Вы находитесь на странице: 1из 11

SINTESIS DARI SENYAWA TRIMERIC ORGANOZINC

DAN REAKSI KELANJUTANNYA DENGAN OKSIGEN


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Senyawa Organologam
Senyawa organologam adalah senyawa yang terdiri dari atom logam
yang berikatan dengan sedikitnya satu atom karbon dari gugus organik.
Senyawa yang mengandung ikatan karbon dengan fosfor, arsen, silikon
ataupun boron termasuk dalam kategori iniTetapi untuk senyawa yang
mengandung ikatan antara atom logam dengan oksigen, belerang, nitrogen
ataupun dengan suatu halogen tidak termasuk sebagai senyawa
organologam (Cotton dan Wilkinson, 1989).
Sifat dari organologam pada umumnya yakni adanya atom karbon
yang bersifat lebih elektronegatif dari kebanyakan logam yang dimilikinya.
Beberapa kecenderungan jenis-jenis ikatan yang terbentuk dari senyawa
organologam yaitu:
a. Senyawa ionik dari logam elektropositif
Pada umumnya senyawaan organo dari logam yang relatif sangat
elektropositif bersifat ionik, tidak larut dalam pelarut organik, dan
terhadap udara dan air sangat reaktif. Senyawa ini akan terbentuk jika
radikal pada logam terikat pada logam dengan keelektropositifan yang
sangat tinggi, contohnya logam pada alkali atau alkali tanah. Kereaktifan
dan kestabilan senyawaan ionik ditentukan dari satu bagian yakni oleh
kestabilan ion karbon. Delokalisasi elektron yang memperkuat kestabilan
dari garam logam ion-ion karbon agar lebih stabil walaupun masih relatif
reaktif. Contonya gugus dari senyawa organik dalam garam-garam
seperti (C5H5)2Ca2+.
b. Senyawa organologam dengan ikatan (sigma)
Senyawaan dari organo dimana sisa organiknya yang terikat pada suatu
atom logam dengan suatu ikatan dapat digolongkan sebagai ikatan
kovalen (masih terdapat karakter-karakter ionik dari senyawaan ini) yang
dibentuk oleh kebanyakan logam dengan keelektropositifan yang relatif
lebih kecil dari golongan pertama diatas, yang dengan hubungan
beberapa faktor berikut ini:
Kemungkinan penggunaan orbital d yang lebih tinggi, seperti pada
SiR4 yang tidak tampak dalam CR4.
Kemampuan donor alkil atau aril dengan pasangan elektron
menyendiri.
Keasaman Lewis sehubungan dengan kulit valensi yang tidak penuh
seperti pada BR2 atau koordinasi tak jenuh seperti ZnR2.
Pengaruh perbedaan keelektronegatifan antara ikatan logam-karbon
(M-C) atau karbon-karbon (C-C).
c. Senyawa organologam dengan ikatan nonklasik
Banyak senyawaan organologam terdapat jenis ikatan logam pada karbon
yang tidak dapat dijelaskan dalam bentuk pasangan elektron/kovalen atau
ionik. Contohnya, dari golongan alkali yang terdiri dari Li, Be, dan Al
yang memiliki gugus alkil berjembatan. Dalam hal ini, atom ada yang
memiliki sifat kekurangan elektron contohnya pada atom boron pada
B(CH3)3. Pada atom B termasuk golongan IIIA, yang memiliki 3 elektron
valensi, sehingga cukup sulit untuk membentuk oktet pada
konfigurasinya dalam senyawaan. Pada atom B ada kecenderungan untuk
memanfaatkan orbital-orbital kosong yakni dengan menggabungkannya
pada gugus suatu senyawa yang memiliki kelebihan pasangan elektron
yang menyendiri senyawa ini dibagi menjadi dua golongan:
Senyawa organologam yang terbentuk antara logam-logam transisi
dengan alkena, alkuna, benzene, dan senyawa organik tak jenuh
lainnya.
Senyawa organologam yang memiliki gugus-gugus alkil berjembatan.
(Cotton dan Wilkinson, 1989).

