Вы находитесь на странице: 1из 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Neuralgia trigeminal terdiri atas dua kata; Neuralgia berasal dari bahasa Yunani;

yaitu awalan "neuro-"yang berarti terkait dengan saraf, dan akhiran "-algia" yang

berarti nyeri. Yang mana definisi nyeri menurut Association for the Study of Pain

(IASP) has gained widespread acceptance (Merskey et al., 1979) adalah "Suatu

pengalaman emosional atau sensorik yang dihubungkan dengan jejas jaringan

yang benar-benar atau kemungkinan terjadi.(9)

Umumnya nyeri terbahagi kepada dua tipe, yaitu nyeri nociceptive dan nyeri non-

nociceptive. Nyeri nociceptive adalah nyeri yang berhubungan dengan jaringan

yang rusak, akibat daripada aktivasi atau sensitasi pada receptor nociceptor di

perifer. Nyeri nociceptive terbahagi lagi kepada nyeri somatic dan nyeri viscera,

yang mana mampu dibedakan melalui kualiti suatu nyeri dan manifestasinya.(12)

Nyeri non-nociceptive pula dibahagikan juga kepada nyeri neuropatic dan nyeri
idiopathic. Nyeri neuropathic adalah primer akibat rusaknya struktur pada neural

samada pada system saraf perifer atau sistem saraf pusat. Nyeri idiopathic atau

nyeri psychogenic adalah lebih luas penggunaannya dalam mendiagnoasa suatu

nyeri.(12)

Neuralgia trigeminal adalah kelainan yang ditandai oleh serangan nyeri berat

paroksismal dan singkat dalam cakupan persarafan satu atau lebih cabang nervus

trigeminus, biasanya tanpa bukti penyakit saraf organik. Penyakit ini

menyebabkan nyeri wajah yang berat. Penyakit ini juga dikenal sebagai tic

doulourex atau sindrom.(2)

1
Neuralgia pada penyakit ini disertai dengan nyeri yang berat dan menusuk pada
rahang dan wajah, biasanya pada satu sisi dari rahang atau pipi, yang biasanya
terjadi dalam beberapa detik. Dan nyerinya selalunya unilateral dan mengikuti
distribusi sensoris dari nervus kranial V, khas mengenai daerah maksila (V.2) atau
mandibula (V.3). Pemeriksaan fisis biasanya dapat mengeliminasi diagnosa
alternatif. Tanda dari disfungsi nervus kranialis atau abnormalitas neurologis yang
lain menyingkirkan diagnosis dari neuralgia trigeminal idiopatik. dan mungkin
menandakan nyeri sekunder yang dirasakan akibat lesi struktural.(2, 3)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Neuralgia adalah nyeri seperti ditusuk yang timbul sesekali, namun singkat
dan berat yang terjadi di sepanjang distribusi suatu saraf. Neuralgia trigeminal
(NT) adalah neuralgia pada saraf trigeminal (saraf kranial kelima) yang
bertanggung jawab untuk sensasi di wajah. Trigeminal neuralgia (Nyeri Wajah)

2
ditandai oleh episode singkat nyeri wajah yang kuat, menusuk, dan seperti aliran
listrik.

2.2 ETIOLOGI

Mengenai etiologi sampai sekarang juga masih belum jelas, seperti yang
disebutkan diatas tadi tetapi ada beberapa penyebab yang berhubungan dengan
gigi, dari berbagai kepustakaan disebut sebagai berikut. Seperti diketahui N. V
merupakan satu-satunya serabut saraf yang kemungkinan selalu dihadapkan
dengan keadaan sepsis sepanjang hidup. Keadaan sepsis tersebut dapat berupa
karies gigi, abses, sinusitis, pencabutan gigi oleh berbagai sebab, infeksi
periodontal, yang kesemuanya diperkirakan dapat menjadi penyebab NT. Akan
tetapi bukti lain menunjukkan banyak juga penderita dengan infeksi disekitar
mulut, cabut gigi yang tidak menderita NT. Disisi lain, tidak jarang pula penderita
NT yang ditemukan tanpa menderita infeksi seperti tersebut diatas. (Meliala,
2001)

Etilogy neuralgia trigeminal masih tidak sepenuhnya dipahami. Ada satu


teori yang menyebutkan bahwa terjadinya karena pembuluh darah, terutama arteri
serebral superior, menjadi dekompresi, sehingga iritasi kronis dari saraf trigeminal
masuk ke bagian akar. Iritasi ini menyebabkan peningkatan penyalahan kontrol
aferen atau saraf sensorik. Faktor risiko yang dapat memicu adalah multiple
sclerosis dan hipertensi. Faktor lain yang dapat menyebabkan neuralgia termasuk
infeksi virus herpes, infeksi pada gigi dan rahang, dan infark batang otak. (Miller,
2009 dalam Lewis 2011).Beberapa penyebab trigeminal neuralgia, yang paling
sering adalah akibat penekanan oleh pembuluh darah disekitar saraf trigeminal
(sekitar 95 %). Penyebab lainnya adalah tumor dan penyakit multiple sclerosis.
(Rumah Sakit Mitra Keluarga, 2011)

Pada intinya etiologi dari NT (Neuralgia Trigeminal) masih belum


diketahui secara pasti tapi ada beberpa hal yang dapat menyebabkan NT atau
dapat dikatakan sebagai faktor resiko yang menimbulkan NT.

