Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
DASAR TEORI
18
3.1.1. Tipe bendungan berdasarkan penggunaan
Berdasarkan penggunaannya bendungan dibagi menjadi 3 tipe (Soedibyo,
2003), yaitu :
1. Bendungan untuk membentuk waduk (storage dams), adalah bendungan yang
dibangun untuk membentuk waduk yang berguna untuk menyimpan air pada
waktu kelebihan dan dapat dipakai pada waktu diperlukan;
2. Bendungan penangkap atau pembelok air (diversion dams), bendungan dibangun
agar permukaan air tinggi sehingga dapat mengalir masuk ke dalam saluran air
atau terowongan. Banyak dipakai untuk irigasi, PLTA, penyediaan air industri;
3. Bendungan untuk memperlambat jalannya air (detension dams), adalah bendungan
yang dibangun untuk memperlambat jalannya air sehingga dapat mencegah banjir
besar. Untuk menyimpan air sementara dan dialirkan dalam saluran air bagian
hilir. Untuk menyimpan air selama mungkin agar dapat meresap di daerah
sekitarnya.
19
3.2. Bendungan Urukan
Suatu bendungan yang dibangun dengan cara menimbun bahan-bahan
seperti : batu (kerakal, kerikil, pasir) (tabel 3.1) dan tanah pada komposisi tertentu
dengan fungsi sebagai penahan atau pengangkat permukaan air yang terdapat di
dalam waduk di hulunya disebut bendungan tipe urukan atau bendungan urukan
(S.Sosrodarsono, 1977).
Menurut International Commission on Large Dams (ICOLD) dalam
Soedibyo (2003), Bendungan urukan adalah bendungan yang dibangun dari hasil
penggalian bahan (material) tanpa bahan tambahan lain yang bersifat campuran
secara kimia.
Tabel 3.1
Skala Wentworth untuk ukuran butir (Boggs, 2006)
Ukuran Butir (mm) Nama Butir
> 256 Boulder / Bongkah
64 256 Cobble / Berangkal
4 64 Pebble / Kerakal
24 Granule / Kerikil
1/16 2 (0,0625 2) Sand / Pasir
1/256 1/16 0,004 0,0625 Silt / Lanau
< 1/256 (< 0,004) Clay / Lempung
20
Gambar 3.1
Gambaran Bendungan Urukan Campuran (Soedibyo, 2003)
Gambar 3.1
Bendungan urukan tanah dengan saluran drainase horizontal (Soedibyo, 2003)
b) Bendungan urukan pasir dan kerikil (gravel pebble fill dams), adalah
bendungan urukan yang lebih dari setengah volumenya terdiri atas pasir
dan kerikil dengan lapisan kedap air yang terdapat di dalam tubuh
bendungan (Gambar 3.2).
21
Gambar 3.2
Bendungan urukan pasir dan kerikil dengan lapisan kedap air tegak (Soedibyo,
2003)
Gambar 3.3
Gambaran bendungan zonal (Soedibyo, 2003)
22
Gambar 3.4
Gambaran bendungan sekat (S. Sosrodarsono, 1977)
23
dari tempat yang jauh, maka bendungan urukan dalam hal ini menunjukkan
tendensi yang positif.
3. Dalam pembangunannya, bendungan urukan dapat dilakukan secara mekanis
(mechanized) dan karena banyaknya tipe-tipe peralatan yang diproduksi, maka
dapat dipilih peralatan yang cocok, sesuai dengan sifat-sifat bahan yang akan
digunakan serta kondisi pelaksanaan di lapangan.
