Вы находитесь на странице: 1из 58

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisis Situasi


Analisis situasi dilakukan terhadap aspek eksternal sebagai peluang ataupun ancaman
serta aspek internal yang dapat menjadi kekuatan ataupun kelemahan, sehingga dapat diketahui
kecenderungan yang harus dilakukan dalam pembangunan rumah sakit.
1) Aspek Eksternal
a. Kebijakan
Salah satu penjabaran isu pokok pembangunan kesehatan nasional yang tertuang dalam
RENSTRA Rumah Sakit Gotong Royong Tahun 2015 - 2020 adalah terbatasnya aksesibilitas
terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas, terutama pada kelompok rentan seperti
penduduk miskin, kurang mampu. Untuk mengatasi isu pokok tersebut, maka ditetapkan visi,
dan misi berupa mewujudkan pelayanan kesehatan yang bermutu melalui kepedulian sesama dan
memberikan pelayanan kesehatan yang paripurna berdasarkan kasih dan professional.
Tujuan di atas kemudian didukung dengan Prioritas Nasional Bidang Kesehatan yang dijabarkan
dalam bentuk program dan kegiatan Kementerian Kesehatan 2015-2019, yaitu untuk
meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu dan berkeadilan, serta
berbasis bukti, dengan pengutamaan pada upaya promotifpreventif. Tanggung jawab
pemerintah dan pemerintah daerah dalam pembangunan kesehatan dan meningkatkan pelayanan
kesehatan adalah menyediakan Rumah Sakit berdasarkan kebutuhan masyarakat serta menjamin
pembiayaan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit bagi fakir miskin, atau orang tidak mampu
sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. Hal yang sama juga dilakukan oleh Pemerintah
jawa timur. Beberapa kebijakan bidang kesehatan yang telah ditetapkan antara lain :
1)
2)

b. Demografi
Lokasi rencana pengembangan RS gotong royong Kelas C termasuk ke dalam wilayah Jawa
Timur, Kecamatan Sukolilo. Analisis pertumbuhan demografi sebagai segmen pasar dari
layanan rumah sakit kelas C tentunya juga harus melihat kecenderungan pertumbuhan penduduk
di kecamatan Sukolilo, yang berbatasan dengan Kecamatan . di sebelah barat, Kecamatan .
di sebelah timur, Kecamatan . di sebelah utara dan Kecamatan di sebelah selatan.
Dalam kecamatan sukolilo Tahun 2013-2017, disebutkan bahwa rata-rata pertambahan jumlah
penduduk . adalah % per tahun.
Di samping pertambahan penduduk akibat faktor kelahiran dan kematian, analisis demografi juga
mempertimbangkan faktor migrasi yaitu jumlah penduduk yang datang dan pindah dari wilayah
perencanaan. Secara umum, migrasi penduduk di Kabupaten ...... berfluktuasi dengan penduduk
yang datang lebih banyak dibandingkan penduduk yang pergi.

c. Geografi
Letak secara geografis akan sangat berpengaruh tehadap posisioning rumah sakit, karena
posisi lahan rumah sakit terhadap kondisi lingkungan sekitar beserta kondisi sarana, prasarana,
dan aksesibilitas akan sangat menentukan posisioning rumah sakit dalam melakukan
pengembangan peningkatan layanan kesehatan.
Jika dikaji dari dari aspek di atas, maka lokasi lahan RS gotong royong secara geografis sangat
menguntungkan dan akan sangat mendukung dalam pengembangan layanan kesehatan. Dengan
kontur lahan yang relatif datar dan memberi keleluasaan dalam penataan areal rumah sakit.
Demikian juga dengan kondisi lingkungan sekitar serta sarana dan prasarana yang ada akan
sangat mendukung operasional rumah sakit.

d. Sosial Ekonomi
Kajian sosial ekonomi sangat dibutuhkan untuk mengetahui kondisi perekonomian penduduk
dan perekonomian daerah pada lokasi RS Gotong Royong, karena akan menjadi salah satu dasar
pertimbangan dalam menentukan kelayakan pembangunan secara ekonomis. Salah satu indikator
yang dapat dipakai untuk mengukur keberhasilan perkembangan ekonomi pada suatu daerah
adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Pertumbuhan ekonomi suatu daerah dikatakan
semakin baik jika dari waktu ke waktu nilai PDRB daerah yang bersangkutan semakin
bertambah. Agar kesejahteraan ekonomi penduduk semakin meningkat, dalam periode yang
sama tingkat pertumbuhan
PDRB harus lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan penduduknya. Secara lebih nyata
peningkatan taraf ekonomi masyarakat dapat dilihat dari pendapatan perkapitanya. Sejalan
dengan pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi, pendapatan perkapita penduduk Kecamatan
sukolilo juga semakin tinggi. Berdasarkan data yang diperoleh dari Tahun 2013-2033,
diketahui bahwa pendapatan perkapita penduduk atas dasar harga konstan pada tahun 2006
sebesar Rp dan meningkat sebanyak Rp menjadi Rp di tahun 2007. Merujuk pada
kenyataan di atas, maka secara umum pertumbuhan ekonomi (PDRB) dan pendapatan perkapita
penduduk Kabupaten . dari tahun ke tahun semakin meningkat. Peningkatan ini kiranya akan
sangat mendukung peningkatan kelas Rumah sakit Gotong Royong dan memberi peluang dalam
pengembangan pelayanan kesehatan rumah sakit.

e. Sosial Budaya
Kajian sosal budaya akan melihat kondisi dan kecenderungan jumlah penduduk Kabupaten
secara umum dan khususnya wilayah pelayanan RS gotong Royong berdasarkan agama, serta
pengaruhnya terhadap kebiasaan, budaya, dan pola hidup masyarakat sekitar. Materi RTRW
Kabupaten Tahun 2013-2033, menyebutkan bahwa di Kabupaten jumlah pemeluk agama
terbesar/mayoritas adalah pemeluk agama yaitu sebanyak jiwa atau % pada Tahun 2007,
sedangkan agama lain seperti sebanyak jiwa (..%), .sebanyak jiwa (..%), sebanyak
jiwa (%) dan sebanyak jiwa (%).
Tabel 6 : Penduduk Empat Kecamatan di Kabupaten . Menurut Agama Tahun 2017
No. Kecamatan Agama
Islam Katolik Protestan Hindu budha

jumlah
Sumber : RTRW Kabupaten Tahun 2013-2033 (diolah)
Jika dilihat dari data di atas, mayoritas penduduk di wilayah empat kecamatan ini adalah
pemeluk agama
Dalam keseharian, implementasi ajaran agama ini akan tercermin dalam kehidupan sosial
budaya masyarakat dan berpengaruh penting terhadap integrasi dan pengendalian
masyarakat. Kehidupan sosial budaya masyarakat yang bersifat komunal dan guyub sangat
mendukung khususnya penyebaran informasi tentang budaya bersih, kebiasaan hidup sehat,
dan akan berimplikasi positif terhadap peningkatan kelas C Rumah Sakit Gotong Royong.
f. SDM
2) Aspek Internal
e. Sosial Budaya

f. SDM Kesehatan
Kajian ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM)/Ketenagakerjaan di bidang kesehatan sangat
dibutuhkan sebagai pertimbangan dalam menentukan jenis layanan kesehatan RS Kelas C
terutama dikaitkan dengan layanan unggulan. Karena keberadaan SDM yang padat karya dan
berkualitas tinggi, disertai kesadaran akan pengabdian kepada kepentingan masyarakat
merupakan salah satu unsur utama pendukung terciptanya iklim kesehatan yang baik. Untuk
maksud tersebut, di bawah ini ditampilkan review terhadap hasil analisis sumber daya kesehatan
dalam Rencana Induk Peningkatan kelas C Rumah Sakit Gotong Tahun 2013 yang secara
ringkas dapat disimpulkan sebagai berikut :
1) Persebaran Tenaga Kesehatan Menurut Unit Kerja
Tenaga kesehatan di Kabupaten tersebar pada beberapa unit kerja. Dari tenaga medis,
sebagian besar bertugas di Rumah Sakit yaitu (%). Dari .. perawat/bidan sebagian besar
bertugas pada Rumah Sakit Umum yaitu orang (%). Dari tenaga farmasi sebagian besar
bertugas di RSU yaitu orang (%). Dari .. tenaga Gizi, sebagian besar bertugas di RSU yaitu
orang (.%), Dari 50 tenaga teknisi medis sebagian besar bertugas di RSU yaitu 40 orang
(80%). Dari 67 tenaga sanitasi sebagian besar bertugas di Puskesmas yaitu 43 orang (64,18%).
2) Rasio Dokter Spesialis per 100.000 Penduduk
Jumlah dokter spesialis di Kabupaten pada tahun 2012 berjumlah orang yang terdiri dari
dokter spesialis laki-laki berjumlah dan dokter spesialis perempuan sebanyak ..orang. Rasio
dokter spesialis di Kabupaten .. pada tahun 2012 adalah per 100.000 penduduk, masih di
bawah target tahun 2014 yaitu 12 per-100.000 penduduk.
3) Rasio Dokter umum per 100.000 penduduk
Jumlah dokter umum di Kabupaten pada tahun 2012 yang tersebar di puskesmas, RSU
Pemerintah dan RSU Swasta berjumlah orang yang terdiri dari dokter laki-laki sebanyak 60
dan dokter perempuan orang. Sehingga rasio dokter umum di Kabupaten pada tahun 2012
adalah per 100.000 penduduk. Rasio dokter umum di Kabupaten masih dibawah rata-rata
rasio dokter umum provinsi Jawa timur sebesar 24,2 per 100.000. Rasio dokter umum ini juga
masih di bawah standar yang ditetapkan SPM yaitu sebesar 30 per 100.000.
4) Rasio Dokter Gigi per 100.000 Penduduk
Jumlah dokter gigi di Kabupaten . pada tahun 2012 berjumlah 33 orang yang tersebar di
puskesmas, Rumah Sakit pemerintah dan Rumah Sakit swasta. Dari 33 orang dokter gigi
diketahui dokter gigi laki-laki sebanyak 15 orang dan perempuan 18 orang. Rasio dokter laki-laki
terhadap penduduk sebesar Sehingga rasio dokter gigi di Kabupaten pada tahun 2012 adalah 5
per 100.000 penduduk. Angka ini masih jauh di bawah rata-rata provinsi Jatim dimana 7 per
100.000 penduduk dan di bawah standar SPM yaitu 20 per 100.000 penduduk.
5) Rasio Tenaga Kefarmasian per 100.000 Penduduk
Tenaga kefarmasian yang ada di Kab. terdiri dari tenaga apoteker, sarjana farmasi, D3 farmasi
dan asisten apoteker. Jumlah tenaga kefarmasian di Kabupaten pada tahun 2011 berjumlah 46
orang yang tersebar di puskesmas 11 orang, rumah sakit 32 orang, dan dinas kesehatan 3 orang.
Sehingga rasio tenaga kefarmasian di Kabupaten pada tahun 2012 adalah 6,49 per 100.000
penduduk. Dari 46 orang tenaga kefarmasian yang ada dapat diketahui bahwa sebagian besar
berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 38 orang dan sisanya 8 orang laki-laki. Juga masih
di bawah target tahun 2014 yaitu untuk apoteker 12 per-100.000 penduduk dan asisten apoteker
24 per-100.000 penduduk.
6) Rasio Ahli Gizi per 100.000 Penduiduk
Jumlah tenaga Gizi di Kabupaten tahun 2012 berjumlah 62 orang yang tersebar di Puskesmas
dan Rumah sakit masing-masing sebanyak 28 orang, dan di dinas kesehatan sebanyak 6 orang.
Sehingga rasio Tenaga Gizi di Kabupaten pada tahun 2012 adalah 8,45 per 100.000
penduduk, di bawah target tahun 2014 yaitu 24 per-100.000 penduduk.
7) Rasio Perawat per 100.000 Penduduk
Jumlah perawat di Kabupaten pada tahun 2011 berjumlah 675 orang yang terdiri dari laki-laki
sebanyak 256 orang dan perempuan sebanyak 419 orang. Sehingga rasio Perawat di Kabupaten
. pada tahun 2012 adalah 101,82 per 100.000 penduduk. Rasio perawat di kabupaten
merupakan yang terendah dari seluruh Kabupaten yang terdapat di wilayah Provinsi Jatim. Hal
ini menjadi salah satu indikasi bahwa belum cukup adanya SDM perawat di kabupaten .
8) Rasio Bidan per 100.000 Penduduk
Jumlah Bidan di Kabupaten ...... pada tahun 2011 yang tersebar di Puskesmas dan Rumah Sakit
berjumlah 386 orang. Sehingga rasio Bidan di Kabupaten pada tahun 2011 adalah 58,23 per
100.000 penduduk.
Rasio bidan di Kabupaten juga belum menunjukkan angka yang signifikan. Rasio bidan di
kabupaten . masih di bawah standar rata-rata provinsi Jatim sebesar 61.3 per 100.000
penduduk.
9) Rasio Ahli Kesehatan Masyarakat per 100.000 Penduduk
Jumlah Ahli Kesehatan Masyarakat di Kabupaten . di Kabupaten . tahun 2011 berjumlah 16
orang yang terdiri dari ahli kesmas laki-laki sebanyak 5 orang dan ahli kesmas perempuan
sebanyak 11 orang. Sehingga rasio Ahli Kesehatan Masyarakat di Kabupaten pada tahun 2012
adalah 2,41 per 100.000 penduduk.
10) Rasio Ahli Sanitasi per 100.000 Penduduk
Jumlah tenaga Sanitasi di Kabupaten tahun 2012 berjumlah 54 orang yang tersebar di
puskesmas, Rumah Sakit, dan Dinas Kesehatan. Sehingga rasio tenaga sanitasi di Kabupaten
pada tahun 2011 adalah 8,15 per 100.000 penduduk. Dari 54 orang tenaga sanitasi yang berjenis
kelamin laki-laki sebanyak 26 orang dan perempuan 28 orang.
11) Rasio Tenaga Teknis Medis per 100.000 Penduduk
Jumlah Teknisi Medis di Kabupaten pada tahun 2012 berjumlah 50 orang yang tersebar
Puskesmas dan RSU. Rasio tenaga teknis medis terhadap jumlah penduduk tahun 2012 adalah
7,54 per 100.000 penduduk. Dari 50 orang tenaga teknisi medis yang berjenis kelamin laki-laki
sebanyak 30 orang dan perempuan 20 orang.
Menyimak review terhadap hasil analisis di atas, maka keberadaan SDM/ketenagakerjaan di
bidang kesehatan di Kabupaten . secara umum masih kurang, baik dilihat dari target yang
dicanangkan tahun 2014, rata-rata Provinsi Jatim maupun Standar Pelayanan Minimal (SPM).
Kondisi ini menjadi tantangan dalam peningkatan RS Kelas C khususnya penyediaan SDM
bidang kesehatan sesuai standar yang ditetapkan. Tidak hanya untuk menunjang operasional RS
Kelas C, penyediaan SDM bidang kesehatan secara kualitas dan kuantitas juga akan membantu
kekurangan tenaga kesehatan di Kabupaten secara umum.
g. Derajat Kesehatan
Dalam penyusunan Studi Kelayakan RS kelas C, kajian ini sangat dibutuhkan untuk melihat
kecenderungan derajat kesehatan masyarakat pada kawasan perencanaan, sehingga dalam
menyiapkan fasilitas kesehatan sesuai dengan kecenderungan yang terjadi. Derajat kesehatan
optimal akan dilihat dari unsur kualitas hidup serta unsur-unsur mortalitas dan yang
mempengaruhinya seperti morbiditas dan status gizi. Untuk kualitas hidup yang digunakan
sebagai indikator adalah angka kelahiran hidup, sedangkan untuk mortalitas yakni angka
kematian bayi per-1.000 kelahiran hidup, angka kematian Jatimta per-1.000 kelahiran hidup dan
angka kematian ibu per-100.000 kelahiran hidup. Data dan analisis status kesehatan dalam
Rencana Induk Pembangunan Kesehatan Kabupaten . Tahun 2013 menunjukkan
perkembangan sebagai berikut :
1) Angka kematian bayi (AKB) di Kabupaten pada tahun 2011 adalah 5,6/1.000 Kelahiran
Hidup (KH), lebih rendah dari target Standar Pelayanan Minimal (SPM) yaitu 17/1.000 KH
maupun target MDGs yaitu 23/1.000 KH.
2) Angka kematian Jatimta (AKABA) pada tahun 2011 adalah 7,2/ 1.000 KH, sudah lebih
rendah dari target MDGs 32/1.000 KH. Angka kematian Jatimta yang rendah menggambarkan
kondisi perinatal yang sudah sehat oleh para ibu dan atau merupakan akibat dari lingkungan yang
berpengaruh terhadap kesehatan Jatimta seperti gizi, sanitasi dan penyakit menular.
3) Angka kematian ibu (AKI) merupakan jumlah ibu hamil yang meninggal karena
hamil,melahirkan dan nifas disuatu wilayah tertentu per-100.000 KH pada tahun yang sama.
Target MDGs untuk AKI pada tahun 2015 yaitu 102/100.000 KH. Jumlah kematian ibu tahun
2007 sebanyak 13 orang dan mengalami peningkatan pada tahun 2008 menjadi 18 orang.
Kemudian menurun lagi menjadi 9 orang pada tahun 2009. Pada tahun 2010 jumlah kematian ibu
kemJatim meningkat menjadi 12 orang dan pada tahun 2011 menurun menjadi 11 orang.
Sehingga AKI di Kabupaten berdasarkan data tahun 2011 sudah berada di angka 94,1/
100.000 KH.
4) Umur Harapan Hidup (UHH) Kabupaten . pada tahun 2011 yaitu 69,34 tahun dan UHH ini
terus meningkat sejak tahun 2007. UHH Kabupaten masih lebih rendah dari target UHH
Nasional (tahun 2014) yaitu 72 tahun.
Sedangkan angka kesakitan (morbiditas) dan penanganan penyakit menular dapat dilihat dari
data kesakitan di bawah ini :
1) Angka AFP penduduk usia < 15 tahun sebesar 3,24 per 100.000, sudah lebih dari target
Standar Pelayanan Minimal (SPM) Kabupaten/Kota yaitu>1 per 100.000 penduduk usia < 15
tahun.
2) Angka kesembuhan TB Paru BTA (+) baru mencapai 84,04 % , lebih rendah dari SPM yang
ditetapkan sebesar > 85 %.
3) Persentase Jatimta pneumonia ditangani sudah mencapai target SPM yaitu 100%
4) Persentase HIV/AIDS ditangani sudah mencapai target SPM yaitu 100%.
5) Persentase donor darah diskrining terhadap HIV/AIDS sudah mencapai target SPM yaitu
100%.
6) Persentase Jatimta diare yang ditangani sudah mencapai target SPM yaitu 100%
7) Angka kesakitan malaria sebesar 0,006 per 1.000 penduduk, belum mencapai target SPM
yaitu 0 per 1.000 penduduk.
Data angka dan analisis status kesehatan menunjukkan bahwa derajat kesehatan masyarakat di
Kabupaten . berkembang ke arah positif secara signifikan. Namun demikian, masih terdapat
indikator status kesehatan seperti angka kematian bayi (AKB), Umur Harapan Hidup (UHH),
angka kesembuhan TB Paru BTA (+), dan angka kesakitan malaria yang belum mencapai target
SPM maupun lebih rendah dari target nasional dan Millennium Development Goals (MDGs). Hal
ini tentunya akan menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan penyediaan fasilitas kesehatan
pada RS Kelas C yang direncanakan, sehingga dapat membantu pencapaian standar dan target
yang ditetapkan.
2) Aspek Internal
Kajian aspek internal dibutuhkan guna melihat kekuatan bagi RS kelas C yang direncanakan agar
dapat survive dalam melaksanakan operasional. Mengurangi ancaman yang terjadi, serta melihat
kelemahan yang perlu diantisipasi agar ke depan tidak menjadi suatu hambatan di dalam
kegiatan operasional rumah sakit.
a. Sarana Kesehatan
Kajian sarana kesehatan di sekitar wilayah jangkauan pelayanan RS Kelas C yang akan dibangun
bertujuan untuk mendapatkan kecenderungan dalam hal pangsa pasar serta pola penentuan
sistem tarif di rumah sakit. Berdasarkan data statistik, sarana kesehatan yang terdapat di
Kabupaten terdiri atas Rumah Sakit 6 buah, Puskesmas 20 buah, Puskesmas Pembantu 75
buah, dan Poliklinik 2 buah sedangkan untuk BKIA, kegiatannya sudah tergabung dalam
Poliklinik.
Untuk mengetahui tingkat pelayanan sarana kesehatan di suatu wilayah didasarkan atas Standar
SNI 03-1733-2004 yang meliputi :
Rumah sakit : 1 unit/240.000 jiwa = 0,000004
Puskesmas : 1 unit/120.000 jiwa = 0,000008
Puskesmas Pembantu : 1 unit/30.000 jiwa = 0,00003
Posyandu : 1 unit/1.250 jiwa = 0,0008
Balai Pengobatan Warga /Poliklinik : 1 unit/2.500 jiwa = 0,0004
Apotik/Toko Obat : 1 unit/30.000 jiwa = 0,00003
Berdasarkan standar di atas, tingkat pelayanan sarana kesehatan di Kabupaten termasuk
dalam kategori baik, hanya pada jumlah poliklinik yang kurang tingkat pelayanannya, oleh
karena itu dalam pengembangannya peningkatan sarana kesehatan perlu diprioritaskan dalam
peningkatan kualitasnya (Rencana Induk Pembangunan Kesehatan Kabupaten . Tahun 2013).
Dari perkiraan jumlah penduduk, dapat dihitung perkiraan kebutuhan sarana kesehatan di
wilayah perencanaan dengan menggunakan standar perencanaan yang berlaku. Penyediaan
kebutuhan sarana kesehatan di Kabupaten berkaitan dengan jenis sarana yang disediakan,
jumlah penduduk pendukung, luas lantai dan luas lahan minimal, radius pencapaian serta lokasi,
seperti ditunjukkan oleh Tabel 7.
Tabel 7 : Proyeksi Jumlah Kebutuhan Sarana Kesehatan di Kabupaten Tahun 2023
No. Nama standarisasi Jumlah
desa sarana
eksisting
Jumlah luas
penduduk
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Total