3
2.3 Anatomi & Fisiologi

Nervus trigeminus adalah saraf otak motorik dan sensorik. Serabut

motoriknya mempersarafi muskulus maseter, temporalis, pterigoideus internus et

eksternus, tensor timpani, omohioideus dan bagian anterior muskulus digastrikus.

Inti motoriknya terletak di pons. Serabut-serabut motoriknya bergabung

dengan serabut-serabut sensorik nervus trigeminus yang berasal dari ganglion

Gasseri. Serabut-serabut sensoriknya menghantarkan impuls nyeri, suhu, raba dan

perasaan proprioseptif. Kawasannya ialah wajah dan mukosa lidah dan rongga

mulut serta lidah, dan rongga hidung. Impuls proprioseptif, terutama berasal dari

otot-otot yang dipersarafi oleh cabang mandibular sampai ke ganglion Gasseri.(4)

4
Cabang pertama N.V. ialah cabang oftalmikus. Ia menghantarkan impuls

protopatik dari bola mata serta rung orbita, kulit dahi sampai vertex. Impuls

sekretomotorik dihantarkan ke glandula lakrimalis. Serabut-serabut dari dahi

menyusun nervus frontalis. Ia masuk melalui ruang orbita melalui foramen

supraorbitale. Serabut-serabut dari bola mata dan rongga hidung bergabung

menjadi seberkas saraf yang dikenal sebagai nervus nasosiliaris. Berkas saraf yang

menuju ke glandula lakrimalis dikenal sebagai nervus lakrimalis. Ketiga berkas

saraf, yakni nervus frontali, nervus nasosiliaris dan nervus lakrimalis saling

mendekat pada fisura orbitalis superior dan di belakang fisura tersebut bergabung

menjadi cabang I N.V. (nervus oftalmikus). Cabang tersebut menembus duramater

dan melanjutkan perjalanan di dalam dinding sinus kavernosus. Pada samping

prosesus klinoideus posterior ia keluar dari dinding tersebut dan berakhir di

ganglion Gasseri. Di dekatnya terdapat arteri facialis (4)

Cabang kedua ialah cabang maksilaris yang hanya tersusun oleh serabut-

serabut somatosensorik yang menghantarkan impuls protopatik dari pipi, kelopak


mata bagian bawah, bibir atas, hidung dan sebagian rongga hidung, geligi rahang

atas, ruang nasofarings, sinus maksilaris, palatum molle dan atap rongga mulut.

Serabut-serabut sensorik masuk ke dalam os. maksilaris melalui foramen

infraorbitalis. Berkas saraf ini dinamakan nervus infraorbialis. Saraf-saraf dari

mukosa cavum nasi dan rahang atas serta geligi atas juga bergabung dalam saraf

ini dan setelahnya disebut nervus maksilaris, cabang II N.V. Ia masuk ke dalam

rongga tengkorak melalui foramen rotundum kemudian menembus duramater

untuk berjalan di dalanm dinding sinus kavernosus dan berakhir di ganglion

Gasseri. Cabang maksilar nervus V juga menerima serabut-serabut sensorik yang

berasal dari dura fossa crania media dan fossa pterigopalatinum.(4)

5
Cabang mandibularis (cabang III N.V. tersusun oleh serabut

somatomotorik dan sensorik serta sekretomotorik (parasimpatetik). Serabut-

serabut somatomotorik muncul dari daerah lateral pons menggabungkan diri

dengan berkas serabut sensorik yang dinamakan cabang mandibular ganglion

gasseri. Secara eferen, cabang mandibular keluar dari ruang intracranial melalui

foramen ovale dan tiba di fossa infratemporalis. Di situ nervus meningea media

(sensorik) yang mempersarafi meninges menggabungkan diri pada pangkal

cabang madibular. Di bagian depan fossa infratemporalis, cabang III N.V.

bercabang dua.

