Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
Jadi dU t PdV TdS t
Atau dU t PdV t TdS t 0
dS t
U t ,V t 0 (2.4)
Suatu sistem yang terisolasi mesti mempunyai syarat bahwa energi
internal dan volumee tetap, maka untuk sistem semacam itu diketahui langsung
dari hukum kedua bahwa persamaan terakhir berlaku (Geankoplis, 1997) .
Dari perumpamaan sistem persamaan dU t PdV t TdS t 0 berlaku
untuk T dan P yang tetap. Persamaan itu bisa juga ditulis sebagai berikut:
dU t T , P dPV t T ,P
dTS t
T ,P 0 atau
d U t PV TS t
T ,P 0 (2.5)
Persamaan terakhir penting mengingat T,P tetap merupakan persyaratan yang
mudah di atur.
Keadaan setimbang dari sistem tertutup adalah keadaan yang energi bebas
Gibbs totalnya adalah minimum ditinjau dari perubahan pada T,P tertentu. Pada
keadaan setimbang variasi dalam kadar differensial dapat terjadi didalam sistem
pada T dan P yang tetap. Tanpa mengakibatkan perubahan Gt (Geankoplis, 1997).
Jadi:
dG t
T ,P 0 (2.6)
Untuk menerapkan kriteria ini pada kesetimbangan fasa, sebaiknya
ditinjau sebuah sistem tertutup yang terdiri dari dua fasa, a dan B. Setiap fasa
dapat dianggap sebagai sistem terbuka yang memungkinkan perpindahan massa
dari fasa yang satu ke yang lain. Untuk masing-masing fasa berlaku:
nG nS dT nV dP i dni (2.7a)
nG nS dT nV dP i dni (2.7b)
Karena T dan P tetap maka penjumlahan ke dua persamaan menghasilkan:
nG
t
T ,P
i dni i dni
(2.8)
Di dalam sistem yang tertutup berlaku:
dni dni (2.9)
Jadi,
i i dni 0 (2.10)
Karena dni sembarang dan bebas maka satu-satunya penyelesaian agar
persamaan terakhir sama dengan 0 adalah:
i i (2.11)
untuk sistem multi komponen:
i i ... i i 1,2,3...N (2.12)
diketahui bahwa :
3
6
di RTd ln f i (T tetap)
^
Atau i RT ln fi
adalah tetapan integrasi harganya hanya tergantung pada T. Oleh karena pada
kesetimbangan fasa, semua fasa berada pada T yang sama, maka syarat diatas
dapat diganti (Geankoplis, 1997):
^ ^ ^
fi fi ... fi (2.13)
4
= ( i = 1, 2, ..., N) (2.14)
Memberikan N persamaan bebas sehingga jumlah variabel yang harus ditetapkan
untuk fixing sistem adalah N, y.i T atau P dan N-1 fraksi mol cairan atau uap N
variabel yang lain selanjutnya dapat dihitung, digunakan persamaan:
=
f i v iv y i P (2.15)
dan f i v iv xi P (2.16)
Gabungan persamaan (2.14), (2.15) dan (2.16):
iL xi iv y i (2.17)
Didalam persamaan terakhir xi dan yi tidak berdiri explisit mengingat baik
maupun iv adalah fungsi dari T, P dan komposisi; hubungan tersebut
L
i
=
f i L f i sat (2.20)
Berdasarkan anggapan f i L f i sat
P sat
=
f i L f i sat iL
P
Hasil secara keseluruhan:
P sat
xi yi Pi = yi P = xiPsat
P
Persamaan terakhir merupakan rumus hukum Raoult. Persamaan tidak
realistik, disebabkan terutama oleh asumsi kedua yang biasanya tidak berlaku,
kecuali sistemnya terdiri dari komponen yang serupa secara kimiawi dan dalam
5
ukuran molekul. Sebagai koreksi terhadap keadaan terakhir diintroduksikan
koefisien aktifitas. Berikut ini diturunkan persamaan yang umum:
f i v y i Vi P untuk fasa uap dan
f i L xi i f i o untuk fasa cair
xi i f i o Vi y i P (2.21)
Dengan persamaan terakhir penyelesaian KUC dilaksanakan melalui
pendekatan:
1. Untuk fasa uap digunakan konsep koefisien fugasitas yang dihitung
dengan menggunakan PVT data.