Jumlah Kebutuhan Kekurangan


penduduk sarana sarana
tahun kesehatan kesehatan
2023 tahun 2023 tahun 2023
Unit luas Unit luas
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Sumber : Rencana Induk Pembangunan Kesehatan Kabupaten Tahun 2013


Keterangan :
1 = Poliklinik
2 = Puskesmas
3 = Puskesmas Pembantu
4 = Rumah Sakit
Terlihat dari tabel di atas, sampai dengan tahun 2023 sarana kesehatan di Kabupaten . sudah
cukup memadai, hanya saja perlu penambahan 350 unit Poliklinik guna menambah kelengkapan
sarana kesehatan untuk pelayanan masyarakat. Kekurangan 350 unit Poliklinik berdasarkan hasil
analisis kebutuhan sarana kesehatan dalam Rencana Induk Pembangunan Kesehatan Kabupaten
Tahun 2013 merupakan peluang dalam peningkatan RS Kelas C. Pelayanan kesehatan yang
diberikan oleh Poliklinik tentunya akan dapat disediakan di RS Kelas C walaupun dengan jenis
dan jumlah yang terbatas. Hal ini setidaknya akan dapat menambah jenis pelayanan kesehatan
kepada masyarakat.
b. Pola Penyakit dan Epidemologi
Kajian pola penyakit dan epidemologi dibutuhkan untuk melihat kecederungan jenis penyakit
yang banyak terjadi di masyarakat. Berdasarkan kecenderungan ini akan dapat disusun dan
dirumuskan jenis pelayanan unggulan yang akan diberikan pada RS KelasC yang direncanakan.
Data yang ada menunjukkan, bahwa kasus penyakit yang dominan di Kabupaten. berdasarkan
data jenis keluhan kesehatan adalah penyakit panas, batuk, pilek, sesak napas, diare dan sakit
kepala berulang, seperti yang disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8 : Persentase Penduduk Kabupaten . Menurut Jenis Keluhan
No Jenis keluhan 2013 2014 2015
kesehatan

Persentase
penduduk yang
mengalami
keluhan
kesehatan
sebulan tang
lalu

Kesehatan Tahun 2011


Sumber : Rencana Induk Pembangunan Kesehatan Kabupaten Tahun 2013
Untuk kasus penyakit menular dengan angka penderita yang paling tinggi adalah pada penyakit
Gastro/Enteritis/Diare dengan jumlah penderita sebanyak 6.092 jiwa pada Tahun 2011, seperti
yang disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9 : Jumlah Penderita Penyakit Menular di Kabupaten Tahun 2011
Dinas/puskesmas/puskesmas Dhf Gastroenteritis Tbc kolera
pembantu

Jumlah

Sumber : Rencana Induk Pembangunan Kesehatan Kabupaten . Tahun 2013 (diolah)


Urutan 10 besar penyakit di Kabupaten pada Tahun 2011 seperti yang disajikan pada Tabel
10.
Tabel 10 : 10 Besar Penyakit di Kabupaten Tahun 2011
No Nama penyakit jumlah

Sumber : Rencana Induk Pembangunan Kesehatan Kabupaten Tahun 2013


.merupakan kabupaten dengan penduduk terinfeksi HIV nomor dua terbesar di Provinsi Jatim.
Rata-rata 23 kasus ditemukan tiap bulan berdasarkan data Tahun 2011, dan kasus menyebar di
setiap kecamatan se-kabupaten . Dengan dilengkapinya VCT diharapkan dasar dari kasus
HIV/AIDS yang diibaratkan sebagai fenomena gunung es bisa didapatkan. Kasus baru HIV,
AIDS, dan penyakit menular seksual lainnya di masing-masing kecamatan tahun 2011 dapat
dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 : Jumlah Kasus Baru HIV, AIDS, dan Infeksi Menular Seksual Lainnya Menurut
Jenis Kelamin, Kecamatan, dan Puskesmas di Kabupaten Tahun 2011
No kecama Puskes Juml Jumla
tan mas ah h
kasus kemati
baru an
akibat
AIDS
HIV AI IMS
DS lainn
ya
L P L+ L P L+ L P L+P L P L+
P P P
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 12 1 1 15
1 3 4

juml
ah

Sumber : Rencana Induk Pembangunan Kesehatan Kabupaten Tahun 2013


Keterangan : Jumlah kasus baru adalah seluruh kasus baru yang ada di wilayah kerja
puskesmas tersebut termasuk kasus yang ditemukan di RS
Data-data di atas menunjukkan jenis penyakit dominan yang diderita masyarakat Kabupaten
termasuk kasus HIV/AIDS. Kondisi ini merupakan dasar dalam menentukan jenis pelayanan
yang akan dikembangkan di RS kelas C yang direncanakan. Dengan demikian, rencana
pengembangan jenis-jenis pelayanan dalam RS Kelas C akan memberi manfaat lebih besar
dalam menanggulangi masalah kesehatan masyarakat Kabupaten .
c. Teknologi
Dalam rangka pengembagan layanan kesehatan dan kesiapan SDM bidang kesehatan di RS
Kelas C, maka kajian terhadap aspek kemajuan teknologi mutlak diperlukan terutama terkait
dengan peralatan kesehatan (Alkes) yang terus menerus mengalami perkembangan. Dalam
dokumen Rencana Induk Pembangunan Kesehatan Kabupaten ...... Tahun 2013, upaya
peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) kesehatan dijelaskan sebagai berikut :
1) Penelitian dan pengembangan di bidang kesehatan akan terus dikembangkan secara terarah
dan bertahap dalam rangka menunjang upaya kesehatan, utamanya untuk mendukung perumusan
kebijaksanaan, membantu memecahkan masalah kesehatan dan mengatasi kendala dalam
pelaksanaan program kesehatan.
2) Penelitian dan pengembangan kesehatan akan terus dikembangkan melalui jaringan kemitraan
dan didesentralisasikan sehingga menjadi bagian penting dari pembangunan kesehatan daerah.
3) Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi didorong untuk meningkatkan pelayanan
kesehatan, gizi, pendayagunaan obat dan pengembangan obat asli Indonesia, pemberantasan
penyakit dan perbaikan lingkungan.
4) Penelitian yang berkaitan dengan ekonomi kesehatan dikembangkan untuk mengoptimalkan
pemanfaatan pembiayaan kesehatan dari pemerintah dan swasta.
5) Penelitian bidang sosial budaya dan perilaku sehat dilakukan untuk mengembangkan gaya
hidup sehat dan mengurangi masalah kesehatan masyarakat yang ada.
Upaya peningkatan Iptek kesehatan yang dicanangkan oleh Pemerintah Kabupaten memberi
peluang dalam pembangunan RS Kelas C khususnya pengembangan Alkes yang akan digunakan.
Sejalan dengan perkembangan Iptek kesehatan dan kecenderungan pola penyakit, maka
penggunaan Alkes di RS Kelas C tentunya harus terus dikembangkan termasuk SDM bidang
kesehatan yangakan mengoperasikannya.
d. SDM/Ketenagakerjaan Rumah Sakit
Kajian keberadaan SDM/ketenagakerjaan di bidang kesehatan secara eksternal telah
menyimpulkan, bahwa di Kabupaten . secara umum kondisinya masih kurang. Hal ini menjadi
tantangan dalam pembangunan RS Kelas C khususnya penyediaan SDM bidang kesehatan sesuai
standar yang ditetapkan, baik untuk menunjang operasional rumah sakit yang direncanakan
maupun membantu kekurangan tenaga kesehatan di Kabupaten .
Kajian terhadap SDM/ketenagakerjaan di rumah sakit secara internal dimaksudkan untuk
mengkaji kesiapan SDM/ketenagakerjaan khususnya di RS. Hasilnya diharapkan dapat
menentukan jenis layanan kesehatan yang akan diberikan kepada masyarakat sesuai dengan
segmentasi dan posisioning rumah sakit.
Merujuk kepada Pedoman Penyelenggaraan RS Kelas C,maka ketentuan ketenagaan di RS Kelas
C ditetapkan sebagai berikut :
1) Tenaga Dokter paling sedikit 9 (sembilan) orang dan 2 (dua) orang Dokter Gigi.
2) Tenaga Keperawatan paling sedikit orang.
3) Tenaga Kesehatan Non Keperawatan paling sedikit ) orang.
4) Tenaga Penunjang paling sedikit orang.
5) Tenaga Manajerial/Administrasi terdiri dari paling sedikit 1 (satu) orang Direktur, orang
Seksi, orang Subbag TU, dan orang tenaga administrasi.
Berdasarkan data dan ketentuan di atas, penyediaan SDM/ ketenagakerjaan pada rencana
pembangunan RS Kelas C akan ditetapkan berdasarkan ketentuan minimal jenis dan jumlah
tenaga, jenis layanan kesehatan yang diberikan, serta jumlah tempat tidur yang akan disediakan.
Jenis dan jumlah tenaga di RS Kelas C ini akan terus dikembangkan sejalan dengan tuntutan
kubutuhan pelayanan masyarakat, perkembangan jenis penyakit, dan perkembangan Iptek
kesehatan.
e. Organisasi
Organisasi dan tata kerja RS Kelas C disusun berdasarkan prinsip hemat struktur dan kaya
fungsi, menggambarkan kewenangan, tanggung jawab, dan tata hubungan kerja dalam
penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan administrasi manajemen sesuai kebutuhan.
Dalam Pedoman Penyelenggaraan RS Kelas C ditetapkan bahwa struktur organisasi RS Kelas C
paling sedikit terdiri atas kepala rumah sakit ataudirektur rumah sakit, unsur pelayanan medis,
unsur keperawatan medis serta administrasi umum dan keuangan. Penetapan organisasi dan tata
kerja rumah sakit menjadi wewenang pemilik rumah sakit dengan mengacu pada peraturan yang
berlaku.
Kajian terhadap organisasi rumah sakit tentunya akan berpengaruh terhadap kegiatan operasional
yang berdampak terhadap kinerja rumah sakit. Bentuk organisasi RS KelasC akan disesuaikan
dengan ketentuan dan jenis layanan yang disediakan.
Terkait dengan organisasi rumah sakit, maka hal yang perlu digarisbawahi dari Pedoman
Penyelenggaraan RS Kelas C adalah ketentuan tentang pengelompokan kelas pelayanan RS kelas
C sesuai permenkes No56/2014 tentang . Bab Bagian Pasal .. yang mengatur Susunan
Organisasi Rumah Sakit Umum (RSU) KelasC yaitu :
1)
2)
Struktur organisasi RSU Kelas C sesuai Permenkes di atas dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 : Struktur Organisasi Rumah Sakit Umum Kelas C

