Вы находитесь на странице: 1из 10

Kehidupan awal dan pendidikan

Palar masuk sekolah Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) di Tondano. Dia kemudian
masuk Algemeene Middelbare School (AMS) di Yogyakarta, dan tinggal bersama Sam Ratulangi. Di
AMS inilah ia pertama kali berkenalan dengan politik dan ide-ide nasionalis dan menjadi anggota
organisasi pemuda nasionalis Jong Minahasa.
Setelah lulus AMS tahun 1922, Palar meneruskan ke jenjang pendidikan tingginya
di Technische Hoogeschool te Bandoeng, yang sekarang dikenal sebagai Institut Teknologi
Bandung (ITB) selama sekitar satu tahun. Di kampus ini, Palar bertemu dengan Sukarno dan
mahasiswa nasionalis lainnya dan aktif dalam menyelenggarakan pertemuan dan pidato nasionalis.
Karena dilanda sakit yang parah, Palar hampir satu tahun terbaring di tempat tidur dan terpaksa
menghentikan kuliahnya dan kembali ke Minahasa. Setelah sembuh ia bekerja sebentar di Koninklijke
Paketvaart Maatschappij (KPM).
Pada tahun 1924 Palar memulai kembali kuliahnya di Rechtshoogeschool te Batavia (Sekolah
Tinggi Hukum di Jakarta, cikal-bakal Fakultas Hukum UI). Di sana ia bergabung dengan paham
sosialis-demokrat melalui seorang anggota Volksraad yaitu J. E. Stokvis, Ketua Indische Sociaal-
Democratische Partij (ISDP - Partai Sosialis-Demokrat Hindia). Setelah pemberontakan komunis
tahun 1926 gagal di Jawa dan Sumatera, pemerintah Hindia Belanda mengambil tindakan represif
termasuk deportasi ke Boven Digoel. Melihat kondisi tersebut, keluarga Palar mencari perlindungan
di tempat lain. Pada tahun 1928, Palar pindah ke Belanda. Pada tanggal 4 Agustus 1928 Palar
berangkat dari Batavia menuju Rotterdam, Belanda dengan kapal "Tabanan" yang tiba di tujuan pada
bulan September 1928.

Karier politik di Belanda


Pada tahun 1930, Palar menjadi anggota Sociaal-Democratische Arbeiders Partij (SDAP)
setelah SDAP melaksanakan Kongres Kolonial dan mengadakan pengambilan suara yang menyatakan
beberapa posisi partai termasuk hak kemerdekaan nasional untuk Hindia Belanda tanpa syarat. Palar
menjabat sebagai sekretaris Komisi Kolonial SDAP dan Nederlands Verbond van Vakverenigingen
(NVV) mulai Oktober 1933. Dia juga adalah direktur Persbureau Indonesia (Persindo) yang
ditugaskan untuk mengirim artikel-artikel tentang sosial demokrasi dari Belanda ke pers di Hindia
Belanda. Pada tahun 1938, Palar kembali ke tanah airnya bersama isterinya, Johanna Petronella
Volmers, yang dinikahinya pada tanggal 26 Juni 1935. Dia mengunjungi berbagai daerah untuk
menghimpun informasi. Dia menemukan bahwa gerakan kemerdekaan Indonesia sedang giat dan dia
menulis tentang pengalamannya pada saat dia kembali ke Belanda.
Pada saat pendudukan Jerman di Belanda, Palar tidak bisa bekerja untuk SDAP sehingga dia
bekerja di laboratorium Van der Waals. Dia juga bekerja sebagai guru bahasa Melayu dan sebagai
gitaris orkestra keroncong. Sementara perang, Palar dan isterinya tergabung dalam gerakan bawah
tanah anti-Nazi.
Setelah perang, Palar terpilih untuk masuk Tweede Kamer mewakili Partij van de Arbeid
(PvdA), sebuah partai baru yang bermula dari SDAP. Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia,
Palar mendukung pernyataan ini dan mempromosikan hubungan dengan pemimpin-pemimpin
Indonesia. Hal ini tidak disambut baik oleh PvdA sehingga menyebabkan partai ini menjauhkan diri
dari posisi yang sebelumnya mendukung hak kemerdekaan Indonesia. Setelah ditugaskan untuk
mengadakan misi ke Indonesia, Palar sempat bertemu kembali dengan para pemimpin kemerdekaan
Indonesia. Di Belanda, Palar berusaha untuk mendesak penyelesaian konflik antara Belanda dan
Indonesia tanpa kekerasan, tetapi pada tanggal 20 Juli 1947 dewan perwakilan memilih untuk
memulai agresi militer di Indonesia. Palar kemudian mengundurkan diri dari dewan perwakilan dan
partai PvdA keesokan harinya.