4. Akan tetapi karena tubuh bendungan terdiri dari timbunan tanah atau timbunan
batu yang berkomposisi lepas, maka bahaya jebolnya bendungan umumnya
disebabkan oleh hal-hal berikut:
a) Longsor yang terjadi baik pada lereng hulu, maupun lereng hilir tubuh
bendungan.
b) Terjadinya sufosi (erosi dalam atau piping) oleh gaya-gaya yang timbul
dalam aliran filtrasi yang terjadi dalam tubuh bendungan.
c) Suatu konstruksi yang kaku tidak diinginkan di dalam tubuh bendungan,
karena konstruksi tersebut tidak dapat mengikuti gerakan konsolidasi dari
tubuh bendungan tersebut.
d) Proses pelaksanaan pembangunannya biasanya sangat peka terhadap
pengaruh iklim. Lebih-lebih pada bendungan tanah, dimana kelembapan
optimum tertentu perlu dipertahankan terutama pada saat pelaksanaan
penimbunan dan pemadatannya.
24
Gambar 3.5
Gambaran Waduk dan Tubuh Bendungan
Gambar 3.6
Spillway Bendungan Santong 3
25
Gambar 3.7
Variasi Klasifikasi Kekuatan untuk Intact Rock (Z.T.Bienawski, 1989)
Gambar 3.8
Hubungan antara Tegangan Normal dengan Tegangan Geser (Wyllie & Mah,
2004)
26
Pada Gambar 3.8 hubungan secara linier antara tegangan normal dengan
tegangan geser membentuk sudut sebesar terhadap horizontal, sudut inilah yang
dinamakan sudut gesek dalam. Apabila tegangan normal dibuat nol dan kemudian
batuan diberikan tegangan geser sampai batuan mulai bergeser, maka harga
tegangan geser yang dibutuhkan pada saat akan mulai bergeser adalah merupakan
besar nilai kohesi () dari batuan tersebut. Hubungan tegangan normal () dengan
tegangan geser () dapat dinyatakan sebagai berikut :
= c + tan................................................................................................[3.1]
Gambar 3.9
Gambaran Lereng dan Gaya yang Bekerja Terhadapnya (Wyllie & Mah, 2004)
27
gaya berat yang sejajar bidang miring dan yang cenderung menyebabkan benda
menggelincir adalah W sin p .
Gambar 3.10
Komponen Gaya pada Suatu Benda Diatas Bidang Miring (Wyllie & Mah, 2004)
Komponen gaya yang tegak lurus bidang dan merupakan gaya yang
menahan benda untuk menggelincirkan adalah W cos p atau gaya normal. Gaya
yang menahan Balok adalah gaya normal, sehingga tegangan normal dapat
diberikan sebagai berikut :
N Wcos p
= A = ................................................................................................... [3.2]
A
Keterangan :
N = gaya normal (kN)
A = luas dasar blok (2 )
p = kemiringan bidang ( )
W = gaya berat balok (kN)
Tegangan normal tersebut dimasukan kedalam persamaan 3.1, sehingga
menghasilkan:
W cos p tan
=+ ........................................................................................[3.3]
Adapun gaya geser ( R ) yang bekerja untuk menahan geseran pada dasar blok
dinotasikan sebagai (R = A ), sehingga :
W cos p tan
R = (c + )A
A
28
Pada kondisi kesetimbangan gaya penggerak yang bekerja pada suatu bidang akan
sama dengan gaya yang menahan, sehingga dapat dinyatakan dalam persamaan :
W sin p = c A + W cos p tan ................................................................ [3.5]
Bila nilai kohesi (c) = 0, kondisi kesetimbangan dapat dinyatakan :
sin p
= tan
cos p
p = ............................................................................................................ [3.6]
Gambar 3.11
Gaya-Gaya pada Bejana Bidang Diatas Bidang Miring (Hoek & Bray, 1981)
29
Gaya normal W cos 2 sekarang dikurangi oleh gaya angkat U, dan
besarnya gaya yang menahan gelinciran adalah:
R = ( W cos p U) tan ............................................................................. [3.8]
Apabila diandaikan berat per unit volume dari kaleng ditambah air
dinotasikan sebagai sementara berat per unit volume air adalah maka =
dan = , dengan h dan hw adalah seperti pada Gambar 3.11. Pada
Gambar 3.11 akan terlihat bahwa hw = h cos 2 dan menjadi:
w W cos p .A
U=
Gambar 3.12
30
Pengaruh Tekanan Air pada Rekahan Suatu Blok (Hoek & Bray, 1981)
Tekanan air pada retakan tarik bertambah secara linier dengan kedalaman
dan gaya total V, karena bekerjanya tekanan air ini pada muka samping dari blok
yang bekerja turun terhadap bidang miring. Hasil distribusi tekanan air dalam
bentuk gaya angkat U mengurangi gaya normal yang bekerja tegak lurus
permukaan tersebut.
