Вы находитесь на странице: 1из 106

PENGARUH PERBANDINGAN SERAT,

KONSISTENSI, DAN JUMLAH ADITIF CLAY


TERHADAP KUALITAS LEMBARAN PULP DARI
CAMPURAN SERAT KERTAS KORAN BEKAS
DAN SERAT ECENG GONDOK

Laporan Penelitian
Disusun untuk memenuhi tugas akhir guna mencapai gelar
sarjana di bidang Ilmu Teknik Kimia

oleh :
Ciu Ling (6200079)
Bernadet I. Halim (6200088)

Pembimbing :
Judy Retti W., Ir., MAppSc.
M.Verdi Suherman, ST.

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN
BANDUNG
2004
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL: PENGARUH PERBANDINGAN SERAT, KONSISTENSI PULP, DAN


JUMLAH ADITIF CLAY TERHADAP KUALITAS LEMBARAN
PULP DARI CAMPURAN SERAT KERTAS KORAN BEKAS DAN
SERAT ECENG GONDOK

CATATAN / KOMENTAR:

Telah diperiksa dan disetujui oleh :

Bandung, Juni 2004 Bandung, Juni 2004


Pembimbing Utama Ko-Pembimbing

Judy Retti W., Ir., MAppSc. M.Verdi Suherman, S.T.


Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Katolik Parahyangan Bandung

SURAT PERNYATAAN

Kami yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : Ciu Ling


NPM : 2000620079

Nama : Bernadet I. Halim


NPM : 2000620088

Dengan ini menyatakan bahwa laporan penelitian dengan judul :

PENGARUH PERBANDINGAN SERAT, KONSISTENSI, DAN JUMLAH


ADITIF CLAY TERHADAP KUALITAS LEMBARAN PULP DARI
CAMPURAN SERAT KERTAS KORAN BEKAS DAN SERAT ECENG
GONDOK

Adalah hasil pekerjaan kami dan seluruh ide, pendapat, atau materi dari sumber
lain telah dikutip dengan cara penulisan referensi yang sesuai.

Pernyataan ini kami buat dengan sebenar-benarnya dan jika pernyataan ini tidak
sesuai dengan kenyataan, maka kami bersedia menanggung sanksi peraturan yang
berlaku.

Bandung, Juni 2004

Ciu Ling Bernadet I. Halim


2000620079 2000620088
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan bimbingan-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian ini. Penulisan laporan
penelitian ini disusun untuk memenuhi tugas akhir guna mencapai gelar sarjana di
bidang Ilmu Teknik Kimia.
Selama penulisan laporan ini, penulis telah banyak menerima bimbingan,
bantuan, maupun dukungan dan juga saran-saran dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan rasa terima kasih
kepada :
1. Orang tua penulis atas dorongan dan bantuannya baik moral maupun
materi dalam penyusunan laporan penelitian ini.
2. Ibu Judy Retti W., Ir., MAppSc. dan Bapak M.Verdi Suherman, ST. selaku
dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya
untuk membimbing dan memberikan pengarahan.
3. Andrea, Catharine, Chelsia, Hartono, Imelda, Robert, dan Yullia atas kerja
samanya sebagai sesama rekan penelitian kertas.
4. Dan teman-teman lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari dalam laporan penelitian ini masih terdapat kelemahan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran atau kritik yang membangun.

Bandung, Juli 2004

Penulis
INTISARI

Produksi dan konsumsi kertas terus meningkat. Sementara bahan baku


utama pembuatan kertas untuk saat ini, yaitu kayu, jumlahnya semakin berkurang.
Penggunaan bahan baku non-wood dan daur ulang kertas bekas terus dipelajari
dan dikembangkan oleh para ahli agar dapat mengurangi beban penggunaan bahan
baku kayu untuk pembuatan kertas.

Penelitian ini mempelajari lebih lanjut mengenai pembuatan lembaran


pulp dari campuran serat eceng gondok dan serat kertas koran bekas. Pemilihan
kedua bahan ini karena ketersediannya yang melimpah dan belum banyak
dimanfaatkan lebih lanjut.

Dalam penelitian ini metode yang digunakan untuk pembuatan pulp eceng
gondok maupun pulp kertas koran adalah metode enzimatis. Rancangan
percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan faktorial acak
dengan 3 variabel dan dua level (23). Variabel-variabel yang diamati adalah
konsistensi dengan variasi 1% dan 2%; perbandingan jumlah serat eceng gondok
terhadap serat kertas koran bekas dengan variasi 1:2 dan 2:1; dan perbandingan
berat kering total serat terhadap zat aditif clay dengan variasi 1:0,05 dan 1:0,2.
Analisis dilakukan untuk melihat apakah variabel-variabel tersebut berpengaruh
terhadap nilai ketahanan tarik dan ketahanan sobek dari lembaran pulp yang
dihasilkan.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa variabel-


variabel tersebut berpengaruh terhadap ketahanan tarik dan ketahanan sobek
lembaran pulp. Variabel konsistensi 2% dan variabel perbandingan jumlah serat
terhadap jumlah zat aditif 1 : 0,2 memberikan hasil ketahanan tarik dan ketahanan
sobek yang tinggi. Sementara pada variabel perbandingan jumlah serat eceng
gondok terhadap kertas koran 2 : 1 akan memberikan ketahanan tarik yang tinggi
namun menghasilkan ketahanan sobek yang rendah.
ABSTRACK

Production and paper consumption keep on increasing. Whereas raw


material of papermaking nowadays, that is wood, is on the wane. The usage of
raw material of non-wood and recycled paper are studied and developed by the
experts so it can lessen burden usage of wood raw material for papermaking.

This research was studied about the making of pulp from the mixture of
water hyacinths fiber and newspapers fiber. The election of this materials was
caused of its abundance and havent exploited yet.

This research used enzymatic methods for the making of water


hyacinths pulp and newspapers pulp. Experimental design which was used in
this research is random factorial device by three variable and two level (2 3). Those
variables were consistency with variation of 1% and 2%; comparison of amount
of water hyacinths fibre to newspapers fibre with variation of 1:2 and 2:1; and
comparison of total dry weight of fibre to additive clay with variation of 1:0.05
and 1:0.2. The analysis had been done to see if the variables have an effect on
tensile strength and tearing strength.

As as result, this research indicated that the variables have an effect on


tensile strength and tearing strength of pulp. Consistency 2% and comparison of
total dry weight of fibre to additive clay with variation of 1 : 0.2 were resulting
high tensile strength and tearing strength of pulp. Whereas at variable comparison
of amount of water hyacinths fibre to newspapers fibre with variation 2 : 1 will
give higher tensile strength but resulting lower tearing strength.
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PENGESAHAN ii
SURAT PERNYATAAN iii
KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR TABEL ix
INTISARI xi
ABSTRACT xii

BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.1.1 Kertas Koran 4
1.1.2 Eceng Gondok 5
1.2 Tema Sentral Masalah 5
1.3 Identifikasi Masalah 6
1.4 Premis 6
1.5 Hipotesis 7
1.6 Tujuan 7
1.7 Manfaat 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8


2.1 Sejarah Kertas 8
2.2 Bahan Baku Kertas 9
2.2.1 Virgin Pulp 10
2.2.2 Serat Sekunder 12
2.2.3 Kertas Koran dan Eceng Gondok 13
2.3 Jenis-Jenis Filler 18
2.4 Proses Pembuatan Kertas 23
2.5 Proses Recycle 28
2.5.1 Tinta Cetak 28
2.5.2 Proses Deinking 30
2.6 Variabel-Variabel yang Mempengaruhi Proses 34
2.6.1 Variabel untuk Eceng Gondok 34
2.6.2 Variabel untuk Kertas Koran 34
2.7 Uji Pulp dan Uji Kertas 35
2.7.1 Uji Pulp 35
2.7.2 Uji Kertas 36

BAB III BAHAN DAN METODE 40


3.1 Alat dan Bahan 40
3.2 Metode Penelitian 41
3.3 Variabel-Variabel Percobaan dan Rancangan Percobaan 42
3.4 Percobaan Pendahuluan 43
3.5 Percobaan Utama 44
3.5.1 Perlakuan untuk Eceng Gondok 44
3.5.2 Perlakuan untuk Kertas Koran Bekas 45
3.5.3 Pembuatan Lembaran Pulp 46
3.6 Metoda Analisis 48
3.7 Lokasi dan Jadwal Kerja Penelitian 48

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 50


4.1 Percobaan Pendahuluan 50
4.2 Percobaan Utama 51
4.2.1 Analisis Blanko 52
4.2.2 Pengamatan Hasil Penelitian Secara Visual 57
4.2.3 Hasil Percobaan Berdasarkan Rancangan Percobaan 23 58
4.2.3.1 Uji Ketahanan Tarik 58
4.2.3.2 Uji Ketahanan Sobek 64
4.3 Analisa Hasil Penelitian Secara Umum 69

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 70

DAFTAR PUSTAKA 71
LAMPIRAN A. UJI KETAHANAN SOBEK 74
LAMPIRAN B. UJI KETAHANAN TARIK 77
LAMPIRAN C CONTOH LEMBARAN PULP 80
LAMPIRAN D CONTOH PERHITUNGAN RUN PENELITIAN 86
LAMPIRAN E PERHITUNGAN STATISTIK 91
LAMPIRAN F GAMBAR ALAT 96
LAMPIRAN G LITERATUR 98
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Morfologi Eceng Gondok 15


Gambar 2.2 Proses Pembuatan Pulp Eceng Gondok 34
Gambar 2.3 Proses Pelepasan Tinta 34
Gambar 3.1 Diagram Alir Penentuan Kadar Air Awal Eceng Gondok 44
Gambar 3.2 Diagram Alir Percobaan Utama 47
Gambar 4.1 Pengaruh Konsistensi dan Jumlah Serat terhadap Kekuatan
Tarik 52
Gambar 4.2 Pengaruh Konsistensi dan Jumlah Serat terhadap Kekuatan
Sobek 54
Gambar 4.3 Pengaruh Jumlah Aditif terhadap Indeks Tarik 55
Gambar 4.4 Pengaruh Jumlah Aditif terhadap Indeks Sobek 55
Gambar 4.5 Pengaruh Perbandingan Serat terhadap Indeks Tarik 60
Gambar 4.6 Pengaruh Perbandingan Jumlah Serat dan Jumlah Aditif
Terhadap Indeks Tarik 60
Gambar 4.7 Pengaruh Konsistensi dan Jumlah Aditif Clay terhadap Indeks
Tarik 61
Gambar 4.8 Pengaruh Perbandingan Jumlah Aditif Clay dan Jumlah Serat
terhadap Indeks Tarik 62
Gambar 4.9 Grafik Statistik Uji Tarik 64
Gambar 4.10 Pengaruh Konsistensi terhadap Indeks Sobek dengan Variasi
Perbandingan Jumlah Serat Eceng Gondok dan Kertas Koran 66
Gambar 4.11 Pengaruh Konsistensi terhadap Indeks Sobek dengan Variasi
Perbandingan Jumlah Serat dan Jumlah Aditif Clay 67
Gambar 4.12 Grafik Statistik Uji Sobek 68
Gambar F.1 Oven 96
Gambar F.2 Peralatan Pengadukan 96
Gambar F.3 Peralatan Flotasi 97
Gambar F.4 Screen 97

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Nilai Ekspor Hasil Industri 1


Tabel 1.2 Indeks Produksi Industri Kertas 1997 2001 2
Tabel 1.3 Statistik Pemanfaatan Kertas Bekas Di Indonesia Pada Tahun 4
1990 1996
Tabel 2.1 Dimensi Rata-Rata Serat Beberapa Bahan Baku Kertas 11
Tabel 2.2 Susunan Kimia Eceng Gondok 15
Tabel 2.3 Analisa Kimia Bahan Baku Eceng Gondok 16
Tabel 2.4 Pengamatan Morfologi Serat Eceng Gondok 17
Tabel 2.5 Filler Kertas 19
Tabel 2.6 Karakteristik Bahan Pengisi Kertas 23
Tabel 2.7 Variabel untuk Eceng Gondok 34
Tabel 2.8 Variabel untuk Kertas Koran 35
Tabel 3.1 Bahan-Bahan Penelitian 40
Tabel 3.2 Harga Parameter Konstan untuk Tempuhan Penyiapan
Serat Sekunder dari Kertas Koran Bekas 42
Tabel 3.3 Matriks Rancangan Percobaan 43
Tabel 3.4 Variasi Blanko 43
Tabel 3.5 Jadwal Kerja Penelitian 49
Tabel 4.1 Uji Gramatur Lembaran Pulp 51
Tabel 4.2 Indeks Tarik Blanko 52
Tabel 4.3 Indeks Sobek Blanko 53
Tabel 4.4 Urutan Degradasi Warna Lembaran Pulp 57
Tabel 4.5 Nilai Indeks Tarik 58
Tabel 4.6 Analisis Varian Indeks Tarik 59
Tabel 4.7 Nilai Indeks Sobek 65
Tabel 4.8 Analisis Varian Indeks Sobek 65
Tabel E.1 Algoritma Yates 91
Tabel E.2 Analisa Varian Rancangan Percobaan 23 92
Tabel E.3 Data Uji Tarik Lembaran Pulp 93
Tabel E.4 Indeks Tarik Lembaran Pulp 93
Tabel E.5 Penyusunan Ulang Algoritma Yates Untuk Uji Tarik 93
Tabel E.6 Hasil Perhitungan Analisa Varian 23 Untuk Uji Tarik 94
Tabel E.7 Data Uji Sobek Lembaran Pulp 94
Tabel E.8 Indeks Sobek Lembaran Pulp 94
Tabel E.9 Penyusunan Ulang Algoritma Yates Untuk Uji Sobek 95
Tabel E.10 Hasil Perhitungan Analisa Varian 23 Untuk Uji Sobek 95
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pertumbuhan industri pulp dan kertas di Indonesia sangat pesat. Kapasitas
produksi industri kertas pada tahun 1987 sebesar 980.000 ton, kemudian tahun
1997 meningkat tajam menjadi 7.232.800 ton. Bila memperhitungkan rencana
perluasan dan investasi baru pada tahun 1998-2005 maka kapasitas produksi
industri kertas sampai dengan akhir tahun 2005 diprediksi akan meningkat
menjadi 13.696.170 ton (APKI Direktori, 1997).
Seiring dengan meningkatnya kapasitas produksi, ekspor pulp dan kertas
Indonesia pun terus meningkat. Bila sebelumnya Indonesia selalu menjadi
importir pulp maka sejak tahun 1995 berbalik menjadi eksportir pulp. Angka
pertumbuhan ekspor pulp tidak kurang dari 96 % antara tahun 1994-1996. Data
APKI (Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia) menunjukkan bahwa antara tahun
1987-1996 jumlah ekspor kertas Indonesia selalu lebih besar dari jumlah
impornya, dengan tingkat pertumbuhan tahunan sebesar 26,11 %. Nilai ekspor
hasil industri kertas dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1 Nilai Ekspor Hasil Industri Kertas (Juta US$)


Tahun dan Bulan Kertas dan Barang Dari Kertas
1993 500,5
1994 671,2
1995 1011,4
1996 955,3
1997 938,5
1998 1425,5
1999 1965,6
2000 2291,2
2001 2034,3
2002 2097,4
2003 Januari 168,4
Sumber: BPS, 2003
Meningkatnya kapasitas produksi industri pulp dan kertas juga diikuti oleh
kenaikan jumlah konsumsi kertas per kapita. Konsumsi kertas per kapita di
Indonesia pada tahun 1992 baru mencapai 10 kg, kemudian meningkat menjadi
15,5 kg pada tahun 1996. Kenaikan konsumsi kertas per kapita di Indonesia
terutama dipicu oleh bertambahnya industri pers dan percetakan, meningkatnya
kebutuhan kertas industri, kemajuan teknologi informasi yang membutuhkan
media kertas dan diversifikasi penggunaan kertas yang semakin meluas. Indeks
produksi industri kertas 1997 2001 dapat dilihat pada Tabel 1.2.

Tabel 1.2 Indeks Produksi Industri Kertas 1997 2001


(dalam juta ton)
Tahun Produksi Kertas Keseluruhan
2001 109,57
2000 137,7
1999 146,85
1998 148,88
1997 146,1
1996 138,13
Sumber: BPS, 2002

Konsumsi kertas per kapita di Indonesia dipastikan akan terus meningkat.


Harga pulp yang tinggi di pasar internasional, saat ini harganya US$ 680 - 700 per
ton, dan konsumsi kertas yang terus meningkat merupakan dua faktor utama yang
mendukung pertumbuhan industri pulp dan kertas di Indonesia.
Industri pulp dan kertas juga dapat diandalkan untuk meningkatkan devisa.
Karena itulah pemerintah telah mencanangkannya sebagai salah satu dari sepuluh
komoditi andalan ekspor.
Sampai sekarang tercatat beberapa bahan baku pembuat kertas, antara lain
merang, bagas, bambu, kertas bekas dan kayu bulat. Industri pulp skala besar,
yang kebanyakan didirikan di luar pulau Jawa, bahan baku utamanya adalah kayu
bulat yang berasal dari hutan alam. Industri pulp yang telah lama didirikan di
Pulau Jawa juga menggunakan kayu sebagai bahan baku utamanya.
Sampai saat ini, masih lebih dari 90 % bahan baku kayu untuk industri
pulp di Indonesia berasal dari hutan alam. Untuk memenuhi kebutuhan bahan
baku industri pulp dan kertas, sejak awal tahun 1990 pemerintah dan pengusaha
melakukan pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI), terutama HTI-pulp.
Namun hampir semua industri pulp dan kertas telah beroperasi sebelum HTI-pulp
dapat dipanen. Sehingga, hutan alam yang telah lama mengalami eksploitasi
berlebihan juga menjadi tumpuan utama sumber bahan baku industri pulp dan
kertas.
Ketimpangan antara kapasitas industri perkayuan dengan kemampuan
hutan untuk menyediakan bahan baku secara lestari telah menyebabkan
pengurasan sumber daya hutan. Hal ini bertambah buruk dengan aktivitas
penjarahan hutan (pencurian kayu, illegal logging) yang semakin marak.
Akibatnya, kualitas dan kuantitas hutan Indonesia dari tahun ke tahun semakin
menurun. Laju penebangan hutan Indonesia pada periode tahun 1985-1998 tidak
kurang dari 1,6 juta hektar per tahun (Dephutbun, 2000).
Tidak dapat dipungkiri bahwa peran industri pulp dan kertas bagi
perekonomian Indonesia sangat strategis, pengusaha dan negara mendapatkan
keuntungan besar. Namun hal ini akan menjadi tidak berarti bila mengingat
semakin rusaknya hutan alam Indonesia [E.G. Togu Manurung dan Hendrikus H.
Sukaria].
Untuk menjembatani permasalahan ini, di mana industri kertas bisa terus
berkembang tetapi hutan kayu di Indonesia pun bisa tetap dilestarikan, maka perlu
dipikirkan suatu solusi. Salah satu solusi yang ada adalah menggunakan bahan
baku serat non-wood untuk industri kertas. Selama ini bahan baku non-wood yang
telah digunakan untuk industri kertas antara lain merang, bagas, bambu, kertas
bekas. Namun dalam penelitian ini dicari alternatif lain yaitu penggunaan serat
eceng gondok dan kertas koran bekas yang keduanya merupakan bahan yang
persediaannya cukup melimpah.
1.1.1 Kertas Koran
Kertas daur ulang sangat penting karena jika tidak, maka semakin banyak
pohon yang harus ditebang untuk memenuhi kebutuhan akan kertas. Hutan alam
di seluruh dunia sudah banyak ditebang dan sedang dalam proses reboisasi. Hal
ini disebabkan karena kebutuhan akan kertas. Solusi terbaik adalah dengan kertas
daur ulang.
Daur ulang kertas tidak hanya baik bagi ekosistem hutan, tapi juga bagi
segi ekonomi karena proses daur ulang membutuhkan energi yang lebih kecil
daripada memproduksi kertas dari bahan baku mentahnya, yaitu kayu. Dengan
mendaur ulang kertas, dapat mengurangi polusi udara hingga 74 % dan polusi air
hingga 34 %, dengan tidak menggunakan pulp dari kayu murni. Data statistik
pemanfaatan kertas bekas di Indonesia pada tahun 1990 1996 dapat dilihat pada
Tabel 1.3.