Direktur

Sumber : Permenkes No. 56/2014


f. Kinerja dan Keuangan
Pembinaan dan pengendalian rumah sakit dalam Pedoman Penyelenggaraan RS kelas C
ditetapkan sebagai berikut :
1) Pembinaan dan pengendalian kegiatan pelayanan RS Kelas C dapat lakukan oleh pemerintah
daerah dan organisasi profesi serta asosiasi perumahsakitan sesuai dengan fungsi masing-masing.
2) RS Kelas C wajib melaporkan hasil penyelenggaraan pelayanan laporan kinerja setiap
triwulan ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Dinas
Kesehatan Provinsi.
Sejalan dengan hal di atas, Rencana Induk Pembangunan Kesehatan Kabupaten Tahun 2013
menetapkan program Peningkatan Kebijakan dan Manajemen Pembangunan Kesehatan berupa :
1) Kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan perlu makin ditingkatkan terutama
melalui peningkatan secara strategis dalam kerjasama antara sector kesehatan dan sektor lain
yang yang terkait, dan antara berbagai program kesehatan serta antara para pelaku dalam
pembangunan kesehatan sendiri. Manajemen upaya kesehatan yang terdiri dari perencanaan,
penggerakan pelaksanaan, pengendalian, dan penilaian diselenggarakan secara sistematik untuk
menjamin upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh. Manajemen tersebut didukung oleh
sistem informasi ynag handal guna menghasilkan pengambilan keputusan dan cara kerja yang
efisien.
2) Dinas Kesehatan ditingkatkan terus kemampuan manajemennya sehingga dapat melaksanakan
secara lebih bertanggung jawab dalam perencanaan, pembiayaan dan pengawasan upaya
kesehatan. Peningkatan kemampuan manajemen tersebut dilakukan melalui rangkaian
pendidikan dan pelatihan yang sesuai dengan pembangunan kesehatan yang ada. Upaya tersebut
pula didukung oleh tersedianya pembiayaan kesehatan yang memadai.
Kajian kinerja dan keuangan RS Kelas C yang direncanakan akan mengkaji pendapatan dan
pengeluaran rumah sakit. Kajian ini diharapkan dapat melihat kecenderungan dan potensi
perkembangan kinerja dan pendapatan rumah sakit dimasa mendatang, sehingga mendapatkan
gambaran kekuatan atau kelemahan rencana pembangunan RS Kelas C. Untuk itu, kajian
terhadap aspek ekonomi akan dibahas dalam Sub Bab 6.2. yang menganalisis tentang rencana
investasi dan sumber dana, proyeksi pendapatan dan biaya, proyeksi cash flow, dan analisis
keuangan (BEP,IRR, NPV).

4.3. Analisis Permintaan


Analisis permintaan akan membahas tentang kajian terhadap posisi kelayakan RS Gotong
Royong Kelas C dari 5 (lima) aspek yaitu aspek lahan dan lokasi, klasifikasi rumah sakit,
kapasitas tempat tidur, jenis layanan, dan layanan unggulan. Kajian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) serta
peluang (opportunity) dan ancaman (threat) yang akan menjadi pertimbangan tehadap kelayakan
peningkatan RS Gotong Royong Kelas C. Hasilnya digunakan sebagai acuan untuk menentukan
langkah-langkah selanjutnya dalam upaya memaksimalkan kekuatan dan memanfaatkan peluang
serta secara bersamaan berusaha untuk meminimalkan kelemahan dan mengatasi ancaman.
1) Lahan dan Lokasi
RS Kelas C hanya dapat didirikan di daerah perkotaan dengan kepadatan penduduk yang tinggi
atau di daerah yang akses pelayanan rumah sakit sulit dijangkau. Kajian kelayakan lahan dan
lokasi akan terkait dengan letak geografis, kondisi wilayah di sekitarnya dilihat dari aspek
penggunaan lahan, infrastruktur dan aksesibilitas, serta kondisi demografi di wilayah
perencanaan RS Kelas C. Berdasarkan hasil kajian terhadap aspek-aspek tersebut pada sub bab
5.1. maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
a) Lokasi lahan rencana pembangunan RS Kelas C secara geografis akan sangat menguntungkan
dan sangat mendukung pengembangan layanan kesehatan.
b) Kontur lahan yang relatif datar dan aksesibilitas yang mudah dari jalan utama, memberi
keleluasaan dalam penataan areal rumah sakit.
c) Kondisi lingkungan sekitar serta sarana dan prasarana yang ada akan sangat mendukung
operasional rumah sakit.
d) Kondisi demografi di wilayah empat kecamatan yang termasuk ke dalam lingkup mikro
pelayanan RS Kelas C dalam materi RTRW Kabupaten Tahun 2013-2033 adalah :
Proyeksi jumlah penduduk tahun 2014 Kecamatan .jiwa, Kecamatan . jiwa,
Kecamatan . jiwa dan Kecamatan . jiwa.
Pertambahan penduduk per tahun berturut-turut dari yang paling tinggi adalah Kecamatan
Kecamatan %, Kecamatan % dan Kecamatan .%.
e) Proyeksi jumlah penduduk 20 tahun mendatang (tahun 2034) adalah Kecamatan jiwa,
Kecamatan . jiwa, Kecamatan jiwa dan Kecamatan .. jiwa.
Data dan kajian di atas menunjukkan bahwa dari aspek lahan dan lokasi, rencana RS Kelas C
layak untuk dibangun. Kelemahan dan ancaman hanya terjadi pada faktor demografi yaitu
pertambahan jumlah penduduk di wilayah empat kecamatan yang menjadi lingkup mikro
pelayanan rumah sakit hingga tahun 2034 yang mencapai total .jiwa. Hal ini akan menjadi
tantangan bagi RS Kelas C terutama dalam memenuhi tuntutan kebutuhan jenis dan jumlah
layanan kesehatan dimasa mendatang, serta penyediaan tempat tidur untuk pelayanan rawat inap.
2) Klasifikasi Rumah Sakit
Secara umum, kelayakan klasifikasi/kelas rumah sakit akan mengkaji tentang kecenderungan
jenis penyakit yang diderita oleh masyarakat, sehingga diperoleh gambaran tentang
klasifikasi/kelas rumah sakit yang direncanakan agar sesuai dengan jenis layanan dan kesiapan
SDM kesehatan yang dimiliki.
Hal yang perlu dicermati adalah ketentuan yang menetapkan bahwa RS Kelas C merupakan
rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan kesehatan tingkat
pertama dan spesialis dasar yang hanya menyediakan pelayanan perawatan kelas 3 (tiga) yang
memberikan pelayanan gawat darurat, pelayanan rawat jalan, dan rawat inap serta pelayanan
penunjang lainnya untuk peningkatan akses bagi masyarakat dalam rangka menjamin upaya
pelayanan kesehatan perorangan.
3) Kapasitas Tempat Tidur
Menurut ketentuan, salah satu pelayanan kesehatan yang wajib disediakan oleh RS Kelas C
adalah pelayanan rawat inap. Adanya kewajiban untuk menyediakan pelayanan rawat inap
membawa konsekuensi perlunya kajian terhadap perhitungan kapasitas Tempat Tidur (TT) yang
harus disiapkan oleh RS Kelas C. Prakiraan kebutuhan jumlah TT berdasarkan standar WHO
yaitu rasio ideal jumlah TT rumah sakit terhadap jumlah penduduk adalah 1 TT untuk 1.000
orang.
Jika mengacu kepada standar WHO di atas, maka hingga tahun 2034 dengan proyeksi jumlah
penduduk Kecamatan ...... sebanyak 120.552 jiwa dibutuhkan minimal 120 TT. Apalagi kalau RS
juga harus melayani tambahan tiga kecamatan lainnya(.,,) dengan proyeksi jumlah
penduduk hingga tahun 2034 sebanyak 398.883 jiwa, akan dibutuhkan minimal 398 TT.
Kebutuhan kapasitas TT yang demikian besar tentunya menjadi masalah apabila tidak
diperhitungkan keberadaan Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes) yang sudah ada maupun
yang akan dibangun dan dikembangkan di lokasi lain hingga tahun 2034 mendatang.
Oleh karena itu, perhitungan kebutuhan kapasitas TT yang akan disediakan di RS Kelas C tetap
mengacu kepada upaya menambah pelayanan rawat inap kepada masyarakat dengan perawatan
kelas 3 (tiga) dan kemampuan keuangan Pemerintah saat ini. Disamping itu, beberapa
pertimbangan yang dijadikan dasar dalam penentuan jumlah TT yang akan disediakan di RS
Kelas C adalah sebagai berikut :
a) Luas lahan yang tersedia untuk pembangunan RS Kelas C.
b) Pelayanan kesehatan minimal yang wajib disediakan oleh sebuah RS Kelas C.
c) Jenis pelayanan kesehatan yang menjadi prioritas untuk segera disediakan sesuai dengan
tuntutan kebutuhan masyarakat.
d) Ketentuan yang mengatur tentang tata ruang dan bangunan di wilayah rencana pembangunan
RS Kelas C seperti KDB, KLB, GSB, KDH, dan ketentuan teknis lain yang mengatur
persyaratan bangunan fasilitas kesehatan (rumah sakit).
a. Jenis Layanan
Jenis layanan sebuah rumah sakit umumnya berupa pelayanan medik, penunjang medik,
administrasi dan servis. Melalui pertimbangan kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat dan
ketentuan yang berlaku, maka jenis layanan yang akan disediakan di RS Kelas C adalah :
1) Pelayanan Medik :
a)
b)
2) Pelayanan Penunjang Medik :
a)
b)
3) Administrasi :
a)
b)
4) Servis :
a) Satpam.
b) Tempat Suci.
c) Ambulance.
d) Linen (Laundry)
e) Kantin.
f) Toilet.
b. Layanan Unggulan
Layanan unggulan sebuah rumah sakit umumnya disiapkan atas dasar kecenderungan pola
penyakit yang terjadi di wilayah tempat rumah sakit tersebut berada. Karena RS Kelas C adalah
rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan kesehatan tingkat
pertama dan spesialis dasar, maka layanan unggulan yang akan dikembangkan di RS Kelas C ini
didasarkan atas jenis penyakit yang dominan diderita oleh masyarakat dan kebutuhan Fasyankes.
Berdasarkan data yang ada menunjukkan, bahwa kasus penyakit yang dominan di Kabupaten
...... adalah penyakit panas, batuk, pilek, sesak napas, diare dan sakit kepala berulang. Analisis
kebutuhan sarana kesehatan mengindikasikan hingga tahun 2023 di Kabupaten ...... perlu
penambahan 350 unit Poliklinik guna menambah kelengkapan sarana kesehatan untuk pelayanan
masyarakat.
Data dan hasil analisis di atas memberikan gambaran tentang jenis layanan unggulan yang dapat
dikembangkan di RS Kelas C yaitu layanan rawat jalan dengan fasilitas Poliklinik yaitu
poli
4.4. Analisis Kebutuhan
Sesuai dengan fungsi dari RS Kelas C di Kecamatan ...... yang disiapkan untuk memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat Kecamatan ...... khususnya dan daerah Kabupaten ......
bagian Barat pada umumnya dengan kondisi kependudukan, sosial budaya dan perekonomian
yang ada, maka diharapkan RS Kelas C ini dapat menjadi tumpuan kesehatan bagi masyarakat.
Untuk itu, dalam perwujudannya dilakukan analisis kebutuhan terhadap beberapa aspek penting
antara lain kebutuhan ruang, kebutuhan lahan, peralatan medis dan non medis, sumber daya
manusia, serta organisasi dan uraian tugas.
1) Kebutuhan Ruang
Ruang-ruang yang dibutuhkan dalam pembangunan RS Kelas C yang direncanakan dapat dilihat
pada Tabel 12.

2) Kebutuhan Lahan
Sesuai hasil analisis kebutuhan ruang untuk RS Kelas C di atas, maka luas lahan yang
dibutuhkan adalah 10.605,15 M2. Luas lahan (site) yang tersedia lebih kurang 11.155,25 M2 dan
penggunaan KDB 40%. Dalam analisis ini, bangunan hanya diperhitungkan berlantai 1 (satu)
dan prediksi proyeksi pelayanan rumah sakit sampai dengan 20 tahun mendatang. Dengan
demikian, pertimbangan secara teknis untuk mengembangkan bangunan ke atas/ke arah vertikal
(menambah lantai) menjadi sangat penting, mengingat proyeksi pertumbuhan penduduk
Kecamatan ...... yang akan dilayani cukup pesat, apalagi bila ditambahkan dengan pelayanan
terhadap tiga kecamatan lainnya yaitu ......, ......, dan ....... Sesuai dengan data kependudukan,
jumlah penduduk Kecamatan ...... pada Tahun 2014 adalah sebanyak 84.128 jiwa dan proyeksi
20 tahun mendatang (Tahun 2034) menjadi 120.552 jiwa. Jika dikaji berdasarkan standar WHO
bahwa rasio ideal jumlah tempat tidur (TT) rumah sakit terhadap jumlah penduduk adalah 1 TT
untuk 1.000 orang, maka saat ini saja (Tahun 2014) selayaknya RS Kelas C menyiapkan minimal
84 TT.
Berdasarkan luas lahan yang tersedia dan analisis kebutuhan ruang, maka jumlah TT
untukpelayanan rawat inap yang direncanakan di RS saat ini adalah lebih kurang 75% dari
kebutuhan yaitu sebanyak 60 TT. Penyediaan jumlah 60 TT ini dengan asumsi bahwa 25%
kebutuhan pelayanan rawat inap masyarakat di Kecamatan ...... dilayani oleh Puskesmas dan
Rumah Sakit (Pemerintah/Swasta) yang ada di Kabupaten ....... Untuk mengantisipasi kebutuhan
TT untuk pelayanan rawat inap hingga Tahun 2034, baik pelayanan bagi masyarakat di wilayah
Kecamatan ...... maupun tiga kecamatan di sekitarnya, diupayakan melalui pengembangan ke
arah vertikal yaitu penambahan jumlah lantai maksimal sesuai ketentuan yang berlaku.
Pengembangan juga memungkinkan secara horizontal yaitu dengan menambah luas areal lahan
rumah sakit, mengingat lahan di sekitarnya merupakan tanah milik Pemprov Jatim. Hal ini
tentunya membutuhkan komunikasi dan koordinasi yang baik antara Pemkab ...... dengan
Pemprov Jatim guna mendukung pembangunan bidang kesehatan di Kabupaten .......
3) Peralatan Medis dan Non Medis
Sesuai dengan tipenya, RS Kelas C membutuhkan peralatan medis dan non medis sebagaimana
diuraikan pada Tabel 13 sampai dengan Tabel 19 di bawah.
Tabel 13 : Kebutuhan Peralatan Ruang Rawat Inap
No Nama alat Merk Type Quality

Tabel 14 : Kebutuhan Peralatan Unit Gawat Darurat (UGD)