Vi ( P, T , y i ,....., y N 1 ) (2.22)
2. Untuk fasa cair digunakan konsep koefisien aktifitas. Konsep ini
menggantikan konsep koefisien fugasitas yang tidak bisa diterapkan
karena tidak ada persamaan keadaan yang berlaku secara untuk cairan.
i ( P, T , xi , x2 ,...., x N 1 ) (2.23)
Dua konsep itu terpisah satu sama lain. Dalam arti kata Vi tidak
dipengaruhi oleh komposisi cairan dan sebaliknya tidak dipengaruhi oleh
komposisi uap.
Telah diuraikan bahwa untuk sistem N komponen dan dua fasa ada N
derajat kebebasan, artinya N variabel dapat ditentukan secara bebas sedang N
variabel yang lain merupakan variabel tidak bebas dan dapat dihitung. Beberapa
bentuk persoalan dalam KUC:
1. Menghitung T dan yi pada titik gelembung, bila ditentukan P dan xi(i =
1,2,...N-1)
2. Menghitung P dan yi pada titik gelembung, bila ditentukan T dan xi( i =
1,2,...N-1)
3. Menghitung T dan xi pada titik embun, bila ditentukan P dan yi
( i = 1,2,...N-1)
4. Menghitung P dan xi pada titik embun, bila ditentukan T dan yi
( i = 1,2,...N-1)
Untuk menentukan tekanan uap murni komponen dapat didekati dengan
persamaan Antoine yaitu:
= (2.24)
+
Untuk memprediksikan tekanan uap etanol:
3803.98
InP sat 18.9119 (2.25)
T 41.68
Untuk memprediksikan tekanan uap air:
3816.44
InP sat 18.3036 (2.26)
T 46.13
6
Psat dan T pada persamaan (2.25) dan (2.26) dalam satuan mmHg dan derajat
kelvin. Konstanta kesetimbangan uap cair dapat ditentukan dari persamaan
Hukum Raoult:
Pi sat yi
K (2.27)
P xi
Dalam sebuah campuran dua fasa uap-cair pada kesetimbangan, suatu
komponen dalam fasa berada dalam kesetimbangan dengan komponen yang sama
dalam fasa lain. Hubungan kesetimbangan tergantung kepada suhu, tekanan, dan
komposisi campuran tersebut.
Gambar 2.1 merupakan salah satu contoh diagram dari kesetimbangan uap
cair untuk sistem cyclohexane-toluene, dimana pada (a) kesetimbangan pada
temperatur konstan dan (b) kesetimbangan pada temperatur konstan (Abbott,
1989). Kurva ABC pada Gambar 1.1 menunjukkan keadaan campuran cair jenuh,
yang disebut dengan kurva bublepoint. Kurva ADC merupakan kurva dewpoint,
yang menunjukkan keadaan campuran uap jenuh.
7
1 V RT
P
RT 0 ni T , P ,ni
ln i dP
P
(2.29)
atau
1 V RT
P
RT 0 ni T , P ,ni
ln i dV ln z
P
(2.30)
dimana T adalah temperatur, v adalah volume parsial, n adalah jumlah mol, z
adalah faktor pemampatan (compressibility factor) dan R adalah konstanta gas.
Kedua persamaan di atas menunjukkan bahwa koefisien fugasitas dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan keadaan, persamaan yang
menghubungkan tekanan, temperatur, volume dan/atau komposisi. Persamaan
dengan fungsi dP dipakai apabila persamaan keadaan yang ada berupa fungsi
eksplisit dalam volume, temperatur, dan komposisi. Sedangkan persamaan dengan
fungsi dv dipakai bila persamaan keadaan yangada berupa fungsi eksplisit dalam
tekanan, temperatur, dan komposisi (Himmelblau,1996).
8
i
OL SV S
fi (T , P ) Pi (2.32)
Fugasitas di fasa cair juga sering dinyatakan dalam bentuk koefisien fugasitas.
Dalam hal ini fugasitas dinyatakan sebagai :
i xi P
L SV
fi (2.33)
Cara di atas memungkinkan masalah kesetimbangan uap-cair dapat
diselesaikan dengan menggunakan sebuah persamaan keadaan.