2.1.2 Senyawa Organoseng


Senyawa dialkilseng diperoleh dari alkil iodida dan pasangan seng-tembaga.
2 RI + 2Zn R2Zn + ZnI2

Senyawa ini kurang reaktif daripada pereaksi Grignard dan mirip dengan
senyawa organokadmium, cepat bereaksi dengan klorida asam tapi sangat
lambat reaksinya dengan keton. Akan tetapi lebih sulit ditangani daripada
pereaksi organokadmium karena terbakar dengan spontan di udara.
Salah satu reaksi yang melibatkan alkil seng dan dipandang penting dalam
segi sintesis adalah reaksi Reformatsky. Di dalam reaksi ini, suatu aldehida
atau keton diolah dengan logam seng dan -bromo-ester menghasilkan
spesies yang setelah dihidrolisis akan menghasilkan -hidroksi-ester.
Reaksi ini biasanya dijalankan dalam pelarut eter, seperti halnya sintesis
Grignard. Akan tetapi di dalam prakteknya berbeda karena dalam reaksi
Reformatsky, semua reaktan dicampur dalam satu wadah, sedangkan di
dalam reaksi Grignard, senyawa magnesium dibuat terdahulu sebelum
memasukkan senyawa karbonilnya. Mekanisme kedua reaksi tersebut pada
dasarnya adalah sama, senyawa organoseng mula-mula terbentuk dan
bereaksi pada karbonil dengan cara yang sama dengan pereaksi Grignard.
Satu contoh, benzldehida dengan etil bromoasetat menghasilkan etil -
hidroksidihidrosinamat dalam rendamen 61-64%.

Reaksi ini spesifik untuk -bromo-ester dan senyawa vinil yang sesuai
seperti etil - bromokrotonat.

(Firdaus, 2012)

2.1.3 Seng (Zinc)


Seng merupakan logam putih kebiruan. Logam seng memiliki sifat
keras dan rapuh pada kebanyakan suhu, saat temperaturnya 100-150C seng
akan mudah ditempa. Seng juga dapat menghantarkan listrik. Dibandingkan
dengan logam-logam lainnya, seng memiliki titik lebur (420 C) dan tidik
didih (900 C) yang relatif rendah.(ASM Metal Handbook Vol.2 , 1992)
Seng merupakan logam dengan urutan keempat paling banyak
digunakan di dunia industri setelah baja, aluminium, dan tembaga. Menurut
penggunaannya, seng banyak digunakansebagai coating anodauntuk
memproteksi baja dari korosi, sebagai unsur pengecoran seng menjadi
kuningan, sebagai unsur paduan pada tembaga, aluminium, dan magnesium,
sebagai paduan seng tempa, dan untuk material yang bersifat kimiawi (ASM
Metal Handbook vol.2, 1992). Seng memiliki banyak efek pada paduan
yaitu meningkatkan kekuatan pada temperature kamar, ketahanan korosi,
presipatasi hardening pada beberapa. Seng merupakan salah satu paduan
paling sering digunakan pada magnesium, Selama pencairan dan
pengecoran. Seng membantu meningkatkan fluiditas akan tetapi dapat
mendorong terjadinya mikro porositas selama pengecoran. Seng bertindak
sebagai grain refiner hal ini meningkatkan kekuatan pada paduan (Barber,
2004). Seng (Zinc) dilambangkan dengan Zn pada table periodik, memiliki
nomor atom 30 dan massa atom relatifnya 65,39. Seng merupakan unsur
pertama golongan dua belas.Seng memiliki warna putih kebiruan, berkilau,
dan bersifat diamagnetik. Struktur kristal yang dimiliki seng adalah
hexagonal close-packed (HCP) (Lehto, 1968).

Struktur kristal HCP seng (a) unit sel dan (b) satu kritsal dengan banyak sel
(Kalpakjian, 2009)

2.1.4 Oksigen
Oksigen adalah unsur kimia dalam sistem tabel perodik yang
mempunyai lambang O dan nomor atom 8. Oksigen merupakan unsur yang
dapat dengan mudah bereaksi dengan hampir semua unsur lainnya terutama
menjadi oksida.
a. Sifat fisik Oksigen
Berikut beberapa sifat fisik dari oksigen:
Massa atom relative 15,9944 g/mol
Konfigurasi electron 1s2 2s2 2s4
Jai-jari atom 60 pm
Jari-jari kovalen 73 pm
Keelektronegatifan 3,44(skala Pauling)
Energi Ionisasi (I) 1313,9 kJ/mol
Energi Ionisasi (II) 3388,3 kJ/mol
Energ Ionisasi (III) 5300,5 kJ/mol
Kerapatan 1,27 padatan
Titik Beku -218,9C
Titik leleh -182,9C
Potensial Elektroda +0,401
Massa jenis (0C;101,325kPa) 1,429 g/L
Sifat magnetik Paramagnetik
b. Sifat Kimia Oksigen
Oksigen merupakan unsur utama dalam kerak bumi yaitu
merupakan kurang lebih 46,6% massa kerak bumi, 89% dalam air dan
kira-kira 21% di atmosfir. Oksigen dengan konfigurasi elektron
1s2 2s2 2p4 dapat,membentuk dua ikatan kovalen. Suatu sifat khas yang
jelas pada unsur-unsur grup VI A adalah, bahwa atom-atom mereka
hanya memerlukan dua elektron lagi untuk mencapai konfigurasi
s2 p6 dari gas mulia. Karena itu mereka sering bereaksi sebagai zat
pengoksida dengan mencapai keadaan oksidasi -2. Oksigen adalah zat
pengoksida yang paling kuat.
Reaksi Oksigen
Reaksi logam dengan oksigen
Pembentukan oksida logam yang berasal dari reaksi antata
logam dengan oksigen. Contohnya pada proses karatan besi dimana
besi akan bereaksi dengan oksigen bila ada uap air membentuk
karatan yaitu oksida besi yang kristalnya mengandung melekul air
dalam jumlah beragam.

