Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
1
dari 28 minggu karena biasanya hebat dan mengganggu sirkulasi O2, CO2 dan
nutrisi dari ibu ke janin. Penyebab tersering perdarahan pada trimester III, yaitu :
Solusio plasenta 30%, Plasenta previa 32%, Vasa previa 0,1%, Inpartu biasa 10%,
Kelainan lokal 4%, Tidak diketahui sebabnya 23,9%. Penyebab utama perdarahan
antepartum yaitu plasenta previa dan solusio plasenta, penyebab lainnya biasanya
berasal dari lesi lokasi pada vagina/serviks.1
Perdarahan antepartum adalah perdarahan pada jalan lahir setelah
kehamilan 22 minggu.6 Plasenta previa adalah suatu kesulitan kehamilan yang
terjadi pada trimester kedua dan ketiga kehamilan. Dapat meningkatkan kematian
bagi ibu dan janin. Ini adalah salah satu penyebab pendarahan vaginal yang paling
banyak pada trimester kedua dan ketiga. Plasenta previa biasanya digambarkan
sebagai implantasi dari plasenta di dekat ostium interna uteri (didekat serviks
uteri).1,6
Di AS plasenta previa ditemukan kira-kira 5 dari 1.000 persalinan dan
mempunyai tingkat kematian 0,03%. Data terbaru merekam dari 1989-1997
plasenta previa tercatat didapat pada 2,8 kelahiran dari 1.000 kelahiran hidup. Di
indonesia, RSCM Jakarta mencatat plasenta previa terjadi kira-kira 1 diantara 200
persalinan. Antara tahun 1971-1975 terjadi 37 kasus plasenta previa diantara 4781
persalinan yang terdaftar, atau kira-kira 1 dari 125 persalinan.7
Solusio plasenta atau disebut juga abruptio placenta atau ablatio placenta
adalah separasi prematur plasenta dengan implantasi normalnya di uterus (korpus
uteri) dalam masa kehamilan lebih dari 20 minggu dan sebelum janin lahir. Dalam
plasenta terdapat banyak pembuluh darah yang memungkinkan pengantaran zat
nutrisi dari ibu ke janin, jika plasenta ini terlepas dari implantasi normalnya dalam
masa kehamilan maka akan mengakibatkan perdarahan yang hebat. Hebatnya
perdarahan tergantung pada luasnya area plasenta yang terlepas.7,8
2
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Definisi
3
Gambar 2.1. Kelainan Plasenta1
2. Solusio plasenta
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal di korpus
uteri yang terjadi setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum janin dilahirkan.
Yang dapat termanifestasikan dalam perdarahan pervagina, peningkatan
kontraksi uterus dan distres pada fetus yang dapat berakibat pada kematian
ibu dan janin.9,12,13
4
1. Erosio portionis uteri
2. Carcinoma portionis uteri
3. Polypus cervicis uteri, varices vulvae, dan trauma.
2.2 Klasifikasi
2.2.1 Plasenta Previa4,6,9
5
Didasarkan atas terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir
pada waktu tertentu :
a) Plasenta previa totalis, bila seluruh pembukaan tertutup oleh jaringan
plasenta.
c) Plasenta previa marginalis, bila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir
pembukaan.
6
Gambar 2.6. Plasenta previa marginalis1
7
Ada 3 tipe perdarahan pada solusio plasenta, yaitu :9,12,13
1. Perdarahan keluar (External hemorrhage)
Diakibatkan terlepasnya plasenta bagian perifer (tepian) dan membran di
antara plasenta dan kanalis servikalis terlepas dari desidua yang di bawahnya.
Sehingga perdarahan yang terjadi dapat tampak pervaginam. Gejala klinis
sesuai dengan jumlah kehilangan darah, tidak terdapat ketegangan uterus,
atau hanya ringan.
2. Perdarahan tersembunyi (Concealed hemorrhage)
Diakibatkan terlepasnya plasenta bagian sentral, sedangkan perdarahan yang
terjadi sifatnya retroplasenta. Gejala yang terjadi, tidak terdapat perdarahan
pervaginam, uterus tegang dan hipertonus, sering terjadi fetal distress berat.
3. Perdarahan kombinasi (Combined hemorrhage)
Terjadi perdarahan baik retroplasental atau pervaginam dan uterus tetanik.
