Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
Neuralgia trigeminal terdiri atas dua kata; Neuralgia berasal dari bahasa Yunani;
yaitu awalan "neuro-"yang berarti terkait dengan saraf, dan akhiran "-algia" yang
berarti nyeri. Yang mana definisi nyeri menurut Association for the Study of Pain
(IASP) has gained widespread acceptance (Merskey et al., 1979) adalah "Suatu
Umumnya nyeri terbahagi kepada dua tipe, yaitu nyeri nociceptive dan nyeri non-
yang rusak, akibat daripada aktivasi atau sensitasi pada receptor nociceptor di
perifer. Nyeri nociceptive terbahagi lagi kepada nyeri somatic dan nyeri viscera,
yang mana mampu dibedakan melalui kualiti suatu nyeri dan manifestasinya.(12)
Nyeri non-nociceptive pula dibahagikan juga kepada nyeri neuropatic dan nyeri
idiopathic. Nyeri neuropathic adalah primer akibat rusaknya struktur pada neural
samada pada system saraf perifer atau sistem saraf pusat. Nyeri idiopathic atau
nyeri.(12)
Neuralgia trigeminal adalah kelainan yang ditandai oleh serangan nyeri berat
paroksismal dan singkat dalam cakupan persarafan satu atau lebih cabang nervus
menyebabkan nyeri wajah yang berat. Penyakit ini juga dikenal sebagai tic
1
Neuralgia pada penyakit ini disertai dengan nyeri yang berat dan menusuk pada
rahang dan wajah, biasanya pada satu sisi dari rahang atau pipi, yang biasanya
terjadi dalam beberapa detik. Dan nyerinya selalunya unilateral dan mengikuti
distribusi sensoris dari nervus kranial V, khas mengenai daerah maksila (V.2) atau
mandibula (V.3). Pemeriksaan fisis biasanya dapat mengeliminasi diagnosa
alternatif. Tanda dari disfungsi nervus kranialis atau abnormalitas neurologis yang
lain menyingkirkan diagnosis dari neuralgia trigeminal idiopatik. dan mungkin
menandakan nyeri sekunder yang dirasakan akibat lesi struktural.(2, 3)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Neuralgia adalah nyeri seperti ditusuk yang timbul sesekali, namun singkat
dan berat yang terjadi di sepanjang distribusi suatu saraf. Neuralgia trigeminal
(NT) adalah neuralgia pada saraf trigeminal (saraf kranial kelima) yang
bertanggung jawab untuk sensasi di wajah. Trigeminal neuralgia (Nyeri Wajah)
2
ditandai oleh episode singkat nyeri wajah yang kuat, menusuk, dan seperti aliran
listrik.
2.2 ETIOLOGI
Mengenai etiologi sampai sekarang juga masih belum jelas, seperti yang
disebutkan diatas tadi tetapi ada beberapa penyebab yang berhubungan dengan
gigi, dari berbagai kepustakaan disebut sebagai berikut. Seperti diketahui N. V
merupakan satu-satunya serabut saraf yang kemungkinan selalu dihadapkan
dengan keadaan sepsis sepanjang hidup. Keadaan sepsis tersebut dapat berupa
karies gigi, abses, sinusitis, pencabutan gigi oleh berbagai sebab, infeksi
periodontal, yang kesemuanya diperkirakan dapat menjadi penyebab NT. Akan
tetapi bukti lain menunjukkan banyak juga penderita dengan infeksi disekitar
mulut, cabut gigi yang tidak menderita NT. Disisi lain, tidak jarang pula penderita
NT yang ditemukan tanpa menderita infeksi seperti tersebut diatas. (Meliala,
2001)
3
2.3 Anatomi & Fisiologi
perasaan proprioseptif. Kawasannya ialah wajah dan mukosa lidah dan rongga
mulut serta lidah, dan rongga hidung. Impuls proprioseptif, terutama berasal dari
4
Cabang pertama N.V. ialah cabang oftalmikus. Ia menghantarkan impuls
protopatik dari bola mata serta rung orbita, kulit dahi sampai vertex. Impuls
menjadi seberkas saraf yang dikenal sebagai nervus nasosiliaris. Berkas saraf yang
saraf, yakni nervus frontali, nervus nasosiliaris dan nervus lakrimalis saling
mendekat pada fisura orbitalis superior dan di belakang fisura tersebut bergabung
Cabang kedua ialah cabang maksilaris yang hanya tersusun oleh serabut-
atas, ruang nasofarings, sinus maksilaris, palatum molle dan atap rongga mulut.
mukosa cavum nasi dan rahang atas serta geligi atas juga bergabung dalam saraf
ini dan setelahnya disebut nervus maksilaris, cabang II N.V. Ia masuk ke dalam
5
Cabang mandibularis (cabang III N.V. tersusun oleh serabut
gasseri. Secara eferen, cabang mandibular keluar dari ruang intracranial melalui
foramen ovale dan tiba di fossa infratemporalis. Di situ nervus meningea media
bercabang dua.