Yang satu terletak lebih belakang dari yang lain. Cabang belakang
merupakan pangkal dari saraf aferen dari kulit daun telinga (nervus
aurikulotemporalis), kulit yang menutupi rahang bawah, mukosa bibir bawah, dua
pertiga bagian depan lidah (nervus lingualis), glandula parotis dan gusi rahang
bawah ( nervus dentalis inferior) dan serabut eferen yang mempersarafi otot-otot
omohioideus dan bagian anterior muskulus digastrikus Cabang anterior dari
cabang madibular terdiri dari serabut aferen yang menghantarkan impuls dari kulit
dan mukosa pipi bagian bawah dan serabut eferen yang mempersyarafi otot-otot
temporalis, masseter, pterigoideus dan tensor timpani. Serabut-serabut aferen sel-
sel ganglion gasseri bersinaps di sepanjang wilayah inti nukleus sensibilis
prinsipalis (untuk raba dan tekan)serta nukleus spinalis nervi trigemini (untuk rasa
nyeri) dan dikenal sebagai tractus spinalis nervi trigemini. dan didekatnya terdapat
arteri a. Alveolaris inferior (4)

2.4 PATOFISIOLOGI

Patofisiologis terjadinya suatu neuralgia trigeminal adalah sesuai dengan etiologi


penyakit tersebut. Penyebab terjadinya neuralgia trigeminal adalah penekanan
mekanik oleh pembuluh darah, malformasi arteri vena disekitarnya, penekanan
oleh lesi atau tumor, sklerosis multipel, kerusakan secara fisik dari nervus

6
trigeminus yang disebabkan karena pembedahan atau infeksi, dan yang paling
sering yaitu secara idiopatik.

Penekanan mekanik pembuluh darah pada akar nervus ketika masuk ke brainstem
yang paling sering terjadi, sedangkan di atas bagian nervus trigeminus atau portio
minor jarang terjadi. Secara normal, pembuluh darah tidak bersinggungan dengan
nervus trigeminus. Penekanan ini dapat disebabkan oleh arteri atau vena baik
besar maupun kecil yang mungkin hanya menyentuh atau tertekuk pada nervus
trigeminus. Arteri yang sering menekan akar nervus ini adalah arteri serebelar
superior. Penekanan yang berulang menyebabkan iritasi dan akan mengakibatkan
hilangnya lapisan mielin (demielinisasi) pada serabut saraf. Akibatnya terjadi
peningkatan aktifitas aferen serabut saraf dan penghantaran sinyal abnormal ke
nukleus nervus trigeminus dan menimbulkan gejala neuralgia trigeminal. Teori ini
sama dengan patofisiologi terjadinya neuralgia trigeminal akibat suatu lesi atau
tumor yang menekan atau menyimpang ke nervus trigeminus (Kaufmann, 2001 ;
Bryce, 2004).

Pada kasus sklerosis multipel yaitu penyakit otak dan korda spinalis yang ditandai
dengan hilangnya lapisan mielin yang membungkus saraf, jika sudah melibatkan
sistem nervus trigeminus maka akan menimbulkan gejala neuralgia trigeminal.
Pada tipe ini sering terjadi secara bilateral dan cenderung terjadi pada usia muda
sesuai dengan kecenderungan terjadinya sklerosis multipel. Adanya perubahan
pada mielin dan akson diperkirakan akan menimbulkan potensial aksi ektopik
berupa letupan spontan pada saraf. Aktivitas ektopik ini terutama disebabkan
karena terjadinya perubahan ekspresi dan distribusi saluran ion natrium sehingga
menurunnya nilai ambang membran. Kemungkinan lain adalah adanya hubungan
ephaptic antar neuron, sehingga serabut saraf dengan nilai ambang rendah dapat
mengaktivasi serabut saraf yang lainnya dan timbul pula cross after discharge.
Selain itu, aktivitas aferen menyebabkan dikeluarkannya asam amino eksitatori
glutamat. Glutamat akan bertemu dengan reseptor glutamat alfa-amino-3-hidroxy-
5- methyl-4-isaxole propionic acid (AMPA) di post-sinap sehingga timbul

7
depolarisasi dan potensial aksi. Aktivitas yang meningkat akan disusul dengan
aktifnya reseptor glutamat lain N-Methyl-D-Aspartate (NMDA) setelah ion
magnesium yang menyumbat saluran di reseptor tersebut tidak ada. Keadaan ini
akan menyebabkan saluran ion kalsium teraktivasi dan terjadi peningkatan
kalsium intra seluler. Mekanisme inilah yang menerangkan terjadinya sensitisasi
sentral sehingga timbul nyeri.

2.5 KLASIFIKASI
Trigeminal neuralgia menurut International Headache Society, 1988 dibagi
atas 2 yaitu idiopatik dan simptomatik. (Olesen J et al, 1988)

Idiopatik Simptomatik

Nyeri bersifat paroksimal di daerah sensorik Nyeri terasa terus menerus di kawasan cabang

cabang oftalmikus atau cabang maksillaris oftalmikus, atau nervus infra-orbitalis

