Вы находитесь на странице: 1из 28

REFERAT

MANAJEMEN PERAWATAN
NIFAS

Pembimbing :
Dr. Nandi Nurhandi, Sp. OG

Disusun Oleh :
Edoardo Mahendra A
1102009094

Kepaniteraan Klinik Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas YARSI


SMF Obgyn RSUD Kabupaten Bekasi

1
Kata Pengantar

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
limpahan kenikmatan kesehatan baik jasmani maupun rohani sehingga pada kesempatan ini
penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas referat yang berjudul Manajemen Perawatan
Nifas. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang dapat membangun dari berbagai pihak
agar dikesempatan yang akan datang penulis dapat membuatnya lebih baik lagi.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar besarnya kepada dr.
Nandi Nurhandi, Sp. OG serta berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan penulisan refrat ini.

Semoga refrat ini dapat bermanfaat untuk kita semua.

Cibitung, 19 September 2013

Edoardo Mahendra A

2
DAFTAR ISI

Judul Halaman

Kata Pengantar ................................................................................................................ 2

Daftar isi ........................................................................................................................... 3

BAB I Pendahuluan

1.1 LatarBelakang .............................................................................................................. 4

BAB II Pembahasan

A. Definisi .......................................................................................................................... 5

B. Fisiologi Nifas ............................................................................................................... 5

C. Patologi Nifas .............................................................................................................. 13

D. Perawatan Masa Nifas ................................................................................................. 17

DaftarPustaka ................................................................................................................ 27

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa nifas didefinisikan sebagai periode selama dan tepat setelah kelahiran.
Namun secara populer, diketahui istilah tersebut mencakup 6 minggu berikutnya saat
terjadi involusi kehamilan normal (Hughes, 1972). Adaptasi ibu terhadap kehamilan
belum menghilang seluruhnya pada minggu ke 6 pospartum.

Pada masa nifas banyak terjadi perubahan perubahan yang dialami ibu pasca
melahirkan. Perubahan ini ada yang bersifat fisiologis (normal terjadi pada
umumnya), dan ada yang bersifat patologis (biasanya tidak terjadi pada umumnya).
Selain itu penulis juga menuliskan tata cara perawatan ibu pada masa nifas, baik
perawatan saat berada di Rumah sakit sampai perawatan di Rumah atau setelah
pulang dari Rumah sakit.
.
Mengingat banyaknya timbul komplikasi pada masa nifas maka penulis
merasa perlu untuk membahas manajemen perawatan nifas yang akan dibahas pada
bab selanjutnya.

4
BAB II. PEMBAHASAN

A. Definisi
Masa nifas didefinisikan sebagai periode selama dan tepat setelah kelahiran.
Namun secara populer, diketahui istilah tersebut mencakup 6 minggu berikutnya saat
terjadi involusi kehamilan normal (Hughes, 1972). Adaptasi ibu terhadap kehamilan
belum menghilang seluruhnya pada minggu ke 6 pospartum. 1
Masa nifas (Peurperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan
selesai sampai alat alat kandungan kembali seperti pra hamil. Lama masa nifas ini
yaitu 6 8 minggu. (Mochtar, 1998). 5
Peurperium adalah suatu masa dari akhir kala ke 3 hingga alat alat
kandungan kembali seperti pra hamil. Peurperium dimulai ketika plasenta keluar dan
berakhir pada minggu ke 6. 4
Masa nifas (peurperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan
selesai sampai alat alat kandungan kembali seperti pra hamil. Lama masa nifas ini
yaitu 6 8 minggu. Nifas dibagi menjadi 3 periode : 2
1. Peurperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri
dan berjalan. Dalam agama islam, dianggap telah bersih dan boleh bekerja
setelah 40 hari
2. Peurperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat alat genitalia
yang lamanya 6 8 minggu
3. Remote peurperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai
komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu minggu,
bulanan atau tahunan. 2
B. Fisiologi nifas
Aspek klinis dan fisiologi pada masa nifas
1. Perubahan pada uterus
a. Perubahan pada pembuluh darah uterus, kehamilan yang sukses
membutuhkan peningkatan aliran darah uterus yang cukup besar.
Untuk menyuplai, arteri dan vena didalam uterus terutama di plasenta
menjadi luar biasa membesar, begitu juga pembuluh darah dari dan ke
uterus. Di dalam uterus, pembentukan pembuluh pembuluh darah
baru juga menyebabkan peningkatan aliran darah yang bermakna.

5
Setelah persalinan ukuran pembuluhan darah ekstrauteri berkurang
mencapai atau paling tidak mendekati keadaan sebelum hamil
Di dalam masa nifas, pembuluh darah mengalami masa obliterasi
akibat perubahan hialin, dan pembuluh - pembuluh yang lebih kecil
menggantiaknnya. Resorpsi residu hialin dilakukan melalui suatu
proses yang menyerupai proses pada ovarium setelah ovulasi dan
pembentukan korpus luteum. Namun, sisa sisa dalam jumlah kecil
dapat bertahan selama bertahun tahun.

b. Perubahan pada serviks dan segmen bawah uterus, tepi luar serviks,
yang berhubungan dengan os eksternum, biasanya mengalami laserasi
terutama di bagian lateral. Ostium seviks berkontraksi perlahan, dan
beberapa hari setelah bersalin ostium serviks hanya dapat ditembus
oleh dua jari. Pada akhir minggu pertama, ostium tersebut telah
menyempit. Karena ostium menyempit, serviks menebal dan kanal
kembali terbentuk. Meskipun involusi telah selesai, os eksternum
tidak dapat sepenuhnya kembali ke bentuk sebelum hamil. Os ini
tetap agak melebar, dan depresi bilateral pada lokasi laserasi menetap
sebagian perubahan yang permanen dan menjadi ciri khas serviks

