Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
NIM : PO.71.4.203.15.1.042
D-IV ANALIS KESEHATAN
Sistem komplemen adalah protein dalam serum darah yang bereaksi berjenjang
sebagai enzim untuk membantu sistem kekebalan selular dan sistem kekebalan
humoral untuk melindungi tubuh dari infeksi. Protein komplemen tidak secara khusus
bereaksi terhadap antigen tertentu, dan segera teraktivasi pada proses infeksi awal dari
patogen. Oleh karena itu sistem komplemen dianggap merupakan bagian dari sistem imun
bawaan. Walaupun demikian, beberapa antibodi dapat memicu beberapa protein
komplemen, sehingga aktivasi sistem komplemen juga merupakan bagian dari sistem
kekebalan humoral.
Komplemen yang biasanya disingkat dengan C adalah suatu faktor berupa protein
yang terdapat di dalam serum. Seperti namanya, complement berarti tambahan. Faktor ini
perlu ditambahkan dalam reaksi antigen dan antibodi, agar terjadi lisis antigen. Sistem
komplemen adalah suatu sistem yang terdiri dari seperangkat kompleks protein yang satu
dengan lainnya sangat berbeda. Pada kedaan normal komplemen beredar di sirkulasi.
darah dalam keadaan tidak aktif, yang setiap saat dapat diaktifkan melalui dua jalur yang
tidak tergantung satu dengan yang lain, disebut jalur klasik dan jalur alternatif.
Aktivasi sistem komplemen menyebabkan interaksi berantai yang menghasilkan
berbagai substansi biologik aktif yang diakhiri dengan lisisnya membran sel antigen.
Aktivasi sistem komplemen tersebut selain bermanfaat bagi pertahanan tubuh, sebaliknya
juga dapat membahayakan bahkan mengakibatkan kematian, hingga efeknya disebut
seperti pisau bermata dua. Bila aktivasi komplemen akibat endapan kompleks antigen-
antibodi pada jaringan berlangsung terus-menerus, akan terjadi kerusakan jaringan dan
dapat menimbulkan penyakit.
Protein komplemen di dalam serum darah merupakan prekursor enzim yang
disebut zimogen. Zimogen pertama kali ditemukan pada saluran pencernaan, sebuah
protease yang disebut pepsinogen dan bersifat proteolitik. Pepsinogen dapat teriris sendiri
menjadi pepsin saat terstimulasi derajat keasaman pada lambung.
Komplemen sebagian besar disintesis di dalam hepar oleh sel hepatosit, dan juga
oleh sel fagosit mononuklear yang berada dalam sirkulasi darah. Komplemen C l juga dapat
di sintesis oleh sel epitel lain diluar hepar. Komplemen yang dihasilkan oleh sel fagosit
mononuklear terutama akan disintesis ditempat dan waktu terjadinya aktivasi.
Sebagian dari komponen protein komplemen diberi nama dengan huruf C: Clq, Clr,
CIs, C2, C3, C4, C5, C6, C7, C8 dan C9 berurutan sesuai dengan urutan penemuan unit
tersebut, bukan menurut cara kerjanya.
Aktivasi Komplemen : Sistem komplemen dapat diaktifkan melalui dua jalur, yaitu
jalur klasik dan jalur alternatif. Aktivasi tersebut melalui suatu proses enzimatik yang terjadi
secara berantai, berarti produk yang timbul pada satu reaksi akan merupakan enzim untuk
reaksi berikutnya. Caranya ialah dengan dilepaskannya sebagian atau mengubah bangunan
kompleks protein tersebut (pro enzim) yang tidak aktif menjadi bentuk aktif (enzim). Satu
molekul enzim yang aktif mampu mengakibatkan banyak molekul komplemen berikutnya.
Cara kerja semacam ini disebut the one hit theory.
Secara garis besar aktivasi komplemen baik melalui jalur klasik maupun jalur
alternatif terdiri atas tiga mekanisme, a) pengenalan dan pencetusan, b) penguatan
(amplifikasi), dan c) pengakhiran kerja berantai dan terjadinya lisis serta penghancuran
membran sel (mekanisme terakhir ini seringkali juga disebut kompleks serangan membran)
Seperti telah disebutkan di atas, aktivasi komplemen melalui jalur klasik atau disebut
pula jalur intrinsik, dibagi menjadi 3 tahap.