Tabel 1.3 Statistik Pemanfaatan Kertas Bekas Di Indonesia Pada Tahun


1990 1996 (dalam juta ton)
Produksi kertas Konsumsi Jumlah kertas yang
Tahun keseluruhan kertas didaurulang
(juta ton) (juta ton) (juta ton)
1992 163,5 245,7 82,2
1991 162,6 239,4 76,8
1990 162,6 238,1 75,5
1989 164,1 231,7 67,6
1988 161,7 225,3 63,6
1987 154,3 214,3 60,0
1983 131,1 176,9 45,8
1978 122,2 157,6 35,4
Sumber: Pulp and Paper International, International Fact and Price Book, 1994

Penelitian ini menggunakan enzim untuk melepaskan tinta dari serat kertas
koran bekas. Menurut hasil penelitian Prasad [1993], proses enzimatis dapat
meningkatkan derajat keputihan dan kebersihan serat sekunder yang akan
dihasilkan. Selain itu, dengan menggunakan enzim, tinta yang dipisahkan tidak
berupa larutan tetapi berbentuk padatan sehingga pemisahannya lebih mudah
dibandingkan dengan larutan tinta cetak.
1.1.2 Eceng Gondok
Eceng gondok (Eichhornia crassipes) adalah tumbuhan air yang
keberadaannya seringkali divonis sebagai gulma atau tanaman pengganggu.
Pertumbuhan eceng gondok sangat cepat dan sukar dikendalikan sehingga
populasinya berlebihan dan menimbulkan berbagai masalah perairan. Masalah
perairan tersebut antara lain pendangkalan perairan, berkurangnya daya tampung
waduk, dan terganggunya lalu lintas perairan.
Namun sebagai tumbuhan air, eceng gondok sebenarnya mempunyai peran
positif jika dapat ditangani dengan baik. Keberadaan tumbuhan air dapat
membantu aerasi, meningkatkan pengendapan, dan menciptakan kestabilan
perairan dengan penyerapan unsur hara. Eceng gondok juga mempunyai
keistimewaan yaitu dapat menyerap logam beracun, limbah industri, limbah
rumah tangga, dan limbah pertanian.
Agar tidak menimbulkan masalah lagi maka pemanfaatan eceng gondok
perlu diusahakan. Selama ini berbagai pemanfaatan telah dicoba diantaranya
sebagai media jamur, gas bio, makanan ternak, kerajinan tangan, dll. Penelitian ini
mempelajari pemanfaatan eceng gondok dalam industri pulp dan kertas.
Dari segi pemanfaatannya dalam industri kertas, eceng gondok
memberikan prospek yang baik. Pertumbuhannya yang cepat dan populasinya
yang berlebihan merupakan potensi sumber selulosa dalam pembuatan kertas
[Joedodibroto R., 1983].

1.2 Tema Sentral Masalah


Tema sentral masalah dalam penelitian ini adalah pemanfaatan eceng
gondok dan kertas koran bekas sebagai bahan baku pulp untuk pembuatan
kertas. Eceng gondok dan kertas koran merupakan bahan yang terdapat
dalam jumlah banyak namun belum dimanfaatkan lebih lanjut, sedangkan
kebutuhan akan kertas terus meningkat. Untuk meningkatkan mutu kertas
yang dihasilkan maka diperlukan zat aditif. Pada penelitian ini, zat aditif
yang digunakan adalah clay.
1.3 Identifikasi Masalah
Berdasarkan tema sentral masalah maka diidentifikasikan masalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana pengaruh perbandingan jumlah berat kering serat eceng gondok
dengan serat kertas koran bekas terhadap ketahanan tarik dan ketahanan sobek
lembaran pulp yang dihasilkan?
2. Bagaimana pengaruh perbandingan jumlah berat kering serat eceng gondok
dan serat kertas koran bekas dengan bahan aditif terhadap ketahanan tarik dan
ketahanan sobek lembaran pulp yang dihasilkan?
3. Bagaimana pengaruh konsistensi terhadap ketahanan tarik dan ketahanan
sobek lembaran pulp yang dihasilkan?

1.4 Premis
1. Serat eceng gondok terutama terdapat pada batang [Joedodibroto R., 1983].
2. Kandungan selulosa eceng gondok mencapai 64.51 % berat [Joedodibroto R.,
1983].
3. Kandungan pektin eceng gondok mencapai 7.2 % berat [Sugesti, 1983].
4. Penerapan suhu yang relatif tinggi pada pemasakan tak memperbaiki
delignifikasi, membuat pulp berwarna tua dan berlendir yang susah dicuci dan
disaring [Joedodibroto R., 1983].
5. Kondisi pembuatan pulp eceng gondok [Holia Onggo, 1998].
a. Perbandingan volume bahan dan cairan = 1 : 5.
b. Suhu pemasakan = 100oC.
c. Waktu pemasakan = variasi yaitu 75 dan 90 menit.
6. Variabel-variabel proses pembuburan dan perlakuan enzimatis terhadap
penghilangan tinta kertas koran bekas secara enzimatis dengan proses flotasi
[Rudy Winarto, 1998] adalah sebagai berikut :
a. Enzim yang digunakan jenis enzim selulase, dengan nama dagang
Celluclast 1,5 L.
b. Lama perlakuan enzimatis = 15 menit.

c. Dosis enzim yang ditambahkan = 0,5 % berat kertas koran bekas.


d. Kondisi perlakuan enzimatis: pH = 5, T = 55 oC, kecepatan
pengadukan = 650 rpm.
e. Lama pembuburan kembali kertas koran bekas = 5 menit.
f. Kondisi pembuburan: pH = 7, T = 55oC, kecepatan pengadukan =
950rpm.

1.5 Hipotesis
1. Semakin banyak jumlah serat eceng gondok yang ditambahkan maka nilai
ketahanan tarik dan ketahanan sobek lembaran pulp yang dihasilkan akan
semakin besar.
2. Semakin banyak bahan aditif clay yang ditambahkan maka semakin besar nilai
ketahanan tarik dan ketahanan sobek lembaran pulp yang dihasilkan.
3. Semakin besar konsitensi maka semakin besar nilai ketahanan tarik dan
ketahanan sobek lembaran pulp yang dihasilkan.

1.6 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah variabel-variabel
konsistensi, perbandingan jumlah serat eceng gondok terhadap serat kertas koran
bekas, dan perbandingan pemakaian zat aditif clay berpengaruh terhadap
ketahanan tarik dan ketahanan sobek lembaran pulp yang dihasilkan dari pulp
eceng gondok dan pulp kertas koran bekas, dan menentukan variasi yang
memberikan hasil ketahanan tarik dan ketahanan sobek terbaik.

1.7 Manfaat
1. Meningkatkan nilai tambah eceng gondok dan kertas koran bekas sebagai
bahan baku pembuatan pulp.
2. Meningkatkan pemahaman terhadap pengaruh perbandingan jumlah serat
eceng gondok, serat koran bekas dengan bahan aditif clay pada proses
pembuatan pulp dari eceng gondok dan kertas koran bekas.
3. Meningkatkan pemahaman terhadap pengaruh konsistensi pulp pada
proses pembuatan pulp dari eceng gondok dan kertas koran bekas.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Kertas adalah lembaran yang didapat dari deposisi serat-serat tanaman,


mineral, serat sintetis atau campurannya dengan penambahan zat-zat lain dalam
suatu suspensi sehingga serat-serat jalin-menjalin, berbelit-belit menjadi suatu
kesatuan yang mempunyai kekuatan.

2.1 Sejarah Kertas


Kurang lebih 10 abad S.M (sebelum Masehi) manusia telah mengenal
kertas. Tanah kelahiran kertas secara umum diakui berasal dari Tiongkok yang
kemudian berkembang ke Jepang dan dengan melalui daratan Mongolia ke
Arabia, dari sini mengembara ke Mesir, Italia dan dengan melalui Afrika Utara ke
Spanyol dan daratan Eropa lainnya.
Sejarahnya dapat dibagi dalam tiga periode :
1. Periode Tiongkok. Menurut sejarah yang pertama menemukan pembuatan
kertas adalah Tiongkok. Tiongkok mempunyai peradaban dan kebudayan yang
sangat tinggi sejak zaman purba kala. Dalam Dinasti Han seorang Menteri
Agraria pertanian yang bernama Tsai Lun dalam tahun permulaan Masehi
telah menemukan kesenian pembuatan kertas. Yang dipakai sebagai bahan
mentahnya mula-mula linen yang kemudian ternyata dapat pula dijadikan
bekas baju, jala-jala ikan yang sudah tua dan lain-lain lagi. Caranya pada
pokoknya merendam dalam air, ditempa, disaring, dan dijemur. Bahan-bahan
perekat pada waktu itu juga sudah digunakan.
2. Periode Arabia. Pada kira-kira tahun 750 timbul peperangan antara kedua
bangsa yang kuat, yakni orang-orang Arab dan Tionghwa. Bangsa Arab pada
akhirnya memenangkan perang. Banyak prajurit Tiongkok yang ditawan dan
diantaranya ada yang mahir dalam pembuatan kertas. Demikian rahasia yang
sudah beraba-abad disimpan rapat itu dapat terbuka. Pabrik kertas yang
pertama didirikan oleh bangsa Arab adalah Samarkand sedang yang kedua
pada jaman Harun Al Rasjid didirikan di Bagdad pada tahun 793. Hubungan
dagang antara Timur (Arabia) dan Barat (Italia) memasuki babak
perkembangan. Pedagang-pedagang Italia, secara langsung atau tidak
memperoleh pengertian dan pengetahuan dari bangsa Arab mengenai
pembuatan kertas.
3. Periode Eropa. Telah diakui, Spanyol adalah negara Eropa Barat yang
pertama-tama menyaksikan pembuatan kertas. Pabrik kertas yang pertama di
Spanyol (di Xativa) didirikan kira-kira dalam tahun 1150. Dari Spanyol
meluas ke Perancis dan Jerman. Di Jerman pabrik yang pertama didirikan
pada tahun 1390 di Nuremberg. Sejalan dengan kemajuan-kemajuan di Eropa
mulai abad petengahan, manufacturing ikut mengalami kemajuan-kemajuan,
baik dalam bidang proses, penggunaan bahan-bahan dan peralatan yang
memungkinkan memproduksi lebih banyak lagi dan lebih baik kualitasnya.
Jerman mempunyai banyak andil yang penting dalam hal ini [P.N. Kertas
Letjes, 1965].

2.2 Bahan Baku Kertas


Komponen utama yang terdapat dalam bahan baku kertas pada umumnya
adalah selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Dari ketiganya, selulosa merupakan
komponen yang terpenting dalam pembuatan kertas. Bahan baku yang baik
memiliki kadar selulosa yang tinggi sedangkan kadar ligninnya rendah.
Selulosa adalah penyusun utama dari jaringan dinding sel tumbuhan yang
merupakan suatu senyawa polisakarida organik yang berwarna putih dengan
rumus empiris (C6H10O5)n. Serat selulosa memiliki kekuatan dan ketahanan yang
tinggi, higroskopik, dapat basah oleh air dan mengalami penggembungan ketika
jenuh. Kekuatan dan fleksibilitas inilah yang membuat selulosa memiliki nilai
yang unik dalam pembuatan kertas.
Hemiselulosa adalah suatu polisakarida dan merupakan bagian dari
selulosa alami. Gugus gula pada rantai molekul hemiselulosa dapat berupa
glukosa maupun gula lain seperti xylose (C5H10O5) atau mannose (C6H12O6). Hal
yang membedakan hemiselulosa dan selulosa adalah jumlah residu glukosa dalam
rantai hemiselulosa jauh lebih sedikit dibandingkan dengan selulosa. Akibat rantai
hemiselulosa lebih pendek maka hemiselulosa jauh lebih reaktif daripada selulosa
saat diekstrak dari kayu. Hemiselulosa lebih mudah bereaksi dalam asam dan
terkonversi menjadi gula. Kehadiran hemiselulosa dalam pulp merupakan faktor
yang sangat mengganggu dalam proses pembuatan kertas karena hemiselulosa
merupakan substansi yang bergetah, dimana substansi tersebut terlarut dalam
larutan yang pekat (lengket) atau mengembang menjadi jelly seperti plastik
lengket yang kontak dengan air.

Lignin merupakan molekul padat yang tersusun rapat (compact molecule).


Fungsi utama dari lignin dalam kayu adalah untuk menyatukan serat-serat dan
untuk menahan beban.

Selulosa yang dibuat menjadi kertas dapat berupa virgin pulp atau recycle
pulp. Virgin pulp dapat berasal dari kayu (wood), maupun bahan-bahan non-kayu
(non-wood) seperti jerami, merang, ilalang, bambu, bagase tebu, dan lain-lain.
Sedangkan recycle pulp berasal dari pengolahan kertas bekas [P.N. Kertas Letjes,
1965].

2.2.1 Virgin pulp


Menurut sumbernya, virgin pulp dapat dibedakan menjadi dua yaitu dari
kayu dan non-kayu.
1. Kayu (Wood)
Kayu merupakan sumber selulosa yang terbesar. Kayu yang banyak
digunakan sebagai bahan baku pembuatan kertas biasanya berasal dari pohon
berdaun jarum (softwood), misalnya pohon pinus. Keunggulan softwood yaitu
serat selulosa softwood (2 - 4 mm) lebih panjang daripada serat selulosa
hardwood (0,5 - 1,5 mm). Pulp dari serat panjang memiliki kekuatan ikat yang
lebih tinggi. Sifat softwood yang lainnya adalah daya retensi terhadap air
yang rendah, derajat putih yang tinggi, dan kandungan ligninnya yang lebih
tinggi dibandingkan dengan hardwood. Kertas dari softwood dapat digunakan
untuk membungkus semen; sedangkan kertas dari hardwood dapat digunakan
untuk kertas tulis dan kertas cetak.
2. Non-Kayu (Non-Wood)
Penggunaan serat non-wood dalam produksi kertas relatif sedikit tapi
sangat penting, terutama dalam mengurangi penebangan pohon untuk
pembuatan kertas.
Jenis-jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai penghasil pulp untuk
pembuatan kertas antara lain: bagas, bambu, ramie, goni, kapas, dan juga
aneka rumput dan jerami; seperti gandum, barley atau beras. Jerami dan bagas
tebu digunakan untuk kertas tulis. Jerami dan ilalang digunakan sebagai bahan
baku utama kertas tissue. Flax, hemp, jute dan kenaf digunakan untuk tekstil
dan pembuatan tali, serat ini sangat berharga karena kekuatan dan
ketahanannya yang antara lain dibuat menjadi kertas pasir, kertas rokok high-
grade, dan berbagai kertas ringan yang memerlukan kekuatan.
Sifat serat tergantung dari dimensi serat dan komposisi kimia bahan baku.
Semakin panjang serat, maka kertas yang dihasilkan akan memiliki kekuatan
sobek yang tinggi. Serat berdinding tipis menghasilkan kertas yang lebih padat
dan memiliki kekuatan retak yang lebih baik namun kekuatan sobeknya
rendah. Dimensi rata-rata serat beberapa bahan baku kertas dapat dilihat pada
Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Dimensi Rata-Rata Serat Beberapa Bahan Baku Kertas


JENIS BAHAN BAKU PANJANG (MM) DIAMETER (MICRON)
Eceng gondok 1,6 5,5
Bambu 1,4-3,8 9-22
Jerami 1,1 16
Bagas (ampas tebu) 1,4 18
Kapas 18 20
Rami 2,0 22
Indian softwood 2,7-3,6 27-52
Indian hardwood 0,7-1,8 9-44
Sumber: TAPPI Vol.18, No.1, Desember, 1981

Keuntungan dari non-wood ini yaitu dapat tumbuh di daerah yang tidak
memungkinkan untuk pohon tumbuh dan dengan curah hujan serta kesuburan
yang rendah. Secara umum, panen non-wood setiap tahunnya lebih banyak
dibandingkan kayu. Contohnya, jerami dapat panen sebanyak 20 metrik ton
per hektar, yang jauh lebih banyak bila dibandingkan pohon. Panen tanaman
non-wood relatif lebih cepat, biasanya satu atau dua tahun setelah penanaman,
sedangkan pohon membutuhkan waktu 10 sampai 20 tahun untuk mencapai
dewasa [J. C. Robert, 1996].

2.2.2 Serat Sekunder


Serat sekunder merupakan serat selulosa hasil daur ulang kertas bekas
yang telah melalui proses pelepasan tinta. Kertas bekas yang ada dapat dibagi
menjadi empat golongan [Kleinau, 1987], yaitu :
1. Kardus bekas pembungkus barang pecah belah (Old Corrugated
containers/OCC).
2. Kertas koran bekas (Old News Paper/ONP).
3. Kertas sisa dari bagian finishing converting yang merupakan salah satu
seksi di pabrik kertas.
4. Kertas bekas arsip perkantoran, industri, perdagangan, kantor pos, dll.
Namun tidak semua jenis kertas dapat digunakan untuk didaur ulang.
Beberapa jenis kertas memiliki kontaminan yang terlalu banyak untuk didaur
ulang. Piring kertas bekas maupun kotak pizza tidak dapat didaur ulang karena
makanan tidak akan hilang selama proses berlangsung. Macam-macam
kontaminan lainnya diantaranya termasuk kertas karbon atau pita kaset.
Penggunaan serat sekunder memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan
dibandingkan penggunaan pulp murni dari kayu sebagai bahan baku kertas.
Keuntungan penggunaan serat sekunder untuk pembuatan kertas adalah sebagai
berikut :
1. Stabilitas dimensi lebih baik.
2. Berkurangnya kecenderungan kertas menggulung atau melengkung.
3. Bertambahnya retensi terhadap sizing dan filler.
4. Formasi lebih baik.

Kelemahan penggunaan serat sekunder untuk pembuatan kertas adalah sebagai


berikut :
1. Menurunnya kualitas kertas (memiliki kekuatan fisik yang lebih rendah
dibandingkan dengan pulp baru [virgin pulp]).
2. Memiliki kualitas yang bervariasi atau tidak seragam.
3. Memiliki derajat keputihan yang rendah.
4. Berkurangnya ukuran panjang serat.
5. Adanya sejumlah kecil kontaminan seperti tinta dan bahan pengikat
(binder).
Pada serat sekunder terjadi perubahan sifat fisik yang disebabkan oleh
adanya penurunan daya ikat antar serat dan pengurangan kekuatan serat.
Akibatnya, indeks tarik menurun, terutama pada pendaurulangan pertama kali
yang terjadi penurunan terbesar karena berkurangnya daya ikat antar serat. Daya
ikat antar serat yang berkurang ini diakibatkan oleh menurunnya plastisitas dan
fleksibilitas serat, sehingga luas bidang ikatan berkurang dan menyebabkan
lemahnya daya ikat antar serat. Demikian pula dengan indeks sobek yang
mengalami penurunan seperti halnya indeks tarik. Faktor utama yang menentukan
indeks sobek adalah fleksibilitas, kekuatan intrinsik, dan panjang serat. Penurunan
fleksibilitas serat menyebabkan berkurangnya daya ikat sehingga pada waktu
mengalami penyobekan, banyak serat yang akan terpisah dengan mudah dalam
keadaan utuh, jadi gaya sobek yang diperlukan kecil. Serat menjadi mudah putus
karena kekuatan intrinsiknya yang berkurang akibat pendaurulangan. Selain itu,
serat menjadi mudah terpotong saat penggilingan sehingga ketahanan sobek
lembaran kertas semakin menurun.
2.2.3 Kertas Koran dan Eceng Gondok
Pada penelitian ini, untuk sumber bahan baku pembuatan kertas
difokuskan pada kertas koran dan eceng gondok.

1. Kertas Koran
Kertas koran adalah salah satu jenis kertas yang banyak didaurulang untuk
dijadikan pulp sekunder dalam industri pembuatan kertas. Kertas koran yang
dibuat dari pulp mekanis memiliki derajat keputihan yang rendah karena
tingginya kandungan lignin yang bercampur dengan serat-serat selulosa.
Untuk meningkatkan derajat keputihan maka dilakukan pencampuran antara
80 85 % bahan baku pulp yang dibuat melalui proses mekanis dengan 15
20 % pulp yang dibuat melalui proses kimia. Penambahan pulp kimia ini juga
dapat meningkatkan kekuatan kertas karena pulp kimia memiliki serat-serat
yang lebih panjang.
Pulp sekunder dari kertas koran bekas memiliki kecerahan yang rendah,
kekuatan retak, kekuatan tarik dan opasitas yang rendah dari semula, namun
kehalusan permukaan dan ketahanan terhadap pengerutannya tinggi. Untuk
mengatasi kekuatan fisiknya yang rendah, maka pada pembuatan kertas
sebaiknya ditambahkan pulp baru (virgin pulp) sekitar 15 20 %.
Kertas koran juga biasanya mengandung bahan-bahan pengisi (filler) yang
ditambahkan saat proses produksinya. Selain itu dalam pembuatan kertas
koran ditambah juga bahan pemutih optik (Optical Brightening Agent/ OBA)
untuk mengubah warna kertas dari putih kekuning-kuningan menjadi putih
kebiru-biruan; untuk memperbaiki retensi bahan pewarna tertentu ditambah
alum.
2. Eceng Gondok
Eceng gondok merupakan tumbuhan air dan termasuk dalam keluarga
Pontederaceae. Susunan tubuh eceng gondok terdiri dari batang rhizoma, akar
yang berserabut, dan daun yang tersusun melingkar. Bentuk tanaman eceng
gondok dapat dilihat pada Gambar 2.1. Berat kering normal tanaman eceng
gondok sekitar 5 7 % dari berat segarnya [Gopal, 1981].
Pendayagunaan eceng gondok dalam pembuatan pulp dan kertas telah
diteliti oleh para ahli dan masih diperdebatkan. Ada peneliti yang mengklaim
telah berhasil membuat kertas berkualitas baik dari eceng gondok, sedangkan
peneliti lainnya melaporkan hasil yang sebaliknya. Azam [1941] melaporkan
bahwa tidak seluruh bagian tanaman eceng gondok dapat dimanfaatkan untuk
membuat pulp. Penggunaan daun eceng gondok dapat menyebabkan sifat
rapuh karena kandungan selulosanya yang relatif lebih sedikit. Pemakaian
akarnya akan menghasilkan pulp yang berwarna lebih gelap, sedangkan dari
bagian batang diperoleh hasil yang cukup memuaskan.