2Fe(s) + O2 (g) + xH2O(l) Fe2O3.xH2O(s)


Alumunium, juga akan membentuk oksida bila bereaksi dengan
oksigen di udara.

2Al(s) + O2(g) Al2O3


Tetapi kadang-kadang reaksi antara logam dan oksigen dapat lebih
cepat dan akan mengeluarkan banyak panas dan cahaya. Reaksi logam
dengan oksigen semacam ini disebut pembakaran.

Reaksi nonlogam dengan oksigen


Oksigen dapat juga bergabung secara langsung dengan
kebanyakan nonlogam dan membentuk oksida kovalen. Contoh yang
sudah kita kenal adalah reaksi O2 dengan karbon (dalam bentuk
arang). Dengan adanya jumlah O2 berlebih maa hasilnya adalah
karbon dioksida.
C(s) + 2O2(g) CO2(g)
Bila oksigennya kurang, maka yang akan terbentuk adalah
karbonmonoksida.
2C(s) + O2(g) 2CO2(g)

Dua zat nonlogam lainnya yang mudah bereaksi dengan oksigen


adalah belerang dan fosfor. Belerang bila dibakar d udara member
warna nyala biru dan hasilnya sulfur oksida, suatu gas
yang menyengar serta pengap.
S(s) + O2(g) SO2(g)

Alotropi dari fosfor yaitu fosfor merah dan fosfor putih. Keduanya
bila dibakar dalam oksigen menghasilkan P4O10, walaupun reaksi
dari fosfor putih spontan. P4 akan terbakar sendiri bila diletakkan di
udara.

P4(s) + 5O2(g) P4O10(s)

Tak semua zat nonlogam dapat beraksi dengan oksigen, contohnya


nitrogen. Karena itu udara kita yang merupakan campuran nitrogrn
dan oksigen tetap stabil.

Reaksi senyawa organik dengan oksigen


Senyawa organik pada umumnya adalah senyawa karbon. Senyawa
organik yang paling sederhana disebut hidrokarbon, senyawa yang
hanya terdiri dari karbon dan hidrogen. Hidrokarbon yang paling
sederhana adalah metana, CH4. Metana dan hiodrokarbon lainnya
mudah terbakar dalam udara. Bila tersedia oksigen yang cukup, hasil
pembakarannya adalah karbon dioksidan dan air.

CH4 + 2O2 CO2 + H2O

Tetapi, bila oksigen yang tersedia tidak cukup, hasilnya dapat


mengandung karon monoksida.

2CH4 + 3O2 2CO + 4H2O

Sedangkan bila oksigennya sedikit sekali, maka hanya hydrogen yang


bereaksi dengan oksigen membentuk air.

CH4 + O2 C + 2H2O

Senyawa organic sering mengandung unsure-unsur tambahan selain


karbon dan hydrogen. Bila mengandung oksigen, maka pada
pembakaran menjadi CO2 dan H2O. Misalnya pada pembakaran metal
alkohol.