1|
Mewakili Indonesia

Wakil Presiden Indonesia Mohammad Hatta dan Ratu Juliana dari Belanda pada acara
penandatangan pengakuan kemerdekaan Indonesia oleh Belanda di Den Haag

Palar bergabung dengan usaha pengakuan internasional kemerdekaan Indonesia dengan


menjadi Wakil Indonesia di PBB pada tahun 1947. Posisi ini dijabatnya sampai tahun 1953. Pada
masa jabatannya peristiwa-peristiwa penting terjadi seperti konflik antara Belanda dan Indonesia,
pengakuan kemerdekaan Indonesia oleh Belanda, dan masuknya Indonesia menjadi anggota PBB.
Pada saat konflik antara Belanda dan Indonesia, Palar memperdebatkan posisi kedaulatan
Indonesia di PBB dan di Dewan Keamanan walaupun pada saat itu dia hanya mendapat gelar
"peninjau" di PBB karena Indonesia belum menjadi anggota pada saat itu. Setelah Agresi Militer II
yang dikecam oleh Dewan Keamanan PBB, Perjanjian Roem Royen disetujui yang kemudian diikuti
dengan Konferensi Meja Bundar dan pengakuan kemerdekaan Indonesia oleh Belanda pada
tanggal 27 Desember 1949.
Indonesia menjadi anggota ke-60 di PBB pada tanggal 28 September 1950. Pada saat
berpidato di muka Sidang Umum PBB sebagai Perwakilan Indonesia di PBB paling pertama, Palar
berterima kasih kepada para pendukung Indonesia dan berjanji Indonesia akan melaksanakan
kewajibannya sebagai anggota PBB. Palar tetap di PBB sampai saat dia ditunjuk sebagai Duta Besar
Indonesia di India. Pada tahun 1955, Palar diminta kembali ke Indonesia dan ikutserta dalam
persiapan Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Afrika, yang mengumpulkan negara-negara di Asia dan
Afrika di mana kebanyakan dari negara tersebut baru merdeka. Setelah pelaksanaan konferensi, Palar
memulai kembali tugas diplomatisnya melalui jabatan Duta Besar Indonesia untuk Jerman Timur dan
Uni Soviet. Dari tahun 1957 sampai 1962, dia menjadi Duta Besar Indonesia untuk Kanada dan
setelah itu kembali menjadi Duta Besar di PBB sampai tahun 1965. Karena konflik antara Indonesia
dan Malaysia dan setelah Malaysia terpilih untuk masuk Dewan Keamanan PBB, Sukarno mencabut
keanggotaan Indonesia di PBB. Palar kemudian menjadi Duta Besar Indonesia untuk Amerika
Serikat. Pada saat kepemimpinan Suharto pada tahun 1966, Indonesia kembali meminta masuk
keanggotaan PBB melalui pesan yang disampaikan kepada Sekretaris Jendral PBB oleh Palar.
Palar pensiun dari tugas diplomatisnya pada tahun 1968 setelah melayani bangsanya dalam
permulaan usaha dan konflik Indonesia dan setelah dia berjuang untuk kemerdekaan Indonesia dalam
arena diplomatis. Palar kembali ke Jakarta, tetapi tetap giat melalui tugas mengajar, pekerjaan sosial,
dan tugasnya sebagai penasehat Perwakilan Indonesia di PBB. Lambertus Nicodemus Palar
meninggal di Jakarta pada tanggal 13 Februari 1981. Dia meninggalkan isterinya, Johanna Petronella
"Yoke" Volmers, dan anak-anaknya Mary Elizabeth Singh, Maesi Martowardojo, dan Bintoar Palar.

2|
TOKOH UTAMA PENENTU KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA
LN PALAR

19 Desember 1948, Pasukan KNIL Jenderal Spoor merebut ibukota Republik Indonesia
Yogyakarta dalam serangan kilat. Pasukan para komando Belanda merebut lapangan udara Maguwo
dalam 25 menit, tanpa satupun korban. Dari Maguwo, pasukan darat Kolonel van Langen masuk ke
Yogya. Presiden dan Wakil Presiden RI, Sukarno dan Hatta ditangkap beserta anggota kabinetnya.