Yang satu terletak lebih belakang dari yang lain. Cabang belakang
merupakan pangkal dari saraf aferen dari kulit daun telinga (nervus
aurikulotemporalis), kulit yang menutupi rahang bawah, mukosa bibir bawah, dua
pertiga bagian depan lidah (nervus lingualis), glandula parotis dan gusi rahang
bawah ( nervus dentalis inferior) dan serabut eferen yang mempersarafi otot-otot
omohioideus dan bagian anterior muskulus digastrikus Cabang anterior dari
cabang madibular terdiri dari serabut aferen yang menghantarkan impuls dari kulit
dan mukosa pipi bagian bawah dan serabut eferen yang mempersyarafi otot-otot
temporalis, masseter, pterigoideus dan tensor timpani. Serabut-serabut aferen sel-
sel ganglion gasseri bersinaps di sepanjang wilayah inti nukleus sensibilis
prinsipalis (untuk raba dan tekan)serta nukleus spinalis nervi trigemini (untuk rasa
nyeri) dan dikenal sebagai tractus spinalis nervi trigemini. dan didekatnya terdapat
arteri a. Alveolaris inferior (4)
2.4 PATOFISIOLOGI
6
trigeminus yang disebabkan karena pembedahan atau infeksi, dan yang paling
sering yaitu secara idiopatik.
Penekanan mekanik pembuluh darah pada akar nervus ketika masuk ke brainstem
yang paling sering terjadi, sedangkan di atas bagian nervus trigeminus atau portio
minor jarang terjadi. Secara normal, pembuluh darah tidak bersinggungan dengan
nervus trigeminus. Penekanan ini dapat disebabkan oleh arteri atau vena baik
besar maupun kecil yang mungkin hanya menyentuh atau tertekuk pada nervus
trigeminus. Arteri yang sering menekan akar nervus ini adalah arteri serebelar
superior. Penekanan yang berulang menyebabkan iritasi dan akan mengakibatkan
hilangnya lapisan mielin (demielinisasi) pada serabut saraf. Akibatnya terjadi
peningkatan aktifitas aferen serabut saraf dan penghantaran sinyal abnormal ke
nukleus nervus trigeminus dan menimbulkan gejala neuralgia trigeminal. Teori ini
sama dengan patofisiologi terjadinya neuralgia trigeminal akibat suatu lesi atau
tumor yang menekan atau menyimpang ke nervus trigeminus (Kaufmann, 2001 ;
Bryce, 2004).
Pada kasus sklerosis multipel yaitu penyakit otak dan korda spinalis yang ditandai
dengan hilangnya lapisan mielin yang membungkus saraf, jika sudah melibatkan
sistem nervus trigeminus maka akan menimbulkan gejala neuralgia trigeminal.
Pada tipe ini sering terjadi secara bilateral dan cenderung terjadi pada usia muda
sesuai dengan kecenderungan terjadinya sklerosis multipel. Adanya perubahan
pada mielin dan akson diperkirakan akan menimbulkan potensial aksi ektopik
berupa letupan spontan pada saraf. Aktivitas ektopik ini terutama disebabkan
karena terjadinya perubahan ekspresi dan distribusi saluran ion natrium sehingga
menurunnya nilai ambang membran. Kemungkinan lain adalah adanya hubungan
ephaptic antar neuron, sehingga serabut saraf dengan nilai ambang rendah dapat
mengaktivasi serabut saraf yang lainnya dan timbul pula cross after discharge.
Selain itu, aktivitas aferen menyebabkan dikeluarkannya asam amino eksitatori
glutamat. Glutamat akan bertemu dengan reseptor glutamat alfa-amino-3-hidroxy-
5- methyl-4-isaxole propionic acid (AMPA) di post-sinap sehingga timbul
7
depolarisasi dan potensial aksi. Aktivitas yang meningkat akan disusul dengan
aktifnya reseptor glutamat lain N-Methyl-D-Aspartate (NMDA) setelah ion
magnesium yang menyumbat saluran di reseptor tersebut tidak ada. Keadaan ini
akan menyebabkan saluran ion kalsium teraktivasi dan terjadi peningkatan
kalsium intra seluler. Mekanisme inilah yang menerangkan terjadinya sensitisasi
sentral sehingga timbul nyeri.
