Вы находитесь на странице: 1из 12

PENATALAKSANAAN PEMERIKSAAN PELVIS METODE JUDET VIEW

PADA PASIEN POST PROSTHESIS DI INSTALASI RADIOLOGI RS SANTO


BORROMEUS BANDUNG

Kresensia Paskahlina Kuna1, Yohannes Priyono, S.ST2, Eka Putra Syarif H, S.Pd,
M.Kes3, Dra. Hj. Gando Sari, M.Kes4

1. Mahasiswa Tingkat 3 Semester 6 program Diploma 3 Teknik Radiodiagnostik


dan Radioterapi Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Jakarta II
2. Instruktur PKN Instalasi Radiologi RS Santo Borromeus Bandung
3. Dosen Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Politeknik Kesehatan Jakarta II
4. Dosen Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Politeknik Kesehatan Jakarta II

Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi, Politeknik Kesehatan Kementerian


Kesehatan Jakarta II, Jakarta
Email : kresensiapascalina@gmail.com

ABSTRACT

Background : Judets view examination is one of the pelvic series method that used to show rim of the
acetabulum and hip joint. Indications of this examination include an evaluation of acetabular fractures and
hip dislocation.

Objective : The purpose of this study is to describe the procedure, radiography techniques, and the
radiographic results of judets view examination that perfomed on post hip prosthesis patient.

Method : The observation method that used in this study intend to observe the procedures of the
examination. The instrument of this study is a worksheet to record important things during the examination
procedures.

Results : The examination was performed on one of the post hip prosthesis patients at Saint Borromeus
Hospital Bandung. The results obtained are by this method it can show the prosthesis shifts found in the
right hip joint of the patient and show the structures of pelvic bones that have an inflammation.

Conclusion : A judets view pelvic examination is an additional radiographic projection when there are
suspicion of an acetabular fractures, trauma, or hip dislocation. This examination include both right and
left AP oblique positions with the midpoint on upside (obturator view) and downside (iliac view) of the
acetabulum on indicated hip joint. In addition, this examination may be used to assess the location of the
prosthesis in the patient's joints as this method is relatively safe and convenient for patients, especially in
those with acute pelvic trauma.

Keywords : judets, prostesis, acetabulum, obturator, iliac


ABSTRAK

Pendahuluan : pemeriksaan pelvis judet view merupakan salah satu metode yang digunakan dalam
pemeriksaan radiografi pelvis untuk melihat daerah sekitar acetabulum dan hip joint. Salah satu indikasi
pemeriksaan ini adalah untuk mengevaluasi adanya fraktur acetabulum atau dislokasi hip joint.

Tujuan : penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan prosedur, teknik radiografi, dan hasil gambaran
pada pemeriksaan pelvis judet view dengan indikasi post pemasangan hip prosthesis.

Metode : metode penelitian yang digunakan adalah metode observasi dengan mengamati prosedur
pemeriksaan yang dilakukan. Instrument yang digunakan adalah lembar kerja untuk mencatat hal-hal
penting selama prosedur pemeriksaan berlangsung.

Hasil : pemeriksaan radiografi pelvis judet view dilakukan pada salah satu pasien post prosthesis di RS
Santo Borromeus. Hasil yang diperoleh yaitu dengan metode tersebut dapat memperlihatkan pergeseran
prostesis yang terdapat pada hip joint pasien dan memperlihatkan struktur-struktur tulang pelvis yang
mengalami peradangan.

Kesimpulan : pemeriksaan pelvis judet view adalah pemeriksaan radiografi tambahan yang dilakukan
untuk melihat adanya dugaan fraktur, trauma, atau dislokasi yang terjadi pada acetabulum. Pemeriksaan ini
terdiri dari 2 posisi, yaitu oblik kanan dan kiri dengan titik tengah di upside (obturator view)
dan downside (Iliac view) acetabulum pada hip joint yang terindikasi. Selain itu, pemeriksaan ini dapat
digunakan untuk menilai letak prosthesis pada persendian pasien karena metode ini relatif aman dan
nyaman bagi pasien, terutama pada pasien dengan trauma pelvis akut.