3|
Panglima Jenderal Sudirman dalam keadaan sakit berat, berangkat bergerilya. Sebagai target
utama KNIL, rombongan Sudirman menempuh seribu kilometer dalam 8 bulan. Mayjen AH Nasution
sebagai Panglima Jawa bersama pasukan Siliwangi berjalan kaki untuk memimpin langsung perang
gerilya di Jawa Barat. Kepala Staf TNI Urip Sumoharjo sudah meninggal dunia, administrasi TNI
dikelola oleh Kolonel Tahi Bonar Simatupang dari sebuah rumah gerilya di Kulon Progo, Yogya.

Pada 20 Desember 1948, Belanda mengumumkan bahwa Republik Indonesia sudah tidak ada.
Wakil Indonesia di PBB saat itu adalah LN Palar.

Siapa LN Palar?

Kelahiran Tomohon tahun 1900, ia merupakan pejuang Belanda. Belanda di Eropa, bukan
Hindia Belanda. Ia terlibat dalam perlawanan bawah tanah melawan Nazi Jerman di masa PD II.
Dan selepas perang tahun 1945, ia menjadi anggota parlemen Negeri Belanda dari Partai Sosial
Demokratik. Sekali lagi Belanda, bukan Hindia Belanda.

Dari Negeri Belanda ia menyaksikan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia oleh Sukarno dan
Hatta. Juga perjuangan Sam Ratulangi serta peristiwa 14 Februari 1946 dimana Manado berhasil
direbut oleh pendukung Republik. Rapat umum di lapangan Tikala Manado 22 Februari 1946
mengumumkan Minahasa sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebelum
kemudian direbut kembali oleh pasukan KNIL Hindia Belanda.

LN Palar masih di Negeri Belanda sebagai anggota DPR disana hingga tahun 1947 dimana Belanda
melakukan invasi pertama. Saat itu sebagai protes, LN Palar segera mengundurkan diri sebagai
anggota parlemen Belanda, dan pulang ke Indonesia. Menghadap Presiden Sukarno di Yogyakarta,
LN Palar disambut gembira.

4|
Oleh Sukarno, mengingat kepakarannya didunia internasional, LN Palar diangkat menjadi
utusan Indonesia di PBB. Pengangkatan LN Palar menjadi utusan Republik Indonesia
menggemparkan dunia.

Belanda gempar dengan beralihnya seorang anggota DPR Belanda bergabung dengan RI
yang dianggap sebagai ekstrimis dan komunis. Negara-negara sekutu bingung melihat veteran
perlawanan (resistant) PD-II dari Eropa menjadi wakil dari Republik Indonesia, sebuah negara yang
belum diakui.

LN Palar bergabung dengan Indonesia dalam keadaan tanpa harapan, demi cita-cita
kemerdekaan yang sama.

Dalam 2 tahun sejak Pasukan Sekutu Inggris meninggalkan Nusantara 1946, 65,000 tentara
KNIL berhasil menduduki seluruh Indonesia. Hanya tersisa beberapa wilayah Hindia Belanda yang
belum dikuasai kembali, seperti Aceh, dan beberapa wilayah lain di Sumatera.

Didepan PBB, Belanda dengan congkak mengatakan bahwa Perjanjian Renville sudah tidak
berlaku, dan Republik Indonesia sudah tidak ada. Bahkan kecaman dari DK PBB tidak dianggap oleh
Belanda. Belanda mengklaim hak-nya untuk memperoleh kembali jajahannya sebagai anggota
Sekutu, seperti sebelum Perang Dunia. Inggris sudah kembali memperoleh jajahannya, sekalipun
memberikan kemerdekaan pada India tahun 1947, namun Inggris masih mempertahankan
semenanjung Malaya dan Kalimantan Utara sebagai jajahan. Prancis kembali menjajah Vietnam,
dengan perang yang lebih besar dibandingkan yang dihadapi Belanda di Indonesia. Amerika Serikat
kembali memperoleh koloni-nya Filipina, sekalipun memberikan kemerdekaan pada 1947 namun
Amerika masih menjajah sejumlah kepulauan di Pasifik sampai hari ini.

Argumentasi Belanda sangat kuat bahwa Belanda mempertahankan hak-nya sebagai anggota Sekutu.
Amerika Serikat, Inggris, apalagi Prancis sebenarnya sama sekali tidak memiliki kepentingan dengan
kemerdekaan Indonesia dari Belanda.

