Вы находитесь на странице: 1из 40

BAB I

PENDAHULUAN

Usaha-usaha menurunkan angka kematian maternal dan angka kematian


perinatal masih menjadi prioritas utama program Departemen Kesehatan RI.1
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), angka
kematian maternal di Indonesia pada tahun 1998-2003 sebesar 307 per 100.000
kelahiran hidup. Angka tersebut masih cukup jauh dari tekad pemerintah yang
menginginkan penurunan angka kematian maternal menjadi 125 per 100.000
kelahiran hidup untuk tahun 2010. Angka kematian maternal ini merupakan yang
tertinggi di antara negara-negara ASEAN. Angka kematian maternal di Singapura
dan Malaysia masing-masing 5 dan 70 orang per 100.000 kelahiran hidup.2
Langkah utama yang paling penting untuk menurunkan angka kematian
ibu adalah mengetahui penyebab utama kematian. Di Indonesia sampai saat ini
ada tiga penyebab utama kematian ibu yaitu perdarahan dalam kehamilan 40-60%,
infeksi 20-30% dan keracunan kehamilan 20-30%, sisanya sekitar 5% disebabkan
penyakit lain yang memburuk saat kehamilan atau persalinan.3 Perdarahan sebagai
penyebab kematian ibu terdiri atas perdarahan antepartum dan perdarahan
postpartum.4
Perdarahan sebelum, sewaktu, dan sesudah bersalin adalah kelainan yang
berbahaya dan mengancam ibu. Perdarahan pada kehamilan harus selalu dianggap
sebagai kelainan yang berbahaya. Perdarahan pada kehamilan muda disebut
keguguran atau abortus, sedangkan pada kehamilan tua disebut perdarahan
antepartum. Batas teoritis antara kehamilan muda dan kehamilan tua ialah
kehamilan 28 minggu (dengan berat janin 1000 gram), mengingat kemungkinan
hidup janin diluar uterus.5
Perdarahan antepartum merupakan kasus gawat darurat yang kejadiannya
berkisar 3% dari semua persalinan, penyebabnya antara lain plasenta previa,
solusio plasenta, dan perdarahan yang belum jelas sumbernya.1,4
Definisi perdarahan antepartum menurut WHO adalah perdarahan
pervaginam setelah 29 minggu kehamilan atau lebih. Perdarahan yang terjadi
umumnya lebih berbahaya dibandingkan perdarahan pada umur kehamilan kurang

1
dari 28 minggu karena biasanya hebat dan mengganggu sirkulasi O2, CO2 dan
nutrisi dari ibu ke janin. Penyebab tersering perdarahan pada trimester III, yaitu :
Solusio plasenta 30%, Plasenta previa 32%, Vasa previa 0,1%, Inpartu biasa 10%,
Kelainan lokal 4%, Tidak diketahui sebabnya 23,9%. Penyebab utama perdarahan
antepartum yaitu plasenta previa dan solusio plasenta, penyebab lainnya biasanya
berasal dari lesi lokasi pada vagina/serviks.1
Perdarahan antepartum adalah perdarahan pada jalan lahir setelah
kehamilan 22 minggu.6 Plasenta previa adalah suatu kesulitan kehamilan yang
terjadi pada trimester kedua dan ketiga kehamilan. Dapat meningkatkan kematian
bagi ibu dan janin. Ini adalah salah satu penyebab pendarahan vaginal yang paling
banyak pada trimester kedua dan ketiga. Plasenta previa biasanya digambarkan
sebagai implantasi dari plasenta di dekat ostium interna uteri (didekat serviks
uteri).1,6
Di AS plasenta previa ditemukan kira-kira 5 dari 1.000 persalinan dan
mempunyai tingkat kematian 0,03%. Data terbaru merekam dari 1989-1997
plasenta previa tercatat didapat pada 2,8 kelahiran dari 1.000 kelahiran hidup. Di
indonesia, RSCM Jakarta mencatat plasenta previa terjadi kira-kira 1 diantara 200
persalinan. Antara tahun 1971-1975 terjadi 37 kasus plasenta previa diantara 4781
persalinan yang terdaftar, atau kira-kira 1 dari 125 persalinan.7
Solusio plasenta atau disebut juga abruptio placenta atau ablatio placenta
adalah separasi prematur plasenta dengan implantasi normalnya di uterus (korpus
uteri) dalam masa kehamilan lebih dari 20 minggu dan sebelum janin lahir. Dalam
plasenta terdapat banyak pembuluh darah yang memungkinkan pengantaran zat
nutrisi dari ibu ke janin, jika plasenta ini terlepas dari implantasi normalnya dalam
masa kehamilan maka akan mengakibatkan perdarahan yang hebat. Hebatnya
perdarahan tergantung pada luasnya area plasenta yang terlepas.7,8

2
BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Definisi

Perdarahan antepartum menurut WHO adalah perdarahan pervaginam


setelah 29 minggu kehamilan atau lebih. Perdarahan yang terjadi umumnya lebih
berbahaya dibandingkan perdarahan pada umur kehamilan kurang dari 28 minggu
karena biasanya disebabkan faktor plasenta, perdarahan dan plasenta biasanya
hebat dan mengganggu sirkulasi O2, CO2 dan nutrisi dari ibu ke janin.1
Perdarahan obstetrik (perdarahan antepartum dan perdarahan
postpartum) merupakan salah satu penyebab mortalitas maternal di dunia.
Perdarahan antepartum adalah perdarahan pada saluran genitalia yang terjadi
setelah 20 minggu kehamilan dan sebelum persalinan. Beberapa penyebab
perdarahan antepartum adalah akibat perdarahan intrapartum, seperti plasenta
previa dan solusia plasenta. Komplikasi perdarahan antepartum terjadi pada 2-5%
kehamilan. Hal ini berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas
perinatal dan berkontribusi dalam masalah kesehatan.3Perdarahan antepartum
dapat disebabkan oleh plasenta previa maupun solusio plasenta.9
Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada
qakelainan plasenta, sedangkan perdarahan yang tidak bersumber pada kelainan
plasenta umpamanya kelainan serviks biasanya tidak seberapa berbahaya. Pada
setiap perdarahan antepartum pertama-tama harus selalu dipikirkan bahwa hal itu
bersumber pada kelainan plasenta.10

Perdarahan antepartum dapat berasal dari :


A. Kelainan Plasenta
1. Plasenta previa
Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat
abnormal, yaitu segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau
seluruh pembukaan jalan lahir. Pada keadaan normal plasenta terletak
dibagian atas uterus.11

3
Gambar 2.1. Kelainan Plasenta1

2. Solusio plasenta
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal di korpus
uteri yang terjadi setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum janin dilahirkan.
Yang dapat termanifestasikan dalam perdarahan pervagina, peningkatan
kontraksi uterus dan distres pada fetus yang dapat berakibat pada kematian
ibu dan janin.9,12,13

Gambar 2.2 Solusio Plasenta1

3. Perdarahan antepartum yang belum jelas sumbernya, mungkin disebabkan :


ruptura sinus marginalis, atau vasa previa.
Vasa previa adalah keadaan dimana pembuluh darah umbilikalis janin
berinsersi dengan vilamentosa yakni pada selaput ketuban.9

B. Bukan dari kelaianan plasenta3


Misalnya didapatkan kelainan serviks dan vagina, dapat diketahui bila
dilakukan pemeriksaan dengan spekulum yang seksama.
Kelainan yang tampak ialah :

4
1. Erosio portionis uteri
2. Carcinoma portionis uteri
3. Polypus cervicis uteri, varices vulvae, dan trauma.

Disini penulis hanya akan membahas perdarahan antepartum yang bersumber


dari kelainan plasenta yaitu tentang plasenta previa dan solusio plasenta dan
pemeriksaan penunjang ultrasonography untuk mendukung diagnosa. Perlu
diketahui kematian perinatal terbesar karena perdarahan antepartum adalah
solusio plasenta (70%) dan plasenta previa (26,3%).

Gambar 2.3. Kelainan Letak Plasenta1

Keterangan : A. Plasenta Normal : tampak plasenta tidak melekat pada


dinding endometrium
B. Plasenta Previa : tampak plasenta letak di bagian bawah
dari endometrium
C. Plasenta Akreta : tampak dinding endometrium menempel
dengan plasenta
D. Solusio Plasenta : tampak gambar darah berada diantara
dinding endometrium dengan plasenta

2.2 Klasifikasi
2.2.1 Plasenta Previa4,6,9

5
Didasarkan atas terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir
pada waktu tertentu :
a) Plasenta previa totalis, bila seluruh pembukaan tertutup oleh jaringan
plasenta.

