Вы находитесь на странице: 1из 6

BAB III

PERMASALAHAN DAN SOLUSI

A. Permasalahan
Untuk mengetahui permasalahan yang ada dalam masyarakat, kami melakukan
kegiatan observasi lapangan dengan cara bergabung dan tinggal sementara bersama warga
Desa Jatiwangi pada umumnya dan dusun Ciakar dan Bojong khususnya selama 2 ( dua ) hari
1 ( satu ) malam. Kami mengamati dan juga memperoleh informasi dari luar responden (stake
holder- stake holder yang ada, seperti Ibu Kades Jatiwangi dan tokoh-tokoh masyarakat)
sebagai pendukung data.
Setelah observasi, metode yang kami lakukan untuk mengidentifikasi potensi dan
permasalahan adalah dengan melakukan home visit dan wawancara langsung dengan 50
responden yang berprofesi petani/ pekebun serta warga yang memiliki lahan yang potensial
untuk berkebun atau bertani meskipun dengan luasan yang tidak besar.
Setelah kami melakukan identifikasi yang bertujuan untuk menemukenali permasalahan
dan alternatif solusi di bidang ekonomi pada Desa Jatiwangi Kecamatan Pakenjeng
Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat, berikut beberapa masalah yang kami dapatkan,
diantaranya adalah:

Aspek Produksi
Penggunaan kotoran kambing hanya ditebarkan begitu saja tanpa diolah menjadi pupuk
organik terlebih dahulu sehingga tidak memberikan efek signifikan bagi peningkatan
hasil pertanian. Mereka kebanyakan belum mau menerapkan pengetahuan tentang
proses pembuatan pupuk organik yang menurut mereka lumayan panjang jalannya.
Masyarakat lebih interes terhadap proses yang lebih instan.
Beberapa petani merasa kehilangan motivasi dalam bertani dikarenakan beberapa hal
berikut:
- Ada beberapa petani yang sudah lama tidak ikut pelatihan di bidang pertanian.
Waktu luang mereka dipergunakan untuk mencari pekerjaan lain seperti buruh
bangunan atau kuli angkut kayu sehingga tidak terjadi peningkatan hasil pertanian.
- Jarak pemasaran yang cukup jauh
Pertanian hanya berskala kecil dan terbatas untuk pemenuhan kebutuhan sendiri serta
hanya berbentuk lahan sempit. Sebagian besar warga hanya memiliki lahan seperempat
hektar dan itupun kebanyakan juga diperoleh dari warisan orang tua atau pemberian
dari pemerintah untuk warga translokasi. Sehingga hasil produksi otomatis juga tidak
optimal.
Sulitnya memperoleh bahan pendukung pertanian seperti pestisida, bahan pembuat
pupuk organik (efektif mikroba, dekomposer dsb.), dan lain-lain. Toko pertanian cukup
jauh dan ketersediaan barang kurang lengkap. Mereka terkadang harus mendapatkan
barang pertanian yang mereka butuhkan tersebut dari daerah lain. Dan itu menurut
mereka lumayan menyita waktu produksi mereka.
Pemanfaatan kolam yang belum optimal untuk budidaya perikanan karena berorientasi
pada pemenuhan kebutuhan keluarga saja. Sebagai contoh kasus, salah satu warga yang
merupakan responden kami, terkadang memperoleh benih ikan mujahir dari pemberian
teman, kemudian dimasukkan di 2 kolam miliknya yang ukurannya cukup luas dan
kurang optimal dalam pemberian makan ikan. Ikan hanya diberi makan dari sisa-sisa
makanan keluarga.
Tidak adanya inovator ekonomi di bidang pertanian. Masyarakat cenderung hanya
menunggu contoh sukses terlebih dahulu. Hal ini tergambar secara umum melalui sikap
mental masyarakat yang cenderung hoream ( malas ) untuk memulai dan merubah
kebiasaan.
Rendahnya tingkat pendidikan berakibat pada tidak adanya peningkatan stratifikasi
sosial dan tidak adanya peningkatan ekonomi. Pendidikan rendah menyebabkan mereka
kesulitan dalam menerima perubahan yang itu berdampak pada kurangnya hasrat untuk
berusaha dan bertani dengan baik.
Rendahnya produksi non pertanian seperti kerajinan, pengolahan hasil pertanian (
seperti pengolahan bahan baku menjadi bahan setengah jadi atau menjadi olahan
pangan ). Meskipun sebenarnya beberapa warga masyarakat ( terutama kaum ibu )
memiliki pengetahuan untuk mengembangkan kemampuannya dalam membuat olahan
pangan tapi mereka merasa untuk kebutuhan lokal sudah tercukupi.

