Вы находитесь на странице: 1из 36

PENATAAN KAWASAN

PERMUKIMAN PADAT PENDUDUK DAN KUMUH


DI DAERAH KAMPUNG MADRAS, KECAMATAN MEDAN POLONIA

Disusun Oleh :

NIM
- M. Fachri B. Z. (14. 104. 072)

Mata Kuliah : Perumahan dan Permukiman


Dosen Pengasuh : Mulkan Yahya, ST., M.Sc.

Jurusan Teknik Arsitektur

Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

Institut Teknologi Medan

TA. 2015 / 2016


KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan terhadap ke-hadirat Tuhan Yang Maha
Esa, karena atas berkat rahmat dan karunia nyalah, makalah ini dapat terselesaikan
dengan baik dan tepat pada waktunya. Adapun tujuan penulisan makalah ini
adalah untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Perumahan Permukiman dengan
dosen pengasuh Mulkan Yahya, ST., M.Sc. Merujuk kepada kesesuaian materi
perkuliahan yang telah diberikan dan relevansi topik yang sedang berkembang,
maka penyusun mengangkat makalah ini dengan judul PENATAAN
KAWASAN PERMUKIMAN PADAT PENDUDUK DAN KUMUH DI
DAERAH KAMPUNG MADRAS KECAMATAN MEDAN POLONIA.

Dengan adanya makalah ini, Mahasiswa arsitektur diharapkan lebih


mampu mengasah pemikiran dalam lingkungan Urban Planning dan Tata Kota
sebagai bentuk perwujudan Arsitek yang berperan dalam pembangunan Negara.
Suatu kota dianggap berhasil dalam membangun dikarenakan perencanaan yang
matang dan benar, oleh karena itu mahasiswa arsitek yang nantinya akan turut
serta merancang berbagai elemen pembangunan di perkotaan haruslah mengerti
mengenai penataan kawasan selain mengedepankan desain bangunan dan
komersiliasi bangunan yang direncanakannya.

Sebagai seorang Mahasiswa yang masih dalam proses pembelajaran,


penulisan makalah ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami
sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun, guna
penulisan makalah yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.

Harapan kami, semoga makalah ini dapat membangun kepedulian


mahasiswa arsitektur dan arsitek pada umumnya untuk ikut serta dalam
pembangunan dan penataan kawasan permukiman kumuh yang tidak layak huni
agar seluruh masyarakat perkotaan dapat hidup layak dan sehat.

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

ABSTRAK ............................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah .............................................................................. 1


2. Rumusan Masalah ....................................................................................... 4
3. Maksud dan Tujuan Penelitian .................................................................... 4
4. Kerangka Teori............................................................................................ 5
4.1. Permukiman Kumuh ............................................................................ 5
4.2. Penduduk .............................................................................................. 6
4.3. Kota ...................................................................................................... 7
4.4. Penataan ............................................................................................... 8
5. Metode Penelitian........................................................................................ 9
5.1. Jenis Penelitian ..................................................................................... 9
5.2. Objek Penelitian ................................................................................... 9
5.3. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ................................................ 11
5.4. Teknik Analisa Data Penelitian .......................................................... 11

BAB II PEMBAHASAN

1. Identifikasi Masalah .................................................................................. 12


2. Analisis Masalah ....................................................................................... 19
3. Data Penunjang ......................................................................................... 23
a. Standar Hunian Rumah Susun ............................................................ 24
b. Kebutuhan Rumah Susun pada wilayah Penelitian ............................. 25
c. Peruntukan Rancangan Rumah Susun pada Wilayah penelitian......... 25
d. Site Plan Penataan Wilayah Penelitian ............................................... 26
e. Denah Rancangan Rumah Susun ........................................................ 27
f. Gambar Perspektif Penataan Wilayah ................................................. 28

ii
BAB III HASIL PENELITIAN

1. Kesimpulan ............................................................................................... 29
2. Saran .......................................................................................................... 30

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 31

iii
ABSTRAK

Pembangunan berbagai kota di Indonesia yang tidak didasarkan


perencanaan mendasar mengakibatkan tumbuhnya berbagai permukiman tanpa
penataan diberbagai sudut kota. Ambisi menjadikan kota-kota besar di Indonesia
sebagai kota Metropolitan telah mengesampingkan aspek-aspek tatanan
kehidupan yang lebih layak. Memusatkan perekonomian dan perdagangan di
pusat kota juga menjadi salah satu masalah yang mengakibatkan semakin
menjamurnya permukiman yang tidak layak di pusat kota.

Faktor pendidikan, ekonomi dan sosial budaya masyarakat juga menjadi


salah satu masalah yang menyebabkan timbulnya pembangunan permukiman
yang tidak layak huni atau jauh dari konsep hunian yang sehat, bersih dan asri.
Kesenjangan sosial antara kaum Ekonomi atas dan ekonomi menengah sangat
terlihat dengan adanya permukiman kumuh didaerah pusat kota tersebut, dimana
adanya permukiman padat penduduk yang kumuh diantara pembangunan
kawasan elit diberbagai kota besar di Indonesia.

Lemahnya peran lembaga sosial seperti pemerintahan dalam


mengorganisasi tatanan kota yang lebih baik serta tidak adanya disiplin yang
tumbuh di masyarakat menjadikan permasalahan permukiman kumuh seperti ini
semakin rumit. Sebuah upaya konkrit yang harus dilakukan adalah penataan
ulang kawasan permukiman yang menimbulkan simbiosis mutualisme antara
pemerintah sebagai Lembaga Sosial dan masyarakat sebagai objek penataan,
dimana penataan ini didasarkan pada struktur peruntukan lahan, akses dan
sirkulasi, ruang terbuka hijau, prasarana dan utilitas bangunan, pengelolaan
persampahan dan tata kualitas lingkungan.

Kata Kunci : Permukiman Kumuh, Penataan kawasan dan lingkungan.

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah


Seiring dengan terjadinya pertumbuhan penduduk yang terus
meningkat serta ketersediaan lahan yang tidak mencukupi sebagai tempat
bermukim, maka timbul beberapa permasalahan seperti munculnya
permukiman padat penduduk yang kumuh. Sebagai kota terbesar ke tiga di
Indonesia sekaligus menjadi kota terbesar dipulau Sumatera dan faktor
pertumbuhan ekonomi dan perkembangan bisnis yang cukup pesat, Medan
merupakan salah satu kota sasaran utama bagi kaum masyarakat desa
dalam memilih tempat bermukim dimana mengingat akan ketersediaan
lapangan pekerjaan yang cukup banyak di kota ini.

