Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
2017
Glomerulonefritis Akut
Pasca Streptokokus
dr. Rahmaniah
0
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kasus
Judul
Oleh:
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat mengikuti Program
Internsip Dokter Indonesia Kementrian Kesehatan Republik Indonesia di RSUD
Dr. H. Mohammad Rabain Muara Enim
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas
berkat dan rahmat-Nya penulisan makalah diskusi kasus yang berjudul
Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus ini dapat diselesaikan. Laporan
kasus ini diajukan untuk memenuhi syarat guna mengikuti Kegiatan Internsip
Dokter Indonesia, RSUD Dr. H. Mohammad Rabain Muara Enim.
Melalui kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian diskusi kasus ini,
terutama kepada yang terhormat dr. Isnada, Sp.A atas bimbingan dan arahan yang
telah diberikan dalam pembuatan laporan kasus dan kepada pembimbing kegiatan
internsip dr. Vivin J. Susilo dan dr. Rahmaniah.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu
penulis harapkan.
Akhir kata, semoga makalah diskusi kasus ini membawa manfaat bagi
banyak pihak dan semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita.
Penulis
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................
1
KATA PENGANTAR.............................................................................................
2
DAFTAR ISI...........................................................................................................
...............................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................
...............................................................................................................................4
BAB II LAPORAN KASUS..................................................................................
...............................................................................................................................5
BAB III TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................
.............................................................................................................................14
BAB IV PEMBAHASAN......................................................................................
.............................................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................
.............................................................................................................................34
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
Meski angka kejadian dan kematiannya tidak sebesar penyakit infeksi
lainnya, tetapi penegakkan diagnosis GNAPS dan tatalaksana yang terlambat
tidak jarang berakibat fatal atau berlanjut sebagai penyakit kronis yang akan
menganggu kualitas hidup anak. Oleh sebab itu, dibutuhkan pencegahan,
penegakkan diagnosis serta penatalaksanaan yang tepat sebagai upaya penurunan
tingkat morbiditas GNAPS pada anak.
BAB II
STATUS PASIEN
5
sembab yang nampak jelas pada pagi hari namun menghilang pada sore hari.
Demam (-), sakit kepala (-), mual (-), muntah (-) nyeri sendi (-). Penderita lalu
dibawa berobat ke puskesmas namun tidak ada perbaikan.
1 minggu SMRS, penderita mengeluh BAK masih berwarna kemerahan
dan sedikit. Penderita mengeluh sembab pada mata masih ada, disertai dengan
bengkak di kedua tungkai dan perut semakin membesar. Penderita juga mengeluh
sakit kepala dan mual. Demam (-) muntah (-) sesak nafas (-) nyeri sendi (-).
Penderita kemudian berobat ke spesialis anak di RSUD Prabumulih dikatakan
sakit ginjal, namun keluhan belum berkurang. Penderita kemudian berobat ke
RSUD H.M Rabain Muara Enim.
Riwayat Makan
- ASI : lahir 6 bulan
- Susu formula : 6 bulan 5 tahun
- Bubur susu : 6 bulan 7 bulan
- Bubur saring : 7 bulan 8 bulan
- Nasi tim : 9 bulan 1 tahun
6
- Nasi biasa : 1 tahun sekarang
Riwayat Imunisasi
A. Dasar B. Ulangan
BCG +
DPT1 + DPT2 + DPT3 +
Hib1 + Hib2 + Hib3 +
Polio 1 + Polio2 + Polio3 +
Hepatitis + Hepatitis + Hepatitis +
B1 B2 B3
Campak +
Dan lain- -
lain
Kesan : Imunisasi dasar lengkap
7
- Wajah : pucat (-), edema (-)
- Mata : edema periorbita (+/+), konjungtiva pucat (-/-), sklera
ikterik (-/-), pupil bulat isokor 3mm//3mm
- Hidung : Sekret (-), corpus alineum (-), deviasi septum (-)
- Telinga : MAE lapang, sekret (-), corpus alineum (-), nyeri tekan (-)
- Mulut : sianosis (-), stomatitis (-), cheilitis (-), atrofi papil lidah(-),
coated tounge (-), mukosa bibir kering (-)
- Tenggorokan : faring hiperemis (-), tonsil T1-T1
Leher
- JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KGB (-)
Thoraks
- Pulmo
Inspeksi : Statis; dinding dada kanan kiri simetris.
Dinamis; gerakan paru kanan = kiri, retraksi (-)
Palpasi : nyeri tekan (-) stemfremitus kanan = kiri.
Perkusi : sonor (+) kanan = kiri
Auskultasi : vesikular (+) normal, rhonki (-), wheezing (-)
- Cor
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat.
Palpasi : iktus kordis tidak teraba.
