Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Oleh :
KELOMPOK A2
A. Latar Belakang
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari sistem pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien,
penyediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang bermutu
dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat termasuk pelayanan farmasi klinik.
Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang bertujuan untuk
mengidentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan masalah terkait Obat. Tuntutan pasien
dan masyarakat akan peningkatan mutu Pelayanan Kefarmasian, mengharuskan adanya
perluasan dari paradigma lama yang berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi
paradigma baru yang berorientasi pada pasien (patient oriented) dengan filosofi Pelayanan
Kefarmasian (pharmaceutical care).
Apoteker khususnya yang bekerja di Rumah Sakit dituntut untuk merealisasikan
perluasan paradigma Pelayanan Kefarmasian dari orientasi produk menjadi orientasi
pasien. Untuk itu kompetensi Apoteker perlu ditingkatkan secara terus menerus agar
perubahan paradigma tersebut dapat diimplementasikan. Apoteker harus dapat memenuhi
hak pasien agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan termasuk tuntutan hukum.
Dengan demikian, para Apoteker Indonesia dapat berkompetisi dan menjadi tuan rumah di
negara sendiri.
Perkembangan di atas dapat menjadi peluang sekaligus merupakan tantangan bagi
Apoteker untuk maju meningkatkan kompetensinya sehingga dapat memberikan
Pelayanan Kefarmasian secara komprehensif dan simultan baik yang bersifat manajerial
maupun farmasi klinik.
Strategi optimalisasi harus ditegakkan dengan cara memanfaatkan Sistem
Informasi Rumah Sakit secara maksimal pada fungsi manajemen kefarmasian, sehingga
diharapkan dengan model ini akan terjadi efisiensi tenaga dan waktu. Efisiensi yang
diperoleh kemudian dimanfaatkan untuk melaksanakan fungsi pelayanan farmasi klinik
secara intensif.
Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut dan perkembangan
konsep Pelayanan Kefarmasian, perlu ditetapkan suatu Standar Pelayanan Kefarmasian
dengan Peraturan Menteri Kesehatan, sekaligus meninjau kembali Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah
Sakit.
B. Ruang Lingkup
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu kegiatan
yang bersifat manajerial berupa pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai dan kegiatan pelayanan farmasi klinik. Kegiatan tersebut harus
didukung oleh sumber daya manusia, sarana, dan peralatan.
Apoteker bertanggung jawab terhadap pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit yang menjamin seluruh
rangkaian kegiatan perbekalan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta memastikan kualitas, manfaat, dan
keamanannya. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan, perencanaan kebutuhan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan penarikan,
pengendalian, dan administrasi yang diperlukan bagi kegiatan Pelayanan Kefarmasian.
Kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
meliputi:
1. Pemilihan
Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai ini berdasarkan:
a. formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi
b. standar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
telah ditetapkan
c. pola penyakit
d. efektifitas dan keamanan
e. pengobatan berbasis bukti
f. mutu
g. harga
h. ketersediaan di pasaran
2. Perencanaan Kebutuhan
Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode
pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai
dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat
jumlah, tepat waktu dan efisien.
Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan Obat dengan menggunakan
metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah
ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan
epidemiologi dan disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan:
a. anggaran yang tersedia;
b. penetapan prioritas;
c. sisa persediaan;
d. data pemakaian periode yang lalu;
e. waktu tunggu pemesanan; dan
f. rencana pengembangan.
3. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan
perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan, jumlah,
dan waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu.
Pengadaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari pemilihan,
penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dana, pemilihan
metode pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi kontrak, pemantauan
proses pengadaan, dan pembayaran.
4. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi,
jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak atau surat
pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Semua dokumen terkait penerimaan barang
harus tersimpan dengan baik.
5. Penyimpanan
Setelah barang diterima di Instalasi Farmasi perlu dilakukan penyimpanan sebelum
dilakukan pendistribusian. Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas dan keamanan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan
persyaratan kefarmasian. Persyaratan kefarmasian yang dimaksud meliputi persyaratan
stabilitas dan keamanan, sanitasi, cahaya, kelembaban, ventilasi, dan penggolongan
jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
6. Pendistribusian
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka
menyalurkan/menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai dari tempat penyimpanan sampai kepada unit pelayanan/pasien dengan tetap
menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan ketepatan waktu. Rumah Sakit harus
menentukan sistem distribusi yang dapat menjamin terlaksananya pengawasan dan
pengendalian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di unit
pelayanan.