Ketersediaan lapangan kerja yang cukup menarik bagi masyarakat


desa berbanding terbalik dengan kesiapan pemerintah dalam menata ruang
publik serta membangun infrastruktur di kota Medan ini sendiri. Faktor
inilah yang menjadikan masalah permukiman kumuh di perkotaan timbul
dan berkembang dengan padat dan penting untuk dikaji.

Fenomena ini sudah berjalan sejak lama di kota Medan, terlebih


lokasi permukiman yang dekat dengan pusat bisnis merupakan titik
kumpul permukiman kumuh padat penduduk. Berdasarkan data BPS
provinsi Sumatera Utara, tercatat bahwa jumlah penduduk kota Medan
pada 2014 sekitar 2.763.632 jiwa. Hal tersebut dikhawatirkan akan
menyebabkan terjadinya kantong-kantong kemiskinan dan kemudian lahir
persoalan sosial diluar kontrol atau kemampuan pemerintah kota untuk
menangani dan mengawasinya.

Menurut UU No.4 pasal 22 tahun 1992 tentang perumahan dan


permukiman. Permukiman kumuh yaitu permukiman tidak layak huni
antara lain karena berada pada lahan yang tidak sesuai dengan peruntukan

1
/ tata ruang, kepadatan bangunan sangat tinggi dalam luasan yang sangat
terbatas, rawan penyakit lingkungan, kualitas umum bangunan rendah,
tidak terlayani sarana dan prasarana lingkungan yang memadai,
membahayakan keberlangsungan kehidupan dan penghuninya. Jadi dapat
disimpulkan permukiman kumuh adalah tempat tinggal / hunian yang
dibangun diatas tanah Negara atau swasta tanpa persetujuan dari pihak
yang berkait dan tidak adanya atau minimnya sarana dan prasarana yang
memadai, kotor dan tidak layak huni serta membahayakan.

Penataan permukiman kumuh di daerah kota Medan merupakan


sebuah pekerjaan rumah yang sulit tercapai dari masa ke masa, dimana
kondisi sosial budaya masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh kota
telah terbentuk dengan penyesuaian daerah mereka tinggal. Penanganan
permukiman kumuh dengan cara merelokasi masyarakat tersebut ke
daerah pinggiran kota yang sudah ditata tidak akan menjadi cara efektif
bagi pemerintah dalam menangani permasalahan ini. Kehidupan
masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh kota sudah terbiasa
dengan jarak yang tidak jauh dari pusat bisnis menjadikan relokasi
merupakan hal yang jarang mereka terima.

Bagi masyarakat yang telah tinggal lama di daerah kumuh kota


lebih baik tinggal di daerah kumuh yang dekat dengan mata pencaharian
daripada tinggal dirumah yang layak huni namun jauh dari mata
pencaharian. Oleh sebab itu penanganan dengan cara relokasi haruslah
dilengkapi dengan pemindahan atau pemerataan pusat perekonomian dan
bisnis yang tidak hanya terpusat di daerah Inti Kota namun merata ke
daerah pinggiran kota.

Dalam melakukan penataan ulang terhadap daerah kumuh kota


harus dilakukan pengkajian mendalam mengenai faktor peruntukan lahan,
metoda relokasi, sosial budaya masyarakat dan lainnya. Jikalau ternyata
lahan permukiman yang ditempati oleh masyarakat selama ini bukan
diperuntukkan untuk daerah tempat tinggal, maka relokasi masyarakat ke
tempat lain yang sesuai dengan peruntukan lahan tempat tinggal adalah

2
salah satu solusinya. Namun jikalau ternyata lahan tersebut masih layak
untuk dijadikan tempat tinggal, ada beberapa opsi untuk melakukan
penataan ulang dengan membangun hunian terpadu yang sesuai dengan
konsep hunian sehat, bersih dan asri untuk masyarakat itu sendiri.

Salah satu wilayah kumuh yang sudah cukup lama terbentuk


adalah wilayah kampung Madras yang terbagi di dua kecamatan yaitu satu
pada kecamatan Medan Polonia dan kedua pada kecamatan Medan
Petisah. Wilayah Kampung Madras dikenal dengan kehidupan
perekonomian yang cukup baik karena diapit oleh dua pusat perbelanjaan
yang termuka di kota Medan. Namun dibalik itu semua terdapat banyak
permukiman kumuh dibalik dinding megah bisnis dan pusat perbelanjaan
tersebut. Masyarakat yang telah menetap puluhan tahun di daerah ini
sudah terbiasa dengan pola kehidupan yang buruk sehingga rentan
memunculkan berbagai permasalahan sosial, tetapi hal-hal ini tidak
mempengaruhi masyarakat untuk meninggalkan tempat ini karena
kehidupan perekonomian yang sangat menjanjikan di daerah ini.

Menata ulang kampung Madras menjadi sebuah wilayah


permukiman yang selaras dan tertata baik merupakan suatu wujud bentuk
revitalisasi permukiman kota yang baik. Dimulai dari sebuah wilayah kecil
didaerah kampung Madras yang dapat ditata ulang menjadi lebih baik,
diharapkan wilayah permukiman kumuh lainnya di kota Medan juga dapat
berubah dan ditata sebaik mungkin dalam mewujudkan Medan kota
Metropolitan.

Berdasarkan uraian diatas dan mengingat akan materikulasi


perkuliahan yang telah diberikan maka penyusun tertarik untuk membahas
masalah permukiman kumuh di salah satu wilayah kota Medan dengan
tujuan melakukan penataan ulang yang berkesesuaian untuk masyarakat
dan pemerintah sebagai Social Control dalam bentuk makalah dengan
judul Penataan Kawasan Permukiman Padat Penduduk dan Kumuh
di Daerah Kampung Madras Kecamatan Medan Polonia.

3
2. Rumusan Masalah

Untuk dapat mengarahkan dan memudahkan pembahasan yang


lebih sistematis, maka penyusun mencoba untuk merumuskan masalah
yang akan dibahas pada makalah ini. Adapun rumusan masalahnya antara
lain adalah :
1. Apakah kawasan permukiman kumuh dan padat penduduk di daerah
Kampung Madras masih layak diperuntukkan untuk wilayah
permukiman ?
2. Bagaimana cara dalam menangani permasalahan penataan di wilayah
kumuh dan padat penduduk pada daerah kampung Madras ?
3. Proses penataan seperti apakah yang sesuai dan mampu menghasilkan
simbiosis mutualisme antara masyarakat kampung Madras sebagai
objek penataan dan Pemerintah sebagai pelaksana penataan ?

