Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Disusun Oleh:
Agya Ghilman Faza
G99152096
Periode: 13 November 26 November 2017
Pembimbing:
Penguji :
Vita Nirmala Ardanari, drg., Sp.Pros., Sp.KG
BAB I .......................................................................................................................................... 3
BAB II ......................................................................................................................................... 4
A. Hipertiroidisme.............................................................................................................. 3
1. Definisi ..3
2. Epidemiologi .3
3. Etiologi . 3
4. Manifestasi Klinis ..4
5. Diagnosis .5
6. Terapi 5
7. Komplikasi .5
A. Hipertiroidisme
1. Definisi
Hipertiroidisme adalah kondisi patologis dimana hormone tiroid di sintesis
dan disekresikan berlebihan oleh kelenjar troid.Kondisi tersebut dirtandai dengan
nilai tiroid radioaktif yang normal atau meingkat. Hipertiroidisme dapat bersifat
klinis, yang ditandai dengan Thyroid Stimulating Hormone (TSH) yang rendah dan
peningkatan konsentrasi hormone tiroid: tiroksin (T4), dan triiodotironin (T3), atau
keduanya. Sedangkan hipertiroid subklinis ditandai dengan nilai TSH yang rendah,
namun nilai T4 dan T3 yang normal (Cooper dan kawan-kawan,2012).
2. Epidemiologi
Prevalensi dari hipertiroidisme sendiri adalah 0-8% di Eropa, dan 1-3% di
Amerika Serikat (Nystorm dan kawan-kawan, 2011) . Hipertiroidisme meningkat
dengan usia dan lebih sering erjadi pada wanita (Wiersinga, 2013).
3. Etiologi
Penyebab tersering dari hipertiroid pada area berkeccukupan iodin adalah
Graves disease. Penyebab Graves cenderung ke pada multifactor, mulai dari
imunotoleransi dan perkembangan autoantibodi yang menstimulasi sel folikel tiroid
dengan berikatan pada reseptor Thyroid Stimulating Hormone (TSH), hingga faktor
gaya hdup seperti stress psikologis, merokok, (Wiersinga, 2013).
Penyebab lain dari hipertiroidisme adalah gondok toksik multinoduler dan
adenoma toksik soliter. Walaupun pada area berkecukupan iodin 80% dari kasus
hipertiroid adalah Graves disease, namun gondok toksik multinoduler serta adenoma
toksik soliter terdapat pada 50% dari seluruh kasus(Garmendia dan kawan-
kawan,2014).
Gambar 1. Etiologi dari tirotoksikosis
4. Manifestasi Klinis
Efek dari hipertiroid dapat terjadi pada banyak sistem organ.Gejala yang
paling banyak dilaporkan adalah palpitasi, lelah, tremor, rasa cemas, gangguan tidur,
penurunan berat badan, intoleransi terhadap panas, berkeringat, serta banyak minum.
Pada pemeriksaan fisik paling banyak ditemukan takikardi, tremor, serta penurunan
berat badan(Goichot dan kawan-kawan, 2015).
Berbagai manifestasi klinis lainya dijelaskan pada gambar 2.
Gambar 2. Manifestasi klinis dari hipertiroidisme
5. Diagnosis
TSH serum harus diperiksa terlebih tinggi, karena nilai TSH memiliki
sensitivitas tertinggi terhadap diagnosis kelainan tiroid. Jika rendah, T4 bebas serta
T3 bebas atau T3 total harus diperiksa untuk membedakan antara hipertiroid klinis
serta subklinis. Modalitas untukmenentukan penyebab tirotoxicosis berbeda-
beda.Latar belakang ekonomi, karakteristik populasi, serta budaya menjadi
perbedaanyang bermakna. Asosiasi tiroid Amerika (ATA) memberikan panduan pada
hipertiroid dan tirotoksikosis dengan merekomendasikan uji iodin radioaktif,
terkeuali jika Graves disease telah terdiagnosis secara klinis. Penggunaan ultrasound
untuk tiroid serta antibody reseptor TSH dipilih sebagai modalitas di eropa, jepang,
dan korea (Menconi dan kawan-kawan, 2014). Alur diagnosis hipertiroidisme
berdasarkan Asosiasi Dokter Keluarga Amerika atau AAFP (2005) dapat dlihat pada
gambar 3.
