Вы находитесь на странице: 1из 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Dasar Teori


Pengukuran adalah pencatatan suatu besaran secara periodik atau kontinu,
misalnya jumlah bahan dalam satuan kg. Pengukuran merupakan dasar untuk tiap
pengendalian atau pengaturan proses-proses kimia dan fisika. Tanpa pengukuran
tidak mungkin tercapai keselamatan, ekonomisasi atau mutu yang cukup baik di
industri kimia. Pengukuran berat atau massa dari bahan-bahan yang padat, cair atau
berbentuk gas dengan menggunakan timbangan (neraca) disebut penimbangan.
Berdasarkan prinsipnya timbangan terbagi atas :
a. Timbangan Gaya misalnya timbangan dengan kotak pengukur gaya ditentukan
gaya berat (gaya gravitasi) yaitu gaya tarik bumi terhadap massa dari suatu
bahan.
b. Timbangan Massa (timbangan dengan anak timbangan yang dapat digeser,
timbangan bertuas miring dan timbangan bertuas lainnya) dua gaya berat
dibandingkan pada suatu pembanding, karena baik gaya maupun massa
mempunyai percepatan jatuh yang sama (Hanafiah, 2005).

1.1.1 Jenis-Jenis Timbangan


Alat ukur berat yang digunakan dalam industri dikelompokkan berdasarkan
konstruksi dan cara kerjanya, meliputi :
a. Timbangan Sorong
Beban dibandingkan dengan anak timbangan yang dapat digeser disepanjang rel
(tuas timbangan). Anak timbangan mempunyai berat yang tidak berubah. Sebagian
besar sistem timbangan ini tidak berada dalam tempat tertutup, sehingga timbangan
ini sangat sensitif terhadap angin, pengotoran dan korosi. Penyetelan dan
kesetimbangan pada timbangan sorong membutuhkan waktu yang sangat lama karena
itu tidak cocok untuk penimbangan seri. Di pabrik, timbangan ini hanya digunakan
untuk barang-barang yang perlu ditimbang sekali-sekali.Prinsip kerja timbangan
sorong :beban dibandingkan dengan anak timbangan yang dapat digeser disepanjang
rel (tuas timbangan). Anak timbangan mempunyai berat yang tidak berubah
(Hardjowigeno, 1992).

Gambar 1.1. Contoh Timbangan Sorong

b. Timbangan Penghitung Satuan (Caunting Scale)


Timbangan ini berfungsi untuk menghitung barang barang kecil yang bila
dilakukan akan memakan waktu. Semisal baut dan mur, kancing, tablet obat dll.
Kerja timbangan ini adalah dengan menimbangkan sample dulu ketimbangan.Semisal
10 biji kancing. Selanjutnya berat kancing itu akan disimpan didalam memori
timbangan itu untuk jumlah 10 kancing. Setelah itu berapapun kancing yang
dimasukan kedalam timbangan akan bisa dihitung berat dan jumlahnya oleh
timbangan tersebut (Hardjowigeno, 1992).

Gambar 1.2. Contoh Timbangan Penghitung Satuan


c. Timbangan Pocket
Jenis timbangan kecil yang bisa dibawa kemanamana. Disamping dimensinya
kecil juga kapasitas yang disandangnya pun kecil. Biasanya dengan kapasitas 30 kg
kebawah.