7. Pemusnahan dan Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai
Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pemusnahan dilakukan untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai bila:
a. produk tidak memenuhi persyaratan mutu;
b. telah kadaluwarsa;
c. tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan kesehatan atau
kepentingan ilmu pengetahuan; dan
d. dicabut izin edarnya.
C. Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu departemen atau unit atau
bagian dari suatu Rumah Sakit di bawah pimpinan seorang Apoteker dan dibantu oleh
beberapa orang Apoteker yang memenuhi persyaratan perundang-undangan yang
berlaku dan kompeten secara professional, tempat, atau fasilitas penyelenggaraan yang
bertanggung jawabatas seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian.
Tujuan IFRS
Tujuan IFRS antara lain :
Memberi manfaat kepada penderita, rumah sakit, sejawat profesi kesehatan dan
kepada profesi farmasi oleh Apoteker rumah sakit yang kompeten dan
memenuhi syarat.
Membantu dalam penyediaan perbekalan yang memadai dan memenuhi syarat.
Meningkatkan penelitian dalam praktik farmasi rumahsakit dan dalam ilmu
farmastik umumnya.
Membantu dalam pengembangan dan kemajuan profesi kefarmasian.
Menyebarkan pengetahuan farmasi dengan mengadakan pertukaran informasi
antara para apoteker rumah sakit, anggota profesi dan spesialis yang serumpun.
Struktur Organisasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Menurut PerMenKes Nomor 58 Tahun 2014 tentang standar pelayanan
farmasi klinik di Rumah Sakit, Pengorganisasian Instalasi Farmasi Rumah Sakit
harus mencakup penyelenggaraan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai, pelayanan farmasi klinik dan manajemen mutu, dan
bersifat dinamis dapat direvisi sesuai kebutuhan dengan tetap menjaga mutu.
Tugas Dan Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Menurut PerMenKes Nomor 58 Tahun 2014 tentang standar pelayanan
kefarmasian di Rumah Sakit, Tugas Instalasi Farmasi Rumah Sakit yaitu:
1. Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan
Pelayanan Farmasi Klinis yang optimal dan profesional serta sesuai prosedur dan
etik profesi.
2. Melaksanakan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai yang efektif, aman, bermutu dan efisien
3. Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai guna memaksimalkan efek terapi dan
keamanan serta meminimalkan risiko
4. Melaksanakan Komunikasi, Edukasi dan Informasi (KIE) serta memberikan
rekomendasi kepada dokter, perawat dan pasien
5. Berperan aktif dalam Tim Farmasi dan Terapi.
6. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan Pelayanan
farmasi klinis.
7. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan
formularium Rumah Sakit.
Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit, meliputi:
1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai
a. Memilih Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
sesuai kebutuhan pelayanan Rumah Sakit.
b. Merencanakan kebutuhan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai secara efektif, efisien dan optimal
c. Mengadakan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku.
d. Memproduksi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit.
e. Menerima Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang berlaku.
f. Menyimpan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai
dengan spesifikasi dan persyaratan kefarmasian.
g. Mendistribusikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai ke
unit-unit pelayanan di Rumah Sakit.
h. Melaksanakan pelayanan farmasi satu pintu.
i. Melaksanakan pelayanan Obat unit dose/dosis sehari.
j. Melaksanakan komputerisasi pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai (apabila sudah memungkinkan).
k. Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang terkait dengan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
l. Melakukan pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai yang sudah tidak dapat digunakan.
m. Mengendalikan persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai
n. Melakukan administrasi pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai.
2. Pelayanan farmasi klinik.
a. Mengkaji dan melaksanakan pelayanan Resep atau permintaan Obat.
b. Melaksanakan penelusuran riwayat penggunaan Obat.
c. Melaksanakan rekonsiliasi Obat.
d. Memberikan informasi dan edukasi penggunaan Obat baik berdasarkan Resep
maupun Obat non Resep kepada pasien/keluarga pasien.
e. Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang terkait dengan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
f. Melaksanakan visite mandiri maupun bersama tenaga kesehatan lain.
g. Memberikan konseling pada pasien dan/atau keluarganya.
h. Melaksanakan Pemantauan Terapi Obat (PTO).
Pemantauan efek terapi Obat.
Pemantauan efek samping Obat.
Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD).
i. Melaksanakan Evaluasi Penggunaan Obat (EPO).
j. Melaksanakan dispensing sediaan steril
Melakukan pencampuran Obat suntik.
Menyiapkan nutrisi parenteral.
Melaksanakan penanganan sediaan sitotoksik.