Auskultasi : BJ I-II normal reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
- Inspeksi : cembung, scar (-), venektasi (-), tampak massa (-)
- Auskultasi : bising usus (+) normal, turgor kembali cepat (<2 detik)
- Palpasi : lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
- Perkusi : shifting dullness (-)
Ekstremitas
- Atas : akral hangat, akral pucat (-)
- Bawah : scar (+) multipel, akral hangat, edema pretibial (+)
8
Eritrosit 4,17 L 4,5 6 P 4 5,5 [10^6/uL]
HCT 31,1 L 40 52% P 36 48%
MCV 74,6 82 92 fL
MCH 25,7 27 31 pg
MCHC 34,4 32 36 g/dL
Trombosit 572 150 450 [10^3/uL]
Differential Count 51,6/34,8/9,9/3,3/0,4
Kimia Klinik
Kolesterol Total 134 <200 mg/dL
Trigliserid 79 <200 mg/dL
HDL 36 35 79 mg/dL
LDL 104 <130 mg/dL
Asam Urat 5,5 L <8 P<6 mg/dL
Ureum 20 10 50 mg/dL
Kreatinin 0,8 L 0,9 1,3 P 0,6 1,1 mg/dL
Protein Total 6,0 6,6 8,8 mg/dL
Albumin 3,5 3,5 5,2 mg/dL
Globulin 2,5 1,3 2,7 mg/dL
Urinalisa
Glukosa (-) (-)
Protein +3 (-)
pH 6,5 4,6 8,5
Darah +3 (-)
Warna Kemerahan Kuning muda
Kejernihan Keruh Jernih
Sedimen
- Leukosit 5 9/Lp 0 6/Lp
- Eritrosit Penuh 0 3/Lp
- Epitel +Skuamosa +
- Silinder (-) (-)
(-) (-)
- Kristal
Urinalisa Rutin
Pemeriksaan 24/08/17 25/08/17 26/08/17 27/08/17 28/08/17 29/08/17 30/08/17 31/08/17
Glukosa - - - - - - - -
Protein +1 +1 +1 +1 +1 -
pH 6,5 6,0 6,0 5,5 6,0 6,5 5,5 6,0
Darah +3 +3 +3 +3 +3 - +3 +3
Warna kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning
Kejernihan keruh Keruh Keruh Keruh Agak Agak Agak Jernih
keruh keruh keruh
Sedimen
Leukosit 59 59 59 59 59 59 59 59
Eritrosit 10 29 10 29 10 29 10 29 10 29 10 29 10 29 10 29
Sel epitel skuamos skuamos skuamos skuamos skuamos skuamos skuamos skuamos
Silinder granular - - - - - - -
Kristal - - - - - - - -
9
IV. DIAGNOSIS
Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus
VII. TATALAKSANA
Nonfarmakologis
- Istirahat
- Edukasi
- Monitoring TTV
- Cek Urinalisa Rutin setiap pagi
- Diet Rendah Garam
Farmakologis
- IVFD D5% gtt vi/menit mikro
- Inj. Furosemid 2 x 30 mg i.v
- Inj. Ampicillin 4 x 500 mg i.v
VIII. PROGNOSIS
- Quo ad vitam : Bonam
- Quo ad fungtionam : Bonam
- Quo ad sanactionam : Dubia ad Bonam
IX. FOLLOW UP
Tanggal CATATAN KEMAJUAN (S/O/A) TATALAKSANA
23 S : mata sembab (+) BAK kemerahan (+) BAK mulai P:
Agustus banyak - IVFD D5% gtt
2017 vi/menit mikro
O: - Inj. Furosemid 2 x
Sens : compos mentis 30 mg i.v
TD : 134/74 mmHg Temp 36,5 oC - Inj. Ampicillin 4 x
N 97x/m BB 25 kg 500 mg i.v
RR 26x/m LP 57 cm - Diet Rendah Garam
- Cek urinalisa ulang
Kepala : edema palpebra (+)/(+) besok pagi
Abdomen : cembung, hepar dan lien sulit dinilai, BU (+)
normal, shifting dullness (+)
Ekstremitas : Akral hangat, edema (+) berkurang
10
RR 24x/m LP 55 cm - Diet Rendah Garam
- Cek urinalisa ulang
Kepala : edema palpebra (+)/(+) besok pagi
Abdomen : cembung, hepar dan lien sulit dinilai, BU (+)
normal, shifting dullness (+)
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)
11
2017 O: mikro
Sens : compos mentis - Inj. Ceftriaxone 1 x 2 gr
TD : 100/54 mmHg Temp 36,7 oC drip dalam D5% 100 cc
N 98x/m BB 24 kg - Diet Rendah Garam
RR 26x/m LP 54 cm - Cek urinalisa ulang
besok pagi
Kepala : edema palpebra (-)/(-)
Abdomen : datar, hepar dan lien tidak teraba, BU (+) normal,
shifting dullness (-)
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)
12
A : Glomerulonefritis Pasca Streptokokus
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Glomerulonefritis adalah suatu terminologi umum yang menggambarkan
adanya inflamasi pada glomerulus, ditandai oleh proliferasi sel-sel glomerulus
akibat proses imunologik. Istilah akut, misal glomerulonefritis akut (GNA),
glomerulonefritis akut paska streptokokus (GNAPS) secara klinik berarti bersifat
temporer atau suatu onset yang bersifat tiba-tiba, sedangkan secara histopatologik