Kata Kunci : judet, prosthesis, acetabulum, obturator, iliac

PENDAHULUAN
Saat ini usia harapan hidup dan pergeseran pola hidup yang terjadi semakin
meningkat, maka tidak mengherankan berbagai penyakit mulai meningkat pula, baik
penyakit degeneratif, infeksi, atau pun penyakit yang disebabkan karena perilaku tidak
sehat.
Pada usia lanjut, penyakit degeneratif yang sering dialami adalah penyakit yang
melibatkan tulang dan sendi. Rapuhnya tulang mengakibatkan tulang tidak kuat
menahan berat tubuh sehingga tulang rentan mengalami fraktur. Selain itu dislokasi
karena ausnya sendi juga merupakan salah satu penyakit degeneratif yang perlu
diwaspadai.
Selain karena usia, sendi juga dapat mengalami kerusakan akibat kecelakaan atau
benturan. Sendi yang mengalami trauma parah menyebabkan terjadinya fraktur,
bahkan dislokasi sendi. Tulang dan sendi yang mengalami fraktur atau dislokasi dapat
menyebabkan terganggunya aktifitas sehari-hari dan rasa nyeri yang sangat hebat.
Oleh karena itu pemeriksaan radiografi konvensional dapat menjadi pilihan yang tepat
untuk mengetahui kondisi tersebut sehingga kelainan-kelainan yang ada dapat teratasi
dengan baik.
Sendi atau artikulasi merupakan perhubungan antar tulang sehingga tulang dapat
digerakkan (Wikipedia, 2017). Salah satu sendi yang sering mengalami fraktur atau
dislokasi adalah sendi panggul atau hip joint. Hip joint adalah persendian antara
acetabulum dengan caput femoris yang memungkinkan pergerakan ke segala arah
(Ballinger, 2006). Hip joint merupakan salah satu persendian yang terdapat pada
pelvis.
Pelvis merupakan penghubung antara badan dengan anggota gerak bawah
(Pearce, 2009). Pelvis terdiri dari 4 bagian tulang, yaitu 2 buah coxae (hip bone), 1 os
sacrum, dan 1 os coccygeus. Coxae terdiri dari tulang ilium, ischium, dan pubis. Ketiga
ruas tulang ini bersatu membentuk cekukan dalam yang disebut acetabulum.
Hip joint tersusun atas jaringan serabut (kapsula sendi), jaringan pengikat
(ligamen), jaringan tulang rawan (kartilago hialin), dan selaput synovial sebagai
pelumas. Masing-masing komponen memiliki fungsi vital dalam membentuk
persendian.
Lapisan tulang rawan (kartilago) berfungsi sebagai bantalan dan memungkinkan
tulang bergerak bebas dengan mudah. Bantalan tulang rawan ini dapat mengurangi
gesekan pada hip joint. Adaya gesekan dan gerakan yang hampir terjadi setiap hari,
khususnya saat melakukan aktivitas yang berat, maka menyebabkan kartilago semakin
melemah dan terkikis. Selain itu hip joint juga berfungsi menahan berat tubuh. Maka
tidak jarang bagian ini rentan mengalami tekanan yang dapat berujung pada fraktur
dan dislokasi sendi.
Pada hip joint yang telah terindikasi akan menimbulkan rasa sakit dan pergerakan
sendi menjadi tidak lancar. Oleh karena itu, biasanya dilakukan total hip replacement
atau penggantian panggul yang rusak berat dengan sendi buatan atau prostesis
(Smeltzer & Bare, 2002) (Sa'diah, 2014).
Prostesis merupakan alat buatan yang menyerupai bentuk bagian tubuh untuk
menggantikan bagian tubuh tersebut yang hilang atau rusak akibat trauma, penyakit,
atau kondisi prakelahiran (Wikipedia, 2017). Dengan adanya prostesis, maka dapat
memberikan stabilitas dan gerakan yang dilakukan pada penderita trauma (Tucker,
1998) (Sa'diah, 2014). Prostesis banyak macam dan bentuknya, tergantung dari bagian
tubuh mana yang akan digantikan.
Salah satu prostesis bagi penderita trauma berat sendi panggul adalah hip
prosthesis. Hip prosthesis terdiri dari 3 komponen utama, mangkuk (acetabular
component), caput (femoral head component), dan batang (stem) (Sulaiman, 2011)
(Sa'diah, 2014). Pada acetabular terdiri dari acetabular shell yang terbuat dari logam,
dan acetabular linier yang terbuat dari plastik. Acetabular melekat pada acetabulum
dan tertanam kedalam tulang pelvis secara permanen. Acetabular diikat menempel
