Вы находитесь на странице: 1из 9

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Handeuleum (Graptophyllum pictum (Linn) Griff.)

Handeuleum dikenal sebagai Caricature plant (Inggris), Gertenschriftblatt


(Jerman). Indonesia sendiri memiliki berbagai macam nama daerah: handeuleum,
daun temen-temen (Sunda), daun putri (Ambon), temen (Bali), kabi-kabi
(Ternate) dan dongo-dongo (Tidore). Masyarakat Madura menyebutnya karoton
dan karotong. Daerah Jawa mengenal daun ini dengan nama daun ungu, demung,
tulak, dan wungu (Heyne 1987).
Menurut United States Department of Agriculture (USDA) (2008),
taksonomi handeuleum sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Dicotyledonae
Subkelas : Asteridae
Ordo : Scrophulariales
Family : Acanthaceae
Genus : Graptophyllum
Spesies : Graptophyllum pictum (L.) Griff
Handeuleum merupakan tumbuhan perdu yang memiliki batang tegak
(BPPT 2008). Tanaman ini berbentuk perdu dan tumbuh lurus dengan ketinggian
berkisar antara 1.5-3 m (Heyne 1987). Tanaman ini memiliki batang berkayu,
cabang bersudut tumpul, berbentuk galah dan beruas rapat (Lenny 2006).
Daun mempunyai struktur posisi daun yang letaknya berhadap-hadapan.
Sebagai tanaman penghasil daun, pemanenan seringkali dilakukan secara
bertahap. Pemanenan yang dilakukan dengan pemangkasan bagian vegetatif dapat
merangsang pembentukan cabang baru (Dalimarta 2002). Daun tunggal
bertangkai pendek, bulat telur sampai lanset. Ujung dan pangkal runcing, tepi
bergelombang, pertulangan menyirip, panjang 8-20 cm, lebar 3-13 cm, permukaan
atas warnanya ungu mengkilap, kulit dan daun berlendir (Lenny 2006).
Pembungaan majemuk, keluar dari ujung batang, tersusun dalam rangkaian
berupa tandan yang panjangnya 3-12 cm, berwarna merah keunguan (Lenny
2006). Bunga bersusun dalam satu rangkaian tandan yang berwarna merah tua
(Dalimarta 2002). Tumbuhan ini berbunga sepanjang tahun, namun di Jawa jarang
sekali menghasilkan buah. Buah berbentuk lonjong, warnanya ungu kecoklatan.
Biji kadang-kadang dua, bentuknya bulat, warnanya putih (Dalimarta 2002). Rasa
buahnya kurang enak (Lenny 2006).
Penelitian yang dilaksanakan di Balittro Bogor mulai bulan Agustus 1997
sampai Januari 1998 menunjukkan bahwa terdapat interaksi yang nyata antara
perlakuan pemupukan dengan pemangkasan terhadap pertumbuhan dan
produktivitas tanaman handeuleum. Pemupukan NPK dan pupuk kandang
meningkatkan produktivitas dan status hara tanaman handeuleum. Perlakuan
pemangkasan dapat meningkatkan bobot daun secara nyata. Produktivitas
tanaman tertinggi diperoleh pada perlakuan kombinasi pemangkasan dan
pemupukan terutama pupuk kandang dan panen awal dengan cara pemangkasan
antara umur 2-4 bulan setelah tanam (Djazuli dan Fathan 1999).