3. Maksud dan Tujuan Penelitian

Terdapat berbagai macam hal yang melatar belakangi dilakukannya


penelitian ini, namun secara ringkas maksud dan tujuan dari dilakukannya
penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui apakah kawasan permukiman kumuh dan padat
penduduk di daerah Kampung Madras masih layak diperuntukkan
untuk wilayah permukiman.
2. Untuk mengetahui cara-cara yang baik dalam menangani
permasalahan penataan di wilayah kumuh dan padat penduduk pada
daerah kampung Madras.
3. Untuk mengetahui proses penataan seperti apakah yang sesuai dan
mampu menghasilkan simbiosis mutualisme antara masyarakat
kampung Madras sebagai objek penataan dan Pemerintah sebagai
pelaksana penataan.

4
4. Kerangka Teori
1. Permukiman Kumuh
Pemukiman sering disebut juga perumahan atau sebaliknya.
Pemukiman berasal dari kata housing dalam bahasa Inggris yang artinya
adalah perumahan dan kata human settlement yang artinya pemukiman.
Perumahan memberikan kesan tentang rumah atau kumpulan rumah
beserta prasarana dan sarana ligkungannya. Perumahan menitikberatkan
pada fisik atau benda mati, yaitu houses dan land settlement. Sedangkan
pemukiman memberikan kesan tentang pemukim atau kumpulan
pemukim beserta sikap dan perilakunya di dalam lingkungan, sehingga
pemukiman menitikberatkan pada sesuatu yang bukan bersifat fisik atau
benda mati yaitu manusia (human). Dengan demikian perumahan dan
pemukiman merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan dan sangat
erat hubungannya, pada hakekatnya saling melengkapi.

Kumuh adalah kesan atau gambaran secara umum tentang sikap,


tingkah laku dan pola sosial budaya yang rendah dilihat dari standar
hidup dan penghasilan kelas menengah. Dengan kata lain, kumuh dapat
diartikan sebagai tanda atau pandangan yang diberikan golongan
menengah ke atas terhadap golongan bawah dengan kategori marginal.

Menurut kamus ilmu-ilmu sosial Slums diartikan sebagai suatu


daerah yang kotor dimana bangunan-bangunannya sangat tidak memenuhi
syarat kesehatan maupun keasrian. Jadi daerah slums dapat diartikan
sebagai daerah yang ditempati oleh penduduk dengan status ekonomi
rendah dengan bangunan-bangunan perumahannya yang tidak memenuhi
syarat untuk disebut sebagai hunian-hunian yang sehat.

Pengertian Permukiman Kumuh menurut Soemadi (1990), adalah:


Permukiman kumuh adalah bagian dari kota yang jorok,
bangunan-bangunan yang tidak memenuhi syarat dan kesehatan serta didiami
oleh orang miskin dengan fasilitas tempat pembuangan sampah, maupun
fasilitas air bersih tidak memenuhi syarat kesehatan.

5
Sedangkan menurut Ditjen Bangda Depdagri, ciri-ciri
permukiman atau daerah perkampungan kumuh dan miskin dipandang
dari segi sosial ekonomi adalah sebagai berikut :

1. Sebagian besar penduduknya berpenghasilan dan berpendidikan


rendah, serta memiliki sistem sosial yang rentan.
2. Sebagaian besar penduduknya berusaha atau bekerja di sektor
informal Lingkungan permukiman, rumah, fasilitas dan prasarananya
di bawah standar minimal sebagai tempat bermukim, misalnya
memiliki:
a. Kepadatan penduduk yang tinggi > 200 jiwa/km2
b. Kepadatan bangunan > 110 bangunan/Ha.
c. Kondisi prasarana buruk (jalan, air bersih, sanitasi, drainase, dan
persampahan).
d. Kondisi fasilitas lingkungan terbatas dan buruk, terbangun <20%
dari luas persampahan.
e. Kondisi bangunan rumah tidak permanen dan tidak memenuhi
syarat minimal untuk tempat tinggal.
f. Permukiman rawan terhadap banjir, kebakaran, penyakit dan
keamanan.
g. Kawasan permukiman dapat atau berpotensi menimbulkan
ancaman (fisik dan non fisik ) bagi manusia dan lingkungannya.

2. Penduduk
Penduduk adalah masyarakat yang sudah menetap cukup
lama pada suatu kawasan atau menetap dalam kurun waktu
tertentu. Masyarakat yang dianggap sebagai penduduk dan
masyarakat non-penduduk memiliki perbedaan dalam tanggung
jawab dan fasilitas yang ia dapatkan.
Masyarakat yang diangga sebagai penduduk memiliki
tanggung jawab akan lingkungan yang ia tempati sebagai wujud
menjada sarana dan prasarana yang telah diberikan pemerintah
serta mendapatkan fasilitas layak dari pemerintah sebagai

6
penunjang sarana kehidupan untuk mengembangkan wilayah
tempat tinggalnya tersebut.
Berbeda dengan masyarakat non penduduk yang memiliki
batasan untuk mengelola tempat tinggalnya serta mendapat batasan
fasilitas dari pemerintah dalam mengelola sarana dan prasarana di
daerah tempat tinggalnya.
Sedangkan menurut Jonny Purba, penduduk adalah :
Penduduk adalah orang yang matranya sebagai diri pribadi, anggota
keluarga, anggota masyarakat, warga negara dan himpunan kuantitas
yang bertempat tinggal di suatu tempat dalam batas wilayah negara dan
waktu tertentu

Kemudian mengenai arti penduduk juga diatur dalam UUD 1945


pasal 26 ayat (2) yang berbunyi :
Penduduk adalah adalah warga negara Indonesia dan orang Asing
yang bertempat tinggal di Indonesia. Sementara yang bukan penduduk
adalah orang-orang asing yang tinggal dalam negara bersifat sementara
sesuai dengan Visa.

3. Kota
Sebuah wilayah yang terpadu dan direncanakan kemudian
dihuni oleh masyarakat sebagai unsur yang menggerakkannya
adalah pengertian umum kota secara garis besar. Sedangkan
pandangan masyarakat umum dalam melihat atau menerjemahkan
definisi dari Kota adalah sebuah wilayah yang lebih maju di
bandingkan wilayah sekitarnya sehingga membuka peluang
ekonomi yang lebih besar dan memberikan harapan hidup yang
lebih baik.
Max Weber mengartikan Kota dalam bukunya yang
berjudul Kota (1958) menyebutkan bahwa :
Kota adalah suatu tempat yang penghuninya dapat memenuhi
sebagian besar kebutuhan ekonominya di pasar lokal. Ciri kota adalah
adanya pasar sebagai benteng serta mempunyai sistem hukum tersendiri
dan bersifat kosmopolitan.

7
Kemudian pemerintah mengeluarkan Undang Undang yang
mengatur definisi kota secara lebih khusus yaitu dalam UU No.22
tahun 1999 tentang Otonomi daerah yang berbunyi :
Kota adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan
pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.

