Вы находитесь на странице: 1из 47

ANALISIS TINGKAT RESIKO MUSCULOSKELETAL

DISORDERS DI UNIT REKAM MEDIS RAWAT INAP


RUMAH SAKIT MITRA MEDIKA BONDOWOSO
MENGGUNAKAN METODE QEC

PROPOSAL SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Terapan (S.ST)
Di Program Studi Rekam Medik
Jurusan Kesehatan

Oleh

Siva Amalia
NIM G41140148

PROGRAM STUDI D-1V REKAM MEDIK


JURUSAN KESEHATAN
POLITEKNIK NEGERI JEMBER 2017
ANALISIS TINGKAT RESIKO MUSCULOSKELETAL
DISORDERS DI UNIT REKAM MEDIS RAWAT INAP
RUMAH SAKIT MITRA MEDIKA BONDOWOSO
MENGGUNAKAN METODE QEC

PROPOSAL SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Terapan (S.ST)
Di Program Studi Rekam Medik
Jurusan Kesehatan

oleh
Siva Amalia
NIM G41140148

PROGRAM STUDI D-1V REKAM MEDIK


JURUSAN KESEHATAN
POLITEKNIK NEGERI JEMBER 2017
PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada:


1. Allah SWT yang selalu memberikan segalanya kepada saya, tiada kata
yang pantas untuk mengungkapkan rasa syukur atas segala hal yang sudah
diberikan.
2. Ibu dan Ayah yang selalu memberi dukungan, semangat, nasehat dan
mendoakan saya tanpa henti sampai saat ini.
3. Adik-adik yang selalu mendukung dan menghibur ketika saya dalam
kondisi lelah dalam proses penyelesaian skripsi ini.
4. Dosen pembimbing dr. Novita Nuraini, MARS , saya mengucapkan
terimakasih banyak telah membimbing saya dengan sabar dalam
mengerjakan skripsi ini.
5. Sahabat saya Gian Martiyas, Rizky Ulfaidah, Fitria Octaviantini,
Anggraina Diastri, Fenny Febriani, Nawang Bekti Agustina dan Layla
Rimanani yang selalu memberi semangat serta dukungan selama
mengerjakan skripsi ini.
6. Pacar saya Erwin Arif Mutawakkil yang selalu memberi saya semangat
serta mendengarkan keluh kesah saya selama mengerjakan skripsi ini.
7. Teman - teman Rekam Medik 2014 yang telah berjuang bersama dari awal
sampai saat ini.
8. Semua orang yang telah ikut andil dalam mengerjakan skripsi ini, yang
tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Terimakasih banyak atas dukungan
dan bantuan kalian semua.
MOTTO

Sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi


orang lain
(HR. Al Qadhai)

Karena sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya


bersama kesulitan itu ada kemudahan
(QS. Al-Insyiraah: 5-6)
SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertandatangan dibawah ini:


Nama : Siva Amalia
NIM : G41140148
menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam skripsi
saya yang berjudul Analisis Tingkat Resiko Muscusloskeletal Disorders Di Unit
Rekam Medis Rawat Inap Rumah Sakit Mitra Medika Bondowoso Menggunakan
Metode QEC merupakan gagasan dan hasil karya saya sendiri dengan arahan
komisi pembimbing, dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun pada
perguruan tinggi manapun.
Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas
dan dapat diperiksa kebenarannya. Sumber informasi yang berasal dan dikutip
dari karya tulis yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam naskah
dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir skripsi ini.

Jember, 1 April 2017

Siva Amalia
NIM. G4114048
PERNYATAAN
PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN
AKADEMIS

Yang bertandatangan di bawah ini, saya:


Nama : Siva Amalia
NIM : G41140148
Program Studi : Rekam Medik
Jurusan : Kesehatan

Demi pengembangan Ilmu Pengetahuan, saya menyetujui untuk memberikan


kepada UPT. Perpustakaan Politeknik Negeri Jember, Hak Bebas Royalti Non-
Eksklusif (Non-Exclusive Royalty Free Right) atas Karya Ilmiah berupa
Laporan Skripsi saya yang berjudul :

ANALISIS TINGKAT RESIKO MUSCULOSKELETAL DISORDERS DI


UNIT REKAM MEDIS RAWAT INAP RUMAH SAKIT MITRA MEDIKA
BONDOWOSO MENGGUNAKAN METODE QEC

Dengan Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif ini UPT. Politeknik Negeri Jember
berhak menyimpan mengalih media atau format, mengelola dalam bentuk
Pangkalan Data (Database), mendistribusikan karya dan menampilkan atau
mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis
tanpa perlu meminta ijin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis atau pencipta.

Saya bersedia untuk menanggung secara pribadi tanpa melibatkan pihak


Politeknik Negeri Jember, Segala bentuk tuntutan hukum yang timbul atas
Pelanggaran Hak Cipta dalam Karya Ilmiah ini.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya,

Dibuat di : Jember
Pada Tanggal :
Yang menyatakan,

Nama : Siva Amalia


NIM. : G41140148
PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul Analisis Tingkat
Resiko Musculoskeletal Disorders Di Unit Rekam Medis Rawat Inap Rumah
Sakit Mitra Medika Bondowoso Menggunakan Metode QEC. Skripsi ini disusun
untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan D-IV pada
Program Studi Rekam Medik Jurusan Kesehatan Politeknik Negeri Jember.
Dalam kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan
ucapan terima kasih kepada:
1. Ir. Nanang Dwi Wahyono, MM., selaku Direktur Politeknik Negeri Jember
2. Sustin Farlinda, S.Kom.,MT., selaku Ketua Jurusan Kesehatan Politeknik
Negeri Jember
3. Faiqatul Hikmah, S.KM, M.Kes, selaku Ketua Program Studi D-IV Rekam
Medik Politeknik Negeri Jember
4. dr.Novita Nuraini,M.A.R.S, selaku Koordinator Tugas Akhir D-IV Rekam
Medik dan dosen pembimbing I yang telah memberikan masukan,
pengarahan, dan motivasi.
5. Pegawai Rumah Sakit Mitra Medika yang telah membantu penulis mulai dari
survei pendahuluan hingga penelitian.
6. Keluarga, sahabat dan teman teman D-IV Rekam Medik angkatan 2014 dan
semua pihak yang turut membantu dalam menyelesaikan Skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu kritik dan saran akan senantiasa penulis terima dengan senang
hati. Besar harapan penulis semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak.
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kesehatan dan keselamatan pegawai menjadi salah satu hal terpenting bagi
pihak rumah sakit terlebih untuk membentuk sumber daya manusia yang
berkualitas dan produktif dalam bekerja, kesehatan dan keselamatan pegawai
berhubungan dengan resiko keselamatan pegawai terhadap segala aspek yang bisa
merugikan pegawai seperti kecelakaan kerja atau kerugian alat tubuh. Umumnya
disetiap tempat kerja terdapat sumber bahaya yang bisa mengancam keselamatan
dan kesehatan tenaga kerja. Keluhan pada sistem musculoskeletal telah menjadi
trend penyakit terbaru berkaitan dengan pekerjaan di seluruh dunia baik negara
berkembang maupun industri (Chung dalam Prima, 2016). Tidak jarang para
pegawai mengalami masalah pada sistem musculoskeletal, gangguan otot ini
merupakan kerusakan pada otot, saraf, tendon, ligament, persendian, kartilago,
dan discus invertebralis. Kerusakan pada otot dapat berupa ketegangan otot,
inflamasi, dan degenerasi. Sedangkan kerusakan pada tulang dapat berupa memar,
mikro faktur, patah, atau terpelintir (Merulalia, 2010).
Occupational Health and Safety Council of Ontario (OHSCO) tahun 2007
menyatakan bahwa musculoskeletal disorders adalah serangkaian sakit pada
tendon, otot, dan saraf. Aktifitas dengan tingkat pengulangan tinggi dapat
menyebabkan kerusakan pada jaringan sehingga dapat menimbulkan rasa nyeri
dan rasa tidak nyaman pada otot. Musculoskeletal disorders dapat terjadi
walaupun gaya yang dikeluarkan ringan dan postur kerja yang memuaskan (For &
Future, 2010)
Dari berbagai macam penelitian dapat diketahui keluhan penyakit yang
sering diderita oleh pekerja adalah musculoskeletal disorders, hal tersebut salah
satunya dipengaruhi adanya posisi kerja. Posisi kerja mengacu pada bagaimana
postur tubuh yang dilakukan, posisi kerja yang nyaman dan aman akan
mempengaruhi produktivitas kerja yang lebih baik. Pekerjaan yang memaksa
tenaga kerja untuk berada pada postur kerja yang tidak ergonomis menyebabkan
tenaga kerja lebih cepat mengalami kelelahan dan secara tidak langsung
memberikan tambahan beban kerja. Penerapan posisi kerja yang ergonomis akan
mengurangi beban kerja dan secara signifikan mampu mengurangi kelelahan atau
masalah kesehatan yang berkaitan dengan postur kerja serta memberikan rasa
nyaman kepada tenaga kerja terutama dalam pekerja yang monoton dan
berlangsung lama, jika penerapan ergonomi tidak dapat terpenuhi akan
menimbulkan ketidaknyamanan atau munculnya rasa sakit pada bagian tubuh
tertentu. Salah satu dampak kesehatan yang muncul sebagai akibat dari postur
kerja yang tidak ergonomis adalah musculoskeletal disorder (MSDs).
Masalah kesehatan di Indonesia tahun 2005 menunjukkan bahwa sekitar
40,5% penyakit yang diderita pekerja yang berhubungan dengan pekerjaannya.
Menurut studi yang dilakukan terhadap 9.482 pekerja di 12 kabupaten atau kota di
Indonesia, umumnya berupa penyakit muskuloskeletal (16%), kardiovaskuler
(8%), gangguan syaraf (6%), gangguan pernafasan (3%),dan gangguan THT
(1,5%). (Depkes RI,2005 dalam Nurhayuning & Paskarini, 2015)
Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan pada tanggal 19
Februari 2017, pada umumnya petugas rekam medis merasa pegal-pegal pada
pinggang, punggung, leher dan bahu, rasa sakit pada pinggang diakibatkan oleh
adanya aktifitas penyimpanan dan pengembalian berkas di ruang filling. Ketika
petugas melakukan proses penyimpanan dan pengembalian berkas otot di area
leher dan pinggang terjadi ketegangan otot, proses ini bisa terjadi karena ruang
penyimpanan berkas atau rak filling yang memiliki tinggi 205cm, panjang 300cm
terlalu tinggi melebihi postur petugas rekam medis yang memiliki tinggi badan
petugas 1 ialah 155cm kemudian untuk petugas 2 ialah 153 cm sehingga
mengakibatkan pegal-pegal pada area punggung dan leher.
Rumah Sakit Mitra Medika Bondowoso merupakan rumah sakit swasta
kelas D yang terletak di daerah kota Bondowoso. Di instansi tersebut rekam medis
memeggang peranan sangat penting, dan tentu saja harus didukung oleh sarana
dan prasarana yang memadai dan berkualitas. Kondisi unit rekam medis RS Mitra
Medika Bondowoso belum didukung oleh sarana dan prasarana yang ergonomis,
sarana dan prasarana yang dimaksud ialah ruangan rak filling rawat inap dan
ruang kerja unit rekam medis. Menurut hasil observasi yang dilakukan dengan
cara wawancara pada petugas rekam medis, mereka mengatakan bahwa sering
mengeluh dan sakit pada area punggung dan leher atau biasa disebut dengan
musculoskeletal disorder hal tersebut terbukti ketika berkerja didepan monitor.
Otot punggung akan bekerja keras menahan beban anggota gerak atas,
akibatnya beban kerja bertumpu di daerah pinggang sebagai penahan beban utama
sehingga mudah mengalami keluhan nyeri otot atau musculoskeletal disorder
(Risyanto dalam Prima, 2015). Kemudian dengan kondisi ruang filling rawat inap,
ruang filling rawat inap memiliki tinggi 205 cm dan panjang 300 cm yang
melebihi postur tubuh pekerja, hal tersebut mengakibatkan pekerja cenderung
mengalami penarikan atau ketegangan otot pada daerah leher dan punggung. Para
pegawai juga belum memperhatikan secara intensif mengenai standart kerja yang
harus dilakukan dan cenderung mengejar deadline, dengan demikian penerapan
ergonomi ditempat kerja belum tercapai.
Berdasarkan uraian tersebut penulis memfokuskan penelitian pada
musculoskeletal disorders yang dialami pada petugas rekam medis rawat inap
yang didasarkan pada metode QEC dengan skripsi yang berjudul Analisis
Tingkat Resiko Musculoskeletal Disorders Di Unit Rekam Medis Rawat Inap
Rumah Sakit Mitra Medika Bondowoso Menggunakan Metode QEC