Gambar 2.1 Morfologi Eceng Gondok

Dari hasil penelitian Roehyati Joedodibroto, diketahui serat eceng gondok


terutama terdapat pada batang daun dengan panjang yang tergolong sedang
(1,75 - 2,12 mm) dan langsing dengan nilai banding panjang diameter 157
182. Helai daun banyak mengandung sel-sel halus yang pada penggilingan
dan penyaringan lolos sebagai debu. Hasil analisa kimia batang eceng gondok
dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Susunan Kimia Eceng Gondok (% kering tanur)


BELUM DIGILING TELAH DIGILING
Abu 12,00 5,77
Silika 5,56 0,65
Lignin 7,69 8,93
Pentosan 15,61 18,14
Kelarutan:
-. Alkohol-bensen 5,93 2,12
-. Air panas 13,64 5,02
-. Air dingin 13,02 4,41
-. 1% NaOH 37,30 31,61
Sumber: Joedodibroto, 1983.

Sedangkan dari analisa kimia bahan baku eceng gondok segar yang
dilakukan oleh Gopal [1981] diperoleh data seperti yang dapat dilihat pada
Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Analisa Kimia Bahan Baku Eceng Gondok


kadar air 95,00 %
kadar abu 24,40 %
C 34,90 %
N 1,61 %
C : N ratio 23,30 %
P 0,31 %
K 3,81 %
Ca 1,66 %
Mg 0,56 %
Na 0,56 %
S 2,40 %
Cl 9,23 %
Selulosa 26,1 42,00 %
Sumber: Gopal, 1981.
Wawan Kartika Harun melakukan pengamatan morfologi serat eceng
gondok yang dapat dilihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Pengamatan Morfologi Serat Eceng Gondok


Panjang Serat (Mm)
- Minimum 0,86
- Maksimum 2,29
- Rata-Rata (L) 1,63
Diameter Serat ()
- Luar (D) 13,21
- Tebal Dinding (W) 2,12
Sumber: Wawan K.

Dari penelitian Joedodibroto [1983] diketahui proses pemasakan pulp


eceng gondok akan menghasilkan pulp yang terlihat seperti berlendir, dan
susah pelepasan airnya. Pengeringan pulp akan mengakibatkan gumpalan pulp
menjadi keras dan susah difiberisasi. Zat berlendir tersebut diperkirakan
berasal dari senyawa pektin. Kadar pektin dalam eceng gondok relatif tinggi,
yaitu mencapai 7,2% [Sugesti, 1983].
Pektin merupakan suatu polisakarida yang terdiri dari campuran
galakturonat metil ester, sedikit arabinosa dan galaktosa atau asam
galakturonat koloidal yang biasanya disebut asam pektat. Pektin dapat
membentuk gel dalam suasana asam atau basa dan dapat terdekomposisi pada
suhu di atas 156oC [Kertesz, 1951].
Dimensi serat dan komposisi kimia eceng gondok mengindikasikan bahwa
kertas dengan kualitas yang relatif baik dapat dibuat dari eceng gondok, yaitu :
- Kandungan serat selulosa eceng gondok relatif tinggi.
- Panjang serat eceng gondok tergolong sedang, antara 1,75 2,12 mm
[Joedodibroto 1983], sehingga kekuatan tariknya relatif baik.
- Kandungan lignin eceng gondok cukup rendah. Serat dengan kandungan
lignin yang tinggi sukar untuk digiling dan menghasilkan lembaran kertas
yang berkekuatan relatif rendah [McDonald dan Franklin, 1969].
Dari segi proses pemasakan, pembuatan pulp eceng gondok memberikan
keuntungan antara lain bahan kimia yang dibutuhkan relatif lebih sedikit, dan
dapat dimasak pada temperatur dan tekanan yang lebih rendah [Gosh et. al.,
1981].
2.3 Jenis-Jenis Filler
Hasil survei dari pasar kertas menemukan bahwa ada sangat banyak jenis
kertas yang dapat dibuat dari beberapa macam pulp yang diproses dengan
tambahan material tertentu yang sesuai sehingga dapat memenuhi keperluan
fungsional yang berbeda-beda.
Penggunaan serat selulosa secara eksklusif (tanpa tambahan bahan lain)
dalam pembuatan kertas cukup jarang dijumpai. Kebanyakan kertas sedikitnya
mengandung alumunium sulfat dan bahan perekat yang bervariasi, misalnya
perekat lilin, starch atau gum, dan bahan pewarna.
Kertas yang digunakan untuk percetakan, seperti buku atau majalah,
mengandung filler dalam jumlah banyak. Persentase filler dalam kertas koran
lebih kecil karena ada spesifikasi dari pemerintah. Kertas tulis dibuat dengan
tambahan filler sekedarnya. Kertas pembungkus dan board mengandung filler
dalam jumlah minor. Kertas jenis lainnya, misalnya kertas hisap dan tissue
mungkin mengandung pigmen opacifying tinggi dalam persentase yang kecil.
Filler digunakan untuk meningkatkan beberapa sifat yang diinginkan
seperti di bawah ini :
1. Opasitas. Selulosa dalam lembar yang padat bersifat transparan. Untuk
kertas tulis dan kertas cetak, sifat transparan ini tidak diinginkan, dan filler
digunakan untuk meningkatkan opasitas.
2. Warna. Kebanyakan filler lebih putih daripada serat selulosa; penambahan
filler akan menghasilkan warna yang lebih diinginkan.
3. Kemampuan cetak. Kualitas dan kecepatan pencetakan dapat ditingkatkan
dengan penambahan filler; bahan mineral cenderung untuk mengisi ruang-
ruang antar serat, sehingga menghasilkan kapiler yang akan meningkatkan
absorpsi tinta.
4. Dalam beberapa kasus, filler berguna untuk meningkatkan kehalusan dan
pliability dari kertas yang dibuat dari hard fiber. Filler dapat membuat kertas
lebih rata, mengurangi kecenderungan untuk melengkung.
5. Filler mempunyai spesific gravity yang lebih besar daripada selulosa
sehingga dapat meningkatkan berat kertas. Namun aspek ini merupakan alasan
yang jarang digunakan dari alasan penambahan filler.
Semua filler adalah zat inorganik. Filler dapat berupa :
a. Produk alami, misalnya clay (lempung).
b. Filler buatan (artificial), seperti endapan kalsium karbonat, pigmen
titanium dioksida, atau pigmen seng sulfida.
Jumlah filler yang ditambahkan tergantung pada retensi yang berlaku pada
penggilingan kertas dan keperluan penggunaan akhir dari kertas. Penambahan ini
bervariasi dari 5 40 % clay, 5 20 % talc dan agalite, 5 40 % kalsium
karbonat, 2 20 % tanah diatom, dan 1 20 % pigmen titanium dioksida dan seng
sulfida. Jenis filler yang umum digunakan disajikan pada Tabel 2.5 [Seluvalbe,
1951].

Tabel 2.5 Filler Kertas


Name Formula Approximate Spesific Refractive Brightness Use
analysis (%) gravity Index

Kertas tulis,
Natural
43-52 SiO2 kertas
fill 2,52-
Al2O32SiO22H2O 34-42 Al2O3 1,56 80-86 Koran,
er 2,60
12-15 H2O kertas cetak,
Clay board
52-63 SiO2 Papeteries,
Talc
27-34,5 MgO kertas tulis,
(termasuk H2Mg3.(SiO3)4 2,6-2,8 1,56-1,57 80-89
0,3-2,6 Al2O3 kertas cetak,
agalite)
0,6-6,0 H2O boxboard
60-62 SiO2
Agalite Blotting,
H2Mg3.(SiO3)3 30-35MgO 2,5-2,9 1,56 92
(asbestine) board
1,4-2,3 H2O
Improve
bulk and
Silika
drainage of
diatom SiO2 . 2,0 1,40-1,46 65-75
board
(alami)
stocks,
reduse pitch
Silika SiO2 . 2,3 1,40-1,46 90-95 Specialties
diatom
(perlakuan
kimia)
Ground 32,6 CaO Writing,
gypsum CaSO4.2H2O 45,5 SO3 2,3-2,4 1,52-1,59 80-91 bonds,
(terra alba) 19,4 H2O specialties
Burnt 41 CaO Writing,
1,571-
gypsum CaSO4 58 SO3 2,7-3,0 85-90 bonds,
1,614
(pearl filler) 0,6 H2O specialties

Tabel 2.5 Filler Kertas (lanjutan)


80 BaSO4
Barytes BaSO4 4,3-4,4 1,64 85-97 Specialties
20 H2O
95,6 CaCO3 Cigarette,
Chalk CaCO3 2,2-2,7 1,56 90
4,4 H2O kertas buku

Artificial
f
i
l
l
e Kertas cetak.
r .. Koran,
CaCO3 2,3 1,56 95-97
Endapan kertas rokok
kalsium
karbonat
Kertas cetak.
65 CaCO3
Raffold CaCO3.Mg(OH)2 2,5-2,7 1,53 95-96 Coating
35 Mg(OH)2
base paper
Kalsium
karbonat-
CaCO3.Mg[OH]x[ Majalah,
basic .. 2,5-2,7 1,54 95-97
CO3]y buku
magnesium
karbonat
43,4 CaO
Kalsium
CaSO3.H2O 49,6 SO2 2,51 1,57 92-96 majalah
sulfit
7,0 H2O
2,19
Magnesium Endapan magnesit 2,9-3,1
1,60 98 Kertas rokok
karbonat MgCO3.3H2O 3,04
1,81
Specialties,
Blane fixe BaSO4 4,2-4,5 1,64 96-97
kertas foto
Endapan 32 CaO
Kertas tulis,
kalsium CaSO4.2H2O 45 SO3 .. 1,55 95-97
specialties
sulfat 22 H2O
Bond,
Titanium
printing,
dioksida
TiO2 99 TiO2 3,9 2,55 98,5 waxing,
(anatase
board liner,
form)
coating
Titanium
dioksida TiO2 97,5 TiO2 4,2 2,75 97
(Rutile form)
Coating,
Pigmen
30 TiO2 machine
Titanium TiO2 + CaSO4 . 1,87-1,98 96-98
70 CaSO4 coating,
kalsium
specialties
Seng sulfida ZnS 95 ZnS 4,0 2,37 96-98 Bond,
printing,
5 BaSO4 specialties,
waxing
Bond,
28-30 ZnS printing,
Lithopone ZnS + BaSO4 4,3 1,84 95
70-72 BaSO4 specialties,
waxing
Bond,
Double
50 ZnS printing,
strength ZnS + BaSO4 4,22 . 97-98
50 BaSO4 specialties,
lithopone
waxing
Bond,
Titanated TiO2 + ZnS + 85 lith. printing,
4,22 . 97
lithopone BaSO4 15 TiO2 specialties,
waxing
Agar bahan pengisi dapat berfungsi dengan baik dan tidak mengganggu
kelancaran mesin maka beberapa karakteristik penting seperti ukuran partikel,
luas permukaan spesifik, efek penambahan terhadap sifat kekuatan, sifat optik,
dan daya abrasi bahan pengisi yang digunakan harus diperhatikan.
Ukuran, bentuk, luas permukaan spesifik dan indeks refraksi pigmen
mempengaruhi efisiensi light scattering dan juga kemampuan pigmen tersebut
untuk beraglomerasi. Menurut teori Mie, penghamburan cahaya maksimum
didapat pada partikel speris yang berdiameter 0,2 0,3 m. Namun karena tidak
semua partikel mempunyai bentuk speris maka penentuan ukuran partikel non-
speris didasarkan pada diameter ekivalen terhadap diameter speris.
Indeks refraksi merupakan sifat dasar pigmen yang dipengaruhi oleh
komposisi kimia dan susunan atom dalam struktur kristalnya. Semakin tinggi
indeks refraksi maka semakin banyak cahaya yang dihamburkan.
Sifat kekuatan lembaran berbanding terbalik dengan jumlah dan luas
permukaan spesifik bahan pengisi yang ditambahkan. Jumlah penambahan dan
luas permukaan spesifik bahan pengisi mempengaruhi terbentuknya ikatan antar
serat.
Sifat abrasi yang rendah merupakan faktor penting yang dipersyaratkan
agar keberadaan bahan pengisi tersebut di dalam stok tidak mengganggu keawetan
kasa, piringan pencetakan, atau pisau pada proses penyempurnaan. Pada dasarnya
abrasi pigmen bahan pengisi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu sifat alamiah
(kadar silika dan tingkat kekerasan kristal) dan sifat fisiknya (ukuran, bentuk, dan
luas permukaan spesifik).
Salah satu jenis bahan pengisi untuk proses pembuatan kertas secara alkali
yang dinilai dapat mengakomodir persyaratan di atas adalah kalsium karbonat.
Namun demikian tidak tertutup kemungkinan bahan pengisi lain seperti kaolin,
titanium dioksida atau pigmen sintetik lainnya untuk digunakan sebagai bahan
pengisi pada kertas alkali dalam bentuk campurannya dengan kalsium karbonat.
Pencampuran ini bertujuan untuk mendapatkan kondisi alkali dari kalsium
karbonat yang mempunyai pH 8 10,5.

a. Kalsium Karbonat
Secara komersial kalsium karbonat dipasarkan dalam dua jenis yaitu jenis
alam (ground) dan jenis sintetik (presipitat). Keunggulan jenis sintetik terletak
pada sifat fisik yang dapat diubah melalui pengaturan proses dan kondisi
reaksi sehingga diperoleh partikel dengan sifat yang diinginkan seperti ukuran,
bentuk, densitas, dan luas permukaan spesifik, dengan demikian akan
memberikan derajat putih, tingkat retensi, abrasi dan waktu pengendapan yang
lebih baik dibandingkan jenis alam.
Pada pembuatan kertas sigaret, kalsium karbonat ditambahkan dalam
jumlah besar (40 %) untuk mengendalikan porositas dan kecepatan bakar.
Karena berpengaruh langsung terhadap porositas lembaran, maka penambahan
kalsium karbonat pada kertas yang memerlukan kelicinan tinggi perlu
mendapat perhatian.
b. Kaolin (Clay)
Bahan ini berasal dari deposit mineral kaolinit yang mempunyai bentuk
kristal pipih dan panjang, bermuatan negatif, serta unsur pembangun
utamanya adalah aluminium dan silika (Al2O3.2SiO2.2H2O). Untuk
mendapatkan derajat putih yang lebih tinggi, biasanya mineral kaolinit
mengalami proses pemutihan dan kalsinasi.
Meskipun kaolin mempunyai derajat putih lebih rendah dari bahan pengisi
lain akan tetapi pemakaian bahan tersebut pada kertas cukup banyak. Pada
kertas asam, bahan pengisi yang digunakan hampir seluruhnya adalah kaolin,
sedang pada kertas alkali penggunaannya masih harus dicampur.
Keuntungan dari pemakaian kaolin adalah dengan harga yang relatif lebih
rendah dibandingkan bahan pengisi lain, kaolin dapat memberikan sifat
kelicinan, kilap, dan sifat cetak yang baik.
c. Titanium Dioksida
Pemakaian titanium dioksida sebagai bahan pengisi memiliki beberapa
keistimewaan yakni dapat memberikan derajat putih dan opasitas lebih tinggi,
ukuran partikel lebih halus, seragam dan mudah dibersihkan. Secara ekonomis
penambahan bahan yang harganya lebih mahal ini hanya sedikit saja (2
10%) dan biasanya dicampur bahan pengisi lain.
Sebagai bahan pengisi, titanium dioksida dikenal dalam dua bentuk yaitu
anatase dan rutile yang mempunyai sifat sedikit berbeda. Namun karena rutile
memiliki kekerasan lebih tinggi sehingga cenderung bersifat abrasif,
karenanya jenis anatase lebih disukai. Pada Tabel 2.6 dapat dilihat
karakteristik dari beberapa jenis bahan pengisi kertas [S.F. Dina, 1996].

Tabel 2.6 Karakteristik Bahan Pengisi Kertas


Sp Derajat Luas Ukuran
Indeks Abrasi,
JENIS Gravity, Putih, permukaan, Partikel,
Refraksi mg
g/cm3 (%) m2/g m
Kalsium karbonat
presipitat
- Rhombohe 1,58 2,71 99 2 10 36 0,5 2
dral 1,58 2,71 99 7 25 35 13
- Scalenohe 1,63 2,92 99 9 13 48 0,5 1
dral
- Orthoromb
ic
1,58 2,71 95 57 8 2
Kalsium karbonat 1,58 2,71 95 10 12 4 0,8
alam (ground)
- Fine 1,57 2,6 77 84 10 23 3 10 0,7 1,5
- Ultra fine

Kaolin 2,55 3,9 99 79 20 0,2 0,3


2,76 4,2 98 8 10 30 0,2 0,3
Titanium
Dioksida
- Anatase
- Rutile
Sumber: Sari Farah Dina dan Lies Indriwati, 1996.

2.4 Proses Pembuatan Kertas


Proses pembuatan kertas dapat dibagi dalam tiga tahap utama yaitu
pembuatan pulp, persiapan stock dan pembuatan kertas.
1. Perlakuan pendahuluan.
Sebelum diproses menjadi pulp, dilakukan proses pendahuluan pada bahan
baku yaitu proses penghilangan pith (depithing) untuk bagasse, atau
pemecahan kayu menjadi potongan kecil-kecil (chiping) untuk bahan baku
kayu.
2. Pembuatan pulp.
Pulp merupakan bahan baku setengah jadi dalam pembuatan kertas berupa
serat-serat halus yang diperoleh setelah selulosa melalui proses penghalusan di
dalam pulper. Pembuatan pulp adalah proses pemisahan serat selulosa dari
campuran lignin, pentosan, dan nonselulosa. Proses pembuatan pulp
dibedakan sebagai berikut :
a. Proses Mekanis
Proses ini sederhana sekali. Bahan baku dihancurkan oleh grinder
(dalam keadaan basah/diberi air), tanpa menggunakan bahan kimia dalam
pengolahannya sehingga pulp yang dihasilkan praktis mempunyai
komposisi yang sama dengan bahan baku itu sendiri, kecuali kulitnya yang
telah dihilangkan didalam barker sebelum bahan baku tersebut digiling.
Pulp yang dihasilkan dengan proses ini dikenal dengan nama
ground-wood pulp. Kertas yang dibuat dari pulp ini mempunyai sifat
mudah menyerap tinta secara merata sehingga mempunyai karakteristik
pencetakan yang baik. Namun kertas yang dihasilkan lebih lemah karena
serat-seratnya yang makin pendek oleh pengaruh pengolahan secara
mekanis, dan lebih mudah berubah warnanya (menjadi kuning) oleh
pengaruh sinar matahari dan udara, karena masih banyaknya kandungan
lignin yang dikandung oleh pulp tersebut.
b. Proses Kimiawi
Pemisahan lignin dan nonselulosa dari serat selulosa dilakukan
dengan menggunakan bahan kimia melalui proses soda, proses sulfat
(kraft), atau proses sulfit (asam). Pemilihan proses yang dilakukan seperti
tersebut di atas, berdasarkan bahan baku dan sifat pulp yang digunakan. Di
Indonesia pada umumnya; digunakan proses soda karena air buangannya
tidak berbahaya, cocok untuk bahan baku serat pendek dan biaya produksi
yang lebih murah. Proses kimia ini menghasilkan pulp dengan derajat
keputihan tinggi dibandingkan pulp yang dibuat melalui proses mekanis.
Bahan-bahan kimia yang dipergunakan mendegradasi lignin dan
menghasilkan serat-serat selulosa dengan kemurnian tinggi.
Proses kimiawi ini dibedakan menjadi [P.N. Kertas Letjes,
1965]:
(i) Proses Sulfit
Pulp dihasilkan dengan cara melumatkan potongan-potongan kecil
bahan baku yang telah dihilangkan kulitnya dengan larutan asam pada
temperatur dan tekanan tinggi, di dalam suatu gester (bejana
pemasakan) yang mempergunakan lining (lapisan) dari timbal sebagai
penahan asam. Bahan kimia yang digunakan adalah Ca(HSO 3)2 atau
Mg(HSO3)2, yang mengandung SO2. Dapat pula dipergunakan NaHSO3
atau NH4HSO3, tetapi jarang karena harganya yang mahal. Bahan
kimia ini melarutkan dan menghilangkan semua konstituent dari
wood-chip tersebut, kecuali selulosa.
Pemucatan dilakukan dengan klorinasi (dengan mengalirkan gas
klor ke dalam bleaching potcher). Rendemen antara 49 53%
(tergantung pada prosesnya). Penemuan sulphite process ini dipelopori
oleh Benjamin Tilghman, ahli kimia Philadelphia, tahun 1866.
(ii) Proses soda
Dilakukan untuk bahan baku yang serat-seratnya pendek (yang
tidak dapat dilakukan oleh sulphite process). Pulp diperoleh dari
pemasakan di dalam gester (tanpa lining) dengan mempergunakan
larutan caustic soda.
(iii) Proses Sulfat
Diketemukan oleh seorang Swedia, C.F.Dahl, tahun 1879.
Chemical yang dipergunakan adalah Na2SO4 dan Na2S. Kebanyakan
tanpa bleaching, menghasilkan kertas dengan warna asalnya (coklat)
dan dikenal dengan nama kertas kraft (untuk bungkus dan bags).
Proses ini adalah perubahan dari soda process, dimana sulphate
dipergunakan sebagai pengganti soda abu dari soda process tersebut
(sebagai make up chemical). Pelumatan terutama dipengaruhi oleh
Na2S, jadi sebenarnya lebih tepat disebut sulphite process daripada
sulphate process.
(iv) Proses Pomilio
Proses soda-klor ini adalah penemuan baru dalam proses
pembuatan pulp. Penghilangan lignin dilakukan setingkat demi
setingkat.
Semula diberikan soda dengan konsentrasi rendah. Penghilangan
lignin berikutnya (termasuk bahan non selulosa) dilakukan di :
- Chlorination tower (dengan gas klor)
- Alkali treatment (melepaskan lignin yang telah bereaksi dengan
gas klor)
- Screening
- dan bleaching (dengan kaporit)
Secara singkat proses ini adalah sebagai berikut :
Pemasakan (NaOH) bleaching (klor + NaOH) screening
bleaching (kaporit) bleached pulp.
Penghilangan lignin secara bertingkat ini, diharapkan degradasi
selulosa yang disebabkan oleh cooking liquor berkurang, sehingga
rendemen bertambah bila diperbandingkan dengan hasil dari proses-
proses yang lain.
c. Proses Semi Kimiawi
Perbedaan proses ini dengan proses mekanis biasa hanya terletak
pada perlakuan awal dari bahan baku sebelum dihancurkan. Bahan baku
dilumatkan dengan bahan kimia yang berupa larutan encer (sulfat, sulfit,
atau soda), sehingga pemisahan serat selanjutnya secara mekanis tidak
memerlukan energi yang berlebihan. Selanjutnya digunakan buffer NaOH
dan Na2CO3 yang berguna untuk menetralisir asam organik yang
terbentuk, mencegah korosi peralatan, dan mempercepat proses
pemasakan.