Sebagai sebuah kompleks dari suatu proses ekonomi, tidak cukup hanya membahas dari
masalah aspek produksi saja. Diperlukan penajaman identifikasi dari aspek lain seperti
pengolahan hingga proses pemasaran. Berikut permasalahan pada aspek pengolahan :
Aspek Pengolahan

Petani yang memiliki ternak kambing belum mempunyai kesadaran dan motivasi untuk
mengolah pupuk organik meskipun bahan baku melimpah. Contoh: Sampah kebun
selalu dibakar dan kotoran kambing tidak diolah menjadi pupuk organik. Padahal jika
bahan-bahan baku tersebut diolah menjadi pupuk organik sangat bermanfaat bagi
kesehatan tanah & tanaman juga bisa berimbas kepada hasil pertanian yang lebih baik.
Karena pengolahan pupuk organik dianggap memakan waktu yang lama.
Belum adanya pola tanam yang serentak sehingga kondisi tersebut menguntungkan
bagi hama tanaman. Seperti kita ketahui bahwasanya jika pertanian di suatu desa
memiliki pola tanam yang serentak, hama akan terbagi-bagi dalam menyerang
pertanian warga sehingga lebih mudah untuk diberantas.
Pengairan pertanian bergantung pada air hujan, artinya aktivitas pertanian masih
bergantung dengan alam. Seandainya petani mampu mengelola sumber pengairan
dengan baik pertanian bisa diatur sedemikian rupa. Misal, bertani padi tidak harus
menunggu musim penghujan (bisa sepanjang tahun).
Masyarakat cenderung menggunakan pupuk kimia (Non organik) sehingga kondisi
tersebut dapat mengurangi kesuburan tanah. Hal ini diakui oleh petani setempat bahwa
penggunaan pupuk kimia dapat membuat tanah retak-retak, keras dan cenderung rusak.
Sehingga perlu penyiraman dan pengolahan tanah kembali. Hal ini berbeda jika
menggunakan pupuk organik. Tanah terus terjaga kesuburannya bahkan dapat ditanami
sampai dua kali tanpa perlu dipupuk ulang
Belum maksimalnya peran BUMDesa dalam mengelola hasil pertanian dan
perkebunan. Meskipun sudah ada rapat BUMDes sekitar kurang lebih 2 tahun yang lalu
namun kontribusinya di bidang ekonomi khususnya pertanian relatif belum ada
Rata-rata warga berprofesi petani maupun buruh bangunan memiliki ternak kambing
dan sapi. Namun dari kesemuanya belum ada yang menggunakan sentuhan teknologi
seperti inseminasi buatan dan atau penggemukan secara alami. Sehingga waktu
perkembangbiakan dan waktu panen ternak masih dalam waktu relatif lama dan
memakan waktu tahunan
Masih rendahnya keinginan masyarakat dalam mengolah hasil pertanian menjadi
kerajinan tangan seperti makanan ringan, jikapun ada masih dalam skala kecil dan
berskala waktu musiman.

Setelah aspek produksi dan pengolahan selesai kita kupas, aspek terakhir yakni aspek
pemasaran produk hasil perekonomian warga kami melihat beberapa permasalahan
diantaranya :

Aspek Pemasaran

Belum adanya mitra usaha untuk bekerjasama dalam pemasaran hasil pertanian,
peternakan, dan hasil bumi lainnya
Pengumpul atau tengkulak seringkali menekan harga serendah mungkin sehingga
petani merasa dirugikan
Pemasaran produk hasil produk bumi yang cukup jauh dan terbatas

B. Solusi
Dari permasalahan-permasalahan di atas membuat kami berpikir bagaimana alternatif
solusi yang dapat menjadi solusi atas jawaban permasalahan-permasalahan tersebut. Solusi
tersebut diantaranya adalah sebagai berikut :
Penyuluhan dan pelatihan pembuatan pupuk organik khususnya dari kotoran kambing,
mengingat kuantitasnya yang melimpah. Yang bertujuan untuk meningkatkan
motivasi masyarakat dalam mengolah bahan baku (kotoran kambing) yang ada di desa
dan meningkatkan kesuburan tanah dan hasil pertanian
Perlunya pelatihan kewirausahan yang ditindaklanjuti dengan pendampingan usaha
Perlunya teknologi tepat guna untuk mengolah hasil pertanian yang ada di desa, misal
penciptaan alat atau mesin yang dapat mempercepat proses produksi dan pengolahan
hasil pertanian.
Perlunya pembentukan aktor dari dalam desa yang bisa berkomunikasi secara efektif
dengan stakeholder agar timbul penyadaran masyarakat dalam hal peningkatan
kualitas dan kuantitas hasil pertanian, memulai inovasi mandiri di bidang pertanian
sehingga tidak perlu menunggu contoh sukses terlebih dahulu
Perlu diadakan penyuluhan di bidang pertanian yang memfokuskan kepada
pembangunan kembali karakter petani yang bersemangat dalam bertani, karena petani
adalah tulang punggung negara agraris, khususnya Negara Indonesia
Perlunya dibuat kerjasama dengan pihak untuk pengadaan pembasmi hama alami dan
bahan pendukung pertanian lainnya seperti dekomposer
Perlu dibangun sarana prasaran irigasi untuk mengairi lahan pertanian
Perlunya penguatan fungsi BUMDes bagi usaha pertanian, peternakan dan perikanan
Perlunya perluasan informasi seluas mungkin tentang ketersediaan bahan pangan
yang ada di Desa Jatiwangi ke daerah garut kota hingga keluar kabupaten, bisa
melalui media sosmed atau Desa Online.