Aktivasi jalur alternatif atau disebut pula jalur properdin, terjadi tanpa melalui tiga
reaksi pertama yang terdapat pada jalur klasik (C1 ,C4 dan C2) dan juga tidak memerlukan
antibodi IgG dan IgM.
Pada keadaan normal ikatan tioester pada C3 diaktifkan terus menerus dalam
jumlah yang sedikit baik melalui reaksi dengan H2O2 ataupun dengan sisa enzim proteolitik
yang terdapat sedikit di dalam plasma. Komplemen C3 dipecah menjadi frclgmen C3a dan
C3b. Fragmen C3b bersama dengan ion Mg++ dan faktor B membentuk C3bB. Fragmen
C3bB diaktifkan oleh faktor D menjadi C3bBb yang aktif (C3 konvertase) (Lihat Gambar 5-2).
Pada keadaan normal reaksi ini berjalan terus dalam jumlah kecil sehingga tidak terjadi
aktivasi komplemen selanjutnya. Lagi pula C3b dapat diinaktivasi oleh faktor H dan faktor I
menjadi iC3b, dan selanjutnya dengan pengaruh tripsin zat yang sudah tidak aktif ini dapat
dilarutkan dalam plasma (lihat Gambar 5-3 ).
Tetapi bila pada suatu saat ada bahan atau zat yang dapat mengikat dan melindurlgi
C3b dan menstabilkan C3bBb sehingga jumlahnya menjadi banyak, maka C3b yang
terbentuk dari pemecahan C3 menjadi banyak pula, dan terjadilah aktivasi komplemen
selanjutnya. Bahan atau zat tersebut dapat berupa mikroorganisme, polisakarida
(endotoksin, zimosan), dan bisa ular. Aktivasi komplemen melalui cara ini dinamakan
aktivasi jalur alternatif. Antibodi yang tidak dapat mengaktivasi jalur klasik misalnya IgG4,
IgA2 dan IgE juga dapat mengaktifkan komplemen melalui jalur alternatif.
Jalur alternatif mulai dapat diaktifkan bila molekul C3b menempel pada sel sasaran.
Dengan menempelnya C3b pada permukaan sel sasaran tersebut, maka aktivasi jalur
alternatif dimulai; enzim pada permukaan C3Bb akan lebih diaktifkan, untuk selanjutnya
akan mengaktifkan C3 dalam jumlah yang besar dan akan menghasilkan C3a dan C3b dalam
jumlah yang besar pula. Pada reaksi awal ini suatu protein lain, properdin dapat ikut
beraksi menstabilkan C3Bb; oleh karena itu seringkali jalur ini juga disebut sebagai jalur
properdin. Juga oleh proses aktivasi ini C3b akan terlindungi dari proses penghancuran oleh
faktor H dan faktor I.
Tahap akhir jalur alternatif adalah aktivasi yang terjadi setelah lingkaran aktivasi C3.
C3b yang dihasilkan dalam jumlah besar akan berikatan pada permukaan membran sel.
Komplemen C5 akan berikatan dengan C3b yang berada pada permukaan membran sel dan
selanjutnya oleh fragmen C3bBb yang aktif akan dipecah menjadi C5a dan C5b. Reaksi
selanjutnya seperti yang terjadi pada jalur altematif (kompleks serangan membran).
2. HIPERSENSITIVITAS TIPE I
Reaksi alergi bisa bersifat ringan atau berat. Kebanyakan reaksi terdiri dari mata
berair,mata terasa gatal dan kadang bersin. Pada reaksi yang esktrim bisa terjadi gangguan
pernafasan, kelainan fungsi jantung dan tekanan darah yang sangat rendah, yang
menyebabkan syok. Reaksi jenis ini disebut anafilaksis, yang bisa terjadi pada orang-orang
yang sangat sensitif, misalnya segera setelah makan makanan atau obatobatan
tertentu atau setelah disengat lebah, dengan segera menimbulkan gejala.
