Вы находитесь на странице: 1из 7

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)

Volume 4, Nomor 4, Oktober 2016 (ISSN: 2356-3346)


http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

IDENTIFIKASI FAKTOR RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN


PADA PEKERJA INDUSTRI BATIK RUMAHAN DI KOTA SEMARANG

Bondhan Dwi Arum Puspo, Sulistiyani, Budiyono


Bagian Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Diponegoro
Email: arumbondhan@gmail.com

Abstract: Batik industry has grown a long time in Indonesia and it was one of the
field of jobs for workers in cities and villages. The continued development of the
batik industry in the city of Semarang, mostly uses their home as a batik
production site. Several factors that will affect the craftsmans health problems
some of which are caused by the physical environment of the house, batik
production process that uses chemicals and waste that was generated. The
purpose of this study was to identify the risk factors of environmental health on
the workers at batik home industry in Semarang seen from batik industry
conditions, the physical environment conditions, and the characteristics of
workers.This study uses observational research methods with cross sectional
approach. The population in this study was batik homeindustry in Semarang with
a total of 38 industries then the samples are taken from the entire population.
Based on the research,it was obtained that 94,1% of the industries usessynthetic
dyes, 100% of the industries did not do waste treatment, 41,2% of the industries
have poor ventilation, 79,4% of the industries have a bad room temperature,
64,7% of the industries have poor humidity, 70,6% of the industries have bad
lighting, 100% of the industrieshave level of environmental dust exceeding the
thresholdwhich was more than 0,15mg/m3, 61,8% of the workers did not use
PPE, 4,0% of the workers experiencingcomplaints on their head, 6,7%of the
workers experiencing complaints on their eye, 27,0% of the workers
experiencingcomplaints on their skin, 2,6% of the workers
experiencingcomplaints on their nose, 1,3% of the workers
experiencingcomplaints on their throat, 33,7% of the workers
experiencingcomplaints on their hand,8,1% of the workers
experiencingcomplaints on their shoulder, 8,1% of the workers
experiencingcomplaints on their waist, and 8,1% of the workers
experiencingcomplaints on their leg. The conclusion of this study was all
industries did not do waste treatment, the worst physical environmentconditions
was the room temperature79,4% of the industries did not meet the
requirements(18-30oC) andthe highest worker complaints are complaints on their
hand which was 33.4% of all complaints.

Keywords : batik, batik industry, Semarang city, risk factor

859
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 4, Oktober 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

PENDAHULUAN dihirup tenaga kerja diduga dapat


Latar Belakang menimbulkan gangguan faal paru
dan jika proses ini berjalan lama
Industri batik saat ini mungkin menimbulkan penyakit
merupakan industri kecil dan akibat kerja.
menengah, terkadang dikombinasi Penelitian Anindyajati pada
dengan industri rumah tangga. tahun 2007 mengungkapkan bahwa
Industri batik sudah berkembang beberapa pekerja industri batik
lama di Indonesia dan merupakan Melati di Tegalayu Laweyan, Solo,
salah satu lapangan kerja bagi yang telah lama bekerja dan kontak
sejumlah tenaga kerja di kota langsung dengan asap lilin, 50%
maupun di desa, industri ini telah pekerja mengungkapkan adanya
berkembang termasuk di Kota gangguan pernafasan. Selain itu
Semarang. Berdasarkan data dari juga terjadi gangguan pada separuh
Klaster Batik Kota Semarang pekerja industri batik Fatimah di
terdapat 38 industri batik rumahan Songgalan, Solo. Gangguan
yang menyebar di wilayah-wilayah tersebut seperti sesak nafas dan
Kota Semarang.1 biasanya tubuhnya kurus seperti
Semakin berkembangnya seorang perokok berat.3
industri batik di Kota Semarang Selain dari pengaruh paparan
sebagian besar menggunakan asap lilin atau malam yang dominan
rumahnya sekaligus sebagai tempat yaitu menghasilkan gas
produksi batik. Tidak menutup karbonmonoksida (CO), potensi
kemungkinan dengan semakin gangguan kesehatan pada pengrajin
berkembangnya industri batik juga dapat dikarenakan karena
rumahan akan menimbulkan paparan bahan pewarna kain batik
masalah gangguan kesehatan bagi yang banyak menggunakan bahan
pengrajinnya. Faktor-faktor yang kimia serta adanya paparan debu di
dapat mempengaruhi masalah ruangan tempat kerja. 4
kesehatan tersebut disebabkan Penelitian Riana Sari dkk
kondisi lingkungan fisik rumah, (2014), mengenai pajanan pada
proses produksi batik yang proses pewarnaan pembuatan batik
menggunakan bahan-bahan kimia, di industri batik Laweyan Solo
dan limbah yang mengatakan bahwa terdapat
dihasilkan.Pembatikan adalah suatu perbedaan yang sangat bermakna
cara penerapan corak diatas kain antara kelompok terpajan zat pada
melalui proses celup, rintang warna, proses pewarnaan pembuatan
dengan malam sebagai medium batik dibandingkan kelompok
perintangnya.2Pembatikan terdiri tidak terpajan terhadap kelainan
dari beberapa proses diantaranya klinis paru berupa keluhan
persiapan, pembatikan, pewarnaan, respiratorius batuk kronik, berdahak
pelepasan lilin batik, dan kronik, wheezing/ mengi dan sesak
penyelesaian. Pada proses-proses napas.5
tersebut menggunakan beberapa Penelitian Ilva dkk tahun
bahan yaitu parafin, gondorukem 2015 mengatakan bahwa pengrajin
(coophony, rosin), damar, microwax batik tulis di Kota Semarang dengan
dan lemak hewan.Bahan-bahan masa kerja lebih daridua tahun
tersebut diproses menjadi satu memiliki risiko gangguan
disebut malam batik. Polutan yang muskuloskeletal 1,22 lebih tinggi.
terdapat di lingkungan kerja jika Berdasarkan latar belakang di atas
860
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 4, Oktober 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