Melaksanakan pengemasan ulang sediaan steril yang tidak stabil.
k. Melaksanakan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada tenaga kesehatan lain,
pasien/keluarga, masyarakat dan institusi di luar Rumah Sakit.
l. Melaksanakan Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS).
D. Pedoman Pengelolaan Sediaan Farmasi Berdasarkan Praktik Apoteker
Indonesia
a. Pemilihan
Apoteker membuat prosedur tertulis untuk pemilihan sediaan farmasi dan alat
kesehatan yang sesuai dengan jenis, jumlah dan waktu yang tepat.
Pemilihan hendaknya didasarkan pada rasio manfaat risiko, rasio manfaat biaya
dan kriteria yang ditetapkan.
b. Pengadaan
Apoteker menjamin sediaan Farmasi dan alat kesehatan memenuhi standar yang
ditetapkan.
Apoteker menjamin pemasok yang memenuhi persyaratan CDOB (Cara
Distribusi Obat yang Baik).
Pelaksanaan pengadaan harus terdokumentasi dengan baik.
Kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh suplier hendaknya didokumentasikan
dan ditinjau secara periodik untuk mencegah terjadinya kesalahan ulang.
Proses pengadaan meliputi : perencanaan, pelaksanaan dan penerimaan
Apoteker melakukan perencanaan sediaan farmasi dan alat kesehatan dengan
menggunakan metode yang sesuai.
c. Penerimaan
Apoteker menjamin bahwa penerimaan sediaan farmasi dan alkes sesuai dengan
jenis, spesifikasi, jumlah, nomor batch, tanggal daluwarsa, waktu penyerahan dan
harga yang tertera dalam kontrak/pesanan.
Apoteker menjamin bahwa penerimaan sedian farmasi dan alkes dilakukan oleh
tenaga farmasi yang diberi kewenangan untuk itu.
Apoteker melakukan verifikasi dengan menggunakan daftar tilik (checklist) yang
sudah disiapkan untuk masing-masing jenis produk.
d. Penyimpanan
Penyimpanan harus dapat menjamin stabilitas, keamanan dan mutu sediaan
farmasi dan alat kesehatan.
Apoteker perlu melakukan pengawasan mutu terhadap sediaan farmasi dan alat
kesehatan yang diterima dan disimpan.
Penyimpanan obat keras harus dilakukan di luar jangkauan pasien.
Obat yang perlu penanganan khusus seperti narkotika, psikotropika, obat yang
memerlukan suhu tertentu, obat yang mudah terbakar, sitostatik dan reagensia
disimpan pada tempat yang khusus.
Obat yang expired atau rusak disimpan terpisah dengan obat lainnya
Obat dengan kemasan, nama dan penyebutan yang mirip (look alike, sound
alike, LASA) harus diberi penandaan khusus.
e. Pendistribusian
Pendistribusian dilakukan dengan menyalurkan sediaan farmasi dan alat
kesehatan dari tempat penyimpanan sampai kepada fasilitas pelayanan.
Pendistribusian dilakukan dengan sistem distribusi yang menjamin kesinambungan
penyaluran, mempertahankan mutu, meminimalkan kehilangan, kerusakan dan
kadaluarsa.
Pendistribusian sediaan farmasi dan alat kesehatan harus dilakukan pencatatan yang
baik.
f. Penghapusan dan Pemusnahan
Sediaan Farmasi yang sudah tidak memenuhi syarat harus dimusnahkan sesuai
dengan peraturan yang berlaku.
Penghapusan sediaan farmasi dan alat kesehatan dari pembukuan sesuai dengan
peraturan yang berlaku.
Pemusnahan obat harus menghindari terjadinya pencemaran lingkungan dan
mencegah penyalahgunaan.
Sediaan Farmasi yang akan dimusnahkan supaya disimpan terpisah dan dibuat daftar
yang mencakup jumlah dan identitas produk.
Penghapusan dan pemusnahan obat harus didokumentasikan sesuai dengan ketentuan
dan peraturan perundangan yang berlaku.
g. Penarikan kembali sediaan farmasi
Penarikan kembali (recall) dilakukan segera setelah diterima permintaan/instruksi
untuk penarikan kembali.
Untuk penarikan kembali sediaan farmasi yang mengandung risiko besar terhadap
kesehatan, hendaklah dilakukan penarikan sampai tingkat konsumen.