Strategi Van Mook untuk mewujudkan Hindia Belanda sangatlah jitu. Untuk meyakinkan bahwa
pribumi Hindia Belanda mendukung Belanda, telah dibentuk negara-negara boneka Belanda. Antara
lain Belanda membentuk Negara Indonesia Timur 24 Maret 1948. LN Palar secara aktif memprotes
pembantukan negara-negara tersebut.

Belanda sangat membutuhkan koloni-nya untuk membangun kembali negaranya yang hancur oleh
perang. Memperoleh Indonesia kembali akan memudahkan Belanda meraih kemakmuran seperti
sebelum perang. Disamping itu Belanda sudah terlanjur mengeluarkan investasi begitu besar untuk

5|
berperang di Indonesia selama 1945 hingga 1948 yang sebagian memanfaatkan dana bantuan
Amerika.

Di akhir 1948 dan awal tahun 1949, masa depan Republik Indonesia tidak menentu. Kekuatan
sosialis pro-Indonesia yang mengguncang Australia sudah berkurang karena memasuki perang dingin
dengan komunisme. Pengaruh dukungan internasional komunis comintern pudar karena TNI sudah
menumpas gerakan komunis di Madiun pada September 1948. Negara komunis Soviet sekalipun
antipati terhadap Belanda namun tidak lagi begitu membela Indonesia. Negara Cina Komunis belum
ada, Cina tengah dalam perang saudara. PRC baru berdiri tahun 1950.

Di akhir 1948 dan awal tahun 1949, pasca invasi Belanda kedua, perjuangan Republik
Indonesia tinggal bergantung pada Wakil Indonesia di PBB, Mr LN Palar. Beliau didukung oleh Mr
AA Maramis yang kebetulan sedang berada di India saat aksi militer Belanda, dan diangkat menjadi
Menteri Luar Negeri Pemerintah Darurat RI pimpinan Syarifudin Prawiranegara. Perjuangan ini
hanya dapat mengandalkan pengaruh tokoh-tokoh, gereja-gereja dan LSM Kristen di Eropa, Australia,
dan Amerika Serikat.

Umumnya gereja-gereja Protestan di Nusantara sudah dikelola oleh pribumi sejak zaman
penjajahan Jepang. Untuk HKBP bahkan para misionaris Jerman sudah mulai diusir Belanda sejak
PD-I, namun justru berkembang menjadi gereja terbesar di Asia Tenggara. LSM Kristen yang
dimaksud tentu saja kebanyakan adalah LSM misionari, yang paling berpengaruh ke gereja-gereja
mainline dan injili di Amerika Serikat. Pengaruh ini disalurkan melalui Partai Republik yang sempat
mendominasi pemerintahan Amerika Serikat pada saat itu. Tekanan dari berbagai tokoh Partai
Republik inilah yang mendorong pemerintah Amerika Serikat untuk lebih keras berpihak pada
Indonesia. Berbeda jauh dengan sikap Amerika Serikat pada Inggris di Malaysia, Kalimantan Utara,
apalagi kepada Prancis di Vietnam. Bandingkan bahwa Amerika Serikat tidak berbuat banyak pada
aksi militer Prancis di Indochina pada periode yang sama membantai jauh lebih banyak rakyat
Vietnam.

Dean G Acheson adalah wakil menteri luar negeri Amerika Serikat pada saat itu, juga
merupakan perintis dari Marshal Plan, suatu rencana Amerika untuk membangun kembali ekonomi
Eropa. Dean G Acheson merupakan anggota gereja episkopal, dimana ayahnya merupakan bishop
episkopal.

Dean G Acheson, penentu pengakuan kemerdekaan Indonesia

Dean G Acheson bertemu dengan menlu Belanda, Dirk U Stikker, yang datang ke
Washington untuk acara penandatanganan NATO. Pada 31 Maret 1949, Dean G Acheson

6|
menyebutkan mendapat tekanan besar dari Kongres Amerika Serikat, dan mengancam akan
mengeluarkan Belanda dari Marshal Plan, kecuali jika Belanda segera mengakui kedaulatan
Indonesia.

March 31,1949, Acheson meet Dutch foreign minister Dirk U Stikker (who was in Washington for the
NATO signing ceremony), and read him the riot act.
Speaking bluntly, the secretary said that the deep-rooted conviction on the part of our people was
that the Dutch were wrong and quilty of aggression. That conviction had produced a negative
reaction within Congress that now gravely jeopardizes the continuation of ECA assistance to the
Netherlands. Only an immediate reversal of Dutch policy -meaning real movement toward
Indonesian independence- could remove the specter of a US aid cutoff, Acheson insisted. The Dutch
government got the message and soon began the drawn-out negotiations that led, finally, to the
transfer of power to an independent Indonesia on Dec 27, 1949.