8
dan/atau cabang mandibularis

Timbulnya nyeri secara hilang timbul, serangan Nyerinya terus-menerus tidak hilang timbul,

pertama bisa berlangsung 30 menit dan serangan dengan puncak nyeri hilang timbul

berikutanya antara beberapa detik sampai 1

menit

Nyeri merupakan gejala tunggal dan utama Disamping nyeri terdapat juga

anestesia/hipestesia atau kelumpuhan saraf otak,

ganguan autonom

Penderitra berusia 45 tahun. lebih sering wanita Tidak memperlihatkan kecenderungan pada

dari pada laki-laki wanita atau pria dan tidak terbatas pada golongan

umur tertentu

2.6 Gambaran Klinis


Ciri khas neuralgia trigeminal adalah nyeri seperti tertusuk-tusuk singkat dan
paroksismal, yang untuk waktu yang lama biasanya terbatas pada salah satu
daerah persarafan cabang nervus V. Jika terbatas pada daerah yang dipersarafi
oleh salah satu cabang, kondisi yang ada dapat disebut neuralgia supraorbital,
infraorbital atau mandibular tergantung saraf yang terlibat. Cabang I jauh lebih
jarang terserang dan kadang-kadang setelah cabang II sudah terserang. Jika nyeri
berawal pada daerah yang dipersarafi cabang II atau III, biasanya akan menyebar
ke kedua cabang lainnya. Pada beberapa kasus dapat terjadi nyeri bilateral
walaupun sangat jarang terjadi bersamaan pada kedua sisi. Menurut definisi yang
ada, pasien akan bebas dari rasa nyeri di antara dua serangan paroksismal
beruruan , walaupun nyeri sisahan kadang kadang ada. Nyeri biasanya terbatas
pada disteribusi kutaseus cabang nV, tidak melintasi linea mediana dan dapat
dipicu oleh lebih dari satu titik pemicu. Nyeri dapat sangat dirasakan pada kening,
pipi, rahang atas atau bawah, atau lidah. Nyeri cenderung menyebar ke daerah

9
persarafan cabang lain. Penampakan klinis yang khas adalah nyeri dapat
dipresipitasi oleh sentuhan pada wajah , seperti saat cuci muka atau bercukur,
berbicara, mengunyah dan menelan. Nyeri yang timbul biasanya sangat berat
sehingga pasien sangat menderita. Nyeri seringkali menimbulkan spasme reflex
otot wajah yang terlibat sehingga disebut tic douloreaux, kemerahan pada wajah,
lakrimasi dan salivasi.(1)

2.7 Diagnosis

Pemeriksaan kesehatan dan riwayat gejalanya harus dilakukan bersama-


sama pemeriksaan lainnya. Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa yang
akurat, pemeriksaan klinis dan uji klinis untuk mengetahui secara pasti stimulus
pencetus dan lokasi nyeri saat pemeriksaan. Kriteria diagnosa dari trigeminal
neuralgia disesuaikan dengan yang dikemukakan oleh klasifikasi Internatianal
Headache Society 1988. (Olesen, 1988; Sharav, 2002; Brice, 2004) .

I. Anamnesis
Lokalisasi nyeri, untuk menentukan cabang nervus trigeminus yang
terkena
Menentukan waktu dimulainya trigeminal neuralgia dan
mekanisme pemicunya.
Menentukan interval bebas nyeri.
Menentukan lama, efek samping, dosis, dan respons terhadap
pengobatan.
Menanyakan riwayat penyakit herpes.
II. Pemeriksaan FIsik
Menilai sensasi pada ketiga cabang nervus trigeminus bilateral (termasuk
refleks kornea).
Menilai fungsi mengunyah (masseter) dan fungsi pterygoideus (membuka
mulut, deviasi dagu).
Menilai EOM.

Pemeriksaan penunjang lebih bertujuan untuk membedakan trigeminal


neuralgia yang idiopatik atau simptomatik. CT Scan kepala untuk melihat
keberadaan tumor. Sklerosis multiple dapat terlihat dengan Magnetic Resonance

10
Imaging (MRI). MRI ini sering digunakan sebelum tindakan pembedahan untuk
melihat kelainan pembuluh darah. Diagnosa trigeminal neuralgia dibuat dengan
mempertimbangkan riwayat kesehatan dan gambaran rasa sakitnya. Sementara
tidak ada pemeriksaan diagnostik yang dapat mempertegas adanya kelainan ini.

Teknologi CT Scan dan MRI sering digunakan untuk melihat adanya tumor
atau abnormalitas lain yang menyebabkan sakit tersebut. Pemeriksaan MRTA
(high-definition MRI angiography) pada nervus trigeminal dan brain stem dapat
menunjukkan daerah nervus yang tertekan oleh vena atau arteri. Sebagai
tambahan, dilakukan pemeriksaan fisik untuk menentukan stimuli pemicu, dan
lokasi yang pasti dari sakitnya. Pemeriksaan termasuk inspeksi komea, nostril,
gusi, lidah dan dipipi untuk melihat bagaimana daerah tersebut merespon
sentuhan dan perubahan suhu (panas dan dingin). (Brice DD, 2004)

2.8 PENATALAKSANAAN

Terapi Medikamentosa

Berdasarkan kesepakatan bahwa penanganan lini pertama untuk trigeminal


neulalgia adalah terapi medikamentosa. Tindakan bedah hanya dipertimbangkan
apabila terapi medikamentosa mengalami kegagalan (Losser,2001).