8
Gambar 2.8. Perdarahan pada solusio plasenta17
(Dikutip dari slide Deering SH. Abrupto Placentae)
Gambar 2.9. Solusio Plasenta Totalis dan Perdarahan tersembunyi (Concealed hemorrhage)9
(Dikutip dari Williams Obstetric 23rd Edition)
2.3 Etiologi14,15
2.3.1 Plasenta Previa
Beberapa faktor dan etiologi dari plsenta previa tidak diketahui. Tetapi
diduga hal tersebut berhubungan dengan abnormalitas dari vaskularisasi
endometrium yang mungkin disebabkan oleh timbulnya parut akibat trauma
operasi/infeksi. Perdarahan berhubungan dengan adanya perkembangan segmen
bawah uterus pada trimester ketiga. Plasenta yang melekat pada area ini akan
rusak akibat ketidakmampuan segmen bawah rahim. Kemudian perdarahan akan
terjadi akibat ketidakmampuan segmen bawah rahim untuk berkonstruksi secara
adekuat.
9
Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti.
Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya solusio plasenta,
antara lain :
a) Usia ibu saat hamil
Dalam sebuah penelitian oleh Cleary dan Goldman (2007), menunjukan data
bahwa pada evaluasi di trimester pertama dan kedua kehamilan terdapat
peningkatan insidensi terjadinya soluiso plasenta sebesar 2-3 kali pada ibu
hamil yang berusia 40 tahun dibandingkan usia 35 tahun.9
10
b) Paritas
Sampai saat ini, masih menjadi kontroversi tentang pengaruh multiparitas
sebagai faktor predisposisi terjadinya solusio plasenta. Misalnya pada
penelitian yang dilakukan Pritchard dan Colleagues (1991) melaporkan
insidensi terjadinya solusio plasenta lebih tinggi pada multiparitas, sedangkan
penelitian yang dilakukan oleh Toohey dan Associates (1995) tidak
menemukan pengaruh multiparitas dan insidensi terjadinya solusio plasenta. 9
Akan tetapi pada penelitian yang dilakukan oleh Iram Sarwer et al (2003-
2004), dilaporkan bahwa nulipara lebih cenderung terjadinya solusio plasenta
dibanding ibu multipara.13
11
e) Riwayat trauma
Pada beberapa kasus trauma abdomen, seperti : kecelakaan kendaraan
bermotor dan trauma fisik lainnya yang berat sering diikuti dengan
terlepasnya plasenta dari tempat nidasinya.9 Pada penelitian yang dilakukan
pada Rumah Sakit Parkland, sekitar 2% penyebab terjadinya solusio plasenta
yang menyebabkan kematian fetus disebabkan oleh trauma kecelakaan di
jalan raya.9
f) Merokok
Menurut hasil penelitian yang dilakukan Ananth (1986-1993) didapatkan data
bahwa terdapat peningkatan risiko menjadi 2 kali lipat terjadinya solusio
plasenta pada kehamilan dengan riwayat ibu yang merokok bukan perokok
(baik perokok pasif ataupun aktif). 17 Hal yang sama didapatkan penelitian
yang dilakukan oleh Mortensen (2001), Hogberg (2007), Kaminsky (2007).9,16
g) Kokain
Wanita yang pernah menggunakan kokain memiliki risiko yang tinggi terjadi
solusio plasenta pada kehamilan. Hal ini dapat dibuktikan pada penelitian
yang dilakukan oleh Bingol (1987) dan Addis (2001). 9 Mengapa hal ini dapat
terjadi? Karena kokain dapat menyebabkan peningkatan katekolamin dan
hipertensi yang akhirnya akan menyebabkan vasospasme pembuluh darah
uterin sebagai penyebab solusio plasenta.17
h) Leiomyomas
Myoma uteri terutama yang berlokasi dibelakang sisi implantasi plasenta
cenderung akan menyebabkan terjadinya solusio plasenta. Rice pada
penelitiannya tahun 1989 menemukan 8 dari 14 wanita dengan myoma uteri
retroplasenta akan berkembang menjadi solusio plasenta sedangkan 4 lainnya
akan berakhir dengan kejadian 4 bayi lahir mati. Sedangkan hanya 2 dari 79
wanita dengan kasus myoma uteri non retroplasenta yang berkembang
menjadi solusio plasenta.9
i) Thrombofilia
Pada dekade yang lalu. Trombofilia yang diturunkan ataupun didapatkan
selalu mempunyai korelasi langsung pada kasus thromboembolik dalam
kehamilan yang akhirnya akan berasosiasi sebagai penyebab terjadinya
12
solusio plasenta dan preeklampsia, hal ini ditemukan oleh Kenny (2009). 9
Beberapa literatur menulis bahwa mutasi pada faktor V Leiden, gen
prothrombin, hiperhomocysteinemia, activated protein C resistance, defisiensi
antithrombin III dan terdapatnya antibodi anticardiolipin immunoglobin G.18
Jika pada antenatal care ditemukan pasien positif terindikasi thrombofilia
maka seharusnya pasien mendapatkan terapi heparin ataupun aspirin dalam
kehamilannya.18
j) Riwayat solusio plasenta sebelumnya
Seorang wanita yang pernah menderita solusio plasenta terlebih yang
menyebabkan kematian janin memiliki risiko tinggi terjadinya rekurensi. Hal
ini ditemukan pada berbagai sumber dari laporan penelitian yang dilakukan.
