Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat meneyelesaikan makalah
berjudul makalah tentang tata cara wudhu ini dalam waktu yang telah ditentukan.
Makalah ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak baik secara
langsung maupun tidak langsung. Untuk itu perkenankanlah penulis menyampaikan
ucapan terima kasih kepada:
1. Allah SWT. Yang telah meridloi pembuatan makalah dengan baik.
2. Teman yang telah membantu menyusun makalah ini
3. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak
membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk
itu, kritik dan saran yang membangun dalam perbaikan karya tulis ini sangat penulis
harapkan.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca,
khususnya guna mengetahui cara meningkatkan kebugaran jasmani.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Balakang
Setiap kegiatan Ibadah umat Islam pasti melakukan membersihkan (thaharah)
terlebih dahulu mulai dari Wudhu, Mandi ataupun tayyamum dan tak banyak umat
Islam sendiri belum mengerti ataupun udah mengerti tapi dalam praktiknya menemui
sebuah masalah ataupunkeraguan atas hal yang menimpanya. Disini kami ingin
membahas serta mengulas lagi tentang hal tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Tata Cara Berwudhu
2. Syarat-Syarat Sahnya Wudhu
3. Hal-Hal yang Fardhu/Najis dalam Wudhu
4. Sunnah-Sunnah Wudhu' (Hal-Hal yang Disunahkan Ketika Berwudhu'
C. Tujuan
1. Mengetahui bagaimana Tata Cara Berwudhu
2. Mengetahui Syarat-Syarat Sahnya Wudhu
3. Mengerti Hal-Hal yang Fardhu/Najis dalam Wudhu
4. Memahami Sunnah-Sunnah Wudhu' (Hal-Hal yang Disunahkan Ketika
Berwudhu'
D. Metode Penyusunan
Kita menggunakan metode kepustakaan yaitu dengan cara mengumpulkan buku
buku yang direkomendasikan serta mengkaji dan mencuplik makalah yang telah kita
kaji.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kedudukan wudhu dalam sholat
Wudhu merupakan suatu hal yang tiada asing bagi setiap muslim, sejak kecil ia
telah mengetahuinya bahkan telah mengamalkannya. Akan tetapi apakah wudhu
yang telah kita lakukan selama bertahun-tahun atau bahkan telah puluhan tahun itu
telah benar sesuai dengan apa yang diajarkan Nabi kita Muhammad shallallahu
alaihi was sallam? Karena suatu hal yang telah menjadi konsekwensi dari dua
kalimat syahadat bahwa ibadah harus ikhlas mengharapkan ridho Allah dan sesuai
sunnah Nabi shallallahu alaihi was sallam. Demikian juga telah masyhur bagi kita
bahwa wudhu merupakan syarat sah sholat[1], yang mana jika syarat tidak terpenuhi
maka tidak akan teranggap/terlaksana apa yang kita inginkan dari syarat tersebut.
Sebagaimana sabda Nabi yang mulia, Muhammad shallallahu alaihi was sallam,
Tidak diterima sholat orang yang berhadats sampai ia berwudhu.
Demikian juga dalam juga Allah Subhanahu wa Taala perintahkan kepada kita dalam
KitabNya,
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu
sampai dengan kedua mata kaki. (QS Al Maidah [5] : 6).
Maka marilah duduk bersama kami barang sejenak untuk mempelajari shifat/tata cara
wudhu Nabi shallallahu alaihi was sallam.
"Dari Ibnu Abbas r.a., ia berkata, "Mani, wadi dan madzi (termasuk hadas).
Adapun mani, cara bersuci darinya harus dengan mandi besar. Adapun madi
dan madzi," maka dia berkata, "cucilah dzakarmu, kemaluanmu, kemudian
berwudhu'lah sebagaimana kamu berwudhu' untuk shalat!" (Shahih: Shahih
Abu Daud no:190, dan Baihaqi I:115).