No Nama alat Merk Type Quality

Tabel 15 : Kebutuhan Peralatan Poliklinik Vaksinasi


No Nama alat Merk Type Quality
Tabel 16 : Kebutuhan Peralatan Ruang Tindakan
No Nama alat Merk Type Quality

Tabel 17 : Kebutuhan Peralatan Poliklinik Penyakit Dalam


No Nama alat Merk Type Quality

Tabel 18 :. Kebutuhan Peralatan Ruang Obgyn


No Nama alat Merk Type Quality

Tabel 19 : Kebutuhan Peralatan Poliklinik Anak


No Nama alat Merk Type Quality

4) Sumber Daya Manusia


Dalam rancangan sistem kesehatan nasional khususnya dalam subsistem sumber daya manusia
kesehatan, perencanaan sumber daya manusia kesehatan merupakan salah satu unsur utama dari
subsistem tersebut yang menekankan pentingnya upaya penetapan jenis, jumlah dan kualifikasi
sumber daya manusia kesehatan sesuai dengan kebutuhan pembangunan kesehatan. Sehingga
dalam hal pemenuhan ketenagaan atau SDM kesehatan di RS Kelas C yang direncanakan, perlu
mempertimbangkan/memperhitungkan tenaga seefisien dan seefektif mungkin agar menjadikan
manajemen pengelolaan rumah sakit dapat berlangsung secara optimal.
Rencana penyediaan SDM kesehatan secara makro (eksternal) bertujuan menambah kekurangan
tenaga kesehatan di Fasyankes yang terdapat di Kabupaten ...... berdasarkan rasio pelayanan per
100.000 penduduk. Sedangkan secara mikro (internal) bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
SDM kesehatan di RS Kelas C agar dapat beroperasi dengan baik.
Pedoman Penyelenggaraan RS Kelas C telah menetapkan ketentuan ketenagaan minimal yang
harus tersedia di sebuah RS Kelas C. Di samping ketentuan tersebut, penyediaan
SDM/ketenagaan di RS Kelas C ini juga didasarkan atas jenis dan jumlah pelayanan yang
direncanakan, jumlah TT untuk pelayanan rawat inap, serta peralatan medis dan non medis yang
digunakan. Untuk itu, kebutuhan SDM di RS Kelas C adalah sebagai berikut :
1) Kepala/Direktur RS; 1 orang dokter/dokter gigi.
2) Tenaga Dokter; menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 262 Tahun 1979 menetapkan
bahwa rasio Dokter : Tempat Tidur (TT) untuk Rawat Inap adalah 1 : (4~7). Dengan rencana
penyediaan 60 TT, maka kebutuhan minimal Tenaga Dokter Umum adalah sebanyak (1 Dokter :
7 TT) x 60 TT = 8,57 9 orang.
3) Tenaga Dokter Spesialis; sesuai dengan jumlah layanan Poliklinik yang disediakan, maka
dibutuhkan minimal tenaga dokter spesialis sebanyak 8 orang.
4) Tenaga Paramedis Perawat; menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 262 Tahun 1979
menetapkan bahwa rasio Tenaga Paramedis Perawat : Tempat Tidur (TT) untuk Rawat Inap
adalah (3~4) : 2. Dengan rencana penyediaan 60 TT, maka kebutuhan minimal Tenaga
Paramedis Perawat adalah sebanyak (3 Paramedis Perawat : 2 TT) x 60 TT = 90 orang.
5) Tenaga Paramedis Non Perawat; menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 262 Tahun 1979
menetapkan bahwa rasio Tenaga Paramedis Non Perawat : Tempat Tidur (TT) untuk Rawat Inap
adalah 1 : 3. Dengan rencana penyediaan 60 TT, maka kebutuhan Tenaga Paramedis Non
Perawat adalah (1 Paramedis Non Perawat : 3 TT) x 60 TT = 20 orang.
6) Tenaga Non Medis/Karyawan; menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 262 Tahun 1979
menetapkan bahwa rasio Tenaga Non Medis/Karyawan : Tempat Tidur (TT) untuk Rawat Inap
adalah 1 : 1. Dengan rencana penyediaan 60 TT, maka kebutuhan Tenaga Non Medis/Karyawan
adalah (1 Karyawan : 1 TT) x 60 TT = 60 orang.
Perhitungan kebutuhan SDM/tenaga di atas adalah dalam jumlah minimal dan sudah termasuk
tenaga keamanan dan tenaga servis yang disediakan oleh RS Kelas C.
Hal yang perlu diingat adalah kebijakan pemerintah melalui Kemenkes yang mengisyaratkan
agar RS Kelas C. Dengan demikian, maka kebutuhan jumlah, jenis, dan kualifikasi tenaga juga
semakin bertambah sejalan dengan peningkatan klasifikasi rumah sakit.
5) Organisasi dan Uraian Tugas
Orginasasi rumah sakit adalah suatu organisasi yang dibangun untuk mempermudah dan
mempercepat masyarakat agar lebih efisien dalam memperoleh pelayanan di rumah sakit. Hal ini
akan memudahkan masyarakat dalam mengikuti prosedur yang ada, sehingga pasien dapat
dengan cepat ditangani. Tidak hanya memudahkan dalam memberikan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat, organisasi rumah sakit yang baik juga akan membantu menciptakan iklim
kerja yang sehat dan mendukung perkembangan kinerja operasional rumah sakit.
Sebagai sebuah rumah sakit milik Swasta, maka setiap tenaga di RS Kelas C memiliki tugas
pokok dan fungsi (Tupoksi) yang jelas, sesuai bagian/bidangnya masingmasing.
Secara umum, uraian tugas masing-masing tenaga di RS dapat dijelaskan sebagai berikut, yaitu :
a) Direktur
Direktur Rumah Sakit mempunyai Tugas Pokok : Membantu dalam pengelolaan Rumah Sakit
dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Dalam menyelenggarakan tugas, Direktur RS mempunyai fungsi sebagai berikut :
Perumusan kebijakan Rumah Sakit
Penyusunan Rencana Strategik Rumah Sakit.
Penyelenggaraan pelayanan umum di bidang kesehatan.
b) Bagian Tata Usaha
Kepala Bagian Tata Usaha
Kepala Bagian Tata Usaha mempunyai Tugas Pokok : Memberikan pelayanan teknis dan
administrasi kepada semua unsur dilingkungan kantor Rumah Sakit.
Dalam menyelenggarakan tugas, Kepala Bagian Tata Usaha mempunyai fungsi sebagai berikut :
Penyusunan kebijakan bidang teknis administrasi perencanaan, adminstrasi umum dan
kepegawaian serta adminstrasi keuangan dan aset Rumah Sakit.
Pembinaan, pengkoordinasian , pengendalian, pengawasan program dan kegiatan bagian tata
usaha.
Kepala Seksi Pelayanan Medik
Kepala Seksi Pelayanan Medik, mempunyai Tugas Pokok : menyiapkan perumusan dan fasilitasi
medis di Rumah Sakit.
Dalam menyelenggarakan tugas Kepala Seksi Pelayanan Medik mempunyai tugas :
Penyusunan program dan kegiatan seksi Pelayanan Medik.
Pelaksanaan program dan kegiatan seksi Pelayanan Medik.
Pembinaan, pengendaliaan, pengawasan program dan kegiatan seksi Pelayanan Medik.
Kepala Seksi Pelayanan Keperawatan
Kepala Seksi Pelayanan Keperawatan, mempunyai Tugas Pokok : menyiapkan perumusan dan
fasilitasi Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit.
Dalam menyelenggarakan tugas Kepala Seksi Pelayanan Keperawatan mempunyai tugas :
Penyusunan program dan kegiatan seksi Pelayanan Keperawatan.
Pelaksanaan program dan kegiatan seksi Pelayanan Keperawatan.
Pembinaan, pengkoordinasian, pengendaliaan, pengawasan program dan kegiatan seksi
Pelayanan Keperawatan.
Kepala Seksi Perlengkapan Medik dan Non Medik
Kepala Seksi Perlengkapan Medik dan Non Medik, mempunyai Tugas Pokok :
menyiapkan perumusan dan fasilitasi Perlengkapan Medik dan Non Medik di Rumah Sakit.
Dalam menyelenggarakan tugas Kepala Seksi Perlengkapan Medik dan Non Medik mempunyai
tugas :
Penyusunan program dan kegiatan seksi Perlengkapan Medik dan Non Medik.
Pelaksanaan program dan kegiatan seksi Perlengkapan Medik dan Non Medik.
Pembinaan, pengkoordinasian, pengendaliaan, pengawasan program dan kegiatan seksi. .
c) Bidang Pelayanan
Kepala Bidang Pelayanan
Kepala Bidang Pelayanan, mempunyai Tugas Pokok : Merencanakan operasionalisasi, memberi
tugas, memberi petunjuk, menyelia, mengatur, mengevaluasi dan melaporkan penyelenggaraan
tugas bidang pelayanan.
Dalam menyelenggarakan tugas, Kepala Bidang Pelayanan mempunyai fungsi :
Penyelenggaraan program dan kegiatan pelayanan medik.
Penyelenggaraan program dan kegiatan pelayanan keperawatan.
Penyelenggaraan dan pengadaan perlengkapan medik dan non medik.
Kepala Seksi Pelayanan Medik
Kepala Seksi Pelayanan Medik, mempunyai Tugas Pokok : menyiapkan perumusan dan fasilitasi
medis di Rumah Sakit.
Dalam menyelenggarakan tugas Kepala Seksi Pelayanan Medik mempunyai tugas :
Penyusunan program dan kegiatan seksi Pelayanan Medik.
Pelaksanaan program dan kegiatan seksi Pelayanan Medik.
Pembinaan, pengendaliaan, pengawasan program dan kegiatan seksi Pelayanan Medik.
Kepala Seksi Pelayanan Keperawatan
Kepala Seksi Pelayanan Keperawatan, mempunyai Tugas Pokok : menyiapkan perumusan dan
fasilitasi Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit.
Dalam menyelenggarakan tugas Kepala Seksi Pelayanan Keperawatan mempunyai tugas :
Penyusunan program dan kegiatan seksi Pelayanan Keperawatan.
Pelaksanaan program dan kegiatan seksi Pelayanan Keperawatan.
Pembinaan, pengkoordinasian, pengendaliaan, pengawasan program dan kegiatan seksi
Pelayanan Keperawatan.
Kepala Seksi Perlengkapan Medik dan Non Medik
Kepala Seksi Perlengkapan Medik dan Non Medik, mempunyai Tugas Pokok :
menyiapkan perumusan dan fasilitasi Perlengkapan Medik dan Non Medik di Rumah Sakit.
Dalam menyelenggarakan tugas Kepala Seksi Perlengkapan Medik dan Non Medik mempunyai
tugas :
Penyusunan program dan kegiatan seksi Perlengkapan Medik dan Non Medik.
Pelaksanaan program dan kegiatan seksi Perlengkapan Medik dan Non Medik.
Pembinaan, pengkoordinasian, pengendaliaan, pengawasan program dan kegiatan seksi
Perlengkapan Medik dan Non Medik.
d) Bidang Penunjang
Kepala Bidang Penunjang
Kepala Bidang Penunjang, mempunyai Tugas Pokok : Merencanakan operasionalisasi , memberi
tugas, memberi petunjuk, menyelia, mengatur, mengevaluasi dan melaporkan penyelenggaraan
tugas bidang penunjang.
Dalam menyelenggarakan tugas Kepala Bidang Penunjang mempunyai tugas:
Penyelenggaraan program dan kegiatan logistik dan diagnostik.
Penyelenggaraan program dan kegiatan pelayanan sarana dan Prasarana.
Penyelenggaraan program dan kegiatan pengendalian instalasi.
Penyusunan program dan kegiatan seksi Logistik dan Diagnostik.
Pelaksanaan program dan kegiatan seksi Logistik dan Diagnostik.
Kepala Seksi Logistik dan Diagnostik
Kepala Seksi Logistik dan Diagnostik, mempunyai Tugas Pokok : menyiapkan perumusan dan
fasilitasi Perlengkapan Logistik dan Diagnostik di Rumah Sakit.
Dalam menyelenggarakan tugas Kepala Seksi Logistik dan Diagnostik mempunyai tugas :
Penyusunan program dan kegiatan seksi Logistik dan Diagnostik.
Pelaksanaan program dan kegiatan seksi Logistik dan Diagnostik.
Pembinaan, pengkoordinasian, pengendaliaan, pengawasan program dan kegiatan seksi
Logistik dan Diagnostik.
Kepala Seksi Sarana dan Prasarana
Kepala Seksi Sarana dan Prasarana, mempunyai Tugas Pokok : menyiapkan perumusan dan
fasilitasiPerlengkapan sarana dan Prasarana di Rumah Sakit.
Dalam menyelenggarakan tugas Kepala Seksi Sarana dan Prasarana mempunyai tugas :
Penyusunan program dan kegiatan seksi Sarana dan Prasarana.
Pelaksanaan program dan kegiatan seksi Sarana dan Prasarana.
Pembinaan, pengkoordinasian, pengendaliaan, pengawasan program dan kegiatan seksi
Sarana dan Prasarana.
Kepala Seksi Pengendalian Instalasi
Kepala seksi Pengendalian Instalasi, mempunyai Tugas Pokok : Mempersiapkan, memperbaiki,
dan memelihara sarana dan prasarana Instalasi Rumah Sakit.
Dalam menyelenggarakan tugas Kepala Seksi Pengendalian Instalasi mempunyai tugas :
Pelaksanaan program dan kegiatan Seksi Pengendalian Instalasi.
Pembinaan, pengkoordinasian, pengendaliaan, pengawasan program dan kegiatan
Pengendalian Instalasi.

