertahankan kecepatan aliran
b. Turgor kulit normal infus iv stabil
c. Tidak terjadi hipotensi 5. Mengatur ketersediaan produk
ortostatik darah untuk transfuse
d. Tidak terdapat tanda-tanda Shock management (4250)
perdarahan
1. Mempertahankan potensi jalan
napas dengan benar
2. Berikan terapi oksigen yang
sesuai dan benar

c. Kerusakan integritas jaringan (00044) berhubungan dengan luka


penetrasi abdomen

NOC NIC

Tujuan: selama 2x24 jam diharapkan Skin Surveillance(3590)


integritas jaringan klien membaik 1. Memonitoring kulit diarea jejas
dengan kriteria hasil: 2. Memonitoring untuk
Tissue Integrity: Skin and Mucous pencegahan tekanan pada klien
Membrane 3. Memperhatikan warna kulit
1) Perfusi jaringan kembali klien
normal 4. Memperhatikan suhu pada kulit
2) Lesi dapat tertutup klien
3) Suhu kulit dalam rentang Bleeding Reduction: Gastrointestinal
normal dan akral hangat (4022)
1. Monitor saturasi oksigen
2. Monitor adanya risiko syok
hipovolemik
3. Lakukan pemeriksaan darah
4. Kaji status nutrisi klien
Fluid Management (4120)
1. Monitor status hidrasi klien
2. Monitor TTV
3. Berikan cairan sesuai advise dan
lakukan monitor selama 24 jam

4.6 Evaluasi Keperawatan


a. Nyeri akut (00132) berhubungan dengan trauma fisik abdomen
S: klien merasa nyeri berkurang menjadi (5)
O: pasien tampak gelisah dan meringis
A: nyeri akut belum teratasi
P: lanjutkan semua intervensi
b. Risiko syok (00205) berhubungan dengan perdarahan abdominal
S: klien mengatakan pusingnya berkurang
O: nadi perifer 98x/menit, turgor kulit baik, TD: 115/92 mmHg
A: Risiko syok belum teratasi
P: Lanjutkan semua intervensi
c. Kerusakan integritas jaringan (00044) berhubungan dengan luka penetrasi
abdomen
S: klien mengatakan warna di daerah jejas tampak berubah
O: masih tampak jejas di abdomen kiri atas klien
A: kerusakan integritas belum teratasi
P: lanjutkan semua intervensi
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Trauma pada abdomen umunya dibagi menjadi dua yakni trauma tajam
dan trauma tumpul. Trauma tajam abdomen yaitu trauma yang
mengakibatkan luka pada permukaan tubuh dengan penetrasi ke dalam
rongga peritoneum yang disebabkan oleh tusukan benda tajam. Penyebab
yang paling sering terjadi pada trauma tajam yaitu luka tembak yang
menembus abdomen. Dapat juga terjadi akibat luka tusukan benda tajam.
Trauma tajam abdomen salah satunya bisa mengakibatkan robeknya
pembuluh darah dan seringkali disertai dengan perdarahan hebat. Trauma
tajam akan menimbulkan nyeri, perdarahan, bisa juga timbul mual muntah,
distensi abdomen, peningkatan suhu tubuh, takikardi, bahkan penurunan
kesadaran. Penatalaksanaan trauma tajam kebanyakan memerlukan intervensi
bedah. Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan traum tajam
abdomen adalah nyeri, resiko shock dan kerusakan intregitas jaringan. Ketiga
diagnosa tersebt perlu penatalaksanaan sesuai tingkat kegawatannya masing-
masing, sehingga dalam melakukan pengkajian harus dilakukan secara rinci
untuk mencegah keterlambatan dan kesalahan penanganan.
Prognosis untuk pasien dengan trauma abdomen bervariasi. Angka
kematian lebih tinggi disbanding cedera yang lain. Kebanyakan trauma
abdomen ini disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas. Untuk trauma abdomen
yang terlewat yang artinya tidak terobservasi, atau terlambat didiagnosis
memeiliki resiko kematian yang lebih tinggi.

5.2 Saran
Dalam penyusunan makalah ini telah dijelaskan tentang konsep trauma
tajam, konsep asuhan keperawatan dan contoh penerapan asuhan keperawatan
dengan kasus trauma tajam abdomen. Untuk itu apabila nantinya pembaca
menemukan kasus serupa hendaknya dapat mengaplikasikan proses asuhan
keperawatan yang tepat untuk klien dengan trauma tajam abdomen. Sehingga
kasus demikian dapat ditangani dengan baik dan mencegah timbulnya
komplikasi lebih lanjut yang dapat mengakibatkan kegagalan fungsi bahkan
kematian.
DAFTAR PUSTAKA

Ferrada, R., Rivera, D., &Ferrada, P. (2011). Blunt Abdominal Trauma. UK:
Springer-Verlag London.

Henry, Mark C. dan Edward R. 2010. EMT : PrehospitalCare. Stapleton. 4th


Edition. Massachusetts : Jones &Bartlett Publisher.

Hudak & Gallo. 2001. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC

Ignativicus, Donna D ; Workman. 2006. Medical Surgical Nursing Critical


Thinking for Collaborative Care. USA: ElsevierSaunders

Kingsnorth, Andrew dan Douglas Bowley. 2011. Fundamental


ofSurgicalPractice. 3rd Edition. UK : Cambridge University Press.

Oman, K.S.2008. Panduan Belajar Keperawatan Emergensi. Jakarta : EGC

Saunders Elsevier. 2006. Emergency Care. London : Elsevier Limited.

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Brunner and


Suddarth Ed. 8 Vol. 3. Jakarta: EGC

Вам также может понравиться