didapatkan leukosit polimorfonuklear dalam glomerulus.1,2
Glomerulonefritis Paska Streptokokus (GNAPS) ditandai oleh onset yang
tiba-tiba dari kombinasi gejala-gejala gross hematuria, sembab periorbita, dan
hipertensi dengan torak sel darah merah, serta adanya infeksi Streptokokus
sebelumnya.1,2
13
3.2 Epidemiologi
GNAPS dapat terjadi secara sporadik ataupun epidemik. Biasanya kasus
terjadi pada kelompok sosioekonomi rendah, berkaitan dengan higiene yang
kurang baik dan jauh dari tempat pelayanan kesehatan. 3,4 Risiko terjadinya nefritis
5% dari infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus grup A yang menyerang
tenggorokan sampai 25% yang menyerang kulit(pioderma) 3 sedangkan tanpa
melihat tempat infeksi risiko terjadinya nefritis 10-15%.4 Rasio terjadinya GNAPS
pada pria dibanding wanita adalah 2:1. Penyakit ini terutama menyerang
kelompok usia sekolah 5-15 tahun, pada anak < 2 tahun kejadiannya kurang dari
5%.4
Kejadian glomerulonefritis pasca streptokokus sudah mulai menurun pada
negara maju, namun masih terus berlanjut pada negara berkembang, penurunan
kejadian GNAPS berkaitan banyak faktor diantaranya penanganan infeksi
streptokokus lebih awal dan lebih mudah oleh pelayanan kesehatan yang
kompeten.3 Di beberapa negara berkembang, glomerulonefritis pasca streptokokus
tetap menjadi bentuk sindroma nefritik yang paling sering ditemui. Attack rate
dari glomerulonefritis akut terlihat memiliki pola siklus, yaitu sekitar setiap 10
tahun.
3.3 Etiologi
Streptokokus dapat dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan
kemampuan menghancurkan sel darah merah, yaitu
Streptococcus haemolyticus jika kuman dapat melakukan hemolisis
lengkap
Streptococcus - haemolyticus jika melakukan hemolisis parsial,
Streptococcus - haemolyticus jika tidak menyebabkan hemolisis.
14
sebagai streptokokus grup A karena dinding sel terdiri dari polisakarida polimer l-
ramnose dan N-asetil-D-glukosamin dengan rasio 2:1. Polisakarida grup A ini
mengadakan ikatan ke peptidoglikan yang disusun dari N-asetil-D-glukosamin, N-
asetil-Dmuraminic acid, dan tetrapeptida asam d-glutamat, serta d- dan l-lisin
pada dinding sel.
Streptokokus grup A, B, C, D, dan G merupakan grup yang paling sering
ditemukan pada manusia. Streptococcus haemolyticus grup A merupakan bentuk
yang paling virulen. Streptokokus grup A disebut juga dengan Streptokokus
piogenes, dan termasuk kelompok Streptococcus haemolyticus yang dapat
menyebabkan GNAPS dan demam reumatik. Pada kuman streptokokus grup A ini,
telah diidentifikasi sejumlah konsituen somatik dan produk ekstraselular, namun
peranannya dalam patogenesis GNAPS belum semuanya diketahui.8
3.4 Patofisiologi
Seperti beberapa penyakit ginjal lainnya, GNAPS termasuk penyakit
kompleks imun. Beberapa bukti yang menunjukkan bahwa GNAPS termasuk
penyakit imunologik adalah:
Adanya periode laten antara infeksi streptokokus dan gejala klinik .
Pada pemeriksaan hapusan tenggorok (throat swab) atau kulit (skin swab)
tidak selalu ditemukan GABHS. Hal ini mungkin karena penderita telah mendapat
antibiotik sebelum masuk rumah sakit. Juga lamanya periode laten menyebabkan
sukarnya ditemukan kuman streptokokus.
15
Seperti telah disebutkan sebelumnya, maka organisme tersering yang
berhubungan dengan GNAPS ialah Group A -hemolytic streptococci .
Penyebaran penyakit ini dapat melalui infeksi saluran napas atas
(tonsillitis/faringitis) atau kulit (piodermi), baik secara sporadik atau
epidemiologik. Meskipun demikian tidak semua GABHS menyebabkan penyakit
ini, hanya 15% mengakibatkan GNAPS.9 Hal tersebut karena hanya serotipe
tertentu dari GABHS yang bersifat nefritogenik, yaitu yang dindingnya
mengandung protein M atau T (terbanyak protein tipe M).