Pada penelitain yang terakhir oleh Rasmusen dan Irgens (2009) dengan
767.000 kehamilan peningkatan ratio terjadinya rekurensi hampir 3 kali
dengan riwayat solusio plasenta pada kehamilan sebelumnya.9
2.5 Patofisiologi
2.5.1 Plasenta Previa7
Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trisemester ketiga
dan mungkin juga lebih awal oleh karena mulai terbentuknya segmen
bawah rahim, tapak plasenta akan mengalami pelepasan. Sebagaimana
diketahui tampak plasenta terbentuk dari jaringan maternal yaitu bagian
desidua basalis yang bertumbuh menjadi bagian dari uri. Dengan
melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta
yang berimplantasi di situ sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat
pelepasan pada desidua pada tapak plasenta. Demikian pula pada waktu
serviks mendatar (effacement) dan membuka (dilatation) ada bagian tapak
plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi akan terjadi perdarahan yang
berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruang intervillus dari plasenta.
Oleh karena fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu perdarahan
pada plasenta previa betapa pun pasti kan terjadi (unavoidable bleeding).
Perdarahan di tempat itu relative dipermudah dan diperbanyak oleh
karena segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi
dengan kuat karena elemen otot yang dimilikinya minimal, dengan akibat
13
pembuluh darah pada tempat itu tidak akan tertutup dengan sempurna.
Perdarahan akan berhenti karena terjadi pembekuan kecuali jika ada
laserasi mengenai sinus yang besar dari plasenta dimana perdarahan akan
berlangsung lebih banyak dan lebih lama. Oleh karena pembentukan
segmen bawah rahim itu akan berlangsung progresif dan bertahap, maka
laserasi baru akan mengulang kejadian perdarahan. Demikian perdarahan
akan berulang tanpa sesuatu sebab lain (causeless). Darah yang keluar
berwarna merah segar tanpa rasa nyeri (pain-less).3
14
perdarahan pasca persalinan pada plasenta previa, misalnya dalam kala
tiga karena plasenta sukar melepas dengan sempurna (retensio plasenta)
atau setelah uri lepas karena segmen bawah rahim tidak mampu
berkontraksi dengan baik.3
Pada stadium awal, mungkin saja tidak ditemukan gejala dan separasi
dapat ditemukan ketika dilakukan pemeriksaan pada plasenta akibat penekanan
pada permukaan maternal plasenta. Yang dapat tergambar sebagai daerah
berwarna gelap yang terbentuk dari darah yang beku dengan diameter beberapa
centimeter pada permukaan plasenta.9
Gambar 2.11. Foto Solusio Plasenta Partialis dengan Gambaran Darah Beku9
(Dikutip dari Williams Obstetric 23rd Edition)
15
Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus yang
membentuk hematoma di desidua sehingga plasenta terdesak dan akhirnya
terlepas. Perdarahan berlangsung terus-menerus karena otot uterus yang telah
meregang oleh kehamilan tidak mampu lebih berkontraksi untuk menghentikan
perdarahan.16 Akibatnya, hematoma retroplasenter akan bertambah besar, sehingga
sebagian dan akhirnya seluruh plasenta terlepas dari dinding uterus. Sebagian
darah akan menyeludup di bawah selaput ketuban keluar dari vagina, atau
menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong ketuban atau ekstravasasi
diantara serabut-serabut otot uterus.16 Apabila ekstravasasinya berlangsung hebat
sehingga menembus lapisan myometrium bahkan serosa uterus maka seluruh
permukaan uterus akan berbecak biru atau ungu fan terasa sangat tegang serta
nyeri.
Hal ini disebut uterus couvelaire.16 Yang akhirnya sebagai penyebab terjadinya
atonia uteri dan bukan sebagai indikasi dilakukannya histerektomi.9
Nasib janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding
uterus. Apabila sebagian kecil yang terlepas, mungkin tidak berpengaruh sama
sekali atau mengakibatkan gawat janin.16
Waktu, sangat menentukan beratnya gangguan pembekuan darah, kelainan
ginjal, dan nasib janin. Makin lama selang waktu solusio plasenta sampai
persalinan selesai, umumnya makin hebat komplikasinya.16
16
2.6 Diagnosis dan Gejala
2.6.1 Plasenta Previa19
A. Gejala
1. Gejala yang terpenting adalah perdarahan tanpa nyeri.2
B. Diagnosis
17
3. Pemeriksaan fisik ibu1
a. Dijumpai keadaan bervariasi dari keadaan normal sampai syok
b. Kesadaran penderita bervariasi dari kesadaran baik sampai koma
c. Pada pemeriksaan dapat dijumpai :
- Tekanan darah, nadi dan pernapasan dalam batas normal
- Tekanan darah turun, nadi dan pernapasan meningkat
- Daerah ujung menjadi dingin
- Tampak anemis
4. Pemeriksaan khusus kebidanan.1
1. Pemeriksaan palpasi abdomen
- Janin belum cukup bulan, tinggi fundus uteri sesuai dengan
umur kehamilan
- Karena plasenta di segmen bawah rahim, maka dapat
dijumpai kelainan letak janin dalam rahim dan bagian
terendah masih tinggi.