d. Proses Enzimatis
Perlakuan enzimatis dalam pembuatan pulp untuk saat ini
tergolong masih baru. Enzim mempunyai selektifitas terhadap senyawa
tertentu, dan juga membutuhkan kondisi lingkungan tertentu untuk
mencapai kondisi optimumnya. Keuntungan dari perlakuan enzimatis ini
yaitu dapat mereduksi konsumsi bahan kimia sehingga limbah kimia yang
dihasilkan lebih sedikit dan ramah lingkungan. Penggunaan enzim juga
dapat menghemat pemakaian energi karena tidak membutuhkan suhu
tinggi pada proses pengolahannya.
Pada penelitian yang telah dilakukan digunakan perlakuan enzimatis
dalam pembuatan pulp. Komponen pektin dalam eceng gondok yang relatif
tinggi dapat didegradasi dengan enzim pektinase menjadi asam
oligogalakturonat dan akhirnya menjadi asam galakturonat [Thornton, 1994].
Di dalam perdagangan atau pasar dikenal dua macam pulp yaitu
mechanical pulp dan chemical pulp, yang memiliki perbedaan dalam derajat
keputihan atau kadar ligninnya (chemical pulp lebih putih daripada
mechanical pulp). Sedangkan dalam penggunaannya, pulp dibedakan menjadi
dua macam, yaitu dissolving pulp (digunakan dalam pembuatan rayon, CMC
[Carboxyl Methyl Cellulose], asetat rayon, nitoselulosa, dan sebagainya) dan
paper grade pulp (untuk pembuatan kertas). Untuk mempersingkat penulisan,
maka dalam laporan penelitian ini penulisan paper grade pulp akan ditulis
sebagai pulp saja.
3. Persiapan stock.
Proses ini merupakan proses penghubung antara proses pembuatan pulp
dan proses pembuatan kertas. Persiapan stock dimulai dengan melarutkan
virgin pulp kedalam air membentuk larutan kental (slurry) supaya dapat
dipompa menuju mesin kertas. Sebelum menuju mesin kertas terlebih dahulu
dicampur dengan kertas bekas dan bahan-bahan kimia lain sesuai dengan
produk yang diinginkan.

4. Pembuatan kertas.
Stock yang sudah disiapkan mengalami beberapa langkah untuk menjadi
produk yang diinginkan. Pertama-tama dilakukan penggilingan (beating),
kemudian dilakukan pengempaan (pressing) untuk mengurangi air, dan diikuti
dengan pengeringan (drying) dengan menggunakan uap. Setelah kering, kertas
digulung sesuai degan ukuran yang diinginkan, dibungkus, diberi label dan
siap untuk dipasarkan. Untuk mendapatkan permukaan yang halus (pada
kertas cetak/tulis) dilakukan proses calendering sesudah pengeringan,
sedangkan untuk membuat permukaan yang mengkilat dan berwarna, sesudah
calendering dilakukan proses pelapisan (untuk produk kertas cetak).

2.5 Proses Recycle


Secara garis besar ada dua metoda untuk mengolah pulp dari serat
sekunder :
1. Sistem mekanis, yaitu dengan menggunakan pulper, penyaring, dan
pemisah sentrifugal.
2. Kombinasi sistem kimiawi dan mekanis. Sistem kimiawi digunakan untuk
menghilangkan tinta dan kontaminan lainnya dari serat.
Tidak semua kertas bekas yang didaur ulang harus melalui proses
penghilangan tinta. Penghilangan tinta dilakukan jika kertas yang hendak
dihasilkan memiliki derajat putih yang tinggi, misalnya kertas yang digunakan
untuk kertas koran, kertas tisu, kertas cetak atau kertas tulis.
Pada penelitian yang dilakukan, terdapat proses penghilangan tinta dari
kertas koran bekas. Oleh karena itu pada subbab di bawah ini akan terlebih dahulu
dibahas mengenai tinta cetak pada kertas koran.

2.5.1 Tinta Cetak


Ada tiga jenis tinta yang digunakan untuk mencetak kertas, yaitu: tinta
pewarna kertas (dye stuff), tinta berbasis air, dan tinta berbasis minyak. Untuk
mencetak kertas koran digunakan tinta berbasis minyak.
Secara umum, tinta cetak tersusun atas tiga komponen, yaitu: pigmen, zat
pembawa pigmen (vehicle), dan bahan aditif (modifier). Pigmen pada tinta
berbentuk dispersi yang tidak larut dan jenis bahannya bergantung dari warnanya,
seperti karbon untuk warna hitam dan TiO 2 untuk warna putih. Karbon hitam
sebagai pigmen sering digunakan dalam industri percetakan dihasilkan dari
pembakaran hidrokarbon yang tidak sempurna. Pigmen ini tidak berpengaruh
dalam proses pelepasan tinta dari serat kertas. Vehicle berfungsi untuk membawa
pigmen ikut terserap pada serat selulosa selama percetakan, kemudian memadat
dengan proses polimerisasi sehingga pigmen dapat berikatan dengan serat kertas:
umumnya berupa resin, minyak mineral atau nabati, atau larutan volatil yang
disebut dengan drying oil [B.R. Read]. Komponen lain yang terdapat dalam tinta
cetak adalah bahan aditif yang biasanya dikenal sebagai modifier. Modifier
merupakan sebagian dari unsur-unsur tambahan yang bergabung dengan tinta
cetak untuk memberikan sifat-sifat spesifik pada kertas, seperti bahan-bahan
katalis dari logam untuk mempercepat pengeringan zat pembawa pigmen
(vehicle); lilin untuk meningkatkan kekuatan fisik; antioksidan untuk mengurangi
pengeringan tinta secara berlebihan; dan bahan aditif permukaan untuk
mendispersikan tinta [Olson, 1992].
Tinta berbasis minyak yang digunakan dalam percetakan kertas koran
dibuat dengan mendispersikan pigmen karbon hitam dalam minyak hidrokarabon,
seperti minyak kedelai dan minyak biji kapuk [Olson, 1992]. Minyak tersebut
berfungsi sebagai pelarut dan pembawa pigmen agar ikut terserap pada serat
selulosa saat proses percetakan, yang memadat dengan proses polimerisasi.
Sejalan dengan kemajuan teknologi, mesin percetakan koran beroperasi pada
kecepatan yang semakin tinggi; di samping itu, untuk memenuhi kebutuhan
konsumen, koran dicetak beribu-ribu rol setiap harinya. Oleh sebab itu, pada tinta
cetak kertas koran ditambahkan bahan kimia aditif untuk mempercepat proses
pengeringan tinta setelah kertas koran dicetak. Bahan kimia aditif yang dikenal
dengan sebutan siccative mengandung bahan-bahan katalisator yang berperan
mempercepat proses pengeringan tinta. Katalisator yang digunakan tersebut
mengandung unsur-unsur logam berat, seperti Pb-Naftanat, Co-Naftanat, atau Mn-
Naftanat.
Lapisan tinta mengering karena minyak mineral/nabati dengan viskositas
rendah berdifusi ke dalam serat sehingga terbentuk lapisan tinta di atasnya.
Lapisan tinta ini mempunyai gaya fisik lemah sehingga mudah diemulsikan dan
didispersikan pada waktu pembuburan yang lama dalam proses pelepasan lapisan
tinta dari serat selulosa [F. Stubert, 1983], terutama untuk lapisan tinta yang
berumur kurang dari enam bulan [Emerton, 1980].

2.5.2 Proses Deinking


Proses deinking dapat dibedakan menjadi dua cara, yaitu proses deinking
konvensional dan proses deinking enzimatis.
1. Proses deinking konvensional.
Proses daur ulang kertas bekas yang diikuti dengan proses deinking
konvensional biasanya terdiri dari empat tahap, yaitu: penguraian serat
(repulping), pembersihan dan penyaringan bertingkat, proses deinking dan
pengentalan (thickening).
Tahap penguraian serat dilakukan pada alat repulper berupa bejana yang
diantaranya bertujuan untuk membantu pelepasan tinta dari serat akibat aksi
mekanis yang diterima serat. Pada tahap ini ditambahkan bahan kimia seperti
kaustik soda 0,25 1 %; natrium silikat 0,25 - 1,50 %; hidrogen peroksida 0,5
-1,0 %; chelating agent 0 - 0,5 %; kolektor 0,25 - 1 %; dan atau dispersan 0,01
- 0,2 %. Natrium silikat, berfungsi sebagai buffer pH, stabilisator peroksida,
dan juga dapat membantu terdispersinya tinta. Kolektor yang biasa digunakan
adalah natrium oleat yang berperan untuk menambah sifat hidrofobik dari tinta
sehingga tinta dapat melekat pada gelembung udara kemudian terapung di
permukaan.
Tingkat pelepasan tinta dipengaruhi oleh beberapa variabel seperti
konsistensi, suhu, konsentrasi bahan kimia, lama waktu repulping, tekanan,
dan pengadukan. Proses repulping pada konsistensi rendah berkisar 3 4 %
sedangkan konsistensi tinggi yakni lebih dari 12 %. Waktu yang dibutuhkan
untuk mencapai pulping optimum pada konsistensi rendah sekitar 10-20 menit
sedangkan untuk konsistensi tinggi berkisar 5 - 10 menit per batch. Suhu
pemasakan berkisar 40 - 60oC. Pengadukan dapat membantu penyerapan
bahan kimia ke dalam serat, serta meningkatkan aksi bahan kimia dengan
jalan melapisi permukaan serat yang telah menyerap bahan kimia.
Tahap pembersihan menggunakan cleaner pada konsistensi 0,4 - 0,8 %
dan tekanan tertentu untuk memisahkan kontaminan yang memiliki densitas
lebih besar dari serat seperti pasir, logam, kerikil, partikel tinta berukuran
besar dan lain-lain. Tahap penyaringan dilakukan menggunakan screen dengan
ukuran lubang tertentu sesuai perbedan ukuran kontaminan yang akan
dihilangkan dengan serat pada konsistensi 0,3 - 4,5 %.
Selanjutnya tinta yang masih tertinggal didalam stok dihilangkan secara
flotasi, pencucian atau kombinasinya. Proses flotasi merupakan proses
pemisahan tinta dari serat dengan cara pengapungan. Mekanisme proses
flotasi menurut McCool adalah sebagai berikut :
Tahap 1 : Tumbukan antara partikel tinta atau kotoran lain dengan
gelembung-gelembung udara.
Tahap 2 : Pelekatan antara partikel-partikel tersebut dengan gelembung udara.
Tahap 3 : Pemisahan gelembung-gelembung udara yang sudah mengikat
kotoran dengan pulp.
Tahap 1 dan 3 ditentukan oleh kondisi proses dan desain peralatan,
sedangkan tahap 2 dipengaruhi oleh sifat kimia permukaan. Panambahan
bahan kimia surfaktan yang berfungsi sebagai kolektor bertujuan untuk
meningkatkan sifat hidrofobik tinta sehingga partikel tinta berkumpul
membentuk partikel yang lebih besar dan akhirnya melekat pada gelembung
udara dan terangkat ke atas. Parameter yang mempengaruhi flotasi
diantaranya: ukuran partikel tinta, laju alir tekanan dan ukuran gelembung
udara, intensitas pencampuran dan kondisi proses (konsistensi, pH, suhu, dan
waktu retensi).
Pengentalan yang dimaksud merupakan proses pencucian akhir sebelum
proses lebih lanjut. Sisa tinta dan kontaminan lain yang tidak dapat
dihilangkan secara flotasi kemudian didispersikan menjadi ukuran lebih kecil
dari serat sehingga dapat terbawa bersama filtrat pada saat pencucian
berlangsung. Untuk meningkatkan efektifitas pendispersian partikel tinta maka
ditambahkan dispersan [Dina S.F., dkk., 2002].
2. Proses Deinking Enzimatis
Proses deinking mencakup pelepasan partikel-partikel tinta dari permukaan
serat dan selanjutnya tahap pemisahan tinta yang telah didispersikan dari
suspensi serat melalui tahap pencucian atau flotasi. Penggunaan enzim
meliputi penyerangan terhadap tinta dan permukaan serat.
Penerapan biodeinking dapat memberikan beberapa keuntungan seperti
dapat mengurangi waktu pulping, mengurangi konsumsi bahan kimia,
mengurangi polusi lingkungan, memberikan kualitas kertas dan proses yang
lebih baik dibanding proses konvensional [Pratima, 1998].
Enzim yang digunakan pada daur ulang kertas bekas adalah selulase dan
hemiselulase, tetapi sumber lain menyatakan bahwa lipase, pektinase, esterase
dan enzim lignolitik dapat digunakan terutama untuk proses deinking. Aplikasi
hemiselulase dari Aspergillus niger dan selulase telah dievaluasi untuk proses
deinking, yang derajat putihnya meningkat sejalan dengan bertambahnya dosis
enzim dan waktu reaksi.
Lipase dan esterase dapat mendegradasi tinta-tinta berbasis minyak nabati.
Pektinase, hemiselulase, selulase dan enzim lignolitik merubah permukaan
serat atau ikatan silang yang dekat dengan partikel tinta sehingga terjadi
pelepasan tinta yang selanjutnya dihilangkan selama proses pencucian atau
flotasi.
Mekanisme yang pasti dari penguraian enzim terhadap struktur selulosa
masih belum dipahami. Lee, dkk (1983) dalam Pratima, menyatakan bahwa
satu dari banyak faktor penting dalam penelitian sistem selulase terhadap
selulosa adalah sifat-sifat struktur bahan selulosa. Hidrolisis enzim pada
selulosa tergantung pada struktur fisik selulosa, di antaranya adalah
kemampuan untuk ditembus (accessibility), luas permukaan spesifik, tingkat
polimerisasi dan unit dimensi sel dari bahan selulosa.
Reaksi selulase adalah dengan memecah dan mendegradasi serat [Oltus,
dkk.,1987]. Selanjutnya peneliti lain mengemukakan bahwa enzim bereaksi
pada permukaan serat memberikan efek pengelupasan [Pommier, dkk., 1990].
Jika efek pengelupasan ini dikendalikan, maka enzim hanya akan
memindahkan beberapa elemen kecil atau senyawa yang mempunyai afinitas
baik dengan air tetapi sedikit andil untuk ikatan hidrogen serat. Reaksi enzim
harus dibatasi dan dikendalikan karena akan merusak panjang serat,
kehilangan serat halus (fines) serta kerusakan serat. Ketika efek pengelupasan
oleh reaksi enzim dimulai, maka akan memberikan dampak terhadap
peningkatan drainase.
Penggunaan enzim pada pulp mekanis dimaksudkan untuk memperoleh
drainase yang baik pada mesin kertas. Diketahui bahwa adanya fines, bahan
pengisi, dan bahan-bahan koloid akan menghambat proses drainase.
Penggunaan selulase pada pulp campuran kertas bekas dan OCC (Old
Corrugated Container) dapat mengurangi fraksi fines yang ditunjukkan
dengan meningkatnya freeness. Peningkatan freeness ini akan memberikan
efek laju drainase yang lebih baik dan diperkenankannya menggunakan stok
dengan konsistensi yang lebih rendah. Konsistensi yang semakin rendah akan
berdampak terhadap perbaikan formasi lembaran yang dihasilkan
Selulase berpengaruh terhadap penurunan ukuran partikel tinta sejalan
dengan meningkatnya waktu pulping [Kim, dkk.]. Semakin kecil ukuran
partikel tinta akan menurunkan efektifitas proses flotasi sehingga menurunkan
derajat putih.
Satu hal yang menarik dari penggunaan enzim pada proses deinking adalah
dibatasinya penggunaan bahan kimia seperti NaOH, Na2SiO3, H2O2, dan
chelating agent. Hal ini berdampak terhadap menurunnya beban COD dan
BOD dalam limbah cair sehingga dapat mengurangi biaya pengolahan limbah.
Pulp koran bekas yang telah diputihkan setelah dideinking baik secara
enzimatis maupun secara konvensional memberikan nilai derajat putih yang
sama [Kim, dkk.]. Namun pada deinking konvensional, hidrogen peroksida
digunakan pada tahap pulping dan pemutihan. Pada deinking enzimatis,
hidrogen peroksida digunakan hanya pada tahap pemutihan saja. Selain itu,
pulp hasil deinking enzimatis lebih mudah diputihkan sehingga biasanya
hanya memerlukan dosis setengah dari yang diperlukan pada pemutihan
deinking konvensional [Dina S.F., dkk., 2002].

2.6 Variabel-Variabel Yang Mempengaruhi Proses


2.6.1 Variabel untuk Eceng Gondok
Rangkaian tahapan proses pembuatan pulp eceng gondok dengan metode
enzimatis dapat dilihat pada Gambar 2.2 dan Tabel 2.7.

Proses
Proses mekanis Proses enzimatik
penyaringan

Gambar 2.2 Proses pembuatan pulp eceng gondok

Tabel 2.7 Variabel untuk Eceng Gondok


Variabel Proses Mekanis Variabel Proses Enzimatis
1. Ukuran potongan batang 1. Jumlah enzim yang
eceng gondok. digunakan.
2. Kecepatan penggilingan. 2. Waktu yang diperlukan
3. Waktu Penggilingan. untuk proses enzimatis.
3. Kecepatan pengaduk selama
proses enzimatis.
4. Kondisi operasi (suhu, pH).
2.6.2 Variabel untuk Kertas Koran
Rangkaian tahapan proses dalam proses pelepasan tinta dari kertas koran
bekas dengan metode enzimatis dapat dilihat pada Gambar 2.3 dan Tabel 2.8.