16
Kompleks imun terjadi dalam sirkulasi NAPr sebagai antigen dan antibodi
anti NAPr larut dalam darah dan mengendap pada glomerulus.2
2. Insitu Formation :
Kompleks imun terjadi di glomerulus (insitu formation), karena antigen
nefritogenik tersebut bersifat sebagai planted antigen. Teori insitu formation
lebih berarti secara klinik oleh karena makin banyak HUMPS yang terjadi
makin lebih sering terjadi proteinuria masif dengan prognosis buruk.2
3. Imunitas Selular
Imunitas selular juga turut berperan pada GNAPS, karena dijumpainya
infiltrasi sel-sel limfosit dan makrofog pada jaringan hasil biopsi ginjal.
Infiltrasi sel-sel imunokompeten difasilitasi oleh sel-sel molekul adhesi
ICAM I dan LFA I, yang pada gilirannya mengeluarkan sitotoksin dan
akhirnya dapat merusak membran basalis glomerulus.2
17
Faktor-faktor inilah yang secara keseluruhan menyebabkan retensi Na dan
air, sehingga dapat menyebabkan edema dan hipertensi. Efek proteinuria yang
terjadi pada GNAPS tidak sampai menyebabkan edema lebih berat, karena
hormon-hormon yang mengatur ekpansi cairan ekstraselular seperti renin
angiotensin, aldosteron dan anti diuretik hormon (ADH) tidak meningkat. Edema
yang berat dapat terjadi pada GNAPS bila ketiga hormon tersebut meningkat.2
3. 5 Manifestasi Klinis
GNAPS lebih sering terjadi pada anak usia 6 sampai 15 tahun dan jarang
pada usia di bawah 2 tahun.1,2 GNAPS didahului oleh infeksi GABHS melalui
infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) atau infeksi kulit (piodermi) dengan
periode laten 1-2 minggu pada ISPA atau 3 minggu pada pioderma. Penelitian
multisenter di Indonesia menunjukkan bahwa infeksi melalui ISPA terdapat pada
45,8% kasus sedangkan melalui kulit sebesar 31,6%.1
Gejala klinik GNAPS sangat bervariasi dari bentuk asimtomatik sampai
gejala yang khas. Bentuk asimtomatik lebih banyak daripada bentuk simtomatik
baik sporadik maupun epidemik. Bentuk asimtomatik diketahui bila terdapat
kelainan sedimen urin terutama hematuria mikroskopik yang disertai riwayat
kontak dengan penderita GNAPS simtomatik.
GNAPS Simtomatik
1. Periode Laten
Pada GNAPS yang khas harus ada periode laten yaitu periode antara
infeksi streptokokus dan timbulnya gejala klinik. Periode ini berkisar 1-3 minggu;
periode 1-2 minggu umumnya terjadi pada GNAPS yang didahului oleh ISPA,
sedangkan periode 3 minggu didahului oleh infeksi kulit/piodermi. Periode ini
jarang terjadi di bawah 1 minggu. Bila periode laten ini berlangsung kurang dari 1
minggu, maka harus dipikirkan kemungkinan penyakit lain, seperti eksaserbasi
dari glomerulonefritis kronik, lupus eritematosus sistemik, purpura Henoch-
Schenlein atau Benign recurrent haematuria.3
18
2. Edema
Merupakan gejala yang paling sering, umumnya pertama kali timbul, dan
menghilang pada akhir minggu pertama. Edema paling sering terjadi di daerah
periorbital (edema palpebra), disusul daerah tungkai. Jika terjadi retensi cairan
hebat, maka edema timbul di daerah perut (asites), dan genitalia eksterna (edema
skrotum/vulva) menyerupai sindrom nefrotik.
Distribusi edema bergantung pada 2 faktor, yaitu gaya gravitasi dan
tahanan jaringan lokal. Oleh sebab itu, edema pada palpebra sangat menonjol
waktu bangun pagi, karena adanya jaringan longgar pada daerah tersebut dan
menghilang atau berkurang pada siang dan sore hari atau setelah melakukan
kegitan fisik. Hal ini terjadi karena gaya gravitasi. Kadang-kadang terjadi edema
laten, yaitu edema yang tidak tampak dari luar dan baru diketahui setelah terjadi
diuresis dan penurunan berat badan.
Edema bersifat pitting sebagai akibat cairan jaringan yang tertekan masuk
ke jaringan interstisial yang dalam waktu singkat akan kembali ke kedudukan
semula.
3. Hematuria
Hematuria makroskopik terdapat pada 30-70% kasus GNAPS, 3 sedangkan
hematuria mikroskopik dijumpai hampir pada semua kasus. Suatu penelitian
multisenter di Indonesia mendapatkan hematuria makroskopik berkisar 46-100%,
sedangkan hematuria mikroskopik berkisar 84-100%.1
Urin tampak coklat kemerah-merahan atau seperti teh pekat, air cucian
daging atau berwarna seperti cola. Hematuria makroskopik biasanya timbul dalam
minggu pertama dan berlangsung beberapa hari, tetapi dapat pula berlangsung
sampai beberapa minggu. Hematuria mikroskopik dapat berlangsung lebih lama,
umumnya menghilang dalam waktu 6 bulan. Kadang-kadang masih dijumpai
hematuria mikroskopik dan proteinuria walaupun secara klinik GNAPS sudah
sembuh. Bahkan hematuria mikroskopik bisa menetap lebih dari satu tahun,
sedangkan proteinuria sudah menghilang. Keadaan terakhir ini merupakan
19
indikasi untuk dilakukan biopsi ginjal, mengingat kemungkinan adanya
glomerulonefritis kronik.