Setiap pasien memiliki toleransi yang berbeda terhadap obat-obatan dan rasa
sakitnya. Oleh karena itu, banyak faktor yang harus diperhatikan dalam pemberian
obat anti konvulsan untuk pengobatan trigeminal neuralgia. Pemberian obat
diberikan secara bertahap, diawali dengan dosis minimal, jika terjadi peningkatan
progresivitas rasa sakit maka dosis dinaikkan sampai dosis maksimal yang dapat
ditoleransi tubuh. Pada penggunaan dosis diatas minimal, dalam pengurangan
dosis, juga harus dilakukan secara bertahap.

Terapi Medikamentosa pada kasus Neuralgia Trigeminal antara lain adalah

11
sebagai berikut:

a. Obat antikonvulsan
Obat anti konvulsan dapat mengurangi serangan trigeminal neuralgia dengan
menurunkan hiperaktifitas nukleus nervus trigeminus di dalam brainstem
(Ganiswara, 1995; Peterson, 1998; Kaufmann AM, 2001; Sharav, 2002; Brice,
2004).

Obat-obatan jenis ini seperti karbamazepin (Tegretol) dan fenitoin (Dilantin)


berfungsi untuk mengurangi transmisi impuls pada ujung saraf tertentu, selain itu
juga bisa melegakan nyeri pada kebanyakan pasien. Cara yang dilakukan dalam
penanganan kasus neuralgia trigeminus adalah dengan memberikan tegretol yang
diminum bersamaan dengan makan, dengan dosis yang secara bertahap
ditingkatkan sampai diperoleh rasa lega. Setiap obat pasti memiliki efek samping,
sehingga kita harus mengamati efek samping termasuk mual, pusing, ngantuk, dan
disfungsi hepar (Baughman & Hackley, 2000).

Monitoring pasien terhadap depresi sumsum tulang belakang selama terapi oleh
jangka panjang juga sangat penting. Selain efek samping dari obat tegretol, obat
fenitonin juga sering menimbulkan efek samping seperti mual-mual, pusing,
somnolen, ataksia, dan alergi kulit.

Obat antikonvulsan secara rinci akan dibahas di bawah ini:


Karbamazepine (Tegretol)
Karbamazepine memperlihatkan efek analgesik yang selektif misalnya pada
dorsalis dan neuropati lainnya yang sukar diatasi dengan analgesik biasa.
Sebagian besar penderita trigeminal neuralgia mengalami penurunan sakit yang
berarti dengan menggunakan obat ini. Namun, potensi untuk menimbulkan efek
samping sangat luas khususnya gangguan darah seperti leukopeni, anemia aplastik
dan agranulositosis maka pasien yang akan diterapi dengan obat ini dianjurkan
untuk melakukan pemeriksaan nilai basal dari darah dan melakukan pemeriksaan

12
ulang selama pengobatan. Efek samping yang timbul dalam dosis yang besar yaitu
drowsiness, mental confusion, dizziness, nystagmus, ataxia, diplopia, nausea dan
anorexia. Terdapat juga reaksi serius yang tidak berhubungan dengan dosis yaitu
allergic skin rash, gangguan darah seperti leukopenia atau agranulocytosis, atau
aplastic anemia, keracunan hati, congestive heart failure (CHF), halusinasi dan
gangguan fungsi seksual.

Pemberian karbamazepine dihentikan jika jumlah leukosit abnormal (rendah). Jika


efek samping yang timbul parah, dosis karbamazepine perhari dapat dikurangi 1-3
perhari, sebelum mencoba menambah dosis perharinya lagi. Karbamazepine
diberikan dengan dosis berkisar 600-1200 mg, dimana hampir 70%
memperlihatkan perbaikan gejala. Meta analisa tegretol yang berisi
karbamazepine mempunyai number needed to treat (NNT) 2,6 (2,2-3,3). Dosis
dimulai dengan dosis minimal 1-2 pil perhari, yang secara bertahap dapat
ditambah hingga rasa sakit hilang atau mulai timbul efek samping. Selama periode
remisi dosis dapat dikurangi secara bertahap. Karbamazepine dapat dikombinasi
dengan fenitoin atau baklofen bila nyeri belum bisa diatasi, atau diubah ke obat
oxykarbazepine.