Kondisi kesetimbangan batas terhadap blok yang terkena gaya air V dan U,
sebagai tambahan dari beratnya sendiri, ditentukan oleh :
W sin p + V = c A (W cos p U) tan ................................................... [3.12]
Dari persamaan tersebut terlihat bahwa kehadiran air pada lereng cenderung
menyebabkan gaya penggerak bertambah dan gaya penahan berkurang. Oleh
karena itu, gaya U dan V menyebabkan berkurangnya kestabilan lereng.
31
Gambar 3.13
Model Lereng dengan Pengaruh Gempa (Kramer, 1996)
Gambar 3.14
Komponen Gaya pada Suatu Benda diatas Bidang Miring dengan Pengaruh
Seismik
Gaya seismik horizontal yang bekerja berlawanan arah terhadap gaya
normal akan memperkecil tegangan normal yang bekerja pada bidang luncur,
sehingga gaya penahan pada persamaan [3.4] menjadi:
R = cA + (Wcos khWsin) tan ............................................................ ... [3.13]
Gaya seismik horizontal yang bekerja searah dengan gaya yang
menggerakkan batuan menyebabkan gaya penggerak menjadi semakin besar. Pada
kondisi setimbang, maka dengan adanya pengaruh gaya seismik persamaan [3.5]
tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut:
Wsin + khWcos = cA + (Wcos khWsin) tan ................................... [3.14]
Dari persamaan tersebut terlihat bahwa pengaruh gaya seismik pada lereng
cenderung menyebabkan gaya penggerak bertambah dan gaya penahan berkurang.
32
Oleh karena itu, gaya seismik menjadi salah satu parameter yang menyebabkan
berkurangnya kestabilan lereng.
33
Gambar 3.15
Grafik Hubungan Tegangan Normal Tegangan Geser (Wylley & Mah,2004)
Hasil pengujian kuat geser langsung seperti pada Gambar 3.15 dapat
menentukan parameter parameter kekuatan tanah seperti kohesi (c) dan sudut
gesek dalam (Pengertian dari kohesi (c) dan sudut gesek dalam () adalah :
a) Kohesi
Kohesi (c) adalah sifat dari butiran mineral yang memungkinkan
butiran tersebut saling menempel untuk menahan dari gaya yang
memisahkan butiran tersebut (Kliche, 1999). Kohesi (c) juga dapat
didefinisikan sebagai kuat tarik menarik antara partikel dalam tanah yang
dinyatakan dalam satuan berat persatuan luas. Menurut Gambar 3.15 kohesi
adalah nilai tegangan geser saat nilai tegangan normalnya nol.
b) Sudut Gesek Dalam
Menurut Gambar 3.15 pengertian dari sudut gesek dalam ( adalah
sudut yang dibentuk dari hubungan tegangan normal dengan tegangan geser
material tanah. Sudut gesek dalam juga merupakan sudut rekahan yang
terbentuk jika suatu material dikenakan tegangan yang melebihi tegangan
gesernya.
3.5.2. Iklim
Kuat geser tanah (terutama lempung) pada permukaan berubah dari waktu
ke waktu bergantung pada iklim. Beberapa jenis tanah mengembang saat musim
hujan, dan menyusut pada musim kemarau. Pada musim hujan kuat geser tanah
menjadi sangat rendah dibandingkan dengan musim kemarau. Oleh karena itu, kuat
geser tanah yang dipakai dalam analisis kestabilan lereng harus didasarkan pada
kuat geser tanah di musim hujan, atau kuat geser pada saat tanah jenuh air.