4. Hipertensi
Hipertensi merupakan gejala yang terdapat pada 60-70% kasus GNAPS.
Albar mendapati hipertensi berkisar 32-70%. Umumnya terjadi dalam minggu
pertama dan menghilang bersamaan dengan menghilangnya gejala klinik yang
lain. Pada kebanyakan kasus dijumpai hipertensi ringan (tekanan diastolik 80-90
mmHg). Hipertensi ringan tidak perlu diobati sebab dengan istirahat yang cukup
dan diet yang teratur, tekanan darah akan normal kembali. Adakalanya hipertensi
berat menyebabkan ensefalopati hipertensi yaitu hipertensi yang disertai gejala
serebral, seperti sakit kepala, muntah-muntah, kesadaran menurun dan kejang-
kejang. Penelitian multisenter di Indonesia menemukan ensefalopati hipertensi
berkisar 4-50%.1
5. Oliguria
Keadaan ini jarang dijumpai, terdapat pada 5-10% kasus GNAPS dengan
produksi urin kurang dari 350 ml/m2 LPB/hari. Oliguria terjadi bila fungsi ginjal
menurun atau timbul kegagalan ginjal akut. Seperti ketiga gejala sebelumnya,
oliguria umumnya timbul dalam minggu pertama dan menghilang bersamaan
dengan timbulnya diuresis pada akhir minggu pertama. Oliguria bisa pula menjadi
anuria yang menunjukkan adanya kerusakan glomerulus yang berat dengan
prognosis yang jelek.
6. Gejala Kardiovaskular
Gejala kardiovaskular yang paling penting adalah bendungan sirkulasi
yang terjadi pada 20-70% kasus GNAPS. Bendungan sirkulasi dahulu diduga
terjadi akibat hipertensi atau miokarditis, tetapi ternyata dalam klinik bendungan
tetap terjadi walaupun tidak ada hipertensi atau gejala miokarditis. Ini berarti
bahwa bendungan terjadi bukan karena hipertensi atau miokarditis, tetapi diduga
akibat retensi Na dan air sehingga terjadi hipervolemia.3
20
a. Edema paru
Edema paru merupakan gejala yang paling sering terjadi akibat bendungan
sirkulasi. Kelainan ini bisa bersifat asimtomatik, artinya hanya terlihat
secara radiologik. Gejala-gejala klinik adalah batuk, sesak napas, sianosis.
Pada pemeriksaan fisik terdengar ronki basah kasar atau basah halus.
Keadaan ini disebut acute pulmonary edema yang umumnya terjadi dalam
minggu pertama dan kadang-kadang bersifat fatal. Gambaran klinik ini
menyerupai bronkopnemonia sehingga penyakit utama ginjal tidak
diperhatikan. Oleh karena itu pada kasus-kasus demikian perlu anamnesis
yang teliti dan jangan lupa pemeriksaan urin. Frekuensi kelainan radiologik
toraks berkisar antara 62,5-85,5% dari kasus-kasus GNAPS. Kelainan ini
biasanya timbul dalam minggu pertama dan menghilang bersamaan dengan
menghilangnya gejala-gejala klinik lain. Kelainan radiologik toraks dapat
berupa kardiomegali, edema paru dan efusi pleura. Tingginya kelainan
radiologik ini oleh karena pemeriksaan radiologik dilakukan dengan posisi
Postero Anterior (PA) dan Lateral Dekubitus. Kanan (LDK).3
Suatu penelitian multisenter di Indonesia menunjukkan efusi pleura 81,6%,
sedangkan Srinagar da Pondy Cherry mendapatkan masing-masing 0,3%
dan 52%.1 Bentuk yang tersering adalah bendungan paru. Kardiomegali
disertai dengan efusi pleura sering disebut nephritic lung. Kelainan ini bisa
berdiri sendiri atau bersama-sama. Kelainan radiologik paru yang ditemukan
pada GNAPS ini sering sukar dibedakan dari bronkopnemonia, pnemonia,
atau peradangan pleura, oleh karena adanya ronki basah dan edema paru.