Oxykarbazepine (Trileptal)
Oxikarbazepine merupakan ketoderivat karbamazepine dimana mempunyai
efeksamping lebih rendah dibanding dengan karbamazepine dan dapat meredakan
nyeri dengan baik. Trileptal atau oxikarbazepine merupakan suatu bentuk dari
trigretol yang efektif untuk beberapa pasien trigeminal neuralgia. Dosis umumnya
dimulai dengan 2x300mg yang secara bertahap ditingkatkan untuk mengontrol
rasa sakitnya. Dosis maksimumnya 2400-3000mg perhari. Efek samping yang
paling sering adalah nausea, mual, dizziness, fatique dan tremor. Efek samping
yang jarang timbul yaitu rash, infeksi saluran pernafasan, pandangan ganda dan
perubahan elektrolit darah. Seperti obat anti-seizure lainnya, penambahan dan
pengurangan obat harus secara bertahap.

13
Phenytoin (Dilantin)
Phenitoin merupakan golongan hidantoin dimana gugus fenil atau aromatik
lainnya pada atom C5 penting untuk pengendalian bangkitan tonik-klonik.
Phenitoin berefek anti konvulsi tanpa menyebabkan depresi umum SSP. Sifat
antikonvulsan obat ini berdasarkan pada penghambatan penjalaran rangsang dari
fokus kebagian lain di otak. Efek stabilisasi membran sel lainnya yang juga
mudah terpacu misalnya sel sistem konduksi di jantung. Phenitoin juga
mempengaruhi perpindahan ion melintasi membran sel, dalam hal ini khususnya
dengan lebih mengaktifkan pompa Na+ neuron. Bangkitan tonik-klonik dan
beberapa bangkitan parsial dapat pulih secara sempurna.

Phenitoin harus hati-hati dalam mengkombinasikan dengan karbamazepine karena


dapat menurunkan dan kadang-kadang menaikkan kadar phenitoin dalam plasma,
sebaiknya diikuti dengan pengukuran kadar obat dalam plasma. Phenitoin dengan
kadar dalam serum 15-25 g/mL pada 25% pasien trigeminal neuralgia dapat
meredakan nyeri. Kadar obat tersebut diatas dipertahankan selama 3 minggu, jika
nyeri tidak berkurang sebaiknya obat dihentikan karena dosis yang lebih tinggi
akan menyebabkan toksisitas. Phenytoin dapat mengobati lebih dari setengah
penderita trigeminal neuralgia dengan dosis 300-500 mg dibagi dalam 3 dosis
perhari. Phenytoin dapat juga diberikan secara intra vena untuk mengobati
kelainan ini dengan eksaserbasi yang berat. Dosis maksimum tergantung
keparahan efek samping yang ditimbulkannya adalah nystagmus, dysarthria,
ophthalmoplegia dan juga mengantuk serta kebingungan. Efek lainnya adalah
hiperplasia gingiva dan hypertrichosis. Komplikasi serius tapi jarang terjadi
adalah allergic skin rashes, kerusakan liver dan gangguan darah.

Baklofen (Lioresal)
Baklofen tidaklah seefektif karbamazepine atau phenytoin, tetapi dapat
dikombinasi dengan obat-obat tersebut. Obat ini berguna pada pasien yang baru
terdiagnosa dengan rasa nyeri relatif ringan dan tidak dapat mentoleransi

14
karbamazepine. Dosis awalnya 2-3x5 mg dalam sehari, dan secara bertahap
ditingkatkan. Dosis untuk menghilangkan rasa sakit secara komplit 50-80 mg
perhari. Baklofen memiliki durasi yang pendek sehingga penderita trigeminal
neuralgia yang berat membutuhkan dosis setiap 2-4 jam. Efek samping yang
paling sering timbul karena pemakaian baklofen adalah mengantuk, pusing,
nausea dan kelemahan kaki. Baklofen tidak boleh dihentikan secara tiba-tiba
setelah pemakaian lama karena dapat terjadi halusinasi atau serangan jantung.

Gabapentin (Neurontin)
Gabapentin dengan struktur seperti neurotransmiter inhibitor gammaaminobutyric
acid (GABA). Obat ini kemungkinan bekerja dengan memodulasi saluran kalsium
pada alfa-2 delta subunit dari voltage-dependent calcium chanel. Dosis yang
dianjurkan 1200-3600 mg/hari. Obat ini hampir sama efektifnya dengan
karbamazepine tetapi efek sampingnya lebih sedikit. Dosis awal biasanya 3x300
mg/hari dan ditambah hingga dosis maksimal. Reaksi merugikan paling sering
adalah somnolen, ataksia, fatique dan nystagmus. Seperti semua obat, penghentian
secara cepat harus dihindari.

Injeksi alkohol
Selain menggunakan obat-obat di atas biasanya juga menggunakan injeksi
alkohol. Cara melakukan injeksi alkohol pada kasus neuralgia trigeminal adalah
sebagai berikut:
Injeksi pada ganglion gasserian dan cabang perifer dari saraf trigeminal.
Mengurangi nyeri selama beberapa bulan.