4.5. Kelayakan Teknis


a. Lokasi
Sebagai fasilitas pelayanan publik, sudah selayaknya lokasi Rumah Sakit (RS) Kelas C di
Kecamatan ...... berada di tengah-tengah wilayah yang akan dilayani baik secara makro maupun
mikro, untuk memberikan jangkauan pelayanan yang merata atauhampir merata dari aspek jarak
layanan.
Lokasi site yang ada, sangat sesuai dengan misi dari pelayanan ini karena diharapkan mampu
melayani masyarakat yang terdapat di wilayah Kecamatan ......, Kecamatan......, dan Kecamatan
...... seperti terlihat pada Gambar 4.
Gambar 4 : Kelayakan Lokasi Rencana RS Kelas C
Peta sukolilo

b. Sirkulasi
Sistem sirkulasi di dalam tapak (site) RS Kelas C secara umum dirancang untuk menciptakan
pergerakan pemakai yang cepat, efektif dan efisien serta memberikan rasa aman kepada seluruh
pemakai. Secara khusus, sirkulasi dirancang sebagai berikut :
1) Sistem sirkulasi di dalam RS Kelas C dirancang untuk menciptakan pergerakan pemakai
secara aman dan cepat yang dibuat dengan meletakan fasilitas bersama pada satu tempat dan
hanya dihubungkan dengan jalur pedestrian (jalan untuk pejalan kaki) dan membuat sirkulasi
kendaraan di bagian luar.
2) Di samping untuk melayani pasien, fasilitas sirkulasi ini juga dirancang untuk melayani
pengunjung, sehingga pencapaiannya dari arah luar dibuat mudah dikenal. Dengan demikian,
penyediaan fasilitas pelayanan yang bersifat komersial dapat dipakai sebagai sumber pendapatan
sekunder, guna memberikan kontribusi yang cukup berarti bagi operasional RS Kelas C.
c. Block Plan
Merancang block plan merupakan pendekatan yang dilakukan untuk memperoleh gambaran
umum (makro) mengenai distribusi ruang ke dalam bentuk dan komposisi massa bangunan
dalam site RS . Secara makro, luas peruntukan, kelompok, dan hubungan funsional ruang diplot
ke dalam built up area (BUP) site RS .
Pengaturan (adjusment) dilakukan dengan mengikuti modul yang telah ditetapkan. Modul ini
ditentukan berdasarkan ukuran standar bahan yang akan dipakai, dengan maksud untuk menekan
terbuangnya bahan (waste materials) yang berlebihan.
Block plan dibuat untuk mengetahui, apakah keseluruhan sistem dalam perancangan telah
terakomodasi, dan seberapa besar penyimpangan yang terjadi antara konsep yang dirumuskan
dengan penerapannya ke dalam site sebagai wadah. Dengan block plan, rancangan detail dari
sistem dapat ditentukan dan dioptimalkan, misalnya di mana tangga dan tanggul diperlukan,
bagaimana pola pertamanan yang akan diterapkan, seberapa banyak cut and fill yang harus
dikerjakan, ke mana arah (jalur) drainage yang paling efektif dan sebagainya.
Rancangan Block Plan RS Kelas C di Kecamatan ...... secara grafis disajikan pada Gambar 5 :

denah
Gambar 5 : Rancangan Block Plan RS Kelas C

d. Struktur dan Bahan


RS Kelas C merupakan bangunan sederhana yang dibangun di atas site dengan kondisi tanah
yang relatif baik. Hal ini menyebabkan sistem struktur yang digunakan tidak rumit, bahkan dapat
dikatakan sangat sederhana. Di samping merupakan bangunan dengan katagori kelas B, biaya
konstruksi memang harus ditekan sampai pada batas yang paling memadai, karena RS Kelas C
bukan merupakan usaha yang berorientasi pada perolehan keuntungan (non profit oriented).
Artinya, antara kesanggupan calon pemakai untuk membayar sewa harus berimbang dengan
penyediaan fasilitas yang diberikan, berimbang pula dengan tingkat pengemJatiman investasi,
dan yang paling penting adalah berlangsungnya operasional fungsi sesuai dengan tujuan
pembangunannya.
RS Kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan
kesehatan dasar yang tidak membedakan kelas perawatan dalam upaya menjamin peningkatan
akses bagi masyarakat dalam rangka penyelenggaraan kegiatan upaya kesehatan perorangan
yang memberikan pelayanan gawat darurat selama 24 jam, pelayanan rawat jalan, dan rawat
inap. Dari pengertian di atas, maka rancangan sosok bangunan dapat dibuat lebih kecil dan
sederhana, sehingga pemilihan sistem struktur yang dipakai juga tidak menjadi rumit dan mahal.
Berdasarkan pada kriteria pemilihan sistem struktur bangunan, yaitu: 1) kekakuan; 2)
fleksibelitas ruang; 3) pengadaan bahan; 4) teknik pelaksanaan; dan 5) estetika, maka konsep
struktur dan bahan yang akan diterapkan pada bangunan RS adalah sebagai berikut :
a) Sistem struktur bangunan yang paling tepat untuk bangunan RS adalah system struktur
rangka, karena dengan sistem struktur ini fleksibelitas dalam pengaturan ruang dalam (interior)
dapat dicapai secara optimal. Bukaan dinding untuk penerangan dan ventilasi alami dapat dibuat
secara leluasa.
b) Beton bertulang merupakan bahan struktur yang paling efektif digunakan, karena memiliki
umur keawetan (umur fungsional) relatif lebih lama, dibandingkan dengan bahan struktur
lainnya, asalkan metode dan teknik pengerjaannya sesuai dengan persyaratan yang ada (SNI
2000 mengenai Beton Bertulang). Kelebihan lain yang dimiliki oleh bahan struktur ini adalah :
kekuatannya dapat dirancang sesuai dengan yang diinginkan;
hampir tidak mengalami pelapukan oleh cuaca;
pengadaannya sangat mudah (untuk di Jatim);
pengerjaannya mudah (untuk bentuk struktur bangunan RS yang sederhana) sehingga tidak
membutuhkan tenaga ahli khusus; dan
mudah dalam pemeliharaan.
c) Untuk bahan rangka atap, ada tiga pilihan, yaitu beton bertulang, baja atau kayu. Penentuan
salah satu yang dipakai dapat dilakukan setelah mengadakan evaluasi secara keseluruhan,
volume, harga, keawetan, pengerjaan/pelaksanaan, pemeliharaan dari bahan-bahan tersebut.
Tetapi evaluasi tersebut tidak akan dibahas dalam analisis ini.
d) Penutup atap menggunakan bahan genteng lokal, bahan dinding dari batako (concrete block)
dan di beberapa bagian dapat digunakan partisi dari kayu dengan penutup asbes semen atau
plywood di-finishing dengan cat, kecuali dinding pada tempat yang selalu basah (dapur, ruang
cuci, kamar mandi/WC) menggunakan keramik/porselin (forceline).
e) Lapisan penutup lantai digunakan ubin keramik dari kelas yang lebih rendah asalkan toleransi
presisinya masih dapat dipenuhi. Pada dasarnya penentuan pemakaian bahan, dapat dilakukan
dengan mengadakan evaluasi terhadap alternatif bahan melalui beberapa faktor yaitu :
fungsi;
umur/keawetan;
kekuatan;
pengerjaan;
pengadaan; dan
estetika.
e. Prasarana dan Utilitas
Bangunan RS Kelas C tidak menuntut adanya prasarana dan sistem utilitas bangunan yang rumit,
karena sifatnya yang sangat sederhana. Tetapi bagaimanapun system dan jaringan instalasinya
harus dikerjakan secara benar dan cermat sesuai peraturan yang ada, untuk memudahkan
operasional, dan menekan biaya pemeliharaan serta perbaikannya.
Bangunan RS Kelas C dilengkapi dengan prasarana dan sistem utilitas sebagai berikut :
a) Sistem tata udara.
b) Sistem kelistrikan.
c) Sistem pencahayaan.
d) Sistem proteksi kebakaran.
e) Sistem komunikasi.
f) Sistem Gas Medik dan Vakum Medik.
g) Sistem sanitasi terdiri atas :
Sistem air bersih dan air minum.
Sistem pembuangan air kotor dan/atau air limbah.
Sistem pembuangan kotoran dan sampah medis dan non medis.
h) Sistem pengendalian terhadap kebisingan.
i) Aksesibilitas penyandang cacat (disable).
f. Tampilan Bangunan
Sosok bangunan RS Kelas C harus tampil sebagai sebuah bangunan fasilitas kesehatan pada
umumnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan selaras dengan
bangunan-bangunan yang telah ada di sekitarnya. Secara khusus, konsep tampilan bangunan
diarahkan sebagai berikut :
a) RS Kelas C tampil sebagai bagian komunitas fasilitas sosial di Kecamatan ......, sehingga
sosok bangunannya dibuat dengan menampilkan bentuk, proporsi, skala, ornamen, dan dekorasi
bangunan yang selaras, serasi, dan bernuansa yang sama dengan bangunan di sekitarnya.
b) Bentuk bangunan dibuat sederhana, sebagaimana halnya bentuk bangunan tradisional Jatim.
Bentuk dasar segi empat sangat tepat untuk mencapai kesederhanaan bentuk, dengan berbagai
variasi penataannya. Hampir semua bahan bangunan yang ada (pabrikasi), mempunyai bentuk
dasar segi empat, sehingga sangat sejalan dengan pemakaian bahan. Bentuk furniture yang
dipakai kebanyakan bentuk standar pabrikasi yang hampir semuanya memiliki bentuk dasar segi
empat. Sehingga ruang-dalam yang terbentuk pun merupakan bentuk dasar segi empat. Dengan
bentuk dasar yang persegi empat, ruang terbuang (useless space) dapat diminimalkan.
c) Skala dan proporsi bangunan dibuat tidak mendominasi bangunan-bangunan yang telah ada,
karena RS Kelas C yang dibangun di Kecamatan ...... merupakan fasilitas sosial yang disediakan
oleh negara/pemerintah. Ornamen dan dekorasi ditampilkan secara sederhana, sehingga RS
Kelas C tetap memiliki karakteristik yang kuat, sebagai pencerminan arsitektur lokal.
g. Ruang Dalam
Penataan peralatan dan furniture, keleluasaan gerak pelaku aktifitas, serta kebutuhan psikologis
pelaku baik mengenani kenyamanan maupun keamanan, akan membentuk ruang dalam secara
optimal. Untuk itu, konsep ruang dalam RS Kelas C ditetapkan sebagai berikut :
a) Fleksibelitas penataan peralatan/furniture diberikan untuk menciptakan variasi agar tidak
membosankan. Hal ini sangat perlu diperhatikan, walaupun pemakai menempati ruangan hanya
sementara. Variasi dapat memberikan kesegaran, meningkatkan kinerja pemakai dalam
melaksanakan tugasnya atau dapat memberikan sugesti bagi pasien untuk dapat lebih cepat
sembuh. Dengan demikian, penataan ruang dalam juga dapat memberikan kontribusi dalam
mencapai tujuan rumah sakit.
b) Penyekat ruang (partisi) pada bagian ruang yang memungkinkan, dapat dibuat dengan partisi
rangka kayu yang ditutup plywood atau calsiboard. Ini dapat dilakukan pada ruang-ruang
tertentu, dengan maksud untuk mengurangi biaya sehingga dapat menekan biaya stuktur
bangunan.
c) Pemakaian bentuk furniture dan warna disesuaikan dengan fungsi bangunan (ruang), dan
cenderung memakai bentuk-bentuk dan warna yang berkesan ringan dan sesuai dengan standar
rumah sakit. Hal ini dimaksudkan karena bentuk dan warna dapat berpengaruh secara psikologis
terhadap pemakai serta warna juga dapat memberikan rangsangan tertentu terhadap kondisi
emosional pemakainya.
h. Ruang Luar (Landscaping)
Keberhasilan rancangan dan pemeliharaan pertamanan (landscaping) RS Kelas C akan dapat
dijadikan kebanggaan bagi mereka yang tinggal di dalamnya. Kebanggaan pemakai yang tinggal
di RS Kelas C merupakan media yang paling potensial untuk mempromosikan dan menarik
pasien lain untuk berobat. Kebanggaan ini akan terus terpelihara, bila di dalam RS Kelas C
terwujud komunikasi dan interaksi sosial yang positif antar pemakai, sehingga dapat memacu
peningkatan prestasi pelayanan kesehatan yang diberikan.
Untuk mencapai tujuan di atas, maka pertamanan RS Kelas C dirancang dengan
mempertimbangkan kondisi alam setempat, karakteristik perilaku kegiatan terutama pasien yang
sangat membutuhkan kesegaran dan keindahan lingkungan. Penyediaan fasilitas tempat untuk
menunggu dari keluarga pasien sesuai dengan sistem kekerabatan yang berkembang di
masyarakat setempat, sehingga perlu disediakan ruang tunggu untuk kelompok-kelompok kecil
(2 sampai 6 orang) dan ditempatkan pada ruang terbuka yang teduh.
i. Schematic Design
Rencana penataan RS Kelas C akan menampilkan gambar sketsa (schematic design) berupa
gambar lay out plan (Gambar 6.3). Gambar tersebut merupakan salah satu alternatif, yang
ditransformasikan dari rumusan konsep penataan, dipakai sebagai acuan dalam membuat
perhitungan estimasi biaya RS Kelas C.
Gambar 6 : Rancangan Lay Out Plan RS Kelas C
Denah