6
para. Harus diingat juga bahwa epitel serviks mengalami
pembentukan kembali dalam jumlah yang cukup banyak sebagai
akibat perlahiran bayi.
Segmen bawah uterus yang mengalami penipisan cukup bermakna
akan berkontraksi dan tertarik kembali, tapi tidak sekuat pada kurpus
uteri. Dalam waktu beberapa minggu, segmen bawah telah mengalami
perubahan dari sebuah struktur yang tampak jelas dan cukup besar
untuk menapung hampir seluruh kepala janin, menjadi isthmus uteri
yang hampir tak terlihat dan terletak diantara korpus uteri diatasnya
dan os internum serviks dibawahnya.
c. Involusi korpus uteri, segera setelah pengeluaran plasenta, fundus
korpus uteri yang berkontraksi terletak kira kira sedikit dibawah
umbilikus. Korpus uteri kini sebagian besar terdiri atas miometrium
yang dibungkus lapisan serosa dan dilapisi desidual basalis. Dinding
anterior dan posteriornya saling menempel erat (berevaporasi),
masing masing tebalnya 4 sampai 5 cm. Karena pembuluh darah
tertekan oleh miometrium yang berkontraksi, uterus pada saat nifas
pada potongan tampak iskemik bila dibandingkan dengan uterus
hamil yang hiperemis dan berwarna ungu kemerahan. Setelah 2 hari
pertama, uterus mulai menuyusut, sehingga dalam 2 minggu organ ini
telah turun ke rongga panggul sejati. Organ ini mencapai ukuran
seperti semula sebelum hamil dalam waktu sekitar 4 minggu. Uterus
segera setelah melahirkan mempunyai berat sekitar 1000 gr. Akibat
involusi, 1 minggu kemudian beratnya menjadi sekitar 500 gr, pada
akhir minggu ke dua turun menjadi sekitar 300 gr, dan segera setelah
itu menjadi 100 gr atau kurang. Jumlah sel otot tidak berkurang
banyak, namun sel selnya sendiri jelas sekali berkurang ukurannya.
Involusi rangka jariangan ikat terjadi sama cepatnyanya. Pelepasan
plasenta dan membran membran terutama terjadi di stratum
spongiosum, desidua basalis tetap berada di uterus. Desidua yang
tersisa mempunyai variasi ketebalan yang menyolok, bentuk bergerigi
tak beraturan, dan terinfiltrasi oleh darah, khususnya di tempat
melekatnya plasenta

7
d. Nyeri pasca melahirkan, pada primipara, uterus nifas cenderung tetap
berkontraksi secara tonis. Uterus sering berkontraksi hebat dalam
interval interval tertentu, terutama pada multipara, sehingga
menyebabkan nyeri pascamelahirkan
e. Lokhia, pada awal masa nifas peluruhan jaringan dalam jumlah
bervariasi menyebabkan keluarnya discharge vagina dalam jumlah
bervariasi, keadaan tersebut dinamakan lokhia. Secara mikroskopi
lokhia terdiri atas eritrosit, serpihan disidual, sel sel epitel dan
bakteri.

- Lokhia rubra (cruenta) :


Berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua,
verniks kaseosa, lanugo, dan mekonium, selama 2 hari pasca
persalinan.
- Lokhia sanguinolenta :
Berwarna merah kuning, berasa darah dan lendir, hari ke3-7 pasca
persalinan.
- Lokhia serosa :
Berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 7-14
pascapersalinan.
- Lokhia alba :
Campuran leukosit dan penurunan kandungan cairan, lokia
berwarna putih atau putih kekuningan. Terjadi setelah 2 minggu.
- Lokhia Purulenta
Terjadi infeksi keluar cairan seperti nanah berbau busuk
- Lochiostatis
Lokhia tidak lancar keluar
f. Regenerasi endometrium, Dalam dua atau tiga hari setelah persalinan,
desidua yang tersisa berdiferensiasi menjadi dua lapisan. Lapisan
superfisial menjadi nekrotik dan menjadi nekrotik dan meluruh masuk
kedalam lokia. Lapisan basal yang berdekatan dengan dengan
miometrium tetap utuh dan merupakan sumber endometrium baru.
Endometrium tumbuh dari proliferasi sisa kelenjar endometrium dan
stroma jaringan ikat interglandular.

8
Regenerasi endometrium berlangsung cepat, kecuali pada tempat
perlekatan plasenta. Dalam waktu seminggu, permukaannya itutupi
oleh epitelium, dan Sharman menemukan endometrium yang kembali
sempurna pada semua spesimen biopsi yang diambil pada hari ke-6
di bangsal
g. Involusi tempat melekatnya plasenta, menurut Williams (1931),
ekstrusi lengkap tempat melekatnya plasenta perlu waktu sampai 6
minggu. Proses ini mempunyai kepentingan klinis yang menjadi besar
karena bila proses ini terganggu dapat terjadi perdarahan nifas. Segera
setelah perlahiran, tempat melekatnya plasenta kira kira berukuran
sebesar telapak tangan, tetapi dengan cepat ukurannya mengecil. Pada
akhir minggu kedua, diameter hanya 3 sampai 4 cm. Dalam waktu
beberapa jam setelah pelahiran, tempat melekatnya plasenta biasanya
terdiri atas banyak pembuluh darah yang mengalami trombosis yang
selanjutnya mengalami organisasi trombus secara khusus.
2. Perubahan pada traktus urinarius, kehamilan normal biasanya disertai
peningkatan cairan ekstraseluler yang cukup bermakna, dan diuresis masa
nifas merupakan pembalikan fisiologis dari proses ini. Diuresis biasanya
terjadi anatara hari ke dua dan ke lima bahkan bila wanita tersebut tidak
mendapat infus cairan intravena yang berlebihan selama persalinan dan
perlahiran. Rangsangan untuk meretensi cairan akibat hiperestrogenisme
terinduksi kehamilan dan peningkatan tekanan vena pada setengah bagian
bawah tubuh akan berkurang setelah perlahiran, dan hipervolemi residual
akan menghilang. Pada preeklamsi, baik retensi cairan antepartum
maupun diuresis postpartum dapat sangat meningkat.
Kandung kemih pada saat masa nifas mempunyai kapasistas yang
bertambah besar dan relatif tidak sensitif terhadap tekanan cairan
intravesika. Overdistensi, pengosongan yang tidak sempurna dan urin
residual yang belebihan sering dijumpai. Pengaruh anastesi terutama
anestesia regional yang melumpuhkan, dan gangguan temporer fungsi
saraf kandung kemih, tidak diragukan perannya. Urin residual dan
bakteriuria pada kandung kemih yang mengalami cedera, ditambah
dilatasi pelvis renalis dan ureter, membentuk kondisi yang optimal untuk
terjadinya infeksi saluran kemih. Ureter dan pelvis renalis yang