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan
masalah penelitian yaitu Bagaimana Analisis tingkat resiko Musculoskeletal
Disorders Di Unit Rekam Medis Rawat Inap Rumah Sakit Mitra Medika
Bondowoso menggunakan Metode QEC?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum


Menganalisis tingkat resiko musculoskeletal disorders pada petugas rekam
medis di unit rawat inap Rumah Sakit Mitra Medika Bondowoso menggunakan
metode Quick Exposure Checklist (QEC).
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi faktor pekerjaan yang berpengaruh terhadap
keluhan musculoskelatal disorders.
b. Mengidentifikasi faktor individu berupa usia, jenis kelamin, masa
kerja, kebiasaan merokok, riwayat musculoskeletal disorders, dan
IMT pada petugas rekam medis.
c. Mengetahui sarana dan prasarana yang sesuai.
d. Mengetahui tingkat resiko musculoskelatal disorders dengan
menggunakan metode QEC.
1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Praktis

a. Bagi Rumah Sakit


Sebagai bahan masukan dan pertimbangan Rumah Sakit Mitria Medika
Bondowoso dalam standarisasi kesehatan dan keselamatan kerja
pegawai di unit rekam medis.
b. Bagi Instansi Pendidikan
Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai referensi pengetahuan dalam
kesehatan dan keselamatan kerja pegawai di unit rekam medis

1.4.2 Manfaat Teoritis

a. Bagi Petugas Rekam Medik


Memberikan informasi kepada petugas di unit rekam medis untuk
meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja agar terhindar dari
masalah musculoskeletal diorders.
b. Bagi Peneliti
Dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan terkait dengan
masalah keluhan fisik berkaitan dengan aspek ergonomi
c. Bagi Peneliti Lain
Sebagai bahan acuan penelitian lain dalam pengembangan untuk
penelitian lebih lanjut.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karya Tulis Ilmiah Yang Mendahului

2.1.1 Studi Ergonomi Tentang Keluhan Fisik Yang Dialami Karyawan Di unit
Rekam Medik RSUD Dr. Haryoto Lumajang Tahun 2015.
Unit rekam medik merupakan salah satu bagian yang memiliki
peran penting dalam suatu rumah sakit dan harus didukung oleh sarana
yang memadai. Kondisi unit rekam medik di RSUD Dr. Haryoto
Lumajang belum didukung oleh sarana yang ergonomis. Hal ini ditunjukan
dengan adanya rak berkas dan kursi kerja yang belum ergonomis (belum
ada kesesuaian antara ukuran tubuh pekerja dengan sarana) hal ini tentu
berpengaruh pada postur kerja karyawan dalam berkerja. Ketidaksesuaian
ini menyebabkan timbulnya keluhan otot skeletal pada karyawan. Tujuan
dari penelitian ini memberikan rekomendasi studi ergonomi tentang
keluhan fisik musculoskeletal disorders yang dialami oleh karyawan di
unit rekam medik RSUD Dr. Haryoto Lumajang Tahun 2015. Penelitian
ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif, menggunakan metode
REBA untuk menilai postur tubuh pekerja. Populasi dan sampel dalam
penelitian ini adalah karyawan di unit rekam medik RSUD Dr. Haryoto
Lumajang berjumlah 15 orang. Pengumpulan data menggunakan lembar
observasi, dokumentasi dan kuisioner yang telah baku (NBM). Hasil
penelitian yang diperoleh adalah perhitungan skor REBA yang diketahui
level tidakan dari skor akhir yaitu dengan nilai 6, maka termasuk dalam
kategori skor REBA dengan interval 4-7 dengan level resiko yaitu sedang,
tidakan perbaikan termasuk dalam ketegori perlu. Keluhan yang paling
banyak dirasakan oleh karyawan adalah Low Back Pain atau nyeri pada
bagian punggung dan pinggang bagian bawah. Rekomendasi terkait
dengan masalah keluhan fisik yaitu diantaranya melakukan perbaikan
postur kerja karyawan yang salah satunya atau kurang ergonomis,
melakukan pengaturan jam istirahat, melakukan streching atau peregangan
ringan pencegahan terjadinya LBP, perawatan dan pengobatan keluhan
Low Back Pain.
2.1.2 Analisis Tingkat Resiko musculoskeletal Disorders (MSDs) Dengan The
Rapid Upper Limbs Assessment (RULA) Dan Karakteristik Individu
Terhadap Keluhan MSDs
Muskuloskeletal disorders (MSDs) adalah gangguan pada sistem
muskuloskeletal yang disebabkan oleh pekerjaan dan performansi kerja seperti
postur tubuh tidak alamiah, beban, durasi dan frekuensi serta faktor individu (usia,
masa kerja, kebiasaan merokok, IMT dan jenis kelamin). Penelitian ini bertujuan
untuk mencari hubungan tingkat risiko dan karakteristik individu terhadap
keluhan muskuloskeletal disorders. Metode yang digunakan adalah analitik
observasional dengan pendekatan cross sectional. Alat ukur berupa lembar
observasi RULA dan Nordic Body Map. Populasi penelitian adalah perawat di
RSUD Bhakti Dharma Husada Surabaya berjumlah 60 orang, jumlah sampel 33
orang didapatkan dengan metode simple random sampling. Data diuji
menggunakan uji chi square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar
responden berusia 2535 tahun (81,8%), wanita (84,8%) dengan masa kerja < 5
tahun sebesar (63,6%), yang tidak mempunyai kebiasaan olahraga (45,5%), status
gizi normal (63,6%), memiliki kebiasaan merokok (6,1%) dan sikap kerja tidak
alamiah (87,9%). Faktor risiko pekerjaan dengan keluhan muskuloskeletal
memiliki hubungan sangat lemah yang berarti tidak adanya hubungan antara nilai
posisi kerja terhadap keluhan Muskuloskeletal disorder. Kedua variabel memiliki
nilai korelasi sebesar 0,330. Kesimpulan dari penelitian ini adalah tidak adanya
hubungan antara posisi kerja menggunakan metode RULA dengan keluhan
musculoskeletal pada perawat RSUD Bhakti Dharma Husada Surabaya.
Disarankan agar peran K3RS harus lebih aktif untuk upaya pencegahan keluhan
muskuloskeletal disorders dengan memberikan penyuluhan dan pelatihan yang
berhubungan dengan keperawatan.
2.1.3 State Of The Art
Berdasarkan isi dari karya tulis diatas maka Proposal Tugas Akhir yang
berjudul Analisis Keluhan Musculoskeletal Terhadap Sarana Dan Prasarana Unit
Rekam Medis Rawat Inap Di Rumah Sakit Mitra Medika Bondowoso Tahun
2017 ini memiliki persamaan dan perbedaan antara lain sebagai berikut :