pada implan pengganti bonggol tulang femur atau femoral head yang telah dinyatakan
secara medis tidak berfungsi lagi (rusak). Femoral head component terbuat dari metal
atau keramik (Watt, Boldrik, Langelaan, & Smithuis, 2006). Sementara femoral stem
terbuat dari chronium cobalt atau titanium, yang fungsinya memberikan kedudukan
pada kaput femur yang telah dipotong atau dibuang melalui proses operasi medis.
Setelah pemasangan prostesis (post op), biasanya akan dilakukan pemeriksaan
radiologi hip untuk mengetahui apakah prostesis yang dipasang sudah tepat atau
belum. Selain itu follow up juga terus dilakukan untuk memantau posisi prostesis
berada pada tempatnya dan memastikan apakah prostesis mengalami pergeseran atau
perubahan posisi (dislokasi atau subluksasi prostesis).
Adanya komplikasi berupa pergeseran tersebut harus segera diketahui dan
direduksi secepatnya sehingga tidak sampai terjadi kerusakan peredaran darah dan
saraf. Oleh karena itu, pemeriksaan radiologi pelvis dan hip dapat menjadi alternatif
solusi bagi dokter bedah untuk memantau kondisi prostesis tersebut.
Pemeriksaan pelvis dan hip terbagi atas banyak pemeriksaan, mulai dari
pemeriksaan hip joint, acetabulum, iliac wing, sampai pemeriksaan neck of femur.
Jenis pemeriksaan tersebut disesuaikan dengan anatomi apa yang ingin diperlihatkan,
struktur mana yang ingin dievaluasi, indikasi pemeriksaan, serta kondisi pasien.
Pemeriksaan acetabulum adalah salah satunya. Pemeriksaan ini dikhususkan
untuk melihat area di sekitar acetabulum. Pemeriksaan acetabulum dapat dilakukan
dengan dua metode, yakni metode teufel dan metode judet. Kedua metode ini dapat
memperlihatkan struktur acetabulum yang jelas, terutama bila terjadi trauma, fraktur,
ataupun dislokasi (Bontrager & Lampignano, 2003).
Berdasarkan (Whitley, Sloane, Hoadley, & Alsop, 2005) pemeriksaan pelvis
metode judet lebih disarankan pada pasien non kooperatif karena posisinya (semi
supine) lebih nyaman daripada metode teufel yang menggunakan posisi semi prone.
Metode judet view terbagi dalam dua proyeksi, yaitu internal oblique dan external
oblique. Pada proyeksi internal oblique foramen obturatorium tampak terbuka jelas
(obturator view), sementara pada proyeksi eksternal oblique, iliac wing terlihat
melebar (iliac view). Kedua proyeksi ini sama-sama digunakan terutama untuk melihat
acetabulum dari sudut pandang yang berbeda (aspek posterior dan anterior). Metode
ini menggunakan posisi oblique AP kiri dan kanan dengan sendi yang sakit menjauhi
atau mendekati kaset. Biasanya pemeriksaan ini dilakukan pada kedua sendi untuk
perbandingan (Bontrager & Lampignano, 2003).
Pada proyeksi obturator view (upside acetabulum), pasien diinstruksikan semi
supine dengan tubuh oblique 45 derajat menjauhi hip joint yang diperiksa dengan arah
sinar tegak lurus menuju 5 cm distal dari upside SIAS. Sementara pada iliac view
(downside acetabulum), pasien semi supine dengan tubuh oblique 45 derajat mendekati
hip joint yang diperiksa dengan arah sinar tegak lurus menuju 5 cm distal dan 5 cm
medial dari downside SIAS atau pada symphysis pubis. Jarak pemotretan sebesar 100
cm (Ballinger, 2006) (Bontrager & Lampignano, 2003).
Pada dasarnya metode judet view ini digunakan untuk dugaan fraktur atau
dislokasi di sekitar acetabulum. Namun, di Instalasi Radiologi RS Santo Borromeus
Bandung, penulis menjumpai bahwa metode ini ternyata juga dapat digunakan dokter
bedah sebagai acuan dalam menilai letak prosthesis setelah pemasangan. Selain itu
dengan semakin berkembangnya teknologi, maka pemeriksaan pelvis metode judet
view sudah sangat jarang dilakukan karena fungsinya telah tergantikan oleh peralatan
diagnostik yang lebih akurat, seperti CT-Scan dan MRI. Akan tetapi, di Rumah Sakit
Santo Borromeus Bandung, penulis masih bisa menjumpai pemeriksaan radiografi
judet view.

METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode observasi dengan
instrumen penelitian berupa lembar kerja untuk mencatat hal-hal penting selama prosedur
berlangsung. Pengambilan data dilakukan di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Santo
Boromeus Bandung pada bulan April 2017 dengan metode random sampling.
Penelitian ini menggunakan 1 buah sampel dari populasi seluruh pasien yang
melakukan pemeriksaan radiografi pelvis di RS Santo Borromeus Bandung. Sampel yang
digunakan ialah pasien yang melakukan pemeriksaan pelvis judet view dengan kasus post
prostesis.
Penelitian bersifat kualitatif deskriptif dengan memaparkan hasil yang diperoleh dari
pengamatan di lapangan.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan pengamatan yang dilakukan penulis di lapangan, didapatkan data-data
dan hasil observasi sebagai berikut :
a. Identitas Pasien
Nama : Ny. O
Nomor RM : 100488***
TTL : 16/ 07/ 1933
Jenis Kelamin : Perempuan
Jenis Pemeriksaan : Pelvis judet view
Tanggal Pemeriksaan : 03/04/2017
b. Peralatan
1) Pesawat x-ray dengan spesifikasi :
a) Merk Pesawat : PHILIPS
b) Tipe : 9890 010 80442
c) Jenis : P 313/A Eseta Digital Radiography Compact
2) Alat fiksasi berupa baji spon 45 derajat
3) Grid lysolym
4) Kaset ukuran 35 x 43 cm
c. Persiapan Pasien
Tidak ada persiapan khusus. Pasien diantar oleh perawat ke instalasi
radiologi dengan membawa surat permintaan pemeriksaan pelvis judet view.
Sebelum pemeriksaan berlangsung benda-benda bersifat radioopaque harus
dilepaskan dari tubuh pasien dan pasien diinstruksikan agar tidak bergerak selama
pemeriksaan berlangsung.
d. Teknik Radiografi
Pemeriksaan judet view terdiri dari dua proyeksi, internal oblique dan
eksternal oblique. Kedua proyeksi ini dapat dilakukan pada salah satu atau kedua
sendi hip yang terindikasi. Dalam hal ini, penulis memaparkan teknik radiografi
judet view yang dilakukan pada salah satu sendi hip pasien, yaitu hip joint kanan
pasien yang telah terpasang prostesis. Teknik radiografinya adalah sebagai berikut
:
1) Internal Oblique (Obturator View)
Pasien diposisikan semi supine dengan objek atau bagian yang sakit (hip
joint kanan) berada diatas atau terangkat (side up). Kemudian tubuh dan pelvis
pasien dalam keadaan oblik posterior 45 derajat (LPO) terhadap meja
pemeriksaan atau oblik menjauhi obyek yang diperiksa. Gunakan baji spon
untuk mengganjal tubuh pasien. Caput femoris dan acetabulum diatur pada
pertengahan kaset atau meja. Arah sinar tegak lurus, diarahkan pada caput
femoris.
2) External Oblique (Iliac View)
Pasien diposisikan semi supine dengan objek atau bagian yang sakit