9
mengalami dilatasi akan kembali ke keadaan sebelum hamil mulai dari
minggu ke 2 sampai 8 setelah melahirkan
3. Relaksasi muara vagina dan prolapsus uteri, pada awal nifas vagina dan
muara vagina membentuk suatu lorong luar berdinding licin yang
berangsur angsur mengecil ukurannya tepi jarang kembali ke bentuk
nulipara. Rugae mulai tampak pada minggu ke 3. Himen muncul
kembali sebagai kepingan kepingan kecil jaringan, yang setelah
mengalami sikatrisasi akan berubah menjadi caruncula miriformis.
Laserasi luas perineum saat melahirkan akan diikuti relaksasi introitus.
Bahkan bila tak tampak laserasi eksterna, peregangan berlebih akan
menyebabkan relaksasi nyata. Lebih lanjut, perubahan pada jaringan
penyangga panggul selama persalinan merupakan predisposisi prolaps
uteri dan inkontinensia uri stres. Pada umumnya, oprasi korektif ditunda
hingga seluruh proses persalinan selsai, kecuali tentu saja terdapat
kecacatan serius, terutama inkontinensia uri akibat stres, yang
menimbulkan gejala gejala yang membutuhkan intervensi
4. Peritonium dan dinding abdomen, ligamentum latum dan rotundum jauh
lebih kendur dibandingkan kondisi saat tidak hamil, dan ligamen
ligamen ini memerlukan waktu yang cukup lama untuk pulih dari
peregangan dan pengenduran yang berlangsung selama kehamilan.
Sebagai akibat putusnya serat serat elastis kulit dan distensi
berkepanjangan yang disebabkan uterus hamil, dinding abdomen masih
lunak dan kendur untuk sementara waktu. Kembalinya struktur ini ke
keadaan normal akan memerlukan waktu beberapa minggu tetapi
pemulihan dapat dibantu dengan olahraga. Selain timbulnya striae. Namun
jika otot ototnya tetap atonik, dinding abdomen akan tetap kendur.
Mungkin terdapat pemisahan atau diastasis muskulus rektus yang jelas.
Pada keadaan ini, dinding abdomen di sekitar garis tengah hanya dibentuk
oleh peritoneum, fasia tipis, lemak subkutan, dan kulit.
5. Perubahan cairan dan darah, leukositosis dan trombositosis yang cukup
nyata terjadi selama dan setelah persalinan. Hitung leukosit terkada bisa
mencapai 30.000/l, dengan predominasi peningkatan granulosit. Juga
terdapat limfopenia relatif dan eosinopia absolut. Konsentrasi hemoglobin
dan hematokirt berfluktuasi sedang. Bilang angkanya menurun jauh

10
dibawah nilai sebelum persalinan berarti telah kehilangan darah dalam
jumlah yang cukup banyak. Satu minggu pasca persalinan, volume darah
telah hampir kembali ke nilai ketika tidak hamil
Perubahan pada faktor faktor pembekuan darah yang di induksi oleh
kehamilan menetap untuk waktu yang bervariasi selama masa nifas.
Peningkatan fibrinogen plasma yang juga mengakibatkan peningkatan laju
endap darah menetap setidaknya selama minggu pertama, dan sebagai
konsekuensinya, peningkatan laju endap darah yang biasa ditemukan
selama kehamilan akan tetap tinggi pada masa nifas.
6. Penurunan berat badan, sebagai tambahan penurunan berat badan sekitar 5
6 kg akibat evakuasi uterus dan kehilangan darah yang normal, biasanya
terdapat penurunan lebih lanjut sampai 2 3 kg melalui diuresis.
7. Kelenjar mamae, analgen kelenjar mame terdapat pada krista ektodermal
yang membentuk permukaan ventral embrio dan memjang ke lateral dari
tungkai depan sampai tungkai belakang. Pasangan pasangan tunas
tersebut biasanya hilang dari embrio kecuali satu pasang di daerah
pektoral yang akhirnya tumbuh menjadi kedua kelenjar mamae. Tetapi
terkadang tunas di tempat lain tersebut tidak hilang seluruhnya, melainkan
ikut dalam pola pertumbuhan yang khas kedua kelenjar mamae.
Pada pertengahan masa kehamilan, masing masing tunas kelenjar mame
pada janin yang membentuk payudara mulai tumbuh dan memisah. Hal ini
menghasilakan pembentukan 15 25 tunas sekunder yang menjadi dasar
bagi sistem duktus pada payudara dewasa. Masing masing tunas
sekunder memanjangan menjadi sebuah korda, bercabang, dan
berdiferensiasi menjadi dua lapisan konsentrik yang terdiri atas sel sel
kuboid dan sebuah lumen sentral. Lapisan sel bagian dalam akhirnya
membentuk epitel sekretorik, yang akan memproduksi ASI. Lapisan sel
luar menjadi mioepitel, yang memfasilitas mekanisme pengeluaran ASI
Thelarche, adalah saat mulai membesarnya ukuran payudara dengan
cepat, yang dimulai sekitar masa pubertas ketika produksi estrogen
dengan menumbuhkan dan mengembangkan duktus duktus mamae dan
deposit lemak. Melalui ovulasi, progesteron akan merangsang
berkembangnya alveoli untuk laktasi. Tiap alveoli dilengkapi sebuah
duktus kecil yang menyatu dengan duktus lain untuk membetuk satu

11
duktus yang lebih besar untuk setiap lobusnya. Duktus duktus laktiferus
ini masing masing bermuara ke puting susu, dan dapat dikenali sebagai
lubang kecil. Epitel sekretorik alveolus mensintesa berbagai konstituen
ASI.
- Laktasi, kolostrum adalah cairan berwarna kuning tua seperti jeruk
nipis yang disekresi oleh payudara pada awal masa nifas. Cairan ini
biasanya keluar dari puting susu pada hari kedua postpartum. Ada
dua refleks yang sangat penting dalam proses laktasi, yaitu refleks
prolaktin dan refleks oksitosin. Kedua reflek ini bersumber dari
perangsangan puting susu akibat isapan bayi :

o Refleks Prolaktin
Didalam papilla mammae banyak terdapat ujung saraf peraba.
Bila ini dirangsang, maka akan timbul rangsangan menuju
hipotalamus selanjutnya ke hipofisis anterior, sehingga kelenjar ini
memgeluarkan prolaktin. Hormon prolaktin memegang peranan
utama dalam produksi ASI pada alveolus. Dengan demikian
semakin sering rangsangan penyusuan maka akan semakin banyak
pula produksi ASI.
o Refleks Oksitosin
Rangsangan yang berasal dari papilla mammae diteruskan sampai
ke hipofisis posterior akibatnya terjadi pengeluaran oksitosin.
Hormon ini berfungsi memacu konttraksi otot polos yang ada di
dinding alveolus dan dinding saluran, sehingga ASI dipompa
keluar.
- Kolostrum, dibandingkan dengan ASI matur, kolostrum
mengandung lebih banyak mineral dan protein yang sebagian besar
terdiri atas globulin, tetapi lebih sedikit gula dan lemak. Meski
demikian kolostrum mengandung globulin lemak besar di dalam
apa yang disebut sebagai korpuskel kolostrum. Sekresi kolostrum
berlangsung sekitar 5 hari, dan mengalami perubahan bertahap
menjadi ASI matur 4 minggu setelahnya. Antibodi terdapat pada
kolostrum , dan kandungan immonoglobulin A dapat memberikan
perlindungan kepada neonatus untuk melawan patogen enterik.