Gambar 1.3. Contoh Timbangan Pocket

d. Timbangan Bertuas Miring


Timbangan ini dapat menunjukkan hasil penimbangan dengan sendirinya.
Timbangan disebut otomatis bila pemakaiannya tidak memerlukan peletakan anak
timbangan atau penggeseran anak timbangan geser. Seperti semua timbangan lain,
timbangan bertuas miring juga merupakan instrumen presisi. Oleh karena itu
beberapa aturan berikut harus diperhatikan :
Timbangan tidak boleh diberi beban secara berlebihan.
Timbangan harus dilindungi dari bahan kimia, air, kotoran.
Timbangan harus dilindungi terhadap benturan (beban tidak boleh dijatuhkan
ke atas timbangan).
Timbangan tidak boleh dibebani terlalu lama (bukan tempat penyimpanan
barang).
Timbangan yang ditanam tidak boleh dilindas.
Timbangan tidak boleh diperlakukan secara kasar.
Timbangan harus dikontrol secara berkala oleh ahli timbangan.
Prinsip pengukuran : beban digantung pada suatu pendulum sehingga dapat
mengkompensasi benturan dari samping. Gaya dari beban diperkecil dengan sistem
pengungkit, berat beban dibandingkan terhadap dua anak timbangan yang tidak
berubah beratnya. Makin besar beban maka kemiringan kedua tuas makin besar pula.
Kedudukan dari bagian skala dideteksi oleh sistem optic dan hasil penimbangan
diproyeksikan kecakram baut (Hardjowigeno, 1992).

Gambar 1.4. Contoh Timbangan Bertuas Miring

e. Timbangan Dengan Kotak Pengukur Gaya


Kotak pengukur gaya merupakan instrumen pengukur gaya dengan cara
hidrolik, pneumatik, elektrik atau magnetik. Timbangan dengan kotak pengukur gaya
digunakan untuk menentukan berat bahan padat atau cair, terutama dalam silo atau
gudang penyimpanan. Karena kotak pengukur gaya dipasang diluar bejana, tidak
terjadi kontak dengan bahan yang diukur. Pemanasan perlengkapan yang dapat
mengganggu dalam bejana juga tidak diperlukan. Biasanya alat ini tertutup rapat
sehingga tidak sensitive terhadap pengotoran dan korosi (Hanafiah, 2005).Timbangan
dengan kotak pengukur gaya mempunyai dua jenis yaitu :

a. Timbangan dengan Kotak Pengukur Gaya Hidrolik


Pada alat ini gaya berat dari beban yang ditimbang menekan cairan dalam suatu
volume tertutup, tekanan yang terjadi dalam cairan proporsional dengan berat
bahan.Prinsip kerjanya : bejana berisi bahan ditempatkan diatas dua titik penyangga
sehingga dapat bergerak menekan titik ketiga pada kotak pengukur. Bejana juga bisa
diletakkan pada tiga titik diatas pengukur gaya. Kotak pengukur gaya dihubungkan
dengan kotak manometer melalui pipa kapiler, kemudian diisi dengan cairan yang
memindahkan tekanan dari kotak pengukur gaya ke manometer. Skala dikalibrasi
dengan berat bersih atau volume bahan yang akan diukur (Darmawijaya, 1997).

b. Timbangan dengan Kotak Pengukur Gaya Elektrik


Pada alat ini, gaya berat dari bahan yang ditimbang menyebabkan seutas kawat
meregang atau memendek sehingga tahanan listriknya berubah. Prinsip kerjanya :
kawat tahanan yang berkelok-kelok dilekatkan pada kertas atau bahan sintetik.sensor
regangan ditempelkan pada benda yang elastis, karena adanya beban keduanya
mengalami regangan dan pemendekan. Perubahan tahanan listrik yang terjadi
disampaikan kealat penunjuk dan alat ini telah dikalibrasi dengan unit berat atau
volume.

c. Timbangan Kontinu
Untuk menimbang secara kontinu bahan padat yang dapat ditabur (misalnya:
tepung, serbuk dan biji-bijian) dapat digunakan timbangan sabuk (Belt Conveyor).
Pada proses-proses penakaran (misalnya pengemasan) sering peralatan harus diisi
bahan secara kontinu, untuk itu digunakan timbang penakar (Fill
Weigher).Pengukuran berat secara kontinu juga dapat dilakukan dengan Screw
Conveyor, namun biasanya hasil pengukurannya kurang akurat dan tidak cocok untuk
bahan yang lembab. Screw Conveyor adalah suatu palung yang tertutup atau terbuka
yang akur (Darmawijaya, 1997).