2. Pemeriksaan denyut jantung janin
- Bervariasi dari normal sampai asfiksia dan kematian dalam
rahim.
3. Pemeriksaan dalam
Perempuan hamil yang mengalami perdarahan dalam kehamilan
lanjut biasanya menderita plasenta previa atau solusio plasenta.
Gambaran klinik yang klasik,,sangat menolong membedakan
antara keduanya. Dahulu untuk kepastian diagnosis pada kasus
dengan perdarahan banyak, pasien dipersiapkan di dalam kamar
bedah demikian rupa segala sesuatunya rermasuk staf dan
perlengkapan anestesia semua siap untuk tindakan bedah sesar.
Dengan pasien dalam posisi litotomi di atas meja operasi dilakukan
periksa dalam (vaginal toucher) dalam lingkungan disinfeksi
tingkat tinggi (DTT) secara hati-hati dengan dua Jari telunjuk dan
jari tengah meraba forniks posterior untuk mendapat kesan ada
atau tidak ada bantalan antara jari dengan bagian terbawah janin.
Perlahan jari-jari digerakkan menuju pembukaan serviks untuk
meraba jaringan plasenta. Kemudian jari-jari digerakkan mengikuti
seluruh pembukaan untuk mengetahui derajat atas klasifikasi
plasenta. Jika plasenta lateralis atau marginalis dilanjutkan dengan
amniotomi dan diberi oksitosin drip untuk mempercepat persalinan
jika tidak teriadi perdarahan banyak untuk kemudian pasien
18
dikembalikan ke kamar bersaiin. Jika terjadi perdarahan banyak
atau ternyata plasenta previa totalis, langsung dilanjutkan dengan
seksio sesarea. Persiapan yang demikian dilakukan bila ada
indikasi penyelesaian persalinan. Persiapan yang demikian disebut
dengan double set-up examinational Perlu diketahui tindakan
periksa dalam tidak boleh/kontra-indikasi dilakukan di luar
persiapan double set-up examination. Periksa dalam sekalipun
yang dilakukan dengan sangat lembut dan hati-hati tidak menjamin
tidak akan menyebabkan perdarahan yang banyak. Jika terjadi
perdarahan banyak di luar persiapan akan berdampak pada
prognosis yang lebih buruk bahkan bisa fatal.
Dewasa ini double set-up examination pada banyak rumah sakit
sudah jarang dilakukan berhubung telah tersedia alat
Transabdominal ultrasonografi.3,4
4. Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan ultrasonografi
- Mengurangi pemeriksaan dalam
- Menegakkan diagnosis
19
Untuk mendapatkan diagnosis solusio plasenta secara tepat dan akurat maka perlu
dilakukan pemeriksaan yang komprehensif mulai dari anamnesa sampai
pemeriksaan penunjang lainnya. Dari anamnesa perlu ditanyakan beberapa hal
seperti :
1. Identitas Ibu20
2. Riwayat obstetri seperti :20
a) Usia kehamilan ibu (abortus jika < 20 minggu, perdarahan antepartum >
20 minggu)
b) Perdarahan pervaginam ? (jumlah, intensitas dan frekuensi)
c) Apakah terdapat nyeri suprapubis ?
d) Riwayat obstetri terdahulu ? (jumlah gravida, jenis persalinan dan
penyakit lainnya)
e) Tanda-tanda hipovolemia (mual,muntah dan kelemahan)
f) Ada tidaknya gerakan janin dalam kandungan ?
g) Urinaria
h) Riwayat hipertensi dan penggunaan obat-obatan (sebelum dan selama
kehamilan)
i) Riwayat merokok
j) Riwayat trauma dan persalinan terdahulu ?
20
perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum atau dari kelainan serviks
dan vagina seperti erosi porsio uteri, kanker serviks, varises vulva dan
trauma. Apabila terdapat perdarahan yang berasal dari ostium uteri
eksternum, adanya plasenta previa dan solusio plasenta harus dicurigai.
Akan tetapi pemeriksaan pervaginal ini harus dilalukan fasilitas seksio
caesarea kamar operasi.
21
Ketika terjadi perdarahan akut, penurunan nilai hematokrit terjadi
beberapa jam setelah terjadinya perdarahan akan tetapi hasilnya dapat
kabur saat terjadi pemberian cairan kristaloid dalam rangka resusitasi.