12
Faktor faktor kekebalan hospes lainnya serta jumlah
immunoglobulin dapat ditemukan dalam kolostrum ASI manusia.
faktor faktor ini meliputi komplemen, makrofag, limfosit
laktoferin, laktoperoksidase, dan lisozim.
- ASI, adalah suspensi lemak dan protein dalam suatu larutan
karbohidrat mineral. Seorang ibu yang menyusui dapat dengan
mudah memproduksi 600ml ASI per hari. ASI isotonik dengan
plasma, dan laktosa membentuk setengah tekanan osmotiknya.
Protein protein utama juga terdapat dalam ASI, termasuk
laktalbumin, laktoglubulin, dan kasein. Asam amino berasal dari
darah atau disintesa di dalam kelenjar mamae. Sebagian besar
protein didalam ASI adalah protein unik yang tidak ditemukan
dimanapun.
Terjadi beberapa perubahan besar dalam komposisi ASI pada 30
40 jam postpartum, termasuk peningkatan mendadak konsentrasi
laktosa. Sintesis laktosa dari glukosa di sel sel sekretorik alveoli
dikatalis oleh laktose sintesa. Sejumlah laktosa.
Stimulasi vitamin kecuali vitamin K terkandung dalam ASI
manusia, tetapi dalam jumlah bervariasi, dan pemberian makanan
tambahan pada ibu akan meningkatkan sekresinya. ASI manusia
mengandung besi dalam konsentrasi rendah dan cadangan kadar
besi dalam ASI. Oleh karena itu, pemberian susu formula dengan
suplemen besi sangat dianjurkan.

13
C. Patologi Nifas

Pada masa nifas dapat terjadi berbagai keadaan patologi pada ibu seperti infeksi dan
gangguan pada organ-organ reproduksi ibu, yaitu :
1. Sub-involusi uterus
Istilah ini menggambarkan suatu keadaan menetapnya atau terjadinya retardasi
involusi, proses yang normalnya menyebabkan uterus nifas kembali ke bentuk
semula. Proses ini disertai pemanjangan masa pengeluaran lokhia dan perdarahan
uterus yang berlebihan atau iregular dan terkadang juga disertai perdarahan hebat.
Pada pemeriksaan bimanual, uterus teraba lebih besar dan lebih lunak dibanding
normal untuk periode nifas tertentu. Penyebab sub involusi yang telah diketahui
antara lain retensi pemotongan plasenta dan infeksi panggul.
Gangguan pada proses involusi uterus. Nomalnya uterus terus mengecil oleh
kontrasi rahim dari 1000 gram setelah bersalin menjadi 40-60 gram pada 6
minggu kemudian.
Pengobatan dapat diberikan ergonovine atau methylergonnovine (Methergine)
0,2 mg setiap 3-4 jam selama 24-48 jam, namun cara kerja nya masih
dipertanyakan Bila ada sisa plasenta makan dilakukan kuretase.

14
2. Perdarahan postpartum awitan lambat
Pendarahan yang terjadi dalam 24 jam sampai 12 minggu setelah melahirkan.
Faktor penyebab terjadinya perdarahan, yaitu :
- Sub-involusi
- Retensi Plasenta
- Mioma uteri
- Endometritis peurperalis
- Perdarahan luka
Apabila terdapat retensi plasenta maka penangannya bisa di kuretase.
Perdarahan uterus yang serius kadang terjadi 1 sampai 2 minggu pada masa
nifas. Perdarahan paling sering terjadi disebabkan involusi abnormal tempat
melekatnya plasenta, namun dapat pula disebabkan oleh retensi sebagian
plasenta. Biasa bagian plasenta yang tertinggal mengalami nekrosis tanpa
deposit fibrin, dan pada akhirnya membentuk Polyp Placenta. Apabila
serpihan polip terlepas dari miometrium, perdarahan hebat dapat terjadi.

3. Kelainan Pada Payudara

Puting yang terbenam


Puting yang terbenam setelah melahirkan dapat dicoba ditarik dengan
menggunakan nipple puller beberapa saat sebelum bayi disusui.
Puting lecet
Puting lecet biasanya terjadi karena perlekatan ibu-bayi sewaktu menyusui
tidak benar. Sering kali juga dapat disebabkan oleh infeksi candida. Pada keadaan
puting susu yang lecet, maka dapat dilakukan cara seperti dibawah ini :
- Periksa apakah perlekatan ibu-bayi salah
- Periksa apakah terdapa infeksi oleh Candida berupa kulit merah,
berkilat dan terasa sakit
- Ibu terus memberikan ASI apabila luka tidak begitu sakit. Kalau
sangat sakit, ASI dapat diperah
- Olesi puting susu dengan ASI dan dibiarkan kering
- Jangan mencuci daerah aerola dan puting dengan sabun
Mastitis

15
Mastitis merupakan infeksi parenkimal kelenjar mamae komplikasi
antepartum yang jarang namun terkadang ditemui pada masa nifas dan
menyusui. Gejala mastitis supuratif jarang muncul sebelum akhir minggu
pertama postpartum dan seperti lazimnya belum muncul sebelum minggu ke 3
atau ke empat. Gejala klinis mastitis biasanya infeksi unilateral dan terdapat
bengkak pada payudara. Gejala ini biasanya disertai dengan demam dan
takikardi. Payudara menjadi kerasa dan kemerahan serta nyeri.
Mastitis yang tidak segera diobati akan menyebabkan abses payudara
yang bisa pecah ke permukaan kulit dan menimbulkan borok yang besar.
Penanganan pada mastitis :
- Penyusuan bayi dihentikan pada payudara yang terkena mastitis
- Antibiotik jenis penisilin dengan dosis tinggi, sambil menunggu
hasil pembiakan dan uji kepekaan air susu,
- Berikan kompres air hangat pada payudaraa
Galatokel
Walaupun jarang terjadi ASI dapat berkumulasi di satu atau lebih lobus
mamae akibat penyumbatan duktus oleh sekret yang mengental. Jumlahnya
biasanya terbatas, namun sekret berlebih dapat terjadi akibat masa berfluktuasi
yang mungkin menimbulkan gejala gejala penekanan. Galaktokel dapat
sembuh spontan ataupun dengan aspirasi.

Gangguan Sekresi
Terdapat variasi individual yang cukup mencolok dalam umlah ASI
yang disekresikan, yang tidak tergantung pada kesehatan ibu secara umum dan
perkembangan kelenjar payudara.
- Tidak ada air susu (agalaksia)
- Air susu sedikit keluar (oligogalaksia)
- Air susu keluar berlebihan (poligalaksia)
4. Breast Fever
Selama 24 jam pertama setelah sekresi laktasi, tidak jarang payudara
meregang, menjadi keras dan bernodul nodul. Temuan ini mungkin disertai
peningkatan suhu badan sesaat. Demam pada masa nifas yang disebabkan oleh
pembengkakan payudara merupakan hal yang umum.