berada dibawah atau menempel pada meja pemeriksaan (side down).
Kemudian tubuh dan pelvis pasien dalam keadaan oblik posterior 45 derajat
(RPO) terhadap meja pemeriksaan atau oblik mendekati objek yang diperiksa.
Gunakan baji spon untuk mengganjal tubuh pasien. Caput femoris dan
acetabulum diatur pada pertengahan kaset atau meja. Arah sinar tegak lurus,
diarahkan pada caput femoris.
e. Hasil Gambaran dan Pembahasan
Pemeriksaan pelvis yang dilakukan di RS Santo Borromeus Bandung
menghasilkan 3 buah gambaran radiografi, 1 gambaran pelvis AP dan 2 buah
gambaran pelvis judets view. Ketiga hasil gambaran ini dapat memperlihatkan
adanya kelainan dan struktur tulang-tulang yang ada pada pelvis dan hip. Pada hasil
gambaran obturator view ditandai dengan terbukanya foramen obturatorium.
Sedangkan hasil gambaran iliac view ditandai dengan melebarnya iliac wing.
Adapun hasil ekspertise yang didapatkan dari dokter spesialis radiologi yaitu,
sendi coxae kanan tampak hemiarthroplasty bipolar : tampak subluksasi acetabulum
prosthesis terhadap acetabulum, posisi center caput femoris prostetik kanan berada
sedikit ke superolateral dari center acetabulum, sementara posisi femoral stem
prosthesis di tulang femur baik, tidak tampak fraktur disekitar prothesis. Struktur
tulang-tulang sebagian besar pelvis dan femur kiri proksimal porotik, tidak tampak
fraktur atau destruksi. SIJ kiri aspek anteroinferior tampak osteoarthritis, sementara
SIJ kanan dan coxae kiri baik tidak tampak osteoarthritis atau dislokasi. Symphysis
pubis baik.
Berikut ini merupakan hasil gambaran dari pemeriksaan pelvis AP dan pelvis
judet view pada pasien post prostesis yang disajikan dalam bentuk tabel :
Proyeksi Hasil Gambaran Pembahasan
Pelvis AP Pada hasil
gambaran ini
seluruh gambaran
prosthesis harus
tercakup dan
tampak dalam
posisi AP untuk
menilai panjang
dan letak prosthesis
secara keseluruhan,
sehingga crista
illiaca yang
terpotong tidak
dipermasalahkan.
Hasil gambaran
kurang true AP
dikarenakan
kondisi pasien
yang kurang
kooperatif.
Pelvis Obturator Struktur yang
Judet View diperlihatkan pada
View saat pasien oblik
menjauhi obyek
yang difoto (upside
acetabulum) adalah
tampak sisi
posterior
komponen
acetabular
prosthesis dan
columna
anterior iliopubic,
foramen
obturatorium
terlihat namun
kurang terbuka
yang menandakan
pasien oblik kurang
sempurna.
Iliac View Pada saat pasien
oblik mendekati
obyek yang difoto
(downside
acetabulum),
tampak sisi anterior
komponen
acetabular
prosthesis dan
columna
posterior ilioischial
. Iliac wing juga
tampak melebar.