6.1. Kelayakan Ekonomi


1) Rencana Investasi dan Sumber Dana
Pembahasan mengenai rencana investasi, menyangkut keseluruhan biaya yang dibutuhkan untuk
pembangunan RS Kelas C sampai siap operasi, tetapi tidak termasuk biaya pembelian lahan.
Yang termasuk dalam perhitungan estimasi biaya RS Kelas C yaitu : 1) biaya konstruksi, yang
terdiri dari biaya struktur dan finishing, dan biaya utilitas (MEP); 2) biaya pertamanan
(landscaping), termasuk pedestrian way; 3) biaya furniture (peralatan/ perlengkapan operasional
fungsi ruang); 4) biaya pengelolaan proyek; 5) biaya perencanaan/konsultan, perijinan, dan
pajak.
a. Dasar Perhitungan dan Acuan yang Dipakai
1) Besarnya biaya tiap M2 luas lantai bangunan akan diambil dari biaya standar bangunan
gedung negara, sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor
45/PRT/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara dan standar
harga bangunan sesuai dengan SEB (Surat Edaran Bersama) Bappenas dan Direktorat Jenderal
Anggaran, Deptartemen Keuangan Nomor : 654/D.VI/02/1998, SE 36/A/21/0298 tanggal 10
Pebruari 1998.
2) Estimasi perhitungan biaya bangunan RS Kelas C akan memperhitungkan tingkat inflasi dan
suku bunga Bank sebagai patokan dasar yang disesuaikan dengan kondisi lapangan (kondisi
harga bahan bangunan di Singaraja pada bulan Juni 2014), khususnya kondisi harga kayu, semen
dan besi untuk konstruksi.
3) Dari pengamatan di lapangan dan analisis terhadap komposisi kandungan bahanbahan tersebut
(kayu, semen dan besi) pada bangunan yang sejenis, bangunan katagori kelas C berlantai 1,
dengan harga satuan per M2 luas lantai adalah Rp.4.041.844,- termasuk semua komponen biaya
Sipil, Struktur, dan Arsitektur yang terkait.
4) Dengan kenaikan harga masing-masing jenis bahan bangunan dan prosentase kandungan
bahan tersebut dalam bangunan, diperoleh kenaikan harga satuan bangunan per M2 luas lantai,
kurang lebih sebesar 12% / tahun dari harga pada tahun 2013 pada bulan yang sama. Hasil
perhitungan tersebut dipakai sebagai dasar perhitungan estimasi biaya RS Kelas C.
b. Kebutuhan Biaya
1) Biaya Lahan
Adalah biaya yang dibutuhkan untuk pematangan lahan, di mana pada rencana proyek ini
ditaksir sekitar Rp. 72.500 per M2 termasuk pengurugan setinggi satu meter, sehingga total biaya
yang dibutuhkan lebih kurang Rp 808.755.509,-
2) Biaya Studi Kelayakan
Besarnya biaya yang dibutuhkan untuk membuat Studi Kelayakan sangat tergamtung dari
identifikasi proyek, tingkat kerumitan/ kompleksitas proyek dan kesediaan sumber daya manusia.
Dalam hal ini biaya yang dibutuhkan untuk mengadakan studi kelayakan lebih kurang sebesar
Rp. 164.481.650,-
3) Biaya Desain
Yang termasuk dalam biaya desain adalah semua biaya yang dikeluarkan untuk membuat desain,
termasuk site plan, desain arsitektur, desain sipil dan struktur, desain mekanikal, elektrikal dan
plumbing, jaringan data dan lainnya, termasuk semua perhitungan dan pembuatan spesifikasi dari
masing-masing desain yang bersangkutan. Tergantung dari tingkat kerumitan dan
kompleksitasnya, secara keseluruhan biaya desain untuk rencana RS Kelas C ini diasumsikan
sebesar Rp. 394.605.121,-
4) Biaya Pelaksanaan Konstruksi
Adalah biaya yang dibutuhkan untuk pelaksanaan konstruksi yang secara umum terdiri dari :
a) Biaya Persiapan dan Pelaksanaan Tender, Negosiasi dan Kontrak
Besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengadakan tender, negosiasi dan pembuatan kontrak
dengan pihak kontraktor pelaksana diperkirakan sebesar Rp.16.161.302,-
b) Biaya Struktur dan Arsitektur
Harga per M2 bangunan RS Kelas C (dengan katagori gedung Negara kelas C - sederhana) untuk
pekerjaan struktur dan finishing diasumsikan berdasarkan perhitungan kenaikan harga sebesar
12% dari harga satuan bangunan pada tahun 2013
c) Biaya Jaringan Utilitas, Peralatan dan Perlengkapan
Sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 45/PRT/2007,
biaya jaringan, peralatan dan perlengkapan utilitas untuk bangunan kelas C, diasumsikan 25%
dari biaya struktur dan finishing, sehingga menjadi sebesar : 0,25 x Rp. 10.774.201.250,- = Rp.
2.693.550.313,-
d) Biaya Pertamanan (Landscaping)
Penataan landscaping baik berupa perkerasan (hardscape) maupun pertamanan (softscape)
direncanakan pada seluruh areal rumah sakit. Oleh karena pertamanan (landscaping) tidak
memerlukan tanaman yang bernilai mahal dan sebagian besar memanfaatkan tanaman lokal,
maka biaya landscape, penataan pedestrian dan areal parkir, diasumsikan sebesar 12.5% dari
biaya pekerjaan struktur danarsitektur yaitu sebesar Rp.1.346.775.156,-
e) Biaya Perlengkapan Interior (Furniture)
Biaya perlengkapan (furniture) dapat dimasukan sebagai biaya modal operasional. Akan tetapi
dalam hal ini biaya furniture diperhitungkan sebagai investasi, walaupun bukan merupakan biaya
konstruksi (construction cost). Biaya furniture diperhitungkan sesuai dengan kebutuhan
operasional fungsi. Jenis dan jumlahnya sesuai dengan kebutuhan untuk setiap ruang. Sesuai
dengan estimasi perhitungan biaya furniture yang dibuat, diperoleh jumlah biaya untuk furniture
adalah kurang lebih 9 % dari biaya untuk pekerjaan struktur dan arsitektur, yaitu sebesar : Rp.
969.678.113,-
Biaya di atas sudah termasuk perlengkapan seperti kain tirai jendela, kelengkapan tempat tidur
dan perlengkapan lainnya.
f) Biaya Pekerjaan Tambah Kurang
Adalah sebagai antisipasi pengeluaran biaya akibat perubahan desain dan atau adanya kondisi
yang tidak dapat diduga, sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan desain baik bentuk,
material maupun kualitas. Untuk mengantisipasi hal ini, maka perlu disiapkan biaya tambahan
yang besarnya lebih kurang aebesar 2% atau sebesar Rp. 215.484.025.
g) Biaya Test dan Comisioning
Semua peralatan yang dipakai harus diuji coba (test & commisioning) untuk mengetahui kinerja
dari peralatan yang dipasang, dan harus di tes sampai padabatas maksimum beban
operasionalnya, terutama pada komponen mekanikal, elektrikal dan pemipaan. Untuk itu
dibutuhkan biaya yang besarnya lebih kurang 0.5% dari biaya untuk komponen MEP atau sama
dengan Rp 53.871.006,-
h) Biaya Pengawasan dan/atau Manajemen Konstruksi (MK)
Untuk mendapatkan kualitas bangunan seperti yang diharapkan, baik seperti bagaimana yang
tertera dalam gambar/desain maupun sebagaimana disyaratkan dalam spesifikasi, maka
diperlukan biaya untuk menyewa pengawasan Manajemen Konstruksi (MK) yang nilainya
diasumsikan sebesar 2.5% dari biaya konstruksi yaitu sebesar Rp. 394.605.121,-
5) Biaya Operasional Tahun Pertama
a) Biaya Pengadaan Alat Kesehatan/Sarana dan Prasarana Kesehatan
Sebagaimana diketahui biaya untuk peralatan, sarana dan prasarana RS Kelas C sudah ditentukan
oleh peraturan tentang sarana dan prasarana yang ditetapkan oleh pemerintah. Hal ini juga
tergantung dari model, jenis, dan kapasitas pelayanan yang akan diberikan kepada pemakai,
dalam hal ini adalah masyarkat di wilayah Kabupaten ...... secara umum dan Kecamatan ......
khususnya.
Analisis kebutuhan jenis, jumlah, dan luasan ruang telah diuraikan pada Tabel 5.8. Demikian
juga kebutuhan jenis peralatan pendukung dan penunjang kegiatan operasional rumah sakit telah
dijelaskan pada Tabel 5.9 sampai dengan Tabel 5.15. Berdasarkan analisis tersebut, maka
kebutuhan biaya pengadaan alat kesehatan/sarana dan prasarana kesehatan RS Kelas C
diperkirakan sebesar Rp. 2.424.195.281,-
b) Biaya Pelatihan (Training) dan Pemasaran/Promosi
Untuk memperoleh kinerja yang optimal dalam pelayanan rumah sakit, semua komponen yang
menjalankan sistem pelayanan harus dilatih (training) terlebih dahulu, sehingga diperoleh tenaga
operasional yang dapat menjalankan tugas secara profesional. Untuk itu dibutuhkan biaya lebih
kurang 5% dari biaya konstruksi atau sebesar Rp. 789.210.242,-
c) Biaya Manajemen Pengelolaan Awal (6 sampai 12 bulan)
Biaya operasional tahun pertama juga harus diperhitungkan sesuai dengan kapasitas pelayanan
kesehatan yang akan diberikan kepada masyarakat, yang jumlahnya lebih kurang sebesar 10%
dari biaya konstruksi atau sebesar Rp.1.578.420.483,-
6) Biaya Lain-Lain
a) Biaya Perijinan
Biaya perijinan terdiri dari : ijin lokasi dan ijin prinsip, ijin mendirikan bangunan, ijin
mengoperasikan peralatan, dan ijin operasional bangunan. Keseluruhan biaya perijinan ini
diperkirakan sebesar 3% dari biaya konstruksi bangunan, yang besarnya lebih kurang Rp.
404.032.547,-
b) Biaya Pajak
Biaya pajak dan biaya retribusi lainnya diperhitungkan sebagi beban modal, yang diasumsikan
sebesar Rp. 2,622,352,276,-
c) Biaya Darurat (Contingencies)
Biaya tak terduga juga diperhitungkan dalam membuat estimasi investasi, yang pada proyek RS
Kelas C ini diasumsikan sebesar Rp. 67,338,758,-
7) Biaya Keseluruhan Proyek
Total biaya RS sampai siap untuk beroperasi termasuk PPN 10% adalah Rp. 25.717.718.152,-.
Tetapi jika ada salah satu fasilitas kelengkapan yang dikurangi, akan terjadi beberapa alternatif
biaya RS Kelas C. Hal ini dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai besarnya investasi
yang diperlukan, serta seberapa besar pendapatan yang diperlukan untuk pengemJatimannya,
terkait dengan penentuan besarnya biaya rawat inap serta ruangruang pelayanan lainnya, yang
diharapkan dapat memberikan kontribusi (pendapatan) pada RS Kelas C yang dibebankan
kepada masyarakat, atau yang harus disubsidi oleh Pemerintah.
Dari dana yang terhitung di atas, maka diharapkan tidak sepenuhnya diperoleh dari Pemkab ......
melalui ABPD, juga diharapkan dapat diperoleh dari dana pinjaman bank pemerintah. Dengan
demikian, besarnya investasi dapat diasumsikan mempunyai komposisi 81,28% loan (dana
pinjaman) dan 18,72% equity (dana pemilik) dengan interest rate 12% dan roe 15%. Untuk
menghitung besarnya pendapatan rumah sakit yang direncanakan agar dapat beroperasi dengan
layak, maka akan diperhitungkan nilai investasi pada akhir konstruksi atau pada awal tahun
kedua, dengan asumsi lama waktu pelaksanaan konstruksi proyek tidak lebih dari 1(satu) tahun.
Dengan demikian, besarnya investasi yang diperhitungkan sebagai dasar perhitungan
pengemJatiman investasi adalah nilai investasi pada akhir pelaksanaan konstruksi atau pada awal
operasional RS Kelas C. Sehingga besarnya investasi yang diperhitungkan untuk
pengemJatimannya menjadi Rp. 29.118.807.983,- sesuai dengan periode dan waktu
pencairannya, serta interest rate dan DR on Equity yang diperhitungkan (tabel terlampir).
c. Proyeksi Pendapatan dan Biaya
Perhitungan proyeksi pendapatan yang diharapkan berbasis pada beberapa hal penting yaitu :
1) Luas efektif properti, yaitu luas ruang yang bisa memperoleh pendapatan, misalnya ruang
rawat inap, poliklinik dan ruang lainnya serta perbandingannya dengan luas keseluruhan
bangunan (proyek) beserta semua equipment dan requirment sehingga proyek dapat beroperasi
secara sempurna sesuai dengan yang diharapkan
2) Komposisi modal antara modal sendiri (equity) dan modal dari pinjaman (loan) berikut DRE
(Discout Rate of Equity) dan suku bunga pinjaman (interest rate).
3) Lama waktu dikonstruksi (pelaksanaan pembangunannya), berkaitan dengan waktu mulai
proyek beroperasi, semakin cepat semakin baik karena investasi yang ditanam tidak
membengkak sesuai dengan DRC (Dicount Rate of Capital).
4) Umur efektif properti (proyek) yang diperhitungkan.
5) Periode pencairan investasi, yang juga berpengaruh besar terhadap perhitungan pendapatan
yang diharapkan.
Dengan memperhatikan hal-hal di atas, akan diperoleh hasil perhitungan dengan matrik seperti
terlihat pada Gambar 7.
PENDEKATAN HARAPAN PENDAPATAN RS

Gambar 7 : Matrik Perhitungan Proyeksi Pendapatan dan Biaya RS Kelas C


Sumber : Hasil Analisis (2015)
d. Proyeksi Cash Flow
Untuk membuat proyeksi Cash Flow pada studi kelayakan ekonomi RS Kelas C ini akan
digunakan metode yang paling banyak dipakai saat ini yaitu metode "Discounted Cash Flow",
yang memanfaatkan rumus-rumus yang ada dengan menentukan asumsi-asumsi yang
berdasarkan pada data hasil survey serta analisis yang dibuat. Aspek yang harus ditinjau dalam
membuat proyeksi cash flow adalah seperti terlihat pada Tabel 21 di bawah.
Tabel 21 : Aspek yang Ditinjau dalam Analisis Cash Flow
e. Nilai Break Event Point (BEP)
f. Nilai Internal Rate of Return (IRR)
g. Nilai Net Present Value (NPV)
4. Data Luar/ Data Eksternal Rumah Sakit dan Lingkungan
a. Data Kesehatan
- Angka Kesehatan (Morbiditas), Penyakit Utama Rawat Jalan di Puskesmas dan Rumah Sakit

- Angka Kesakitan (Mortalitas), Penyakit Utama Rawat Inap di Puskesmas dan Rumah Sakit

- Jumlah Posyandu, Puskesmas Pembantu, Puskesmas dengan Tempat Tidur dan Puskesmas
Keliling

- Jumlah dan Jarak merata Puskesmas Pembantu, Puskesmas DTP dan Puskesmas Keliling
dengan Rumah Sakit di wilayah kerja.

- Jumlah Rumah Sakit di wilayah kerja termasuk Rumah Sakit Swasta.

- Jarak Antar Rumah Sakit di wilayah Kerja

- Jumlah Tempat Tidur Rumah Sakit di Wilayah Jangkauan Rumah Sakit.

- Jumlah dan Jenis tenaga dokter umum dan Spesialis di wilayah kerja.

- Jumlah tenaga kesehatan lainnya diwilayah kerja


b. Data Keadaan Lingkungan Sekitar
- Jalan Pencapaian dan Kondisinya serta Klasifikasi Jalan Lingkungan berupa Jalan Utama
maupun Jalan Penghubung lainnya.

- Utilitas bangunan sesuai yang ada apakah wilayah ini sudah memiliki jaringan telepon, listrik,
air bersih dan saluran pembuangan serta data kondisinya.

- Kondisi Topografi wilayah perencanaan.


- Rencana peruntukkan tanah di sekitar wilayah perencanaan yang terkait dengan Rencana Tata
Ruang Kota yang ada (RTBL, RUTR, RDTR, RTRW).

- Iklim dan cuaca setempat diwilayah ini.


5. Data Kesehatan Kota/ Kabupaten
- Data Tarif Perawatan di Rumah Sakit lain sekitar lokasi
- Sebaran Rumah Sakit sekitar wilayah

- Pola penyakit daerah setempat.


7. Data Demografi
- Luas Wilayah

- Jumlah Penduduk

- Angka Kepadatan

- Laju Pertumbuhan Penduduk


Untuk menganalisis aspek Ekternal dan aspek Internal perlu dilakukan proyeksi berupa
forcasting, kecuali data-data yang tidak memungkinkan tetap disajikan dalam bentuk tabel,
diagram batang atau pun diagram pie untuk melihat kecenderungannya.
Aspek-aspek yang dikaji sebagai analisis situasi diharapkan mendapatkan suatu kecenderungan
Rumah Sakit setelah melakukan segmentasi dan posisioning, aspek-aspek tersebut antara lain:
3.1. Aspek Esternal
Aspek Eksternal yang akan dianalisis guna melihat peluang yang dapat menjadikan Rumah Sakit
untuk terus berkembang di masa mendatang serta melihat ancaman yang perlu diantisipasi oleh
Rumah Sakit agar tidak menjadi suatu hambatan di dalam operasional Rumah Sakit kedepannya.
1. Kebijakan
Melakukan kajian berupa menganalisis kebijakan dan Pedoman serta Peraturan baik kebijakan
dan pedoman yang terkait dengan pendirian atau pengembangan suatu Rumah Sakit dari
berbagai aspek Ekternal maupun Peraturan - peraturan Daerah setempat dimana lokasi Rumah
Sakit tersebut berada.
2. Demografi
Pertumbuhan Demografi suatu wilayah dimana lokasi Rumah Sakit tersebut berada dapat
merupakan segmentasi pasar dari layanan kesehatan yang akan diberikan oleh Rumah Sakit
tersebut. Untuk melihat kecenderungan demografi perlu diproyeksikan hingga maksimum 20
tahun mendatang dengan dasar data series minimal 3 tahun sebelumnya. Proyeksi demografi
yang dimaksud berupa proyeksi :
a. Jumlah penduduk secara kesuluruhan pada wilayah tertentu berdasarkan kecamatan.

b. Jumlah penduduk secara kesuluruhan pada wilayah tertentu berdasarkan jenis kelamin.

c. Jumlah penduduk secara kesuluruhan pada wilayah tertentu berdasarkan usia.

3. Geografi
Letak Rumah Sakit secara Geografis sangat berpengaruh tehadap posisioning suatu Rumah Sakit.
Posisi lahan Rumah Sakit terhadap Kondisi Wilayah disebelah Utara, Selatan, Barat dan Timur
beserta Kondisi Sarana Prasarananya baik sarana kesehatan, perumahan, pendidikan,
aksesibilitas dll, yang merupakan penentu posisioning Rumah Sakit yang akan dibangun maupun
dalam melakukan pengembangan peningkatan layanan kesehatan.
4. Sosial Ekonomi dan Budaya
a. Sosial Ekonomi
Pada kajian ini melihat proyeksi Sosial Ekonomi pada wilayah dimana lokasi Rumah Sakit
berada dengan memproyeksikan hingga maksimal 20 tahun mendatang dengan dasar data series
minimal 3 tahun sebelumnya terkait dengan kondisi perekonomian penduduk dan perekonomian
daerah setempat, berupa proyeksi :
1) Jumlah penduduk secara kesuluruhan pada wilayah tertentu berdasarkan mata pencaharian

2) Jumlah penduduk secara kesuluruhan pada wilayah tertentu berdasarkan pendidikan

3) Jumlah sarana pendidikan di wilayah tertentu dimana lokasi Rumah Sakit berada.