Menurut beberapa penulis, perbaikan radiologik paru pada GNAPS biasanya
lebih cepat terjadi, yaitu dalam waktu 5-10 hari, sedangkan pada
bronkopnemonia atau pneumonia diperlukan waktu lebih lama, yaitu 2-3
minggu. Atas dasar inilah kelainan radiologik paru dapat membantu
menegakkan diagnosis GNAPS walaupun tidak patognomonik. Kelainan
radiologik paru disebabkan oleh kongesti paru yang disebabkan oleh
hipervolemia akibat absorpsi Na dan air.3
21
7. Gejala-gejala lain
Selain gejala utama, dijumpai gejala umum seperti pucat, malaise, letargi
dan anoreksia. Gejala pucat mungkin karena peregangan jaringan subkutan akibat
edema atau akibat hematuria makroskopik yang berlangsung lama.3
8. Kelainan Laboratorium
Urin
- Proteinuria
Secara kualitatif proteinuria berkisar antara negatif sampai dengan ++,
jarang terjadi sampai dengan +++. Bila terdapat proteinuria +++ harus
dipertimbangkan adanya gejala sindrom nefrotik atau hematuria makroskopik.
Secara kuantitatif proteinuria biasanya kurang dari 2 gram/m2 LPB/24 jam, tetapi
pada keadaan tertentu dapat melebihi 2 gram/m2 LPB/24 jam. Hilangnya
proteinuria tidak selalu bersamaan dengan hilangnya gejala-gejala klinik, sebab
lamanya proteinuria bervariasi antara beberapa minggu sampai beberapa bulan
sesudah gejala klinik menghilang. Sebagai batas 6 bulan, bila lebih dari 6 bulan
masih terdapat proteinuria disebut proteinuria menetap yang menunjukkan
kemungkinan suatu glomerulonefritis kronik yang memerlukan biopsi ginjal untuk
membuktikannya.3
- Hematuria mikroskopik
Hematuria mikroskopik merupakan kelainan yang hampir selalu ada,
karena itu adanya eritrosit dalam urin ini merupakan tanda yang paling penting
untuk melacak lebih lanjut kemungkinan suatu glomerulonefritis. Begitu pula
dengan torak eritrosit yang dengan pemeriksaan teliti terdapat pada 60-85% kasus
GNAPS. Adanya torak eritrosit ini merupakan bantuan yang sangat penting pada
kasus GNAPS yang tidak jelas, sebab torak ini menunjukkan adanya suatu
peradangan glomerulus (glomerulitis). Meskipun demikian bentuk torak eritrosit
ini dapat pula dijumpai pada penyakit ginjal lain, seperti nekrosis tubular akut.3
.
Darah
- Reaksi serologis
22
Infeksi streptokokus pada GNA menyebabkan reaksi serologis terhadap
produk-produk ekstraselular streptokokus, sehingga timbul antibodi yang titernya
dapat diukur, seperti antistreptolisin O (ASO), antihialuronidase (AH ase) dan
antideoksiribonuklease (AD Nase-B). Titer ASO merupakan reaksi serologis yang
paling sering diperiksa, karena mudah dititrasi. Titer ini meningkat 70-80% pada
GNAPS. Sedangkan kombinasi titer ASO, AD Nase-B dan AH ase yang
meninggi, hampir 100% menunjukkan adanya infeksi streptokokus sebelumnya.
Kenaikan titer ini dimulai pada hari ke-10 hingga 14 sesudah infeksi streptokokus
dan mencapai puncaknya pada minggu ke- 3 hingga 5 dan mulai menurun pada
bulan ke-2 hingga 6. Titer ASO jelas meningkat pada GNAPS setelah infeksi
saluran pernapasan oleh streptokokus. Titer ASO bisa normal atau tidak
meningkat akibat pengaruh pemberian antibiotik, kortikosteroid atau pemeriksaan
dini titer ASO. Sebaliknya titer ASO jarang meningkat setelah piodermi. Hal ini
diduga karena adanya jaringan lemak subkutan yang menghalangi pembentukan
antibodi terhadap streptokokus sehingga infeksi streptokokus melalui kulit hanya
sekitar 50% kasus menyebabkan titer ASO meningkat. Di pihak lain, titer AD
Nase jelas meningkat setelah infeksi melalui kulit.3
- Aktivitas komplemen
Komplemen serum hampir selalu menurun pada GNAPS, karena turut
serta berperan dalam proses antigen-antibodi sesudah terjadi infeksi streptokokus
yang nefritogenik. Di antara sistem komplemen dalam tubuh, maka komplemen
C3 (B1C globulin) yang paling sering diperiksa kadarnya karena cara
pengukurannya mudah. Beberapa penulis melaporkan 80-92% kasus GNAPS
dengan kadar C3 menurun. Umumnya kadar C3 mulai menurun selama fase akut
atau dalam minggu pertama perjalanan penyakit, kemudian menjadi normal
sesudah 4-8 minggu timbulnya gejala-gejala penyakit. Bila sesudah 8 minggu
kadar komplemen C3 ini masih rendah, maka hal ini menunjukkan suatu proses
kronik yang dapat dijumpai pada glomerulonefritis membrano proliferatif atau
nefritis lupus.3
23
LED umumnya meninggi pada fase akut dan menurun setelah gejala klinik
menghilang. Walaupun demikian LED tidak dapat digunakan sebagai parameter
kesembuhan GNAPS, karena terdapat kasus GNAPS dengan LED tetap tinggi
walaupun gejala klinik sudah menghilang
.3.6 Diagnosis
Berbagai macam kriteria dikemukakan untuk diagnosis GNAPS, tetapi
pada umumnya kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Secara klinik diagnosis GNAPS dapat ditegakkan bila dijumpai full
blown case dengan gejala-gejala hematuria, hipertensi, edema,
oliguria yang merupakan gejala-gejala khas GNAPS.1
2. Untuk menunjang diagnosis klinik, dilakukan pemeriksaan
laboratorium berupa ASTO (meningkat) & C3 (menurun) dan
pemeriksaan lain berupa adanya torak eritrosit, hematuria &
proteinuria.1
3. Diagnosis pasti ditegakkan bila biakan positif untuk streptokokus
hemolitikus grup A.1
24
jelas meninggi waktu timbulnya gejala-gejala nefritis dapat membantu
diagnosis.