Tabel 2.1 State Of The Art


Nanda Prima Dwi Binarfi ka Maghfi Siva Amalia
No Materi
Cahyono roh Nuryaningtyas
1. Bentuk Skripsi Skripsi Skripsi
2. Judul Studi Ergonomi Pengaruh Sikap Analisis Tingkat
Tentang Keluhan Kerja Angkat Resiko
Fisik Yang Angkut Manual Mucsuloskeletal
Dialami Karyawan Terhadap Keluhan Disorders Di Unit
Di Unit Rekam Sistem Rekam Medis Rawat
Medik RSUD Dr. Musculoskeletal Inap Rumah Sakit
Haryoto Lumajang Pada Pekerja Kuli Mitra Medika
Tahun 2015 Borong Di PT.Sido BondowosoMenggu
Muncul. nakan Metode QEC.

3. Tujuan Memberikan Mencari hubungan Menilai tingkat


rekomendasi studi tingkat risiko dan resiko
ergonomi tentang karakteristik individu musculoskeletal
keluhan fisik terhadap keluhan disorders pada
musculoskeletal muskuloskeletal petugas rekam
disorders yang disorders medis di unit
dialami oleh rawat inap Rumah
karyawan di unit Sakit Mitra
rekam medik Medika
RSUD Dr. Haryoto Bondowoso
Lumajang Tahun menggunakan
2015 metode QEC.