16
5. Infeksi nifas
Infeksi nifas adalah keadaan yang mencakup peradangan alat-alat genitalia
dalam masa nifas. Kuman-kuman yang sering menyebabkan infeksi nifas :
- Streptococcus haemoliticus aerob
Masuk secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat yang
ditularkan dar penderita lain, alat-alat yang tidak steril, dll.
- Staphylococcus aureus
Masuk secara eksogen dan banyak ditemukan sebagai penyebab
infeksi di rumah sakit
- Escherichia coli
Sering berasal dari vesika urinaria dan rektum. Biasanya
mengaibatkan infeksi terbatas.
Pengobatan infeksi nifas :
- Segera lakukan kultur dari sekret vagina, luka operasi, dan darah
serta uji resistensi untuk mendapatkan antibiotika yang tepat
- Selama menunggu hasil kultur maka berikan antibiotika spektrum
luas
6. Penyakit Tromboembolik

Penyakit tromboembolik dahulu dianggap hanya terjadi pada masa nifas,


namun hal ini tidak sepenuhnya benar. Frekuensi trombosis vena dalam yang
menjadi penyulit kehamilan dan masa nifas telah menurun akhir akhir ini, dan
kini lebih banyak kasus yang teridentifikasi pada masa antepartum (Gherman dkk.
1999) trombosis vena dan emboli paru.

7. Trombosis Pelvis
Selama masa nifas dapat terbentuk trombus sementara pada vena vena
manapun di pelvis yang mengalami dilatasi, dan mungkin relatif sering. Tanpa
trombofeblitis yang menyertainya, trombus ini biasanya tidak akan menimbulkan
tanda atau gejala klinis kecuali ukuran trombusnya sangat besar atau terjadi
emboli paru.

8. Kelumpuhan Obsetri

17
Penekanan pada cabang cabang pleksus lumbosakral selama persalinan
dapat bermanifestasi klinis neuralgia berat atau nyeri seperti kram yang berjalan
sepanjang satu atau kedua tungkai setelah kepala berada pada posis lebih rendah
dari pada pelvis. Pada beberapa contoh, nyeri berlanjut setelah melahirkan dan
disertai paralisis otot otot yang dipersarafi nervus poplitea eksterna. Yang
termasuk dalam kelompok otot tersebut adalah fleksor pergelangan kaki dan
ekstensor jari kaki, yang mengakibakan melemahnya dorsofleksi pergelangan kaki
dan footdrop. Keterlibatan nervus femoralis, obturatorius dan ischiadikus dapat
terjadi, namun lebih jarang. Pada beberapa contoh, otot otot gluteus.
Terpisahnya tulang simpisi pubis atau sinkondrosis sakro iliaka selama
persalinan dapat diikuti dengan nyeri dan gangguan pergerakan.

9. Depresi ringan
Beberapa pasien menunjukan depresi ringan beberapa hari setelah melahirkan.
Depresi ringan sesaat, atau postpartum blues tersebut paling mungkin terjadi sebagai
akibat sejumlah faktor. Penyebab penyebab yang menonjol adalah :

1. Kekecewaan emosional yang mengikuti kegirangan bercampur rasa takut yang dialami
kebanyakan wanita selama hamil dan melahirkan
2. Rasa nyeri pada awal masa nifas
3. Kelelahan akibat kurang tidur selama persalinan dan setelah melahirkan pada kebanyakan
rumah sakit
4. Kecemasan akan kemampuannya untuk merawat bayi setelah meninggalkan rumah sakit
5. Ketakutan akan menjadi tidak menarik lagi
Pada sebagian besar kasus, terapi yang efektif terkadang tidak lebih dari
sekedar antisipasi, pemahaman, dan rasa aman. Gangguan ringan ini akan hilang
dengan sendirinya dan biasanya membaik setelah 2 atau 3 hari, meskipun terkadang
menetap hingga 10 hari. Begitu depresi postpartum menetap, atau bertambah buruk,
perlu diberikan perhatian khusus untuk mencari gejala gejala depresi. Pada sebuah
studi di Parkland Hospital, didapatkan bahwa gejala gejala depresi telah muncul
sejak kehamilan pada 50 persen wanita yang mengalami depresi postpartum. Hal ini
menunjukan bahwa depresi postpartum merupakan manifestasi suatu kelainan
depresif yang mendasarinya

18
D. Perawatan Masa Nifas

1. Perawatan di Rumah Sakit


a. Perawatan segera setelah persalinan

Selama beberapa jam pertama setelah pelahiran tekanan darah dan denyut nadi
harus diukur tiap 15 menit sekali, atau lebih sering bila ada indikasi tertentu. Jumlah
perdarahan vagina terus dipantau, dan fundus harus diraba untuk memastikan
kontraksinya baik. Bila teraba relaksasi, uterus hedaknya dimasase melalui dinding
abdomen sampai organ ini tetap berkontraksi. Darah mungkin terakumulasi di dalam
uterus tanpa ada bukti perdarahan luar. Kondisi ini dapat dideteksi secara dini dengan
menemukan pembesaran uterus melalui palpasi fundus yang sering beberapa jam
setelah persalinan. Karena kemungkinan paling besar terjadi perdarahan berat terjadi
setelah partus, sekalipun pada kasus normal, seorang petugas yang terlatih hendaknya
tetap bersama ibu selama sekurang kurangnya 1 jam setelah selesainya persalinan
kala tiga. Identifikasi dan penatalaksanaan perdarahan postpartum.
Setelah mendapat analgesi regional atau anastesi umum, seorang ibu harus
diawasi dalam ruang pemulihan dengan fasilitas dan staf yang memadai.

b. Rawat jalan dini


Segera setelah perang dunia II, rawat jalan dini menjadi penatalaksanaan masa
nifas yang dapat diterima. Kini seorang wanita boleh turun dari tempat tidur dalam
waktu beberapa jam setelah melahirkan. Banyaknya keuntungan rawat jalan dini ini
telah dipastikan oleh sejumlah peneliti yang terkontrol dengan baik. Komplikasi
kandung kemih dan konstipasi lebih jarang terjadi. Yang terpenting, rawat jalan dini
juga menurunkan frekuensi trombosis dan emboli paru pada masa nifas (Toglia dan
Weg, 1996)

c. Perawatan Vulva
Pasien dianjurkan untuk membasuh vulva dari anterior ke posterior (dari arah vulva
ke anus). Perineum dapat dikompres dengan es untuk membantu mengurangi edema dan rasa
tidak nyaman pada beberapa jam pertama setelah reparasi episiotomi. Mulai 24 jam setelah
persalinan, pemanasan lembab seperti mandi berendam dapat digunakan untuk mengurangi
nyeri lokal. Mandi berendam setelah suatu persalinan tanpa komplikasi dapat dilakukan.

19
Kedua payudara harus sudah dirawat selama masa kehamilan, aerola mammae dan papilla
mammae dicuci secara teratur dengn sabun serta diberi minyak atau krim agar tetap lentur,
jangan sampai mudah lecet atau pecah-pecah.

d. Fungsi kandung Kemih


Kecepatan pengisian kandung kemih setelah persalinan mungkin dapat bervariasi.
Cairan intravena hampir selalu diberikan melalui infus selama persalinan pervaginam.
Sebagai akibat dari pemberian cairan infus dan penghentian efek antidiuretik oksitosin secara
mendadak, sering terjadi pengisian kandung kemih secara cepat. Sensasi maupun kapasitas
kandung kemih untuk melakukan pengosongan spontan dapat berkurang akibat dari anastesi,
khususnya anastesi regional, juga episiotomi, laserasi, atau hematoma. Karena itu tidaklah
mengherankan bahwa retensi urin dengan overdistensi kandung kemih merupakan komplikasi
yang umum pada awal masa nifas.