2) Pemeriksaan kadar fibrinogen
Pada saat kehamilan sangat berhubungan dengan keadaan
hipofibronogenemia. Oleh karena itu tertekannya level fibrinogen
dapat menunjukkan adanya masalah koagulasi darah. Jika level
fibrinogen < 200 mg/dl, maka dapat diduga pada pasien tersebut
terjadi solusio yang berat. Tujuan manajemen terapi adalah 100
mg/dl yang dapat dicapai dengan transfusi fresh frozen plasma atau
cryoprecipitate ataupun transfusi darah segar.
3) Prothrombin Time/Activated Partial Thromboplastin Time
(PTT/APTT)
Sekitar 20% wanita dengan Disseminated Intra Coagulopaty (DIC)
akan memiliki kecenderungan terjadinya solusio plasenta yang berat
saat kehamilannya.
Dan pada kasus solusio plasenta yang selalu akan ditangani dengan
seksio caesarea maka pemeriksaan PTT/APTT sangat diperlukan.
4) Blood urea nitrogen/serum kreatinin
Pada kondisi hipovolemik akibat perdarahan yang masif pada solusio
plasenta, tidak jarang akan berimbas pada terjadinya komplikasi gagal
ginjal akut. Kondisi ini dapat dicegah dengan resusitasi cairan yang
tepat waktu dan adekuat agar perfusi darah pada ginjal tetap
berlangsung sebagaimana mestinya.
5) Kleihauer-Betke test
Untuk menemukan adanya sel darah merah fetus yang beredar pada
sirkulasi darah maternal pada kasus solusio plasenta, terutama pada
wanita dengan Rhesus negatif.
6) Golongan darah
Perlu dilakukan pemeriksaan ini setidaknya agar ketika diperlukan
saat akan dilakukan trasnfusi.
7) Rhesus darah
22
Wanita dengan rhesus darah negatif memerlikan Rh imunoglobulin
untuk mencegah isoimunisasi yang akan berdampak pada
kehamilannya.
8) Pengelolaan thrombofilia, mencakup pemeriksaan :
Mutasi faktor v leiden, mutasi gen prothrombin (a20210), defisiensi
antithrombin III, protein c dan defisiensi protein s, level homocysteine
puasa, antibodi anticardiolipin antibodies, activated protein c
resistance.
b) Ultrasonografi
Ultrasonosgrafi adalah pemeriksaan khusus yang digunakan dalam
menimaginasikan perdarahan dalam kehamilan dengan tingkat sensitivitas
dan spesifitas yang tinggi. Solusio plasenta terlihat sebagai perdarahan
retroplasenta pada gambaran ultrasound, akan tetapi tidak semua tipe
solusio plasenta dapat terdeteksi. Pada fase akut, perdarahan akan tampak
secara umum sebagai gambaran hiperechoic atau bahkan isoechoic seperti
gambaran plasenta normal. Ultrasonografi dapat membantu menyingkirkan
penyebab lain pada perdarahan retroplasenta trimester ketiga. Pada
perdarahan akut solusio plasenta seperti perdarahan retroplasenta
gambaran hiperechoic akan berubah menjadi isoechoic dan kemudian akan
menjadi hipoechoic dalam 1 minggu.22
23
Gambar 2.13. Gambaran ultrasonografi solusio plasenta retroplasenta 22
(Dikutip dari Sonography of abruptio placentae. American journal Roentgen ray 1981;
137(5))
24
Jika kehilangan > 40% volume darah atau > 2000 cc darah, tekanan
darah dan nadi tidak dapat terukur, koma dan anuria.
2.8 Penatalaksanaan
25
Setiap perempuan hamil yang mengalami perdarahan pada trisemester
kedua atau trisemester ketiga harus dirawat di dalam rumah sakit. Pasien
diminta istirahat baring dan dilakukan pemeriksaan darah lengkap termasuk
golongan darah dan factor Rh. Jika rhesus negative RhoGam perlu diberikan
pada pasien yang belum pernah mengalami sensitisasi. Jika kemudian ternyata
perdarahan tidak banyak dan berhenti serta janin dalam keadaan sehat dan
janin masih premature, dibolehkan pulang dan dilanjutkan dengan rawat
rumah atau rawat jalan dengan syarat telah mendapat konsultasi yang cukup
dengan pihak keluarga agar dengan segera kembali kerumah sakit bila terjadi
perdarahan ulang, walaupun kelihatannya tidak mencemaskan. Dalam keadaan
yang stabil tidak keberatan pasien untuk di rawat di rumah atau rawat jalan.