4. Lokasi RSUD Dr. Haryoto RSUD Bhakti RS. Mitra Medika


Lumajang Dharma Husada Bondowoso
Surabaya
5. Subjek Karyawan di unit Perawat di RSUD Petugas rekam
rekam medik Bhakti Dharma medis rawat inap
RSUD Dr. Hayoto Husada Surabaya di RS Mitra
Luamajang. Medika
Bondowoso.
6. Metode REBA RULA dan nordic QEC (Quick
body map Exposure
Checklist)
2.2 Studi Ergonomi
Studi ergonomi adalah studi tentang aspek-aspek manusia dalam
lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi fisiologi, psikologi,
engineering, menejemen dan desain atau perancangan (Nurmianto dalam Prima,
2016)
2.3 Unit Rekam Medis
Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang
identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang
telah diberikan kepada pasien (Permenkes No. 411/Menkes/Iii/2010, 2010).
2.4 Kelelahan Fisik
Istilah fatigue atau kelelahan dipakai untuk menggambarkan berbagai
kondisi yang sangat bervariasi yang semuanya berakibat penurunan kapasitas dan
ketahanan kerja. Konsep kelelahan yang sudah dikenal saat ini membedakan atas
dua jenis kelelahan yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum atau general fatigue.
Kelelahan otot terjadi apabila otot yang beraktifitas tidak lagi dapat berespon
terhadap rangsangan dengan tingkat aktivitas kontraktil yang setara. Kelelahan
umum diartikan sebagai sensasi kelelahan yang dirasakan secara umum oleh
tubuh. Tubuh dirasakan terhambat dalam melakukan aktifitas, kehilangan
keinginan untuk melakukan tugas-tugas fisik maupun mental, merasa berat,
ngantuk dan letih. Kelelahan umum dapat diakibatkan oleh efek dari berbagai
stress berupa monotony, intensitas atau durasi dari beban kerja mental atau mental
dan fisik, iklim lingkungan termasuk penerangan dan kebisingan, penyebab
mental berupa tanggung jawab, kekhawatiran dan konflik-konflik, penyakit dan
perasaan sakit dan faktor nutrisi yang dialami sepanjang hari kerja berakumulasi
pada organisme dan secara bertahap meningkatkan perasaan lelah dimana
perasaan lelah ini merupakan keadaan yg dapat dihilangkan dengan berbaring dan
istirahat. (Susetyo, Oes, & Indonesiani, 2008).
2.5 Definisi Musculoskeletal Disorders (MSDs)
Menurut OSHA (2000) dalam Alifatul (2014), Musculoskeletal Disorders
atau disingkat MSDs adalah cidera atau gangguan pada jaringan lunak (seperti
otot, tendon, ligament, sendi dan tulang rawan) dan sistem saraf dimana cidera
atau gangguan ini dapat mempengaruhi hampir semua jaringan termasuk saraf dan
sarung tendon. Terdapat perbedaan istilah MSDs pada beberapa negara seperti di
Amereka dikenal Cumulative Trauma Disorders (CTD), di Inggris dan Australia
disebut dengan Repetitif Strain Injury (RSI), di Jepang dan Skandinavia lebih
dikenal dengan Occupational Cervicobrachial Disorders (OCD). Humantech
(1995) dikutip oleh Nursatya (2008), penyakit MSDs ini diterjemahkan sebagai
kerusakan trauma kumulatif. Terjadinya akibat proses penumpukan
cidera/kerusakan kecil-kecil pada sistem musculoskeletal disorders akibat trauma
berulang yang setiap kalinya tidak dapat sembuh sempurna, sehingga membentuk
kerusakan cukup besar untuk menimbulkan rasa sakit.
2.6 Jenis Musculoskeletal Disorders (MSDs)
Trauma jaringan timbul karena kronisitas atau berulang-ulangnya proses
penggunaan tenaga yang berlebihan (overexertion), peregangan berlebihan
(overstretching) atau penekanan lebih (overcompression) pada suatu jaringan.
Jaringan yang terkena bisa tendon, sarung tendon, saraf, pembuluh darah,
ligament dari pada tangan, pergelangan tangan, siku, bahu, leher, pinggang,
pangkal paha, lutut dan pergelangan kaki. Menurut NIOSH (2007) dalam Alifatul
(2014), musculoskeletal disorders dapat dibedakan menurut beratnya gangguan
yaitu ringan, sedang dan berat. Berikut ini adalah beberapa jenis cidera
Musculoskeletal Disorders yaitu:
a. Cidera pada tangan
Cidera pada bagian tangan, pergelangan tangan dan siku bisa
disebabkan dari pekerjaan tangan yang intensif sehingga
memungkinkan terjadinya postur janggal pada tangan dengan durasi
yang lama, pergerakan yang berulang/repetitif, dan tekanan dari
peralatan/material kerja. Beberapa penelitian menyatakan bahwa
pekerjaan repetitif berpengaruh pada cidera tangan dan pergelangan
tangan misalnya CTS. Macam-macam cidera tangan seperti :
1. Carpal tunnel syndrome yaitu tekanan pada saraf dipergelangan
tangan yang dapat menyebabkan pernutupan sendi/urat ataupun
urat sendi mengalami iritasi.
2. Tendinis merupakan peradangan hebat atau iritasi pada urat/ endi
yang berkembang ketika otot secara berulang-ulang terpajan oleh
penggunaan berlebihan dan kejanggalan penggunaan tangan,
pergelangan, lengan dan bahu.
3. Trigger finger yaitu tekanan yang berulang pada jari-jari (pada saat
menggunakan alat kerja yang memiliki peatuk) dimana menekan
tendon secara terus menerus hingga ke jari-jari dan mengakibatkan
rasa sakit dan tidak nyaman terus menerus pada bagian jari-jari.
4. Epicondylitis, sakit pada siku yang berhubungan dengan rotasi
berlebih dari lengan bawah atau membengkokan pergelangan
tangan secara berlebih.
5. Hard-Arm Vibration Syndrome (HAVS) yaitu cidera akibat
penggunaan tangan, pergelangan tangan dan lengan pada
peralatan kerja yang memiliki getaran.
6. Tenosynovitis adalah sebuah peradangan hebat atau iritasi pada
penutup urat/sendi yang berhubungan dengan gerakan flexion dan
extension dari pergelangan tangan.
b. Cidera pada bahu dan leher
Pekerjaan dengan melibatkan bahu memiliki kemungkinan yang
besar dalam menyebabkan cidera pada bagian tubuh tersebut.
1. Bursitisis adalah peradangan atau iritasi yang terjadi pada
jaringan penyambung di sekitar sendi, biasanya terjadi pada bahu.
2. Tension neck syndrome yaitu gejala ini terjadi pada leher yang
mengalami ketegangan pada otot-ototnya disebabkan postur leher
menengadah ke atas dalam waktu yang lama.
3. Thoracic outlet syndrome adalah tekanan pada sistem saraf atau
saluran pembuluh darah antara tulang iga pertama, tulang leher
(clavicle), otot-otot thorax dan bahu.
4. Cervical radiculopathy adalah tekanan dasar sistem saraf pada
leher.
c. Cidera pada punggung dan lutut
Beberapa jenis pekerjaan dibutuhkan pekerjaan lantai atau
mengangkat beban yang menyebabkan postur punggung tidak netral.
Posisi berlutut, membungkuk atau jongkok bisa menyebabkan sakit
pada punggung bagian bawah atau pada lutut jika dilakukan dalam
waktu yang lama dan kontinyu mengakibatkan masalah yang serius
pada otot dan sendi.
1. Low Back Pain yaitu cidera pada punggung dikarenakan otot-otot
tulang belakang mengalami peregangan jika postur punggung
membungkuk.
2. Synovitis adalah peradangan atau iritasi lapisan synovial (lapisan
tulang sendi).
3. De Quervains disease adalah tipe synovitis yang terjadi pada ibu
jari kaki.
2.7 Gejala Musculoskeletal Disorders
Gejala musculoskeletal disorders biasanya disertai dengan keluhan yang
sifatnya subjektif, sehingga sulit menentukan derajat keparahan penyakit tersebut.
Menurut Gradjean, berikut adalah gejala musculoskeletal disorders (Indriastuti,
2012 dalam Alifatul, 2014) :
a. Tahap 1, Sakit atau pegal-pegal dan kelelahan selama jam kerja tapi
biasanya akan menghilang setelah waktu kerja. Tidak berpengaruh
terhadap performa. Efek pulih setelah istirahat.
b. Tahap 2, gejala tetap ada setelah melewati waktu tengah malam setelah
bekerja. Tidur mungkin terganggu, kadang-kadang menyebabkan
menurunnya performa kerja.
c. Tahap 3, gejala tidak menghilang meskipun sudah istirahat, nyeri terjadi
ketika bekerja secara repetitif. Tidur terganggu, sulit melakukan pekerjaan,
kadang-kadang tidak sesuai kapasitas kerja.
2.8 Faktor Risiko Musculoskeletal Disorders
1) Faktor Individu
Kemampuan seseorang dalam melakukan pekerjaannya sangat ditentukan
oleh karakteristik pribadi pekerja. Hal ini meliputi faktor usia, jenis kelamin,
kesegaran jasmani (Bridger, 2003 dalam Nurliah, 2012)
a. Usia
Menurut Hettinger dalam Kroemer dan Grandjean (1997), puncak
kekuatan otot baik pada perempuan maupun laki-laki adalah pada rentang
usia 25 35 tahun. Dan kebanyakan pada pekerja yang lebih tua usia
antara 50 60 tahun hanya dapat menghasilkan 75 85 % dari kekuatan
otot.
b. Jenis Kelamin
Menurut Hettinger dalam Kroemer dan Grandjean (1997),
kekuatan otot perempuan adalah dua pertiga dari kekuatan otot laki-laki.
c. Kesegaran jasmani
Keluhan otot jarang ditemukan pada seseorang yang memiliki
waktu istirahat yang cukup. National Sleep Foundation
merekomendasikan bahwa orang dewasa harus mendapatkan waktu tidur
antara 7 9 jam (Courtiol, 2010). Kesegaran jasamani dan kemampuan
fisik juga dipengaruhi oleh kebiasaan olahraga karena olahraga melatih
kerja fungsi-fungsi otot (Hairy, 1989 dan Genaidy, 1999 dalam Tarwaka,
2004). Hasil penelitian Eriksen et al., di Norwegia tahun 1999,
menyatakan bahwa pekerja yang tidak melakukan olahraga dengan
frekuensi satu kali atau lebih dalam seminggu mempunyai kemungkinan
terjadinya low back pain sebesar 1,55 kali dibandingkan dengan pekerja
yang melakukan olahraga dengan frekuensi satu kali seminggu atau lebih.
Olahraga mempunyai peranan penting dalam rangka memperkuat otot
punggung, meningkatkan kapasitas aerobik dan kesegaran jasmani secara
umum. Selain itu latihan teratur dapat mengurangi stress pada otot punggung
dan mengurangi dampak kejutan karena beban besar pada otot punggung.
Dengan meningkatkan kekuatan dan fleksibilitas otot punggung, beban akan
terdistribusi secara merata dan mengurangi beban hanya pada tulang
belakang. Selain sebagai upaya preventif misalnya dengan peregangan,
olahraga ternyata dapat juga mengurangi gejala nyeri bila sudah terjadi
gangguan nyeri punggung bawah.
2) Faktor Pekerjaan
Menurut (kuorinka et al., 1995; Hales and Bernard, 1996; NIOSH,
1997) dalam Alifatul (2014) menyebutkan bahwa faktor risiko terhadap
terjadinya MSDs terkait dapat disebabkan oleh
a. Postur
1. Postur statis
Postur statis, yaitu postur yang terjadi pada sebagian besar tubuh
tidak aktif atau hanya sedikit sekali terjadi pergerakan. Postur statis
dalam jangka waktu lama sehingga otot berkontraksi secara terus-
menerus dan dapat menyebabkan tekanan/stres pada bagian tubuh.
Pergerakan otot statis menyebabkan aliran darah ke otot berkurang dan
glikogen otot diubah menjadi asam laktat yang mengakibatkan rasa
lelah. Pada penelitian sebelumnya terdapat 33 studi dilakukan di
beberapa industri untuk mencari hubungan antara postur statis dengan
kejadian musculoskeletal disorders (MSDs) leher dan bahu dan terdapat
27 studi yang menyatakan bahwa postur statis dan MSDs leher/ bahu
mempunyai hubungan signifikan (Bernard et al, 1997) dalam Aprilia
(2009). Berikut ini contoh postur statis, yaitu :
1. Berdiri, yaitu kepala, punggung dan kaki tegak lurus atau sejajar dengan
sumbu vertikal.
2. Duduk, yaitu pantat menyentuh suatu permukaan dan terjadi fleksi pada
lutut 90. Posisi duduk memerlukan sedikit energi daripada berdiri, karena
hal itu dapat mengurangi banyak beban otot statis pada tulang kaki. Posisi
duduk, jaringan lunak pada tulang punggung antara anterior dan posterior
tertekan sehingga menyebabkan kesakitan. Selain itu, sikap duduk yang
tegang lebih banyak memerlukan aktivitas otot atau urat saraf belakang.
2. Postur dinamis
Postur dinamis yaitu postur yang terjadi dimana sebagian besar
anggota tubuh bergerak. Jenisnya antara lain aktivitas mengangkat beban
sambil berjalan, pulling, tarikan pada benda agar benda bergerak, dan
pushing, memindahkan benda dengan memberikan gaya agar benda dapat
berpindah. Beberapa macam faktor pekerjaan dapat meningkatkan
kejadiaan MSDs pada pekerja seperti:
3. Postur Kerja
Postur adalah posisi tubuh saat melakukan aktivitas kerja. Salah
satu aspek yang dipertimbangkan dalam ergonomi adalah postur kerja.
Menurut Occupational Health and Safety Council of Ontario dalam
Resource Manual for the MSD prevention Guideline for Ontario (2006)
disebutkan bahwa postur kerja adalah berbagai posisi dari anggota tubuh
pekerja selama melakukan aktivitas pekerjaan. Pembagian postur kerja
dalam ergonomi didasarkan atas posisi tubuh dan pergerakan. Berdasarkan
posisi tubuh, postur kerja dalam ergonomi terdiri dari :
1) Postur Netral (Neutral Posture), yaitu postur pada seluruh bagian
tubuh berada pada posisi yang sewajarnya/seharusnya dan kontraksi
otot tidak berlebihan sehingga bagian organ tubuh, saraf jaringan
lunak dan tulang tidak mengalami pergeseran, penekanan, ataupun
kontraksi yang berlebih.
2) Postur Janggal (Awkward Posture), yaitu postur pada posisi tubuh
(tungkai, sendi dan punggung) secara signifikan menyimpang dari
posisi netral pada saat melakukan suatu aktivitas yang disebabkan
oleh keterbatasan tubuh manusia untuk melawan beban dalam jangka
waktu lama. Postur janggal akan menyebabkan stres mekanik pada
otot, ligamen, dan persendian sehingga menyebabkan rasa sakit pada
otot rangka. Selain itu, postur janggal membutuhkan energi yang lebih
besar pada beberapa bagian otot, sehingga meningkatkan kerja jantung
dan paru-paru untuk menghasilkan energi yang dibutuhkan untuk
mempertahankan kondisi tersebut, sehingga dampak kerusakan otot
rangka yang ditimbulkan semakin kuat. Berikut ini adalah postur yang
berisiko dalam bekerja berdasarkan BRIEF (Octarisya, 2009 dalam
Alifatul, 2014):
1) Postur janggal punggung

(a) (b) (c) (d)

(a) Membungkuk; (b) Miring (sideways); (c) Memutar (twisted); (d) Menengadah
Gambar 2.1 Postur janggal pada punggung (Sumber; Nurhikmah, 2011)

Beberapa postur janggal pada punggung, seperti berikut:


a) Membungkuk merupakan gerakan atau posisi tubuh ke arah depan sehingga
antara sumbu badan bagian atas akan membentuk sudut 20 dengan garis
vertikal.
b) Miring (sideways) yaitu deviasi bidang median tubuh dari garis vertikal pada
punggung tanpa memperhitungkan besarnya sudut yang dibentuk.
c) Memutar (twisted) yaitu postur punggung yang berputar baik ke kanan
maupun ke kiri dimana garis vertikal menjadi sumbu tanpa memperhitungkan
besarnya derajat rotasi yang dibentuk.
d) Menengadah merupakan gerakan atau posisi tubuh ke arah belakang.
2) Postur janggal pada tangan dan pergelangan tangan (kiri dan kanan)
Postur normal atau netral pada tangan dan pergelangan tangan dalam
melakukan proses kerja adalah dengan posisi sumbu lengan terletak satu garis
lurus dengan jari tengah. Apabila sumbu tangan tidak lurus tetapi mengarah ke
berbagai posisi, maka dapat dikatakan posisi tersebut janggal atau tidak netral.
Beberapa postur janggal pada tangan dan pergelangan tangan, seperti berikut:

Dorsifleksi

Pronasi
Supinasi

Plantar

(a) (b)
Aduksi Abduksi

Ekstensi
Fleksi

(c) (d)
(a) Dorsifleksi & Plantar; (b) Supinasi & Pronasi; (c) Aduksi & Abduksi;
(d) Fleksi & Ekstensi
Gambar 2.2 Postur janggal pada tangan dan pergelangan tangan
(Sumber; Nurhikmah, 2011)
Beberapa postur janggal pada tangan dan pergelangan tangan, seperti berikut:
a) Dorsifleksi, gerakan dalam arah permukaan dorsal. Plantar atau palmar,
gerakan dalam arah plantar atau palmar.
b) Supinasi, rotasi sehingga permukaan palmar tangan mengarah keatas.
Pronasi, rotasi sehingga permukaan palmar tangan mengarah kebawah.
c) Aduksi, gerakan ke garis tengah. Abduksi, gerakan menjauhi garis tengah.
d) Fleksi yaitu posisi pergelangan tangan yang menekuk ke arah dalam.
Ekstensi yaitu posisi pergelangan tangan yang menekuk ke arah luar.
3) Postur janggal pada bahu (kiri dan kanan)
Postur bahu yang merupakan faktor risiko adalah melakukan pekerjaan
dengan lengan atas, ke arah samping atau ke arah depan.
Rotasi Internal Rotasi Eksternal

Abduksi Aduksi Ekstensi Fleksi

(a) (b) (c)


(a) Abduksi & Aduksi; (b) Ekstensi & Fleksi; (c) Rotasi Internal & Rotasi Eksternal
Gambar 2.3 Postur janggal pada bahu (Sumber; Nurhikmah, 2011)

Beberapa postur janggal pada bahu, seperti berikut:


a) Aduksi, gerakan ke garis tengah. Abduksi, gerakan menjauhi garis tengah.
b) Fleksi yaitu gerakan bahu ke arah depan. Ekstensi yaitu gerakan bahu ke arah
belakang.
c) Rotasi Eksternal, memutar permukaan anterior ekstrimitas keluar. Rotasi
Internal, memutar permukaan anterior ekstrimitas kedalam.
4) Postur janggal pada siku
Posisi janggal pada siku tangan terjadi jika bagian tangan bawah (dari
siku sampai jari-jari) melakukan gerakan memutar/rotasi.

Fleksi

Ekstensi
Pronasi
Supinasi

(a) (b)
(a) Fleksi dan ekstensi; (b) Supinasi dan Pronasi
Gambar 2.4 Rentang gerak sendi siku (Sumber; Nurhikmah, 2011)
5) Postur janggal pada leher
Mendongak
Menunduk Memutar

(a) Menunduk & Mendongak; (b) Memutar; (c) Miring


Gambar 2.5 Postur janggal pada leher (Sumber; Nurhikmah, 2011)

Beberapa postur janggal pada leher, seperti berikut:


a) Menunduk, postur janggal pada leher jika leher menunduk membentuk sudut
20 dari garis vertikal dengan ruas tulang leher. Mendongak, ke arah
belakang/mendongak (backwards), posisi leher deviasi ke arah belakang yang
nyata pada postur leher.
b) Memutar (twisted), postur leher yang berputar, baik ke arah kanan maupun
kiri, tanpa menilai besarnya sudut rotasi yang dilakukan.
c) Miring (sideways), setiap gerakan dari leher yang miring, baik ke kanan
maupun ke kiri, tanpa melihat besarnya sudut dari ruang tulang leher.
6) Postur janggal pada kaki

a
b

(a) Berdiri Pada Satu Kaki; (b) Berlutut


Gambar 2.6 Postur pada kaki (Sumber; Nurhikmah, 2011)

Beberapa postur janggal pada kaki, seperti berikut:


a) Jongkok (squatting), yaitu posisi tubuh dimana perut menempel pada paha
dimana terjadi fleksi maksimal pada daerah lutut, pangkal paha, dan tulang
lumbal.
b) Berdiri pada satu kaki (stand on one leg), yaitu posisi tubuh dimana tubuh
bertumpu pada satu kaki.
c) Berlutut (kneeling), yaitu posisi tubuh dimana sendi lutut menekuk,
permukaan lutut menyentuh lantai dan berat tubuh bertumpu pada lutut dan
jari-jari kaki.
b. Durasi
Durasi adalah ukuran lamanya waktu pajanan terhadap faktor risiko. Tentu
saja asusmsi adalah bahwa semakin lama durasi paparan semakin besar cedera.
Menurut NIOSH (1997) dalam Alfatul (2014) menyebutkan bahwa beberapa
penelitian menemukan dugaan adanya hubungan antara meningkatnya level atau
durasi pajanan dan jumlah kasus MSDs pada bagian leher. Durasi dapat diukur
dalam hitungan detik, menit, jam, hari, minggu, bulan bahkan bertahun-tahun.
Seperti kebanyakan faktor risiko individu, durasi harus dipertimbangkan bersama
dengan orang lain, tugas dan lingkungan risiko faktor-faktor seperti kondisi fisik
pekerja, postur, kekuatan, berat, suhu, stres, dll. Durasi diklasifikasikan sebagai
berikut (Indriastuti, 2012):
1) Durasi singkat : < 1 jam/ hari
2) Durasi sedang : 1-2 jam/hari
3) Durasi lama : > 2 jam/hari
Pada posisi kerja statis yang membutuhkan 50% kekuatan maksimum
tidak dapat bertahan lebih dari satu menit, jika kekuatan yang digunakan kurang
dari 20 % kekuatan maksimum maka kontraksi akan berlangsung terus untuk
beberapa waktu. Sedangkan untuk durasi aktivitas dinamis selama 4 menit atau
kurang seseorang dapat bekerja dengan intensitas sama dengan kapasitas aerobik
sebelum beristirahat. Semakin lama durasi melakukan pekerjaan berisiko maka
waktu yang diperlukan untuk pemulihan (recovery) juga akan semakin lama.
c. Pengulangan/Frekuensi
Pengulangan adalah ukuran dari seberapa sering kita menyelesaikan gerakan
atau tenaga yang sama selama tugas. Jika aktivitas pekerjaan dilakukan secara
berulang, maka dapat disebut sebagai repetitif. Gerakan repetitif dalam pekerjaan,
dapat dikarakteristikan baik sebagai kecepatan pergerakan tubuh atau dapat
diperluas sebagai gerakan yang dilakukan secara berulang. Tingkat keparahan
risiko tergantung pada frekuensi pengulangan, kecepatan gerakan atau tindakan,
jumlah otot yang terlibat dalam kerja dan gaya yang dibutuhkan.
Pengulangan dipengaruhi oleh mesin, program insentif, benda kerja dan
tenggang waktu realistis. Pengulangan saja bukan merupakan prediktor akurat
cedera. Faktor-faktor lain seperti gaya, postur, durasi dan waktu pemulihan juga
harus dipertimbangkan. Banyaknya pengulangan kerja per satuan menit disebut
frekuensi.
d. Beban/force
Beban merupakan usaha yang dibutuhkan untuk melakukan gerakan. Pekerjaan
yang menuntut penggunaan tenaga besar, maka akan memberikan beban pada
otot, tendon, ligamen, dan sendi. Objek merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi terjadinya gangguan otot rangka. Beban biasanya diartikan sebagai
seberapa besar penggunaan fisik seperti ketika mengangkat barang-barang yang
berat atau mendorong beban yang berat. Pada sebuah penelitian cross-sectional,
didapatkan hasil bahwa pekerjaan dengan beban dan tingkat pengulangannya yang
rendah memiliki kasus musculoskeletal yang lebih sedikit dan pekerjaan dengan
tingkat beban dan pengulangan yang tinggi, memiliki angka kesakitan
musculoskeletal 30 kali lebih besar (Aprillia, 2009 dalam Alifatul, 2014).
3) Faktor Lingkungan
Yang termasuk dalam faktor lingkungan adalah :
a. Heat Stress
Panas eksternal yang dihasilkan di tempat kerja dapat menyebabkan
beban panas berlebihan pada tubuh, yang dapat mengakibatkan heat
stroke, sebuah kondisi yang membahayakan jiwa. Kelelahan akibat panas,
kram panas, dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit, dan kehilangan
kapasitas kerja fisik, mental juga dapat menyebabkan heat stress. Heat
stress yang terjadi pada kelembaban yang tinggi lebih berbahaya karena
mengurangi kemampuan tubuh untuk mendinginkan diri. Kondisi
temperatur tinggi di tempat kerja dapat disebabkan oleh panas tropis,
panas dari mesin, panas dari proses kimia dan reaksi, panas tubuh, las,
gesekan.
b. Cold Stress
Jika pekerja terkena lingkungan yang begitu dingin sehingga tubuh
tidak dapat mempertahankan suhu inti tubuh, maka akan terjadi
hipotermia, yang juga dapat mengancam hidup. Gejala yang disebabkan
oleh cold stress meliputi gemetaran, keluarnya kabut dari hidung, rasa
sakit pada bagian extrimitas, dilatasi pupil, berkurangnya kekuatan
pegangan dan koordinasi, kemungkinan fibrilasi ventrikel dapat terjadi.
c. Pencahayaan
Menurut keputusan Mentri Kesehatan No. 1405 tahun 2002,
penerangan adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang
diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif. Oleh sebeb itu,
salah satu masalah lingkungan di tempat kerja yang harus diperhatikan
yaitu pencahayaan. Nilai pencahayaan yang dipersyaratkan oleh Kep-
Menkes RI No. 1405/Menkes/SK/XI/2002 yaitu minimal 100 lux.
Penerangan ditepat kerja adalah satu sumber cahaya yang menerangi
benda-benda ditempat kerja. Penerangan dapat berasal dari cahaya alami
dan cahaya buatan, banyak objek kerja berserta benda atau alat dan kondisi
di sekitar yang perlu dilihat oleh tenaga kerja, hal ini penting untuk
menghindari kecelakaan yang mungkin terjadi. Selain itu, penerangan
yang memadai memberikan kesan pemandangan yang lebih baik dan
keadaan lingkungan yang menyegarkan. Pencahayaan yang kurang
memadai merupakan beban tambahan bagi keselamatan kerja, standar
pencahayaan untuk ruangan yang dipakai untuk melakukan pekerjaan yang
memerlukan ketelitian adalah 500-1000 lux (Kuswana, 2014)
d. Kebisingan
Kebisingan adalah suara yang tidak diinginkan yang dapat
menyebabkan nyeri atau gangguan pada telinga. Ini dapat berupa nada atau
suara yang sangat tinggi atau sangat rendah, tergantung pada durasi, terus-
menerus atau kadang-kadang, dan berubah tiba-tiba atau naik/turun secara
bertahap. Pajanan ini dapat mengakibatkan ketulian secara permanen atau
sementara, gangguan pendengaran lainnya
e. Getaran
Merupakan getaran dari peralatan seperti mixer menjadi faktor
risiko jika pekerja terpapar secara terus-menerus atau berada pada
intensitas tinggi yang mungkin didapat dari penggunaan peralatan. Pekerja
yang terpapar getaran dapat menyebabkan perubahan sirkulasi sehingga
menyebabkan mati rasa pada tangan sehingga membutuhkan tenaga lebih
saat menggenggam.
2.9 Faktor Sarana Dan Prasarana
Menurut Desles, dalam (Qalby et al., (2012), mengemukakan bahwa ada
tiga penyebab umum kecelakaan, yaitu secara kebetulan (chance occurance),
kondisi tidak aman (unsafe codition), dan sikap yang tidak diinginkan (unsafe acts
on the part of employee). Faktor-faktor yang menyebabkan penyebab diatas antara
lain:
1. Alat pengaman yang tidak sempurna
Alat Pelindung Diri selanjutnya disingkat APD adalah suatu alat yang
mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya
mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat
kerja (Menteri Tenaga Kerja, 2010).
a. Alat pelindung kepala
Alat pelindung kepala adalah alat pelindung yang berfungsi untuk
melindungi kepala dari benturan, terantuk, kejatuhan atau terpukul
benda tajam atau benda keras yang melayang atau meluncur di udara,
terpapar oleh radiasi panas, api, percikan bahan-bahan kimia, jasad
renik (mikro organisme) dan suhu yang ekstrim.
Jenis alat pelindung kepala terdiri dari helm pengaman (safety
helmet), topi atau tudung kepala, penutup atau pengaman rambut, dan
lain-lain.
b. Alat pelindung mata dan muka
Alat pelindung mata dan muka adalah alat pelindung yang
berfungsi untuk melindungi mata dan muka dari paparan bahan kimia
berbahaya, paparan partikel-partikel yang melayang di udara dan di
badan air, percikan benda-benda kecil, panas, atau uap panas, radiasi
gelombang elektromagnetik yang mengion maupun yang tidak
mengion, pancaran cahaya, benturan atau pukulan benda keras atau
benda tajam.
Jenis alat pelindung mata dan muka terdiri dari kacamata
pengaman (spectacles), goggles, tameng muka (face shield), masker
selam, tameng muka dan kacamata pengaman dalam kesatuan (full
face masker).
c. Alat pelindung telinga
Alat pelindung telinga adalah alat pelindung yang berfungsi untuk
melindungi alat pendengaran terhadap kebisingan atau tekanan.
Jenis alat pelindung telinga terdiri dari sumbat telinga (ear plug) dan
penutup telinga (ear muff).
d. Alat pelindung pernapasan beserta perlengkapannya
Alat pelindung pernapasan beserta perlengkapannya adalah alat
pelindung yang berfungsi untuk melindungi organ pernapasan dengan
cara menyalurkan udara bersih dan sehat dan/atau menyaring cemaran
bahan kimia, mikro-organisme, partikel yang berupa debu, kabut
(aerosol), uap, asap, gas/ fume, dan sebagainya.
Jenis alat pelindung pernapasan dan perlengkapannya terdiri dari
masker, respirator, katrit, kanister, Re-breather, Airline respirator,
Continues Air Supply Machine=Air Hose Mask Respirator, tangki
selam dan regulator (Self-Contained Underwater Breathing Apparatus
/SCUBA), Self-Contained Breathing Apparatus (SCBA), dan
emergency breathing apparatus.
e. Alat pelindung tangan
Pelindung tangan (sarung tangan) adalah alat pelindung yang
berfungsi untuk melindungi tangan dan jari-jari tangan dari pajanan
api, suhu panas, suhu dingin, radiasi elektromagnetik, radiasi mengion,
arus listrik, bahan kimia, benturan, pukulan dan tergores, terinfeksi zat
patogen (virus, bakteri) dan jasad renik.
Jenis pelindung tangan terdiri dari sarung tangan yang terbuat dari
logam, kulit, kain kanvas, kain atau kain berpelapis, karet, dan sarung
tangan yang tahan bahan kimia.
f. Alat pelindung kaki
Alat pelindung kaki berfungsi untuk melindungi kaki dari tertimpa
atau berbenturan dengan benda-benda berat, tertusuk benda tajam,
terkena cairan panas atau dingin, uap panas, terpajan suhu yang
ekstrim, terkena bahan kimia berbahaya dan jasad renik, tergelincir.
Jenis Pelindung kaki berupa sepatu.
g. Pakaian pelindung
Pakaian pelindung berfungsi untuk melindungi badan sebagian
atau seluruh bagian badan dari bahaya temperatur panas atau dingin
yang ekstrim, pajanan api dan benda-benda panas, percikan bahan-
bahan kimia, cairan dan logam panas, uap panas, benturan (impact)
dengan mesin, peralatan dan bahan,tergores, radiasi, binatang, mikro-
organisme patogen dari manusia, binatang, tumbuhan dan lingkungan
seperti virus, bakteri dan jamur. Jenis pakaian pelindung terdiri dari
rompi (Vests), celemek (Apron/Coveralls), Jacket, dan pakaian
pelindung yang menutupi sebagian atau seluruh bagian badan.
2. Peralatan yang rusak
Mulyono ( dalam Qalby et al., (2012) menyatakan bahwa pemeliharaan
secara fisik dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
a. Pemeliharaan secara fisik
1) Pengaturan ruangan
Ruangan penyimpanan arsip harus terjaga agar tetap kering (tidak terlalu
lembab), terang (sinar matahari tidak terkena langsung). Memili ki
ventilasi yang memadai, sehingga sirkulasi udara dapat terjaga dan dapat
terhindar dari serangga api, air, maupun serangga pemakan kertas.
2) Pemeliharaan tempat penyimpanan
Sebaiknya arsip disimpan ditempat-tempat yang terbuka, misalnya dengan
menggunakan rak-rak arsip. Apabila harus disimpan ditempat tertutup
(seperti lemari), maka lemari tersebut harus sering dibuka unutk menjaga
tingkat kelembapan. Penataan arsipharus renggangagar ada udara diantara
arsip-arsip tersebut. Tingkat kelembapan yang tinggi dapat menyebabkan
timbulnya jamur dan sejenisnya yang akan merusak arsip yang disimpan.
3) Penggunaan bahan-bahan pencegah
Untuk menjaga keutuhan arsip agar tetap baik dapat dilakukan dengan cara
memberikan bahan pencegah kerusakan seperti confer (kapur barus) untuk
mencegah serangga-serangga maupun kemungkinan yang lain.
4) Larangan-larangan yang tidak boleh dilanggar
Tempat penyimpanan arsip harus dijaga sedemikian rupa, supaya tetap
terjamin keutuhan, keamana n, kebersihan, kerapian, dan sebagainya.
Untuk itu, perlu dibuat peraturan untuk menjaganya, misal nya petugas
atau siapapun dilarang membawa arsip pulang ke rumah, jika dilanggar
akan dikenakan sanksi walaupun dilakukan sekali saja.
5) Kebersihan Ruangan
arsip hendaknya senantiasa bersih dari debu. Untuk membersihkan
ruangan dan arsip dari debu yang melekat sebaiknya digunakan alat
penyedot debu (vacuum cleaner). Selain itu juga, untuk mencegah
timbulnya noda karat di kertas sebaiknya digunakan klip dari bahan plastik
yang tidak menimbulkan bekas.
b. Pengamanan dari segi informasinya
Pengamanan arsip dari segi informasinya terdapat dalam pasal 11
Undang-Undang No. 7 Tahun 1971 tentang Ketentuan Pokok Kearsipan
yang berbunyi sebagai berikut :
1. Barang siapa yang sengaja dan melawan hukum, memiliki arsip
sebagaimana dimaksud Pasal 1 UU No. 7 Tahun 1971 ini dapat dipidana
dengan pidana penjara selamanya-lamanya 10 tahun.
2. Barang siapa yang menyimpan arsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
UU No. 7 Tahun 1971 ini dengan memberitahukan hal-hal tentang isi
naskah itu kepada pihak ketiga yang tidak berhak mengetahuinya, sedang
ia diwajibkan merahasiakan hal-hal tersebut dapat dipidana seumur hidup.
c. Pengamanan dari segi fisiknya
Pengamanan arsip dari segi fisiknya adalah pengamanan arsip dari
kerusakan. Kerusakan arsip dapat terjadi karena faktor internal dan
eksternal. Kerusakan arsip dari segi faktor internal antara lain ( Mulyono,
2000 dalam Qalby et al., 2012).
a. Kualitas kertas
b. Tinta
c. Bahan perekat
Kerusakan arsip dari segi faktor eksternal antara lain :
a. Lingkungan
b. Sinar matahari
c. Debu
d. Serangga dan kutu
e. Jamur dan sebagainya
3. Prosedur yang berbahaya didalam, di atas atau disekitar peralatan dan
mesin.
Standart kerja dalam setiap pekerjaan berbeda-beda, hal ini dapat
dituliskan dalam SOP (Standart Oprasional Prosedur) yang harus
dilaksanakan pada setiap pekerjaan SOP harus berisi tentang proses kerja
secara detail,dari awal pekerjaan sampai dengan tahap akhir pekerjaan.
4. Tempat penyimpanan yang tidak aman.
Pemeliharaan secara fisik dalam tempat penyimpanan dapat
dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut ( Mulyono, 2000 dalam Qalby
et al., 2012) :
Sebaiknya arsip disimpan ditempat-tempat yang terbuka, misalnya
dengan menggunakan rak-rak arsip. Apabila harus disimpan ditempat
tertutup (seperti lemari), maka lemari tersebut harus sering dibuka unutk
menjaga tingkat kelembapan. Penataan arsip harus renggang agar ada
udara diantara arsip-arsip tersebut. Tingkat kelembapan yang tinggi dapat
menyebabkan timbulnya jamur dan sejenisnya yang akan merusak arsip
yang disimpan.
5. Kurangnya Pencahayaan.
Aspek-aspek keselamatan dan kesehatan kerja pada penerangan
yakni persepsi mengenai penerangan, seperti juga persepsi mengenai suhu,
dapat berbeda-beda sesuai dengan kemampuan penglihatan perorangan
dan kondisi ruangan, tetapi variasinya tidak begitu signifikan. Pengukuran
penerangan, paling tidak dalam pengertian fisik, tidak ada masalah
dibandingkan dengan pengukuran suhu efektif (Jewell dan Siegall dalam
Qalby et al., 2012)
Pada umumnya jenis lampu sebagai sumber penerangan buatan
dapat digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu :
a. Lampu pijar ( incandescent) ; cahaya dihasilkan oleh filamen dari bahan
tungsten ( titik lebur > 2200 0C ) yang berpijar karena panas, maka disebut
lampu tungsten. Efikasi ( lumen per watt ) lampu ini rendah,hanya 8 10
% energi menjadi cahaya. Sisanya terbuang sebagai panas. Untuk
memperbaiki efikasinya, lampu tungsten diisi gas halogen dan disebut
lampu tungsten halogen. Efikasinya mencapai 17, 5 lm / watt.
b. Lampu fluorescent ( TL = Tubelair Lamp / lampu tabung ) ; cahaya
dihasilkan oleh pendaran bubuk fosfor yang melapisi bagian dalam tabung
lampu. Lebih dari 25 % energi dijadikan cahaya. Efikasinya antara 40 85
lm / watt, berarti 2 3 kali lebih baik dari lampu pijar.
c. Lampu HID ( High Intensity Discharge Lamp) ; cahaya dihasilkan oleh
lecutan listrik melalui uap zat logam. Efikasinya antara 40 60 lm / watt.
Untuk memperbaiki efikasi dan warna, pada tabung lecutan listrik lampu
merkuri ditambahkan halida logam sehingga disebutlampu metal halida.
Efikasi bisa mencapai 70 lm / watt, tetapi umurnya berkurang hingga
separuh. Perkembangan selanjutnya dari lampu HID adalah lampu uap
sodium bertekanan tinggi ( High pressure sodium vapor lamp). Efikasinya
mencapai lebih dari 95 lm /watt.
6. Tidak berfungsinya ventilasi udara.
Ventilasi adalah proses perubahan atau mengganti udara di ruang
apapun untuk memberikan kualitas udara dalam ruangan tinggi
(mengontrol suhu, mengisi oksigen, menghilangkan kelembapan, bau,
asap panas, debu bakteri di udara dan karbon dioksida). Ventilasi
digunakan untuk menghilangkan bau tak sedap dan kelembapan yang
berlebihan, memperkenalkan udara luar untuk menjaga sirkulasi udara
bangunan interior dan untuk mencegah stagnasi udara interior (Kuswana,
2014).
Lasa ( dalam (Qalby et al. (2012) menyatakan untuk menjaga
kenyamanan ruangan diperlukan pemasangan alat pengatur suhu, misalnya
a. Memasang AC (air conditioner) untuk mengatur udara diruangan.
b. Mengusahakan agar peredaran udara dalam ruangan itu cukup baik,
misalnya dengan memasang lubang-lubang angin dan membuka jendela
pada saat kegiatan di perpustakaan sedang berlangsung.
c. Memasang kipas angin untuk mempercepat pertukaran udara dalam
ruangan. Kecepatan pertukaran ini mempengaruhi kenyaman udara.
Adapun kecepatan udara yang ideal adalah berkisar antara 0,5 1 m/detik.