Untuk mencegah overdistensi diperlukan pengamatan yang ketat setelah persalinan


untuk menjamin kandung kemih tidak terisi berlebihan dan setiap berkemih mengosongkan
diri secara adekuat. Kandung kemih dapat teraba sebagai suatu massa kistik suprapubik, atau
kandung kemih yang membesar dapat tampak menonjol di abdomen sebagai akibat tidak
langsung pendorongan fundus uteri diatas umbilikus.

Bila pasien tersebut belum berkemih dalam 4 jam setelah persalinan, ada
kemungkinan gangguan dalam berkemih. Terkadang diperlukan pemasangan kateter untuk
mencegah overdistensi. Kemungkinan adanya hematoma traktus genitalia harus dipikirkan
jika pasien tersebut tidak dapat berkemih. Begitu kandung kemih mengalami overdistensi,
kateter harus tetap terpasang sampai faktor faktor yang menyebabkan retensi urin teratasi.
Hariss dkk. (1977) melaporkan bahwa 40 persen pasien tersebut akan mengalami bakteriuria,
sehingga dapat diberikan antibiotika jangka pendek setelah kateter dicabut.

Apabila terjadi overdistensi kandung kemih, sebaiknya kateter dibiarkan terpasang


setidaknya 24 jam, untuk mengosongkan kandung kemih seluruhnya dan mencegah
terjadinya rekurensi, selain itu juga memungkinkan pemulihan tonus dan sensasi kandung
kemih normal. Bila kateter dicabut, pasien harus mampu untuk berkemih normal secara
berkala. Bila pasien tidak mampu berkemih setelah 4 jam, maka kateter harus dipasangkan
kembali pada pasien. Apabila terdapat lebih dari 200 ml urin, kandung kemih belum

20
berfungsi secara normal. Jika hanya terdapat kurang dari 200 ml urin, kateter dapat dicabut
dan kandung kemih diperiksa kembali.

e. Fungsi pencernaan
Terkadang, hilangnya motilitas usus merupakan suatu konsekuensi yang diharapkan
setelah pemberian enema yang akan membersihkan saluran cerna dengan efisien beberapa
jam sebelum melahirkan. Dengan pemberian makan secara dini dapat mengurangi konstipasi

f. Relaksai Dinding Abdomen


Bebat sebenarnya tidak perlu dilakukan karena tidak dapat mengembalikan postur
tubuh ibu. Bila abdomen bagian luar bisa kendur dan menggantung, penggunaan korset
biasanya sudah cukup membantu. Olahraga untuk membantu mengembalikan tonus dinding
abdomen boleh dimulai kapan saja setelah persalinan pervaginam dan segera setelah nyeri
pada perut berkurang pada seksio sesarea

g. Diet
Tidak ada pantangan makanan bagi wanita yang melahirkan per vaginam. Dua jam
setelah partus pervaginam normal, jika tidak ada komplikasi yang memerlukan pemberian
anestetika, pasien hendaknya diberikan minum kalau ia haus dan makanan kalau ia lapar.
Diet wanita menyusui, dibandingkan dengan apa yang dikonsumsinya selama hamil,
hendaknya ditingkatkan kandungan kalori dan proteinya, seperti yang dianjurkan oleh Food
and Nutrition Board of the National Research Council. Apabila ibu tidak ingin menyusui,
maka kebutuhan dietnya sama seperti wanita tidak hamil.
Pada praktiknya adalah melanjutkan suplementasi besi selama sekurang kurangnya
3 bulan setelah melahirkan dan memeriksa kadarnya pada kunjungan pertama.

h. Menyusui
Pemberian ASI yang dianjurkan pada bayi adalah sebagai berikut :
ASI eksklusif selama 6 bulan karena ASI saja dapat memenuhi 100%
kebutuhan bayi.
Dari 6-12 bulan ASI masih merupakan makanan utama bayi karena dapat
memenuhi 60-70% kebutuhan bayi dan perlu ditambahkan makanan
pendamping ASI berupa makanan lumat sampai lunak sesuai dengan usia
bayi.

21
Diatas 12 bulan ASI saja hanya memenuhi sekitar 30% kebutuhan bayi dan
makanan padat sudah menjadi makanan utama. Namun ASI tetap dianjurkan
pemberiannya sampai paling kurang 2 tahun untuk manfaat lainnya.

Untuk meningkatkan tingkat menyusui WHO mengeluarkan 10 langkah untuk


keberhasilan menyusui pada bayi adalah sebagai berikut :
1. Mempunyai kebijakan menyusui tertulis yang secara teratur dikomunikasikan
kesemua staf pelayanan kesehatan.
2. Melatih semua staf untuk keahlian yang diperlukan untuk
mengimplementasikan kebijakan tersebut.
3. Menginformasikan kepada semua wanita lahir tentang manfaat menyusui dan
manajemen laktasi.
4. Membantu ibu untuk memulai menyusui dalam satu jam setelah kelahiran.
5. Menunjukkan kepada ibu bagaimana cara menyusui dan mempertahanan
laktasi,
6. Jangan memberi bayi mkanan apapun kecuali ASI, jika tidak ada indikasi
medis, dan bagaimanapun juga jangan memberikan pengganti ASI, botol susu,
atau dot gratis maupun dengan harga rendah.
7. Praktikkan rawat gabung, yang memungkinkan ibu dan bayi untuk tetap
bersama 24 jam sehari
8. Mennganjurkan pemberian ASI kapanpun dbutuhkan
9. Jangan menggunakan dot artifisial untuk menyusui bayi
10. Bantu pembentukan kelompok-kelompok pendukung ASI dan rujuk ibu ke
mereka.