4. Penataan Ruang
Kegiatan penataan ruang pada dasarnya merupakan suatu
upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
menjamin lingkungan hidup yang berkelanjutan dengan
memperhatikan keunggulan komparatif di suatu wilayah, dan
mengurangi kesenjangan pembangunan dengan mengurangi
kawasan-kawasan yang miskin, kumuh dan tertinggal.

Kemudian Abidin Kusno menjelaskan dalam bukunya yang


berjudul Ruang, Kekuasaan dan Identitas Dalam Konteks Urban
di Indonesia menjelaskan pengartian dari penataan ruang adalah :
Tata ruang tidak hanya berupa tampak fisik dari lingkungan saja
tapi juga mempengaruhi pengakuan identitas. Baik individual atau
kolektif. Ruang dengan kapasitas tersebut bisa menghapuskan identitas
individu ataupun komunitas bahkan populasi sekalipun, melalui ( sains,
tekhnologi, dan ekonomi ) ilmu pengetahuan, politik etik dan simbol-
simbol ritual yang dibuat oleh aparat-aparat kekuasaan.

Hal ini kemudian dikuatkan dengan perundang-undangan


yang telah mngatur konsep daripada penataan ruang itu tersendiri
dalam UU. No 26 tahun 2007 mengenai Tata Ruang yang berisi :

Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan
ruang udara termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan
wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan
dan memelihara kelangsungan hidupnya. sedangkan tata ruang adalah
wujud struktur ruang dan pola ruang

8
5. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode Ekspos Facto yaitu suatu
metode yang digunakan untuk mencari sebab dan akibat dari suatu
permasalahan. Dimana pada penelitian ini masalah utama yang muncul
adalah mengenai penanganan permukiman kumuh padat penduduk.

Dalam hal ini penelitian dimulai dengan memahami permasalahan


dan merumuskannya, kemudian mengumpulkan informasi untuk dijadikan
bahan pertimbangan akhir yang akan dianalisis menjadi penyelesaian
utama atas masalah pada penelitian ini.

2. Objek Penelitian

Objek penelitian pada makalah ini adalah kawasan permukiman


padat penduduk dan kumuh yang berada di Kawasan Kampung
Madras tepatnya Jl. Teuku Cik Ditiro Belakang, Lingkungan 6,
Kelurahan Madras Hulu, Kecamatan Medan Polonia, Kotamadya
Medan.

Gambar 1.1. Keadaan Wilayah Objek Penelitian


Sumber : Dokumen Pribadi

9
Lokasi Penelitian
berdasarkan letak pada
Peta Kota Medan

Gambar 1.2. Letak Lokasi Penelitian Terhadap Peta Kota Medan


(Sumber : RT RW kota Medan 2010 2030 BAPPEDA kota Medan)

10
3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah :


- Teknik Observasi, yaitu dengan mengadakan penelitian langsung pada
permukiman padat penduduk dan kumuh di wilayah Kampung
Madras, kec. Medan Polonia.
- Teknik Kualitatif, yaitu dengan mengumpulkan data-data mengenai
permasalahan apa sajakah yang muncul pada permukiman padat
penduduk dan kumuh dan proses penataannya dalam upaya
mewujudkan permukiman yang layak dan sehat.

4. Teknik Analisa Data Penelitian

Analisis data yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode


deskriptif yaitu metode yang mengumpulkan, menyusun,
mengelompokkan, menginterpretasikan dan menganalisa data untuk
memberi gambaran dan jawaban yang jelas dan akurat dari perumusan
masalah.

11
BAB II
PEMBAHASAN
1. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah yang penulis dapatkan sesuai dengan uraian


latar belakang masalah yang dapat di identifikasikan antara lain adalah :
1. Kelayakan kawasan permukiman kumuh dan padat penduduk di daerah
Kampung Madras sebagai wilayah permukiman.
2. Cara menangani permasalahan penataan di wilayah kumuh dan padat
penduduk pada daerah kampung Madras.
3. Penataan yang sesuai dan mampu menghasilkan simbiosis mutualisme
antara masyarakat kampung Madras sebagai objek penataan dan
Pemerintah sebagai pelaksana penataan.

2. Analisis Masalah

Analisis yang penulis dapatkan dalam permasalahan


permasalahan pada karya tulis ilmiah ini yang sesuai dengan identifikasi
masalah yang ada antara lain adalah :

1. Peruntukan lahan wilayah sekitar kampung Madras sesuai dengan


RTRW kota Medan tahun 2010 2030

Merujuk kepada data yang telah disusun oleh BAPPEDA kota


Medan sebagai instansi dengan kewenangan melakukan perencanaan
pengembangan dan pembangunan kota Medan ke depannya dapat
dilihat bahwa lahan pada objek penelitian ini diprioritaskan untuk
peruntukan pusat perdagangan namun juga masih dapat difungsikan
sebagai permukiman penduduk.

Pada data yang tercantum pada rancangan RTRW kota Medan


bahwa Kecamatan Medan Polonia dapat bertumbuh pesat sebagai pusat
perdagangan setelah proses pembangunan CBD polonia pada bekas
lahan bandara Polonia selesai. Begitu juga dengan perumahan dan

12
permukiman masih dapat berkembang dikarenakan masih cukup banyak
lahan siap bangun pada daerah tersebut.

Berikut data RTRW yang dikeluarkan oleh BAPPEDA kota Medan


mengenai perencanaan pengembangan setiap kecamatan :

1. Kecamatan Medan Tuntungan


Merupakan kecamatan yang berada di luar Pusat Kota. Kepadatan
penduduk di kecamatan ini masih tergolong rendah dan lahan
pengembangan masih tersedia cukup luas. Namun mengingat
kecamatan ini berada pada kawasan Selatan yang fungsinya sebagai
kawasan konservasi maka pertumbuhan penduduknya juga diharapkan
tidak terlalu besar. Perkiraan jumlah penduduk pada tahun 2030
berjumlah 81.256 jiwa dengan kepadatan sekitar 39 Jiwa/Ha.

2. Kecamatan Medan Johor


Merupakan kecamatan yang relatif dekat dengan pusat kota dan
sudah cukup berkembang dimana terdapat banyak kompleks
perumahan. Perkiraan pertumbuhan penduduk di kecamatan ini relatif
akan cukup besar. Di kawasan ini masih cukup tersedia lahan
pengembangan, namun perlu dibatasi perkembangannya mengingat
kecamatan ini berada pada kawasan Selatan yang fungsinya sebagai
kawasan konservasi. Perkiraan jumlah penduduk pada tahun 2030
berjumlah 169.592 jiwa dengan kepadatan sekitar 116 Jiwa/Ha.

