Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
TINJAUAN PUSTAKA
Pada awalnya jalan hanya berupa jejak manusia yang mencari kebutuhan hidup. Setelah
manusia mulai hidup berkelompok jejak-jejak berubah manjadi jalan setapak yang masih
belum berbentuk jalan yang rata. Dengan dipergunakan alat transportasi seperti hewan,kereta,
atau yang lainnya, mulai dibuat jalan yang rata. Sejarah perkembangan jalan di indonesia
yang tercatat dalam sejarah bangsa Indonesia adalah pembangunan jalan Daendles pada
Zaman Belanda, yang dibangun dari Anyer di Banten Sampai Panarukan di Banyuwangi
Jawa Timur. Yang diperkirakan 1000 km. Pembangunan tersebut dilakukan dengan kerja
paksa pada akhir abad 18. Tujuan pembangunan pada saat itu terutama untuk kepentingan
strategi dan dimasa tanam paksa Untuk memudahkan pengangkutan basil bumi.
Jalan Daendels tersebut belum direncanakan secara teknis baik geometrik maupun
perkerasannya. Konstruksi perkerasan jalan berkembang pesat pada jaman keemasan Romawi.
Pada saat itu telah mulai di bangun jalan-jalan yang terdiri dari beberapa lapis perkerasan.
Perkembangan konstruksi perkerasan jalan seakan terhenti dengan runtuhnya kekuasaan
Romawi sampai abad 18.
Pada abad 18 para ahli dari Perancis, Skotlandia menemukan bentuk perkerasan yang
sebagian sampai saat ini umum digunakan di Indonesia dan merupakan awal dari
perkembangan konstruksi perkerasan di Indonesia yang antara lain : konstrukasi perkerasan
batu belah (Telford), konstruksi perkerasan macadam.
Konstruksi Telford diciptakan Oleh Thomas Telford (1757-1834) dari Skotlandia,
sedangkan Macadam oleh Jhon Lander MacAdam (1756-1836 dari Skotlandia.
Perkerasan jalan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat ditemukan pertama
kali di Babylon pada tahun 625 SM, tetapi perkerasan jenis ini tidak berkembang sampai
ditemukan kendaraan bermotor oleh Gofflieb Daimler dan Karl Benz pada tahun 1880. Mulai
tahun 1920 sampai sekarang teknologi konstruksi perkerasan dengan menggunakan aspal
sebagai bahan pangikat maju pesat. Di Indonesia perkembangan perkerasan aspal dimulai pada
tahap awal berupa konstruksi Telford dan Macadam yang kemudian diberi lapisan aus yang
menggunakan aspal sebagai bahan pengikat dan ditaburi pasir kasar yang kemudian
berkembang menjadi lapisan penetrasi (Lapisan, Brutu,Burda,Buras). Tahun 1980
diperkenalkan perkerasan jalan dengan aspal emulsi dan butas t et api , dalam pelaksanaan atau
pemakaian aspal butas terdapat permasalahan dalam hal variasi kadar aspalnya yang kemudian
disempurnakan pada tahun1990 dengan teknologi beton mastic, perkembangan konstruksi
perkerasan jalan menggunakan aspal panas (hot mix) mulai berkembang di Indonesia pada tahun
1975, kemudian disusul dengan jenis yang lain seperti aspal beton (AC) dan lain-lain.
Konstruksi perkerasan menggunakan semen sebagai bahan pengikat telah ditemukan
pada tahun 1828 di London tetapi konstruksi perkerasan ini mulai perkembangan awal 1900
konstruksi perkerasan dengan menggunakan semen dan concrete pavement mulai digunakan
diindonesia secara besar besaran awal tahun 1970 yaitu pembangunan jalan tol prof Sudiyatmo.
Secara umum perkembangan konstruksi perkerasan di Indonesia mulai berkembang sejak tahun
1970 dimana mulai diperkenalkannya pembangunan perkerasan sesuai dengan fungsinya.
Sedangkan perencanaan geometrik jalan seperti sekarang ini baru dikenalkan sekitar tahun
1960 kemudian mengalami perkembangan yang cukup pesat tahun 1980.sekitar pertengahan
tahun 1960 kemudian mengalami perkembangan yang cukup pesat sejak tahun 1980
(Hamirhan Saodang, 2005).
Tabel 1.1 klasifikasi jalan menurut kelas, fungsi, dimensi kendaraan, dan muatan sumbu terberat
Kelas Fungsi jalan Dimensi kendaraan Maksimum lebar Muatan sumbu
jalan panjang (m) terberat MST
(ton)
II 18 2,5 10
III 18 2,5 8
Tabel 1.2 lebar lajur dan bahu jalan sesuai dengan kelas jalan
KELAS LEBAR LAJUR (m) LEBAR BAHU JALAN SEBELAH LUAR (m)
JALAN
TANPA TROTOAR DENGAN TROTOAR
Lapis permukaan
Lapis pondasi
Tanah dasar
Plat beton
2.6.1 Retak
Retak adalah suatu gejala kerusakan/ pecahnya permukaan perkerasan sehingga akan
menyebabkan air pada permukaan perkerasan masuk ke lapisan dibawahnya dan hal ini
merupakan salah satu faktor yang akan membuat luas/ parah suatu kerusakan (Departemen
Pekerjaan Umum, 2007).