9
2.8 VLE Ratio
Apabila fasa liquid dan uap tidak mengikuti hukum Roult, ,maka dapat
dipergunakan Vapor-Liquid Equilibrium Ratio, k; yang dirumuskan sebagai
berikut :
= KA.XA(2.37)
1
Dimana : XA = ..(2.38)
10
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
11
Gambar 3.2 Alat Hand Refractometer
12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
16
14 y = 17.63x + 2.7139
12 R = 0.9958
10
Brix
8
6
4
2
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8
Fraksi Etanol (% volum)
13
Tabel 4.3 Komposisi etanol (fraksi volum) dan Psat pada kesetimbangan
Fraksi Komposisi Komposisi Fraksi volum Fraksi volum Psat
volum kondensat cairan etanol pada etanol pada (etanol)
0 0
etanol ( Brix) ( Brix) cairan Xw kondensat Yd (mmHg)
20% 10 5 0.1053 0.1974 1425.19
35% 7 8.5 0.278 0.4678 1278.97
45% 5 11 0.412 0.5762 1063.01
65% 2.5 14 0.584 0.6749 878.298
70% 2 14.5 0.614 0.6562 812.335
95
90
85 Yd
80 Xw
75
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5
Komposisi
14
Hubungan antara Yd & Xw
literatur dengan Temperatur
100
Temperatur oC
95
90
85 Yd
80
Xw
75
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
Komposisi
95
90
85 Xw lit
80
Xw perc
75
0 0.2 0.4 0.6 0.8
Komposisi
95
90
85 Yd lit
80
Yd perc
75
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
Komposisi
15
Tabel 4.5 Konstanta kesetimbangan (K) percobaan dan literatur
Fraksi volum etanol K percobaan K literatur
20 % 2.279 9.6
35 % 1.98 7.8
45 % 1.59 9.3
65 % 1.26 2.45
70 % 1.162 2.1
95
90
85 K Percobaan
80 K literatur
75
0 2 4 6 8
Komposisi
Gambar 4.6 Kurva hubungan antara K percobaan & literatur dengan Temperatur
4.2 Pembahasan
Pada percobaan KUC, terlebih dahulu dilakukan standarisasi fraksi volume
etanol terhadap 0Brix. Kurva hubungan fraksi etanol dengan 0Brix dapat dilihat
pada Gambar 4.1 di atas. Semakin besar % volum etanol maka semakin besar pula
0
Brix. Hal ini dikarenakan 0Brix didapat dari pembiasan cahaya oleh larutan yang
tertentu. Semakin tinggi konsentrasi larutan, maka akan semakin banyak cahaya
yang dibiaskan ke dalam alat hand refractometer. Cahaya yang dibiaskan kedalam
alat tersebut akan dijadikan sebagai penunjuk skala yang diamati oleh pengamat,
semakin banyak cahaya yang masuk kedalam alat, maka akan semakin tinggi pula
skala yang akan ditunjukkan oleh alat hand refractometer tersebut.
Pada gambar 4.2 dapat dilihat kurva hubungan komposisi etanol yang
didapat dari percobaan dengan temperatur kesetimbangan. Dari kurva dapat
dilihat kecenderungan etanol pada fasa uap dan cair semakin meningkat seiring
menurunnya suhu kesetimbangan. Dengan kata lain, semakin rendah suhu maka
akan semakin tinggi komposisi etanol. Hal ini dikarenakan titik didih etanol
(760C) yang lebih kecil dari pada titik didih air (1000C), sehingga jika semakin
tinggi konsentrasi etanol di dalam suatu larutan maka titik didih larutan akan lebih
didominasi oleh titik didih etanol yang lebih rendah dari pada titik didih air.
Begitu pula halnya dengan gambar 4.3 yang menunjukkan kecenderungan kurva
hubungan komposisi etanol literatur dengan temperatur kesetimbangan.
16
Semakin tinggi konsentrasi etanol dalam suatu larutan maka akan semakin
rendah suhu yang dibutuhkan untuk membuat keadaan larutan tersebut menjadi
setimbang.
Pada gambar 4.4 dapat dilihat hubungan komposisi cair (Xw) percobaan
dan literatur dengan temperatur kesetimbangan. Kurva percobaan berada diatas
kurva literatur dan kedua kurva menunjukkan nilai Xw yang semakin tinggi
seiring menurunnya suhu kesetimbangan.
Kurva hubungan antara nilai K yang didapat dari percobaan dan K literatur
dapat dilihat pada gambar 4.6. Kurva percobaan cenderung menunjukkan
menurunnya nilai K terhadap temperatur kesetimbangan. Secara umum, kurva
percobaan sama-sama menunjukkan nilai K yang semakin rendah seiring
menurunnya temperatur kesetimbangan. Pada kurva percobaan dapat dilihat
kenaikan nilai K seiring menurunnya temperatur kesetimbangan tidak terlalu
signifikan. Kenaikan ini dapat disebabkan oleh kekeliruan pengukuran pada saat
mengukur konsentrasi etanol dengan alat hand refractometer. Error juga dapat
disebabkan penanganan etanol yang kurang baik sebelum dianalisa menggunakan
hand refractometer.