3. Kecamatan Medan Amplas


Merupakan kecamatan yang mempunyai pertumbuhan penduduk
terbesar kedua setelah Medan Marelan dengan potensi lahan
pengembangan yang masih luas. Perkembangan pada kawasan ini
sangat pesat, dimana banyak terdapat industri yang berkembang.
Perkiraan jumlah penduduk pada tahun 2030 berjumlah 266.374 jiwa
dengan kepadatan sekitar 238 Jiwa/Ha.

13
4. Kecamatan Medan Denai
Merupakan kecamatan yang relatif dekat dengan pusat kota dan
sudah cukup berkembang dimana terdapat banyak kompleks
perumahan. Perkiraan jumlah penduduk pada tahun 2030 berjumlah
189.233 jiwa dengan kepadatan sekitar 209 Jiwa/Ha.

5. Kecamatan Medan Area


Merupakan kecamatan yang relatif dekat dengan pusat kota dan
sudah cukup berkembang dimana terdapat banyak kompleks
perumahan. Perkiraan jumlah penduduk pada tahun 2030 berjumlah
99.141 jiwa dengan kepadatan sekitar 180 Jiwa/Ha.

6. Kecamatan Medan Kota


Merupakan kecamatan di kawasan pusat kota, sebagian wilayahnya
adalah kawasan perdagangan dan jasa. Ketersediaan lahan
pengembangan sangat terbatas. Perkiraan jumlah penduduk pada tahun
2030 berjumlah 77.032 jiwa dengan kepadatan sekitar 146 Jiwa/Ha.

7. Kecamatan Medan Maimun


Merupakan kawasan di pusat kota, sebagian kawasan ini merupakan
kawasan perkantoran, perdagangan dan jasa. Ketersediaan lahan
pengembangan sangat terbatas. Perkiraan jumlah penduduk pada tahun
2030 berjumlah 99.087 jiwa dengan kepadatan sekitar 333 Jiwa/Ha.

8. Kecamatan Medan Polonia


Merupakan kawasan di pusat kota, kawasan ini merupakan
kawasan bandara polonia dan permukiman. Ketersediaan lahan
pengembangan sangat terbatas. Namun dengan adanya rencana
pemindahan bandara polonia ke Kuala Namo, maka kawasan polonia
akan dikembangkan menjadi kawasan CBD. Perkiraan jumlah
penduduk pada tahun 2030 berjumlah 81.298 jiwa dengan kepadatan
sekitar 90 Jiwa/Ha.

14
9. Kecamatan Medan Baru
Merupakan kecamatan di kawasan pusat kota, sebagian wilayahnya
adalah kawasan perdagangan dan jasa. Ketersediaan lahan
pengembangan sangat terbatas. Perkiraan jumlah penduduk pada tahun
2030 berjumlah 43.553 jiwa dengan kepadatan sekitar 75 Jiwa/Ha.

10. Kecamatan Medan Selayang


Merupakan kecamatan yang berada di luar Pusat Kota. Lahan
pengembangan masih tersedia cukup luas. Perkiraan jumlah penduduk
pada tahun 2030 berjumlah 110.868 jiwa dengan kepadatan sekitar 87
Jiwa/Ha.

11. Kecamatan Medan Sunggal


Merupakan kecamatan yang berada di luar Pusat Kota dan memiliki
luas kecamatan yang paling kecil, sehingga lahan pengembangan sangat
terbatas. Perkiraan jumlah penduduk pada tahun 2030 berjumlah
127.717 jiwa dengan kepadatan sekitar 83 Jiwa/Ha.

12. Kecamatan Medan Helvetia


Merupakan kecamatan yang mempunyai pertumbuhan penduduk
cukup besar. Potensi lahan pengembangan sangat terbatas.
Perkembangan pada kawasan ini sangat pesat, dimana banyak terdapat
kawasan perumahan. Perkiraan jumlah penduduk pada tahun 2030
berjumlah 208.592 jiwa dengan kepadatan sekitar 159 Jiwa/Ha.

13. Kecamatan Medan Petisah


Merupakan kecamatan di kawasan pusat kota, sebagian wilayahnya
adalah kawasan perdagangan dan jasa. Ketersediaan lahan
pengembangan masih luas. Perkiraan jumlah penduduk pada tahun
2030 berjumlah 58.131 jiwa dengan kepadatan sekitar 85 Jiwa/Ha.

15
14. Kecamatan Medan Barat
Merupakan kecamatan di kawasan pusat kota, sebagian wilayahnya
adalah kawasan perdagangan dan jasa. Ketersediaan lahan
pengembangan sangat terbatas. Perkiraan jumlah penduduk pada tahun
2030 berjumlah 55.497 jiwa dengan kepadatan sekitar 104 Jiwa/Ha.

15. Kecamatan Medan Timur


Merupakan kecamatan di kawasan pusat kota, sebagian wilayahnya
adalah kawasan perdagangan dan jasa. Ketersediaan lahan
pengembangan sangat terbatas. Perkiraan jumlah penduduk pada tahun
2030 berjumlah 108.581 jiwa dengan kepadatan sekitar 140 Jiwa/Ha.

16. Kecamatan Medan Perjuangan


Merupakan kecamatan yang relatif dekat dengan pusat kota dan
sudah cukup berkembang dimana terdapat banyak kompleks perumahan.
Perkiraan jumlah penduduk pada tahun 2030 berjumlah 128.498 jiwa
dengan kepadatan sekitar 314 Jiwa/Ha.

17. Kecamatan Medan Tembung


Merupakan kecamatan yang relatif dekat dengan pusat kota dan
sudah cukup berkembang dimana terdapat banyak kompleks
perumahan. Lahan pengembangan sangat terbatas karena luas wilayah
sangat kecil. Kecamatan ini merupakan kecamatan yang memiliki
kepadatan penduduk yang cukup tinggi. Perkiraan jumlah penduduk
pada tahun 2030 berjumlah 159.097 jiwa dengan kepadatan sekitar 199
Jiwa/Ha.

18. Kecamatan Medan Deli


Merupakan salah satu kecamatan yang mempunyai jumlah
penduduk paling besar, dengan potensi lahan pengembangan yang
masih luas. Perkembangan pada kawasan ini sangat pesat, dimana
banyak pembangunan kompleks perumahan baru. Pesatnya

16
perkembangan ke kawasan ini disebabkan adanya kawasan industri
dalam skala yang cukup besar. Berdasarkan hal tersebut laju
pertumbuhan penduduk diperkirakan 2% per tahun. Perkiraan jumlah
penduduk pada tahun 2030 berjumlah 228.361 jiwa dengan kepadatan
sekitar 110 Jiwa/Ha.