Pada kehamilan antara 24-34 minggu diberikan steroid dalam perawatan
antenatal untuk pematangan paru janin. Dengan rawat jalan pasien lebih bebas
dan kurang stress serta biaya dapat ditekan. Rawat inap kembali diberlakukan
bila keadaan menjadi lebih serius.3
1. Terminasi
26
b. Dengan seksio sesarea, dimaksudkan untuk mengosongkan
rahim hingga rahim dapat berkontraksi dan menghentikan
perdarahan. Seksio sesarea juga mencegah terjadinya
robekan serviks yang agak sering terjadi pada persalinan
pervaginam.
2. Ekspektatif
27
kehamilan telah 37 minggu, kehamilan dapat diakhiri dengan cara vaginal atau
seksio sesaria. Dengan cara vaginal dimaksudkan untuk mengadakan tekanan
pada plasenta, yang dengan demikian menutup pembuluh-pembuluh darah yang
terbuka (tamponade pada plasenta). Dengan seksio sesaria dimaksudkan untuk
mengosongkan rahim hingga rahim dapat berkontraksi dan menghentikan
perdarahan. Seksio sesaria juga mencegah terjadinya robekan serviks yang agak
sering pada persalinan pervaginam.2
28
b. Versi Braxton Hicks
- Bertujuan untuk mengadakan tamponade plasenta dengan bokong
dan untuk menghentikan perdarahan dalam rangka menyelamatkan
ibu.
- Dilakukan versi ke letak sunsang.
- Satu kaki dikeluarkan sebagai tampon dan diberikan pemberat
untuk mempercepat pembukaan dan menghentikan perdarahan.
- Diharapkan persalinan spontan.
- Janin sebagian besar akan meninggal.
- Memecahkan ketuban
- Melskuksn seksio sesarea
- Untuk bidan segera melakukan rujukan sehingga mendapat
pertolongan yang cepat dan tepat.
29
Penanganan solusio plasenta secara umum :9
1. Pemberian darah yang cukup
2. Pemberian O2
3. Pemberian antibiotik
4. Pada syok yang berat diberikan kortikosteroid dosis tinggi untuk mencegah
terjadinya perdarahan yang semakin hebat. Mekanisme kerjanya yaitu dengan
cara memperbaiki perfusi jaringan, memperkuat dinding sel, memperkuat
integritas sel endotel, stabilitas membran lisosom dan menurunkan resistensi
perifer.
A. Perdarahan masif
1. Evakuasi pasien ke rumah sakit untuk dilakukan tindakan resusitasi.
Jaga agar hemtokrit darah sekitar 30% dan keluaran urin sekitar 60
ml/jam dan cek kadar hemoglobin tiap 4 jam.
2. Lakukan transfusi fresh frozen plasma atau darah segar.
3. Lakukan terminasi kehamilan baik persalinan pervaginal jika dilatasi
serviks sudah lengkap ataupun dengan seksio caesarea.
4. Jika terjadi perdarahan postpartum pasca terminasi kehamilan yang
menyebabkan atonia uteri dan tidak dapat teratasi, maka histerektomi
adalah langkah yang harus diambil untuk menyelamatkan nyawa ibu.
B. Perdarahan sedikit
Tindakan yang dilakukan sangat dipengaruhi dari status fetus dalam
kandungan apakah prematur, imatur ataupun sudah mati.
1. Penatalaksanaan ekspektatif
Dilakukan jika umur kehamilan < 36 minggu dan janin masih hidup
serta tidak adanya perdarahan yang hebat yang menyebabkan syok
hipovolemia pada ibu.9,20
Hal ini dilakukan dengan harapan janin dapat seviable mungkin bila
dilahirkan nantinya. Observasi yang ketat terutama kondisi ibu (tekanan
darah, nadi, kadar hemoglobin dan urinaria) dan kondisi janin
menggunakan cardiotocografi (CTG).9,20
30
2. Penatalaksanaan aktif
Adakah sebuah tindakan terminasi kehamilan pada kondisi janin yang
matur ataupun terjadi fetal distres.9,20,23
2.9 Komplikasi
31
Kemungkinan infeksi nifas besar karena luka plasenta lebih dekat pada
ostium dan merupakan porte dentre yang mudah tercapai. Lagi pula,
pasien biasanya anemis karena perdarahan sehingga daya tahannya lemah. 2
3. Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh
darah sangat potensial untuk robek disertai dengan perdarahan yang
banyak. Oleh karena itu harus sangat berhati-hati pada semua
tindakan manual ditempat ini misalnya pada waktu mengeluarkan
anak melalui insisi pada segmen bawah rahim ataupun waktu
mengeluarkan plasenta dengan tangan pada retensio plasenta. Apabila
oleh salah satu sebab terjadi perdarahan banyak yang tidak terkendali
dengan cara-cara yang lebih sederhana seperti penjahitan segmen
32
bawah rahim, ligasi a.uterina, ligasi a.ovarika, pemasangan tampon
atau ligasi a.hipogastrika maka pada keadaan yang sangat gawat
seperti ini jalan keluarnya adalah melakukan histerektomi total.