Terapi non-medikamentaosa

Diberikan jika pasien sudah tidak dapat berespons dengan obat-obatan ataupun

15
pasien yang perlahan-lahan mulai memperlihatkan gejala resistansi dengan terapi

obat.(11)

I. Injeksi

Jika nyeri terbatas pada daerah persebaran saraf supraorbital dan infraorbital,

injeksi alkohol atau fenol seringkali dapat memberikan kelegaan yang bertahan

berbulan-bulan hingga menahun. Setelah itu, injeksi harus diulang jika nyeri

rekuren. Sayangnya, injeksi berikutnya lebih sulit dilakukan akibat sikatriks yang

timbul akibat injeksi sebelumnya. Walaupun begitu, terapi injeksi cukup berguna

untuk menghindari operasi selama beberapa waktu dan pada waktu bersamaan

membiasakan pasien dengan efek samping yang tidak terhindarkan yang dapat

ditimbulkan oleh operasi, utamanya hilang rasa.(1,6)

II. Operatif

Operasi klasik untuk penyakit ini bertujuan membagi ganglion sensorik nervus
trigeminus yang terletak proksimal dari ganglion Gasseri pada fossa crania
medialis. Ganglion motorik tetap tidak mendapat intervensi dan dengan
menyisakan serabut saraf bagian atas, pasien tetap dapat merasa pada daerah yang
dipersarafi cabang I. sehingga serabut saraf sensorik kornea dan reflex kornea
tetap normal. Rasa nyeri dan raba akan hilang selamanya pada daerah yang
dipersarafi serabut saraf yang diinsisi. Jika saraf perifer diinsisi di distal ganglion
Gasseri, dapat terjadi regenerasi sehingga nyeri muncul lagi. Cabang sensorik
juga dapat dibagi di dalam fossa kranial posterior di mana serabut tersebut
bergabung dengan pons. Dengan pendekatan yang serupa, tractus medulla
desendens nervus trigeminus dapat dipotong pada medulla. Karena traktus ini
hany mengandung serabut saraf nyeri, sensasi sentuh tetap dipertahankan.
Tractotomi jauh lebih berbahaya dengan hasil tidak pasti disbanding pembelahan
cabang sensorik sehingga biasanya dilakukan hanya pada kondisi-kondisi tertentu
seperti jika nyeri terbatas pada nervus supraorbitalis dan reflex kornea ingin

16
dipertahankan, atau terdapat keterlibatan bilateral dan cabang motorik ingin
dipastikan bertahan.(6)

2.9 Diagnosa Banding

Neuralgia trigeminal harus dibedakan dari tipe nyeri lainnya yang muncul

pada wajah dan kepala.(6)

Nyeri neuralgia postherpetikum dapat menyerupai neuralgia trigeminal, tetapi

adanya eskar bekas erupsi vesikel dapat mengarahkan kepada neuralgia

postherpetikum. Neuralgia postherpetikum pada wajah biasanya terbatas pada

daerah yang dipersarafi oleh nervus trigeminus cabang pertama.(1,5)

Sindrom Costen yang bermanifestasi sebagai nyeri menjalar ke rahang bawah dan

pelipis saat mengunya) dapat menyerupai neuralgia trigeminal tetapi hanya dipicu

oleh proses mengunyah; biasanya disebabkan oleh artrosis temporomandibular

dan maloklusi gigi.(1)

Nyeri psikogenik daerah wajah sering menyebabkan kesulitan diagnosis. Sindrom

yang disebut neuralgia fasial atipik ini (nyeri wajah atipikal) sering ditemukan

pada wanita muda atau setengah baya. Nyeri bersifat tumpul dan menetap, sering
kali unilateral pada rahang atas (walaupun dapat menyebar ke bagian lain kepala

dan leher) dan biasanya dihubungkan dengan manifestasi ansietas kronik dan

depresi. Tanda-tanda fisis tidak ditemukan dan pemberian analgetika tidak

mempan. Perbaikan biasanya diperoleh dengan penggunaan antidepresan dan obat

penenang oleh karena itu, penentuan diagnosis harus sebaik mungkin (1)

Neuralgia migrainosa (nyeri kepala sebelah) dapat menyebabkan nyeri


paroksismal berat pada daerah persarafan trigeminal tetapi dapat dibedakan
berdasarkan periode, ketiadaan faktor pencetus dan durasi tiap nyeri paroksismal
yang lebih lama.(1,6)

17
2.10 PROGNOS

Neuralgia trigeminal bukan merupakan penyakit yang mengancam nyawa.


Namun, neuralgia trigeminal cenderung memburuk bersama dengan perjalanan
penyakit dan banyak pasien yang sebelumnya diobati dengan tatalaksana
medikamentosa harus dioperasi pada akhirnya. Banyak dokter menyarankan
operasi seperti dekompresi mikrovaskular pada awal penyakit untuk menghindari
jejas demyelinasi. Namun, masih ada perdebatan dan ketidakpastian mengenai
penyebab neuralgia trigeminal, serta mekanisme dan faedah dari pengobatan yang
memberikan kelegaan pada banyak pasien.(2).