19. Kecamatan Medan Labuhan


Merupakan kecamatan yang mempunyai luas terbesar dengan
potensi lahan pengembangan yang masih luas. Perkembangan pada
kawasan ini sangat pesat, dimana banyak pembangunan kompleks
perumahan baru. Pesatnya perkembangan ke kawasan ini disebabkan
adanya kawasan industri dalam skala yang cukup besar. Berdasarkan
hal tersebut laju pertumbuhan penduduk diperkirakan 2% per tahun.
Perkiraan jumlah penduduk pada tahun 2030 berjumlah 186.433 jiwa
dengan kepadatan sekitar 51 Jiwa/Ha.

20. Kecamatan Medan Marelan


Merupakan kecamatan yang mempunyai pertumbuhan penduduk
terbesar dengan potensi lahan pengembangan yang masih luas.
Perkembangan pada kawasan ini sangat pesat, dimana banyak
pembangunan kompleks perumahan baru. Berdasarkan hal tersebut laju
pertumbuhan penduduk diperkirakan 2% per tahun. Perkiraan jumlah
penduduk pada tahun 2030 berjumlah 407.907 jiwa dengan kepadatan
sekitar 171 Jiwa/Ha.

21. Kecamatan Medan Belawan


Merupakan kecamatan dengan ketersediaan lahan sangat terbatas.
Kegiatan perdagangan dan jasa yang berkembang di kawasan ini
adalah pelabuhan, industri, pergudangan dan perikanan. Perkiraan
jumlah penduduk pada tahun 2030 berjumlah 106.680 jiwa dengan
kepadatan sekitar 41 Jiwa/Ha.

17
Objek penelitian pada kasus ini berada di Daerah Aliran Sungai
yang kemudian harus diperhatikan mengenai garis sepadan sungai
dalam penataannya. Memperhatikan besar lahan pada objek penataan
yaitu lingkungan 6 pada kelurahan Madras Hulu Kecamatan Medan
Polonia yang berkisar 1.500 m2, dimana besaran lahan ini tidak terlalu
besar jika diperuntukkan untuk Permukiman Horizontal.

Gambar 2.1. Lokasi Lahan Penelitian pada lingkungan Sekitar


(Sumber : Dokumen Pribadi)

Dengan besaran lahan yang tidak terlalu besar maka hunian


horizontal yang selama ini telah ada haruslah dialih fungsikan atau
dirubah menjadi hunian vertikal yang mampu menampung banyak
penghuni. Berdasarkan data di lapangan, sebanyak kurang lebih 52
kepala keluarga menempati wilayah tersebut ditambah dengan penghuni
tidak tetap yang mengisi rumah Kos didaerah tersebut.

Berdasarkan data dan observasi yang telah dilakukan, maka


kondisi wilayah objek penelitian ini masih dapat diperuntukkan untuk
permukiman namun pembentukan permukiman tidaklah secara
horizontal agar lahan dapat dimaksimalkan untuk wilayah perdagangan.

18
2. Penanganan penataan permukiman kumuh dan padat penduduk
Kampung Madras sesuai dengan perda yang berlaku dan azas
perancangan dalam Arsitektur

Melihat keadaan di daerah yang akan ditata dan kondisi sosial


budaya masyarakat setempat dan pergerakan ekonomi yang terjadi di
daerah tersebut, maka ada banyak hal yang harus diperhatikan dalam
proses melakukan penataan terhadap lingkungan ini. Masyarakat disini
pada umumnya bekerja di pusat kota maupun berdagang disekitaran
kawasan ini, karena pada dasarnya wilayah ini merupakan salah satu
pusat perekonomian di Kota Medan. Adanya dua pusat perbelanjaan
yang cukup terkenal di daerah ini menambah nilai perekonomian pada
wilayah tersebut.

Berdasarkan Perda Kota Medan No. 13 Tahun 2011 mengenai


RTRW kota Medan dalam waktu jangka panjang, disebutkan dalam
pasal 14 bahwa daerah pusat kota akan dijadikan wilayah khusus
perdagangan / perekonomian dan pelayanan administrasi. Kemudian
wilayah permukiman disebar kedaerah pinggiran yang dikonsentrasikan
pada daerah Medan Utara dan Medan Selatan. Dalam hal ini pemerintah
ingin menzoningkan kota Medan ke dalam beberapa bagian, yang
kemudian dibagi dalam prioritas pembangunan kota.

Jika mengikuti kelanjutan dari arahan Perda diatas, maka


keseluruhan permukiman yang berada di pusat kota akan disebar di
daerah pinggir kota dan membangun pusat bisnis di tengah kota yang
dapat teriuntegrasi dengan permukiman. Namun langkah ini sangat
susah terwujud dikarenakan beberapa aspek yang tidak mungkin
disingkirkan dalam melakukan penataan di kota Medan. Salah satunya
aspek sosial budaya dan ekonomi, dimana pada beberapa daerah di
pusat kota sudah merupakan tempat penduduk asli yang tidak mudah
untuk menggesernya ke daerah pinggiran.

19
Gambar 2.2. Kondisi Wilayah Penelitian Yang Sangat Tidak Layak
(Sumber : Dokumen Pribadi)

Dan yang sangat mempengaruhi lagi adalah faktor perekonomian,


bagi masyarakat pusat kota dapat menjalankan kegiatan ekonomi
didaerah mereka bermukim adalah suatu keuntungan sehingga tidak
perlu memikirkan biaya transportasi dan lainnya. Hal ini juga yang
mendukung bertumbuhnya permukiman padat penduduk yang rentan
menjadi permukiman kumuh di pusat kota. Akses ekonomi yang
menjanjikan dan akses ke berbagai pusat administrasi yang tidak
memerlukan biaya lebih menjadi salah satu alasan masyarakat tetap
bermukim di daerah tersebut.

Gambar 2.2. Wilayah Pedestrian Pada Wilayah Penelitian


(Sumber : Dokumen Pribadi)

Melihat tumpang tindih yang terjadi antara perda dan aspek


kehidupan masyarakat, maka perlu ada solusi agar proses penataan
dapat berjalan. Mengaitkan permasalahan ini dengaan aspek Arsitektur
sudah pasti kawasan permukiman kumuh sudah tidak layak dikatakan

20
hunian bagi masyarakat. Hunian yang seharusnya adalah hunian yang
dapat menjamin penghuninya dari bahaya dan ancaman dari luar serta
sanitasi yang bersih agar terhindar dari berbagai macam penyakit
menular. Hal ini tidak akan terwujud pada daerah kumuh yang sudah
pasti tidak memiliki sanitasi yang layak dan baik untuk sebuah hunian,
bahkan berdasarkan data di lapangan beberapa hunian tidak memiliki
sanitasi sehingga harus menumpang di sarana sanitasi milik orang lain.