Terjemahan:

31 Maret 1949, Acheson bertemu menteri luar negeri Belanda Dirk U Stikker (yang berada di
Washington untuk acara penandatanganan NATO), dan membacakan kepadanya riot act. Berbicara
blak-blakan, ia mengatakan bahwa kesimpulan yang mengakar mendalam pada sebagian
masyarakat kami adalah bahwa Belanda bersalah dan bersalah atas agresi. Kesimpulan
tersebut telah menghasilkan reaksi negatif dari Kongres (Amerika) dan sekarang secara kritis
membahayakan kelanjutan bantuan ECA (Marshal Plan) kepada Belanda. Hanya perubahan drastis
secara cepat dari kebijakan Belanda -bermakna aksi nyata kearah kemerdekaan Indonesia- dapat
menghilangkan desakan pemutusan bantuan Amerika (pada Belanda), desak Acheson. Pemerintah
Belanda menangkap pesan tersebut dan langsung bersedia melakukan negosiasi (Konferensi Meja
Bundar) yang akhirnya berujung pada pengalihan kekuasaan kepada Indonesia merdeka (RIS) pada
27 Desember 1949.

Ancaman ini efektif menggagalkan rencana Belanda menguasai Indonesia secara langsung.
Dalam 3 bulan Belanda mengembalikan Yogyakarta sebagai ibukota Republik Indonesia.
Dilaksanakan perundingan Roem Royen, dan sebagai hasilnya, dipersiapkan Konferensi Meja Bundar
di Den Haag untuk membentuk Republik Indonesia Serikat yang diakui oleh Belanda.

LN Palar melobby Prof Philip C Jessup, diplomat Amerika

7|
Pada kalimat Dean Acheson, sangat jelas bahwa yang dimaksud dengan deep-rooted conviction on
the part of our people adalah masyarakat Kristen Amerika Serikat: Gereja dan ormas mainline dan
injili. Sementara negative reaction within Congress mengacu pada desakan kuat dari anggota
Kongres Amerika Serikat, khususnya dari Partai Republik, agar Belanda mengakui kemerdekaan
Indonesia. Tekanan ini khusus untuk kemerdekaan Indonesia, tidak untuk Malaysia, Vietnam,
Filipina, Guam, dsb. Hal ini menunjukkan keberhasilan diplomasi LN Palar bersama para tokoh lain
dalam kondisi seluruh wilayah Republik Indonesia telah ditaklukkan oleh KNIL.

Diplomasi LN Palar masih berlanjut hingga Konferensi Meja Bundar, dimana Republik Indonesia dan
Belanda beradu kecerdikan. Rencana Belanda adalah menggunakan negara-negara bagian RIS untuk
menguasai Indonesia, sementara Republik Indonesia menggunakan RIS untuk memperoleh
kedaulatan dan kemudian mengabsorbsi RIS kedalam NKRI. Pada KMB, LN Palar sebagai veteran
pahlawan sekutu dan RI merupakan diplomat yang paling berpengaruh.

KNIL yang memenangkan semua pertempuran akhirnya harus kalah perang, diabsorbsi kedalam
APRIS yang terdiri atas TNI lawannya.

Hasil penting yang menguntungkan RI adalah dibubarkannya KNIL. KNIL yang memenangkan
semua pertempuran akhirnya harus kalah perang, diabsorbsi kedalam APRIS yang terdiri atas TNI
lawannya. Dengan berpulangnya Jenderal Sudirman akibat sakit paru-paru, pimpinan tertinggi Kepala
Staf APRIS adalah Jenderal TB Simatupang yang juga merupakan wakil TNI pada KMB. Unik-nya
pada tahun yang sama Jenderal Spoor, panglima KNIL-pun juga meninggal oleh sebab yang tidak
jelas.

Moh Hatta menerima kedaulatan RIS dari Ratu Belanda di Negeri Belanda, dan pada hari yang sama,
Sultan Hamengkubuwono mewakili Indonesia menerima kedaulatan resmi dari Belanda di Jakarta
dengan menggunakan seragam Jenderal TNI (beliau sebagai raja Jawa juga memiliki pangkat Kolonel
KNIL namun memilih identitas TNI), diiringi Letkol Daan Yahya, Panglima Jakarta, dan Jenderal TB
Simatupang selaku Kepala Staf TNI yang menjadi Kepala Staf APRIS.