1.1.2 Penunjukan Harga Ukur Secara Digital


Penunjukan harga ukur secara digital adalah suatu cara penunjukan yang
diskrit dari harga yang diukur, misalnya penunjukan harga dengan harga. Pada
penunjukan harga ukur secara digital, kesalahan membaca lebih kecil dibandingkan
dengan cara penunjukan analog. Karena kebanyakan nilai ukur atau sinyal terdapat
dalam bentuk analog, dibutuhkan suatu instalasi (konverter) mengubahnya menjadi
bentuk digital (Berasconi, 1995).

Gambar 1.5. Contoh Timbangan Digital

1.1.3 Ketepatan dan Kesalahan


Ketepatan pengukuran adalah kecocokan nilai yang ditunjukkan alat dengan
nilai yang sebenarnya. Perbedaan keduanya disebut besar kesalahan. Tiap hasil
pengukuran selalu mengandung kesalahan, misalnya diakibatkan karena
ketidaksempurnaan alat ukur dan cara pengukuran, karena pengaruh lingkungan yang
tidak dikehendaki, pengaruh orang yang mengukur (menyimpang dari cara
pengukuran yang telah ditentukan, kurang cermat pada waktu membaca, kurang awas
melihat, cara pengukuran yang dipilih kurang tepat).Kesalahan keseluruhan dari suatu
pengukuran merupakan jumlah dari masing-masing kesalahan yang terjadi. Kesalahan
alat ukur dapat berubah dengan waktu, oleh karena itu alat ukur tertentu perlu sering
dikalibrasi(Hanafiah, 2005).

1.1.4 Kalibrasi
Dalam teknik pengukuran, mengkalibrasi berarti menyetel alat ukur hingga
penunjukannya menyimpang sesedikit mungkin dari sebenarnya. Untuk
mengkalibrasi suatu alat digunakan alat kedua yang biasanya lebih teliti dari alat yang
dikalibrasi dengan komputer. Secara hukum mengkalibrasi berarti pengujian resmi
untuk menentukan bahwa alat ukur tersebut memenuhi syarat yang ditentukan
(misalnya : batas kesalahannya) (Darmawijaya, 1997).

1.2 Tujuan
Mempelajari cara mengkalibrasi, mengukur dan menentukan kesalahan
pengukuran pada pengukuran berat padatan yang berbeda jenis dan ukurannya.
BAB II
METODOLOGI PERCOBAAN

2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan pengukuran berat adalah :
1. Timbangan Analitik
2. Timbangan Digital
3. Erlemeyer 250 ml

2.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan pengukuran berat adalah pasir kapur
dan pasir kerikil.

2.3. Prosedur Percobaan


1. Erlenmeyer kosong ditimbang terlebih dahulu dengan timbangan digital dan
timbangan sorong lalu dicatat hasil pengukuranya.
2. Kemudian dimasukan pasir kerikil kedalam labu erlemeyer sebanyak 100 ml
pada kedua erlemeyer.
3. Lalu ditimbang erlemeyer 100 ml dengan menggunakan neraca digital dan
timbangan sorong kemudian catat hasil pengukuranya.
4. Kemudian lakukan pengukuran berat untuk volume 150, 200 dan 250 dengan
cara seperti diatas.
5. Dilakukan hal yang sama pada pengukuran berat untuk bahan kapur.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Tabel 3.1 Hasil pengukuran berat pada pasir kerikil.

Volume Elemeyer 1 Elemeyer 2 % %


No
Pasir Digital Manual Digital Manual Perbedaan Perbedaan
1 0 140.89 140 110.39 110 0.63 0.35
2 100 290.74 290 268.4 268 0.25 0.15
3 150 377.69 377 334.3 334 0.18 0.09
4 200 444.29 444 413.41 413 0.07 0.10
5 250 504.96 504 479.29 479 0.19 0.06

Tabel 3.2 Hasil Pengukuran berat pada pasir kapur

Volume Elemeyer 1 Elemeyer 2 % %


No
Pasir Digital Manual Digital Manual Perbedaan Perbedaan
1 0 140.89 140 110.39 110 0.63 0.35
2 100 178.1 178 151.136 151 0.06 0.09
3 150 199.33 199 168.02 168 0.17 0.01
4 200 216.05 216 188.12 188 0.02 0.06
5 250 235.25 235 204.46 204 0.11 0.22