Di dalam pendekatan mekanika retak diasumsikan ada bagian yang lemah pada setiap
material. Ketika pembebanan terjadi, ada konsentrasi tegangan yang lebih tinggi di sekitar
bagian tersebut, sehingga material tersebut tidak lagi memiliki distribusi tegangan yang seragam
dan terjadilah kerusakan/ retak pada bagian tersebut dan berkembang ke bagian yang lainnya.
Mekanika retak juga menggambarkan perkembangan retak tergantung pada sifat material
tersebut (Roque, 2010).
Jenis - jenis retak
Pengelompokan jenis-jenis kerusakan yang terjadi pada retak bermacam-macam,
seperti jenis retak berdasarkan bentuk retak, penyebab terjadinya kerusakan retak, tingkat
keparahan retak, lokasi retak, dan cara berkembangnya. Berdasarkan bentuk retak
Departemen Pekerjaan Umum (2007) mengelompokkan jenis kerusakan retak
berdasarkan bentuknya menjadi:
1. Meander (meandering) yaitu retak yang terjadi berbentuk seperti sungai yang
berkelok-kelok (meander). Jenis retak yang termasuk dalam kerusakan ini adalah:
retak halus (hair cracks). Yang dimaksud retak halus adalah retak yang terjadi
mempunyai lebar celah 3 mm. Sifat penyebarannya dapat setempat atau luas
pada permukaan jalan. Kemungkinan penyebabnya adalah :
Bahan perkerasan/ kualitas material kurang baik.
Pelapukan permukaan.
Air tanah pada badan perkerasan jalan.
Tanah dasar/ lapisan dibawah permukaan kurang stabil.
Akibat lanjutan:
o Meresapnya air pada badan jalan sehingga mempercepat kerusakan dan
menimbulkan ketidak-nyamanan berkendaraan.
o Berkembang menjadi retak buaya (alligator cracks).
Solusi : Untuk pemeliharaan dapat dipergunakan lapis latasir, atau buras. Dalam
tahap perbaikan sebaiknya dilengkapi dengan perbaikan sistem drainase. Retak
rambut dapat berkembang menjadi retak kulit buaya.
Gambar 2.3 Retak rambut (Hair Cracks), Tenriajeng (1999)
2. Garis (line) yaitu retak yang terjadi berbentuk garis dan dapat berupa memanjang
(longitudinal), melintang (transverse), dan diagonal. Jenis kerusakan retak yang
termasuk dalam kerusakan ini adalah : retak tepi (edge cracks), retak pertemuan
perkerasan dan bahu (edge joint cracks), retak sambungan jalan (lane joint
cracks), dan retak sambungan pelebaran (widening cracks).
A. Retak tepi (edge cracks)
Retak ini disebut juga dengan retak garis (lane cracks) dimana terjadi pada
sisi tepi perkerasan/ dekat bahu dan berbentuk retak memanjang (longitudinal
cracks) dengan atau tanpa cabang yang mengarah ke bahu. Retak ini dapat terdiri
atas beberapa celah yang saling sejajar.
Kemungkinan penyebab:
Bahan dibawah retak pinggir kurang baik atau perubahan volume akibat jenis
ekspansif clay pada tanah dasar .
Sokongan bahu samping kurang baik.
Drainase kurang baik.
Akar tanaman yang tumbuh di tepi perkerasan dapat pula menjadi sebab
terjadinya retak tepi.
Akibat lanjutan:
o Kerusakan menyeluruh atau setempat pada perkerasan jalan sehingga
mengganggu kenyamanan berkendaraan.
o Retak akan berkembang menjadi besar yang diikuti oleh pelepasan butir pada
tepi retak.
Solusi : Retak dapat diperbaiki dengan mengisi celah dengan campuran aspal cair
dan pasir. Perbaikan drainase harus dilakukan, bahu jalan diperlebar dan
dipadatkan. Jika pinggir perkerasan mengalami penurunan, elevasi dapat
diperbaiki dengan mempergunakan hotmix. Retak ini lama kelamaan akan
bertambah besar disertai dengan terjadinya lubang-Iubang.
Gambar 2.6 Retak Sambungan Jalan (Lane Joint Cracks) ), Tenriajeng (1999)
Bentuk retak ini adalah retak memanjang (longitudinal crack) yang akan
terjadipada sambungan antara perkerasan lama dengan perkerasan pelebaran.
Retak ini dapat terdiri atas beberapa celah yang saling sejajar dan akan
meresapkan air pada lapisan perkerasan.
Kemungkinan penyebab:
Ikatan sambungan yang kurang baik.
Perbedaan kekuatan/ daya dukung perkerasan pada jalan pelebaran dengan
jalan lama.