2.5 KLASIFIKASI
Trigeminal neuralgia menurut International Headache Society, 1988 dibagi
atas 2 yaitu idiopatik dan simptomatik. (Olesen J et al, 1988)
Idiopatik Simptomatik
Nyeri bersifat paroksimal di daerah sensorik Nyeri terasa terus menerus di kawasan cabang
8
dan/atau cabang mandibularis
Timbulnya nyeri secara hilang timbul, serangan Nyerinya terus-menerus tidak hilang timbul,
pertama bisa berlangsung 30 menit dan serangan dengan puncak nyeri hilang timbul
menit
Nyeri merupakan gejala tunggal dan utama Disamping nyeri terdapat juga
ganguan autonom
Penderitra berusia 45 tahun. lebih sering wanita Tidak memperlihatkan kecenderungan pada
dari pada laki-laki wanita atau pria dan tidak terbatas pada golongan
umur tertentu
9
persarafan cabang lain. Penampakan klinis yang khas adalah nyeri dapat
dipresipitasi oleh sentuhan pada wajah , seperti saat cuci muka atau bercukur,
berbicara, mengunyah dan menelan. Nyeri yang timbul biasanya sangat berat
sehingga pasien sangat menderita. Nyeri seringkali menimbulkan spasme reflex
otot wajah yang terlibat sehingga disebut tic douloreaux, kemerahan pada wajah,
lakrimasi dan salivasi.(1)
2.7 Diagnosis
I. Anamnesis
Lokalisasi nyeri, untuk menentukan cabang nervus trigeminus yang
terkena
Menentukan waktu dimulainya trigeminal neuralgia dan
mekanisme pemicunya.
Menentukan interval bebas nyeri.
Menentukan lama, efek samping, dosis, dan respons terhadap
pengobatan.
Menanyakan riwayat penyakit herpes.
II. Pemeriksaan FIsik
Menilai sensasi pada ketiga cabang nervus trigeminus bilateral (termasuk
refleks kornea).
Menilai fungsi mengunyah (masseter) dan fungsi pterygoideus (membuka
mulut, deviasi dagu).
Menilai EOM.
10
Imaging (MRI). MRI ini sering digunakan sebelum tindakan pembedahan untuk
melihat kelainan pembuluh darah. Diagnosa trigeminal neuralgia dibuat dengan
mempertimbangkan riwayat kesehatan dan gambaran rasa sakitnya. Sementara
tidak ada pemeriksaan diagnostik yang dapat mempertegas adanya kelainan ini.
Teknologi CT Scan dan MRI sering digunakan untuk melihat adanya tumor
atau abnormalitas lain yang menyebabkan sakit tersebut. Pemeriksaan MRTA
(high-definition MRI angiography) pada nervus trigeminal dan brain stem dapat
menunjukkan daerah nervus yang tertekan oleh vena atau arteri. Sebagai
tambahan, dilakukan pemeriksaan fisik untuk menentukan stimuli pemicu, dan
lokasi yang pasti dari sakitnya. Pemeriksaan termasuk inspeksi komea, nostril,
gusi, lidah dan dipipi untuk melihat bagaimana daerah tersebut merespon
sentuhan dan perubahan suhu (panas dan dingin). (Brice DD, 2004)
2.8 PENATALAKSANAAN
Terapi Medikamentosa
Setiap pasien memiliki toleransi yang berbeda terhadap obat-obatan dan rasa
sakitnya. Oleh karena itu, banyak faktor yang harus diperhatikan dalam pemberian
obat anti konvulsan untuk pengobatan trigeminal neuralgia. Pemberian obat
diberikan secara bertahap, diawali dengan dosis minimal, jika terjadi peningkatan
progresivitas rasa sakit maka dosis dinaikkan sampai dosis maksimal yang dapat
ditoleransi tubuh. Pada penggunaan dosis diatas minimal, dalam pengurangan
dosis, juga harus dilakukan secara bertahap.
11
sebagai berikut:
a. Obat antikonvulsan
Obat anti konvulsan dapat mengurangi serangan trigeminal neuralgia dengan
menurunkan hiperaktifitas nukleus nervus trigeminus di dalam brainstem
(Ganiswara, 1995; Peterson, 1998; Kaufmann AM, 2001; Sharav, 2002; Brice,
2004).
Monitoring pasien terhadap depresi sumsum tulang belakang selama terapi oleh
jangka panjang juga sangat penting. Selain efek samping dari obat tegretol, obat
fenitonin juga sering menimbulkan efek samping seperti mual-mual, pusing,
somnolen, ataksia, dan alergi kulit.