Tabel 1. Hasil Gambaran Radiografi Pelvis AP dan Pelvis Judet View

Salah satu keuntungan dari metode ini adalah metode ini relatif aman dan nyaman
bagi pasien dengan trauma pelvis akut jika digunakan untuk melihat prosthesis daripada
menggunakan teknik pemeriksaan lainnya (metode teufel). Metode judet tepat digunakan,
karena metode ini dapat digunakan untuk melihat komponen acetabular dan caput
femoral prostetik. Selain itu dapat menampakkan struktur lain disekitar acetabulum.

KESIMPULAN
Pemeriksaan pelvis judet view adalah pemeriksaan radiografi tambahan yang
dilakukan untuk melihat adanya dugaan fraktur, trauma, atau dislokasi hip yang terjadi
pada acetabulum dengan proyeksi AP oblique.
Salah satu indikasi pemeriksaan yang dijumpai di RS Santo Borromeus yaitu
untuk melihat dan menilai letak dan posisi prostesis yang terpasang pada hip pasien,
apakah ada pergeseran atau perubahan posisi pada prosthesis, dan melihat komponen
prosthesis dari segi oblik (memperlihatkan pandangan posterior dan anterior dari
komponen acetabular).
Pemeriksaan judet view tidak memerlukan persiapan khusus dan dilakukan
dengan 2 posisi oblique, upside acetabulum (LPO) dan downside acetabulum (RPO)
untuk melihat hip joint kanan pasien. Hasil yang didapatkan adalah terdapat sedikit
pergeseran dari acetabulum prosthesis dan caput femoral prosthesis yang dipasang pada
hip pasien.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa selain untuk melihat fraktur atau
dislokasi acetabulum, metode judet view ternyata dapat digunakan pula untuk menilai
pergeseran prostesis dengan jelas.

DAFTAR PUSTAKA

Ballinger, P. W. (2006). Merril's Atlas of Radiographic Position and Radiologic


Procedure 10 edition Volume 2. St. Louis: The CV Mosby Company.
Bontrager, K. L., & Lampignano, J. (2003). Radiographic Positioning and Related
Anatomy. St. Louis: Mosby Years Book Inc.
C, A. (2011, Juni 6). Pelvis Acetabulum (Judet Method). Diakses dari Wikiradiography:
http://www.wikiradiography.net/page/Pelvis+-
+Acetabulum+%28Judet+method%29 tanggal 27 April 2017.
Fuller, M. J. (2014, April 27). Judet Views. Diakses dari Wikiradiography:
http://www.wikiradiography.net/page/Judet+Views tanggal 27 April 2017.
Murphy, A. (2016, Oktober 19). Pelvis (Judet View). Diakses dari Radiopedia:
https://radiopaedia.org/articles/pelvis-judet-view-2 tanggal 27 April 2017.
Pearce, E. C. (2009). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Sa'diah, R. (2014). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Total Hip Replacement.
Diakses dari Scribd: https://id.scribd.com/doc/249248160/THR-docx tanggal 27
April 2017.
Sendi. (2017, Maret 12). Diakses dari Wikipedia : https://id.wikipedia.org/wiki/Sendi
tanggal 28 April 2017.
Watt, I., Boldrik, S., Langelaan, E. v., & Smithuis, R. (2006, Februari 1). Hip Arthroplasty
Normal and Abnormal Imaging Findings . Diakses dari Radiology Assistant:
http://www.radiologyassistant.nl/en/p431c8258e7ac3/hip-arthroplasty.html
tanggal 1 Mei 2017.
Whitley, A. S., Sloane, C., Hoadley, G., & Alsop, C. W. (2005). Clark's Positioning in
Radiography (12 ed.). London: Hodder Arnold.

Вам также может понравиться