Akibat lanjutan:
o Menimbulkan kerusakan menyeluruh atau setempat pada perkerasan jalan dan
akan mengganggu kenyamanan berkendaraan.
o Lepasnya butir pada tepi retak sehingga kerusakan akan bertambah parah.
Solusi : Perbaikan dilakukan dengan mengisi celah-celah yang timbul dengan
campuran aspal cair dengan pasir. Jika tidak diperbaiki, air dapat meresap masuk
ke dalam.
3. Blok (block) yaitu retak yang saling berhubungan membentuk serangkaian blok,
dengan bentuk menyerupai persegi empat. Jenis kerusakan retak yang termasuk
dalam kerusakan ini adalah: retak refleksi (reflection cracks), dan retak susut
(shrinkage cracks).
a. Retak refleksi (reflection cracks)
Kerusakan ini terjadi pada lapisan tambahan (overlay), dapat berbentuk
memanjang (longitudinal cracks), diagonal (diagonal cracks), melintang
(transverse cracks), ataupun kotak (blocks cracks) yang menggambarkan pola
retakan perkerasan dibawahnya. Retak ini dapat terjadi bila retak pada
perkerasan lama tidak diperbaiki secara benar sebelum pekerjaan pelapisan
ulang (overlay) dilakukan.
Kemungkinan penyebab:
Pergerakan vertikal/ horizontal di bawah lapis tambahan (lapisan overlay)
sebagai akibat perubahan kadar air pada tanah dasar yang ekspansif.
Perbedaan penurunan (settlement) dari timbunan/ pemotongan badan jalan
dengan struktur perkerasan.
Akibat lanjutan:
o Kerusakan menyeluruh atau setempat pada perkerasan jalan dan akan
mengganggu kenyamanan berkendaraan.
o Lepasnya butir pada tepi retak sehingga kerusakan akan bertambah parah.
solusi : Untuk retak memanjang, melintang, dan digonal perbaikan dapat
dilakukan dengan mengisi celah dengan campuran aspal cair dan pasir. Untuk
retak berbentuk kotak perbaikan dilakukan dengan membongkar dan melapis
kembali dengan bahan yang sesuai.
4. Kulit buaya (crocodile) yaitu retak yang berbentuk kulit buaya. Jenis yang termasuk
dalam kerusakan ini adalah: retak kulit buaya (alligatorcracks).
a) Retak kulit buaya (crocodile cracks)
Istilah lain adalah chickenwire cracks, alligator cracks, polygonal cracks,
dan crazing. Lebar celah retak 3 mm dan saling berangkai membentuk
serangkaian kotak-kotak kecil yang menyerupai kulit buaya atau kawat untuk
kandang ayam. Umumnya daerah dimana terjadi retak kulit buaya tidak luas.
Jika daerah dimana terjadi retak kulit buaya luas, mungkin hal ini disebabkan
oleh repetisi beban lalulintas yang melampaui beban yang dapat dipikul oleh
lapisan permukaan tersebut.
Kemungkinan penyebab:
Bahan perkerasan/ kualitas material kurang baik.
Pelapukan permukaan.
Air tanah pada badan perkerasan jalan.
Tanah dasar/ lapisan dibawah permukaan kurang stabil.
Akibat lanjutan:
o Kerusakan setempat/ menyeluruh pada perkerasan.
o Berkembang menjadi lubang akibat dari pelepasan butir - butir.
Solusi : Retak kulit buaya untuk sementara dapat dipelihara dengan
mempergunakan lapis burda, burtu, ataupun lataston, jika celah ~ 3 mm.
Sebaiknya bagian perkerasan yang telah mengalami retak kulit buaya akibat air
yang merembes masuk ke lapis pondasi dan tanah dasar diperbaiki dengan eara
dibongkar dan membuang bagian-bagian yang basah, kemudian dilapis kembali
dengan bahan yang sesuai. Perbaikan harus disertai dengan perbaikan drainase di
sekitarnya. Kerusakan yang disebabkan oleh beban lalu lintas harus diperbaiki
dengan memberi lapis tambahan. Retak kulit buaya dapat diresapi oleh air
sehingga lama kelamaan akan menimbulkan lubang-lubang akibat terlepasnya
butir-butir.
b. Pelepasan butir (ravelling), dapat terjadi secara meluas dan mempunyai efek serta
disebabkan oleh lubang.
Penyebab : Dapat terjadi secara meluas dan mempunyai efek serta disebabkan
oleh hal yang sarna dengan lubang.
Solusi : Memberikanlapisan tambahan di atas lapisan yang mengalami pelepasan
butir setelah lapisan tersebut dibersihkan, dan dikeringkan.
c. Pengelupasan lapisan permukaan (stripping),
penyebab : Kurangnya ikatan antara lapis permukaan dan lapis di bawahnya, atau
terlalu tipisnya lapis permukaan.
Solusi : Dapat diperbaiki dengan cara digaruk, diratakan, dan dipadatkan. Setelah
itu dilapisi dengan buras.
Gambar 2.20 Penurunan Pada Bekas Penanaman Utilitas (utility cut depression), Tenriajeng
(1999)