Pelaksanaan penarikan kembali agar didukung oleh sistem dokumentasi yang
memadai.
h. CSSD (Central Steril Supply Department)
Apoteker memilih dan menetapkan metoda sterilisasi, metoda pengemasan,
penyimpanan dan pendistribusian untuk bahan dan alat kesehatan.
Melakukan perencanaan kegiatan sterilisasi sentral dan kebutuhan bahan-bahan dan
uji sterilisasi.
Mejamin bahan atau alat kesehatan yang disterilkan memenuhi standar.
i. Produksi Skala Terbatas
Proses peracikan dilakukan di area yang khusus untuk peracikan.
Memastikan ruang/tempat kerja sesuai dengan standar yang ditetapkan.
Penyiapan semua produk dengan menggunakan peralatan yang sesuai.
Menggunakan bahan yang memenuhi syarat farmakope dan yang disimpan dalam
kondisi yang direkomendasikan.
j. Pengemasan Kembali (Re-Packing)
Kegiatan pengemasan kembali harus dapat menjamin bahwa kualitas, stabilitas dan
khasiat obat tidak mengalami perubahan.
Pengemasan kembali harus dilakukan dengan menggunakan bahan yang tidak
membahayakan kesehatan manusia dan tetap menjamin mutu produk.
Pengemasan kembali harus memenuhi persyaratan CPOB
k. Sumber Daya Manusia
Apoteker memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker, Sertifikat Kompetensi yang
masih berlaku dan Surat Izin Praktik Apoteker atau Surat Ijin Kerja Apoteker.
Memenuhi persyaratan kesehatan fisik dan mental untuk menjalankan pekerjaan
kefarmasian.
Apoteker harus senantiasa memelihara dan meningkatkan kompetensi yang
dimilikinya melalui Program Pengembangan Apoteker Berkelanjutan/PPAB
(Continuing Professional Development/CPD).
Harus memahami dan melaksanakan serta patuh terhadap peraturan perundang
undangan, sumpah apoteker dan standar profesi yang berlaku.
Apoteker dalam menjalankan praktik kefarmasian dapat dibantu oleh tenaga teknis
kefarmasian yang memiliki kemampuan, keterampilan dan teregristrasi.
ANALISA KASUS
KASUS 4
RSUD. D adalah salah satu rumah sakit yang berkembang. Dalam rangka terus
meningkatkan pendapatan RS maka dilakukan analisa terhadap kondisi Instalasi Farmasi.
Hal ini karena pelayanan farmasi merupakan pelayanan penunjang dan sekaligus merupakan
revenue center utama. Mengingat besarnya kontribusi instalasi farmasi dalam kelancaran
pelayanan dan juga merupakan instalasi yang memberikan pemasukan terbesar di RS.
RSUD. D ini adalah rumah sakit pemerintah dan sangat diharapkan dapat
memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat apalagi dalam era BPJS, jumlah
pasien baik rawat inap maupu rawat jalan meningkat signifikan.
Setelah dilakukan pengamatan dan penelitian secara bertahap ternyta didapatkan hasil
bahwa pada tahap seleksi, kesesuaian antara kesesuaian item obat dengan tersedia didalam
DOEN sebesar 67%. Pada tahap distribusi ternyata TOR sebesar 6,7x, ketepatan jumlah obat
dengan kartu stok sebesar 81%, sistem penaataan 68% FIFO dan 32% menggunakan FEFO.
Persentase dan nilai obat yang kaduluarsa dan atau rusak sebesar 11,80%. Persentase stok
mati sebesar 4,12% dan tingkat ketersediaannya obat 75%. Sementara itu masih ada juga
dokter yang membuat resep diluar standarisasi yang telah ditetapkan oleh Komite Farmasi
dan Terapi (KFT). Hal ini menjadi salah satu penyebab terjadinya pembelian obat ke apotek
luar ataupun tidak terlayaninya resep terutama untuk pasien tunai karena ketidaktersediaan
obat.
Pertanyaan:
1. Jelaskan permasalahan dari kasus di atas!
2. Berikan solusi yang tepat berdasarkan standar yang ada!
3. Berikan gambaran seharusnya yang harus dilakukan oleh Apoteker tersebut agar solusi
yang disarankan tersebut bisa berjalan sesuai dengan yang distandartkan.
PENYELESAIAN KASUS
Ikatan apoteker Indonesia. 2013. Pedoman Praktik Apoteker Indonesia. Pengurus pusat
ikatan apoteker indonesia. Jakarta.
WHO, 1993.,How to Investigate Drug Use in Health Facillities, Selected Drug UseIndikator,
Action Program on Essential Drug, WHO, Geneve