Gambar 2.4. Plasenta previa totalis1

b) Plasenta previa lateralis, bila sebagian pembukaan tertutup oleh jaringan


plasenta.

Gambar 2.5. Plasenta previa lateralis1

c) Plasenta previa marginalis, bila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir
pembukaan.

6
Gambar 2.6. Plasenta previa marginalis1

d) Plasenta letak rendah bila plasenta yang letaknya abnormal di segmen


bawah uterus, akan tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir.
Pinggir plasenta kira-kira 3 atau 4 cm diatas pinggir pembukaan, sehingga
tidak akan teraba pada pembukaan jalan lahir.

A. Letak plasenta normal B. Plasenta letak rendah


Gambar 2.7. Plasenta letak rendah19

2.2.2 Solusio Plasenta

7
Ada 3 tipe perdarahan pada solusio plasenta, yaitu :9,12,13
1. Perdarahan keluar (External hemorrhage)
Diakibatkan terlepasnya plasenta bagian perifer (tepian) dan membran di
antara plasenta dan kanalis servikalis terlepas dari desidua yang di bawahnya.
Sehingga perdarahan yang terjadi dapat tampak pervaginam. Gejala klinis
sesuai dengan jumlah kehilangan darah, tidak terdapat ketegangan uterus,
atau hanya ringan.
2. Perdarahan tersembunyi (Concealed hemorrhage)
Diakibatkan terlepasnya plasenta bagian sentral, sedangkan perdarahan yang
terjadi sifatnya retroplasenta. Gejala yang terjadi, tidak terdapat perdarahan
pervaginam, uterus tegang dan hipertonus, sering terjadi fetal distress berat.
3. Perdarahan kombinasi (Combined hemorrhage)
Terjadi perdarahan baik retroplasental atau pervaginam dan uterus tetanik.

Sedangkan berdasarkan luas terlepasnya plasenta dari uterus, solusio plasenta


dapat dibagi atas :12,13
1. Solusio plasenta totalis
2. Solusio plasenta partialis

8
Gambar 2.8. Perdarahan pada solusio plasenta17
(Dikutip dari slide Deering SH. Abrupto Placentae)

Gambar 2.9. Solusio Plasenta Totalis dan Perdarahan tersembunyi (Concealed hemorrhage)9
(Dikutip dari Williams Obstetric 23rd Edition)

2.3 Etiologi14,15
2.3.1 Plasenta Previa
Beberapa faktor dan etiologi dari plsenta previa tidak diketahui. Tetapi
diduga hal tersebut berhubungan dengan abnormalitas dari vaskularisasi
endometrium yang mungkin disebabkan oleh timbulnya parut akibat trauma
operasi/infeksi. Perdarahan berhubungan dengan adanya perkembangan segmen
bawah uterus pada trimester ketiga. Plasenta yang melekat pada area ini akan
rusak akibat ketidakmampuan segmen bawah rahim. Kemudian perdarahan akan
terjadi akibat ketidakmampuan segmen bawah rahim untuk berkonstruksi secara
adekuat.

2.3.2. Solusio Plasenta

9
Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti.

2.4 Faktor Risiko


2.4.1 Plasenta Previa
Faktor risiko plasenta previa termasuk :14,15
1. Riwayat plasenta previa sebelumnya
2. Riwayat seksio cesarea
3. Riwayat aborsi
4. Kehamilan ganda
5. Umur ibu yang telah lanjut, wanita lebih dari 35 tahun
6. Multiparitas
7. Adanya gangguan anatomis/tumor pada rahim, sehingga mempersempit
permukaan bagi penempatan plasenta
8. Adanya jaringan rahim pada tempat yang bukan seharusnya. Misalnya dari
indung telur setelah kehamilan sebelumnya atau endometriosis.
9. Adanya trauma selama kehamilan
10. Sosial ekonomi rendah/gizi buruk, patofisologi dimulai dari usia kehamilan
30 minggu segmen bawah uterus akan terbentuk dan mulai melebar serta
menipis
11. Mendapat tindakan kuretase.

2.4.2 Solusio Plasenta

Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya solusio plasenta,
antara lain :
a) Usia ibu saat hamil
Dalam sebuah penelitian oleh Cleary dan Goldman (2007), menunjukan data
bahwa pada evaluasi di trimester pertama dan kedua kehamilan terdapat
peningkatan insidensi terjadinya soluiso plasenta sebesar 2-3 kali pada ibu
hamil yang berusia 40 tahun dibandingkan usia 35 tahun.9

10
b) Paritas
Sampai saat ini, masih menjadi kontroversi tentang pengaruh multiparitas
sebagai faktor predisposisi terjadinya solusio plasenta. Misalnya pada
penelitian yang dilakukan Pritchard dan Colleagues (1991) melaporkan
insidensi terjadinya solusio plasenta lebih tinggi pada multiparitas, sedangkan
penelitian yang dilakukan oleh Toohey dan Associates (1995) tidak
menemukan pengaruh multiparitas dan insidensi terjadinya solusio plasenta. 9
Akan tetapi pada penelitian yang dilakukan oleh Iram Sarwer et al (2003-
2004), dilaporkan bahwa nulipara lebih cenderung terjadinya solusio plasenta
dibanding ibu multipara.13

c) Ras dan faktor keturunan


Pada data yang dilaporkan oleh Pritchard and co-workers (1991) yang
diambil dari 170.000 kelahiran di Rumah Sakit Parkland, solusio plasenta
sering terjadi pada wanita dengan ras Afro-Amerika dan Kaukasoid (1 kasus
dari 450 kelahiran).9
Rasmusen dan Irgens (2009) melaporkan penelitiannya yang dilakukan pada
378.000 wanita bersaudara dengan lebih dari 767.000 kehamilan, didapatkan
data bahwa jika saudara wanita tersebut memiliki riwayat solusio plasenta
pada kehamilannya, maka terdapat peningkatan risiko terjadinya solusio
plasenta sebesar 16%.9
d) Hipertensi kronis dan preeklampsia
Hubungan solusio plasenta dan beberapa bentuk hipertensi (hipertensi
gestasional, preeklampsia, hipertensi kronis ataupun kombinasinya), pada
penelitian yang dilakukan oleh Pritchard dan co-workers (1991) di Rumah
Sakit Parkland ditemukan dari 408 kasus solusio plasenta dan kematian janin
ternyata 50% kasus tersebut ada hubungan erat dengan riwayat hipertensi dan
25% diantaranya akibat riwayat hipertensi kronis. Dan diduga hal ini
diakibatkan dari deplesi intravaskular dan pengisian yang tidak adekuat. 9 Hal
yang cenderung sama juga terlihat pada beberapa penelitian lainnya, seperti :
Sibai dan co-workers (1998), Ananth dan associates (2007), Zetterstrom dan
colleagues (2005).9

11
e) Riwayat trauma
Pada beberapa kasus trauma abdomen, seperti : kecelakaan kendaraan
bermotor dan trauma fisik lainnya yang berat sering diikuti dengan
terlepasnya plasenta dari tempat nidasinya.9 Pada penelitian yang dilakukan
pada Rumah Sakit Parkland, sekitar 2% penyebab terjadinya solusio plasenta
yang menyebabkan kematian fetus disebabkan oleh trauma kecelakaan di
jalan raya.9
f) Merokok
Menurut hasil penelitian yang dilakukan Ananth (1986-1993) didapatkan data
bahwa terdapat peningkatan risiko menjadi 2 kali lipat terjadinya solusio
plasenta pada kehamilan dengan riwayat ibu yang merokok bukan perokok
(baik perokok pasif ataupun aktif). 17 Hal yang sama didapatkan penelitian
yang dilakukan oleh Mortensen (2001), Hogberg (2007), Kaminsky (2007).9,16
g) Kokain
Wanita yang pernah menggunakan kokain memiliki risiko yang tinggi terjadi
solusio plasenta pada kehamilan. Hal ini dapat dibuktikan pada penelitian
yang dilakukan oleh Bingol (1987) dan Addis (2001). 9 Mengapa hal ini dapat
terjadi? Karena kokain dapat menyebabkan peningkatan katekolamin dan
hipertensi yang akhirnya akan menyebabkan vasospasme pembuluh darah
uterin sebagai penyebab solusio plasenta.17
h) Leiomyomas
Myoma uteri terutama yang berlokasi dibelakang sisi implantasi plasenta
cenderung akan menyebabkan terjadinya solusio plasenta. Rice pada
penelitiannya tahun 1989 menemukan 8 dari 14 wanita dengan myoma uteri
retroplasenta akan berkembang menjadi solusio plasenta sedangkan 4 lainnya
akan berakhir dengan kejadian 4 bayi lahir mati. Sedangkan hanya 2 dari 79
wanita dengan kasus myoma uteri non retroplasenta yang berkembang
menjadi solusio plasenta.9
i) Thrombofilia
Pada dekade yang lalu. Trombofilia yang diturunkan ataupun didapatkan
selalu mempunyai korelasi langsung pada kasus thromboembolik dalam
kehamilan yang akhirnya akan berasosiasi sebagai penyebab terjadinya