Alergi atau hipersensitivitas tipe I adalah kegagalan kekebalan tubuh di mana tubuh
seseorang menjadi hipersensitif dalam bereaksi secara imunologi terhadap bahan-bahan
yang umumnya imunogenik (antigenik)atau dikatakan orang yang bersangkutan bersifat
atopik. Dengan kata lain, tubuh manusia berkasi berlebihan terhadap lingkungan atau
bahan-bahan yang oleh tubuh dianggap asing dan berbahaya, padahal sebenarnya tidak
untuk orang-orang yang tidak bersifat atopik. Bahan-bahan yang menyebabkan
hipersensitivitas tersebut disebut alergen. Terdapat 2 kemungkinan yang terjadi pada
mekanisme reaksi alergi tipe I, yaitu :
Gambar 2 A : Alergen langsung melekat/terikat pada Ig E yang berada di permukaan
sel mast atau basofil, dimana sebelumnya penderita telah terpapar allergen sebelumnya,
sehingga Ig E telah terbentuk. Ikatan antara allergen dengan Ig E akan menyebabkan
keluarnya mediator-mediator kimia seperti histamine dan leukotrine.
Gambar 2 B : Respons ini dapat terjadi jika tubuh belum pernah terpapar dengan
allergen penyebab sebelumnya. Alergen yang masuk ke dalam tubuh akan berikatan
dengan sel B, sehingga menyebabkan sel B berubah menjadi sel plasma dan memproduksi
Ig E. Ig E kemudian melekat pada permukaan sel mast dan akan mengikat allergen. Ikatan
sel mast, Ig E dan allergen akan menyebabkan pecahnya sel mast dan mengeluarkan
mediator kimia. Efek mediator kimia ini menyebabkan terjadinya vasodilatasi, hipersekresi,
oedem, spasme pada otot polos. Oleh karena itu gejala klinis yang dapat ditemukan pada
alergi tipe ini antara lain : rinitis (bersin-bersin, pilek) ; sesak nafas (hipersekresi sekret),
oedem dan kemerahan (menyebabkan inflamasi) ; kejang (spasme otot polos yang
ditemukan pada anafilaktic shock).
3. PENYEBAB DEMAM
Tanpa memandang etiologinya, jalur akhir penyebab demam yang paling sering
adalah adanya pirogen, yang kemudian secara langsung mengubah set-point di
hipotalamus, menghasilkan pembentukan panas dan konversi panas.
Pirogen berasal dari kata pyro yang artinya keadaan yang berhubungan dengan
panas, dan kata Gen yang artinya membentuk atau menghasilkan. Pirogen adalah suatu zat
yang menyebabkan demam, terdapat 2 jenis pirogen yaitu pirogen eksogen dan pirogen
endogen. Pirogen secara garis besar dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu pirogen
endogen, dan pirogen eksogen.
Pirogen endogen, adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam tubuh kita sendiri
sebagai reaksi kekebalan melawan kuman penyakit yang masuk ke tubuh. Misalnya
interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6), alpha-interferon, dan tumor necrosis factor
(TNF)
Pirogen eksogen, adalah faktor eksternal tubuh yang menyebabkan gangguan pada
fungsi tubuh manusia. Misalnya bagian dari sel bakteri dan virus. Selain itu, bisa juga
berupa zat racun (toksin) yang dihasilkan oleh bakteri atau virus tertentu.
Suatu pirogen apabila masuk ke dalam tubuh maka pirogen menjadi suatu benda
asing yang dapat menimbulkan respon imun berupa demam. Proses terjadinya demam
dimulai dari terpaparnya tubuh manusia terhadap pirogen eksogen yang kemudian akan
mengakibatkan terstimulasinya pirogen endogen untuk melindungi tubuh dan menciptakan
kekebalan melawan pirogen eksogen tersebut.
Pusat pengaturan suhu manusia (termoregulator) terletak di bagian otak yang
bernama hipotalamus dan batang otak. Termoregulator ini berfungsi untuk mengatur
produksi, konservasi, dan pengeluaran panas tubuh yang pada akhirnya akan menjaga
kestabilan suhu inti tubuh. Selama proses demam, suhu inti tubuh menjadi naik, akibatnya
termoregulator akan beradaptasi dengan cara membentuk setting point (titik pengaturan)
tersendiri yang lebih tinggi dari suhu normal. Dengan kata lain demam itu bertujuan untuk
menjaga agar proses termoregulasi tubuh tetap berjalan normal.