Gambar 2.3 Proses Pelepasan Tinta

Tabel 2.8 Variabel untuk Kertas Koran


Variabel Proses Variabel Proses Variabel Pemisahan Tinta
Pembuburan Pelepasan Tinta
1. Kecepatan putar 1. Jumlah enzim 1. Waktu yang
pengadukan (rpm yang digunakan diperlukan untuk
motor pengaduk). (konsentrasi enzim proses flotasi.
2. Waktu yang dalam buburan 2. Konsistensi.
diperlukan untuk kertas). 3. Temperatur flotasi.
perendaman kertas. 2. Waktu yang 4. pH air untuk flotasi.
3. Konsentrasi koran diperlukan untuk 5. Kecepatan putar
yang dibuburkan. proses enzimatis. pengadukan.
4. pH pembuburan. 3. Kecepatan 6. Partikel tinta yang
5. Temperatur pengaduk selama dipisahkan meliputi
pembuburan. proses enzimatis. ukuran, bentuk, dan
4. Kondisi operasi distribusinya.
(suhu, pH). 7. Konsentrasi
kolektor yang
digunakan.
8. laju alir udara.

2.7 Uji Pulp dan Uji Kertas


Secara umum, syarat kualitas kertas koran menurut SNI 14-0091-1987
(revisi) adalah sebagai berikut :
1. Komposisi : pulp mekanis atau pulp bagas rendemen tinggi minimal 65 %.
2. Gramatur : 45-55 g/m2.
3. Tebal : maksimal 0,1 mm.
4. Tahanan tarik : minimal 1,18 kN/m.
5. Regangan : minimal 0,7 %.
6. Ketahanan sobek : 196 mN.
7. Opasitas cetak : minimal 89 %.
8. Derajat keputihan : minimal 57 %.

2.7.1 Uji Pulp


Pengujian yang dilakukan pada pulp adalah sebagai berikut [Lina
Kristianti, 2003] :
1. Analisa Dirt
Uji untuk menganalisa serat-serat yang berwarna coklat dan noda-noda
partikel lain yang belum mengalami pemutihan pada pulp. Dirt adalah kotoran
yang tidak hilang walaupun sudah diproses dan berasal dari kerikil kecil atau
debu yang tidak hilang bila dikerik dengan tangan. Dirt dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu : dirt di permukaan pulp (surface) dan dirt di dalam pulp
(transmitted)
2. Kadar Air (Moisture)
Moisture adalah jumlah air yang terkandung dalam selembar kertas dan
biasanya dinyatakan dalam %. Prinsip pengukuran kadar air adalah dengan
membandingkan berat kertas setelah dikeringkan dan sebelum dikeringkan.
Kadar air sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat kertas lainnya seperti
grammature, kekuatan (strength), stabilisasi dimensi, dan sifat elektrik. Kadar
air kertas tergantung dari jenis kertas dan penggunaan kertas tersebut, sebagai
contoh untuk photo copy paper kadar airnya antara 4-5 %, sedangkan untuk
kertas wood free (offset grade) kadar airnya antara 5,5-6 %.

2.7.2 Uji Kertas


1. Basis Weight (BW)/Grammature
Adalah massa lembaran kertas dalam satuan luas meter persegi (gr/m2).
2. Moisture
Uji ini bertujuan untuk mengetahui kadar air kertas.

ab
Moisture x100%
a
a = berat sampel sebelum masuk oven
b = berat sampel sesudah masuk oven
3. Cobb
Cobb bertujuan untuk menentukan daya tembus/ jebol air terhadap
kertas atau banyaknya air yang diserap oleh kertas. Penyerapan air diberi
batasan sebagai jumlah air yang diserap selama waktu tertentu oleh
permukaan kertas atau karton yang disimpan mendatar dibawah permukaan air
pada kedalaman 1 cm.

4. Tensile Strength
Uji ini bertujuan untuk mengukur kekuatan tarik kertas terhadap gaya
tarik yang dikerjakan pada kedua ujung karton dan mengukur elongation
(daya mulur) kertas untuk mengetahui berapa penambahan panjang dari saat
kertas ditarik sampai sebelum putus menggunakan alat tensile strength tester.
5. Thickness (ketebalan kertas)
Uji thickness dilakukan untuk mengetahui ketebalan kertas. Thickness
adalah jarak tegak lurus antara kedua permukaan kertas yang diukur pada
kondisi standar (mm). Pengukuran ketebalan ditujukan untuk mendapatkan
kestabilan ketebalan kertas sesuai dengan standar ketebalan yang telah
ditentukan. Ketebalan kertas yang bervariasi/berfluktuasi menyebabkan
kelancaran pada proses terganggu dan kualitas cetak tidak seragam.

6. Bursting Strength
Adalah besarnya gaya yang dibutuhkan untuk menekan lembaran kertas
hingga pecah (kg/cm2).
7. Porocity/Permeance
Adalah sifat permukaan kertas berdasarkan jumlah udara per satuan
waktu yang dapat menembus kertas (mL/min).
8. Stiffness (kekakuan)
Adalah besarnya gaya yang dibutuhkan untuk menggetarkan jalur uji
pada simpangan terbesar (mN-m).
9. Brightness (kecerahan kertas)
Adalah derajat kecerahan kertas yang diakibatkan oleh cahaya tampak
menjadi cahaya pada panjang gelombang tertentu (457 nm) yang dinyatakan
dalam %. Prinsipnya adalah perbandingan putihnya selembar kertas jika
dibandingkan dengan standar derajat putih yang telah diketahui nilainya.

10. Folding Strength


Adalah banyaknya lipatan yang dapat dilakukan terhadap jalur uji
kertas atau karton dengan lebar 15 mm hingga jalur uji putus pada beban 1
kg/1,5 kg.

11. Tearing Strength


Adalah besarnya gaya dalam satuan gram yang dibutuhkan untuk
merobek kertas sepanjang 43 mm sebanyak 16 lembar dalam kondisi standar.
12. Opacity
Disebut juga opaqueness (tidak tembus cahaya), sifat yang sangat
penting untuk kertas cetak dan kertas tulis, khususnya untuk kertas cetak tipis
agar tidak tembus cahaya. Printing opacity adalah rasio perbandingan dari
difusi pantulan cahaya (R0) apabila kertas disinari dengan materi yang
berwarna hitam dengan difusi cahaya kertas yang dilapisi dengan beberapa
kertas (Ra).
R0
Pr int ing opacity
Ra

13. Smoothness (kehalusan kertas)


Adalah sifat yang penting untuk printing. Smoothness adalah besaran
yang menyatakan sifat permukaan kertas berdasarkan waktu yang diperlukan
untuk mengalirkan 10 mL udara pada permukaan kertas yang diukur pada
keadaan standar. Semakin besar waktu yang dibutuhkan, berarti kertas
semakin halus.
14. Roughness
Uji untuk mengetahui tingkat kekasaran kertas. Semakin tinggi angka
yang dihasilkan, menunjukkan semakin kasar kertas yang diuji.
15. Gloss
Sifat ini menunjukkan derajat mengkilatnya permukaan kertas melalui
kemampuannya memantulkan cahaya langsung. Prinsip pengukurannya adalah
tingkat kekilapan permukaan kertas dibandingkan dengan standar gloss plate
yang telah diketahui nilainya.
16. Pengujian IGT
Uji ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan cetak kertas pada
kecepatan tertentu (printability). Printability artinya kesesuaian kertas untuk
melakukan proses mencetak.
17. Tensile Stiffness Orient
Uji ini dilakukan dengan menyinari kertas dengan sinar infra merah untuk
mengetahui tingkat kelurusan serat dalam kertas.
18. Formation
Uji untuk mengetahui formasi serat dari kertas yang telah jadi.
19. Ply Bonding
Merupakan uji belah kertas untuk mengetahui kekuatan belah kertas.
20. Sizing
Adalah sifat ketahanan kertas terhadap penetrasi zat cair, baik air maupun
tinta/minyak. Uji ini dilakukan dengan tujuan agar kertas tidak tembus tinta
saat ditulis. Bahan yang digunakan adalah NH4SCN 2 % dan FeCl3.6H2O 1 %.
BAB III
BAHAN DAN METODE

Pada bab ini disajikan bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini.
Selain itu dibahas pula metode yang telah diterapkan dalam penelitian yang
meliputi rancangan percobaan, analisis yang dilakukan serta prosedur penelitian.

3.1 Alat dan Bahan


Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel
3.1.

Tabel 3.1 Bahan-Bahan Penelitian


Jenis Bahan Fungsi
Eceng gondok Bahan baku utama
Kertas koran Bahan baku utama
Enzim pektinase Mendegradasi pektin pada eceng gondok
Enzim selulase Mengambil serat selulosa pada kertas koran
Clay Bahan aditif
Bentonite Retention aid
CaCl2 Menghilangkan kesadahan
Asam oleat Zat kolektor pada proses flotasi

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :


- Alat penggiling (blender)
- Tangki flotasi
- Gelas kimia
- Motor pengaduk
- Alat cetak kertas (screener)
- Oven
- Cawan krus dan penjepit
- Neraca timbang
- Water bath
- Gelas ukur
- Saringan 200 mesh
- pHmeter

3.2 Metode Penelitian


Tahapan-tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Persiapan serat dari eceng gondok, meliputi :
a. Perlakuan mekanis terhadap bahan baku eceng godok
b. Perlakuan enzimatik
c. Pencucian pulp
Untuk perlakuan-perlakuan di atas dilakukan pada kondisi optimum yang
diperoleh dari penelitian Indra Budiarto [2000]. Harga parameter konstan
untuk perlakuan enzimatis :
- Konsistensi 2 %, pH 4.
- Dosis enzim pektinase ditambahkan = 0,5 % (%-berat bahan kering).
- Temperatur pengadukan = 55oC .
- Lama pengadukan = 2 jam.
2. Penyiapan serat sekunder dari kertas koran bekas, meliputi :
a. Perlakuan mekanis terhadap kertas koran bekas
b. Penguraian serat secara enzimatis
c. Pemisahan dan pembuangan tinta dengan flotasi
d. Pencucian pulp
Untuk perlakuan-perlakuan di atas dilakukan pada kondisi optimum yang
diperoleh dari penelitian Rudy Winarto [1998].
- Lama perlakuan enzimatis = 15 menit.
- Dosis enzim yang ditambahkan = 0,5% berat kertas koran
bekas.
- Lama pembuburan kembali kertas koran bekas = 5 menit.
Harga parameter konstan untuk semua tempuhan dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Harga Parameter Konstan untuk Tempuhan Penyiapan Serat


Sekunder dari Kertas Koran Bekas
Parameter Pembuburan Perlakuan Enzimatik Flotasi
o
T ( C) 55 55 35
PH bubur serat 7 5 9
Kecepatan putar
950 650 675
pengaduk (rpm)
Dosis asam oleat - - 1%-b
Laju alir udara - - 1L/menit

3. Pembuatan lembaran pulp


Bahan baku pembuatan lembaran pulp ini berasal dari campuran pulp
eceng gondok dan pulp kertas koran bekas yang ditambah dengan zat aditif
clay. Ketiga bahan ini dicampur dengan variasi perbandingan tertentu dan juga
variasi konsistensi pulp tertentu. Sebagai tambahan digunakan juga retention
aid, yaitu zat yang digunakan untuk mengikat zat aditif pada pulp agar zat
aditif tersebut tidak terlepas lagi ketika dilakukan proses pencucian. Retention
aid yang digunakan dalam percobaan adalah bentonite.

3.3 Variabel-Variabel Percobaan dan Rancangan Percobaan


Variabel-variabel yang diamati pada penelitian ini ada tiga, yaitu :
1. Konsistensi, dengan dua tingkat variasi, yaitu 1% dan 2%.
2. Perbandingan berat kering eceng gondok terhadap kertas koran (jumlah
total berat kering dibuat konstan = 100 g), yaitu 1:2 dan 2:1.
3. Perbandingan berat kering total serat (eceng gondok + kertas koran)
terhadap berat zat aditif clay, yaitu 1:0,05 dan 1: 0,2. Sebagai kontrol, maka
pada variabel ini dibuat juga variasi dengan perbandingan 1:0 (yang
selanjutnya disebut sebagai blanko).
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
rancangan faktorial acak dengan tiga variabel dan dua level (2 3). Model rancangan
ini menghasilkan jumlah tempuhan sebanyak delapan tempuhan. Model rancangan
faktorial 23 yang telah dilakukan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.3.
Selain delapan tempuhan di atas, dibuat blanko sebanyak empat buah dengan
variasi yang dapat dilihat pada Tabel 3.4. Untuk blanko tidak dilakukan analisis
varian, karena tujuan pembuatan blanko ini hanya sebagai kontrol. Analisis varian
dilakukan untuk tempuhan satu sampai dengan tempuhan delapan.

Tabel 3.3 Matriks Rancangan Percobaan


Variabel
Tempuhan
A B C

1 + + +
2 + + -
3 + - +
4 + - -
5 - + +
6 - + -
7 - - +
8 - - -

Tabel 3.4 Variasi Blanko


Variabel
Tempuhan
A B C
Blanko 1 + + 1:0
Blanko 2 + - 1:0
Blanko 3 - + 1:0
Blanko 4 - - 1:0

Keterangan :
Variabel proses (-) (+)
A Konsistensi 2% 4%
B Berat kering eceng gondok : kertas koran 1:2 2:1
C Berat kering total serat : berat clay 1: 0,05 1 : 0,2

3.4 Percobaan Pendahuluan


Percobaan pendahuluan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu
penentuan kadar air awal eceng gondok dilakukan untuk mengetahui jumlah
eceng gondok yang diperlukan dalam percobaan utama. Langkah-langkah yang
dilakukan pada tahap ini yaitu :

1. Batang eceng gondok dicuci dan dikeringkan dengan kain lap.


2. Ditimbang.
3. Dimasukkan ke dalam oven pada 100oC tertentu selama t menit.
4. Eceng gondok dikeluarkan dari oven dan ditimbang beratnya.
5. Langkah 2 dan 3 diulangi hingga berat eceng gondok konstan.
6. Kadar air eceng gondok dihitung.
Diagram alir untuk percobaan ini dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2 Diagram Alir Penentuan Kadar Air Awal Eceng Gondok

3.5 Percobaan Utama


3.5.1 Perlakuan Untuk Eceng Gondok
Perlakuan untuk eceng gondok meliputi tiga tahap, yaitu :
a. Perlakuan Mekanis
1. Batang eceng gondok ditimbang sebanyak jumlah tertentu sesuai variasi
penelitian yang hendak ditempuh.
2. Batang eceng gondok dipotong ukuran 2 -3 cm kemudian digiling.
3. Bahan yang sudah digiling kemudian dicuci dengan air dan disaring.
b. Perlakuan Enzimatis
1. Pulp yang dihasilkan dari proses mekanis dimasukkan ke dalam wadah.
2. Ditambahkan air hingga mencapai konsistensi 2% dan asam asetat
sehingga diperoleh larutan dengan pH 4.
3. Enzim pektinase ditambahkan dengan konsentrasi 0,5% (%-berat bahan
kering).
4. Campuran diaduk pada suhu 55oC selama 2 jam.
c. Proses Penyaringan
1. Pulp yang telah mendapat perlakuan enzimatik dicuci dengan air untuk
melarutkan pektin yang terdegradasi dan sisa enzim.
2. Pulp yang telah dicuci kemudian disaring untuk mengurangi kadar airnya.
3. Pulp disimpan untuk kemudian digunakan pada proses pencampuran
pembuatan lembaran pulp.

3.5.2 Perlakuan untuk Kertas Koran Bekas


Perlakuan untuk kertas koran bekas meliputi tiga tahap, yaitu :
a. Perlakuan mekanis
1. Kertas koran bekas ditimbang sebanyak jumlah tertentu sesuai variasi
penelitian yang hendak ditempuh.
2. Kertas koran bekas disobek kecil-kecil.
3. Ditambah air hingga konsistensi 3 %, direndam selama 5 menit.
4. Diaduk dengan kecepatan 950 rpm, pH = 7, T = 55oC, selama 5 menit.
b. Penguraian serat secara enzimatis
1. Pulp hasil perlakuan mekanis ditambah asam hingga pH = 5.
2. Enzim selulase ditambahkan dengan konsentrasi 1 %-w (% berat bahan
kering).
3. Campuran diaduk pelan dengan kecepatan 650 rpm pada T = 55oC, selama
15 menit.

c. Pemisahan dan pembuangan tinta dengan flotasi


1. Pulp hasil perlakuan enzimatis diencerkan dengan air hingga konsistensi
0,8 %.
2. CaCl2 ditambahkan sampai 200 ppm dan kolektor ditambahkan sebanyak
1%-w (bahan kering).
3. Campuran diflotasi dengan laju alir udara 1L/menit, selama 10 menit, pH
= 9, T = 35oC, sambil diaduk pada kecepatan 675 rpm.
d. Pencucian pulp
1. Busa yang terbentuk pada proses flotasi diambil.
2. Suspensi disaring dengan ayakan 200 mesh, lalu dibilas dan disaring.

3.5.3 Pembuatan Lembaran Pulp


1. Pulp eceng gondok, pulp kertas koran, dan zat aditif clay masing- masing
ditimbang sesuai variasi penelitian.
2. Ketiga bahan tersebut dicampur, kemudian ditambahkan retention aid
bentonite sebanyak 2 % dari berat kering total.
3. Ditambahkan dengan air hingga konsistensi tertentu sesuai variasi
penelitian.
4. Campuran diaduk hingga homogen.
5. Pulp kemudian disaring untuk mengurangi kadar airnya, dan dicetak
menjadi lembaran pulp.
Diagram alir percobaan dapat dilihat pada Gambar 3.3.
Gambar 3.3 Diagram Alir Percobaan Utama
3.6 Metoda Analisis
Metoda analisis yang digunakan untuk menentukan kualitas lembaran pulp
yang dihasilkan dari pulp eceng gondok dan pulp kertas koran bekas, mengikuti
standar dari Standar Nasional Indonesia (SNI). Analisis terhadap produk kertas
dari eceng gondok dan pulp kertas koran bekas ini adalah sebagai berikut :
1. Uji ketahanan sobek (lampiran A).
2. Uji ketahanan tarik (lampiran B).

3.7 Lokasi dan Jadwal Kerja Penelitian


Penelitian diadakan di Laboratorium Penelitian Universitas Katolik
Parahyangan, sedangkan analisis kualitas serat sekunder dilakukan di Balai
Penelitian dan Pengembangan Selulosa (BPPS), Bandung. Jadwal kerja penelitian
dapat dilihat pada Tabel 3.5.
Tabel 3.5 Jadwal Kerja Penelitian
Februari Maret April Mei Juni
Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Penyiapan bahan dan peminjaman alat
2 Percobaaan pendahuluan
3 Percobaan utama
4 Uji di BPS
5 Pembahasan
6 Penyelesaian akhir laporan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Percobaan Pendahuluan


Pada penelitian ini dilakukan percobaan pendahuluan untuk menentukan
kadar air awal eceng. Eceng gondok merupakan tanaman air dan memiliki
kandungan air yang sangat tinggi. Sedangkan dalam penelitian utama yang
dilakukan, penggunaan serat eceng gondok maupun serat kertas koran bekas
didasarkan pada basis berat kering. Oleh karena itu percobaan pendahuluan
berupa penentuan kadar air awal eceng gondok perlu dilakukan untuk mengetahui
banyaknya eceng gondok yang diperlukan dalam penelitian utama.
Penentuan kadar air awal eceng gondok ini dilakukan dengan cara
memasukkan batang eceng gondok yang telah dicuci dan dipotong-potong ke
dalam oven pada temperatur 100oC. Kemudian setiap lima menit, berat eceng
gondok yang telah dimasukkan ke dalam oven tersebut ditimbang kembali.
Penimbangan ini dilakukan terus hingga diperoleh berat eceng gondok yang
konstan.
Dari hasil percobaan diketahui waktu yang diperlukan hingga memperoleh
berat eceng gondok yang konstan adalah 50 menit dan kandungan air yang
terdapat pada eceng gondok sebesar 96,2%. Angka yang diperoleh ini lebih tinggi
dari angka yang diperoleh dari literatur yaitu antara 93 - 95 %, hal ini disebabkan
eceng gondok yang digunakan berasal dari daerah yang berbeda sehingga
kandungan airnya pun berbeda.
Penggilingan eceng gondok hingga terlalu hancur juga akan merusak serat
yang ada, di mana serat yang diperoleh akan menjadi terlalu pendek sehingga
lembaran pulp yang dihasilkan menjadi rapuh. Dari hasil pengamatan secara
visual, untuk memperoleh serat yang baik, yaitu serat terurai namun tidak hancur,
maka waktu penggilingan yang diperlukan adalah 5 menit dengan menggunakan
blender.
4.2 Percobaan Utama
Percobaan utama yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari delapan
tempuhan dan menggunakan empat blanko sebagai pembandingnya. Blanko ini
berupa variasi tempuhan tanpa penambahan zat aditif (clay). Untuk blanko ini
tidak dilakukan analisis varian karena hanya berfungsi sebagai kontrol.
Pada percobaan utama ini dilakukan dua uji, yaitu uji ketahanan tarik dan
uji ketahanan sobek lembaran pulp. Kedua uji ini dilakukan karena ketahanan
tarik dan ketahanan sobek merupakan sifat fisik kertas yang utama. Hasil uji
ketahanan tarik dan uji ketahanan sobek ini harus distandarkan terlebih dahulu
dengan membaginya terhadap hasil uji gramatur lembaran pulp. Hal ini perlu
dilakukan karena lembaran pulp yang dihasilkan pada setiap tempuhan memiliki
ketebalan dan luas permukaan yang berbeda. Perbedaan gramatur lembaran pulp
yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Uji Gramatur Lembaran Pulp


Gramatur
Run
(g/m2)
1 63,492
2 92,437
3 126,984
4 123,416
5 89,833
6 91,270
7 168,449
8 146,369
Blanko 1 126,160
Blanko 2 184,615
Blanko 3 103,859
Blanko 4 112,208

Sehingga untuk selanjutnya, yang akan digunakan dalam pengolahan data adalah
indeks tarik dan indeks sobek lembaran pulp.