2.10 Metode Quick Exposure Checklist (QEC)


Guanyan Li dan Buckle, peter seperti dikutip Nurliah (2012) Quick
Exposure Checklist (QEC) adalah suatu metode untuk penilaian secara cepat
pajanan dari risiko-risiko terjadinya work-related musculoskeletal disorders
(WMSDs). Penilaian pada QEC dilakukan pada tubuh statis dan kerja dinamis
untuk memperkirakan tingkat risiko dari postur tubuh dengan melibatkan unsur
pengulangan gerakan, tenaga/beban dan lama tugas untuk area tubuh yang
berbeda. Konsep dasar dari metode ini sebenarnya adalah mengetahui seberapa
besar exposure score untuk bagian tubuh tertentu dibandingkan dengan bagian
tubuh lainnya (Indriastuti, 2012 dalam Alifatul 2014).
Quick Exposure Checklist (QEC) secara cepat menilai pajanan risiko dari
Work-related Musculoskeletal Disorders (WMSDs) (Kurniawati, 2009 dalam
Alifatul, 2014). Metode ini dikembangkan oleh Li dan Buckle (1999). QEC
memiliki tingkat sensitivitas dan kegunaan yang tinggi serta dapat diterima secara
luas reabilitasnya. Tujuan dari penggunaan QEC adalah :
a. Mengukur perubahan postur terhadap faktor risiko musculoskeletal
sebelum dan sesudah intervensi ergonomi.
b. Melibatkan kedua pihak yakni peneliti dan pekerja dalam melaksanakan
penilaian risiko dan mengidentifikasi kemungkinan perubahan.
c. Mendorong peningkatan kualitas tempat kerja.
d. Meningkatkan kepedulian dan kesadaran pada manajer, teknisi, designer,
praktisi K3 dan pekerja mengenai faktor risiko Musculoskeletal Disorders
(MSDs) di tempat kerja.
e. Membandingkan pajanan antar karyawan dalam satu pekerjaan ataupun
antar karyawan pekerjaan berbeda.
Dalam penggunaannya QEC memiliki empat tahapan kerja yang meliputi:
a. Pengukuran oleh peneliti (Observers Assessment)
Peneliti (observer) memiliki lembar isian tersendiri yang dapat
diisi melalui pengamatan kerja di lapangan. Sebagai alat bantu, dapat
menggunakan stopwatch guna menghitung durasi dan frekuensi kerja.
b. Pengukuran oleh pekerja (Workers Assessment)
Seperti halnya peneliti (observer), pekerja pun memiiki lembar
isian sendiri, yang berisi pertanyaan seputar pekerjaan yang dilakukan.
c. Mengkalkulasi skor pajanan
Proses kalkulasi dapat dilakukan melalui dua cara, yakni manual
(dengan menjumlahkan skor pada lembar isian), ataupun dengan
program komputer.
d. Consideration of action
QEC secara cepat dapat mengidentifikasi tingkat pajanan
(exposure) dari punggung, bahu/lengan tangan, pergelangan tangan
dan leher. Hasil dari metode ini juga merekomendasikan intervensi
ergonomi yang efektif untuk mengurangi tingkat pajanan.
Pada penelitian ini, perhitungan postur tubuh dapat juga dilakukan dengan
menggunakan metode Quick Exposure Checklist dan software QEC 2003, metode
ini menganalisa 4 segmen tubuh yang berpengaruh terhadap operator, yaitu
punggung, bahu, pergelangan tangan, dan leher (Devi dan Wignjosoebroto, 2011
dalam Alifatul. 2014).
Tampilan Software QEC 2003