yang telah dijelaskan maka peneliti Berdasarkan tabel 1


tertarik untuk meneliti tentang diketahui bahwa volume pekerjaan
Identifikasi Faktor Risiko Kesehatan paling sedikit per harinya yaitu
Lingkungan pada Pekerja Industri menghasilkan 0,25 lembar kain
Batik Rumahan di Kota Semarang. sedangkan paling banyak per
harinya 5 lembar kain dengan rata-
METODE PENELITIAN rata per hari 0,904 lembar kain.
Penelitian ini merupakan Untuk jumlah pekerja dari seluruh
penelitian observasional deskriptif industri yaitu tersedikit memiliki
dengan rancangan penelitian yang pekerja 1 orang sedangkan
digunakan adalah cross sectional. terbanyak memiliki pekerja 10 orang
Variabel dalam penelitian ini antara dengan rata-rata 2 orang pekerja
lain volume pekerjaan, jumlah tiap industrinya.
pekerja, penggunaan bahan Pada tabel 1 mengenai
pewarna, pembuangan limbah, kondisi lingkungan fisik yaitu
ventilasi ruangan, suhu ruangan, ventilasi diketahui luas ventilasi
kelembaban, pencahayaan, tersempit yaitu 0,15 m2 sedangkan
konsentrasi debu terpapar, durasi terluas 12,0 m2 dengan rata-rata
kerja, penggunaan APD, IMT, dan luas ventilasi yaitu 1,98 m2. Hasil
keluhan-keluhan kesehatan. observasi menunjukkan bahwa
Populasi objek dalam sebagian besar industri tidak
penelitian ini adalah seluruh industri memiliki ventilasi dikarenakan rumah
batik rumahan di Kota Semarang yang saling berdempetan antar
berjumlah 38 dan populasi dinding dengan tetangga. Suhu
subjeknya seluruh pekerja industri ruangan pada industri batik rumahan
batik rumahan di Kota Semarang yaitu terendah 28,7oC sedangkan
berjumlah 60 orang. Pemilihan suhu tertinggi 32,2 oC dengan rata-
sampel dilakukan secara total rata sebesar 30,7oC. Sedangkan
samplingsehingga sampelnya 38 untuk pengukuran kelembaban yang
industri dengan diambil 1 pekerja per dilakukan yaitu untuk kelembaban
industri sedangkan kriteria inklusi terendah sebesar 65% sedangkan
meliputi bersedia untuk terlibat kelembaban tertinggi 76% dengan
dalam penelitian dengan rata-rata kelembaban 71,6%. Besar
menandatangi informed consent, pencahayaan yang telah diukur yaitu
dan bekerja minimal 1 tahun.Data pencahayaan terkecil sebesar 70 lux
primer diambil secara langsung sedangkan terbesar 2083 lux
dengan observasi lingkungan dengan rata-rata sebesar 781,5 lux.
industri rumahan dan wawancara Ventilasi, suhu ruangan,
dengan kuesioner kepada kelembaban, dan pencahayaan
responden. Sedangkan data saling berkaitan, jika suatu rumah
sekunder diperoleh dari Klaster Batik tidak memiliki ventilasi yang
Kota Semarang 2016. memadai akan menyebabkan
berkurangnya kadar oksigen,
HASIL DAN PEMBAHASAN bertambanya kadar CO2, adanya
Berdasarkan hasil observasi pengab, kelembaban udara, suhu
dan wawancara langsung dengan akan naik, termasuk sulitnya
responden maka dapat diketahui pencahayaan akan masuk ke
beberapa karakteristik responden rumah.Tidak tersedianya ventilasi
yang tercantum pada tabel-tabel yang baik pada suatu ruangan akan
berikut. membahayakan kesehatan karena
861
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 4, Oktober 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

