Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Abstrak
PENDAHULUAN
normalitas termuat dalam Tabel 1 dan rincian uji homogenitas termuat dalam tabel 2 berikut
Tabel 1. Hasil Analisis Uji Normalitas Data Prasyarat Anava Dua Jalan
No Sampel 0.05; Keputusan Keterangan
1 Kelas Eksperimen 1 0.1530 22 0.1815 H0 tidak ditolak Normal
2 Kelas Eksperimen 2 0.1270 20 0.190 H0 tidak ditolak Normal
3 Kelas Kontrol 0.1161 25 0.1730 H0 tidak ditolak Normal
4 Climbers 0.1121 32 0.1610 H0 tidak ditolak Normal
5 Campers 0.1568 19 0.1950 H0 tidak ditolak Normal
6 Quitters 0.2056 16 0.213 H0 tidak ditolak Normal
3 berikut
Tabel 2. Rangkuman Uji Keseimbangan Tes Kemampuan Awal
Sumber JK dk RK .;, Keputusan
Metode . 2 . 0.2524 3.00 H0 tidak
ditolak
Galat . 344 . - - -
Total . 346 - - - -
Dari Tabel 3 diatas, diperoleh nilai , sehingga H0 tidak ditolak, maka dapat
disimpulkan bahwa populasi pada kelas eksperimen 1, kelas eksperimen 2, dan kelas kontrol
berasal dari populasi yang mempunyai kemampuan awal yang sama (seimbang).
Uji Hipoteis Penelitian
Uji hipotesis menggunkan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama, model untuk
data populasi pada analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama yaitu: = + + +
() + . Adapun rangkuman uji hipotesis ditunjukkan pada Tabel 4, dan untuk rangkuman
rerata masing-masing sel dan rerata marginal ditunjukkan pada Tabel 5.
Tabel 5. Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan dengan Sel Tak Sama
Sumber JK dk RK Keputusan
Model Pembelajaran427.7262 2 213.8631 8.3924 3.19 H0A ditoak
(A)
Adversity Quotient (B) 118.0204 2 59,01022 6.2399 3.19 H0B ditolak
Interaksi (AB) 204,597 4 51.14925 3.9693 2.53 H0AB ditolak
Galat 1478 58 22,39818 - - -
Total 2628.34 66 - - - -
Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa H0A ditolak, hal ini menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan kemampuan pemecahan masalah mahasiswayang diberi pembelajaran dengan PMRI,
pembelajaran dengan PBL dan pembelajaran klasikal. Untuk mengetahui manakah pendekatan
pembelajaran yang lebih baik dilakukan uji lanjut antar baris. Selanjutnya dari hasil perhitungan
diperoleh bahwa H0B ditolak, ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan
pemecahan masalah mahasiswa antara mahasiswa dengan tipe AQ climbers, campers dan
qiuters. Selanjutnya untuk mengetahui manakah tipe AQ yang lebih baik dilakukan uji lanjut
antar kolom. Pada tabel 4 diatas diperoleh H0AB ditolak, ini menunjukkan bahwa terdapat
interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan tipe AQ mahasiswa. Untuk mengetahui
manakah yang lebih baik pada masing-masing pendekatan pembelajaran dan tipe AQ mahasiswa
maka diperlukan uji lanjut antar sel.
Hasil olah data uji lanjut ANAVA pendekatan pembelajaran dan tipe AQ mahasiswa
tgerhadap kemampauan pemecahan masalah mahasiswa dapat disajikan pada tabel 5 berikut.
Dari Tabel 7, diperoleh bahwa H0 dari ketiga hipotesis ditolak. Berdasarkan hasil
tersebut, dapat diartikan bahwa terdapat perbedaan pemecahan masalahmatematika antara siswa
tipe climbers, campers dan quitters. Dilihat dari rerata marginal pada Tabel 5, mahasiswa tipe
climbers memiliki rerata yang lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa dengan tipe campers
dan quitters, dan mahasiswa tipe campers memiliki rerata yang lebih tinggi dibandingkan dengan
siswa tipe quitters.
Hasil tersebut sesui dengan hasil penelitian Huijuan (2009) yang menyimpulkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara AQ dengan prestasi akademik siswa. Selain itu, hasil
tersebut juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fitri Era Sugesti
(2013) menyimpulkan bahwa siswa AQ kategori climbers (tinggi) mempunyai pemecahan
masalahmatematika lebih baik dibanding siswa dengan AQ kategori campers (sedang) dan AQ
kategori quitters (rendah). Siswa dengan AQ kategori sedang mempunyai pemecahan
masalahmatematika lebih baik dibanding siswa AQ kategori rendah.
mahasiswa tipe climbers mempunyai usaha yang tinggi dan sungguh-sungguh dalam
memecahkan masalah pada kegiatan pembelajaran dan tidak cepat menyerah. Adapun
mahasiswa tipe campers mempunyai perbedaan tingkat usaha dari tipe climbers. mahasiswa tipe
ini berusaha mencari jawaban permasalahan yang diberikan dan mereka merasa cukup dengan
jawaban yang diperoleh. Pada mahasiswa dengan tipe quitters, pembelajaran kerap tidak efektif
disebabkan karena prilaku siswa tipe ini yang mudah menyerah dan sering mengeluh ketika
diberikan tugas, serta mereka sering menerima jawaban atau hasil diskusi temannya tanpa
dipertanggung jawabkan.