12
solusio plasenta dan preeklampsia, hal ini ditemukan oleh Kenny (2009). 9
Beberapa literatur menulis bahwa mutasi pada faktor V Leiden, gen
prothrombin, hiperhomocysteinemia, activated protein C resistance, defisiensi
antithrombin III dan terdapatnya antibodi anticardiolipin immunoglobin G.18
Jika pada antenatal care ditemukan pasien positif terindikasi thrombofilia
maka seharusnya pasien mendapatkan terapi heparin ataupun aspirin dalam
kehamilannya.18
j) Riwayat solusio plasenta sebelumnya
Seorang wanita yang pernah menderita solusio plasenta terlebih yang
menyebabkan kematian janin memiliki risiko tinggi terjadinya rekurensi. Hal
ini ditemukan pada berbagai sumber dari laporan penelitian yang dilakukan.
Pada penelitain yang terakhir oleh Rasmusen dan Irgens (2009) dengan
767.000 kehamilan peningkatan ratio terjadinya rekurensi hampir 3 kali
dengan riwayat solusio plasenta pada kehamilan sebelumnya.9
2.5 Patofisiologi
2.5.1 Plasenta Previa7
Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trisemester ketiga
dan mungkin juga lebih awal oleh karena mulai terbentuknya segmen
bawah rahim, tapak plasenta akan mengalami pelepasan. Sebagaimana
diketahui tampak plasenta terbentuk dari jaringan maternal yaitu bagian
desidua basalis yang bertumbuh menjadi bagian dari uri. Dengan
melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta
yang berimplantasi di situ sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat
pelepasan pada desidua pada tapak plasenta. Demikian pula pada waktu
serviks mendatar (effacement) dan membuka (dilatation) ada bagian tapak
plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi akan terjadi perdarahan yang
berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruang intervillus dari plasenta.
Oleh karena fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu perdarahan
pada plasenta previa betapa pun pasti kan terjadi (unavoidable bleeding).
Perdarahan di tempat itu relative dipermudah dan diperbanyak oleh
karena segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi
dengan kuat karena elemen otot yang dimilikinya minimal, dengan akibat

13
pembuluh darah pada tempat itu tidak akan tertutup dengan sempurna.
Perdarahan akan berhenti karena terjadi pembekuan kecuali jika ada
laserasi mengenai sinus yang besar dari plasenta dimana perdarahan akan
berlangsung lebih banyak dan lebih lama. Oleh karena pembentukan
segmen bawah rahim itu akan berlangsung progresif dan bertahap, maka
laserasi baru akan mengulang kejadian perdarahan. Demikian perdarahan
akan berulang tanpa sesuatu sebab lain (causeless). Darah yang keluar
berwarna merah segar tanpa rasa nyeri (pain-less).3

Pada plasenta yang menutupi seluruh uteri internum perdarahan


terjadi lebih awal dalam kehamilan karena segmen bawah rahim terbentuk
lebih dahulu pada bagian terbawah yaitu ostium uteri internum.
Sebaliknya pada plasenta previa parsialis atau letak rendah perdarahan
baru akan terjadi pada waktu mendekati atau mulai persalinan. Perdarahan
pertama biasanya sedikit tetapi cenderung lebih banyak pada perdarahan
berikutnya. Perdarahan yang pertama sudah bisa terjadi pada kehamilan
dibawah 30 minggu, tetapi lebih separuh kejadiannya pada kehamilan 34
minggu ke atas. Berhubung tempat perdarahan terletak pada dekat dengan
ostium uteri internum, maka perdarahan lebih mudah mengalir keluar
rahim dan tidak membentuk hematom retroplasenta yang mampu merusak
jaringan lebih luas dan melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi
maternal. Dengan demikian sangat jarang terjadi koagulopati pada
plasenta previa.3

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah


rahim yang tipis mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari trofoblas,
akibatnya plasenta melekat lebih kuat pada dinding uterus. Lebih sering
terjadi plasenta akreta dan inkreta bahkan plasenta perkreta yang
pertumbuhan vilinya bisa sampai menembus buli-buli dan ke rectum
bersama plasenta previa. Plasenta akreta dan inkreta lebih sering terjadi
pada uterus yang sebelumnya pernah bedah sesar. Segmen bawah rahim
dan serviks yang rapuh mudah robek oleh sebab kurangnya elemen otot
yang terdapat disana. Kedua kondisi ini berpotensi meningkatkan kejadian

14
perdarahan pasca persalinan pada plasenta previa, misalnya dalam kala
tiga karena plasenta sukar melepas dengan sempurna (retensio plasenta)
atau setelah uri lepas karena segmen bawah rahim tidak mampu
berkontraksi dengan baik.3

2.5.2 Solusio Plasenta


Solusio plasenta diawali dengan perdarahan dalam desidua basalis.
Decidua yang terobek melepaskan lapisan tipis yang terpisah dari myometrium.
Yang sebagai konsekuensi pada stage awal akan berkembang pada hematoma
desidual, terlepasnya plasenta, terjadi penekanan dan berakhir pada rusaknya
plasenta yang beruntun.9 Nath dan colleageus (2007) menemukan secara
histologis proses inflamasi pada kasus solusio plasenta sehingga diduga inflamasi
dan infeksi berkontribusi pada kasus solusio plasenta.9

Gambar 2.10. Mekanisme Terjadinya Solusio Plasenta9


(Dikutip dari Williams Obstetric 23rd Edition)

Pada stadium awal, mungkin saja tidak ditemukan gejala dan separasi
dapat ditemukan ketika dilakukan pemeriksaan pada plasenta akibat penekanan
pada permukaan maternal plasenta. Yang dapat tergambar sebagai daerah
berwarna gelap yang terbentuk dari darah yang beku dengan diameter beberapa
centimeter pada permukaan plasenta.9

Gambar 2.11. Foto Solusio Plasenta Partialis dengan Gambaran Darah Beku9
(Dikutip dari Williams Obstetric 23rd Edition)

15
Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus yang
membentuk hematoma di desidua sehingga plasenta terdesak dan akhirnya
terlepas. Perdarahan berlangsung terus-menerus karena otot uterus yang telah
meregang oleh kehamilan tidak mampu lebih berkontraksi untuk menghentikan
perdarahan.16 Akibatnya, hematoma retroplasenter akan bertambah besar, sehingga
sebagian dan akhirnya seluruh plasenta terlepas dari dinding uterus. Sebagian
darah akan menyeludup di bawah selaput ketuban keluar dari vagina, atau
menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong ketuban atau ekstravasasi
diantara serabut-serabut otot uterus.16 Apabila ekstravasasinya berlangsung hebat
sehingga menembus lapisan myometrium bahkan serosa uterus maka seluruh
permukaan uterus akan berbecak biru atau ungu fan terasa sangat tegang serta
nyeri.
Hal ini disebut uterus couvelaire.16 Yang akhirnya sebagai penyebab terjadinya
atonia uteri dan bukan sebagai indikasi dilakukannya histerektomi.9

Gambar 2.12. Foto Uterus Courvelaire, tampak Uterus Berwarna kebiruan


Dikutip dari Williams Obstetric 23rd Edition9

Nasib janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding
uterus. Apabila sebagian kecil yang terlepas, mungkin tidak berpengaruh sama
sekali atau mengakibatkan gawat janin.16
Waktu, sangat menentukan beratnya gangguan pembekuan darah, kelainan
ginjal, dan nasib janin. Makin lama selang waktu solusio plasenta sampai
persalinan selesai, umumnya makin hebat komplikasinya.16