4) Laju pertumbuhan ekonomi daerah setempat.


b. Sosial Budaya
Kajian ini melihat proyeksi Sosial Budaya pada wilayah dimana lokasi Rumah Sakit berada
dengan memproyeksikan hingga maksimal 20 tahun mendatang dengan dasar data series
minimal 3 tahun sebelumnya terkait, berupa proyeksi Jumlah penduduk secara keseluruhan pada
wilayah tertentu berdasarkan agama, serta kajian terhadap kebiasaan atau budaya wilayah terkait
dengan pola hidup masyarakat sekitar.
Derajat Kesehatan dalam Penyusunan Studi Kelayakan (Feasibility Study) perlu dilakukan kajian
dengan tujuan melihat kecenderungan derajat kesehatan pada wilayah tertentu sehingga dalam
menyiapkan fasilitas kesehatan Rumah Sakit sesuai dengan kecenderungan di wilayah dimana
lokasi Rumah Sakit berada. Kajian derajat kesehatan yang dimaksud adalah sebagai berikut :
d. Jumlah Sarana Kesehatan di wilayah tertentu

e. Jumlah Tempat Tidur tersedia di wilayah tertentu

6. Derajat Kesehatan
Kajian derajat kesehatan yang dimaksud adalah sebagai berikut :
a. Angka Kematian

b. Angka Kelahiran

c. Angka Kesakitan

d. Jumlah Sarana Kesehatan di wilayah tertentu

e. Jumlah Tempat Tidur tersedia di wilayah tertentu

f. Indikator Kinerja Rumah Sakit di wilayah tertentu


3.2. Aspek Internal
1) Lahan dan Lokasi
Kajian kelayakan lahan dan lokasi akan terkait dengan letak geografis, kondisi wilayah di
sekitarnya dilihat dari aspek penggunaan lahan, infrastruktur dan aksesibilitas, serta
kondisi demografi di wilayah perencanaan RS. Berdasarkan hasil kajian
terhadap aspek-aspek tersebut maka dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut :
a) Lokasi lahan secara geografis akan sangat menguntungkan dan sangat mendukung
pengembangan layanan kesehatan.
b) Kontur lahan yang relatif datar dan aksesibilitas yang mudah dari jalan utama, memberi
keleluasaan dalam penataan areal rumah sakit.
c) Kondisi lingkungan sekitar serta sarana dan prasarana yang ada akan sangat mendukung
operasional rumah sakit.
d) Kondisi demografi di wilayah empat kecamatan yang termasuk ke dalam lingkup mikro
Prakiraan kebutuhan jumlah
TT berdasarkan standar WHO yaitu rasio ideal jumlah TT rumah sakit terhadap jumlah
penduduk adalah 1 TT untuk 1.000 orang.
b. Layanan Unggulan
Layanan unggulan sebuah rumah sakit umumnya disiapkan atas dasar kecenderungan
pola penyakit yang terjadi di wilayah tempat rumah sakit tersebut berada. Karena RS
Kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan kesehatan tingkat pertama dan spesialis dasar, maka layanan unggulan yang
akan dikembangkan di RS Kelas C ini didasarkan atas jenis penyakit yang
dominan diderita oleh masyarakat dan kebutuhan Fasyankes.
Berdasarkan data yang ada menunjukkan, bahwa kasus penyakit yang dominan di
RSGR adalah penyakit .....
Data dan hasil analisis di atas memberikan gambaran tentang jenis layanan unggulan
yang dapat dikembangkan di RS Kelas C yaitu layanan rawat jalan dengan
fasilitas () Poliklinik yaitu Poliklinik tumbuh kembang, poliklinik

d. Struktur dan Bahan


Berdasarkan pada kriteria pemilihan sistem struktur bangunan, yaitu: 1) kekakuan; 2)
fleksibelitas ruang; 3) pengadaan bahan; 4) teknik pelaksanaan; dan 5) estetika, maka
konsep struktur dan bahan yang akan diterapkan pada bangunan RS adalah
sebagai berikut :
a) Sistem struktur bangunan yang paling tepat untuk bangunan RS adalah sistem
struktur rangka, karena dengan sistem struktur ini fleksibelitas dalam pengaturan ruang
dalam (interior) dapat dicapai secara optimal. Bukaan dinding untuk penerangan dan
ventilasi alami dapat dibuat secara leluasa.
b) Beton bertulang merupakan bahan struktur yang paling efektif digunakan, karena
memiliki umur keawetan (umur fungsional) relatif lebih lama, dibandingkan dengan
bahan struktur lainnya, asalkan metode dan teknik pengerjaannya sesuai dengan
persyaratan yang ada (SNI 2000 mengenai Beton Bertulang). Kelebihan lain yang
dimiliki oleh bahan struktur ini adalah :
kekuatannya dapat dirancang sesuai dengan yang diinginkan;
hampir tidak mengalami pelapukan oleh cuaca;
pengadaannya sangat mudah (untuk di Jatim);
pengerjaannya mudah (untuk bentuk struktur bangunan RS yang sederhana)
sehingga tidak membutuhkan tenaga ahli khusus; dan
mudah dalam pemeliharaan.
c) Untuk bahan rangka atap, ada tiga pilihan, yaitu beton bertulang, baja atau kayu.
Penentuan salah satu yang dipakai dapat dilakukan setelah mengadakan evaluasi secara
keseluruhan, volume, harga, keawetan, pengerjaan/pelaksanaan, pemeliharaan dari
bahan-bahan tersebut. Tetapi evaluasi tersebut tidak akan dibahas dalam analisis ini.
d) Penutup atap menggunakan bahan genteng lokal, bahan dinding dari batako (concrete
block) dan di beberapa bagian dapat digunakan partisi dari kayu dengan penutup asbes
semen atau plywood di-finishing dengan cat, kecuali dinding pada tempat yang selalu
basah (dapur, ruang cuci, kamar mandi/WC) menggunakan keramik/porselin (forceline).
e) Lapisan penutup lantai digunakan ubin keramik dari kelas yang lebih rendah asalkan
toleransi presisinya masih dapat dipenuhi. Pada dasarnya penentuan pemakaian bahan,
dapat dilakukan dengan mengadakan evaluasi terhadap alternatif bahan melalui
beberapa faktor yaitu :
fungsi;
umur/keawetan;
kekuatan;
pengerjaan;
pengadaan; dan
estetika.
g. Ruang Dalam
Penataan peralatan dan furniture, keleluasaan gerak pelaku aktifitas, serta kebutuhan
psikologis pelaku baik mengenani kenyamanan maupun keamanan, akan membentuk ruang
dalam secara optimal. Untuk itu, konsep ruang dalam RS Kelas C ditetapkan
sebagai berikut :
a) Fleksibelitas penataan peralatan/furniture diberikan untuk menciptakan variasi agar
tidak membosankan. Hal ini sangat perlu diperhatikan, walaupun pemakai menempati
ruangan hanya sementara. Variasi dapat memberikan kesegaran, meningkatkan kinerja
pemakai dalam melaksanakan tugasnya atau dapat memberikan sugesti bagi pasien
untuk dapat lebih cepat sembuh. Dengan demikian, penataan ruang dalam juga dapat
memberikan kontribusi dalam mencapai tujuan rumah sakit.
b) Penyekat ruang (partisi) pada bagian ruang yang memungkinkan, dapat dibuat dengan
partisi rangka kayu yang ditutup plywood atau calsiboard. Ini dapat dilakukan pada
ruang-ruang tertentu, dengan maksud untuk mengurangi biaya sehingga dapat menekan
biaya stuktur bangunan.
c) Pemakaian bentuk furniture dan warna disesuaikan dengan fungsi bangunan (ruang),
dan cenderung memakai bentuk-bentuk dan warna yang berkesan ringan dan sesuai
dengan standar rumah sakit. Hal ini dimaksudkan karena bentuk dan warna dapat
berpengaruh secara psikologis terhadap pemakai serta warna juga dapat memberikan
rangsangan tertentu terhadap kondisi emosional pemakainya.
h. Ruang Luar (Landscaping)
Keberhasilan rancangan dan pemeliharaan pertamanan (landscaping) RS Kelas C
akan dapat dijadikan kebanggaan bagi mereka yang tinggal di dalamnya. Kebanggaan
pemakai yang tinggal di RS Kelas C merupakan media yang paling potensial
untuk mempromosikan dan menarik pasien lain untuk berobat. Kebanggaan ini akan terus
terpelihara, bila di dalam RS Kelas C terwujud komunikasi dan interaksi sosial
yang positif antar pemakai, sehingga dapat memacu peningkatan prestasi pelayanan
kesehatan yang diberikan.
Untuk mencapai tujuan di atas, maka pertamanan RS Kelas C dirancang dengan
mempertimbangkan kondisi alam setempat, karakteristik perilaku kegiatan terutama
pasien yang sangat membutuhkan kesegaran dan keindahan lingkungan. Penyediaan
fasilitas tempat untuk menunggu dari keluarga pasien sesuai dengan sistem kekerabatan
yang berkembang di masyarakat setempat, sehingga perlu disediakan ruang tunggu untuk
kelompok-kelompok kecil (2 sampai 6 orang) dan ditempatkan pada ruang terbuka yang
teduh.
Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas maka rumusan permasalahan adalah apakah
dengan dilakukan pengkajian studi kelayakan terhadap aspek pasar, aspek hukum, aspek sumber
daya manusia, aspek teknik dan teknologi, dan aspek finansial maka Rumah Sakit Gotong
Royong dapat dikatakan layak untuk dikembangkan sebagai Rumah Sakit Umum Kelas C?
Suratman (2001) menyebutkan tujuan/manfaat studi kelayakan proyek adalah memberikan
masukan informasi kepada decision maker dalam rangka untuk memutuskan dan menilai
alternatif proyek investasi yang akan dilakukan. Belum ada kesepakatan tentang aspek apa saja
yang perlu diteliti, aspek-aspek apa saja yang akan dipelajari terlebih dahulu untuk melakukan
studi kelayakan, tetapi umumnya penelitian akan dilakukan terhadap aspek-aspek seperti aspek
hukum, sosial ekonomi dan budaya, aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan teknologi,
aspek manajemen, aspek keuangan, tergantung pada besar kecilnya dana yang tertanam dalam
investasi tersebut.
Aspek-aspek yang dikaji dalam studi kelayakan meliputi :
1). Aspek hukum, sosial ekonomi dan budaya
Secara khusus, aspek hukum, sosial ekonomi dan budaya kurang mendapat perhatian dari
pemrakarsa maupun penyusun studi kelayakan proyek. Padahal, dalam kenyataannya justru
aspek ini menjadi dasar dari aspek-aspek yang lain dalam menentukan kelayakan suatu
proyek investasi.
Tidak jarang suatu proyek batal dibangun terbentur masalah legalitas, klaim dari masyarakat
setempat dan sebagainya.
2). Aspek pasar dan pemasaran
Banyak yang menyatakan bahwa aspek pasar dan pemasaran merupakan aspek yang paling
utama dan pertama dilakukan pengkajian dalam usulan proyek investasi, alasannya adalah tidak
akan mungkin suatu proyek didirikan dan dioperasikan jika tidak ada pasar yang siap menerima
produk perusahaan.
3). Aspek teknis dan teknologi
Kajian aspek teknis dan teknologis menitikberatkan pada penilaian atas kelayakan proyek dari
sisi teknis dan teknologi. Penilaian meliputi penentuan lokasi proyek, penentuan model
bangunan proyek, pemilihan mesin, peralatan lainnya, teknologi yang diterapkan, dan lay out
serta penentuan skala operasi.
4). Aspek manajemen
Konsep dasar manajemen adalah perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan
pengendalian suatu aktivitas yang bertujuan untuk mengalokasikan sumber daya sehingga
mempunyai nilai tambah. Dalam kaitannya dengan rencana pendirian sebuah proyek, aspek
manajemen perlu dikaji agar proyek yang didirikan dan dioperasikan nantinya dapat berjalan
dengan lancar. Aspek manajemen yang dikaji mencakup manajemen dalam pembangunan
fisik proyek dan manajemen saat proyek nantinya dioperasikan.
5). Aspek Keuangan
Aspek keuangan merupakan faktor yang menentukan dalam melakukan studi kelayakan artinya
walaupun aspek-aspek yang lain mendukung namun kalau tidak tersedia dana hanya sia-sia
belaka. Aspek keuangan berkaitan dengan bagaimana menentukan kebutuhan jumlah dana dan
sekaligus pengalokasiannya serta mencari sumber dana yang bersangkutan dengan cara efisien,
sehingga memberikan tingkat keuntungan yang menjanjikan bagi investor. Investor dalam
menentukan jumlah dana dan pengalokasian dana, harus dapat menentukan berapa besar
seharusnya dana yang ditanamkan kedalam proyek investasi dan mengalokasikan secara tepat ke
dalam aktiva tetap dan modal kerja, sehingga dapat mengestimasikan proyek aliran kas dari
proyek yang diusulkan. Sementara itu mencari sumber dana, investor harus dapat menentukan
tingkat biaya modal (cost of capital) yang paling rendah sehingga dapat ditutup dengan tingkat
pengemJatiman yang diharapkan (expected rate of return) dari proyek investasi yang diusulkan
Aspek Internal yang akan dianalisis guna melihat kekuatan bagi Rumah Sakit untuk dapat
survive dalam melaksanakan operasional yang akan mengurangi ancaman yang terjadi, serta
melihat kelemahan yang perlu diantisipasi oleh Rumah Sakit agar tidak menjadi suatu hambatan
di dalam operasional Rumah Sakit kedepannya.
1. Sarana Kesehatan
Kajian Sarana Kesehatan di sekitar wilayah jangkauan pelayanan Rumah Sakit yang akan
dibangun atau pengembangan dimaksud untuk mendapatkan kecenderungan dalam hal pangsa
pasar serta pola penentuan Sistim Tarif di wilayah tertentu.
2. Pola Penyakit dan Epidemiologi
Kajian Pola Penyakit di Rumah Sakit dimaksudkan untuk melihat kecederungan Pola Penyakit
yang banyak terjadi pada Rumah Sakit tersebut dengan memproyeksikan kencenderungan Pola
Penyakit guna menentukan unggulan Rumah Sakit.