Bukan hal yang mudah bagi perwira dan prajurit para mantan pasukan KNIL untuk memberi hormat
pada komandan-komandan baru-nya dari TNI, Kepala Staf APRIS Jenderal TB Simatupang, yang
merupakan penerus Panglima TNI Jenderal Sudirman.

8|
26 Juli 1950, 7 bulan setelah KMB, KNIL resmi dibubarkan. Banyak perwira KNIL yang sakit hati,
bahkan memberontak. Satu-persatu pemberontakan dipadamkan. Pemberontakan Westerling si jagal
Sulawesi Tenggara digagalkan di Jawa Barat. Andi Azis, perwira elit KNIL yang berhasil membentuk
unit pasukan elit, memberontak di Makassar. Pasukan ini dihadapi oleh APRIS dari ex unsur elit TNI,
Batalion Worang, yang berasal dari pasukan elit barisan istimewa KRIS, Kerapatan Rakyat Indonesia
Sulawesi, yang awalnya dipimpin oleh Kolonel Worang. Pada pemberontakan Andi Azis ini Kolonel
Kawilarang menyaksikan kehebatan pasukan elit KNIL, yang dalam jumlah sedikit namun sangat
efektif, bahkan menewaskan Kolonel Slamet Riyadi. Terinspirasi dari pemberontakan ini, Kawilarang
kemudian meminta veteran KNIL Kapten Visser untuk melatih kesatuan komando TT III/Siliwangi
yang kemudian menjadi Kopassus.

Terserapnya KNIL kedalam TNI menjadi kunci akhir upaya Belanda menguasai Indonesia.
Kemerdekaan Indonesia diakui dunia pada Desember 1949 sebagai Republik Indonesia Serikat. Dan
LN Palar menyempurnakan keberhasilannya dengan memperoleh pengakuan Indonesia sebagai
anggota PBB ke-60. LN Palar yang mulai sebagai utusan RI yang tidak diakui sebagai negara
berdaulat, kini menjadi utusan Republik Indonesia Serikat yang berdaulat penuh. LN Palar dengan
penuh kebanggaan mengibarkan bendera merah putih di PBB.

Menghadapi ancaman disintegrasi akibat federalisme, strategi lama Sam Ratulangi (meninggal dunia
karena gangguan kesehatan akibat dipenjara oleh Belanda) diulangi oleh para penerusnya. Sejumlah
kaum nasionalis Indonesia pulang ke daerah masing-masing dari Jawa. Dewan Minahasa, misalnya,
secara mutlak didominasi oleh kalangan republiken. Tak berapa lama seluruh negara-negara anggota
RIS terserap kedalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan diselenggarakan pemilihan umum
demokratis tahun 1955.

LN Palar meninggal dunia 13 Februari 1981, dan diangkat oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
menjadi Pahlawan Nasional tanggal 8 November 2013.

LN Palar memegang peranan penting dan utama untuk pengakuan internasional kemerdekaan
Republik Indonesia, dan keberhasilan Indonesia mengakhiri penjajahan Belanda. Peran tersebut dapat
dilaksanakan oleh LN Palar berkat dukungan gereja-gereja dan lembaga Kristen, terutama yang
mempengaruhi Partai Republik di Amerika Serikat. Puncaknya adalah keterlibatan Dean G Acheson
yang mengancam Belanda untuk mengakui kedaulatan Indonesia.

9|
Sumber

1. ^ a b c d e (Belanda) "Lambertus Nicodemus Palar". Accessed 27 Juli 2015.


2. ^ (Belanda) "Passagiers" dalam Harian "Het Vaderland: staat- en letterkundig
nieuwsblad" edisi 1 September 1928.

Drooglever, P., Schouten, M., and Lohanda M. (1999) Guide to the Archives on Relations
between the Netherlands and Indonesia 1945-1963. Institute of Netherlands History.
Hansen, E. (1977) The Dutch East Indies and the Reorientation of Dutch Social Democracy,
1929-40. Indonesia, 23.
Kahin, G. (1981) In Memoriam: L. N. Palar. Indonesia, 32.
Saxon, W. (1981) Lambertus N. Palar Dead at 80; Battled for Indonesia's Freedom. New York
Times, February 15, 1981.
"Biografie van Palar, Lambertus Nicodemus". Accessed 20 September 2008. (Belanda)
"Lambertus Nicodemus Palar". Accessed 20 September 2008. (Belanda)
"History of the Indonesian Mission to the United Nations". Accessed 20 September 2008.

10 |

Вам также может понравиться