16
2.6 Diagnosis dan Gejala
2.6.1 Plasenta Previa19
A. Gejala
1. Gejala yang terpenting adalah perdarahan tanpa nyeri.2

Biasanya perdarahan karena plasenta previa baru timbul setelah bulan


ketujuh. Hal ini disebabkan oleh:

Perdarahan sebelum bulan ketujuh memberi gambaran yang tidak


berbeda dari abortus.
Perdarahan pada plasenta previa disebabkan pergerakan antara
plasenta dan dinding rahim.
2. Bagian terendah anak sangat tinggi karena plasenta terletak pada kutub
bawah rahim sehingga bagian terendah tidak dapat mendekati pintu atas
panggul.2
3. Pada plasenta previa, ukuran panjang rahim berkurang maka pada plasenta
previa lebih sering disertai kelainan letak jika perdarahan disebabkan oleh
plasenta previa lateral dan marginal serta robekannya marginal, sedangkan
plasenta letak rendah, robekannya beberapa sentimeter dari tepi plasenta.2

B. Diagnosis

Diagnosis plasenta previa ditegakkan berdasarkan pada gejala klinik,


pemeriksaan khusus, dan pemeriksaan penunjang.1

1. Anamnesa plasenta previa1


a. Terjadi perdarahan pada kehamilan sekitar 28 minggu.
b. Sifat perdarahan
- Tanpa rasa sakit terjadi secara tiba-tiba
- Tanpa sebab yang jelas
- Dapat berulang
c. Perdarahan menimbulkan penyulit pada ibu maupun janin.

2. Pada inspeksi dijumpai:1


a. Perdarahan pervaginam encer sampai bergumpal.
b. Pada perdarahan yang banyak ibu tampak anemis.

17
3. Pemeriksaan fisik ibu1
a. Dijumpai keadaan bervariasi dari keadaan normal sampai syok
b. Kesadaran penderita bervariasi dari kesadaran baik sampai koma
c. Pada pemeriksaan dapat dijumpai :
- Tekanan darah, nadi dan pernapasan dalam batas normal
- Tekanan darah turun, nadi dan pernapasan meningkat
- Daerah ujung menjadi dingin
- Tampak anemis
4. Pemeriksaan khusus kebidanan.1
1. Pemeriksaan palpasi abdomen
- Janin belum cukup bulan, tinggi fundus uteri sesuai dengan
umur kehamilan
- Karena plasenta di segmen bawah rahim, maka dapat
dijumpai kelainan letak janin dalam rahim dan bagian
terendah masih tinggi.
2. Pemeriksaan denyut jantung janin
- Bervariasi dari normal sampai asfiksia dan kematian dalam
rahim.
3. Pemeriksaan dalam
Perempuan hamil yang mengalami perdarahan dalam kehamilan
lanjut biasanya menderita plasenta previa atau solusio plasenta.
Gambaran klinik yang klasik,,sangat menolong membedakan
antara keduanya. Dahulu untuk kepastian diagnosis pada kasus
dengan perdarahan banyak, pasien dipersiapkan di dalam kamar
bedah demikian rupa segala sesuatunya rermasuk staf dan
perlengkapan anestesia semua siap untuk tindakan bedah sesar.
Dengan pasien dalam posisi litotomi di atas meja operasi dilakukan
periksa dalam (vaginal toucher) dalam lingkungan disinfeksi
tingkat tinggi (DTT) secara hati-hati dengan dua Jari telunjuk dan
jari tengah meraba forniks posterior untuk mendapat kesan ada
atau tidak ada bantalan antara jari dengan bagian terbawah janin.
Perlahan jari-jari digerakkan menuju pembukaan serviks untuk
meraba jaringan plasenta. Kemudian jari-jari digerakkan mengikuti
seluruh pembukaan untuk mengetahui derajat atas klasifikasi
plasenta. Jika plasenta lateralis atau marginalis dilanjutkan dengan
amniotomi dan diberi oksitosin drip untuk mempercepat persalinan
jika tidak teriadi perdarahan banyak untuk kemudian pasien

18
dikembalikan ke kamar bersaiin. Jika terjadi perdarahan banyak
atau ternyata plasenta previa totalis, langsung dilanjutkan dengan
seksio sesarea. Persiapan yang demikian dilakukan bila ada
indikasi penyelesaian persalinan. Persiapan yang demikian disebut
dengan double set-up examinational Perlu diketahui tindakan
periksa dalam tidak boleh/kontra-indikasi dilakukan di luar
persiapan double set-up examination. Periksa dalam sekalipun
yang dilakukan dengan sangat lembut dan hati-hati tidak menjamin
tidak akan menyebabkan perdarahan yang banyak. Jika terjadi
perdarahan banyak di luar persiapan akan berdampak pada
prognosis yang lebih buruk bahkan bisa fatal.
Dewasa ini double set-up examination pada banyak rumah sakit
sudah jarang dilakukan berhubung telah tersedia alat
Transabdominal ultrasonografi.3,4

4. Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan ultrasonografi
- Mengurangi pemeriksaan dalam
- Menegakkan diagnosis

Diagnosis plasenta previa (dengan perdarahan sedikit) yang diterapi


ekspektatif ditegakkan dengan pemeriksaan USG. Dengan pemeriksaan USG
transabdominal ketepatan diagnosisnya mencapai 95-98%. Dengan USG
transvaginal atau transperineal (translabial), ketepatannya akan lebih tinggi
lagi. Magnetic Resonance Imaging (MRI) juga dapat dipergunakan untuk
mendeteksi kelainan pada plasenta termasuk plasenta previa.2,3

Dengan bantuan USG, diagnosis plasenta previa/plasenta letak rendah


sering kali sudah dapat ditegakkan sejak dini sebelum kehamilan trisemester
ketiga. Namun dalam perkembangannya dapat terjadi migrasi plasenta.
Sebenarnya bukan plasenta yang berpindah tetapi dengan semakin
berkembangnya segmen bawah rahim, plasenta (yang berimplantasi di situ)
akan ikut naik menjauhi ostium uteri internum.2

2.6.2 Solusio Plasenta

19
Untuk mendapatkan diagnosis solusio plasenta secara tepat dan akurat maka perlu
dilakukan pemeriksaan yang komprehensif mulai dari anamnesa sampai
pemeriksaan penunjang lainnya. Dari anamnesa perlu ditanyakan beberapa hal
seperti :
1. Identitas Ibu20
2. Riwayat obstetri seperti :20
a) Usia kehamilan ibu (abortus jika < 20 minggu, perdarahan antepartum >
20 minggu)
b) Perdarahan pervaginam ? (jumlah, intensitas dan frekuensi)
c) Apakah terdapat nyeri suprapubis ?
d) Riwayat obstetri terdahulu ? (jumlah gravida, jenis persalinan dan
penyakit lainnya)
e) Tanda-tanda hipovolemia (mual,muntah dan kelemahan)
f) Ada tidaknya gerakan janin dalam kandungan ?
g) Urinaria
h) Riwayat hipertensi dan penggunaan obat-obatan (sebelum dan selama
kehamilan)
i) Riwayat merokok
j) Riwayat trauma dan persalinan terdahulu ?

Pemeriksaan fisik :12


a) Suatu generalis :
Menyangkut tanda-tanda vital seperti; tekanan darah (hipertensi), nadi
(takikardi) dan respirasi juga katerisasi urine (volume dan warna).
b) Status obstetrik :
Pada pemeriksaan luar seperti tinggi fundus uteri (cenderung lebih tinggi
daripada usia kehamilan yang dapat menunjukan adanya perdarahan
retroplasenta), konsistensi dinding perut yang meningkat disertai adanya
nyeri, kesulitan melakukan palpasi untuk menentukan bagian janin akibat
kontraksi uterus, bunyi jantung anak (yang menunjukkan kesajahteraan
janin dalam uterus). Sedangkan pada pemeriksaan pervaginal seperti
inspekulo dan pemeriksan dalam bertujuan untuk melihat apakah

20
perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum atau dari kelainan serviks
dan vagina seperti erosi porsio uteri, kanker serviks, varises vulva dan
trauma. Apabila terdapat perdarahan yang berasal dari ostium uteri
eksternum, adanya plasenta previa dan solusio plasenta harus dicurigai.
Akan tetapi pemeriksaan pervaginal ini harus dilalukan fasilitas seksio
caesarea kamar operasi.