Permasalahan antara perda yang berlaku dan konsep permukiman


yang kedua adalah peruntukan lahan yang tidak dipergunakan sesuai
dengan kebutuhannya. Untuk memaksimalkan wilayah pusat kota
menjadi wilayah perdagangan pemerintah membutuhkan cukup banyak
lahan lagi untuk didirikan sebuah Central Business District, selain itu
pemerintah juga memprioritaskan kebutuhan akan RTH yang semakin
minim di daerah kota Medan ini. Berdasarkan asas perancangan dalam
Arsitektur, wilayah permukiman haruslah dapat menjamin kehidupan
penghuninya dalam aspek kesehatan, keamanan, dan ketenangan.

Gambar 2.3. Sirkulasi Jalan Pada Wilayah Penelitian


(Sumber : Dokumen Pribadi)

Oleh karena itu dalam menata kawasan permukiman kumuh pada


objek penelitian ini kita harus melihat aspek-aspek yang berlaku dalam
sebuah hunian. Salah satu aspek yang sulit diwujudkan adalah
menciptakan ketenangan pada hunian di daerah kumuh. Untuk
keamanan sendiri dapat diciptakan dengan metoda penataan yang dapat
menciptakan rasa aman antar penghuni dengan penyatuan massa pada

21
hunian di daerah tersebut, sehingga meminimkan ruang masif diantara
hunian yang rentan akan tindakan kriminalitas.

Dalam aspek kesehatan sendiri hal yang paling penting adalah


sistem sanitasi dan penghawaan serta sirkulasi udara pada hunian itu
sendiri. Dengan ketersediaan lahan yang terbatas dan berdasarkan perda
yang berlaku, maka penataan pada kawasan ini harus memanfaatkan
kondisi lapangan yang sangat minim agar tercipta hunian baik dalam
permukiman kumuh tersebut. Setelah melewati proses penataan
nantinya kawasan ini dapat berubah dari kawasan permukiman kumuh
menjadi kawasan layak huni yang dapat menunjang kegiatan
perekonomian disekitarnya dan mampu menjadi salah satu pusat
perekonomian kota.

Gambar 2.4. Ruang Pasif pada Wilayah Penelitian Yang


Rentan Aksi Kriminalitas
(Sumber : Dokumen Pribadi)

22
3. Metoda Penataan yang sesuai dalam penanganan penataan
permukiman kumuh dan padat penduduk Kampung Madras
sehingga mampu menghasilkan simbiosis mutualisme antara
masyarakat sebagai objek penataan dan Pemerintah sebagai
pelaksana penataan.

Dalam melakukan penataan terhadap permukiman kumuh yang


berada dilahan terbatas perlu pendekatan yang sesuai agar proses
penataan dapat berjalan sesuai dengan keinginan pihak penata dan
pihak yang ditata. Melihat kondisi sosial budaya dan aspek
perekonomian yang berada disekitar wilayah penataan maka dalam
kasus ini akan dibangun sebuah hunian vertikal yang kemudian
peruntukkannya akan dibagi sesuai zona peruntukan.

Proses pembangunan hunian vertikal ini dilakukan untuk


memaksimalkan lahan yang ada agar tercipta hunian-hunian yang
berkualitas dan layak huni serta mampu menghadirkan ruang terbuka
hijau yang maksimal sebagai sarana rekreasi bagi masyarakat penghuni
rumah susun ini nantinya. Posisi rumah susun yang sangat strategis ini
pada akhirnya nanti akan mendukung roda perekonomian disekitar
wilayah penelitian ini, karena para pekerja yang beraktifitas disekitar
wilayah penelitian ini dapat menetap sementara pada hari kerja dirumah
susun ini dan kembali pulang ke rumah pad akhir minggu. Hal ini dapat
meninggikan faktor pendapatan karena para pekerja telah melakukan
penghematan di cost transportasi.

Selanjutnya masyarakat yang dahulunya harus hidup bersesakan


karena kondisi kawasan permukiman yang sangat padat dapat
merasakan kualitas hidup yang lebih layak karena potensi lahan yang
dahulu sangat terbatas sekarang menjadi lebih luas dan mampu
memberikan kesan segar dan natural. Keuntungan diatas merupakan
hal-hal positif yang dapat dirasakan oleh objek penataan yaitu

23
masyarakat sekitar lingkungan kampung madras. Sedangkan untuk
pemerintah sendiri sebagai pelaku penataan mendapatkan keuntungan
yaitu terbentuknya ruang terbuka hijau baru, serta mampu
meningkatkan peningkatan perekonomian dipusat kota. Jikalau hal ini
dapat berjalan sesuai dengan apa yang telah direncanakan, pastinya
tidak akan ada tumpang tindih kepentingan dari salah satu pihak saja
yang akan berjalan di daerah penelitian ini dan pada akhirnya seluruh
pihak dapat bersatu dalam pembangunan kota Medan secara
berkesinambungan.

a. Standar Hunian Rumah Susun

Berdasarkan UU. No 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun telah


diatur mengenai pembangunan, pembinaan, kepemilikan dan
pengelolaa kedepannya. Dimana dalam pasal 1 dijelaskan bahwa
rumah susun dibangun bukan untuk kepentingan perseorangan
melainkan dibangun untuk kepentingan masyarakat Umum.
Pembangunan rumah susun ini tidak ditujukan untuk sebuah bangunan
komersil yang dapat menghasilkan laba sebesar-besarnya karena rata-
rata pembangunan rumah susun akan menggunakan anggaran negara
melalui proses lelang proyek.

Kemudian dalam pasal 5 dijelaskan bahwa luasan atau besaran


setiap unit rumah susun disesuaikan dengan kebutuhan yang terdapat
di sekitar wilayah pembangunan. Hal ini dilakukan agar pembangunan
rumah susun itu sendiri dapat dihuni oleh objek relokasi dapat
merasakan nyaman dan mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik
serta atmosfer yang tidak jauh berbeda dengan hunian lamanya. Untuk
di wilayah penelitian sendiri kebutuhan rumah susun sendiri
berdasarkan besaran hunian yang berada pada wilayah penelitian ini
berkisar 45 60 m2 dengan ketentuan tiga unit kamar tidur, satu ruang
keluarga, dapur dan Kamar mandi.

24
b. Kebutuhan Rumah Susun Pada Wilayah Penelitian

Berdasarkan data di lokasi penelitian jumlah hunian yang berada di


wilayah tersebut berjumlah 52 hunian dengan total 30 hunian dihuni
oleh satu keluarga dan 20 hunian juga digunakan sebagai tempat kos.
Hunian-hunian di lingkungan telah diisi oleh instalasi Listrik PLN, Air
Bersih PDAM Tirtanadi dan Instalasi Gas dari PGN. Rata-rata
penghuni memiliki 2 unit kereta dan beberapa penghuni bahkan
memiliki kendaraan roda empat seperti mobil sejeni MPV dan SUV.