2. Penyakit-penyakit sistemik
Beberapa penyakit yang perlu didiagnosis banding adalah purpura Henoch-
Schenlein, eritematosus dan endokarditis bakterial subakut. Ketiga penyakit ini
dapat menunjukkan gejala-gejala sindrom nefritik akut, seperti hematuria,
proteinuria dan kelainan sedimen yang lain, tetapi pada apusan tenggorok negatif
dan titer ASO normal. Pada HSP dapat dijumpai purpura, nyeri abdomen dan
artralgia, sedangkan pada GNAPS tidak ada gejala demikian. Pada SLE terdapat
kelainan kulit dan sel LE positif pada pemeriksaan darah, yang tidak ada pada
GNAPS, sedangkan pada SBE tidak terdapat edema, hipertensi atau oliguria.
Biopsi ginjal dapat mempertegas perbedaan dengan GNAPS yang kelainan
25
histologiknya bersifat difus, sedangkan ketiga penyakit tersebut umumnya bersifat
fokal.
3. Penyakit-penyakit infeksi
GNA bisa pula terjadi sesudah infeksi bakteri atau virus tertentu selain oleh
Group A -hemolytic streptococci. Beberapa kepustakaan melaporkan gejala GNA
yang timbul sesudah infeksi virus morbili, parotitis, varicella, dan virus ECHO.
Diagnosis banding dengan GNAPS adalah dengan melihat penyakit dasarnya.
3.8 Tatalaksana
1. Istirahat
Istirahat di tempat tidur terutama bila dijumpai komplikasi yang biasanya timbul
dalam minggu pertama perjalanan penyakit GNAPS. Sesudah fase akut, tidak
dianjurkan lagi istirahat di tempat tidur, tetapi tidak diizinkan kegiatan seperti
sebelum sakit. Lamanya perawatan tergantung pada keadaan penyakit. Dahulu
dianjurkan prolonged bed rest sampai berbulan-bulan dengan alasan proteinuria
dan hematuria mikroskopik belum hilang. Kini lebih progresif, penderita
dipulangkan sesudah 10-14 hari perawatan dengan syarat tidak ada komplikasi.
Bila masih dijumpai kelainan laboratorium urin, maka dilakukan pengamatan
lanjut pada waktu berobat jalan. Istirahat yang terlalu lama di tempat tidur
menyebabkan anak tidak dapat bermain dan jauh dari teman-temannya, sehingga
dapat memberikan beban psikologik.1,3,11
2. Diet
Jumlah garam yang diberikan perlu diperhatikan. Bila edema berat, diberikan
makanan tanpa garam, sedangkan bila edema ringan, pemberian garam dibatasi
sebanyak 0,5-1 g/hari. Protein dibatasi bila kadar ureum meninggi, yaitu sebanyak
0,5-1 g/kgbb/hari. Asupan cairan harus diperhitungkan dengan baik, terutama
pada penderita oliguria atau anuria, yaitu jumlah cairan yang masuk harus
seimbang dengan pengeluaran, berarti asupan cairan = jumlah urin + insensible
water loss (20-25 ml/kgbb/hari) + jumlah keperluan cairan pada setiap kenaikan
suhu dari normal (10 ml/kgbb/hari).1,3
26
3. Antibiotik
Pemberian antibiotik pada GNAPS sampai sekarang masih sering
dipertentangkan. Pihak satu hanya memberi antibiotik bila biakan hapusan
tenggorok atau kulit positif untuk streptokokus, sedangkan pihak lain
memberikannya secara rutin dengan alasan biakan negatif belum dapat
menyingkirkan infeksi streptokokus. Biakan negatif dapat terjadi oleh karena telah
mendapat antibiotik sebelum masuk rumah sakit atau akibat periode laten yang
terlalu lama (> 3 minggu). Terapi medikamentosa golongan penisilin diberikan
untuk eradikasi kuman, yaitu Amoksisilin 50 mg/kgbb dibagi dalam 3 dosis
selama 10 hari. Jika terdapat alergi terhadap golongan penisilin, dapat diberi
eritromisin dosis 30 mg/kgbb/hari.1,3,11
4. Simptomatik
a. Bendungan sirkulasi
Hal paling penting dalam menangani sirkulasi adalah pembatasan cairan,
dengan kata lain asupan harus sesuai dengan keluaran. Bila terjadi edema berat
atau tanda-tanda edema paru akut, harus diberi diuretik, misalnya furosemid.