Manfaat Tanaman Handeuleum

Komoditas tanaman obat unggulan versi Badan POM (2001) telah


ditetapkan yaitu sambilito, pegagan, jati belanda, tempuyung, temulawak,
handeuleum, cabe jawa, sanrego, pasak bumi, pace, daun jinten, dan kencur.
Teknologi budidaya untuk sebagian komoditas sudah tersedia. Hasil penelitian
menjelaskan bahwa fraksi alkaloid dari ekstrak handeuleum memiliki efek
analgesik atau anti inflamasi pada hewan percobaan. Efek analgesik ditunjukkan
dengan penurunan nilai ambang nyeri setelah pemberian ekstrak alkaloid
handeuleum (Kalsum 2008).
Ekstrak etanol daun handeuleum dapat menurunkan kadar total lipid serum
darah dari 564 mg/dl menjadi 483 mg/dl dan menurunkan kadar kolesterol LDL
serum darah dari 35.4 mg/dl menjadi 24.4 mg/dl. Ekstrak etanol daun handeuleum
walau tidak secara nyata berpengaruh terhadap HDL juga dapat menurunkan
kadar LDL dari 52.4 mg/dl menjadi 49.8 mg/dl. Kesimpulan dari penelitian ini
bahwa pemberian ekstrak etanol daun handeuleum mampu menurunkan kadar
total lipid dan kolesterol LDL serta tidak berpengaruh terhadap kadar HDL
(Muminah 2007).
Penelitian lain yang dilakukan oleh Kumuma (2006) diperoleh hasil bahwa
ekstrak etanol daun handeuleum mampu menurunkan kadar kolesterol dan berat
badan mencit yang diovariektomi. Pemberian ekstrak etanol daun handeuleum
mampu menurunkan kadar kolesterol serum darah dengan kadar kolesterol dari
111.5 mg/dl menjadi 81.7 mg/dl dan menurunkan berat badan mencit yang
diovariektomi dari 28.742 g menjadi 27.704 g.
Ekstrak daun handeuleum (Graptophyllum pictum (L.) Griff) pada
konsentrasi 0.5 mg/0.05 ml minyak zaitun mempunyai efek estrogenik yang
paling baik pada uterus dibandingkan ekstrak daun handeuleum 0.1 mg/0.05 ml
minyak zaitun dan ekstrak daun handeuleum 1 mg/0.05 ml minyak zaitun. Hal ini
ditunjukkan dengan peningkatan diameter, tebal lapisan mukosa, panjang sel
epitel rongga dan kelenjar, tetapi tidak meningkatkan tebal lapisan otot sirkuler.
Efek estrogenik ekstrak daun handeleum lebih rendah bila dibandingkan efek
estrogenik dari ethinyl estradiol (Suhargo 2005).
Bagian tanaman handeuleum yang digunakan untuk mengobati penyakit
wasir atau hemorrhoid antara lain daun, kulit batang dan bunganya. Daun
berkhasiat untuk mengatasi wasir (hemorrhoids) dan sembelit (konstipasi),
bunganya untuk mengatasi datang haid tidak lancar. Cara pemakaian daun yaitu
daun segar sebanyak 10-15 g direbus lalu diminum. Untuk pemakaian luar, daun
atau kulit batang secukupnya dibersihkan lalu diperas. Gunakan untuk menutup
bisul, borok, luka, sakit telinga, payudara bengkak karena bendungan asi atau
bagian tubuh yang bengkak (memar) akibat terbentur benda keras atau terpukul.
Air perasan daun untuk sakit telinga. Rebusan daun wungu dapat menghilangkan
gejala hemorrhoids) eksternum derajat II (Sardjono et al. dalam Dalimarta 2008).