dapat menyebabkan pencemaran pewarna yang baik. Selain itu bahan


oleh bakteri ataupun pelbagai zat pewarna mempunyai harga yang
kimia. Adanya bakteri di udara lebih murah daripada bahan alam
umumnya disebabkan debu, uap air sehingga harga jualnya juga akan
dan sebagainya yang akan lebih murah dan konsumen lebih
menyebakan penyakit pernapasan.6 banyak berminat membeli kain batik
Tabel 1 diketahui untuk dengan harga yang murah.
konsentrasi debu lingkungan kerja Penggunaan bahan pewarna akan
yang tertangkap hidung pekerja menimbulkan bahaya. Bahaya
diketahui nilai minimumnya 0,83 utama dari zat pewarna naphtol
mg/m3 sedangkan nilai terhadap kesehatan dapat
maksimumnya yaitu 2,5 mg/m3 mengiritasi mata dan saluran
dengan rata-rata sebesar 1,5 mg/m3. pernapasan, berbahaya jika tertelan
Hal ini masih di atas nilai ambang atau terhirup. Menyebabkan darah
batas yang telah ditentukan oleh abnormal serta kerusakan hati dan
Keputusan Menteri Kesehatan ginjal Organ sasaran yang diserang
Republik Indonesia Nomor yaitu darah, ginjal,hati, mata.7
1405/Menkes/Sk/Xi/2002 Tentang Tabel 3 diketahui bahwa
Persyaratan Kesehatan Lingkungan pembungan limbah industri batik
Kerja Perkantoran Dan Industri yaitu rumahan di Kota Semarang
sebesar 0,15 mg/m3. Berdasarkan sebanyak 34 (100%) industri belum
dari penelitian diketahui bahwa rata- melakukan pengolahan limbah batik
rata pekerja tidak menggunakan Alat secara khusus sehingga industri-
Pelindung Diri (APD) yaitu industri tersebut membuang hasil
masker.Hal ini dikarenakan mereka limbah produksi batik ke selokan-
merasa kurang nyaman dan belum selokan atau langsung dibuang ke
terbiasa menggunakan masker tanah. Air limbah termasuk dari hasil
sebagai penutup hidung dan proses pewarnaan yang dibuang
mulut.Sedangkan untuk masa begitu saja tanpa pengolahan akan
pekerja tercepat yaitu 2 tahun menyebabkan pencemaran
bekerja, paling lama bekerja 10 sekitarnya terutama pencemaran air
tahun dengan rata-rata bekerja tanah. Pencemaran adalah suatu
selama 6 tahun. Durasi kerja untuk penyimpangan dari keadaan
pekerja industri batik rumahan paling normalnya.Pencemaran terutama
cepat bekerja selama 2 jam bersumber dari limbah cair yang
sedangkan paling lama bekerja 9 berupa zat warna yang dihasilkan
jam dengan rata-rata bekerja selama sisa bahan pewarna, proses
4,8 jam. pencucian dan pembilasan kain
Tabel 2 menunjukkan bahwa batik.Warna merupakan indicator
32 (94,1%) industri batik rumahan di pencemaran air.Pembuangan air
Kota Semarang masih limbah berwarna tidak
menggunakan bahan pewarna hanyamerusak estetika badan air
sintetik yaitu yaitu naphtol, indigosol, penerima tapi juga meracuni biota
dan rapid sebagai pewarna utama air. Disamping itu, kepekatan warna
sedangkan 2 industri lainnya sudah dapat menghalangi tembusnya sinar
menggunakan pewarna alam. matahari sehingga akan
Mereka akui karena bahan sintetis menghambat proses fotosisntesis
sudah biasa mereka pakai dari dulu diair. Akibatnya, oksigen yang
dan tidak adanya sosialisasi dari dibutuhkan untuk kehidupan biota air
dinas terkait penggunaan bahan akan berkurang.8
862
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 4, Oktober 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