Gambar 2.7 Observers Assessement (Sumber: David, G et al,2005)


Gambar 2.7 Workers Assessment (Sumber: David, G et al,2005)

Berikut ini adalah tahapan penilaian risiko gangguan musculoskeletal


menggunakan metode QEC yang dikutip dalam Alifatul (2014) :
Untuk menghasilkan sebuah metode kerja yang cepat untuk digunakan,
tubuh dibagi dalam segmen-segmen yang membentuk tujuh kelompok atau grup
yaitu grup A, B, C, D, E, F dan G. Hal ini untuk memastikan bahwa seluruh
postur tubuh terekam, sehingga segala kejanggalan atau batasan postur oleh
punggung atau leher yang mungkin saja mempengaruhi postur anggota tubuh atas
dapat tercakup dalam penilaian.
a. Grup A Penilaian Untuk Postur Punggung (A1-A3)
Penilaian untuk postur punggung sebaiknya dibuat ketika punggung
mengalami beban yang berat.
1) Punggung dianggap normal atau Almost neutral (Level A1) apabila gerakan
orang bekerja dengan sudut fleksi atau ekstensi, memutar punggung atau
membungkuk kurang dan 20, seperti pada gambar 2.9:

<20 <20
<20
. .

Gambar 2.8 Posisi punggung almost neutral (Indriastuti, 2012)

2) Bagian punggung dianggap sedang atau Moderately flexed or twisted (Level


A2) apabila gerakan orang bekerja dengan sudut fleksi atau ekstensi, memutar
punggung atau membungkuk membentuk sudut lebih dari 20 dan kurang dari
60, seperti pada gambar 2.10:

20 20
60
60 20

60
. .

Gambar 2.9 Posisi punggung Moderately flexed or twisted (Indriastuti, 2012)


3) Punggung dianggap sangat membungkuk atau Excessively flexed or twisted
(A3) apabila gerakan orang bekerja dengan sudut fleksi atau ekstensi, memutar
punggung atau membungkuk membentuk sudut lebih dari 60 atau mendekati
90, seperti pada gambar 2.11:

>60 >60
>60
. .

Gambar 2.10 Posisi punggung Excessively flexed or twisted (Indriastuti, 2012)

b. Grup B penilaian untuk pergerakan punggung (B1-B5)


1) B1 jika posisi tubuh non statis.
2) B2 jika posisi tubuh statis.
3) B3 jika pergerakan punggung jarang infrequent ( < 3 menit ).
4) B4 jika pergerakan punggung normal frequent (berkisar 8 menit).
5) B5 jika pergerakan punggung terlalu sering very frequent ( > 18 menit).
c. Grup C penilaian untuk postur bahu atau lengan ( C1-C3 )
Penilaian seharusnya dilakukan ketika bahu atau lengan mengalami
beban yang berat selama bekerja, tetapi tidak terlalu mendesak apabila punggung
sedang dinilai.
1) C1 jika posisi bahu atau lengan di bawah ketinggian pinggang.
2) C2 jika posisi bahu atau lengan disekitar dada.
3) C3 jika posisi bahu atau lengan di sekitar atau diatas ketinggian bahu.
d. Grup D penilaian untuk pergerakan bahu atau lengan ( D1-D3)
Pergerakan dari bahu atau lengan dianggap sebagai :
1) Jarang atau infrequent apabila tidak ada pola pergerakan yang rutin.
2) Sering atau frequent apabila terdapat pola gerakan yang rutin dengan
beberapa istirahat pendek.
3) Sangat sering atau very frequent apabila terdapat pola gerakan kontinyu
selama bekerja.
e. Grup E penilaian untuk postur tangan atau pergelangan tangan (E1-E2)
Hal ini dinilai selama melakukan pekerjaan dengan posisi tangan yang
buruk termasuk gerakan fleksi atau ekstensi, deviasi lunar atau radial dan
perputaran dari perelangan tangan melalui lengan bawah.
1) E1 jika pergelangan tangan hampir lurus dan gerakannya terbatas kurang dari
15 dari postur normalnya.
2) E2 jika pergelangan tangan menyimpang atau bengkok.
f. Grup F penilaian untuk pergerakan tangan atau pergelangan tangan ( F1-F3)
Merupakan pergerakan dari tangan atau pergerakan jari. Setiap gerakan
dihitung setiap waktu pada pola yang sama dan diulang pada satu periode
misalnya satu menit.
1) F1 jika pergerakan tangan < 10 kali tiap menit.
2) F2 jika pergerakan tangan antara 11-20 kali tiap menit.
3) F3 jika pergerakan tangan > 20 kali tiap menit.
g. Grup G penilaian untuk postur leher ( G1-G3 )
1) G1 jika posisi leher tidak menunduk.
2) G2 jika posisi leher terkadang menunduk.
3) G3 jika posisi leher sering menunduk.
Setelah melakukan tahapan penilaian kemudian dilakukan perhitungan
skor penilaian. Skor penilaian diperoleh dari penjumlahan setiap skor hasil
kombinasi Observer Assessment dan Workers Assessment. Berikut merupakan
tabel penilaian pada Quick Exposure Checklist (QEC):
Gambar 2.11 Penilaian Skor pada Quick Exposure Checklist (Sumber: David, G et al,
2005)
Exposure score
Score Rendah Sedang Tinggi Sangat
Tinggi
Punggung (Statis) 8 15 16 22 23 29 29 40
Punggung 10 20 21 30 31 40 41 56
(Pergerakan)
Bahu/Lengan 10 20 21 30 31 40 41 56
Tangan/Pergelangan 10 20 21 30 31 40 41 56
tangan
Leher 46 8 - 10 12 14 41 56
Tabel 2.12 Exposure Level Scores
Sumber : www.hse.gov.uk
Level Persentase Total Skor
Tindakan
Tindakan Skor Exposure
1 0 40 % Aman 32 70
2 41 50 % Diperlukan beberapa 71 88
waktu kedepan
3 51 70 % Tindakan dalam waktu 89 123
dekat
4 71 100 % Tidakan sekarang juga 124 176
Tabel 2.13 Nilai Level Tindakan QEC
Sumber : www.hse.gov.uk
Exposure level (E) dihitung berdasarkan presentase antara total skor
exposure (X) dengan total skor maksimal (Xmaks) yaitu :
X
E (%) = 100%
Xmaks
Keterangan :
X : total skor yang diperoleh dari penelitian terhadap postur (punggung +
bahu/lengan + pergelangan tangan + leher).
Xmaks : total skor maksimum untuk postur (punggung + bahu/lengan +
pergelangan tangan + leher).
Xmaks adalah konstan untuk tipe-tipe tertentu.
Pemberian skor maksimum (Xmaks = 162) apabila tipe tubuh adalah statis,
termasuk duduk atau berdiri dengan/tanpa pengulangan yang sering dan
penggunaan tenaga/beban yang relatif rendah. Pemberian skor maksimal (Xmaks =
176) apabila dilakukan manual handling, yaitu mengangkat, mendorong, menarik
dan membawa beban.
Menurut Stanton (2005), metode QEC ini memiliki kelebihan dan
kekurangan. Kelebihan dari metode ini, antara lain adalah :
a. Mencakup beberapa faktor risiko fisik terbesar terkait WMSDs,
b. Mempertimbangkan kebutuhan pengguna dan dapat digunakan oleh
peneliti yang belum berpengalaman,
c. Mempertimbangkan kombinasi dan interaksi berbagai macam faktor
risiko di tempat kerja,
d. Menyediakan tingkat sensitivitas dan kegunaan yang terbaik,
e. Reabilitas dapat diterima secara luas
f. Mudah dipelajari dan cepat digunakan.
Disamping berbagai keuntungan tersebut, metode ini juga memiliki
beberapa kekurangan, antara lain :
a. Metode hanya berfokus pada faktor fisik di tempat kerja,
b. Hipotesis skor pajanan yang disarankan pada action level
membutuhkan validasi
c. Pelatihan dan praktek tambahan diperlukan oleh penggunaan yang
belum berpengalaman untuk pengembangan reabilitas pengukuran.
KERANGKA KONSEP

INPUT PROSES
1. Mengetahui faktor resiko
Faktor Pekerjaan
musculoskeletal disorders.
- Postur 2. Tahapan kerja mengetahui
- Durasi tingkat resiko menggunakan
- Frekuensi metode QEC :
- beban a. Observers Assessment
b. Workers Assessment
c. Mengkalkulasi skor QEC
Faktor Individu d. Consideration of action
- Postur
- Durasi
- Frekuensi/Pengulangan
- Beban

Faktor Lingkungan

- Pencahayaan
- Getaran OUTPUT
- Heat Strees Tingkat resiko musculoskeletal
- Cold Strees disorders pada petugas rekam di
- Kebisingan unit rawat inap.

Faktor sarana dan prasarana

- Alat pengaman yang


tidak sempurna
- Tempat penyimpanan
yang tidak aman
- Tidak berfungsinya
ventilasi cahaya
- Prosedur yang berbahaya
di atas atau disekitar
peralatan
- Peralatan yang rusak
- Kurang pencahayaan

Вам также может понравиться