17
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Semakin besar fraksi etanol dalam campuran maka 0Brix akan semakin
besar pula.
2. Jika fraksi etanol diperbesar dalam campuran maka fraksi etanol dalam
fasa uap dan fasa cair akan meningkat.
3. Jika fraksi etanol dalam campuran diperbesar maka temperatur
kesetimbangan akan menurun.
4. Apabila fraksi etanol dalam campuran diperbesar maka nilai K akan
semakin kecil.
5.2 Saran
1. Pengambilan sampel kondensat dan cair harus dilakukan secara
bersamaan sehingga kondensat tidak kembali bercampur dengan
larutan.
2. Pengukuran konsentrasi larutan dilakukan secara cepat sehingga tidak
terlalu banyak alkohol yang berkurang karena teruap.
3. Perlakuan larutan pada saat pengukuran harus dilakukan secara baik
karena kekeliruan pada saat pengukuran berpengaruh pada perhitungan
dan hasil akhir.
18
DAFTAR PUSTAKA
19
LAMPIRAN A
20
2. Contoh perhitungan fraksi massa etanol percobaan
Diketahui:
etanol = 0.789 gr/ml
air = 0.998 gram/ml
P standar = 760 mmHg
V umpan = 50 ml
Persamaan linear kurva standar:
y = 17.63x 2.7139
Persamaan Antoine untuk etanol:
3782,894
In P sat 18,891
T (C ) 230,3
a. Komposisi etanol fasa cair (Xw) 20%, T = 95C
y 2.7139 5 2.7139
x 0.1296
17.63 17.63
M etanol = V umpan x etanol x X
= 50 ml x 0.789 gr/ml x 0.1296
= 5.11272 gr
M air = V umpan x air x (1-x)
= 50 ml x 0,998 gr/ml x (1-0.1296)
= 43.43296 gr
M etanol 5.11272
x etanol 0.1053
M etanol M air 5.11272 43.43296
3782.894
P sat exp 18.891 1425.19 mmHg
95 230.3
21
y 2.7139 8.5 2.7139
x 0.3282
17.63 17.63
M etanol = V umpan x etanol x X
= 50 ml x 0.789 gr/ml x 0.3282
= 12.94749 gr
M air = V umpan x air x (1-x)
= 50 ml x 0,998 gr/ml x (1-0.3282)
= 33.52282 gr
M etanol 12.94749
x etanol 0.278
M etanol M air 12.94749 33.52282
3782.894
P sat exp 18.891 1278.97mmHg
92 230.3
3782.894
P sat exp 18.891 1063.01 mmHg
87 230.3
22
y
sehingga K
x
0.5762
0.412
1.3985
3782.894
P sat exp 18.891 878.298 mmHg
82 230.3
23
= 16.56 gr
M etanol 26.35
x etanol 0.614
M etanol M air 26.35 16.56
3782.894
P sat exp 18.891 812.335 mmHg
80 230.3
24
Pi sat
K
P
878.298
760
1.1556
Suhu 95oC
95.2 95 95 91.8
= (95.291.8) 0.1 + ((95.291.8)) 0.05 = 0.0528
95.2 95 95 91.8
= (95.291.8) 0.527 + ((95.291.8)) 0.377 = 0.3856
T (oC) Xa Ya K literatur
95 0.0528 0.3856 7.303
92 0.097 0.518 5.34
87 0.2114 0.6624 3.133
82 0.5 0.771 1.542
80 0.7 0.822 1.174
25
5. Penentuan Konsentrasi Uap Cair Etanol
Tabel A.3 Konsentrasi Uap Cair Etanol pada Percobaan
Konsentrasi Percobaan
Percobaan Temperatur
Etanol Xw Yd
1 0.2 95 0.1053 0.1974
2 0.35 92 0.278 0.4678
3 0.45 87 0.412 0.5762
4 0.65 82 0.584 0.6749
5 0.70 80 0.614 0.6562
LAMPIRAN B
26
DOKUMENTASI
27
Gambar B.5 : Pengukuran Konsentrasi
Etanol Pada Titik
Kesetimbangan
28