Agroekologi Lingkungan Tumbuh Handeuleum


Pengembangan obat tradisional juga didukung oleh Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia tentang fitofarmaka, yang berarti perlu adanya
pengendalian mutu simplisia yang akan digunakan untuk bahan baku obat atau
sediaan galenik. Salah satu cara untuk mengendalikan mutu simplisia adalah
dengan melakukan standarisasi simplisia dan ekstrak (sediaan galenik), karena
khasiat suatu tanaman tergantung pada kandungan kimianya, dimana kandungan
kimia ini dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain tempat tumbuh, iklim, curah
hujan, dan cara panen.
Pengembangan komoditas pertanian pada wilayah yang sesuai dengan
tanaman akan memberikan hasil yang optimal dengan kualitas prima. Selain itu
yang tidak kalah pentingnya adalah aspek managemen dalam mengelola lahan
yang didasarkan pada sifat-sifat lahan untuk mencapai produktivitas yang
berkelanjutan (Djaenudin et al. 2002). Pemilihan lahan yang sesuai untuk
diusahakan pada suatu kawasan ditentukan berdasarkan pada keadaan lereng,
tekstur, tingkat kemasaman dan suhu (Amien 1997).
Handeuleum cocok tumbuh di daerah dataran rendah sampai ketinggian
1.250 meter di atas permukaan laut (BPPT 2008).Tanaman handeuleum banyak
terdapat di daerah subur berhawa panas hingga sejuk. Tanaman ini tumbuh baik
pada tempat terbuka yang terkena sinar matahari, dengan iklim kering atau
lembab. Tanaman ini tersebar di negara India, Malaysia, Siam, serta hampir
tersebar di seluruh Indonesia (Isnawati dan Sudiro 2003).
Semua tanaman berinteraksi satu sama lain dengan lingkungan sejenisnya
(tanaman yang sama), dengan tanaman lain dan dengan lingkungan fisik tempat
hidupnya. Dalam proses interaksi ini, tanaman saling mempengaruhi satu dengan
lainnya dan dengan lingkungan sekitarnya. Demikian pula berbagai faktor
lingkungan mempengaruhi kegiatan hidup tanaman (Jumin 2002).
Sistem pertanian yang efisien, berproduksi tinggi dan berkelanjutan dapat
dicapai antara lain dengan memanfaatkan sumber daya lahan berdasarkan
karakteristik, kemampuan dan kesesuaiannya (Syafrudin et al. 2004). Untuk
tumbuh, dan berproduksi tinggi dengan kualitas hasil yang baik, maka tanaman
harus dibudidayakan pada lingkungan yang sesuai (Amien 1994).
Dalam kaitannya dengan pengembangan potensi wilayah untuk sektor
pertanian, keragaman sifat lahan akan sangat menentukan jenis komoditas yang
dapat diusahakan serta tingkat produktivitasnya. Hal ini disebabkan setiap
komoditas pertanian memerlukan sifat lahan yang spesifik untuk dapat tumbuh
dan berproduksi dengan optimal (Djaenudin et al. 2000).
Kaitan faktor-faktor lingkungan satu sama lainnya mempengaruhi fungsi
fisiologis dan morfologis tanaman. Respon tanaman sebagai akibat faktor
lingkungan terlihat pada penampilan tanaman (performance). Tanaman berusaha
menanggapi kebutuhan khususnya selama siklus hidup, kalau faktor lingkungan
tidak mendukung. Tanggapan ini dapat terlihat berupa perubahan morfologis
ataupun proses fisiolgis. Walaupun genotipenya sama, pada lingkungan yang
berbeda, penampilan tanaman akan berbeda pula (Jumin 2002).
Standarisasi diperlukan agar dapat diperoleh bahan baku yang seragam yang
akhirnya dapat menjamin efek farmakologi tanaman tersebut. Masalah yang
dihadapi adalah bagaimana dapat menentukan keseragaman mutu simplisia dan
ekstrak suatu tanaman yang tumbuh dari beberapa daerah yang mempunyai
ketinggian, keadaan tanah dan cuaca yang berbeda.

Kandungan Fitokimia Handeuleum

Senyawa fitokimia sebagai senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman


mempunyai peranan yang sangat penting bagi kesehatan termasuk fungsinya
dalam pencegahan terhadap penyakit degeneratif. Beberapa senyawa fitokimia
yang diketahui mempunyai fungsi fisiologis adalah karotenoid, fitosterol, saponin,
glikosinolat, polifenol, inhibitor protease, monoterpen, fitoestrogen. sulfida, dan
asam fitat. Kandungan kimia handeuleum adalah saponin, flavanoid, tannin,
glikosida dan alkaloid. Alkaloid tertentu mempunyai kemampuan mengurangi
rasa nyeri dan bersifat sebagai penenang (Badan POM 2001).
Pemeriksaan terhadap golongan senyawa kimia menunjukkan adanya
golongan antosianin, leukoantosianin. Pemeriksaan secara kualitatif dengan reaksi
warna dan kromatografi kertas ditemukan tanin galat, sedangkan pemeriksaan
asam fenolat dari ekstrak 95 % menggunakan kromatografi kertas dua dimensi
diduga mengandung asam protokatekuat. Pemeriksaan lebih lanjut dengan
kromatografi kertas preparatif yang kemudian dikarakteristik dengan
spektofotometer ultra violet diduga adanya flavon dan flavonol (3-hidroksi
tersubtitusi) (Isnawati dan Soediro 2003).
Batang handeleum mengandung kalsium oksalat, asam forlat dan lemak.
Kandungan zat tersebut mengakibatkan tanaman bersifat diurietik atau
meluruhkan kencing, mempercepat pemasakan bisul, mempunyai pencahar yang
memperlancar buang air besar (mild laxative) dan melembutkan kulit (emolien).
Handeuleum mengandung senyawa yang memiliki manfaat untuk mengobati
berbagai penyakit, diantaranya wasir, memperlancar peredaran darah dan bersifat
antiinflamasi. Zat yang diduga berperan mengobati penyakit tersebut adalah
golongan glikosida, steroid, dan flavonoid. Hasil analisis korelasi menunjukkan
khlorofil tidak berkorelasi dengan glikosida, steroid, dan flavonoid. Tetapi
berkorelasi dengan anthosianin (Lestari 2011).
Metabolisme primer pada tanaman menghasilkan prekursor bagi
metabolisme sekunder untuk membentuk metabolisme sekunder. Jika
metabolisme tanaman terhambat, maka prekursor bagi metabolisme sekunder
berkurang sehingga kandungan bahan bioaktif menurun. Wibowo (2000)
menyebutkan bahwa handeuleum mampu hidup pada ketinggian 800 m dpl.
Semakin tinggi dataran tersebut, semakin tua warna daun handeuleum. Hal ini
terjadi karena peningkatan senyawa flavonoid yang dikandungnya. (Kristina dan
Mardiningsing 2008).
Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan kandungan saponin dalam
tanaman handeuleum sangat bervariatif. Saponin merupakan senyawa yang diduga
memiliki efek seperti esterogen (Taylor 2004). Fungsi Saponin yang telah
diketahui antara lain anti kanker dan anti oksidan (dihasilkan oleh komponen
senyawa glikosenosides) (Park et al. 2005), obat penenang dan pereda kegelisahan
(antianxiety) (Anonimous 2005) dan menghasilkan madecocassoside yang dapat
memacu produksi kolagen. Seperti diketahui bahwa kolagen tersebut berperan
besar dalam meregenerasi sel, termasuk sel telur (ovum) pada wanita dan sel
sperma pada pria (Aninomous 2006).
Komposisi metabolit sekunder tanaman berbeda diantara tanaman dan
didalam jaringan tanaman. Genotipe (kultivar atau varietas) adalah penentu utama
komposisi metabolisme sekunder tanaman. Walau ekspresinya dipengaruhi secara
kuat oleh tekanan lingkungan, iklim, paparan sinar ultaviolet (Dixon dan Paiva
1995). Pada gambar 2 disajikan ilustrasi lintasan metabolik primer pada tanaman.
CO2

Solar
Energy

C3 & C4
photosynthesis
with Calvin Cycle

Carbohydrates Glycolysis

Pentose Pyruvic acid DOP/MEP


phosphate pathway
pathway
Acetyl CoA Mevalonic
Erythrose 4-phosphate acid
pathway
Tricarboxylic acid Malonic
Shicimic acid cycle acid
pathway pathway Terpenoids
pathway
Aromatic amino acid Aliphatic amino Polyketides IPP
acid

Nitrogen- Tetrapyrrol Monoterpens


containing S-adenosyl es Sesquiterpens
secondary product methionine
(alkaloids)
Chlorophylls Diterpens
Phenylpropanoids Phenolic Triterpens
pathway compounds Steroids
Tetraterpens
(-carotene)
Anthocyanin Flavonoid Lignin Tannins
Polyterpens
s

Gambar 2. Ilustrasi lintasan metabolik primer pada tanaman (Kaufman et al.