Diagnosis solusio plasenta didasarkan atas Gejala-gejala seperti:22

- Perdarahan disertai yang nyeri, juga diluar his


- Anemi dan syok ; beratnya anemi dan syok sering tidak sesuai dengan
banyaknya darah yang keluar
- Rahim kerasa seperti papan dan nyeri dipegang karena isi rahim
bertambah dengan darah yang berkumpul dibelakang plasenta hingga
rahim teregang ( uterus en bois ).
- Palpasi sukar karena rahim keras
- Fundus uteri makin lama makin naik
- Bunyi jantung biasanya tidak ada
- Pada toucher teraba ketuban yang tegang terus menerus ( karena isi
rahim bertambah )
- Sering ada proteinuri karena disertai preeklamsi.

Pemeriksaan penunjang :17


a) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium secara definitif bukan untuk mendiagnosis
kasus solusio plasenta, akan tetapi berbagai rangkaian pemeriksaan
laboratorium yang dilakukan dalam rangka manajemen terapi pada kasus
solusio plasenta.
1) Pemeriksaan darah rutin (complete blood cell count)
Sangat membantu dalam menentukan status hemodinamik pasien dan
nilainya tidak terbukti dalam memperkirakan volume darah yang
hilang secara akut.

21
Ketika terjadi perdarahan akut, penurunan nilai hematokrit terjadi
beberapa jam setelah terjadinya perdarahan akan tetapi hasilnya dapat
kabur saat terjadi pemberian cairan kristaloid dalam rangka resusitasi.
2) Pemeriksaan kadar fibrinogen
Pada saat kehamilan sangat berhubungan dengan keadaan
hipofibronogenemia. Oleh karena itu tertekannya level fibrinogen
dapat menunjukkan adanya masalah koagulasi darah. Jika level
fibrinogen < 200 mg/dl, maka dapat diduga pada pasien tersebut
terjadi solusio yang berat. Tujuan manajemen terapi adalah 100
mg/dl yang dapat dicapai dengan transfusi fresh frozen plasma atau
cryoprecipitate ataupun transfusi darah segar.
3) Prothrombin Time/Activated Partial Thromboplastin Time
(PTT/APTT)
Sekitar 20% wanita dengan Disseminated Intra Coagulopaty (DIC)
akan memiliki kecenderungan terjadinya solusio plasenta yang berat
saat kehamilannya.
Dan pada kasus solusio plasenta yang selalu akan ditangani dengan
seksio caesarea maka pemeriksaan PTT/APTT sangat diperlukan.
4) Blood urea nitrogen/serum kreatinin
Pada kondisi hipovolemik akibat perdarahan yang masif pada solusio
plasenta, tidak jarang akan berimbas pada terjadinya komplikasi gagal
ginjal akut. Kondisi ini dapat dicegah dengan resusitasi cairan yang
tepat waktu dan adekuat agar perfusi darah pada ginjal tetap
berlangsung sebagaimana mestinya.
5) Kleihauer-Betke test
Untuk menemukan adanya sel darah merah fetus yang beredar pada
sirkulasi darah maternal pada kasus solusio plasenta, terutama pada
wanita dengan Rhesus negatif.
6) Golongan darah
Perlu dilakukan pemeriksaan ini setidaknya agar ketika diperlukan
saat akan dilakukan trasnfusi.
7) Rhesus darah

22
Wanita dengan rhesus darah negatif memerlikan Rh imunoglobulin
untuk mencegah isoimunisasi yang akan berdampak pada
kehamilannya.
8) Pengelolaan thrombofilia, mencakup pemeriksaan :
Mutasi faktor v leiden, mutasi gen prothrombin (a20210), defisiensi
antithrombin III, protein c dan defisiensi protein s, level homocysteine
puasa, antibodi anticardiolipin antibodies, activated protein c
resistance.

b) Ultrasonografi
Ultrasonosgrafi adalah pemeriksaan khusus yang digunakan dalam
menimaginasikan perdarahan dalam kehamilan dengan tingkat sensitivitas
dan spesifitas yang tinggi. Solusio plasenta terlihat sebagai perdarahan
retroplasenta pada gambaran ultrasound, akan tetapi tidak semua tipe
solusio plasenta dapat terdeteksi. Pada fase akut, perdarahan akan tampak
secara umum sebagai gambaran hiperechoic atau bahkan isoechoic seperti
gambaran plasenta normal. Ultrasonografi dapat membantu menyingkirkan
penyebab lain pada perdarahan retroplasenta trimester ketiga. Pada
perdarahan akut solusio plasenta seperti perdarahan retroplasenta
gambaran hiperechoic akan berubah menjadi isoechoic dan kemudian akan
menjadi hipoechoic dalam 1 minggu.22

23
Gambar 2.13. Gambaran ultrasonografi solusio plasenta retroplasenta 22
(Dikutip dari Sonography of abruptio placentae. American journal Roentgen ray 1981;
137(5))

Gambar 2.14. Gambaran ultrasonografi solusio plasenta retroplasenta22


(Dikutip dari Sonography of abruptio placentae. American journal Roentgen ray 1981; 137(5))

Berdasarkan jumlah perdarahan yang terjadi maka solusio plasenta dapat


dibedakan menjadi :23
a) Solusio plasenta ringan
Jika kehilangan darah sekitar 10-15% volume darah atau < 1000 cc
darah dan tekanan darah > 100/60, kesadaran baik akan tetapi
mungkin terdapat postural hipotensi.
b) Solusio plasenta moderat
Jika kehilangan darah sekitar 15-30% volume darah atau sekitar 1000-
1500 cc darah dan tekanan darah pada rentang nilai > 80/40 dan <
100/60, nadi > 120x/menit, pasien akan tampak lemah dan merasa
kehausan.
c) Solusio plasenta mayor
Jika kehilangan sekitar 30-40% volume darah atau sekitar 1500-2000
cc darah dan tekanan darah < 60/0, nadi > 120x/menit, pasien akan
tampak pucat, sesak, penurunan kesadaran bahkan koma, oligouria.
d) Solusio plasenta berat

24
Jika kehilangan > 40% volume darah atau > 2000 cc darah, tekanan
darah dan nadi tidak dapat terukur, koma dan anuria.

2.7 Diferensiasi Perdarahan Antepartum

Tabel 2.1. diferensiasi perdarahan antepartum18

Klinis Solusio plasenta Plasenta previa Ruptura uteri


Onset kejadian Sewaktu hamil dan Sewaktu hamil Inpartu
inpartu
Cara mulainya Tiba-tiba Perlahan Tiba-tiba
Tipe perdarahan Non recurren Recurren Bergantung pada
pembuluh darah
yang pecah
Warna darah Darah beku+segar Darah segar Darah segar
Anemia Tak sebanding Sesuai dengan Perdarahan keluar
dengan darah yang darah yang keluar dan di dalam
keluar
Toxemia Bisa ada - -
gravidarum
Nyeri perut Ada Tidak ada (+) di segmen bawah
rahim
Palpasi Uterus in-bois bagian Biasa dan floating Defans muskular,
anak sulit ditentukan meteoritis
His Kuat Biasa Hilang
Bunyi jantung - + -
anak
Periksa dalam Ketuban tegang, Jaringan plasenta Robekan
menonjol
Plasenta Tipis, cekung Selaput robek pada Biasa
pinggiran

2.8 Penatalaksanaan

2.8.1 Plasenta Previa9,,19

25
Setiap perempuan hamil yang mengalami perdarahan pada trisemester
kedua atau trisemester ketiga harus dirawat di dalam rumah sakit. Pasien
diminta istirahat baring dan dilakukan pemeriksaan darah lengkap termasuk
golongan darah dan factor Rh. Jika rhesus negative RhoGam perlu diberikan
pada pasien yang belum pernah mengalami sensitisasi. Jika kemudian ternyata
perdarahan tidak banyak dan berhenti serta janin dalam keadaan sehat dan
janin masih premature, dibolehkan pulang dan dilanjutkan dengan rawat
rumah atau rawat jalan dengan syarat telah mendapat konsultasi yang cukup
dengan pihak keluarga agar dengan segera kembali kerumah sakit bila terjadi
perdarahan ulang, walaupun kelihatannya tidak mencemaskan. Dalam keadaan
yang stabil tidak keberatan pasien untuk di rawat di rumah atau rawat jalan.
Pada kehamilan antara 24-34 minggu diberikan steroid dalam perawatan
antenatal untuk pematangan paru janin. Dengan rawat jalan pasien lebih bebas
dan kurang stress serta biaya dapat ditekan. Rawat inap kembali diberlakukan
bila keadaan menjadi lebih serius.3