Morbiditas dari semua tindakan ini tentu merupakan komplikasi tidak
langsung dari plasenta previa.
4. Kelainan letak anak pada plasenta previa lebih sering terjadi. Hal ini
memaksa lebih sering diambil tindakan operasi dengan segala
konsekuensinya.
5. Kehamila premature dan gawat janin sering tidak terhindarkan karena
tindakan terminasi kehamilan yang terpaksa dilakukan dalam
kehamilan belum aterm. Pada kehamilan < 37 minggu dapat
dilakukan amniosintesis untuk mengetahui kematangan paru-paru
janin dan pemberian kortikosteroid untuk mempercepat pematangan
paru janin sebagai upaya antisipasi.
6. Solusio plasenta
7. Kematian maternal akibat perdarahan
8. Disseminated intravascular coagulation (DIC)
9. Infeksi sepsis
33
Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup bulan ialah
450 mg% berkisar antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen
plasma kurang dari 100 mg% maka akan terjadi gangguan pembekuan
darah.4,7,19
Mekanisme gangguan pembuluh darah terjadi melalui dua fase :
Fase I
Pada pembuluh darah terminal (arteriole, kapiler, venule) terjadi
pembekuan dara, disebut disseminated intravasculer clotting
(DIC). Akibatnya ialah peredaran darah kapiler (mikrosirkulasi)
terganggu. Jadi pada fase I, turunnya kadar fibrinogen disebabkan
karena pemakaian zat tersebut, maka fase I disebut juga
coagulopathi consumptive. Diduga bahwa hematom subkhorionik
mengeluarkan tromboplastin yang menyebabkan pembekuan
intravaskuler tersebut. Akibat gangguan mikrosirkulasi dapat
mengakibatkan syok, kerusakan jaringan pada alat-alat yang
penting karena hipoksia dan kerusakan ginjal yang menyebabkan
oliguria/anuria.19
Fase II
Fase ini sebetulnya fase regulasi reparatif, yaitu usaha tubuh untuk
membuka kembali peredaran darah kapiler yang tersumbat. Usaha
ini dilaksanakan dengan fibrinolisis. Fibrinolisis yang berlebihan
malah berakibat lebih menurunkan lagi kadar fibrinogen sehingga
perdarahan patologis.19 Kecurigaan akan adanya kelainan
pembekuan darah harus dibuktikan dengan pemeriksaan
laboratorium, namun di klinik pengamatan pembekuan darah
merupakan cara pemeriksaan yang terbaik karena pemeriksaan
laboratorium lainnya memerlukan waktu terlalu lama, sehingga
hasilnya tidak mencerminkan keadaan penderita saat itu.7
c) Kerusakan jaringan pada organ vital
Kejadian gagal ginjal akut sering terjadi akibat perdarahan masif yang
terjadi pada solusio plasenta yang tidak mendapatkan resusitasi cairan
34
dan darah yang adekuat untuk mengatasi kondisi hipovolemia yang
terjadi.
Kerusakan kelenjar hipofisis anterior akan menyebabkan sindroma
Sheehan yang mengakibatkan kegagalan laktasi dan amenorhea
sekunder serta gangguan sistem reproduksi.
d) Atonia uteri post partum
Terjadi akibat anemia yang terjadi, gangguan koagulopati dan
overdistensi uterus serta Couvelaire uterus.
2.10. Prognosis
Ibu
Dengan adanya fasilitas diagnosa dini (USG), transfusi darah, teknik anestesi
dan operasi yang baik dengan indikasi SC yang lebih liberal, prognosis ibu
cukup baik. Prognosis kurang baik jika penolong melakukan VT di luar
Rumah Sakit dan mengirim pasien sangat terlambat dan tanpa infus.
Janin
Kematian janin umumnya disebabkan prematuritas.
Ibu
Tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus,
banyaknya perdarahan, derajat koagulasi, adanya hipertensi menahun atau
35
preeklampsia, tersembunyi tidaknya perdarahannya, dan jarak waktu antara
terjadinya solusio plasenta sampai pengosongan uterus. Angka kematian ibu
0,5%-5% di seluruh dunia. Kebanyakan karena perdarahan (segera atau
lambat) atau gagal jantung atau ginjal
Janin
Pada solusio plasenta berat sekitar 50%-80% mengalami kematian. 15%
sudah tidak terdengar denyut jantung janin saat tiba di Rumah Sakit, dan 50%
dalam kondisi gawat janin. Pada solusio plasenta ringan dan sedang kematian
janin tergantung dari luas plasenta yang terlepas dan usia kehamilan.