4.2.1 Analisis Blanko


1. Pengaruh konsistensi dan jumlah serat terhadap kekuatan lembaran pulp
a. Uji Tarik
Nilai indeks tarik blanko dapat dilihat pada Tabel 4.2 Sedangkan untuk
melihat pengaruh variabel konsistensi dan jenis serat terhadap ketahanan tarik
lembaran pulp disajikan dalam bentuk grafik pada Gambar 4.1.
Tabel 4.2 Indeks Tarik Blanko
Variabel
Run Indeks Tarik Rata-rata
A B C
Blanko 1 + + 1:0 1232,054
Blanko 2 + - 1:0 1492,654
Blanko 3 - + 1:0 1265,261
Blanko 4 - - 1:0 1380,876

Keterangan :
Variabel proses (-) (+)
A Konsistensi 2% 4%
B Berat kering eceng gondok : kertas koran 1:2 2:1
C Berat kering total serat : berat clay 1: 0,05 1 : 0,2

Gambar 4.1 Pengaruh Konsistensi dan Jumlah Serat terhadap Kekuatan Tarik

Dari Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa variabel konsistensi tidak


memberikan suatu kecenderungan sedangkan variabel jumlah serat memiliki
kecenderungan, yaitu kekuatan tarik pada perbandingan serat 1 : 2 lebih baik
daripada 2 : 1. Kecenderungan ini berlawanan dengan hipotesis awal bahwa
semakin banyak kandungan serat eceng gondok maka ketahanan tarik yang
dihasilkan akan semakin baik. Kecenderungan yang berlawanan ini hanya
terjadi pada analisis blanko, sedangkan pada analisis tempuhan,
kecenderungan yang diperoleh sudah sesuai dengan hipotesis awal tersebut.
Dengan demikian diperkirakan pemakaian aditif clay mempengaruhi sifat
kekuatan jenis serat. Dari hasil ini bisa diperoleh adanya dua kemungkinan,
kemungkinan pertama yaitu bahwa kekuatan kertas yang dihasilkan dengan
kandungan serat kertas koran bekas yang lebih banyak akan lebih baik karena
struktur kertas yang dihasilkan lebih padat walaupun seratnya lebih pendek.
Sedangkan pada lembaran pulp yang telah ditambah aditif clay, kemungkinan
aditif clay tersebut bereaksi dengan kertas koran sehingga melemahkan
kekuatan kertas koran sehingga kekuatan lembaran pulp yang lebih baik
diperoleh dari lembaran pulp yang lebih banyak mengandung serat eceng
gondok. Kemungkinan kedua adalah serat eceng gondok memang
menghasilkan kekuatan yang lebih baik namun sangat tergantung dari ikatan
antar serat yang terbentuk. Pada blanko diperkirakan ikatan antar serat yang
terbentuk masih kurang kompak, sedangkan setelah ditambahkan aditif clay
ikatan menjadi lebih rapat dan menghasilkan kekuatan tarik yang lebih baik.

b. Uji Sobek
Nilai indeks sobek blanko dapat dilihat pada Tabel 4.3. Sedangkan untuk
melihat pengaruh variabel konsistensi dan jenis serat terhadap ketahanan
sobek lembaran pulp disajikan dalam bentuk grafik pada Gambar 4.2.

Tabel 4.3 Indeks Sobek Blanko


Variabel
Run Indeks Sobek Rata-rata
A B C
Blanko 1 + + 1:0 7,537
Blanko 2 + - 1:0 6,939
Blanko 3 - + 1:0 4,069
Blanko 4 - - 1:0 7,415

Gambar 4.2 Pengaruh Konsistensi dan Jumlah Serat terhadap Kekuatan Sobek

Dari gambar 4.2 dapat dilihat bahwa pada konsistensi 4%, kekuatan sobek
akan lebih baik jika jumlah eceng gondok yang digunakan lebih banyak.
Sedangkan pada konsistensi 2%, kekuatan sobek akan lebih baik jika eceng
gondok yang digunakan lebih sedikit.
Batang eceng gondok mempunyai serat berdinding tipis. Pada serat
berdinding tipis, bentuk serat umumnya mudah berubah menjadi pipih,
sehingga menyebabkan permukaan serat menjadi lebih luas dan ikatan antar
serat menjadi lebih besar, sehingga pulp yang dihasilkan memiliki ketahanan
sobek yang rendah. Pada perbandingan eceng gondok yang lebih banyak,
lembaran pulp akan menjadi lebih mudah sobek, penggunaan konsistensi yang
tinggi (4%) memberi hasil yang lebih baik daripada konsistensi rendah (2%)
karena pada konsistensi 4%, perbandingan jumlah serat secara total (kertas
koran dan eceng gondok) terhadap air lebih besar daripada konsistensi 2%
sehingga jalinan seratnya menjadi lebih kuat. Sedangkan pada perbandingan
eceng gondok : kertas koran = 1 : 2 memberikan nilai ketahanan sobek yang
lebih baik pada konsistensi 2% karena pada konsistensi yang rendah
penyebaran serat menjadi lebih homogen.

2. Pengaruh aditif clay terhadap kekuatan lembaran pulp


Dari hasil uji ketahanan tarik dan uji ketahanan sobek yang diperoleh,
terlihat bahwa blanko, yaitu variasi tanpa penambahan zat aditif clay, memberikan
hasil ketahanan tarik dan ketahanan sobek yang lebih tinggi daripada variasi
dengan penambahan aditif clay. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.3 dan
Gambar 4.4.

(a) (b)
Gambar 4.3 Pengaruh Jumlah Aditif Clay terhadap Indeks Tarik
(a) (b)
Gambar 4.4 Pengaruh Jumlah Aditif Clay terhadap Indeks Sobek

Gambar 4.3 dan Gambar 4.4 menunjukkan bahwa penambahan aditif clay
pada pulp menurunkan kekuatan tarik dan kekuatan sobek lembaran pulp apabila
dibandingkan dengan pulp tanpa penambahan aditif clay (blanko). Menurut Sari
Farah Dina dan Lies Indriati, Sifat kekuatan lembaran berbanding terbalik
dengan jumlah dan luas permukaan spesifik bahan pengisi yang ditambahkan.
Jumlah penambahan dan luas permukaan spesifik bahan pengisi mempengaruhi
terbentuknya ikatan antar serat. Oleh karena itu, pengaturan yang tepat mengenai
jumlah aditif yang ditambahkan memerlukan seni tersendiri. Untuk
menghasilkan kekuatan lembaran yang baik maka diharapkan ikatan antar serat
yang terbentuk adalah ikatan yang kompak.
Dari kecenderungan Gambar 4.3 dan Gambar 4.4 dapat dilihat adanya
interaksi antara konsistensi dan jumlah clay yang digunakan. Kecenderungan ini
berlaku baik pada indeks tarik maupun indeks sobek, yaitu pada konsistensi
rendah akan menghasilkan kekuatan lembaran yang lebih baik pada jumlah clay
yang banyak. Sedangkan pada konsistensi tinggi akan menghasilkan kekuatan
lembaran yang lebih baik pada jumlah aditif clay yang sedikit. Hal ini dikarenakan
pada konsistensi rendah, maka jumlah serat yang terkandung pada lembaran lebih
sedikit sehingga penambahan zat aditif clay akan mengisi ruang-ruang kosong
antar serat yang akan menambah kekuatan lembaran pulp yang dihasilkan. Jadi
pada konsistensi rendah, semakin banyak jumlah aditif clay maka ruang kosong
yang terisi akan semakin banyak dan kekuatan lembaran pulp akan semakin
meningkat. Sedangkan pada konsistensi tinggi, jumlah perbandingan serat yang
terkandung dalam lembaran lebih banyak sehingga pemakaian clay lebih baik
sedikit agar lebih banyak ikatan antar serat yang terbentuk daripada ikatan serat
dengan zat aditif. Ikatan antar serat memberikan kekuatan tarik yang lebih baik
daripada ikatan antara serat dengan aditif clay.
Penggunaan zat aditif clay secara umum apabila ditinjau dari segi
kegunaannya memang tidak ditujukan untuk meningkatkan kekuatan tarik dan
kekuatan sobek kertas, tetapi lebih ditujukan untuk meningkatkan kualitas warna
kertas sehingga menjadi lebih putih (kebanyakan filler lebih putih dari serat
selulosa), meningkatkan kehalusan kertas sehingga kertas tidak mudah
melengkung, serta meningkatkan absorpsi tinta.
Namun pada penelitian ini, uji derajat putih lembaran pulp tidak dilakukan
karena penelitian ini baru merupakan kajian awal sehingga lebih memfokuskan
kepada parameter uji utama kertas, yaitu uji ketahanan tarik dan uji ketahanan
sobek kertas. Ketahanan tarik dan ketahanan sobek dikatakan sebagai parameter
uji utama kertas karena hampir semua jenis kertas yang digunakan secara komersil
menginginkan kertas yang memiliki ketahanan tarik dan ketahanan sobek kertas
yang baik. Sementara derajat keputihan kertas bergantung dari jenis kertas yang
ingin dihasilkan.

4.2.2 Pengamatan Hasil Penelitian Secara Visual


Dari hasil pengamatan visual secara keseluruhan dapat terlihat bahwa
lembaran pulp yang dihasilkan dari setiap tempuhan memiliki warna yang lebih
putih daripada lembaran pulp blanko. Hal ini membuktikan bahwa dengan adanya
penambahan filler clay dapat membuat kertas menjadi lebih putih. Semakin
banyak filler clay yang digunakan, maka kertas akan menjadi semakin putih.
Namun terdapat penyimpangan pada tempuhan 3 dan tempuhan 4 terhadap
blanko 2, dimana lembaran pulp blanko lebih putih daripada lembaran pulp
tempuhan 3 dan tempuhan 4. Hal ini mungkin disebabkan karena perbedaan
dalam proses flotasi kertas koran di mana kemungkinan tinta yang terflotasi pada
tempuhan 3 dan 4 lebih banyak bila dibandingkan blanko.
Lembaran pulp yang dihasilkan dari setiap tempuhan memiliki warna
yang berbeda. Apabila warna yang paling putih diberi nilai satu dan warna yang
paling coklat kehijauan diberi nilai delapan, maka degradasi warna yang
dihasilkan dari warna yang paling putih hingga coklat kehijauan dari kedelapan
tempuhan dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Urutan Degradasi Warna Lembaran Pulp
Variabel
Nilai Tempuhan
A B C
1 (paling putih) - - + 7
2 - - - 8
3 + - + 3
4 + - - 4
5 - + + 5
6 - + - 6
7 + + + 1
8 (coklat kehijauan) + + - 2

Dari Tabel 4.4 dapat terlihat bahwa selain perbandingan jumlah pemakaian
aditif clay, variabel yang paling berpengaruh terhadap warna lembaran pulp
adalah perbandingan jumlah jenis serat yang digunakan.
Tempuhan yang mengandung serat kertas koran yang lebih banyak akan
menghasilkan warna lembaran pulp yang lebih putih. Hal ini disebabkan karena
kertas koran yang digunakan sudah mengalami proses penghilangan tinta (flotasi)
terlebih dahulu. Sementara tempuhan yang mengandung serat eceng gondok yang
lebih banyak akan menghasilkan warna lembaran pulp menjadi coklat kehijauan.
Warna coklat kehijauan ini berasal dari serat batang eceng gondok yang telah
teroksidasi.

4.2.3 Hasil Percobaan Berdasarkan Rancangan Percobaan 23


Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu konsistensi,
perbandingan jumlah serat eceng gondok terhadap serat kertas koran, dan
perbandingan jumlah serat terhadap jumlah aditif clay. Variasi dilakukan menurut
model rancangan percobaan 23.
Mengingat penelitian ini merupakan kajian awal, maka belum dapat
disimpulkan kondisi optimumnya. Namun dari hasil penelitian yang ada,
diarahkan ke optimasi dari masing-masing variabel tersebut.

4.2.3.1 Uji Ketahanan Tarik


Ketahanan tarik adalah daya tahan lembaran kertas terhadap gaya tarik
yang bekerja pada kedua ujung kertas. Sedangkan indeks tarik adalah ketahanan
tarik dibagi dengan gramatur kertas tersebut. Nilai indeks tarik lembaran pulp
yang dihasilkan dari percobaan dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Nilai Indeks Tarik


Variabel
Run Indeks Tarik Rata-rata
A B C
1 + + + 834,056
2 + + - 594,105
3 + - + 571,483
4 + - - 750,898
5 - + + 878,776
6 - + - 666,170
7 - - + 692,785
8 - - - 519,245

Hasil perhitungan statistik berdasarkan rancangan percobaan 23 dapat


dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Analisis Varian Indeks Tarik


Sumber Fc
Variasi SS DOF MS Fo </> ( = 5%)
A 15,531 1 15,531 0,002 < 4,490
B 72170,174 1 72170,174 9,931 > 4,490
AB 19346,636 1 19346,636 2,662 < 4,490
C 74821,780 1 74821,780 10,296 > 4,490
AC 39758,591 1 39758,591 5,471 > 4,490
BC 78810,120 1 78810,120 10,844 > 4,490
ABC 54235,757 1 54235,757 7,463 > 4,490
Error 116276,889 16 7267,306
Total 455435,478 23 19801,543
Keterangan :
Fo > Fc, pada level signifikansi 5% maka variabel atau interaksi berpengaruh
terhadap nilai indeks tarik.
Fo < Fc, pada level signifikansi 5% maka variabel atau interaksi tidak
berpengaruh terhadap nilai indeks tarik.
Berdasarkan hasil pengolahan data dengan menggunakan rancangan
percobaan 23, diperoleh bahwa variabel yang mempengaruhi indeks tarik secara
signifikan pada level kepercayaan 95% (= 5%) adalah variabel perbandingan
jumlah serat eceng gondok dan kertas koran (B), perbandingan berat kering total
serat terhadap zat aditif clay (C), dan interaksi AC, BC, dan ABC. Selanjutnya
akan dicari kondisi variasi dari masing-masing variabel dan interaksi yang
berpengaruh agar menghasilkan nilai indeks tarik yang terbaik.

Variabel perbandingan jumlah serat eceng gondok dan kertas koran


(variabel B)
Pengaruh jenis serat terhadap indeks tarik pada berbagai tempuhan dapat

dilihat pada Gambar 4.5.

Gambar 4.5 Pengaruh Perbandingan Serat terhadap Indeks Tarik

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa nilai indeks tarik akan semakin
besar apabila jumlah eceng gondok yang digunakan semakin banyak. Hal ini
sudah sesuai dengan hipotesis awal. Serat eceng gondok yang digunakan
termasuk pulp baru (virgin pulp), sedangkan serat kertas koran termasuk serat
sekunder (recycled pulp). Ukuran panjang serat yang direcycle akan berkurang
dan memiliki kekuatan fisik yang lebih rendah dibandingkan dengan pulp
baru, kecenderungan yang diperoleh sudah sesuai.

Variabel perbandingan berat kering total serat terhadap zat aditif clay
(variabel C)
Pengaruh pemakaian aditif clay terhadap nilai indeks tarik dapat dilihat
pada Gambar 4.6.
Gambar 4.6 Pengaruh Perbandingan Jumlah Serat dan Jumlah Aditif terhadap
Indeks Tarik

Dari grafik di atas dapat dilihat nilai indeks tarik sebanding dengan
jumlah pemakaian aditif clay yang ditambahkan. Pemakaian aditif clay akan
mengisi rongga-rongga yang ada dalam jaringan lembaran pulp sehingga
dapat meningkatkan nilai indeks tariknya.

Interaksi variabel konsistensi dengan perbandingan berat kering total serat


terhadap zat aditif clay (variabel AC)

Gambar 4.7 Pengaruh Konsistensi dan Jumlah Aditif Clay terhadap Indeks Tarik

Dari Gambar 4.7 dapat dilihat bahwa interaksi yang memberikan indeks
tarik maksimum adalah pada konsistensi 2% dengan perbandingan serat
terhadap jumlah aditif clay = 1 : 0,2, dengan kata lain konsistensi yang
digunakan rendah dan zat aditif clay yang digunakan banyak. Namun apabila
grafik tersebut dilanjutkan, mungkin akan didapat kecenderungan konsistensi
di atas 4% dengan perbandingan serat terhadap jumlah aditif = 1 : 0,05 yang
memberikan nilai indeks tarik yang baik, yaitu apabila nilai konsistensi
semakin besar dan aditif clay yang digunakan semakin sedikit.
Kecenderungan yang didapat ini sesuai dengan kecenderungan yang didapat
pada analisis blanko mengenai pengaruh jumlah aditif clay terhadap indeks
tarik.
Dalam hal ini, lebih disarankan untuk menggunakan kondisi pertama,
yaitu konsistensi 2% dengan perbandingan serat terhadap jumlah aditif =1:0,2
untuk memperoleh nilai ketahanan tarik yang lebih baik karena hasil yang
diperoleh telah nyata dari hasil pengujian dan lembaran pulp yang dihasilkan
memiliki struktur yang lebih halus. Penggunaan kondisi ke dua, yaitu
konsistensi di atas 4% dengan perbandingan serat terhadap jumlah aditif clay
= 1 : 0,05 belum teruji secara pasti, selain itu lembaran pulp yang dihasilkan
diperkirakan akan mempunyai struktur yang kasar karena kandungan airnya
yang sedikit.

Interaksi perbandingan jumlah serat eceng gondok dan kertas koran


dengan perbandingan berat kering total serat terhadap zat aditif clay (variabel
BC)

Gambar 4.8 Pengaruh Perbandingan Jumlah Aditif Clay dan Jumlah Serat
terhadap Indeks Tarik

Dari Gambar 4.8 dapat dilihat interaksi yang memberikan nilai indeks
tarik maksimum adalah pemakaian jenis serat eceng gondok yang banyak
(2:1) dan pemakaian aditif clay dalam jumlah yang banyak (1:0,2). Hal ini
dikarenakan pemakaian serat eceng gondok dalam jumlah banyak akan
memberikan ketahanan tarik yang baik. Hal ini kemudian ditunjang dengan
pemakaian aditif clay yang banyak yang akan mengisi rongga-rongga kosong
antar serat sehingga ketahanan tarik lembaran pulp menjadi lebih baik.

Interaksi variabel A, B, dan C


Dari hasil nilai indeks tarik rata-rata (dapat dilihat pada Tabel 4.5)
diketahui interaksi yang memberikan nilai indeks tarik paling besar adalah
konsistensi 2%, perbandingan serat eceng gondok terhadap kertas koran = 2:1
dan perbandingan serat terhadap jumlah aditif clay = 1 : 0,2. Kondisi variasi
interaksi ini dapat memberikan hasil ketahanan tarik yang terbaik karena :
- Semakin kecil konsistensi, maka air yang terkandung dalam pulp
semakin banyak. Hal ini membuat distribusi serat menjadi lebih homogen.
Oleh karena itu daya tarik lembaran pulp menjadi lebih baik.
- Pemakaian serat eceng gondok yang lebih banyak akan
memberikan kekuatan tarik yang lebih baik karena eceng gondok
termasuk ke dalam virgin pulp.
- Pemakaian aditif clay akan mengisi rongga-rongga yang ada dalam
jaringan lembaran pulp sehingga dapat meningkatkan nilai indeks
tariknya.