Setelah melakukan pertimbangan dan melakukan jajak pendapat


maka kebutuhan rumah susun yang akan dibangun di daerah penelitian
ini kurang lebih sebanyak 80 unit dengan ketentuan satu lantai dari
bangunan rumah susun diisi oleh 8 unit rumah susun sehingga total
lantai yang akan dibangun adalah 10 lantai untuk unit rumah susun dan
1 lantai untuk lokasi parkir kendaraan.

c. Peruntukan Rancangan Rumah Susun pada Wilayah penelitian

Rumah susun ini dibangun dan diperuntukkan untuk masyarakat


yang dahulu telah bermukim didaerah penelitian, namun untuk
meningkatkan roda perekonomian di daerah ini maka unit Rumah
susun yang akan dibangun sengaja dibuat melebihi kebutuhan
Masyarakat. Hal ini ditujukan agar nantinya beberapa pekerja yang
beraktifitas didaerah ini dapat menyewa unit rusun sebagai hunian
sementara, datangnya penghuni baru juga akan menjadi berkah bagi
penghuni yang berdagang disekitar wilayah ini.

Untuk status kepemilikannya sendiri bagi warga yang berstatus


sebagai warga yang direlokasi maka akan mendapatkan rumah susun
dengan status Hak Guna Bangunan, sedangkan untuk warga pendatang
lainnya hanya sebagai penyewa unit Rumah susun.

25
d. Site Plan Penataan Wilayah Penelitian

Gambar 2.5. Site Plan Perancangan Rumah Susun


(Sumber : Dokumen Pribadi)

26
e. Denah Rancangan Rumah Susun

Gambar 2.6. Denah Perancangan Rumah Susun


(Sumber : Dokumen Pribadi)

27
f. Gambar Perspektif Penataan Wilayah

Gambar 2.7. Perspektif Birdview I Perancangan


(Sumber : Dokumen Pribadi)

Gambar 2.8. Perspektif Birdview II Perancangan


(Sumber : Dokumen Pribadi)

28
BAB III
HASIL PENELITIAN

1. Kesimpulan
Setelah melakukan proses Identifikasi masalah dan
menganalisisnya menjadi sebuah rumusan sehingga menghadirkan
pemecahan masalah yang berbentuk perancangan penataan bagi wilayah
kumuh di lokasi penelitian ini maka penyusun mendapatkan beberapa
kesimpulan yang kemudian dipadatkan menjadi sebuah suatu kesatuan
yang dapat dijadikan tembusan daripada makalah ini :
1. Proses dalam melakukan penataan terhadapa permukiman tidak layak
huni harus melalui beberapa proses, yang pertama adalah pendekatan
persuasif antara pihak penata dan objek penataan yaitu masyarkaat
yang bermukim di daerah tersebut. Kedua adalah menganalisis data
lapangan mengenai kebutuhan masyarakat dan ketersediaan lahan yang
berkesesuaian perda berlaku. Proses terakhir adalah melakukan
penawaran penataan terhadap objek penataan yaitu masyarakat itu
sendiri. Dan yang terakhir adalah melakukan penataan setelah proses
proses sebelumnya berhasil dilaksanakan.
2. Penataan yang akan dilakukan haruslah berkesinambungan dengan
kebutuhan masyarakat dan pemerintah nantinya, hal ini ditujukan agar
tidak terjadi tumpang tindih kepentingan antara masyarakat dan
pemerintah sebagai pelaksana penataan. Simbiosis mutualisme harus
terjadi antara kedua belah pihak agar kedepannya Kota Medan dapat
lebih baik lagi dari segi penataan wilayah yang akan berdampak
terhadap pergerakan ekonomi yang dapat meningkat.
3. Rumah susun adalah salah satu solusi yang aktif berperan dalam
pertumbuhan penduduk kota yang cukup cepat sehingga rentan
menghasilkan permukiman padat penduduk. Saat ini hunian Horizontal
di wilayah perkotaan sudah tidak relevan lagi dikarenakan kepadatan
yang terus bertambah. Hal ini juga akan menjawab permasalahan
mahalnya harga properti yang terbeban karena mahalnya harga tanah

29
di daerah perkotaan. Dengan membangun hunian vertikal maka beban
harga tanah akan dibagi kebanyak pihak sehingga dapat menurunkan
harga properti strategis di tengah kota yang dekat dengan pusat
perekonomian. Dan pada akhirnya tujuan memakmurkan kota Medan
melalui sektor perdagangan dapat berjalan maksimal.

2. Saran
Sebagai mahasiswa arsitektur yang mempelajari mengenai
perancangan dan penataan wilayah permukiman khususnya wilayah
perkotaan, kami berharap kedepannya pihak pemerintah dan segala
instansi terkait mengikut sertakan arsitek dan perencana lain seperti arsitek
lansekap, teknisi lingkungan dan lainnya dalam setiap program
perancangan kota. Hal ini ditujukan agar pada awals pembangunan tidak
terjadi kesalahan dan dapat berkesinambungan menjadi sebuah program
pembangunan jangka panjang sehingga anak cucu kita tidak perlu
menanggung penatnya pembangunan kota yang kacau namun cukup
dengan melanjutkan pembangunan yang telah ada sehingga tidak
memakan biaya yang terlalu besar di kemudian hari.

Saat ini pembangunan kota-kota besar di Indonesia hanya


berorientasi kepada fungsi dan aksedibilitas, bukan kepada aspek
penggunaan kedepannya dan jauh dari kesan estetis. Hal ini terjadi karena
dalam penentuan RTRW kota tidak mengikut sertakan Para Ahli
perencanaan, bahkan pada beberapa kasus hanya dibahas pada sidang
Dewan yang tidak ada satupun anggotanya berlatar belakang pendidikan
perencanaan namun berbasis sosial humaniora. Dan pada akhirnya
Pembangunan berakhir kepada jalur sosial yang berorientasi pada aspek
ekonomis tanpa memperhitungkan nilai-nilai teknis.

30
DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Menteri PU No. 41/PRT/M2007 tentang Kawasan


Permukiman dan Kesesuaian Lahan. Direktorat Bina Tata Perkotaan. 2008.

Nuraini, Cut. 2010. Metode Perancangan Arsitektur, Karya Putra


Darwati. Bandung.

Yunus, H.S. 2005. Manajemen Kota: Perspektif Spasial. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar.

Rencana Tata Ruang Dan Tata Wilayah Kota Medan Tahun 2010
2030, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Pemerintah Kota Medan. 2010

31

Вам также может понравиться