34
Gambar 3.16
Skema Pembebanan Tekanan Hidrostatis pada Bidang Luncur (S. Sosrodarsono,
1977)
Gambar 3.17
Beberapa Skema Pembebanan Tekanan Hidrostatis pada Bidang Luncur (S.
Sosrodarsono, 1977)
35
Gambar 3.18
Dimensi Aliran Air Dalam Lereng (Wyllie & Mah, 2004)
Gambar 3.19
36
Peta Zonasi Gempa Indonesia (SNI 1726-2002)
Gaya Penahan
FK =
Gaya Penggerak
c A+(W cos -U-khWsin) tan
FK= ............................................................. [3.15]
Wsin +V +khWcos
37
Faktor keamanan harus memperhitungkan tidak hanya ketidakpastian
parameter desain tetapi juga konsekuensi yang diakibatkan dari longsor, dimana
konsekuensi yang diakibatkan kecil, maka faktor keamanan yang lebih rendah dapat
diterima.
Menurut Lee W. Abramson dkk (2002) untuk desain lereng, faktor
keamanan (nonseismic) yang dibutuhkan biasanya berkisar 1,25 sampai 1,5. Faktor
yang lebih tinggi dibutuhkan jika ada resiko lebih besar atas kehilangan nyawa atau
adanya ketidakpastian terhadap parameter desain. Demikian juga, faktor keamanan
yang lebih rendah mungkin digunakan jika seorang insinyur percaya pada akurasi
data masukan dan konstruksi yang dilakukan mendapat pengawasan secara ketat.
Ketetapan kondisi dan kombinasi beban serta faktor keamanan minimum
yang dipersyaratkan oleh direktorat sumber daya air untuk stabilitas kontruksi
bendungan dapat dilihat pada tabel 3.2.
Tabel 3.2
Kondisi dan Kombinasi Beban serta Faktor Keamanan Minimum (Direktorat
sumber daya air, 2003)
38
3.7. Metode Kesetimbangan Batas
Menurut Kliche (1999) metode kesetimbangan batas memiliki arti semua
titik berada di ambang longsor. Pada titik tersebut, gaya penggerak sama dengan
gaya penahan, dan faktor keamanan adalah satu. Ketika gaya penahan longsor lebih
besar dari gaya pendorong, faktor keamanan adalah lebih besar dari satu dan lereng
akan stabil, ketika gaya penahan lebih kecil dari gaya pendorong maka lereng akan
menjadi tidak stabil. Pada longsor busur, model yang umum digunakan adalah
metode irisan.
39
3.7.1. Metode Irisan
Dalam metode irisan, massa tanah di atas permukaan gelincir dibagi
menjadi beberapa irisan vertical. Metode irisan mengasumsikan permukaan
gelincirnya melingkar. Metode irisan mempertimbangkan kesetimbangan momen
di sekitar pusat lingkaran untuk keseluruhan irisan.
Mengacu pada permukaan lereng dan permukaan gelincir melingkar yang
ditunjukan Gambar 3.20, momen penggerak dapat dinyatakan sebagai
= a ....[3.16]
Gambar 3.20
Permukaan Gelincir Melingkar dan Irisan (Duncan, 2014)
Wi adalah berat irisan dan ai adalah jarak horizontal antara pusat lingkaran dan garis
tengah irisan atau disebut lengan momen.
Lengan momen, ai, di persamaan [3.16] dapat dinyatakan dalam bentuk jari-
jari lingkaran (radius) dari kemiringan dasar masing-masing irisan. Kemiringan
permukaan dasar irisan diangkap lurus, meskipun dasar irisannya melengkung
(Gambar 6.7), dengan berkurangnya akurasi dapat diabaikan.
Kemiringan dasar irisan dinyatakan oleh sudut, . Sudut yang dibentuk dari
jari-jari lingkaran ke garis tengah irisan sama dengan sudut kemiringan dasar irisan,
. Dengan demikian, lengan momen (ai) dapat dinyatakan oleh;
a = sin .... [3.17]
Momen penggerak menjadi;
= sin .... [3.18]
40
Jari-jari di persamaan [3.18] dipindahkan keluar karena jari-jarinya konstan
untuk sebuah lingkaran.