Secara umum, dari hasil analisis variabel dan interaksi yang berpengaruh
diperoleh kondisi variabel yang memberikan hasil uji ketahanan tarik yang tinggi,
yaitu :
- konsistensi 2%,
- perbandingan jumlah serat eceng gondok dan kertas koran = 2 : 1, dan
- perbandingan berat kering total serat terhadap berat zat aditif clay = 1 :
0,2.
Berikut ini akan dibahas juga mengenai kecenderungan yang diperoleh
apabila nilai indeks tarik setiap run disajikan secara statistik, yang diwakili oleh
grafik pada Gambar 4.9.
(a)

(b)
Gambar 4.9. Grafik Statistik Uji Tarik

Dari kedua gambar di atas dapat dilihat suatu kecenderungan bahwa :


- Penggunaan perbandingan jumlah serat dan jumlah aditif clay = 1 : 0,2
memberikan ketahanan tarik yang lebih baik.
- Penggunaan perbandingan serat eceng gondok : kertas koran = 2 : 1
memberikan ketahanan tarik yang lebih baik
- Penggunaan konsistensi 2% memberikan ketahanan tarik yang lebih baik.
Adapun kecenderungan yang menyimpang dianggap dapat diabaikan,
karena hanya satu data yang menyimpang yaitu pada run 4 dengan kondisi
konsistensi 4%, perbandingan serat eceng gondok : kertas koran = 1 : 2 dan
perbandingan berat dengan jumlah aditif clay = 1:0,05. Penyimpangan ini
diperkirakan terjadi karena pencampuran pulp pada kondisi konsistensi 4%
kurang homogen. Pengadukan pada konsistensi 4% dilakukan secara manual
dengan tangan, padahal seharusnya menggunakan motor pengaduk. Namun motor
pengaduk yang ada di laboratorium kecepatannya kurang memadai sehingga tidak
bisa mengaduk campuran dengan konsistensi 4%.
4.2.3.2 Uji Ketahanan Sobek
Ketahanan sobek adalah gaya dalam gram (gf) atau milinewton (mN) yang
diperlukan untuk menyobek kertas. Indeks sobek adalah ketahanan sobek kertas
dalam milinewton dibagi dengan gramatur kertas dalam gram per meter persegi.
Nilai indeks sobek lembaran pulp yang dihasilkan dari percobaan dapat dilihat
pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7 Nilai Indeks Sobek


Variabel
Run Indeks Sobek Rata-rata
A B C
1 + + + 2,496
2 + + - 4,143
3 + - + 2,392
4 + - - 2,675
5 - + + 3,381
6 - + - 1,736
7 - - + 3,763
8 - - - 3,248

Hasil perhitungan statistik berdasarkan rancangan percobaan 23 dapat


dilihat pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8 Analisis Varian Indeks Sobek


Sumber Fc
SS DOF MS Fo </>
Variasi ( = 5%)
A 0,067 1 0,067 0,276 < 4,490
B 0,039 1 0,039 0,160 < 4,490
AB 4,504 1 4,504 18,547 > 4,490
C 0,020 1 0,020 0,081 < 4,490
AC 6,274 1 6,274 25,833 > 4,490
BC 0,021 1 0,021 0,085 < 4,490
ABC 2,332 1 2,332 9,603 > 4,490
Error 3,886 16 0,243
Total 17,142 23 0,745
Keterangan :
Fo > Fc, pada level signifikansi 5% maka variabel atau interaksi berpengaruh
terhadap nilai indeks tarik.
Fo < Fc, pada level signifikansi 5% maka variabel atau interaksi tidak
berpengaruh terhadap nilai indeks tarik.
Dari hasil analisis varian diperoleh bahwa pada level kepercayaan 95%
(= 5%) tidak ada variabel yang mempengaruhi nilai indeks sobek secara
signifikan, namun masih ada interaksi yang mempengaruhi nilai indeks sobek
tersebut secara signifikan, yaitu interaksi AB dan AC.

Interaksi konsistensi dengan perbandingan jumlah serat eceng


gondok dan kertas koran (variabel AB)

Gambar 4.10 Pengaruh Konsistensi terhadap Indeks Sobek dengan Variasi


Perbandingan Jumlah Serat Eceng Gondok dan Kertas Koran

Dari Gambar 4.10 dapat dilihat interaksi yang memberikan nilai indeks
sobek maksimum adalah pada konsistensi 2% dan pemakaian jenis serat eceng
gondok yang sedikit (1:2).
Semakin kecil konsistensi, maka air yang terkandung dalam pulp semakin
banyak. Hal ini membuat distribusi serat menjadi lebih homogen sehingga
lembaran pulp memiliki jalinan serat yang lebih baik dan merata. Oleh karena
itu ketahanan sobek lembaran menjadi lebih baik.
Semakin banyak jumlah serat koran bekas, maka lembaran pulp yang
dihasilkan akan memiliki ketahanan sobek yang semakin baik. Hal ini sesuai
dengan literatur, Holia Onggo dan J. Triastuti, Serat batang eceng gondok
termasuk serat berdinding tipis. Pada serat berdinding tipis, bentuk serat
umumnya mudah berubah menjadi pipih, sehingga menyebabkan permukaan
serat menjadi lebih luas dan ikatan antar serat menjadi lebih besar. Pulp yang
dihasilkan dari serat berdinding tipis umumnya memiliki ketahanan tarik yang
tinggi namun memiliki ketahanan sobek yang rendah.
Interaksi konsistensi dengan perbandingan berat kering total serat
terhadap zat aditif clay (variabel AC)

Gambar 4.11 Pengaruh Konsistensi terhadap Indeks Sobek dengan Variasi


Perbandingan Jumlah Serat dan Jumlah Aditif Clay

Dari Gambar 4.11 dapat dilihat interaksi yang memberikan nilai indeks
sobek maksimum adalah pada konsistensi 2% dan pemakaian perbandingan
jumlah serat terhadap jumlah bahan aditif = 1 : 0,2. Kecenderungan ini sama
dengan kecenderungan yang terdapat pada ketahanan tarik dan analisis blanko
mengenai pengaruh jumlah aditif terhadap indeks tarik.

Secara umum, dari hasil analisis variabel dan interaksi yang berpengaruh
diperoleh kondisi variabel yang memberikan hasil uji ketahanan sobek yang
tinggi, yaitu :
- konsistensi 2%,
- perbandingan jumlah serat eceng gondok dan kertas koran = 1 : 2, dan
- perbandingan berat kering total serat terhadap berat zat aditif (clay) =
1:0,2.
Kecenderungan yang diperoleh apabila nilai indeks sobek setiap run
disajikan secara statistik dapat dilihat pada Gambar 4.12.
(a)

(b)
Gambar 4.12 Grafik Statistik Uji Sobek

Dari kedua gambar di atas dapat dilihat suatu kecenderungan bahwa :


- Penggunaan perbandingan jumlah serat dan jumlah aditif = 1 : 0,2
memberikan ketahanan sobek yang lebih baik.
- Penggunaan perbandingan serat eceng gondok : kertas koran = 1 : 2
memberikan ketahanan sobek yang lebih baik
- Penggunaan konsistensi 2% memberikan ketahanan tarik yang lebih baik.

Adapun kecenderungan yang menyimpang dianggap dapat diabaikan,


karena hanya satu data yang menyimpang yaitu pada run 2 dengan kondisi
konsistensi 4%, perbandingan serat eceng gondok : kertas koran = 2 : 1 dan
perbandingan berat serat dengan jumlah aditif clay = 1 : 0,05. Penyimpangan ini
diperkirakan terjadi karena pada kondisi konsistensi 4% pencampuran pulp
kurang homogen.
4.3 Analisa Hasil Penelitian Secara Umum
Secara umum, hasil analisis uji tarik dan uji sobek lembaran pulp
menunjukkan kecenderungan yang sama untuk variabel konsistensi dan variabel
penambahan jumlah aditif clay, yaitu nilai ketahanan yang baik diperoleh pada
konsistensi 2% dan perbandingan berat serat dengan jumlah aditif clay = 1 : 0,2.
Sedangkan untuk variabel jenis serat, ketahanan sobek akan lebih baik apabila
menggunakan perbandingan serat eceng gondok : kertas koran = 1 : 2, dan
ketahanan tarik akan lebih baik jika menggunakan perbandingan eceng gondok :
kertas koran = 2 : 1.
Nilai hasil uji ketahanan tarik dan ketahanan sobek lembaran pulp yang
dihasilkan dari campuran serat eceng gondok dan kertas koran ini memberikan
hasil yang cukup baik. Nilai ketahanan tarik maupun ketahanan sobek lembaran
pulp yang dihasilkan dari penelitian ini lebih besar daripada nilai yang ditetapkan
SNI pada kertas koran.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian mengenai pengaruh perbandingan serat, konsistensi,
dan jumlah aditif clay terhadap kualitas pulp dari campuran serat kertas koran
bekas dan serat eceng gondok, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Semakin rendah konsistensi akan menghasilkan pulp dengan ketahanan
tarik dan ketahanan sobek yang tinggi.
2. Semakin banyak jumlah serat eceng gondok akan memberikan ketahanan
tarik yang tinggi namun menghasilkan ketahanan sobek yang rendah.
3. Semakin banyak jumlah aditif clay yang digunakan akan meningkatkan
ketahanan tarik dan ketahanan sobek.
4. Apabila dibandingkan dengan blanko, pemakaian aditif clay menurunkan
kekuatan lembaran pulp namun meningkatkan derajat keputihan lembaran
pulp.

5.2 Saran
Beberapa saran yang dapat diberikan untuk penelitian lebih lanjut adalah
sebagai berikut :
1. Penelitian lanjutan diharapkan dapat menemukan kondisi optimum dari
masing-masing variabel yang telah dipelajari dalam penelitian ini.
2. Untuk melihat pengaruh pemakaian aditif clay, sebaiknya dilakukan uji
lain selain uji tarik dan uji sobek, misalnya uji derajat putih, kehalusan, dan
sifat cetak. Selain itu perlu juga dipelajari adanya interaksi sifat kimia dari
penambahan aditif clay terhadap kekuatan pulp yang dihasilkan.
3. Untuk mendapatkan hasil campuran pulp yang lebih homogen sebaiknya
menggunakan motor pengaduk dengan kemampuan kecepatan pengadukan
yang lebih tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku kenang-kenangan Pantja Warsa ke-V P.N. Kertas Letjes,


Percetakan Surabaja, Surabaja, hal. 31-33 dan 43-46, 1965.
2. Kajian Produksi Bersih pada Industri Kertas,
http://home.indo.net.id/~icip/studi.htm.
3. Perkembangan Indeks Produksi Triwulan Industri Besar dan Sedang
Tahun 1997-2001, BPS, Jakarta.
4. Pulp and Paper International, International Fact and Price Book, 1994.
5. Asosiasi Pulp dan Kertas, Indonesian Pulp and Paper Industry: Directory
1997, PT. Gramedia, Jakarta, 1997.
6. Azam, M.A., Utilisation of Water Hyacinth in the Manufacture of Paper
and Pressed Boards, Science & Culture, vol. VI, no. 11, 1941.
7. Budiarto, Laporan Penelitian Pengaruh Putaran Pengadukan dan
Konsistensi Pada Proses Flotasi Pemisahan Suspensi Tinta (Pada Proses
Pelepasan Tinta Kertas Koran Bekas Secara Enzimatik), Universitas Katolik
Parahyangan, Bandung, 1999.
8. Dina S.F., dkk., Aplikasi Enzim Lokal Pada Perbaikan Kualitas Kertas
Bekas, Laporan Akhir Penelitian DIP 6301 (D) Tahun Anggaran 2002,
Proyek Pengembangan dan Pelayanan Teknologi Industri Selulosa.
9. Dina, S.F. dan Indriati Lies, Pengaruh Jenis dan Jumlah Bahan Pengisi
Terhadap Sifat Kertas Alkali, Berita Selulosa, Desember, vol. 32, no. 4, 1996.
10. Emerton, M.W., The Fibrous Raw Material of Paper, Handbook of
Paper Science, 1, 1980.
11. Endang R. dan Nina E., Pengambilan Kembali Serat Koran Bekas,
Berita Selulosa, Maret, vol. 25, no.1, hal. 9 -13, 1989.
12. Gopal, B. and Sharma, K.P., Water Hyacinth, Hindasia, 1981.
13. Gosh, S.R., et. al., Water Hyacinth (Eichhornia Crassipes) for Papers
and Boards, IPPTA, vol. 18, no. 4, hal 37-45, 1981.
14. Holia Onggo dan Triastuti, J., Pembuatan dan Karakteristik Pulp Eceng
Gondok, Puslitbang Fisika Terapan LIPI Bandung, TELAAH jilid 19, no. 1-
2, 1998.
15. http://www.kent.gov.uk/sp/waronwaste/materials/paper.html.
16. Indra Budiarto, Laporan Penelitin Pengaruh Jenis Penggilingan dan
Konsentrasi Enzim Terhadap Kualitas Pulp Pada Proses Pembuatan Pulp dari
Eceng Gondok, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, 1998.
17. Joedodibroto, R., Prospek Pemanfaatan Eceng Gondok Dalam Industri
Kertas, Kompilasi Simposium Selulosa dan Kertas V, 1983.
18. Kertesz, Z.I., The Pectic Substances, Intersciences Publishers Inc., New
York, 1951.
19. Kleinau, Forester, W.K., Deinking of UV-Cured Ink, TAPPI Journal,
41(9), 1A(1987).
20. Kristianti, Lina, Laporan Kerja Praktek di PT. Pindodeli Pulp and Prepare
Mills II, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, 2003.
21. Manurung, E.G. Togu dan Hendrikus H. Sukaria, Industri Pulp Dan
Kertas: Ancaman Baru Terhadap Hutan Alam Indonesia,
http://www.fahutan.s5.com/Juli/industri.htm.
22. Olson, C.R., Letscher, M.K., Increasing the Use of Secondary Fiber: An
Overview of Deinking Chemistry and Stickies Control, APPITA Journal,
45(2), 125(1992).
23. Prasad, D.Y., Enzymatic Deinking of Laser and Xerographic Office
Wastes, APPITA Journal, 46(4), 289(1993).
24. Read, B.R., Selection of Chemicals Within Modern Deinking Plant, PTI
Journal, 26970, 339.
25. Robert, J. C, The Chemistry of Paper, The Royal Society of Chemistry,
UK, hal. 5-6, 1996.
26. Rudy Winarto, Laporan Penelitian Penentuan Pengaruh Variabel-Variabel
Proses Pembuburan dan Perlakuan Enzimatik Terhadap Penghilangan Tinta
Kertas Koran Bekas Secara Enzimatik Dengan Proses Flotasi, Universitas
Katolik Parahyangan, Bandung, 1998.
27. Seluvalbe, H.C. and Stephenson, J.N., Filler and Loading, Chapter 4,
Mc Graw-Hill,USA,1951.
28. Stubert, F., Deinking System Design: European vs North American
Technology, Pulp and Paper Journal, 57(1), 155(1983).
29. Sugesti, S., Penentuan Pektin Secara Spektrofotometri Dalam Bahan
Baku Bukan Kayu, Berita Selulosa, vol. 19, no. 1, hal. 13 -17, 1983.
30. TAPPI Vol.18, No.1, Desember, 1981.
31. Thornton, J.W., Enzymatic Degradation of Polygalacturonic Acids
Release from Mechanical Pulp During Peroxide Bleaching, TAPPI Journal,
vol. 77, no. 3, hal. 161-167, 1994.
32. Wawan K. H., Percobaan Bioassay Lindi Hitam Dari Pemasakan Eceng
Gondok.

LAMPIRAN A
CARA UJI KETAHANAN SOBEK KERTAS

1. Ruang Lingkup
Standar ini melingkupi definisi, cara pengambilan contoh dan cara uji
ketahanan sobek kertas.

2. Definisi
2.1. Ketahanan sobek adalah gaya dalam gram (gf) atau milinewton (mN)
yang diperlukan untuk menyobek kertas pada kondisi standar.
2.2. Faktor sobek adalah jumlah desimeter persegi lembaran kertas yang
beratnya dapat menyobekkan kertas tersebut.
2.3. Faktor sobek dapat dihitung dari ketahanan sobek dalam gram gaya
dibagi dengan gramatur dalam gram per meter persegi, dikalikan seratus.
2.4. Indeks sobek adalah ketahanan sobek kertas dalam milinewton dibagi
dengan gramatur kertas dalam gram per meter persegi.

3. Pengambilan Contoh
3.1. Contoh uji dipersiapkan sesuai dengan SII. 0444-81, Cara Pengambilan
Contoh Kertas dan Karton dan dipotong dengan ukuran panjang 76 + 2
mm dan lebar 63.0 + 0.15 mm.
3.2. Siapkan 10 lembar contoh uji, masing-masing untuk arah mesin dan
silang mesin.
3.3. Untuk menjamin ketelitian hasil uji yang diperoleh, maka contoh lebih
dahulu harus disimpan dalam ruangan yang sesuai dengan SII. 0388-80,
Kondisi Ruangan Pengendalian Untuk Lembaran Pulp, Kertas dan
Karton, selama 24 jam.
3.4. Untuk keperluan pengendalian proses, misalnya apabila contoh langsung
diambil dari mesin kertas maka penyimpanan dalam ruangan kondisi
standar tidak diperluka. Dalam hal demikian keadaan ini harus dicatat.

4. Cara Uji
4.1. Peralatan
4.1.1. Alat uji ketahanan sobek menurut Elmendorf dengan perlengkapan
sebagai berikut.
4.1.2. Alat penjepit yang terdiri dari sebuah penjepit statis dan sebuah
penjepit yang dapat bergerak bersama bandulan.
4.1.3. Sebuah pisau untuk melakukan penyobekan awal.
4.1.4. Alat penahan bandulan.
4.1.5. Jarum penunjuk dan skala ketahanan sobek.
4.2. Pengujian Awal
Pengujian awal perlu dilakukan guna mengetahui berapa lembar contoh uji
yang harus dipasang, agar penunjukan skala mendekati angka 40.
4.2.1. Siapkan sektor bandulan pada kedudukan awal dan jarum penunjuk
pada titik nol.
4.2.2. Pasang beberapa lembar contoh uji pada alat penjepit, dengan posisi
vertikal searah lebar contoh uji.
4.2.3. Lakukan penyobekan awal dengan mempergunakan pisau yang
tersedia pada alat tersebut, hingga jarak sobek tersisa 43.0 mm.
4.2.4. Tahan alat penahan bandulan sedemikian rupa sehingga bandulan
mengayun bebas.
4.2.5. Tahan bandulan setelah sobekan menyeluruh dan kembalikan pada
kedudukan awal tanpa mengganggu kedudukan jarum penunjuk.
4.2.6. Hasil dari pengujian dicatat sesuai dengan angka pada skala yang
ditunjuk oleh jarum penunjuk. Dari hasil ini dapat diperkirakan berapa
lembar contoh uji yang harus dipasang pada pengujian sebenarnya.
Apabila satu lembar uji sudah menghasilkan angka sobek lebih dari 60,
maka pada sektor bandulan perlu dipasang beban.
4.3. Prosedur
4.3.1. Dengan mempergunakan jumlah contoh uji yang sudah
diperhitungkan, ulangi perlakukan butir 4.2.1 sampai 4.2.6 dan catat
angka pembacaan skala.
4.3.2. Lakukan cara pengujian tersebut paling sedikit dua kali, dengan
mempergunakan jumlah contoh uji yang sama.
4.3.3. Lakukan butir 4.3.1 dan 4.3.2 untuk arah mesin dan arah silang mesin.
4.4. Perhitungan
4.4.1. Ketahanan sobek rata-rata dalam gram dapat dihitung dengan
mempergunakan rumus:
16 xA
Ketahanan sobek rata-rata =
B
Dimana A = pembacaan skala rata-rata dalam gram gaya (gf)
B = jumlah lembar contoh uji yang dipergunakan pada satu saat
pengujian.
4.4.2. Hasil yang diperoleh dapat dinyatakan dalam satuan SI dengan
konversi:
1 gf = 9.807 mN.
4.4.3. Hasil yang diperoleh dapat dinyatakan:
ketahanan sobek
Faktor sobek = x100
gramatur ( g / m 2 )

Ketahanan sobek (mN )


Indeks sobek =
gramatur ( g / m 2 )

4.5. Laporan Hasil Uji


Pada laporan perlu dicatat:
4.5.1. Pada pembacaan pada skala sesuai dengan arah mesin dan silang mesin
dari lembaran kertas.
4.5.2. Jumah lembar contoh uji yang disobek pada saat pengujian
4.5.3. Penambahan beban, bila dipergunakan.

LAMPIRAN B
CARA UJI KETAHANAN TARIK KERTAS

1. Ruang Lingkup
Standar ini meliputi definisi, cara pengambilan conoth dan cara uji
ketahanan tarik, serta daya regang dari kertas dan karton dengan
mempergunakan sistem bandulan.

2. Definisi
2.1. Ketahanan tarik adalah daya tahan lembaran kertas atau karton terhadap
gaya tarik yang bekerja pada kedua ujung kertas atau karton tersebut
diukur pada kondisi standar.
2.2. Daya regang adalah regangan maksimum yang dapat dicapai oleh jalur
kertas atau karton sebelum putus, diukur pada kondisi standar.
2.3. Pajang putus adalah panjang jalur kertas atau karton dengan lebar sama
yang beratnya dapat memutuskan jalur tersebut apabila digantung salah
satu ujungnya.
2.4. Indeks tarik adalah ketahanan tarik dibagi dengan gramatur kertas
tersebut.