36
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Perdarahan antepartum terjadi setelah kehamilan 22 minggu.
2. Perdarahan antepartum terdiri dari plasenta previa dan solusio plasenta.
3. Penyebab dari perdarahan antepartum sampai saat ini belum diketahui, namun
ada beberapa faktor risiko yang menunjang sampai terjadinya plasenta previa,
solusio plasenta.
4. Diagnosis dari perdarahan antepartum saat ini yang lebih akurat adalah dengan
pemeriksaan ultrasonografi.
5. Penanganan perdarahan antepartum adalah dengan tindakan secara ekspektatif,
aktif dan operasi seksio caesarea.
6. Komplikasi yang paling berbahaya adalah syok oleh karena perdarahan
sehingga harus ditangani lebih awal/segera.
7. Prognosis pada perdarahan antepartum baik bila ada fasilitas yang cukup
memadai.
3.2 Saran
37
Ibu hamil dengan riwayat abortus, umur > 35 tahun dan multipara perlu
memeriksakan kehamilannya lebih intensif karena risiko plasenta previa, dan
untuk pengenalan lebih dini sebaiknya dilakukan pemeriksaan USG pada umur
kehamilan diatas 28 minggu pada ibu hamil dengan faktor-faktor risiko tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
38
6. Pengurus Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Perdarahan
Antepartum. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi
Bag.I,Jakarta,2006.
7. Pritchard JA, MacDonald PC, Gant NF. Obstetri Williams, edisi 21.
Airlangga,Surabaya,2001:456-70.
8. Prawirohardjo S, Hanifa W. Kebidanan dalam Masa Lampau, Kini dan Kelak.
Dalam: Imu Kebidanan, edisi III. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo, Jakarta,2006:3-21.
9. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom, Hauth, Rouse, Spong. Obstetrical
Hemorrhage. In Williams Obstetrics, 23rd Ed. New York : Saunders, 2010.
(CD rom)
10. Saifuddin AB, Adriaansz G, Wiknjosastro GH Waspodo D. Buku Acuan
Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. JNPKKR-
YBPSP,Jakarta,2001.
11. Gasong MS, Hartono E, Moerniaeni N. Penatalaksanaan Perdarahan
Antepartum. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNHAS,1997:3-8.
12. Trijatmo R, Wibowo B. Perdarahan Antepartum. Dalam : Hanifah W,
Saifudin AB, Rachimhadhi T, penyunting. Ilmu Kebidanan, edisi ke-3.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,Jakarta,2005:362-85.
13. Iram S, Azis NA, Ansa I. Abruptio Placentae and Its Complications at Ayub
Teaching Hospital Abbottabad. J Ayub Med Coll Abbottabad. 2006; 18(1).
Hal : 1-5.
14. Winda. Asuhan Kebidanan Kepada Ibu Hamil dengan Plasenta Letak
Rendah. Politeknik Departemen Kesehatan Tanjung Karang Prodi Kebidanan
Metro.2007
15. Anonim. Plasenta Previa versi 2. Diakses dari :
http://viktiv.blogspot2017.com.
16. Suyono, Lulu, Gita, Harum, Endang. Hubungan Antara Umur Ibu Hamil
dengan Frekuensi Solusio Plasenta di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
Cermin Dunia Kedokteran vol.34 no.5/158 Dsep-Okt. 2007 : 233-8.
17. Deering SH. Abruptio Placentae. Diakses dari :
http://emedicine.medscape.com/article/252810-html.
18. Mochtar R. Perdarahan Antepartum. Dalam : Lutan D, penyunting. Sinopsis
Obstetri
jilid I, edisi ke-2. EGC,Jakarta,1998:269-87.
39
19. Sastrawinata RS. Perdarahan Antepartum. Dalam : Obstetri Patologi.
Bandung : Elstar Offset,1984:110-27.
20. Abdala MY. Antepartum Hemorrhage. Diakses dari :
http://www.hind.cc/5th%20MBBS/ObGyn/Dr.Mahmood/Antepartum
%20hemorrhage. pdf
21. Anonim. Bleeding In Pregnancy. Diakses dari :
http://www.drguide.mohp.gov.eg/newsite/e-learning/ICD10/Chapter
%207.pdf.
22. Jaffe MH, Schoen WC, Silver TM, Bowerman RA, Stuck KJ. Sonography of
Abruptio Placentae. American Journal Roentgen Ray.1981; 137(5). Hal :
1049-54. Diakses dari : http://www.ajronline.org/cgi/reprint/137/5/1049.pdf
23. Eastcheshire NHS. Guideline Antepartum Haemorrhage and Abruption
Placenta, update 2009. Diakses dari :
http://www.eastcheshire.nhs.uk/Pages/About-The
Trust/policies/A/Antepartum-haemorrhage-guideline.pdf
40