Momen penahan diberikan oleh tegangan geser () pada dasar masing-
masing irisan. Tegangan normal () pada dasar setiap irisan bertindak melalui pusat
lingkaran, dengan demikian tidak menghasilkan momen. Total momen penahan
untuk semua irisan adalah
= = .... [3.19]
Si adalah gaya geser pada dasar irisan. Gaya geser adalah hasil kali dari tegangan
geser ( ) dan luas dasar irisan ( ), persamaan [3.19] menjadi;
= ....... [3.20]
Tegangan geser dapat dinyatakan dalam hal kekuatan geser dan faktor keamanan
dengan persamaan;
=
= ......... [3.21]
41
dijelaskan berikut ini membuat asumsi untuk mendapatkan tegangan normal pada
dasar irisan dan faktor keamanan.
menjadi,
cos +( cos ) tan
[ ]
cos +(sin tan )/
= sin
.................................. [3.33]
42
Persamaan [3.33] adalah persamaan untuk faktor keamanan untuk metode Bishop
yang Disederhanakan.
Persamaan [3.33] diturunkan dengan kekuatan geser yang dinyatakan dalam
bentuk tegangan efektif. Persamaan untuk faktor keamanan dalam hal tegangan
total untuk metode Bishop yang Disederhanakan adalah :
cos + tan
[ ]
cos +(sin tan )/
= sin
................................................. [3.34]
Gambar 3.21
Dimensi Irisan dan Gaya-Gaya yang Bekerja pada Irisan (Duncan, 2014)
43
Gambar 3.22
Lokasi dari Bidang luncur Kritis dan Rekahan Tarik Kritis untuk Lereng Kering
(Wyllie & Mah, 2004)
Gambar 3.23
Lokasi dari Bidang Luncur Kritis dan Rekahan Tarik Kritis untuk Lereng dengan
Kehadiran Air Tanah (Wyllie & Mah, 2004)
44
3.8. Instumentasi Bendungan Urukan
Instrumentasi bendungan digunakan untuk memantau sifat-sifat, perubahan
dan gerakan dari bendungan agar apabila terjadi hal- hal yang tidak diinginkan
dapat dicegah sedini mungkin sehingga keamanan bendungan dapat dipertahankan.
Hal ini perlu dipantau terus menerus dari awal pembangunan sampai dengan umur
beroperasinya bendungan, apakah angka-angka yang diambil pada waktu
perencanaan sudah sesuai ataukah perlu diadakan penyesuaian-penyesuaian
sebagai hasil pemantauan selama pelaksanaan konstruksinya. Sebagai contoh, di
dalam perencanaan sebuah bendungan urugan batu setinggi 100 m, penurunan yang
diperkenankan adalah 1,50 m maka di dalam pelaksanaan menjadi bendungan
menjadi (100 + 1,50 ) m = 101,50 m. Ternyata setelah pelaksanaan konstruksi
hampir selesai berdasar hasil pemantauan selama pelaksanaan, penurunan yang
diperkirakan lebih besar, misalnya 2,50 m, karena hal ini diketahui sebelum
selesainya pelaksanaan konstruksi maka tinggi bendungannya harus ditambah
bukan 101,50 m tetapi 102,50 m. apabila tidak diadakan pemantauan sebelumnya
dan tinggi bendungan dibuat 101,50 m maka setelah beberapa waktu tinggi
bendungan akan kurang dari 100 m yang dengan sendirinya cukup berbahaya
terhadap kemungkinan terjadinya limpahan di atas puncak bendungan
(overtopping).
Alat yang sering digunakan adalah : titik tetap, piezometer, pengukur
tegangan total, pengukur penurunan bendungan, inklinometer dan seismograf.
45
1. Pneumatic Piezometer.
Digunakan dalam lokasi yang sempit, dekat abutmen dan alat ini dapat
menyesuaikan diri secara cepat apabila ada perubahan tekanan pori. Biasanya
dipasang di beberapa tempat yaitu pada : pondasi bendungan, abutmen, lapisan
kedap air, lapisan filter, dan lapisan batu penyagga.