Dari Tabel 4 diketahui bahwa H0AB ditolak, maka dilakukan uji komparasi rerata antar sel
pada baris yang sama dengan hasil selengkapnya terangkum pada Tabel 8.
Tabel 8. Hasil Komparasi Rerata Antar Sel Pada Baris yang Sama
H0 .;, Keputusan
= 9.5631 ()(. ) = . H0 tidak ditolak
= . (8)(1.94) = 15.52 H0 tidak ditolak
= . (8)(1.94) = 15.52 H0 ditolak
= . (8)(1.94) = 15.52 H0 tidak ditolak
= . (8)(1.94) = 15.52 H0 ditolak
= . (8)(1.94) = 15.52 H0 ditolak
= . (8)(1.94) = 15.52 H0 tidak ditolak
= . (8)(1.94) = 15.52 H0 tidak ditolak
= . (8)(1.94) = 15.52 H0 ditolak
Dari Tabel 8 diperoleh hasil bahwa pada siswa tipe climbers dan tipe quitters,
penggunaan model PMRI menghasilkan kemampuan pemecahan masalah mahasiswa yang sama
baiknya dengan model pembelajaran kooperatif PBL dan lebih baik daripada model
pembelajaran klasikal. Dan model pembelajaran kooperatif tipe PBL menghasilkan kemampuan
pemecahan masalah yang sama baiknya dengan model pembelajaran klasikal. Pada siswa tipe
campers, penggunaan pembelajaran PMRI menghasilkan pemecahan masalahyang sama baiknya
dengan model pembelajaran PBL dan lebih baik daripada model pembelajaran klasikal. Dan
penggunaan model pembelajaran dengan PBL menghasilkan pemecahan masalah lebih baik
daripada model pembelajaran klasikal.
Selain komparasi rerata antar sel pada baris yang sama, dilakukan uji komparasi rerata
antar sel pada kolom yang sama dengan hasil uji terangkum pada Tabel 10.
Tabel 10. Hasil Komparasi Rerata Antar Sel Pada Kolom yang Sama
H0 80.05;8, 338 Keputusan
11 = 12 12.1903 (8)(1.94) = 15.52 H0 tidak ditolak
12 = 13 0.9266 (8)(1.94) = 15.52 H0 tidak ditolak
11 = 13 17.2806 (8)(1.94) = 15.52 H0 Ditolak
21 = 22 0.0343 (8)(1.94) = 15.52 H0 tidak ditolak
22 = 23 23.7867 (8)(1.94) = 15.52 H0 Ditolak
21 = 23 24.0565 (8)(1.94) = 15.52 H0 Ditolak
31 = 32 4.4444 (8)(1.94) = 15.52 H0 tidak ditolak
32 = 33 3.0966 (8)(1.94) = 15.52 H0 tidak ditolak
31 = 33 14.2688 (8)(1.94) = 15.52 H0 tidak ditolak
Dari Tabel 10 diperoleh hasil bahwa pada mahasiswa yang diberi pembelajaran dengan
pendekatan reaistik matematika indonesia, mahasiswa tipe climbers memiliki pemecahan
masalah matematika yang sama baiknya dengan siswa tipe campers dan lebih baik daripada
siswa tipe quitters, serta mahasiswa tipe campers memiliki pemecahan masalah matematika yang
sama baiknya dengan siswa tipe quitters. Pada mahasiswa yang diberi pembelajaran dengan
probem based learning, siswa tipe climbers memiliki pemecahan masalah matematika yang sama
baiknya dengan mahasiswa tipe campers dan lebih baik daripada mahasiswa tipe quitters, serta
mahasiswa tipe campers memiliki pemecahan masalah matematika lebih baik daripada
mahasiswa tipe quitters. Pada mahasiswa yang diberi pembelajaran dengan model pembelajaran
klasikal, ketiga tipe AQ memiliki pemecahan masalah matematika yang sama.