Bila tidak berhasil, maka dilakukan dialisis peritoneal.1,3
b. Hipertensi
Tidak semua hipertensi harus mendapat pengobatan. Pada hipertensi ringan
dengan istirahat cukup dan pembatasan cairan yang baik, tekanan darah bisa
kembali normal dalam waktu 1 minggu. Pada hipertensi sedang atau berat
tanpa tanda-tanda serebral dapat diberi kaptopril (0,3-2 mg/kgbb/hari) atau
furosemid atau kombinasi keduanya. Selain obat-obat tersebut diatas, pada
keadaan asupan oral cukup baik dapat juga diberi nifedipin secara sublingual
dengan dosis 0,25-0,5 mg/kgbb/hari yang dapat diulangi setiap 30-60 menit
bila diperlukan. Pada hipertensi berat atau hipertensi dengan gejala serebral
27
(ensefalopati hipertensi) dapat diberi klonidin (0,002-0,006 mg/kgbb) yang
dapat diulangi hingga 3 kali atau diazoxide 5 mg/kgbb/hari secara intravena
(I.V). Kedua obat tersebut dapat digabung dengan furosemid (1 3
mg/kgbb).1,3
3.10 Prognosis
Penyakit ini dapat sembuh sempurna dalam waktu 1-2 minggu bila tidak
ada komplikasi, sehingga sering digolongkan ke dalam self limiting disease.
Walaupun sangat jarang, GNAPS dapat kambuh kembali.
28
Pada umumnya perjalanan penyakit GNAPS ditandai dengan fase akut
yang berlangsung 1-2 minggu, kemudian disusul dengan menghilangnya gejala
laboratorik terutama hematuria mikroskopik dan proteinuria dalam waktu 1-12
bulan. Pada anak 85-95% kasus GNAPS sembuh sempurna, sedangkan pada
orang dewasa 50-75% GNAPS dapat berlangsung kronis, baik secara klinik
maupun secara histologik atau laboratorik. Pada orang dewasa kira-kira 15-30%
kasus masuk ke dalam proses kronik, sedangkan pada anak 5-10% kasus menjadi
glomerulonefritis kronik. Walaupun prognosis GNAPS baik, kematian bisa terjadi
terutama dalam fase akut akibat gangguan ginjal akut (Acute kidney injury),
edema paru akut atau ensefalopati hipertensi.
29
BAB IV
PEMBAHASAN
Seorang anak, An. OH, perempuan berusia 7 tahun 6 bulan datang ke IGD
RSUD H.M Rabain dengan keluhan BAK berwarna kemerahan seperti air cucian
daging sejak 2 minggu SMRS. BAK kemerahan timbul emndadak, frekuensi
dirasakan sering dan banyak namun lama kelamaan frekuensi berkurang dan
BAK sedikit. Keluhan juga disertai sembab pada kedua mata, bengkak pada kedua
tungkai, serta perut dirasakan semakin membesar. Penderita juga mengeluh sakit
kepala dan mual. Riwayat infeksi saluran nafas dan infeksi kulit ada, 1 bulan
dan 3 minggu SMRS. Riwayat kelahiran normal dan riwayat tumbuh kembang
sesuai dengan usia. Riawayat imunisasi lengkap. Keluarga penderita tergolong
sosioekonomi menengah ke bawah dengan pekerjaan ibu seorang ibu rumah
tangga dan ayah seorang buruh. Pada pemeriksaan fisik didapatkan penderita
mengalami hipertensi dengan tekanan darah 134/74 mmHg (23 Agustus 2017).
Ditemukan edema periorbita di kedua mata yang tampak jelas pada pagi hari
namun berangsur-angsur hilang pada sore hari.. Tampak multipel scar bekas
infeksi kulit yang sudah mengering serta edema pretibial pada kedua tungkai
bawah. Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 22 Agustus 2017 didapatkan hasil
pemeriksaan hematologi menunjukkan penderita mengalami anemia ringan dan
leukositosis. Pada pemeriksaan urinalisa didapatkan warna urin kuning keruh
kemerahan, proteinuria, disertai gross hematuria.
30
kulit menunjukkan kemungkinan adanya paparan infeksi bakteri Streptococcus -
haemolyticus grup A strain nefritogenik.
31
pada sawar filtrasi glomerulus sehingga darah dapat menembus sawar glomerulus
dan ikut keluar bersama urin.
Penyakit ini dapat sembuh sempurna dalam waktu 1-2 minggu bila tidak
ada komplikasi, sehingga sering digolongkan ke dalam self limiting disease.
Walaupun sangat jarang, GNAPS dapat kambuh kembali.
32
DAFTAR PUSTAKA
33