3.2 Pembahasan
Praktikum pengukuran berat ini menggunakan bahan pasir kerikil dan pasir
kapur yang akan diisi kedalam erlemeyer 250 ml sebanyak 100 ml, 150 ml, 200 ml,
dan 250 ml. Selanjutnya ditimbang menggunakan timbangan digital dan timbangan
sorong. Pada tabel 3.1 dan 3.2 menunjukan data hasil pengukaran berat pada pasir
kerikil dan pasir kapur. Dari hasil pengukuran tersebut terdapat perbedaan nilai antara
pengukuran menggunakan timbangan sorong dengan menggunakan timbangan
analitik. Pada pengukuran berat sampel yang pertama ini, nilai yang didapat selalu
sedikit berbeda dan tidak pernah sama. Setiap hasil pengukuran selalu mengandung
persentase perbedaan, hal ini bisa disebabkan karena ketidak sempurnaan alat ukur
dan cara pengukuran, karena pengaruh lingkungan yang tidak dikehendaki, ataupun
karena kesalahan dalam kalibrasi alat sehingga mempengaruhi hasil yang didapatkan.
Persentase perbedaan terkecil pada sampel 1 yang didapat ialah volume 250 ml pada
erlemeyer 2 dengan 0,06%. Sedangkan persentase perbedaan terbesar yaitu pada
volume 100 erlemeyer 1 dengan 0,25 %. Persentase perbedaan terkecil pada sampel 2
yang didapat ialah volume 150 ml pada erlemeyer 2 dengan 0,01%. Sedangkan
persentase perbedaan terbesar yaitu pada volume 250 erlemeyer 2 dengan 0,22 %.
Hal ini bisa terjadi karena ketidak telitian praktikan dalam pembacaan nilai pada
timbangan analitik, berupa penyimpangan dari cara pengukuran yang telah
ditentukan, kurang cermat pada waktu membaca ataupun cara pengukuran yang
dipilih kurang tepat. Namun secara keseluruhan, persentase perbedaan pada
penimbangan sampel pertama lebih besar dibandingkan pada penimbangan sampel
kedua. Ini bisa jadi disebabkan karena pada pengambilan sampel pertama, praktikan
kurang teliti dan cermat dibandingkan pada pengambilan sampel kedua dan juga
bahan pada sampel pertama lebih berat dibandingkan pada sampel kedua.
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN

Perhitungan Persen Perbedaan :


A.1 Pengukuran pada pasir kerikil
- Volume 0 pada erlenmeyer 1

% Perbedaan = x 100%

140,89140
= x 100%
140,89

= 0,63%

- Volume 0 pada erlenmeyer 2



% Perbedaan = x 100%

110,39110
= x 100%
110,39

= 0,35 %
- Volume 100 pada erlenmeyer 1

% Perbedaan = x 100%

290,74290
= x 100%
290,74

= 0,25 %
- Volume 100 pada erlenmeyer 2

% Perbedaan = x 100%

268,4268
= x 100%
268,4

= 0,15 %
- Volume 150 pada erlenmeyer 1

% Perbedaan = x 100%

377,69377
= x 100% = 0,18 %
377,69
- Volume 150 pada erlenmeyer 2

% Perbedaan = x 100%

334,3334
= x 100%
334,3

= 0,09 %
- Volume 200 pada erlenmeyer 1

% Perbedaan = x 100%

444,29444
= x 100%
444,29

= 0,065 %
- Volume 200 pada erlenmeyer 2

% Perbedaan = x 100%

413,41413
= x 100%
413,41

= 0,099 %
- Volume 250 pada erlenmeyer 1

% Perbedaan = x 100%

504,96504
= x 100%
504,96

= 0,19 %
- Volume 250 pada erlenmeyer 2

% Perbedaan = x 100%

479,29479
= x 100%
479,29

= 0,06 %
Untuk perhitungan % perbedaan pasir kapur sama dengan pasir kerikil.
DAFTAR PUSTAKA

Bernasconi, Gani. 1995. Bagian 1, edisi 1. Jakarta : PT. Pradnya Paramita.