. Semua pasien dengan perdarahan per vagina pada kehamilan


trimester ketiga, dirawat di rumah sakit tanpa periksa dalam. Jika ada gejala
hipovolemia seperti hipotensi dan takikardi pasien tersebut mungkin telah
mengalami perdarahan yang cukup berat, lebih berat dari pada
penampakannya secara klinis. Bila pasien dalam keadaan syok karena
pendarahan yang banyak, harus segera diperbaiki keadaan umumnya dengan
pemberian infus atau tranfusi darah. 3,7

Pengobatan plasenta previa dapat dibagi dalam 2 golongan:2

1. Terminasi

Kehamilan segera diakhiri sebelum terjadi perdarahan yang


membawa maut, misalnya: kehamilan cukup bulan, perdarahan
banyak, parturien, dan janin mati (tidak selalu).

a. Cara vaginal yang bermaksud untuk mengadakan tekanan


pada plasenta, yang dengan demikian menutup pembuluh-
pembuluh darah yang terbuka (tamponade pada plasenta).

26
b. Dengan seksio sesarea, dimaksudkan untuk mengosongkan
rahim hingga rahim dapat berkontraksi dan menghentikan
perdarahan. Seksio sesarea juga mencegah terjadinya
robekan serviks yang agak sering terjadi pada persalinan
pervaginam.
2. Ekspektatif

Dilakukan apabila janin masih kecil sehingga kemungkinan


hidup di dunia luar baginya kecil sekali.

Sikap ekspektatif hanya dapat dibenarkan jika keadaan ibu


baik dan perdarahan sudah berhenti atau sedikit sekali.

Penderita plasenta previa juga harus diberikan terapi antibiotic mengingat


kemungkinan terjadinya infeksi yang besar disebabkan oleh perdarahan dan
tindakan-tindakan intrauterine. Jenis persalinan yang kita pilih pada pengobatan
plasenta previa dan kapan melaksanakan tergantung pada:2

a. Perdarahan banyak atau sedikit


b. Keadaan ibu dan anak
c. Besarnya pembukaan
d. Tingkat plasenta previa
e. Paritas

Perdarahan yang banyak, pembukaan yang kecil, nullipara dan tingkat


plasenta previa yang berat mendorong kita melakukan seksio sesaria. Sebaliknya
perdarahan yang sedang/sedikit, pembukaan yang sudah besar, multiparitas dan
tingkat plasenta previa yang ringan dan anak yang mati cenderung untuk
dilahirkan pervaginam.2

Pada perdarahan yang sedikit dan anak masih belum matur


dipertimbangkan terapi ekspektatif, dengan syarat keadaan ibu dan anak baik, Hb
normal dan perdarahan tidak banyak. Pada terapi ekspektatif pasien di rawat di
rumah sakit sampai berat anak 2500 gram atau kehamilan sudah sampai 37
minggu. Selama terapi ekspektatif diusahakan untuk menentukan lokalisasi
plasenta dengan pemeriksaan USG dan memperbaiki keadaan umum ibu. Jika

27
kehamilan telah 37 minggu, kehamilan dapat diakhiri dengan cara vaginal atau
seksio sesaria. Dengan cara vaginal dimaksudkan untuk mengadakan tekanan
pada plasenta, yang dengan demikian menutup pembuluh-pembuluh darah yang
terbuka (tamponade pada plasenta). Dengan seksio sesaria dimaksudkan untuk
mengosongkan rahim hingga rahim dapat berkontraksi dan menghentikan
perdarahan. Seksio sesaria juga mencegah terjadinya robekan serviks yang agak
sering pada persalinan pervaginam.2

Prinsip utama dalam melakukan seksio sesaria adalah untuk


menyelamatkan ibu, sehingga walaupun janin meninggal atau tak punya harapan
untuk hidup, tindakan ini tetap dilaksanakan. Adapun tujuan dari seksio sesaria
adalah:8
Melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat berkontraksi dan
menghentikan perdarahan.
Menghindarkan kemungkinan terjadinya robekan pada serviks uteri, jika
janin dilahirkan pervaginam.
Tempat implantasi plasenta previa terdapat banyak vaskularisasi sehingga
serviks uteri dan segmen bawah rahim menjadi tipis dan mudah robek,
selain itu, bekas tempat implantasi plasenta sering menjadi sumber
perdarahan karena adanya perbedaan vaskularisasi dan susunan serabut
otot dengan korpus uteri.
Siapkan darah pengganti untuk stabilisasi dan pemulihan kondisi ibu.
Lakukan perawatan lanjut pascabedah termasuk pemantauan perdarahan,
infeksi dan keseimbangan cairan masuk-keluar.

Pertolongan persalinan seksio sesarea merupakan bentuk pertolongan yang


paling banyak dilakukan. Bentuk operasi lainnya seperti:1,2

a. Cunam Willet Gausz


- Bertujuan untuk mengadakan tamponade plasenta pada kepala.
- Menjempit kulit kepala bayi pada placenta previayang ketubannya
telah dipecahkan.
- Memberikan pemberat sehingga pembukaan dipercepat.
- Diharapkan persalinan spontan.
- Sebagian besar dilakukan pada janin telah meninggal.

28
b. Versi Braxton Hicks
- Bertujuan untuk mengadakan tamponade plasenta dengan bokong
dan untuk menghentikan perdarahan dalam rangka menyelamatkan
ibu.
- Dilakukan versi ke letak sunsang.
- Satu kaki dikeluarkan sebagai tampon dan diberikan pemberat
untuk mempercepat pembukaan dan menghentikan perdarahan.
- Diharapkan persalinan spontan.
- Janin sebagian besar akan meninggal.

c. Pemasangan Kantong Karet Metreurynter

Kantong karet dipasang untuk menghentikan perdarahan dan


mempercepat pembukaan sehingga persalinan dapat segera berlangsung.1

Dengan kemajuan dalam operasi kebidanan, narkosa, pemberian


transfusi, dan cairan maka tatalaksana pertolongan perdarahan plasenta
previa hanya dalam bentuk:1

- Memecahkan ketuban
- Melskuksn seksio sesarea
- Untuk bidan segera melakukan rujukan sehingga mendapat
pertolongan yang cepat dan tepat.

Pemecahan ketuban dapat menghentikan perdarahan karena:2

- Setelah pemecahan ketuban, uterus mengadakan retraksi hingga


kepala anak menekan pada plasenta.
- Plasenta tidak tertahan lagioleh ketuban dan dapat mengikuti
gerakan dinding rahim hingga tidak terjadi pergeseran antara
plasenta dan dinding rahim.

2.8.2 Solusio Plasenta


Penatalaksanaan pengelolaan solusio plasenta harus didasarkan pada kondisi ibu
(keparahan perdarahan) dan kondisi janin (hidup, mati, umur kehamilan).

29
Penanganan solusio plasenta secara umum :9
1. Pemberian darah yang cukup
2. Pemberian O2
3. Pemberian antibiotik
4. Pada syok yang berat diberikan kortikosteroid dosis tinggi untuk mencegah
terjadinya perdarahan yang semakin hebat. Mekanisme kerjanya yaitu dengan
cara memperbaiki perfusi jaringan, memperkuat dinding sel, memperkuat
integritas sel endotel, stabilitas membran lisosom dan menurunkan resistensi
perifer.

A. Perdarahan masif
1. Evakuasi pasien ke rumah sakit untuk dilakukan tindakan resusitasi.
Jaga agar hemtokrit darah sekitar 30% dan keluaran urin sekitar 60
ml/jam dan cek kadar hemoglobin tiap 4 jam.
2. Lakukan transfusi fresh frozen plasma atau darah segar.
3. Lakukan terminasi kehamilan baik persalinan pervaginal jika dilatasi
serviks sudah lengkap ataupun dengan seksio caesarea.
4. Jika terjadi perdarahan postpartum pasca terminasi kehamilan yang
menyebabkan atonia uteri dan tidak dapat teratasi, maka histerektomi
adalah langkah yang harus diambil untuk menyelamatkan nyawa ibu.