Ibu yang baru melahirkan sebaiknya dirawat bersama bayinya ( rawat gabung). Saat
berada diruang rawat petugas harus mengajarkan kepada ibu cara memosisikan dan
melekatkan bayi pada payudara bagi mereka yang belum dilatih selama fase pemeriksaan
antenatal. Seringkali kegagalan menyusui disebabkan oleh kesalahan memosisikan dan
melekatkakan bayi. Langkah-langkah menyusui yang benar :
1. Cuci tangan dengan air bersih yang mengalir
2. Ibu duduk dengan santai dan kaki tidak boleh menggantung
3. Perah sedikit ASI dan oleska ke puting dan aerola sekitarnya
4. Posisikan bayi dengan benar
22
- Bayi dipegang dengan satu lengan. Kepala bayi diletakkan dekat
lengkungan siku ibu, bokong bayi ditahan dengan telapak tangan
ibu
- Perut bayi menempel pada tubuh ibu
- Mulut bayi berada didepan puting ibu
- Lengan yang dibawah merangkul tubuh ibu, jangan berada diantara
tubuh ibu dan bayi. Tangan yang diatas boleh dipegang ibu atau
diletakkan diatas dada ibu
- Telinga dan lengan yang diatas berada dalam satu garis lurus
5. Bibir bayi dirangsang dengan puting ibu dan akan membuka lebar, kemudian
dengan cepat kepala bayi didekatkan k payudara ibu dan puting serta aerola
dimasukkan kedalam mulut bayi
6. Cek apakah pelekatan sudah benar
- Dagu menempel ke payudara ibu
- Mulut terbuka lebar
- Sebagian besar aerola terutama yang berada dibawah, masuk ke
dalam mulut bayi
- Bibir bayi terlipat keluar
- Pipi bayi tidak boleh kempot (Karena bayi tidak menghisap, tetapi
memerah ASI)
- Tidak boleh terdengar bunyi decak, hanya boleh terdengar bunyi
menelan)
- Ibu tidak kesakitan
- Bayi tenang

Terdapat beberapa kontraindikasi pemberian ASI pada bayi, yaitu :


1. Bayi yang menderita galaktosemia
2. Ibu dengan HIV/AIDS
3. Ibu dengan penyakit jantung yang apabila menyusui dapat terjadi gagal
jantung.
4. Ibu yang memerlukan terapi dengan obat-obatan tertentu
5. Ibu yang memerlukan pemeriksaan dengan obat radioaktif perlu
menghentikan pemberian ASI kepada bayinya selama 5x waktu paruh

23
obat. Setelah itu bayi boleh meyusu lagi. Sementara itu, ASI tetap diperah
dan dibuang agar tidak mengurangi produksi.

i. Rawat Gabung
Rawat gabung adalah suatu cara perawatan dimana ibu dan bayi yang baru dilahirkan
tidak dipisahkan, mlainkan ditempatkan bersama dalam sebuah ruang selama 24 jam penuh.
Keuntungan dalam rawat gabung, yaitu :
1. Aspek psikologis
Dengan rawat gabung antara ibu dan bayi akan terjalin proses bonding. Hal ini
sangat mempengaruhi perkembangan psikologis bayi selanjutnya. Kehangatan
tubuh ibu merupakan stimulasi mental yang mutlak diperlukan oleh bayi.
2. Aspek Fisik
Dengan rawat gabung ibu akan dengan mudah menyusui kapan saja bayi
menginginkannya. Dengan demikian Asi juga akan cepat kelua.
3. Aspek Fisiologis
Dengan rawat gabung, bayi dapat disusui dengan frekuensi yang lebih sering dan
menimbulkan reflek prolaktin yang memacu proses produksi ASI dan refleks
oksitosin yang membantu pengeluaran ASI dan mempercepat involusi rahim.

4. Aspek Edukatif
Dengan rawat gabung ibu, akan mempunyai pengalaman menyusui dan meawat
bayinya.
5. Aspek Medis
Dengan awat gabung, ibu merawat bayinya sendiri sehingga bayi tidak tepapar
dengan banyak petugas dan infesi nosokomial dapat dicegah.

Tidak semua bayi atau ibu dapat dirawat gabung. Diperlukan beberapa syarat, yaitu :
1. Usia kehamilan > 34 mingu dan berat lahir >1800 gam, berarti reflek menelan dan
menghisapnya sudah baik.
2. Nilai Apgar pada 5 menit >7
3. Tidak ada kelainan kongenital yang memerlukan perawatan khusus
4. Tidak ada trauma lahir atau morbiditas lain yang berat

24
5. Bayi yang lahir dengan seksio sesarea yang menggunakan pembiusan umum,
rawat gabbung dilakukan setelah ibu dan bayi sadar. Apabila ibu masih diinfus,
bayi tetap disusui dengan bantuan petugas.
6. Ibu dalam keadaan sehat

j. Kontrasepsi
Selama perawatan di rumah sakit, dilakukan usaha pendidikan tentang keluarga
berencana. Apabila ibu dalam masa menyusui maka berikan kontrasepsi yang tidak
menganggu pengeluaran ASI seperti mini-pil, injeksi progestin, implan progestin, atau Alat
kontrasepsi dalam rahim (AKDR) seperti IUD

k. Waktu Pemulangan

Setelah persalinan pervaginam, bila tidak ada komplikasi, jarang diperlukan


rawat inap lebih dari 48 jam. Sebelum pulang, seorang wanita bersalin harus
menerima instruksi seputar perubahan perubahan fisiologis normal pada masa nifas,
termasuk pola lokhia, penurunan berat badan akibat diuresis, dan waktu pengeluaran
ASI. Wanita tersebut juga harus mendapatkan pengarahan mengenai apa yang harus
dilakukan bila ia mengalami demam, perdarahan per vaginam dalam jumlah banyak,
atau mengalami nyeri, pembengkakan atau nyeri pada tungkai. Sesak nafas dan nyeri
dada dalam bentuk apapun membutuhkan penanganan segera.

2. Perawatan di Rumah
a. Koitus
Setelah melahirkan, tidak ada kejelasan mengenai waktu yang diperbolehkan untuk
kembali melakukan koitus. Kembali melakukan aktifitas seksual terlalu dini mungkin akan
terasa tidak nyaman, bila tidak terasa sangat nyeri, yang diakibatkan oleh belum sempurnanya
involusi uterus dan penyembuhan luka episiotomi atau laserasi. Median interval waktu antara
melahirkan dengan hubungan seksual adalah 5 minggu, tapi kisarannya berbeda antara 1 12
minggu. Alasan paling sering dikemukakan untuk menunda melakukan aktivitas seksual
kembali menyangkut ketakutan akan terjadinya nyeri perineum, perdarahan, dan kelelahan

b. Perawatan lanjutan untuk bayi

25
Harus dilakukan pengaturan untuk memastikan bayi baru lahir dapat perawatan tindak
lanjut yang sesuai. Bayi yang dipulangkan lebih awal haruslah bayi aterm, normal, tanda
tanda vital stabil. Semua nilai pemeriksaan laboraturium harus dalam batas normal, termasuk
uji Coombs, bilirubin, hemoglobin, hematokrit dan gula darah. Uji serologi ibu terhadap
sifilis dan antigen hepatitis B harus non reaktif. Vaksin hepatitis B harus diberikan, dan
semua uji penapisan diwajibkan dikerjakan, yang termasuk diantaranya pengujian untuk
fenilketonuria (PKU) dan hipotiroidisme. Bila dibutuhkan pengujian fenilketonuria ulang
setelah bayi tersebut mendapatkan ASI, ibunya harus diberitahu. Ibu harus ditekankan
pentingnya pemeriksaan neonatus lanjutan dan imunisasi bayi.