Darmawijaya, M. isa. 1997. Klasifikasi Berat. Gadjah Mada University Press :
Yogyakarta
Hanafiah, K. A. 2005. Ketepatan Pengukuran. Jakarta : Divisi Buku Perguruan
Tinggi. PT. Raja Grafindo Persada.
Hardjowigeno, Sarnono. 1992. Jenis Timbangan. Jakarta : Maduatama Sarana
Pratama.
Tim penyusun. 2017. Penuntun Praktikum Instrumentasi dan Kontrol.Program Studi
DIII Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau : Pekanbaru
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
1. Persentase perbedaan terkecil pada sampel 1 yang didapat ialah volume 250
ml pada erlemeyer 2 dengan 0,06%.
2. Persentase perbedaan terbesar pada sampel 1 yaitu pada volume 100
erlemeyer 1 dengan 0,25 %.
3. Persentase perbedaan terkecil pada sampel 2 yang didapat ialah volume 150
ml pada erlemeyer 2 dengan 0,01%.
4. Persentase perbedaan terbesar pada sampel 2 yaitu pada volume 250
erlemeyer 2 dengan 0,22 %.
5. Pasir kerikil lebih berat dibandingkan dengan pasir kapur.

4.2 Saran
Praktikan diharuskan lebih teliti dalam melakukan pengukuran dengan
timbangan sorong. Timbangan digital harus diperbanyak diakrenakan banyak
praktikan yang menggunakan alat tersebut.
ABSTRAK

Pengukuran adalah pencatatan suatu besaran secara periodik atau kontinu, misalnya
jumlah bahan dalam satuan kg. Pengukuran merupakan dasar untuk tiap
pengendalian atau pengaturan proses-proses kimia dan fisika. Tujuan percobaan ini
adalah untuk mempelajari cara mengkalibrasi, mengukur dan menentukan kesalahan
pengukuran pada pengukuran berat padatan. Pada percobaan ini kami menggunakan
alat timbangan digital dan timbangan sorong serata bahan yang kami gunakan
adalah pasir kerikil dan pasir kapur. Percobaan dilakukan dengan mingisi sampel
tersebut ke dalam erlemeyer dengan volume 100, 150, 200 dan 250 ml. Kemudian
ditimbang dengan menggunakan timbangan digital dan timbangan sorong. Hasil
yang ditunjukan pada kedua alat tidak jauh berbeda sehingga menghasilkan
perbedaan. Adapun Persentase perbedaan terkecil pada sampel 1 yang didapat ialah
volume 250 ml pada erlemeyer 2 dengan 0,06%. Sedangkan persentase perbedaan
terbesar yaitu pada volume 100 erlemeyer 1 dengan 0,25 %. Persentase perbedaan
terkecil pada sampel 2 yang didapat ialah volume 150 ml pada erlemeyer 2 dengan
0,01%. Sedangkan persentase perbedaan terbesar yaitu pada volume 250 erlemeyer
2 dengan 0,22 %.

Kata Kunci : Pasir kerikil; pasir kapur; timbangan digital; timbangan sorong;
persentase perbedaan.
LAPORAN PRAKTIKUM
INSTRUMENTASI DAN KONTROL
PENGUKURAN BERAT

Disusun Oleh :
Kelompok : II (Dua)
Kelas :B
Nama Kelompok : 1. Alltop Amri Ya Habib (NIM : 1507037549)
2. Desti Arliyanis (NIM : 1507023607)
3. Prihalisa Ningendah (NIM : 1507037681)
4. Siti Nuraisyah S (NIM : 1507036651)

Tanggal Praktikum : 19 Oktober 2017


Dosen Pengampu : Drs. Syamsuherman, MT

LABORATORIUM DASAR PROSES DAN OPERASI PABRIK


PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
2017

Вам также может понравиться