Salah satu solusi penggerakan untuk mengatasi permasalahan ekonomi di Desa


Jatiwangi Kecamatan Pakenjeng Kabupaten Garut yaitu Pelatihan Pembuatan Pupuk
Organik dari Kotoran Kambing. Adapun tahapan-tahapan pelaksanaan kegiatan pelatihan
pembuatan pupuk organik dari kotoran kambing sebagai berikut :

1. Waktu dan tempat


Pelaksanaan kegiatan dilaksanakan pada hari kamis, 21 September 2017 pukul
08.30 s/d 12.00 WIB di halaman belakang rumah (Kebun) salah satu anggota
Gapoktan di Dusun Bojong Desa Jatiwangi Kecamatan Pakenjeng Kabupaten Garut.

2. Registrasi Peserta
Peserta pelatihan pembuatan pupuk organik dari kotoran kambing berjumlah 26
orang terdiri dari 23 orang peserta laki-laki dan 3 orang peserta perempuan yang
berasal dari 3 Dusun di Desa Jatiwangi.

3. Pelaksanaan Pelatihan
Sebelum pelaksanaan pelatihan, para peserta pelatihan dan peserta diklat
Penggerak Swadaya Masyarakat (PSM) saling memperkenalkan diri. Dari perkenalan
diri tersebut dapat diketahui bahwa sebelumnya peserta sudah pernah mengikuti
pelatihan pembuatan pupuk organik dari kotoran kambing yang diadakan oleh UPT
Pertanian Kabupaten Garut. Hanya saja selama ini proses pembuatan organik tersebut
belum maksimal.

Penyampaian materi pelatihan pembuatan pupuk organik dari kotoran


kambing ini disampaikan oleh salah satu peserta Diklat Penggerak Swadaya
Masyarakat (PSM) yaitu Pak Muhtarom, SP. Pada pemaparannya Pak Muhtarom
menjelaskan apa itu pupuk organik, tujuan dan manfaat dari penggunaan pupuk
organik serta menjelaskan tahapan pembuatan pupuk organik dengan panduan Bagan
Alur. Setelah penjelasan yang disampaikan oleh Pak Muhtarom, SP, dibuka sesi tanya
jawab dengan peserta pelatihan. Pada sesi ini para peserta pelatihan mengatakan
tentang beberapa masalah dan kendala yang mereka hadapi di dalam pembuatan
pupuk organik dari kotoran sapi. Diantaranya proses pembuatan pupuk organik ini
membutuhkan waktu yang lama, campuran pembuatan pupuk organik seperti EM4,
Molusca, Tricoderma sulit didapat di Desa, dan motivasi masyarakat yang kurang
(budaya malas/hoream).

Dari permasalahan yang disampaikan oleh peserta pelatihan diatas, maka solusi yang
diberikan adalah :
- Pembuatan pupuk organik di persiapkan sebelum ada rencana penanaman
komoditi yang akan di tanam;
- Gapoktan memfasilitasi kebutuhan sarana produksi pembuatan pupuk organik
masyarakat dengan stake holder terkait;
- Pihak terkait (kades, penyuluh pertanian, ketua gapoktan, pendamping desa
dan lain-lain) memberikan pemahaman kepada masyarakat akan manfaat
pupuk organik.

Praktek pembuatan pupuk organik :

- Mempersiapkan alat dan bahan;


- Melibatkan partisipasi masyarakat dalam pencampuran kotoran kambing
dengan abu sekam, dedak selama menunggu proses pencacahan jerami;
- Menginstruksikan kepada warga agar cacahan jerami di campurkanpada media
yang sudah siap sambil mengaduknya dengan rata;
- Setelah komposisi kesesuaian unsur bahan cukup dan merata, selanjutnya
mempersiakan bahan dan alat permentasi;
- Mencampur bahan permentasi dengan menggunakan air penuh 1 ember setara
dengan 10 liter dengan campuran EM 10 ml dan gula pasir 1 sendok (100
liter);
- Mencampur dan mengaduk bahan permentasi dengan media yang sudah
disiapkan sebelumnya dengan rata;
- Pemeraman ( menutup object dengan terpal yang telah di sediakan) selama 15
(lima belas hari);
- Saran (meminta warga mengontrol setiap 2 (dua) hari sekali, dengan tujuan
untuk mengetahui kelembaban yang dibutuhkan oleh mikroba untuk
berkembang dan mengurai objek) Apabila terlihat indikasi kurang lembab atau
kering maka dianjurkan untuk penyiraman air sesuai yang dibutuhkan;
- Pembuatan pupuk organik dari kotoran kambing dikatakan berhasil salah satu
indikatornya adalah aromanya berbau tapai, apabila digumpal dengan tangan
objek akan mengurai.

Вам также может понравиться