c. Kembalinya menstruasi dan ovulasi


Bila seorang wanita tidak menyusui anaknya, siklus menstruasi biasanya akan
kembali dalam waktu 6 8 minggu. Tetapi terkadang sulit untuk menentukan secara klinis
waktu spesifik terjadinya menstruasi pertama setelah melahirkan. Sebagian kecil wanita
mengeluarkan darah sedikit sampai sedang secara intermiten, segera setelah melahirkan.
Menstruasi pertama dapat terjadi paling cepat pada bulan kedua atau selambat lambatnya
18 bulan setelah melahirkan
Sharman (1966), dengan menggunakan penetapan waktu endometrium secara
histologik, telah mengidentifikasi ovulasi pada 42 hari setelah melahirkan; Perez dkk. (1992)
pada 36 hari. Lebih lanjut, korpus luteum telah dapat ditemukan pada minggu ke 6 setelah
melahirkan pada waktu dilakukan sterilisasi. Ovulasi lebih jarang terjadi pada wanita
menyusui dibandingkan pada mereka yang tidak menyusui. Campbell dan Gray (1993)
menggunakan spesimen urin harian untuk menemukan ovulasi pada 92 wanita. Penelitian ini
adalah penelitian pertama yang mendeskripsikan kembalinya aktivitas ovarium postpartum
secara mendetail pada wanita menyusui di Amerika Serikat. Jelas bahwa terjadi penundaan
ovulasi pada ibu menyusui, akan tetapi ovulasi dini tidak dihambat oleh laktasi yang terus
menerus, penemuan lain mencakup :
1. Kembalinya ovulasi sering ditandai oleh kembalinya perdarahan menstruasi yang
normal
2. Menyusui tiap 15 menit selama 7 kali sehari dapat menunda ovulasi
3. Ovulasi dapat terjadi tanpa perdarahan (menstruasi)
4. Perdarahan (menstruasi) dapat bersifat anovulatorik

26
Morbiditas Maternal Lanjut

Morbiditas ibu setelah pulang dari rumah sakit masih belum dipahami dan kurang
diteliti. MacArtur dkk.(1991), ketika sedang meneliti sekuele analgesia epidural untuk
persalinan, menemukan bahwa fakta yang sebelumnya tidak pernah dilaporkan mengenai
morbiditas ibu pada masa nifas dalam jangka waktu yang cukup lama. Glazener dan rekan
(1995), melakukan survei gangguan kesehatan pada 1249 wanita Inggris setelah pulang dari
RS hingga 18 bulan setelah melahirkan. Meski hanya 3 peren dari wanita harus menjalani
rawat inap kembali dalam waktu 8 minggu setelah melahirkan, 87 persen diantaranya
mengalamani gangguan kesehatan ringan selama 8 minggu pertama postpartum, dan 76
persen wanita terus mengalami sejumlah gangguan sampai 18 bulan. Secara keseluruhan,
proporsi wanita dengan gangguan kesehatan subyektif telah menurun seiring waktu, hal ini
mengindikasikan bahwa kesehatannya membaik

3. Perawatan lanjutan
Pada saat pemulangan, wanita yang melahirkan normal dan sedang dalam
masa nifas dapat mengerjakan banyak kegiatan, termasuk mandi, mengemudi, dan
mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Jimenez dan Newton (1979) mentabulasi informasi
lintas budaya dari 202 masyarakat dari wilayah geografik internasional yang berbeda
beda. Pasca natal, sebagian besar masyarakat tidak membatasi aktivitas kerja ibu, dan
sekitar separuhnya mengharapkan ibu kembali melaksanakan tugasnya dengan penuh
dalam waktu 2 minggu. Meski demikian, Tulman dan Fawcett (1988) melaporkan bahwa
hanya setegah dari wanita yang telah pulih seperti semula pada 6 minggu postpartum.
Wanita melahirkan pervaginam dua kali lebih mungkin kembali normal dibandingkan
dengan melahirkan secara seksio sesarea. Idealnya, perawatan dan asuhan yang diterima
oleh neonatus diberikan oleh ibunya dengan bantuan dari ayahnya.
Sejak 1969, wanita nifas di Parkland Hospital telah dibuatkan janji untuk
pemeriksaan lebih lanjut pada minggu ketiga postpartum. Hal ini terbukti cukup
memuaskan untuk menemukan kelainan kelainan pada masa nifas lanjut dan untuk mulai
nemerapkan salah satu metode kontrasepsi. Kontrasepsi oral estrogen plus progestin yang
dimulai pada waktu ini telah terbukti efektif tanpa meningkatkan morbiditas. Frekuensi
perforasi uterus, eksplusif dan kehamilan bila melakukan pemasangan IUD (intrauterine
device) pada minggu ketiga postpartum tidak lebih besar dibanding bila alat tersebut
dipasang 3 bulan postpartum atau lebih

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Masa Nifas, dalam William Obstetrics, edisi ke-21
volume 1, New York : McGraw-Hill,2005 : 443 - 63
2. Mochtar R, Masa Nifas, dalam Sinopsis Obstetri, edisi ke-3, Jakarta : EGC, 2011 : 87-9
3. Prawirohardjo S, Asuhan Masa Nifas, dalam Ilmu Kebidanan, edisi ke-4, Jakarta : Bina
Pustaka, 2010 : 356-65
4. http://www.gfmer.ch/PEP/pdf-MCM-2006/MCM_UNIT-12-2006.pdf
5. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22995/4/Chapter%20II.pdf
6. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19116/4/Chapter%20II.pdf

28

Вам также может понравиться

  • Preskas GEA
    Preskas GEA
    Документ47 страниц
    Preskas GEA
    Aisyah Yudith Kattiarni
    Оценок пока нет
  • Ulkus Duodenum
    Ulkus Duodenum
    Документ8 страниц
    Ulkus Duodenum
    Fahmi Hidayati
    Оценок пока нет
  • Aldrrete Score
    Aldrrete Score
    Документ2 страницы
    Aldrrete Score
    Fahmi Hidayati
    Оценок пока нет
  • Referat Tumor Mediastinum
    Referat Tumor Mediastinum
    Документ24 страницы
    Referat Tumor Mediastinum
    Fahmi Hidayati
    Оценок пока нет
  • Pemeriksaan Fisik Paru
    Pemeriksaan Fisik Paru
    Документ4 страницы
    Pemeriksaan Fisik Paru
    Fahmi Hidayati
    Оценок пока нет
  • Preskas KPD
    Preskas KPD
    Документ26 страниц
    Preskas KPD
    Fahmi Hidayati
    Оценок пока нет
  • Preskas
    Preskas
    Документ36 страниц
    Preskas
    Desta Murdinia
    Оценок пока нет
  • Tinjauan Pustaka Stroke
    Tinjauan Pustaka Stroke
    Документ14 страниц
    Tinjauan Pustaka Stroke
    Sarah Aveciena
    Оценок пока нет
  • Anatomi Panggul
    Anatomi Panggul
    Документ17 страниц
    Anatomi Panggul
    Fahmi Hidayati
    Оценок пока нет