3. Pengambilan Contoh
3.1. Contoh uji dipersiapkan sesuai dengan SII. 0444-81, Cara Pengambilan
Contoh Kertas dan Karton.
3.2. Potonglah sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) lembar jalur contoh uji
dengan ukuran panjang 200 mm dan lebar 15 mm dengan tepi sejajar,
masing-masing untuk arah mesin dan silang mesin.
3.3. Untuk menjamin ketelitian hasil uji yang diperoleh, maka contoh lebih
dahulu disimpan dalam ruangan yang sesuai dengan SII. 0388-80,
Kondisi Ruangan Pengendalian Untuk Lembaran Pup, Kertas dan
Karton, selama 24 jam.
3.4. Untuk keperluan pengendalian proses, misalnya apabila contoh langsung
diambil dari mesin kertas, maka penyimpanan dalam ruangan kondisi
standar tidak diperlukan. Dalam hal demikian keadaan ini harus dicatat.

4. Cara Uji
4.1. Peralatan
4.1.1. Dua buah alat penjepit untuk ujung-ujung kertas.
4.1.2. Bandulan beban.
4.1.3. Skala pembacaan untuk ketahanan tarik.
4.1.4. Skala pembacaan untuk daya regang.
4.1.5. Motor untuk mengayunkan bandulan dengan kecepatan ayun tetap.
4.2. Pengujian Awal
Pengujian awal perlu dilakukan guna mengetahui berapa lembar contoh uji
yang harus dipasang, agar penunjukan skala mendekati angka 40.
4.2.1. Alat disetel sedemikian sehingga pada posisi diam jarak antara kedua
klem 180 mm.
4.2.2. Hindarkan sentuhan pada jalur uji yang ada di antara kedua penjepit.
4.2.3. Pasang ujung-ujung jalur contoh uji pada penjepit bagian atas
kemudian ujung satunya dipasang pada bagian bawah.
4.2.4. Keraskan penjepit pada kedua ujung contoh uji dan dijaga agar jalur
tersebut terpasang merata dan tidak melintir.
4.2.5. Longgarkan pengatur untuk penentuan daya regang.
4.2.6. Jalankan motor untuk mengayunkan bandulan.
4.2.7. Ayunan akan berhenti pada saat jalur kertas putus. Catat besarnya
penunjukkan skala ketahanan tarik dan skala gaya regang.
4.3. Perhitungan
4.3.1. Ketahanan tarik kertas atau karton dihitung berdasarkan nilai rata-rata
pembacaan skala tarik (dalam kg gaya) dari jalur contoh uji masing-
masing untuk arah mesin dan silang mesin. Ketahanan tarik dinyatakan
dalam kilogram gaya atau dalam kilonewton tiap meter (1 kg gaya/15
mm = 0.6538 kN/m).
4.3.2. Ketahanan tarik dapat dinyatakan sebagai panjang putus dengan
mempergunakan perhitungan:
panjang jalur (m)
Panjang putus = ketahanan tarik x berat jalur

4.3.3 Dalam satuan SI, ketahanan tarik dapat juga dinyatakan sebagai indeks
tarik.
ketahanan tarik ( N / m)
Indeks tarik Nm/g =
gramatur ( g / m 2 )

Hubungan antara nilai numerik indeks tarik (Nm/g) dan panjang putus
(km) adalah:
Indeks tarik = 9.81 x panjang putus.
4.3.4 Daya regang dihitung berdasarkan nilai rata-rata pembacaan skala daya
regang dinyatakan dalam persen.

4.4. Laporan Hasil Uji


Pada laporan perlu dicatat:
4.5.1. Nilai ketahanan tarik sesuai dengan arah mesin dan silang mesin.
4.5.2. Panjang jalur contoh uji yang digunakan pada saat pengujian.
LAMPIRAN C
CONTOH LEMBARAN PULP

1. Blanko 1
- konsistensi = 4%
- berat kering serat eceng gondok : berat kertas koran = 2 : 1
- berat kering total serat : berat clay = 1 : 0,00

2. Blanko 2
- konsistensi = 4%
- berat kering serat eceng gondok : berat kertas koran = 1 : 2
- berat kering total serat : berat clay = 1 : 0,00
3. Blanko 3
- konsistensi = 2%
- berat kering serat eceng gondok : berat kertas koran = 2 : 1
- berat kering total serat : berat clay = 1 : 0,00

4. Blanko 4
- konsistensi = 2%
- berat kering serat eceng gondok : berat kertas koran = 1 : 2
- berat kering total serat : berat clay = 1 : 0,00
5. Run 1
- konsistensi = 4%
- berat kering serat eceng gondok : berat kertas koran = 2 : 1
- berat kering total serat : berat clay = 1 : 0,2

6. Run 2
- konsistensi = 4%
- berat kering serat eceng gondok : berat kertas koran = 2 : 1
- berat kering total serat : berat clay = 1 : 0,05

7. Run 3
- konsistensi = 4%
- berat kering serat eceng gondok : berat kertas koran = 1 : 2
- berat kering total serat : berat clay = 1 : 0,2

8. Run 4
- konsistensi = 4%
- berat kering serat eceng gondok : berat kertas koran = 1 : 2
- berat kering total serat : berat clay = 1 : 0,05

9. Run 5
- konsistensi = 2%
- berat kering serat eceng gondok : berat kertas koran = 2 : 1
- berat kering total serat : berat clay = 1 : 0,2
10. Run 6
- konsistensi = 2%
- berat kering serat eceng gondok : berat kertas koran = 2 : 1
- berat kering total serat : berat clay = 1 : 0,05

11. Run 7
- konsistensi = 2%
- berat kering serat eceng gondok : berat kertas koran = 1 : 2
- berat kering total serat : berat clay = 1 : 0,2
12. Run 8
- konsistensi = 2%
- berat kering serat eceng gondok : berat kertas koran = 1 : 2
- berat kering total serat : berat clay = 1 : 0,05

LAMPIRAN D
CONTOH PERHITUNGAN RUN PENELITIAN

Contoh perhitungan ini adalah perhitungan untuk Run 1

Variasi :
- Konsistensi = 4%
- Perbandingan serat eceng gondok : berat kertas koran = 2 : 1
(basis : berat kering total serat = 30 gram)
- Perbandingan berat serat total : berat aditif clay = 1 : 0,2

1. Penentuan kebutuhan eceng gondok segar


Kadar air eceng gondok = 96,2%
% berat kering eceng gondok = 100% 96,2% = 3,8 %
Berat kering eceng gondok yang diperlukan = (2/3)*30 gr = 20 gr
Berat eceng gondok segar yang diperlukan = (100/3.8)*20 gr = 526,32 gr

2. Perlakuan eceng gondok


a. perlakuan mekanis
1. Batang eceng gondok ditimbang sebanyak 526,32 gr.
2. Batang eceng gondok dipotong ukuran 2 -3 cm kemudian digiling.
3. Bahan yang sudah digiling kemudian dicuci dengan air dan disaring.
Berat bahan hasil penyaringan ditimbang = 743,5 gr
b. perlakuan enzimatik
1. Pulp yang dihasilkan dari proses mekanis dimasukkan ke dalam wadah.
2. Ditambahkan air hingga mencapai konsistensi 2% dan asam asetat
sehingga diperoleh larutan dengan pH 4.
berat _ ecenggondok _ ker ing
Konsistensi 2% = *100% 2%
berat _ total
20
= *100% 2%
x
x = 1000 gr
Berat air total = berat totalberat eceng gondok kering
= 1000-30 = 970 gr
Berat air yang harus ditambahkan = berat air total berat air pada pulp
hasil perlakuan
mekanis
= 970 (743,5 30) = 256,5 gr

3. Enzim pektinase ditambahkan dengan konsentrasi 1% (%-berat bahan


kering).
Jumlah enzim yang ditambahkan = 1% * 20 gr = 0,2 gr
4. Campuran diaduk pada suhu 55oC selama 2 jam

c. proses penyaringan
1. Pulp yang telah mendapat perlakuan enzimatik dicuci dengan air untuk
membersihkannya dari kotoran dan sisa enzim.
2. Pulp yang telah dicuci kemudian disaring untuk mengurangi kadar
airnya
3. Pulp disimpan untuk kemudian digunakan pada proses penggabungan
pembuatan lembaran kertas.
Massa pulp eceng gondok hasil penyaringan = 73,9 gr

3. Perlakuan kertas koran bekas


a. perlakuan mekanis
1. Kertas koran bekas ditimbang sebanyak 10 gr
2. Kertas koran bekas disobek kecil-kecil
3. Ditambah air hingga konsistensi 3%, direndam
selama 5 menit
berat _ koran _ ker ing
Konsistensi 3% = *100% 3%
berat _ total
10
= y *100% 3%

y = 333,33 gr
Berat air total = berat total berat koran kering = 333,33 30 = 303,33
Berat air yang harus ditambahkan = 303,33 gr

4. Diaduk dengan kecepatan 950 ppm,pH=7, T= 55oC, selama 5 menit

b. penguraian serat secara enzimatik


1. Pulp hasil perlakuan mekanis ditambah asam hingga pH = 5
2. Enzim selulase ditambahkan dengan konsentrasi 1 %-w (% berat
bahan kering)
Jumlah enzim yang ditambahkan = 1% * 10 = 0,1gr
3. Campuran diaduk pelan dengan kecepatan 650rpm pada T = 55 oC,
selama 15 menit
c. pemisahan dan pembuangan tinta dengan flotasi
1. Pulp hasil perlakuan enzimatik diencerkan dengan air hingga
konsistensi 0.8%.
berat _ koran _ ker ing
Konsistensi 0.8% = *100% 0.8%
berat _ total
10
= *100% 0.8%
z
z = 1250 gr
Berat air total = berat total berat eceng gondok kering = 1250-10 =
1240 gr
Berat air yang harus ditambahkan = berat air totalberat air yang pada
pulp hasil enzimatis

= 1240 303,33 = 936,67 gr


2. CaCl2 ditambahkan sampai 200 ppm dan kolektor ditambahkan
sebanyak 1%-w (bahan kering)
Kolektor yang ditambahkan = 1% * 10 = 0,1 gr
3. Campuran diflotasi dengan laju alir udara 1L/menit, selama 10 menit,
pH = 9, T = 35oC, sambil diaduk pada kecepatan 675 rpm
d. pencucian pulp
1. Busa yang terbentuk pada proses flotasi diambil
2. Suspensi disaring dengan ayakan 200 mesh, lalu dibilas kemudian
disaring.
Massa pulp koran hasil penyaringan = 32,6 gr

4. Pembuatan lembaran kertas


1. Pulp eceng gondok, pulp kertas koran, dan zat aditif clay masing- masing
ditimbang sesuai variasi penelitian.
Massa pulp eceng gondok = 772,9 gr
Massa pulp koran = 32, 6 gr
Massa clay = 0,2 * 30 6 gr
2. Ditambahkan dengan air hingga konsistensi tertentu sesuai variasi
penelitian.
Konsistensi 4%
berat _(ecenggondok koran clay) _ ker ing
= *100% 4%
berat _ total
(20 10 6)
= *100% 4%
w
w = 900 gr
Berat air total = berat total berat bahan kering = 900 36 = 864 gr
Berat air yang harus ditambahkan = berat air totalberat air yang pada pulp
eceng gondok dan pulp
koran hasil penyaringan

= 864 (73,9 - 20) (32,6 10)


= 787,5 gr
3. Campuran diaduk hingga homogen
4. Pulp kemudian ditimbang sebanyak 150 gr berat basah untuk dicetak
menjadi lembaran kertas.

LAMPIRAN E
PERHITUNGAN STATISTIK

Tabel E.1 Algoritma Yates


Replikasi
23 Total (1) (2) (3)
1 2 3
1 = total
Penjumla

a = contrass a
han

b = contrass b
ab = contrass ab
c = contrass c
Penguran

ac = contrass ac
gan

bc = contrass bc
abc = contrass abc
Keterangan :
= Pengurangan (bawah atas)

Pengisian kolom (1) berupa penjumlahan atau pengurangan dari kolom


sebelumnya (kolom Total), dengan rincian sebagai berikut :
1. baris 1 = baris 1 + baris a
2. baris a = baris b + baris ab
3. baris b = baris c + baris ac
4. baris ab = baris bc + baris abc
5. baris c = baris a baris 1
6. baris ac = baris ab baris b
7. baris bc = baris ac baris c
8. baris abc = baris abc baris a
Selanjutnya cara pengisian kolom (2) maupun kolom (3) serupa dengan cara
pengisian kolom (1). Hasil yang diperoleh dari kolom (3) merupakan nilai
contrass.

Tabel E.2 Analisa Varian Rancangan Percobaan 23


Degree of
Sumber Sum of Square Mean Square
Freedom Fo
Variasi (SS) (MS)
(DOF)
Perlakuan (contrass A) 2 (a-1) SS A MS A
SSA = MS = Fo =
A 2 .n k DOF MS E
(contrass B ) 2 (b-1) SS B MS B
B SSB = MS = Fo =
2 k .n DOF MS E
(contrass AB ) 2 (a-1)(b-1) SS AB MS AB
AB SSAB = MS = Fo =
2 k .n DOF MS E
(contrass C ) 2 (c-1) SS C MS C
C SSC = MS = Fo =
2 k .n DOF MS E
(contrass AC ) 2 (a-1)(c-1) SS AC MS AC
AC SSAC = MS = Fo =
2 k .n DOF MS E
(contrass BC ) 2 (b-1)(c-1) SS BC MS BC
BC SSBC = MS = Fo =
2 k .n DOF MS E
SSABC = (a-1)(b-1) SS ABC Fo =
MS =
(c-1) DOF
ABC MS ABC
(contrass ABC ) 2
2 k .n MS E
SSE = SST-SSA-SSB- SSAB- 2k (n-1)
Error
SSC- SSAC- SSBC- SSABC
( Yi ) 2 N-1 = n.2k - 1
Total SST = Yi 2
N
Tabel E.3 Data Uji Tarik Lembaran Pulp
Variabel
Run Y1 (N/m) y2 (N/m) y3 (N/m) Total Rata-rata
A B C
1 + + + 50013.915 54426.908 54426.908 158867.730 52955.910
2 + + - 47071.920 55897.905 61781.895 164751.720 54917.240
3 + - + 61781.895 61781.895 94143.840 217707.630 72569.210
4 + - - 89730.848 94143.840 94143.840 278018.528 92672.843
5 - + + 77962.868 89730.848 69136.883 236830.598 78943.533
6 - + - 61781.895 61781.895 58839.900 182403.690 60801.230
7 - - + 122092.793 119150.798 108853.815 350097.405 116699.135
8 - - - 61781.895 72078.878 94143.840 228004.613 76001.538
Blanko 1 + + 1:0 154454.738 186816.683 125034.788 466306.208 155435.403
Blanko 2 + - 1:0 280960.523 311851.470 233888.603 826700.595 275566.865
Blanko 3 - + 1:0 139744.763 152983.740 101498.828 394227.330 131409.110
Blanko 4 - - 1:0 136802.768 172106.708 155925.735 464835.210 154945.070

Tabel E.4 Indeks Tarik Lembaran Pulp


Variabel y1 y2 y3
Run Total Rata-rata
A B C (Nm/gr) (Nm/gr) (Nm/gr)
1 + + + 787.719 857.224 857.224 2502.167 834.056
2 + + - 509.233 604.714 668.368 1782.314 594.105
3 + - + 486.532 486.532 741.383 1714.448 571.483
4 + - - 727.060 762.817 762.817 2252.695 750.898
5 - + + 867.860 998.858 769.612 2636.329 878.776
6 - + - 676.915 676.915 644.681 1998.510 666.170
7 - - + 724.805 707.340 646.212 2078.356 692.785
8 - - - 422.096 492.445 643.194 1557.735 519.245
Blanko 1 + + 1:0 1224.281 1480.797 991.085 3696.162 1232.054
Blanko 2 + - 1:0 1521.869 1689.195 1266.897 4477.962 1492.654
Blanko 3 - + 1:0 1345.520 1472.990 977.272 3795.782 1265.261
Blanko 4 - - 1:0 1219.191 1533.821 1389.616 4142.629 1380.876

Tabel E.5 Penyusunan Ulang Algoritma Yates Untuk Uji Tarik


Variabel
Kode Run Total (1) (2) (3)
A B C
1 - - - 8 1557.735 3810.429 7591.253 16522.553
a + - - 4 2252.695 3780.824 8931.299 -19.306
b - + - 6 1998.510 3792.804 478.764 1316.087
ab + + - 2 1782.314 5138.496 -498.071 -681.410
c - - + 7 2078.356 694.960 -29.605 1340.046
ac + - + 3 1714.448 -216.196 1345.692 -976.835
bc - + + 5 2636.329 -363.908 -911.156 1375.297
abc + + + 1 2502.167 -134.162 229.746 1140.902
Tabel E.6 Hasil Perhitungan Analisa Varian 23 Untuk Uji Tarik
Sumber Fc
SS DOF MS Fo </>
Variasi ( = 5%)
A 15.531 1 15.531 0.002 < 4.490
B 72170.174 1 72170.174 9.931 > 4.490
AB 19346.636 1 19346.636 2.662 < 4.490
C 74821.780 1 74821.780 10.296 > 4.490
AC 39758.591 1 39758.591 5.471 > 4.490
BC 78810.120 1 78810.120 10.844 > 4.490
ABC 54235.757 1 54235.757 7.463 > 4.490
Error 116276.889 16 7267.306
Total 455435.478 23 19801.543

Tabel E.7 Data Uji Sobek Lembaran Pulp


Variabel
Run y1 (mN) y2 (mN) y3 (mN) Total Rata-rata
A B C
1 + + + 158.475 158.475 158.475 475.426 158.475
2 + + - 316.951 475.426 356.570 1148.947 382.982
3 + - + 316.951 316.951 277.332 911.234 303.745
4 + - - 356.570 356.570 277.332 990.472 330.157
5 - + + 277.332 277.332 356.570 911.234 303.745
6 - + - 158.475 158.475 158.475 475.426 158.475
7 - - + 752.758 515.045 633.902 1901.706 633.902
8 - - - 515.045 515.045 396.189 1426.279 475.426
Blanko 1 + + 1:0 871.615 871.615 1109.328 2852.558 950.853
Blanko 2 + - 1:0 1148.947 1267.804 1426.279 3843.030 1281.010
Blanko 3 - + 1:0 396.189 435.808 435.808 1267.804 422.601
Blanko 4 - - 1:0 515.045 1030.091 950.853 2495.989 831.996

Tabel E.8 Indeks Sobek Lembaran Pulp


Variabel
Run y1 y2 y3 Total Rata-rata
A B C
1 + + + 2.496 2.496 2.496 7.488 2.496
2 + + - 3.429 5.143 3.857 12.430 4.143
3 + - + 2.496 2.496 2.184 7.176 2.392
4 + - - 2.889 2.889 2.247 8.025 2.675
5 - + + 3.087 3.087 3.969 10.144 3.381
6 - + - 1.736 1.736 1.736 5.209 1.736
7 - - + 4.469 3.058 3.763 11.289 3.763
8 - - - 3.519 3.519 2.707 9.744 3.248
Blanko 1 + + 1:0 6.909 6.909 8.793 22.611 7.537
Blanko 2 + - 1:0 6.223 6.867 7.726 20.816 6.939
Tabel E.8 Indeks Sobek Lembaran Pulp (lanjutan)
Blanko 3 - + 1:0 3.815 4.196 4.196 12.207 4.069
Blanko 4 - - 1:0 4.590 9.180 8.474 22.244 7.415
Tabel E.9 Penyusunan Ulang Algoritma Yates Untuk Uji Sobek
Variabel
Kode Run Total (1) (2) (3)
A B C
1 - - - 8 9.744 17.770 35.408 71.505
a + - - 4 8.025 17.639 36.097 -1.268
b - + - 6 5.209 18.465 5.502 -0.965
ab + + - 2 12.430 17.632 -6.769 10.397
c - - + 7 11.289 -1.719 -0.131 0.689
ac + - + 3 7.176 7.220 -0.834 -12.271
bc - + + 5 10.144 -4.114 8.939 -0.703
abc + + + 1 7.488 -2.656 1.458 -7.482

Tabel E.10 Hasil Perhitungan Analisa Varian 23 Untuk Uji Sobek


Sumber Fc
SS DOF MS Fo </>
Variasi ( = 5%)
A 0.067 1 0.067 0.276 < 4.49
B 0.039 1 0.039 0.160 < 4.49
AB 4.504 1 4.504 18.547 > 4.49
C 0.020 1 0.020 0.081 < 4.49
AC 6.274 1 6.274 25.833 > 4.49
BC 0.021 1 0.021 0.085 < 4.49
ABC 2.332 1 2.332 9.603 > 4.49
Error 3.886 16 0.243
Total 17.142 23 0.745

LAMPIRAN F
GAMBAR ALAT
1. Oven

Gambar F.1 Oven

2. Peralatan Pengadukan

Gambar F.2 Peralatan Pengadukan


3. Peralatan Flotasi
Gambar F.3 Peralatan Flotasi

4. Screen

Gambar F.4 Screen

Вам также может понравиться