Mekanisme Pengaruh Pirogen Pada Timbulnya Demam : Seperti yang telah
diungkapkan sebelumnya, demam dapat timbul dari terpaparnya tubuh manusia terhadap
pirogen eksogen yang kemudian akan mengakibatkan terstimulasinya pirogen endogen
untuk melindungi tubuh dan menciptakan kekebalan melawan pirogen eksogen tersebut,
atau disebabkan pengaruh pirogen endogen itu sendiri. Contoh pirogen endogen yanga ada
dalam tubuh adalah interleukin-1 (IL-1), -interferon, dan tumor necrosis factor (TNF). IL-1
berperan penting dalam mekanisme pertahanan tubuh yaitu antara lain dapat
menstimulasi limfosit T dan B, mengaktivasi netrofil, merangsang sekresi reaktan
(Creactive protein, haptoglobin, fibrinogen) dari hepar, mempengaruhi kadar besi dan
seng plasma dan meningkatkan katabolisme otot. IL-1 bereaksi sebagai pirogen yaitu
dengan merangsang sintesis prostagalndin E2 di hipotalamus, yang kemudian bekerja pada
pusat vasomotor sehingga meningkatkan produksi panas sekaligus menahan pelepasan
panas, sehingga menyebabkan demam. TNF (cachectin) juga mempunyai efek metabolisme
dan berperan juga pada penurunan berat badan yang kadang-kadang diderita setelah
seseorang menderita infeksi. TNF bersifat pirogen melalui dua cara, yaitu efek langsung
dengan melepaskan prostaglandin E2 dari hipotalamus atau dengan merangsang
perlepasan IL-1. Sedangkan, alpha-interferon (IFN-) adalah hasil produksi sel sebagai
respons terhadap infeksi virus.
Prostaglandin yang dihasilkan pirogen-pirogen itu kemudian mensensitisasi reseptor
dan diteruskan oleh resptor sampai hypotalamus yang akan menyebabkan peningkatan
derajat standart panas hypotalamus (Hypotalamic Termostat). Peningkatan derajat
standart panas hypotalamus inilah yang akan memicu sistem pengaturan suhu tubuh
(termoregulation) untuk meningkatkan suhu, maka terjadilah demam.
Pada saat kita demam, sebenarnya tubuh juga mengeluarkan zat-zat tertentu untuk
membantu menurunkan demam. Misalnya arginine vasopressin (AVP), melanocyte-
stimulating hormone (MSH), dan corticotropin-releasing factor. Efek anti demam ini yang
menyebabkan terjadinya fluktuasi suhu tubuh selama kondisi demam. Untuk pengatasan
demam, penggunaan obat-obatan penurun panas harus dipertimbangkan sebaik-baiknya.
Beberapa prosedur menganjurkan menggunakan obat hanya pada saat demam mencapai
suhu yang sangat tinggi ataupun memberikan efek samping yang berbahaya, seperti
kerusakan sel-sel saraf atau kejang. Jadi tidak selalu proses demam membutuhkan
pengobatan dengan obat-obatan, namun bisa juga dengan hanya melakukan kompres
terhadap pasien. Kompres dengan menggunakan air hangat jauh lebih efektif dalam
menurunkan panas dibandingkan dengan kompres menggunakan air dingin ataupun
alkohol. Anak-anak lebih rentan terhadap terjadinya demam, karena respon tubuh
terhadap terjadinya infeksi masih belum sempurna. Dengan adanya infeksi ringan saja,
respon tubuh anak akan menimbulkan demam yang cukup tinggi. Lain halnya dengan orang
yang sudah lanjut usia, respon tubuh terhadap terjadinya infeksi sudah menurun, oleh
sebab itu, kemungkinan untuk menderita sakit maupun kematian akibat penyakit infeksi
menjadi meningkat pada orang tua. Prinsip kerja obat penurun panas umumnya yaitu
dengan menghambat biosintesis atau pembentukan prostaglandin. Contoh obatnya adalah
Parasetamol, Aspirin, dll.