2. Tidur pulas sampai tidak tersisa sedikitpun kesadarannya, baik dalam keadaan
duduk yang mantap di atas ataupun tidak. Karena ada hadits Shafwan bin
Assal, ia berkata, "Adalah Rasulullah saw. pernah menyuruh kami, apabila
kami melakukan safar agar tidak melepaskan khuf kami (selama) tiga hari tiga
malam, kecuali karena janabat, akan tetapi (kalau) karena buang air besar atau
kecil ataupun karena tidur (pulas maka cukup berwudhu')." (Hasan: Shahih
Nasa'i no:123 Nasa'i I:84 dan Tirmidzi I:65 no:69).
3. Pada hadits ini Nabi saw. menyamakan antara tidur nyenyak dengan kencing
dan berak (sebagai pembatal wudhu').
"Dari Ali r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Mata adalah pengawas dubur-
dubur; maka barangsiapa yang tidur (nyenyak), hendaklah berwudhu'." (Hasan:
Shahih Ibnu Majah no:386. Ibnu Majah I:161 no:477 dan 'Aunul Ma'bud I:347
no:200 dengan redaksi sedikit berlainan).
Yang dimaksud kata al-wika' ialah benang atau tali yang digunakan untuk
menggantung peta.
Sedangkan kata "as-sah" artinya : "dubur" Maksudnya ialah "yaqzhah" (jaga,
tidak tidur) adalah penjaga apa yang bisa keluar dari dubur, karena selama
mata terbuka maka pasti yang bersangkutan merasakan apa yang keluar dari
duburnya. (Periksa Nailul Authar I:242).
Hilangnya kesadaran akal karena mabuk atau sakit. Karena kacaunya pikiran
disebabkan dua hal ini jauh lebih berat daripada hilangnya kesadaran karena
tidur nyenyak.
4. Memegang kemaluan tanpa alas karena dorongan syahwat, berdasarkan sabda
Nabi saw., "Barangsiapa yang memegang kemaluannya, maka hendaklah
berwudhu'." (Shahih: Shahih Ibnu Majah no:388, 'Aunul Ma'bud I:507 no:179,
Ibnu Majah I:163 no:483, 'Aunul Ma'bud I:312 no:180 Nasa'i I:101, Tirmidzi
I:56 no:56 no:85).
Betul, ia memang bagian dari anggota badanmu, bila sentuhan tidak diiringi
dengan gejolak syahwat, karena sentuhan model seperti ini sangat
memungkinkan disamakan dengan menyentuh anggota badan yang lain. Ini
jelas berbeda jauh dengan menyentuh kemaluan karena termotivasi oleh
gejolak syahwat. Sentuhan seperti ini sama sekali tidak bisa diserupakan
dengan menyentuh anggota tubuh yang lain karena menyentuh anggota badan
yang tidak didorong oleh syahwat dan ini adalah sesuatu yang amat sangat
jelas, sebagaimana yang pembaca lihat sendiri (Tamamul Minnah hal:103).
5. Makan daging unta sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Bara' bin 'Azib ra
ia berkata, "Rasulullah saw. bersabda, "Berwudhu'lah disebabkan (makan)
daging unta, namun jangan berwudhu' disebabkan (makan) daging kambing!"
(Shahih: Shahih Ibnu Majah no:401, Ibnu Majah I:166 no:494, Tirmidzi I:54
no:81, 'Aunul Ma'bud I:315 no:182).
Dari Jabir bin Samurah r.a. bahwa ada seorang sahabat bertanya kepada Nabi
saw. apakah saya harus berwudhu' (lagi) disebabkan (makan) daging kambing?
Jawab Beliau, "Jika dirimu mau, silakan berwudhu'; jika tidak jangan
berwudhu' (lagi)." Dia bertanya (lagi) "Apakah saya harus berwudhu' (lagi)
disebabkan (makan) daging unta?" Jawab Beliau, "Ya berwudhu'lah karena
(selesai makan) daging unta!" (Shahih Mukhtashar Muslim no:146 dan Muslim
I:275 no:360).
http://ockym.blogspot.com/2012/12/makalah-bab-wudhu.html
http://al-atsariyyah.com/di-antara-sunnah-wudhu.html
http://muslim.or.id/fi/panduan-praktis-tata-cara-wudhu.html