Tabel 4 menunjukkan Tabel 5 menunjukkan data


bahwa penggunaan APD dari frekuensi keluhan-keluhan yang
pekerja sebanyak 21 (61,8%) dialami pekerja.Diketahui terdapat 9
pekerja belum menggunakan APD organ yang dialami pekerja. Organ
yang seharusnya dipakai yaitu dengan frekuensi terbanyak yaitu
masker dan sarung tangan. Mereka pada tangan sebanyak 25 keluhan
mengaku merasa kurang nyaman kesehatan (33,7%) dari total keluhan
jika harus memakai sarung tangan yang dirasakan yaitu 74 keluhan dari
maupun masker karena mempersulit seluruh pekerja di seluruh industri.
proses pekerjaan mereka. Dengan Mereka mengaku mengalami
banyaknya pencemaran udara yang keluhan-keluhan tersebut karena
mengandung polutan debu maka bekerja dengan posisi monoton dan
debu yang masuk ke saluran napas sudah bekerja selama bertahun-
juga semakin besar tahun.
kemungkinannya sehingga
responden dengan atau
menggunakan APD masker akan
terhindar dari paparan debu.9,10.

Tabel 1 Data Deskriptif Kondisi Industri Batik, Kondisi Lingkungan Fisik, dan
Karakter Pekerja

Maksimu
Variabel Minimum Rata-rata Standart Deviasi
m
Volume 0,25 5,0
0,904 lembar 0,82576
Pekerjaan lembar lembar
Jumlah Pekerja 1 orang 10 orang 2 orang 1,635
Ventilasi 2 2 2
0,15 m 12,0 m 1,98 m 2,11530
Ruangan
Tabel 1 Lanjutan
Maksimu
Variabel Minimum Rata-rata Standart Deviasi
m
Suhu Ruangan 28,7 oC 32,2 oC 30,7oC 0,81111
Kelembaban
65% 76% 71,6% 2,57697
Ruangan
Pencahayaan
70 lux 2083 lux 781,5 lux 489,50187
Ruangan
Konsentrasi 0,83 2,5
1,5 mg/m3 0,60389
Debu mg/m3 mg/m3
Masa Kerja 2 tahun 10 tahun 6 tahun 2,129
Durasi Kerja 2 jam 9 jam 4,8 jam 1,62889

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Penggunaan Pewarna

No Penggunaan Pewarna Frekuensi Persentase (%)


1 Sintetik 32 94,1
2 Alam 2 5,9
Total 34 100

863
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 4, Oktober 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

Tabel 3Distribusi Frekuensi Pembuangan Limbah

No Pembuangan Limbah Frekuensi Persentase (%)


1 Belum diolah 34 100
2 Sudah diolah 0 0

Tabel 4 Distribusi Frekuensi Penggunaan APD

No Penggunaan APD Frekuensi Persentase (%)


Tidak menggunakan
1 21 61,8
APD
Sudah menggunakan
2 13 38,2
APD
Total 34 100

Tabel 5 Keluhan-keluhan Pekerja pada Industri Batik

No Organ Keluhan Frekuensi Persentase


1 Kepala Pusing 3 4,0
2 Mata Pedih 4 5,4
Lelah 1 1,3
3 Kulit Tangan Gatal 12 16,2
Mengelupas 8 10,8
4 Hidung Pengar 1 1,3
Sesak 1 1,3
5 Tenggorokan Gatal 1 1,3
6 Tangan Kram 8 10,8

Tabel 5 Lanjutan
No Organ Keluhan Frekuensi Persentase
Pegal 14 18,9
Kesemutan 3 4,0
7 Bahu Pegal 6 8,1
8 Pinggang Pegal 6 8,1
9 Kaki Pegal 3 4,05
Kram 3 4,05
Total 74 100