Gambar 3. Algoritma diagnosis hipertiroidisme
6. Terapi
Ada tiga opsi pada pasien hipertiroid, yaitu obat antitiroid, ablasi iodin
radioaktif, atau pembedahan. Semua opsi terapi ini akan efekti pada pasien dengan
Graves disease, dimana pasien dengan adenoma toksik atau gondok toksik
multinoduler harus memilih antara terapi radioaktif atau pembedahan. (Deveraux dan
Tewelde, 2015)
Obat antitiroid yang banyak digunakan di Indonesia adalah metimazol dan
propiltiourasil (PTU). Keduanya memiliki kerja untuk memutus proses organifikasi
dari iodin. Indikasi dari penggunaan obat antitiroid adalah terapi jangka panjang
untuk Graves disease (terapi lini pertama pada Eropa, Jepang, Australia). Metimazol
menjadi pilihan obat pada pasien non hamil dikarenakan waktu paruhnya dan efek
samping hematologisnya yang lebih ringan. Dosis awal adalah 1530 mg perhari, dan
ketika pasien kadar hormone tiroid telah kembali normal maka diberikan dosis
rumatan 510 mg perhari. PTU menjadi terapi pilihan untuk pasien yang hamil
karena metimazol dihubungkan dengan isidensi cacat kongenital pada bayi, atau
pasien dengan Graves disease derajat berat. Secara umum terapi ini menjadi pilihan
bagi banyak endokrinolog untuk anak-anak dan dewasa yang menolak terapi iodin
radioaktif, sebagai pra-terapi untuk pasien berusia tua atau dengan penyakit jantung.
Dosis awal dari PTU adalah 100 mg sebanyak tinga kali sehari, dilanjutkan dengan
dosis rumatan 100 mg perhari, ketika kadar tiroid pasien telah mencapai nilai normal
(AAFP, 2005).
Ablasi iodin radioaktif bekerja ketika pasien mengonsumsi radioaktif iodin,
maka iodin tersebut akan dibawa menuju tiroid dan menghancurkan jaringan tiroid,
sehingga produksi tiroksin dengan sendirinya akan menurun. Indikasi dari terapi ini
adalah tingkat kesembuhan yang tinggi (mencapai 80 persen), dan menjadi pilihan
pertama terapi hipertiroidisme di Amerika. Terapi ini dipilih karena efektif, murah,
aman, dan mudah diadministrasikan. Terapi ini juga diindikasikan untuk hipertiroid
jenis multinoduler, serta toksik noduler pada usia lebih dari 40 tahun, serta pada
pasien kambuhan dengan obat antitiroid (AAFP, 2005).
Pembedahan dengan mengangkat jaringan tiroid bertujuan untuk mengurangi
produksi tiroid. Metode tiroidektomi subtotal merupakan metode yang paling sering
dilakukan karena tetap menjaga produksi tiroid di dalam tubuh. Metode ini mencegah
insidensi hipotiroidisme sebesar 25 persen, namun hipertiroid yang persisten terjadi
sebanyak 8 persen dari keseluruhan kasus. Sedangkan metode tiroidektomi total
menjadi pilihan pada pasien dengan penyakit penyerta yang berat atau adanya risiko
tinggi kambuhnya hipertiroid. Risiko dari metode ini yaitu munculnya
hiperparatiroidisme dan kerusakan saraf pada laring menjadi pertimbangan sebelum
pemilihan metode ini (AAFP, 2005).
7. Komplikasi
Komplikasi yang timbul bergantung dari beberapa faktor, serperti usia dan
jenis kelamin pasien, komorbiditas, durasi dari penyakit, dan penyebab(Chen dan
kawan-kawan, 2014). Pasien dengan usia tua akan dating dengan gejala lebih sedikit
dari pasien muda, namun lebih berisiko mengalami komplikasi kardiovaskuler.
Pasien hipertiroid dengan usia tua memiliki risiko tiga kali lebih tinggi atrial fibrilasi
serta emboli daripadi populasi nonhipertiroid(Siu dan kawan-kawan,
2007) .Peningkatan penyebab mortalitas dilaporkan pada pasien hipertiroid, dengan
gagal jantung sebagai penyebab utama (Sawin dan kawan-kawan, 2014).