12
ulang selama pengobatan. Efek samping yang timbul dalam dosis yang besar yaitu
drowsiness, mental confusion, dizziness, nystagmus, ataxia, diplopia, nausea dan
anorexia. Terdapat juga reaksi serius yang tidak berhubungan dengan dosis yaitu
allergic skin rash, gangguan darah seperti leukopenia atau agranulocytosis, atau
aplastic anemia, keracunan hati, congestive heart failure (CHF), halusinasi dan
gangguan fungsi seksual.
Oxykarbazepine (Trileptal)
Oxikarbazepine merupakan ketoderivat karbamazepine dimana mempunyai
efeksamping lebih rendah dibanding dengan karbamazepine dan dapat meredakan
nyeri dengan baik. Trileptal atau oxikarbazepine merupakan suatu bentuk dari
trigretol yang efektif untuk beberapa pasien trigeminal neuralgia. Dosis umumnya
dimulai dengan 2x300mg yang secara bertahap ditingkatkan untuk mengontrol
rasa sakitnya. Dosis maksimumnya 2400-3000mg perhari. Efek samping yang
paling sering adalah nausea, mual, dizziness, fatique dan tremor. Efek samping
yang jarang timbul yaitu rash, infeksi saluran pernafasan, pandangan ganda dan
perubahan elektrolit darah. Seperti obat anti-seizure lainnya, penambahan dan
pengurangan obat harus secara bertahap.
13
Phenytoin (Dilantin)
Phenitoin merupakan golongan hidantoin dimana gugus fenil atau aromatik
lainnya pada atom C5 penting untuk pengendalian bangkitan tonik-klonik.
Phenitoin berefek anti konvulsi tanpa menyebabkan depresi umum SSP. Sifat
antikonvulsan obat ini berdasarkan pada penghambatan penjalaran rangsang dari
fokus kebagian lain di otak. Efek stabilisasi membran sel lainnya yang juga
mudah terpacu misalnya sel sistem konduksi di jantung. Phenitoin juga
mempengaruhi perpindahan ion melintasi membran sel, dalam hal ini khususnya
dengan lebih mengaktifkan pompa Na+ neuron. Bangkitan tonik-klonik dan
beberapa bangkitan parsial dapat pulih secara sempurna.
Baklofen (Lioresal)
Baklofen tidaklah seefektif karbamazepine atau phenytoin, tetapi dapat
dikombinasi dengan obat-obat tersebut. Obat ini berguna pada pasien yang baru
terdiagnosa dengan rasa nyeri relatif ringan dan tidak dapat mentoleransi
14
karbamazepine. Dosis awalnya 2-3x5 mg dalam sehari, dan secara bertahap
ditingkatkan. Dosis untuk menghilangkan rasa sakit secara komplit 50-80 mg
perhari. Baklofen memiliki durasi yang pendek sehingga penderita trigeminal
neuralgia yang berat membutuhkan dosis setiap 2-4 jam. Efek samping yang
paling sering timbul karena pemakaian baklofen adalah mengantuk, pusing,
nausea dan kelemahan kaki. Baklofen tidak boleh dihentikan secara tiba-tiba
setelah pemakaian lama karena dapat terjadi halusinasi atau serangan jantung.
Gabapentin (Neurontin)
Gabapentin dengan struktur seperti neurotransmiter inhibitor gammaaminobutyric
acid (GABA). Obat ini kemungkinan bekerja dengan memodulasi saluran kalsium
pada alfa-2 delta subunit dari voltage-dependent calcium chanel. Dosis yang
dianjurkan 1200-3600 mg/hari. Obat ini hampir sama efektifnya dengan
karbamazepine tetapi efek sampingnya lebih sedikit. Dosis awal biasanya 3x300
mg/hari dan ditambah hingga dosis maksimal. Reaksi merugikan paling sering
adalah somnolen, ataksia, fatique dan nystagmus. Seperti semua obat, penghentian
secara cepat harus dihindari.
Injeksi alkohol
Selain menggunakan obat-obat di atas biasanya juga menggunakan injeksi
alkohol. Cara melakukan injeksi alkohol pada kasus neuralgia trigeminal adalah
sebagai berikut:
Injeksi pada ganglion gasserian dan cabang perifer dari saraf trigeminal.
Mengurangi nyeri selama beberapa bulan.