2CH3OH + 3O2 2CO2 + 3H2O

2.1.5 SEM
Scanning Electron Microscope adalah suatu tipe mikroskop electron yang
menggambarkan permukaan sampel melalui proses scan dengan
menggunakan pancaran energi yang tinggi dari electron dalam suatu pola
scan raster (Anita, 2012). SEM digunakan untuk mengetahui morfologi
permukaan bahan. Karakteristik bahan menggunakan SEM dimanfaatkan
untuk melihat struktur topografi permukaan, ukuran butiran, cacat
struktural, dan komposisi pencemaran suatu bahan. Hasil yang diperoleh
dari karakterisasi ini dapat dilihat secara langsung pada hasil SEM berupa
Scanning Electron Micrograph yang menyajikan bentuk tiga dimensi
berupa gambar atau foto. Mikroskop ini digunakan untuk mempelajari
struktur permukaan obyek, yang secara umum diperbesar antara 1.000 -
40.000 kali.
SEM menggunakan prinsip scanning yaitu berkas elektron diarahkan
pada titik permukaan spesimen. Gerakan elektron diarahkan dari satu titik
ke titik lain pada permukaan spesimen. Jika seberkas sinar elektron
ditembakkan pada permukaan spesimen maka sebagian dari elektron itu
akan dipantulkan kembali dan sebagian lagi diteruskan. Jika permukaan
spesimen tidak merata, banyak lekukan, lipatan atau lubang-lubang, maka
tiap bagian permukaan itu akan memantulkan elektron dengan jumlah dan
arah yang berbeda dan kemudian akan ditangkap oleh detektor dan akan
diteruskan ke sistem layar.
Sumber elektron dari filamen yang terbuat dari tungsten memancarkan
berkas elektron. Jika elektron tersebut berinteraksi dengan bahan (specimen)
maka akan dihasilkan elektron sekunder dan sinar-x karakteristik. Scanning
pada permukaan bahan yang dikehendaki dapat dilakukan dengan mengatur
scanning generator dan scanning coils. Elektron sekunder hasil interaksi
antara elektron dengan permukaan bahan ditangkap oleh detektor kemudian
diubah menjadi sinyal listrik. Sinyal listrik ini diperkuat oleh penguat
(amplifier) yang kemudian divisualisasikan dalam monitor sinar katoda
(CRT).
(Smallman, 2000)

2.1.6 XRD
XRD adalah metode karakterisasi lapisan yang digunakan untuk
mengetahui senyawa kristal yang terbentuk. Teknik XRD dapat digunakan
untuk analisis struktur kristal karena setiap unsur atau senyawa memiliki
pola tertentu. Apabila dalam analisis ini pola difraksi unsur diketahui, maka
unsur tersebut dapat ditentukan (Smallman, 2000).
Apabila sinar-X monokromatis mengenai material kristal, maka setiao
bidang kristal akan memantulkan atau menghamburkan sinar-X ke segala
arah. Interferensi terjadi hanya antara sinar-sinar pantul sefase sehingga
hanya terdapat sinar-X pantulan tertentu saja. Interferensi saling terjadi
apabila sinar-X yang sefase mempunyai selisih lintasan kelipatan bulat
panjang gelombang (). Pernyataan ini dinamakan Hukum Bragg untuk
difraksi kristal (Cullity, 1978). Secara matematis dapat dituliskan dalam
bentuk persamaan:
= 2
dengan:
n = bilangan bulat 1,2,3,4,...
= panjang gelombang
d = jarak antar bidang kisi
= sudut difraksi atau sudut pantulan
Prinsip kerja alat ini adalah sinar- ditembakkan pada sampel dan akan
mengakibatkan terjadinya hamburan sinar-X. Selanjutnya hamburan akan
ditangkap oleh detektor Si(Li) dan dari detektor akan diperoleh informasi
langsung berupa grafik antara sudut hamburan dan intensitas.
Untuk panjang gelombang yang telah diketahui, nilai sudut hamburan
dari hasil karakterisasi XRD dapat digunakan untuk mencari jarak antar
bidang atom dhkl dengan menggunakan persamaan Bagg untuk orde difraksi
n = 1. Dari data perhitungan jarak antar bidang dhkl nantinya dapat
digunakan untuk menghitung bidang-bidang kristal (hkl) maupun parameter
kisi serta kristaknya

2.2 Penelitian yang Relevan


2.3 Kerangka Kondeptual
DAFTAR PUSTAKA
_. 1992. ASM Metals Handbook, Vol 03 - alloy phase diagram.The Materials
Information Society.

Achmad, Hiskia. 1992. Kimia Unsur dan Radiokimia. Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti

Farida, Ida. 2009. Modul Perkulihan Kimia Anorganik I. Bandung.

Cullity, B.D. 1978. Elements of X-RAY DIFFRACTION second edition. Addison-


Wesley publishing company, inc.
Firdaus. 2012. Kimia Organik Sintesis I. (Laporan Hibah Penulisan
Buku Ajar). Makassar: FMIPA-Unhas.
Farida, Ida. 2009. Modul Perkulihan Kimia Anorganik I. Bandung.

Kleinfelter, Keenan. 1980. Kimia Untuk Universitas Jilid 1 Edisi 6. Jakarta:


Erlangga

Smallman, R.E. 2000. Metalurgi Fisik Modern dan Rekayasa


Material. Jakarta: Erlangga.

Вам также может понравиться