18
BAB III
PENUTUP

Trigeminal neuralgia adalag sindrom nyeri pada awajah pada area


persarafan Nervus Trigeminus pada satu cabang atau lebih, secara paroksismal
berupa nyeri tajam yang tidak diketahui penyebabnya dan biasanya terjadi pada
umur 40 tahun keatas. Sering pada perempuan dibanding laki-laki dan muncul
pada usia diatas 40 tahun.

Nervus Trigeminus merupakan saraf sensoris utama kepala dan saraf otot-
otot pengunyah dan juga menegangkan palatum molle dan membran tympani.

Trigeminal neuralgia kadang disebabkan oleh penekanan arteri terhadap


saraf yang terletak di dekat otak. Pada keadaan ini dilakukan pembedahan untuk
memisahkan arteri dari saraf untuk mengurangi nyeri.

Serangan trigeminal neuralgia dapat berlangsung dalam beberapa deitik


sampai semenit, unilateral (97%), paling sering pada cabang ke 2 dan 3. Beberapa
orang merasakan sakit ringan, kadang terasa seperti ditusuk. Sementara yang lain
merasakan nyeri yang cukup berat, seperti nyeri saat disetrum listrik, nyeri yang
muncul mendadak, berat seperti sengatan listrik, biasanya pada satu sisi rahang
atau pipi. Pada beberapa penderita, nyeri berkurang pada malam hari atau pada
saat penderita berbaring. Serangan ini hilang timbul. Namun bisa juga menyerang
setiap hari atau sepanjang minggu.

19
KESIMPULAN
Trigeminal neuralgia merupakan salah satu kelanan nyeri orofasial yang
disebabkan adanya gangguan nervus trigeminus. Kelainan ini sangat mengganggu,
sehingga dapat menurunkan kualitas hidup pasien.
Trigeminal neuralgia seyogyanya dapat dibedakan dengan nyeri
wajah
lainnya. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa yang akurat dan mengetahui
secara pasti stimulus pencetus dan lokasi nyeri saat pemeriksaan. Kriteria
diagnosa
dari trigeminal neuralgia disesuaikan dengan yang dikemukakan oleh klasifikasi
Internasional Headache Society 1988.
Penanganan lini pertama untuk trigeminal neuralgia adalah terapi dengan obat-
obatan. Tindakan bedah hanya dipertimbangkan apabila terapi dengan obat-obatan
mengalami kegagalan. Hampir 80% terapi dengan obat-obatan dapat mengurangi
penderitaan pasien.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Walton, Sir John. Brains Disease of Nervous System. New York: Oxford

Universiy Press; 1985.p.110-2

2. Turkingston, Carol A. Trigeminal Neuralgia. In: Stacey L C and Brigham N,

editors. The Gale Encyclopedia Of Neurological Disorder. Detroit: Thomson

Gale; 2006.p.875-7.

3. Huff S J. Trigeminal Neuralgia. [Online] 2010 [cited 2011 January 31]:[1

screen]. Available from: URL: http://emedicine.org/trigeminal-neuralgia.htm

4. Marjono, Mahar and Priguna Sidharta. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian

Rakyat; 1988.p.149-59

5. Merrit H H. A Textbook Of Neurology 5th ed. Philadelphia: Lea and Febiger;


1973.p.365-8

6. Kane CA and Walter W. Craniofacial Neuralgia. In: Baker A B. Clinical

Neurology. New York: Harper and Row; 1965.p.1897-904

7. Ropper AH and Robert H B. Adams And Victors Principles Of Neurology

8th ed. New York: McGraw-Hill; 2006.p.161-3

8. Mumenthaler M, Heinrich M, and Ethan T. Fundamentals Of Neurology An

Illustrated Guide. New York: Thieme; 2006.p.253-4

9. Institute of Physiology and Pathophysiology, Johannes Gutenberg-

University, Mainz, Germany. Handbook of Clinical Neurology, 2007; Pain and

hyperalgesia: definitions and theories.p.11

21
10. J Stephen Huff, MD; Chief Editor: Rick Kulkarni, MD, Medscape reference.

Disease, drugs, and Procedure. Trigeminal Neuralgia in Emergency Medicine.

11. Siccoli MM, Bassetti CL, Sndor PS. Facial pain: clinical differential

diagnosis. Lancet Neurology 2006; 5: 257-67; Mengenal Neuralgia Trigeminal:

Nyeri Hebat Sesisi Wajah.

12. Jyotsna Nagda And Zahid H. Bajwa; Principles & Practice of Pain

Medicine , 2nd Edition; Classification of pain.


13. Benetto luke, peter nikunj and fuller geraint; neurology; neuralgia trigeminal

22

Вам также может понравиться