Terapi non-medikamentaosa
Diberikan jika pasien sudah tidak dapat berespons dengan obat-obatan ataupun
15
pasien yang perlahan-lahan mulai memperlihatkan gejala resistansi dengan terapi
obat.(11)
I. Injeksi
Jika nyeri terbatas pada daerah persebaran saraf supraorbital dan infraorbital,
injeksi alkohol atau fenol seringkali dapat memberikan kelegaan yang bertahan
berbulan-bulan hingga menahun. Setelah itu, injeksi harus diulang jika nyeri
rekuren. Sayangnya, injeksi berikutnya lebih sulit dilakukan akibat sikatriks yang
timbul akibat injeksi sebelumnya. Walaupun begitu, terapi injeksi cukup berguna
untuk menghindari operasi selama beberapa waktu dan pada waktu bersamaan
membiasakan pasien dengan efek samping yang tidak terhindarkan yang dapat
II. Operatif
Operasi klasik untuk penyakit ini bertujuan membagi ganglion sensorik nervus
trigeminus yang terletak proksimal dari ganglion Gasseri pada fossa crania
medialis. Ganglion motorik tetap tidak mendapat intervensi dan dengan
menyisakan serabut saraf bagian atas, pasien tetap dapat merasa pada daerah yang
dipersarafi cabang I. sehingga serabut saraf sensorik kornea dan reflex kornea
tetap normal. Rasa nyeri dan raba akan hilang selamanya pada daerah yang
dipersarafi serabut saraf yang diinsisi. Jika saraf perifer diinsisi di distal ganglion
Gasseri, dapat terjadi regenerasi sehingga nyeri muncul lagi. Cabang sensorik
juga dapat dibagi di dalam fossa kranial posterior di mana serabut tersebut
bergabung dengan pons. Dengan pendekatan yang serupa, tractus medulla
desendens nervus trigeminus dapat dipotong pada medulla. Karena traktus ini
hany mengandung serabut saraf nyeri, sensasi sentuh tetap dipertahankan.
Tractotomi jauh lebih berbahaya dengan hasil tidak pasti disbanding pembelahan
cabang sensorik sehingga biasanya dilakukan hanya pada kondisi-kondisi tertentu
seperti jika nyeri terbatas pada nervus supraorbitalis dan reflex kornea ingin
16
dipertahankan, atau terdapat keterlibatan bilateral dan cabang motorik ingin
dipastikan bertahan.(6)
Neuralgia trigeminal harus dibedakan dari tipe nyeri lainnya yang muncul
Sindrom Costen yang bermanifestasi sebagai nyeri menjalar ke rahang bawah dan
pelipis saat mengunya) dapat menyerupai neuralgia trigeminal tetapi hanya dipicu
yang disebut neuralgia fasial atipik ini (nyeri wajah atipikal) sering ditemukan
pada wanita muda atau setengah baya. Nyeri bersifat tumpul dan menetap, sering
kali unilateral pada rahang atas (walaupun dapat menyebar ke bagian lain kepala
dan leher) dan biasanya dihubungkan dengan manifestasi ansietas kronik dan
penenang oleh karena itu, penentuan diagnosis harus sebaik mungkin (1)
17
2.10 PROGNOS
18
BAB III
PENUTUP
Nervus Trigeminus merupakan saraf sensoris utama kepala dan saraf otot-
otot pengunyah dan juga menegangkan palatum molle dan membran tympani.
19
KESIMPULAN
Trigeminal neuralgia merupakan salah satu kelanan nyeri orofasial yang
disebabkan adanya gangguan nervus trigeminus. Kelainan ini sangat mengganggu,
sehingga dapat menurunkan kualitas hidup pasien.
Trigeminal neuralgia seyogyanya dapat dibedakan dengan nyeri
wajah
lainnya. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa yang akurat dan mengetahui
secara pasti stimulus pencetus dan lokasi nyeri saat pemeriksaan. Kriteria
diagnosa
dari trigeminal neuralgia disesuaikan dengan yang dikemukakan oleh klasifikasi
Internasional Headache Society 1988.
Penanganan lini pertama untuk trigeminal neuralgia adalah terapi dengan obat-
obatan. Tindakan bedah hanya dipertimbangkan apabila terapi dengan obat-obatan
mengalami kegagalan. Hampir 80% terapi dengan obat-obatan dapat mengurangi
penderitaan pasien.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Walton, Sir John. Brains Disease of Nervous System. New York: Oxford
Gale; 2006.p.875-7.
4. Marjono, Mahar and Priguna Sidharta. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian
Rakyat; 1988.p.149-59
21
10. J Stephen Huff, MD; Chief Editor: Rick Kulkarni, MD, Medscape reference.
11. Siccoli MM, Bassetti CL, Sndor PS. Facial pain: clinical differential
12. Jyotsna Nagda And Zahid H. Bajwa; Principles & Practice of Pain
22