B. Perdarahan sedikit
Tindakan yang dilakukan sangat dipengaruhi dari status fetus dalam
kandungan apakah prematur, imatur ataupun sudah mati.
1. Penatalaksanaan ekspektatif
Dilakukan jika umur kehamilan < 36 minggu dan janin masih hidup
serta tidak adanya perdarahan yang hebat yang menyebabkan syok
hipovolemia pada ibu.9,20
Hal ini dilakukan dengan harapan janin dapat seviable mungkin bila
dilahirkan nantinya. Observasi yang ketat terutama kondisi ibu (tekanan
darah, nadi, kadar hemoglobin dan urinaria) dan kondisi janin
menggunakan cardiotocografi (CTG).9,20

30
2. Penatalaksanaan aktif
Adakah sebuah tindakan terminasi kehamilan pada kondisi janin yang
matur ataupun terjadi fetal distres.9,20,23

Hal-hal yang dilakukan dalam penatalaksanaan terapi diantaranya adalah :


a. Mengkoreksi keadaan umum pasien dengan tindakan resusitasi untuk
mencegah agar pasien tidak jatuh dalam kondisi syok.
b. Segera lakukan persalinan
1) Persalinan pervaginal
Persalinan pervaginal dengan solusio plasenta pada bayi hidup
dapat dilakukan dengan syarat perdarahan yang terjadi jumlahnya
sedikit, multipara, serviks lunak dan pembukaan telah lengkap,
presentasi kepala dan tidak didapatkannya disproporsi kepala bayi
dan panggul ibu.23 Akan tetapi jika terjadi separasi plasenta yang
berat sehingga fetus didalamnya mati, persalinan pervaginal lebih
dipilih. Saat dilakukan persalinan pervaginal, dilakukan amniotomi
dan stimulasi kontraksi myometrium dengan pemberian oksitosin
secara intravena dengan melakukan monitor pada tekanan darah,
urinaria dan status koagulatif darah ibu.9 Akan tetapi persalinan
pervaginal tidak dapat dilakukan jika terjadi perdarahan hebat tanpa
diikuti pergantian darah yang cepat untuk menghindari komplikasi
pada ibu sehingga persalinan harus dilakukan secara seksio
caesarea darurat.9,23
2) Seksio caesarea
Seksio caesarea dipilih sebagai teknik persalinan pada pasien
dengan solusio plasenta dan terjadi fetus distres.9,20,23 Kayani (2003)
meneliti tentang kecepatan persalinan dan outcome neonatal pada
33 ibu dengan solusio plasenta dan kondisi fetal distres, didapatkan
22 bayi yang dilahirkan tidak memiliki masalah neurologis, 11 bayi
akan mati ataupun hidup dengan kondisi cerebral palsy.9

2.9 Komplikasi

2.9.1 Plasenta Previa14

31
Kemungkinan infeksi nifas besar karena luka plasenta lebih dekat pada
ostium dan merupakan porte dentre yang mudah tercapai. Lagi pula,
pasien biasanya anemis karena perdarahan sehingga daya tahannya lemah. 2

Bahaya plasenta previa adalah : 2,3

1. Anemia dan syok hipovolemik karena pembentukan segmen rahim


terjadi secara ritmik, maka pelepasan plasenta dari tempat
melekatnya diuterus dapat berulang dan semakin banyak dan
perdarahan yang terjadi itu tidak dapat dicegah.
2. Karena plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan
sifat segmen ini yang tipis mudahlah jaringan trofoblas dengan
kemampuan invasinya menorobos ke dalam miometrium bahkan
sampai ke perimetrium dan menjadi sebab dari kejadian plasenta
inkreta bahkan plasenta perkreta. Paling ringan adalah plasenta
akreta yang perlekatannya lebih kuat tetapi vilinya masih belum
masuk ke dalam miometrium. Walaupun tidak seluruh permukaan
maternal plasenta mengalami akreta atau inkreta akan tetapi
dengan demikian terjadi retensio plasenta dan pada bagian plasenta
yang sudah terlepas timbullah perdarahan dalam kala tiga.
Komplikasi ini lebih sering terjadi pada uterus yang yang pernah
seksio sesaria. Dilaporkan plasenta akreta terjadi sampai 10%-35%
pada pasien yang pernah seksio sesaria satu kali dan naik menjadi
60%-65% bila telah seksio sesaria tiga kali.

3. Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh
darah sangat potensial untuk robek disertai dengan perdarahan yang
banyak. Oleh karena itu harus sangat berhati-hati pada semua
tindakan manual ditempat ini misalnya pada waktu mengeluarkan
anak melalui insisi pada segmen bawah rahim ataupun waktu
mengeluarkan plasenta dengan tangan pada retensio plasenta. Apabila
oleh salah satu sebab terjadi perdarahan banyak yang tidak terkendali
dengan cara-cara yang lebih sederhana seperti penjahitan segmen

32
bawah rahim, ligasi a.uterina, ligasi a.ovarika, pemasangan tampon
atau ligasi a.hipogastrika maka pada keadaan yang sangat gawat
seperti ini jalan keluarnya adalah melakukan histerektomi total.
Morbiditas dari semua tindakan ini tentu merupakan komplikasi tidak
langsung dari plasenta previa.
4. Kelainan letak anak pada plasenta previa lebih sering terjadi. Hal ini
memaksa lebih sering diambil tindakan operasi dengan segala
konsekuensinya.
5. Kehamila premature dan gawat janin sering tidak terhindarkan karena
tindakan terminasi kehamilan yang terpaksa dilakukan dalam
kehamilan belum aterm. Pada kehamilan < 37 minggu dapat
dilakukan amniosintesis untuk mengetahui kematangan paru-paru
janin dan pemberian kortikosteroid untuk mempercepat pematangan
paru janin sebagai upaya antisipasi.
6. Solusio plasenta
7. Kematian maternal akibat perdarahan
8. Disseminated intravascular coagulation (DIC)
9. Infeksi sepsis

2.9.2 Solusio Plasenta


Komplikasi akibat solusio plasenta dapat terjadi pada ibu dan janin.9,19,20
1. Komplikasi pada ibu, antara lain :
a) Syok
Pada kasus solusio plasenta tipe external hemorrhagic maka syok yang
terjadi adalah syok hipovolemi, sedangakan solusio plasenta tipe
Concealed (perdarahan tersembunyi) maka syok yang terjadi adalah
syok neurogenik akibat nyeri yang ada.
b) Terjadinya gangguan pembekuan darah (koagulopati) akibat turunnya
kadar fibrinogen.
Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya disebabkan
oleh hipofibrinogen. Dari penelitian yang dilakukan oleh
Wirjohadiwardojo di RSUPNCM dilaporkan kelainan pembekuan darah
terjadi pada 46% dari 134 kasus solusio plasenta yang diteliti.4

33
Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup bulan ialah
450 mg% berkisar antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen
plasma kurang dari 100 mg% maka akan terjadi gangguan pembekuan
darah.4,7,19
Mekanisme gangguan pembuluh darah terjadi melalui dua fase :
Fase I
Pada pembuluh darah terminal (arteriole, kapiler, venule) terjadi
pembekuan dara, disebut disseminated intravasculer clotting
(DIC). Akibatnya ialah peredaran darah kapiler (mikrosirkulasi)
terganggu. Jadi pada fase I, turunnya kadar fibrinogen disebabkan
karena pemakaian zat tersebut, maka fase I disebut juga
coagulopathi consumptive. Diduga bahwa hematom subkhorionik
mengeluarkan tromboplastin yang menyebabkan pembekuan
intravaskuler tersebut. Akibat gangguan mikrosirkulasi dapat
mengakibatkan syok, kerusakan jaringan pada alat-alat yang
penting karena hipoksia dan kerusakan ginjal yang menyebabkan
oliguria/anuria.19
Fase II
Fase ini sebetulnya fase regulasi reparatif, yaitu usaha tubuh untuk
membuka kembali peredaran darah kapiler yang tersumbat. Usaha
ini dilaksanakan dengan fibrinolisis. Fibrinolisis yang berlebihan
malah berakibat lebih menurunkan lagi kadar fibrinogen sehingga
perdarahan patologis.19 Kecurigaan akan adanya kelainan
pembekuan darah harus dibuktikan dengan pemeriksaan
laboratorium, namun di klinik pengamatan pembekuan darah
merupakan cara pemeriksaan yang terbaik karena pemeriksaan
laboratorium lainnya memerlukan waktu terlalu lama, sehingga
hasilnya tidak mencerminkan keadaan penderita saat itu.7
c) Kerusakan jaringan pada organ vital
Kejadian gagal ginjal akut sering terjadi akibat perdarahan masif yang
terjadi pada solusio plasenta yang tidak mendapatkan resusitasi cairan

34
dan darah yang adekuat untuk mengatasi kondisi hipovolemia yang
terjadi.
Kerusakan kelenjar hipofisis anterior akan menyebabkan sindroma
Sheehan yang mengakibatkan kegagalan laktasi dan amenorhea
sekunder serta gangguan sistem reproduksi.
d) Atonia uteri post partum
Terjadi akibat anemia yang terjadi, gangguan koagulopati dan
overdistensi uterus serta Couvelaire uterus.