2. Hydraulic piezometer.
Digunakan untuk mengukur tekanan positif dan negatif. Biasanya dipasang
dibeberapa tempat yaitu : di lapisan kedap air dan lapisan batu penyangga.
Kedua jenis piezometer ini terdiri atas piezometer tip dan pipa dari nylon
(nylon tubes) atau bahan lainnya. Ada 2 pipa, yaitu pipa pemasukan (supply
tube) dan pipa kembali (return tube) yang masing-masing dihubungkan dengan
alat pembacaan (read out) di gedung instrumentasi (instrumentation house).
Instrumentasi dengan pneumatic, artinya isi dari pipa adalah gas atau udara,
yang sering dipakai adalah gas nitrogen. Sedang instrumentasi dengan
hydraulic artinya isi dari pipa cairan (fluid), yang sering dipakai adalah air.
Agar air betul-betuk tidak mengandung gelembung udara digunakan alat yang
disebut de airing aquipment. Gambar perbedaan pemasangan pneumatic
piezometer dan hydraulic piezometer dapat dilihat pada Gambar 2.24.
Gambar 2.24
skema pemasangan piezometer (Soedibyo, 2003).
3.8.3. Pengukur tegangan total (total pressure cells, hydraulic pressure cells).
Digunakan untuk memantau tegangan total tanah, yaitu tegangan air pori
(pore water pressure yang diukur dengan piezometer) ditambah dengan tegangan
efektif (effektive pressure).
46
Tegangan total = tegangan air pori + tegangan efektif.
Dengan mengukur tegangan total dan tegangan air pori dapat diukur
tegangan efektifnya. Karena tegangan efektif mempengaruhi gaya geser tanah dan
sifat kepadatannya (compressibility) maka dengan sendirinya sangat penting untuk
perhitungan konstruksi stabilitas bendungan. Alatnya terdiri atas tabung dari pelat
tipis yang di isi dengan cairan, biasanya dipakai air raksa dihubungkan dengan
tabung yang berisi diafragma dan 2 pipa nilon seperti pada piezometer. Pada
keadaan normal sekat halus akan tertutup karena ada keseimbangan antara tekanan
di dalam dan di luar tabung. Pada waktu pengukuran, cairan dialirkan sampai dapat
membuka diafragma sehingga terjadi aliran kembali (return) kealat pembacaan
yang biasanya diletakkan di dalam gedung instrumentasi. Biasanya untuk satu
tempat dipasang lebih dari 1 alat misalnya horizontal, tegak, dan miring agar
pembacaanya lebih teliti.
Gambar 3.25
Skema Pengukur Tegangan Total
47
Satu pneumatic piezometer
Tiga pengukur tegangan, pengukur tegangan total (horizontal, tegak dan
miring) dan
Satu pengukur penurunan tegak bendungan.
Gambar 3.26
Pipa Lubang Pengukuran dan Instrumen inclinometer
Cara pemasangan inklinometer ada 2, yaitu
1. Miring (inclined inclinometer).
Di beberapa tempat diletakkan settlement magnet yang digunakan untuk
mengukur tinggi tempat dari permukaan urukan. Apabila torpedo diturunkan dan
tepat pada magnet akan terdengar bunyi.
48
2. Tegak (vertical inclinometer).
Hampir sama dengan inclined inclinometer, hanya meletakkanya yang
berbeda, yaitu berdiri tegak (vertical). Biasanya hasil pengukuran dengan settlement
cells hampir sama dengan inklinometer.
Gambar 3.27
Probe Portabel Inklinometer
49
untuk memberikan perpindahan relatif pada bagian lubang. Bacaan
diinterpretasikan dalam bentuk perpindahan yang tegak lurus terhadap sumbu
lubang bor.
3.8.6. Seismograf
Digunakan untuk memantau terjadinya gempa bumi yang sangat besar
pengaruhnya terhadap perhitungan stabilitas konstruksi bendungan.
50