1999)
Dalam proses produksinya, lintasan metabolisme sekunder fitokimia yang
satu seringkali memiliki jalur lintasan terkait dengan jenis lainnya. Jalur lintasan
metabolime sekunder dapat merupakan turunan atau kelanjutan dari jalur lintasan
metabolit sekunder lainnya. Metabolit sekunder ini juga dapat memiliki prekursor
yang sama, namun memiliki lintasan yang berbeda. Inilah yang menyebabkan
peningkatan konsentrasi satu jenis metabolit sekunder akan menurunkan atau turut
meningkatkan konsentrasi metabolit sekunder lainnya (Cseke et al. 2006).
Senyawa lain yang terdapat pada tanaman handeleum adalah steroid.
Kandungan steroid dalam penelitian ini sangatlah bervariatif, dari nol sampai
dengan skor 4. Menurut Vickery dan Vickery (1981) steroid adalah bahan bioaktif
yang termasuk dalam kelompok tetrasiklik triterpenoid. Selanjutnya dikatakan
bahwa asam mevalonat merupakan prekursor bagi steroid atau yang termasuk ke
dalam kelompok kolesterol. Pada tanaman handeulum, kandungan fitokimia
tanaman yang menjadi penanda tanaman ini adalah vomivoliol termasuk dalam
kelompok triterpenoid.

Keragaman Tanaman

Dalam proses pemuliaan tanaman ada beberapa hal penting yang umum
dilakukan, yaitu: 1) mengenali karakter morfologi dan fisiologi serta respon secara
patologi dari suatu species tanaman yang penting untuk adaptasi terhadap
lingkungan, hasil dan kualitas tanaman tersebut, 2) merancang teknik yang akan
mengevaluasi potensi genetik untuk karakter-karakter tersebut dalam proses
penapisan spesies yang diinginkan, 3) mencari sumber-sumber gen untuk karakter
yang diinginkan yang bisa digunakan dalam program pemuliaan tanaman dan
mengkombinasikan potensi genetik untuk karakter-karakter ini ke dalam varietas
atau kultivar baru (Poehlman 1983).
Berbagai usaha untuk membedakan dan mengklasifikasikan tanaman dengan
dasar karakter morfologi telah dilakukan. Penanda morfologi digunakan dalam
deskripsi taksonomi karena lebih mudah, lebih cepat, sederhana dan lebih murah.
Disamping itu prosesnya tidak membutuhkan teknologi yang mahal. Sifat-sifat
morfologi yang diamati haruslah yang memiliki nilai heritabilitas yang tinggi dan
stabil pada beberapa lokasi percobaan, karena umumnya penampakan sifat yang
nampak pada morfologi tanaman sangat dipengaruhi lingkungan (Maxted, et al.
1997).
Setiap spesies tanaman mempunyai deskripsi morfologi yang spesifik.
Deskripsi morfologi tanaman telah diterbitkan oleh International Board of Plant
Genetic Resources (IBPGR 1984) dan International Plant Genetic Resources
Institute (IPGRI 1996) untuk mempermudah dalam identifikasi karakter morfologi
dan agronomi tanaman.
Penanda morfologi ini telah lama dan banyak digunakan terutama untuk
mengatasi masalah duplikasi plasma nutfah di lapang (Sismon dan Sherperd 1955)
Disamping itu juga digunakan untuk identifikasi kekerabatan dan keragaman
genetik antar klon/kultivar dan masih terus digunakan sampai saat ini di luar
maupun di dalam negeri seperti dilakukan oleh Vuylsteke et al. (1988) yang
melihat keragaman genetik berdasarkan fenotipe terhadap tanaman. Identifikasi
variasi fenotipe juga telah digunakan untuk membuat pengelompokkan plasma
nutfah yang dilakukan oleh Ortiz et al. (1993).
Kekerabatan secara fenotipe merupakan kekerabatan yang didasarkan pada
analisis sejumlah penampilan fenotipe dari suatu organisme. Hubungan
kekerabatan antara dua individu atau populasi dapat diukur berdasarkan kesamaan
sejumlah karakter dengan asumsi bahwa karakter-karakter berbeda disebabkan
oleh adanya perbedaan susunan genetik. Karakter pada makhluk hidup
dikendalikan oleh gen. Gen merupakan potongan DNA yang hasil aktivitasnya
(ekspresinya) dapat diamati melalui perubahan karakter morfologi yang dapat
diakibatkan oleh pengaruh lingkungan (Hadiati 2003).

Вам также может понравиться