2. Komplikasi pada janin, antara lain :


a) Tingginya angka kematian perinatal
b) Gangguan pertumbuhan pada bayi
c) Tingginya asfiksia neonatal
d) Prematuritas bayi
e) Anemia pada neonatal.

2.10. Prognosis

2.3.1 Plasenta Previa3,4,6,9

Ibu
Dengan adanya fasilitas diagnosa dini (USG), transfusi darah, teknik anestesi
dan operasi yang baik dengan indikasi SC yang lebih liberal, prognosis ibu
cukup baik. Prognosis kurang baik jika penolong melakukan VT di luar
Rumah Sakit dan mengirim pasien sangat terlambat dan tanpa infus.
Janin
Kematian janin umumnya disebabkan prematuritas.

2.3.2 Solusio Plasenta16

Ibu
Tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus,
banyaknya perdarahan, derajat koagulasi, adanya hipertensi menahun atau

35
preeklampsia, tersembunyi tidaknya perdarahannya, dan jarak waktu antara
terjadinya solusio plasenta sampai pengosongan uterus. Angka kematian ibu
0,5%-5% di seluruh dunia. Kebanyakan karena perdarahan (segera atau
lambat) atau gagal jantung atau ginjal
Janin
Pada solusio plasenta berat sekitar 50%-80% mengalami kematian. 15%
sudah tidak terdengar denyut jantung janin saat tiba di Rumah Sakit, dan 50%
dalam kondisi gawat janin. Pada solusio plasenta ringan dan sedang kematian
janin tergantung dari luas plasenta yang terlepas dan usia kehamilan.

36
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Perdarahan antepartum terjadi setelah kehamilan 22 minggu.
2. Perdarahan antepartum terdiri dari plasenta previa dan solusio plasenta.
3. Penyebab dari perdarahan antepartum sampai saat ini belum diketahui, namun
ada beberapa faktor risiko yang menunjang sampai terjadinya plasenta previa,
solusio plasenta.
4. Diagnosis dari perdarahan antepartum saat ini yang lebih akurat adalah dengan
pemeriksaan ultrasonografi.
5. Penanganan perdarahan antepartum adalah dengan tindakan secara ekspektatif,
aktif dan operasi seksio caesarea.
6. Komplikasi yang paling berbahaya adalah syok oleh karena perdarahan
sehingga harus ditangani lebih awal/segera.
7. Prognosis pada perdarahan antepartum baik bila ada fasilitas yang cukup
memadai.

3.2 Saran

37
Ibu hamil dengan riwayat abortus, umur > 35 tahun dan multipara perlu
memeriksakan kehamilannya lebih intensif karena risiko plasenta previa, dan
untuk pengenalan lebih dini sebaiknya dilakukan pemeriksaan USG pada umur
kehamilan diatas 28 minggu pada ibu hamil dengan faktor-faktor risiko tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

1. Yoseph. Perdarahan Selama Masa Kehamilan. Dalam : Cermin Dunia


Kedokteran. EGC, Jakarta,1996:32-5.
2. Ariani DW, Astari MA, Anita H. Pengetahuan Sikap dan Perilaku tentang
Kehamilan, Persalinan, serta Komplikasinya pada Ibu Hamil
Nonprimigravida di RSUPN Cipto Mangunkusumo. Majalah Kedokteran
Indonesia, vol 55, Jakarta,2005:637-48.
3. Chalik TMA. Plasenta Previa. Dalam : Hemoragi Utama Obstetri dan
Ginekologi, Ed I. Widya Medika, Jakara,2005:129-43.
4. Rachimhadi T, Wibowa B. Perdarahan Antepartum. Dalam: Ilmu Kebidanan
Prawirohardjo S., Winkjosastro H., Saifudin A B., Rachimhadi T., eds, edisi
ketiga. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta,2005:362-76.
5. Winkjsosastro, Hanifa dkk. Perdarahan Antepartum. Dalam : Sinopsis
Obstetri, Edisi 1. EGC,Jakarta,2005:105-11.

38
6. Pengurus Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Perdarahan
Antepartum. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi
Bag.I,Jakarta,2006.
7. Pritchard JA, MacDonald PC, Gant NF. Obstetri Williams, edisi 21.
Airlangga,Surabaya,2001:456-70.
8. Prawirohardjo S, Hanifa W. Kebidanan dalam Masa Lampau, Kini dan Kelak.
Dalam: Imu Kebidanan, edisi III. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo, Jakarta,2006:3-21.
9. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom, Hauth, Rouse, Spong. Obstetrical
Hemorrhage. In Williams Obstetrics, 23rd Ed. New York : Saunders, 2010.
(CD rom)
10. Saifuddin AB, Adriaansz G, Wiknjosastro GH Waspodo D. Buku Acuan
Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. JNPKKR-
YBPSP,Jakarta,2001.
11. Gasong MS, Hartono E, Moerniaeni N. Penatalaksanaan Perdarahan
Antepartum. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNHAS,1997:3-8.
12. Trijatmo R, Wibowo B. Perdarahan Antepartum. Dalam : Hanifah W,
Saifudin AB, Rachimhadhi T, penyunting. Ilmu Kebidanan, edisi ke-3.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,Jakarta,2005:362-85.
13. Iram S, Azis NA, Ansa I. Abruptio Placentae and Its Complications at Ayub
Teaching Hospital Abbottabad. J Ayub Med Coll Abbottabad. 2006; 18(1).
Hal : 1-5.
14. Winda. Asuhan Kebidanan Kepada Ibu Hamil dengan Plasenta Letak
Rendah. Politeknik Departemen Kesehatan Tanjung Karang Prodi Kebidanan
Metro.2007
15. Anonim. Plasenta Previa versi 2. Diakses dari :
http://viktiv.blogspot2017.com.
16. Suyono, Lulu, Gita, Harum, Endang. Hubungan Antara Umur Ibu Hamil
dengan Frekuensi Solusio Plasenta di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
Cermin Dunia Kedokteran vol.34 no.5/158 Dsep-Okt. 2007 : 233-8.
17. Deering SH. Abruptio Placentae. Diakses dari :
http://emedicine.medscape.com/article/252810-html.
18. Mochtar R. Perdarahan Antepartum. Dalam : Lutan D, penyunting. Sinopsis
Obstetri
jilid I, edisi ke-2. EGC,Jakarta,1998:269-87.

39
19. Sastrawinata RS. Perdarahan Antepartum. Dalam : Obstetri Patologi.
Bandung : Elstar Offset,1984:110-27.
20. Abdala MY. Antepartum Hemorrhage. Diakses dari :
http://www.hind.cc/5th%20MBBS/ObGyn/Dr.Mahmood/Antepartum
%20hemorrhage. pdf
21. Anonim. Bleeding In Pregnancy. Diakses dari :
http://www.drguide.mohp.gov.eg/newsite/e-learning/ICD10/Chapter
%207.pdf.
22. Jaffe MH, Schoen WC, Silver TM, Bowerman RA, Stuck KJ. Sonography of
Abruptio Placentae. American Journal Roentgen Ray.1981; 137(5). Hal :
1049-54. Diakses dari : http://www.ajronline.org/cgi/reprint/137/5/1049.pdf
23. Eastcheshire NHS. Guideline Antepartum Haemorrhage and Abruption
Placenta, update 2009. Diakses dari :
http://www.eastcheshire.nhs.uk/Pages/About-The
Trust/policies/A/Antepartum-haemorrhage-guideline.pdf

40

Вам также может понравиться