KESIMPULAN 94,1% industri masih


Berdasarkan hasil dan menggunakan bahan pewarna
pembahasan di atas dapat sintetis, dan 100,0% industri
disimpulkan sebagai berikut: belum melakukan pengolahan
limbah.
1. Kondisi industri batik rumahan 2. Kondisi lingkungan fisik
di Kota Semarang diketahui diantaranyaventilasi ruangan
bahwa 50,0% industri per hari sebanyak 41,2% industri
dapat menghasilkan 0,5 kain, belum memenuhi persyaratan
sebanyak 73,5% industri kesehatan , suhu ruangan
hanya mempunyai 1 pekerja, sebanyak 79,4% industri batik

864
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 4, Oktober 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

rumahan memiliki suhu 5. Sari, Riana, dkk. Dampak


ruangan yang belum, Pajanan Zat pada Proses
sebanyak 64,7% industri batik Pewarnaan Pembuatan Batik
rumahan memiliki kelembaban terhadap Kelainan Klinis Pekerja
ruangan yang belum Industri Batik. Departemen
memenuhi syarat kesehatan, Pulmonologi dan Ilmu
dan 70,6% industri memiliki Kedokteran Respirasi Fakultas
pencahayaan ruangan yang Kedokteran Universitas Sebelas
belum memenuhi syarat Maret, RSUD Dr Moewardi,
lingkungan kerja Surakarta Departemen
3. Karakteristik pekerja industri Pulmonologi dan Ilmu
batik rumahan diantaranya Kedokteran Respirasi Fakultas
100,0% pekerja pada setiap Kedokteran Universitas
industri belum memenuhi NAB, Indonesia, RSUP Persahabatan,
sebanyak 26,5% pekerja pada Jakarta. Jurnal Respir Indo Vol.
setiap industri sudah pekerja 34 No. 2 April 2014
sebagai pengrajin batik selama 6. Azwar, Azrul. Pengantar
5 tahun, 29,4% pekerja Epidemiologi..Jakarta : Penerbit
bekerja selama 4 jam maupun Binarupa Aksara. Edisi Revisi
5 jam dalam sehari, industri 2002
61,8% pekerja tidak 7. Sentra Informasi Keracunan
menggunakan APD, dan Nasional Pusat Informasi Obat
61,8% pekerja memiliki Indeks dan Makanan, Badan POM RI.
Massa Tubuh (IMT) yang Informasi Keracunan.
tergolong normal 2011http://ik.pom.go.id/v2012/ka
4. Keseluruhan pekerja terdapat talog/1-Naftol_upload.pdf.
74 keluhan yang dirasakan Diakses 28 Juli 2016.
dengan keluhan pekerja 8. Miranti, dkk. Pemilihan Desain
terbanyak yaitu keluhan pada Instalasi Pengelolaan Air
tangan sebanyak 33,7% dari Limbah Batik yang Efektif dan
semua keluhan berupa gatal, Efisien dengan Metode Life
kesemutan, dan kram. Cycle Cost.Semarang : Prodi
Teknik Industri Universitas
DAFTAR PUSTAKA Diponegoro. J@ti Undip Vol.X
1. Klaster Batik Kota Semarang No.1, Januari 2015.
Tahun 2016 9. Ikhsan, Mukhtar. Kumpulan
2. Anas, B. Indonesia Indah Makalah Seminar K3 RS
Batik.Jakarta: Yayasan Persahabatan:
Harapan Kita/BP 3 TMII. 2006. Penatalaksanaan Penyakit Paru
3. Putry, Lathifa Fauzia, dkk. Akibat Kerja .Jakarta:Penerbit
Hubungan Antara Paparan Asap Universitas Indonesia (UI-
Pembakaran Lilin Batik dengan Press). 2002
Fungsi Paru Pengrajin Batik 10. Anies. Penyakit Akibat Kerja.
Tulis. Fakultas Kedokteran Cetakan Pertama. Jakarta: PT.
Universitas Diponegoro. Elex Media Komputindo. 2005.
Semarang. Jurnal Media Medika
Muda Vol.4 No.4 Oktober 2015
4. Anas, B. Indonesia Indah
Batik.Jakarta: Yayasan
Harapan Kita/BP 3 TMII. 2006.
865

Вам также может понравиться