Dari hasil tersebut nampak bahwa pada mahasiswa tipe climbers memiliki pemecahan
masalah yang lebih baik dari mahasiswa tipe quitters. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor
antara lain mahasiswa mampu mengikuti setiap langkah dalam kegiatan pembelajaran, baik
dengan pendekatan realistic matematika atau dengan probem based learning. hasil ini didukung
oleh penelitian yang dilakukan Cornista And Macasaet (2013) yang menyimpulkan bahwa
responden dengan tingkat AQ tinggi (climbers) memiliki tingkat motivasi tinggi untuk
berprestasi dan juga memiliki kekuatan interpersonal yang tinggi.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh simpulan bahwa: (1) Model pembelajaran
kooperatif tipe TSTS disertai dengan AfL melalui peer-assessment menghasilkan pemecahan
masalahmatematika lebih baik daripada model pembelajaran kooperatif tipe roundtable disertai
dengan AfL melalui peer-assessment dan model pembelajaran klasikal, serta model
pembelajaran kooperatif tipe roundtable disertai dengan AfL melalui peer-assessment
menghasilkan pemecahan masalahmatematika lebih baik daripada model pembelajaran klasikal;
(2) siswa tipe climbers memiliki pemecahan masalahmatematika lebih baik daripada siswa tipe
campers dan quitters, serta siswa tipe campers memiliki pemecahan masalahmatematika lebih
baik daripada siswa tipe quitters; (3) Pada siswa tipe climbers dan tipe quitters, penggunaan
model pembelajaran kooperatif tipe TSTS disertai dengan AfL melalui peer-assessment
menghasilkan pemecahan masalahmatematika yang sama baiknya dengan model pembelajaran
kooperatif tipe roundtable disertai dengan AfL melalui peer-assessment dan lebih baik daripada
model pembelajaran klasikal, serta penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe roundtable
disertai dengan AfL melalui peer-assessment menghasilkan pemecahan masalahmatematika yang
sama baiknya dengan model pembelajaran klasikal. Pada siswa tipe campers, penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe TSTS disertai dengan AfL melalui peer-assessment menghasilkan
pemecahan masalahmatematika yang sama baiknya dengan model pembelajaran kooperatif tipe
roundtable disertai dengan AfL melalui peer-assessment dan lebih baik daripada model
pembelajaran klasikal, serta penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe roundtable disertai
dengan AfL melalui peer-assessment menghasilkan pemecahan masalahmatematika lebih baik
daripada model pembelajaran klasikal; (4) Pada siswa yang dikenai model pembelajaran
kooperatif tipe TSTS disertai dengan AfL melalui peer-assessment, siswa tipe climbers memiliki
pemecahan masalahmatematika yang sama baiknya dengan siswa tipe campers dan lebih baik
daripada siswa tipe quitters, serta siswa tipe campers memiliki pemecahan masalahmatematika
yang sama baiknya dengan siswa tipe quitters. Pada siswa yang dikenai model pembelajaran
kooperatif tipe roundtable disertai dengan AfL melalui peer-assessment, siswa tipe climbers
memiliki pemecahan masalahmatematika yang sama baiknya dengan siswa tipe campers dan
lebih baik daripada siswa tipe quitters, serta siswa tipe campers memiliki pemecahan
masalahmatematika lebih baik daripada siswa tipe quitters. Pada siswa yang dikenai model
pembelajaran klasikal, ketiga tipe siswa memiliki pemecahan masalahmatematika yang sama.
Adapun saran dalam penelitian ini diantaranya: (1) Bagi kepala sekolah hendaknya
berperan aktif dalam pemilihan metode dalam kegiatan pembelajaran matematika dan
menyediakan sarana serta prasarana yang mendukung kelancaran proses pembelajaran sehingga
kegiatan pembelajaran terlaksana dengan baik dan mendapatkan hasil yang maksimal; (2) Bagi
pendidik hendaknya memperhatikan pemilihan model pembelajaran yang tepat dan sesuai
dengan kompetensi yang diajarkan pada kegiatan pembelajaran matematika. Salah satu model
pembelajaran matematika yang bisa diterapkan adalah model pembelajaran kooperatif tipe TSTS
dan tipe roundtable disertai dengan AfL melalui peer-assessment. Selain itu, hendaknya
pendidik memperhatikan tingkat AQ yang dimiliki oleh masing-masing siswa, agar pendidik
mampu mencari solusi untuk perbaikan dalam pembelajaran; (3) Adapun saran bagi peneliti lain,
hendaknya penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan bagi peneliti lain yang meneliti masalah
serupa dan diharapkan bagi peneliti lain mampu mengembangkan penelitian ini menggunakan
variabel bebas yang sama dengan materi yang berbeda serta menyesuaikannya dengan kurikulum
yang berlaku. Dalam pengkategorian tipe AQ, hendaknya peneliti lain memperhatikan batasan
skor pada aspek-aspek CO2RE yang sesuai dengan Adversity Response Profile (ARP).