Kebutuhan Sumber Daya Manusia


Dalam hal pemenuhan ketenagaan atau Sumber Daya Manusia (SDM) perlu mempertimbangkan/
memperhitungkan tenaga seefisien dan seefektif mungkin agar menjadikan suatu Manajemen
Pengelolaan Rumah Sakit yang optimal.
Penentuan jumlah dan kualifikasi Sumber Daya Manusia mengikuti Standarisasi
Ketenagaan Rumah Sakit Pemerintah yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 262/MEN.KES/Per/VII/1979, dengan perbandingan jumlah tempat
tidur dan sumber daya manusia sebagai berikut:
Standar: Rencana:
Tempat Tidur : Medis (Dokter) = 9 : 1, 63 TT = Medis
Tempat Tidur : Paramedis Perawat =2:3 atau 1 : 1, 63 TT = 63 Perawat
Tempat Tidur : Paramedis Non Perawat = 5 : 1, 63 TT = 13 Non Perawat
Tempat Tidur : Non Medis = 4 : 3, 63 TT = Non Medis
Seperti pada umumnya bahwa Rumah Sakit beroperasi selama 24 Jam (3 shift), maka
jumlah tenaga Perawat yang dibutuhkan dikalikan 3 (tiga). Jumlah Sumber Daya
Manusia (Pegawai) direncanakan sebagai berikut :
Medis : 4
Perawat (3 shift) : 93
Non Perawat : 7
Manajer : 1
Penanggung Jawab Ruang : 4
Administrasi & Keamanan : 19
Jumlah : 128
Proyeksi Biaya
Proyeksi Biaya meliputi:
- Biaya Investasi
Estimasi Nilai Investasi berdasarkan Rencana Anggaran Biaya Fisik Bangunan, untuk
fisik gedung menggunakan harga satuan per M2 bangunan gedung bertingkat klas A,
sedangkan untuk fasilitas penunjang non medis dan peralatan medis menggunakan
perkiraan harga pasar.
- Biaya Penyusutan
Dengan cara mengelompokkan semua jenis aktiva, dihitung biaya penyusutannya
berdasarkan umur ekonomis masing-masing jenis aktiva, antara lain : gedung,
peralatan medis, instalasi gas medis, meubelair, perlengkapan gedung (lift, AC dan
lain-lain), komputer, taman dan parkir.
- Biaya Pegawai
Biaya Pegawai = Jumlah Pegawai x Gaji Pegawai. Gaji pegawai mengikuti yang
berlaku di RSPS dan asumsi gaji Manager meningkat 15% setiap 2 tahun dan Non
Manager meningkat 20% setiap 2 tahun.
- Biaya Makan Pegawai = Jumlah Pegawai x Tarif Makan Pegawai (satu kali makan
perhari). Tarif makan pegawai mengikuti yang berlaku di RSPS dan asumsi
meningkat 10% setiap 2 tahun.
- Biaya Listrik= Daya listrik terpasang x 75% Pemakaian x Tarif Listrik PLN per Kwh
dan asumsi tarif listrik meningkat 10% setiap 2 tahun.
- Biaya Air = (Jumlah Pegawai + Jumlah Pasien + Jumlah Penunggu Pasien) x 150 liter
per hari x Tarif PDAM per M3 dan asumsi tarif PDAM meningkat 10% setiap 2
tahun.
- Biaya Telepon = Biaya Telepon per bulan x 12 dalam satu tahun dan asumsi tarif
telepon meningkat 10% setiap 2 tahun.
- Biaya Pemeliharaan, Asumsi Biaya Pemeliharaan sebesar 3% dari nilai aktiva.
- Biaya Asuransi, Asumsi Biaya Asuransi sebesar 1,5 permil atau 0,0015 dari nilai aktiva dan
meningkat
10% setiap 2 tahun.
- Biaya Administrasi Kantor = Biaya Administrasi per bulan x 12 dalam satu tahun dan
asumsi meningkat 10% setiap 2 tahun.
- Biaya Umum = Biaya Umum per pegawai dalam satu tahun dan asumsi meningkat
10% setiap 2 tahun.
- Biaya Sewa Tanah = Luas Tanah x Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) per M2 tahun
2004 di wilayah Pelabuhan Tanjung Perak.
Proyeksi Pendapatan
Proyeksi Pendapatan meliputi :
- Menyusun Proyeksi Pendapatan
penentuan tarif pelayanan mengikuti yang berlaku di RSPS dan asumsi tarif meningkat 10%
setiap 2 tahun.
Proyeksi Pendapatan meliputi:
Pendapatan Rawat Inap = Jumlah Hari Rawat Inap/jumlah pasien x Tarif Kamar/TT/tariff
pelayanan.
Pendapatan Laboratorium (asumsi 100% Jumlah Pasien) = Jumlah Pasien x Tarif
Periksa x 10% (kontribusi).
Pendapatan Radiologi (asumsi 75% Jumlah Pasien) = 0,75 x Jumlah Pasien x Tarif
Radiologi x 10% (kontribusi).
Pendapatan apotek (asumsi 3 hari sekali menerima resep) = (Hari Rawat Inap : 3) x
Harga Obat x 10% (kontribusi).
Pendapatan Kamar Operasi (asumsi 30% Jumlah Pasien) dilakukan tindakan operasi
besar 20%, operasi sedang 60%, operasi kecil 20% = 0,30 x Jumlah Pasien x Tarif
Operasi x 10% (kontribusi).
Pendapatan Ruang ICU (asumsi 5% Jumlah Pasien) = 0,05 x Jumlah Pasien x Tarif
Ruang ICU x 10% (kontribusi).
Pendapatan Klinik Gizi (Makan Pasien 3 kali per hari) = Hari Rawat Inap x Tarif
Makan Pasien.
Pendapatan Visite Dokter (asumsi 2 hari sekali visite) = (Hari Rawat Inap : 2) x Tarif
Visite Dokter x 15% (kontribusi).
Pendapatan CT Scan (asumsi 5% jumlah pasien) = 0,05 x Jumlah Pasien x Tarif CT
Scan x 10% (kontribusi).
Pendapatan Kafetaria (swakelola RSPS) = Keuntungan per bulan x 12 dalam satu tahun.
Pendapatan Sewa Ruangan (Book Store) = Sewa Ruangan per tahun .
Proyeksi Arus Kas dan Analisa Keuangan
Penyusunan proyeksi arus kas adalah dengan mengelompokkan proyeksi arus kas
masuk dan proyeksi arus kas keluar. Proyeksi arus kas masuk didapatkan dari proyeksi
pendapatan, sedangkan proyeksi arus kas keluar didapatkan dari proyeksi biaya. Biaya
Penyusutan (biaya non kas) tidak dimasukkan sebagai komponen proyeksi biaya kas.
Kemudian proyeksi arus kas disusun dengan mengurangi proyeksi arus kas masuk
dengan proyeksi arus kas keluar sehingga menghasilkan saldo arus kas bersih.
Dengan bantuan menggunakan program Microsoft Excel diperoleh hasil Analisa
Keuangan dengan discount factor 8% sebagai berikut:
NPV positif sebesar = Rp. 763.425.018,-
IRR = 8,86%
Payback Period = 8 tahun
Profitability Indeks = 1,05
6. Kinerja dan Keuangan

Kondisi Kinerja Rumah Sakit dan Kondisi Keuangan Rumah Sakit berupa Pendapatan dan
Pengeluaran Rumah Sakit akan dikaji dan diproyeksikan yang diharapkan dapat melihat
kecenderungan dan potensi perkembangan kinerja dan pendapatan Rumah Sakit dimasa
mendatang sehingga mendapatkan gambaran kekuatan atau kelemahan rencana pengembangan
Rumah Sakit tersebut.

Analisis Permintaan dalam Penyusunan Studi Kelayakan (Feasibility Study) akan membahas
tentang Analisis Posisi Kelayakan Rumah Sakit dari 5 (lima) aspek. Berdasarkan Analisis Aspek
Eksternal dan Aspek Internal yang telah dilakukan pada Analisis Situasi maka dilakukan analisis
yang bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan serta
peluang dan ancaman yang secara sistematis akan menjadi pertimbangan tehadap kelayakan
pembangunan Rumah Sakit tersebut. Hasil analisis tersebut selanjutnya digunakan sebagai acuan
untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya dalam upaya memaksimalkan Kekuatan
(strength) dan memanfaatkan Peluang (opportunity) serta secara bersamaan berusaha untuk
meminimalkan Kelemahan (weakness) dan mengatasi Ancaman (threat).
Aspek-aspek Kelayakan pada Analisis Permintaan ini akan diuraikan berikut ini.
4.2. Klasifikasi Kelas RS
Kelayakan Klasifikasi Kelas Rumah Sakit akan ditinjau dari kecenderungan data penyakit
sehingga dapat memperoleh gambaran Klasifikasi Kelas Rumah Sakit sesuai dengan jenis
layanannya serta kesiapan SDM yang dimiliki.
1. Kapasitas Tempat Tidur (TT)
Perhitungan Kapasitas Tempat Tidur/ TT, berupa jumlah TT yang harus disiapkan oleh Rumah
Sakit tersebut. Prakiraan kebutuhan jumlah TT dapat menggunakan rasio minimal 1/1.000
artinya dari jumlah penduduk pada wilayah jangkauan Rumah Sakit sejumlah 1.000 orang akan
dibutuhkan 1 TT. Kecenderungan fasilitas pelayanan kesehatan berupa jumlah total TT pada
fasyankes di wilayah tersebut dapat menjadikan dasar sebagai perhitungan kebutuhan kapasitas
TT yang selanjutnya akan dibagi berdasarkan klasifikasi kelas perawatan sesuai dengan Analisis
Daya Beli masyarakat sekitar sebagai Pangsa Pasar Rumah Sakit serta pemenuhan Pedoman dan
Ketentuan yang berlaku.
2. Jenis Layanan
Jenis layanan yang akan diberikan kepada masyarakat tentunya akan disesuaikan dengan
klasifikasi kelas Rumah Sakit yang akan disiapkan. Jenis layanan tersebut berupa pelayanan
medik, penunjang medik, administrasi dan servis.
3. Layanan Unggulan

Dari jenis layanan yang akan diberikan tentunya perlu adanya suatu layanan unggulan yang akan
disiapkan atas dasar kecenderungan pola penyakit yang terjadi di Rumah Sakit dan di wilayah
tempat Rumah Sakit tersebut berada.

7.1. Kesimpulan
Bagian kesimpulan dari studi kelayakan (;feasibility study) akan memberikan perspektif dari 4
sudut pandang:
1. Analisis Situasi
Analisis situasi memberikan informasi tentang aspek eksternal dan aspek internal sebagai suatu
kecenderungan Rumah Sakit. Aspek eksternal terdiri dari Kebijakan, Demografi, Geografi,
Sosial Ekonomi dan Budaya, SDM Kesehatan, Derajat Kesehatan sedangkan aspek internal
terdiri dari Sarana kesehatan, Pola penyakit dan Epidemiologi, Teknologi, SDM Kesehatan di
RS, Organisasi, Kinerja dan keuangan
2. Analisis Permintaan
Analisis permintaan menggambarkan posisi kelayakan rumah sakit dari berbagai aspek
berdasarkan analisis aspek eksternal dan aspek internal yang telah dilakukan pada analisis situasi
maka dilakukan analisis yang bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi
kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman yang secara sistematis akan menjadi
pertimbangan tehadap kelayakan pembangunan Rumah Sakit tersebut. Analisis permintaan akan
membahas tentang kajian terhadap posisi kelayakan RS C dari 5 (lima) aspek yaitu aspek lahan
dan lokasi, klasifikasi rumah sakit, kapasitas
tempat tidur, jenis layanan, dan layanan unggulan. Kajian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi kekuatan (strength) dan meminimalkan kelemahan
(weakness) serta memanfaatkan peluang (opportunity) dan mengatasi ancaman (threat) yang
akan menjadi
pertimbangan tehadap kelayakan pembangunan RS Kelas C.
3. Analisis Kebutuhan
Analisis kebutuhan menggambarkan mengenai kebutuhan yang harus disediakan oleh Rumah
Sakit secara keseluruhan yang disesuaikan berdasar analisis permintaan yang telah dilakukan.
Analisis kebutuhan ini dapat memberikan gambaran mengenai rencana pengembangan dari
rumah sakit tersebut dilihat dari aspek kebutuhan lahan, kebutuhan ruang, peralatan medis & non
medis, SDM, organisasi & uraian tugas.
Analisis kebutuhan merupakan analisis mengenai kebutuhan yang harus disediakan oleh Rumah
Sakit secara keseluruhan yang disesuaikan berdasar analisis permintaan yang telah dilakukan.
Analisis kebutuhan ini dapat memberikan gambaran mengenai rencana pengembangan dari
Rumah Sakit tersebut dilihat dari aspek :
1. Kebutuhan Lahan
Kebutuhan lahan Rumah Sakit dapat dihitung berdasarkan Program Ruang Rumah Sakit serta
kebijakan Pemerintah Daerah setempat mengenai Intensitas Bangunan berupa Koefisien Dasar
bangunan (KDB), Koefisien Lantai bangunan (KLB), Garis Sempadan Bangunan (GSB) dan
Koefisien Dasar Bangunan (KDH), serta Peruntukan Lahan yang mengizinkan digunakan
sebagai Lahan yang dapat dibangun Rumah Sakit.
2. Kebutuhan Ruang
Kebutuhan Ruang secara keseluruhan dari Rumah Sakit dapat dihitung 1TT sebesar 80 m2 110
m2 disesuaikan dengan Bentuk dan Klasifikasi Rumah Sakitnya.
4. Analisis Keuangan
Analisis Keuangan memberikan gambaran tentang rencana penggunaan sumber anggaran yang
dimiliki, sehingga dapat diketahui tingkat pengemJatiman biaya yang akan diinvestasikan.
Dengan demikian maka pihak pemilik/ investor dapat melihat tingkat keuntungan yang mungkin
akan diperoleh.
Adapun aspek keuangan yang akan dianalisis terdiri dari:
1. Rencana Investasi dan Sumber Dana

2. Proyeksi Pendapatan dan Biaya


3. Proyeksi Cash Flow

4. Analisis Keuangan : Break Event Point (BEP), Internal Rate of Return (IRR), dan Net Present
Value (NPV), payback period (PP),profitability index(PI)
Jumlah Pasien
Menggunakan persamaan Jumlah Pasien = Jumlah Hari Rawat Inap : Rata-rata Hari
Rawat Inap per pasien (normatif = 4) maka di dapat hasil perkiraan jumlah pasien.
7.2. Rekomendasi

Memberikan gambaran berupa rekomendasi langkah-langkah yang harus ditempuh berdasarkan


hasil dari 4 analisis dan dapat pula dijadikan rencana strategi dari manajemen Rumah Sakit
tersebut.

8.1 Pedoman Studi Kelayakan (Feasibility Study) Rumah Sakit ini diharapkan dapat digunakan
sebagai rujukan oleh pengelola fasilitas pelayanan kesehatan, penyedia jasa perencanaan,
Pemerintah Daerah, dan instansi yang terkait dengan kegiatan pengaturan dan pengendalian
penyelenggaraan pembangunan bangunan fasilitas pelayanan kesehatan, guna menjamin
kesehatan penghuni bangunan dan lingkungan terhadap bahaya penyakit.
8.2 Persyaratan-persyaratan yang lebih spesifik dan atau yang bersifat alternatif, serta
penyesuaian Pedoman Studi Kelayakan (Feasibility Study) Rumah Sakit ini oleh masing-masing
daerah disesuaikan dengan kondisi daerah.

8.3. Dalam penyusunan Studi Kelayakan (Feasibility Study) Rumah Sakit dapat berkoordinasi
dan berkonsultansi dengan Sub Direktorat Bina Sarana dan Prasarana Kesehatan Direktorat Bina
Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan.

Rencana Fisik Bangunan


Dari luas lahan yang tersedia, direncanakan 40% untuk fisik bangunan dan 60%
untuk lahan terbuka (taman dan parkir). Rencana Fisik Bangunan termasuk Fisik
Gedung (Tata Ruang), Fasilitas Penunjang Non Medis (meubelair, lift, AC dan lainlain)
dan Peralatan Medis. Perencanaan dilakukan dengan cara berkonsultasi dengan
Manajemen RSPS.
Untuk kualitas hidup yang digunakan sebagai indikator adalah angka
kelahiran hidup, sedangkan untuk mortalitas yakni angka kematian bayi per-1.000
kelahiran hidup, angka kematian Jatimta per-1.000 kelahiran hidup dan angka kematian
ibu per-100.000 kelahiran hidup.
Sedangkan angka kesakitan (morbiditas) dan penanganan penyakit menular dapat di
lihat dari data kesakitan di bawah ini :
1) Angka AFP penduduk usia < 15 tahun sebesar 3,24 per 100.000, sudah lebih dari
target Standar Pelayanan Minimal (SPM) Kabupaten/Kota yaitu>1 per 100.000
penduduk usia < 15 tahun.
2) Angka kesembuhan TB Paru BTA (+) baru mencapai 84,04 % , lebih rendah dari
SPM yang ditetapkan sebesar > 85 %.
3) Persentase Jatimta pneumonia ditangani sudah mencapai target SPM yaitu 100%
4) Persentase HIV/AIDS ditangani sudah mencapai target SPM yaitu 100%.
5) Persentase donor darah diskrining terhadap HIV/AIDS sudah mencapai target SPM
yaitu 100%.
6) Persentase Jatimta diare yang ditangani sudah mencapai target SPM yaitu 100%
7) Angka kesakitan malaria sebesar 0,006 per 1.000 penduduk, belum mencapai target
SPM yaitu 0 per 1.000 penduduk.
Data angka dan analisis status kesehatan menunjukkan bahwa derajat kesehatan
masyarakat di Kabupaten ...... berkembang ke arah positif secara signifikan.
Namun demikian, masih terdapat indikator status kesehatan seperti angka kematian bayi
(AKB), Umur Harapan Hidup (UHH), angka kesembuhan TB Paru BTA (+), dan angka
kesakitan malaria yang belum mencapai target SPM maupun lebih rendah dari target
nasional dan Millennium Development Goals (MDGs). Hal ini tentunya akan menjadi
dasar pertimbangan dalam menentukan penyediaan fasilitas kesehatan pada RS Kelas D
yang direncanakan, sehingga dapat membantu pencapaian standar dan target
yang ditetapkan.
.

Target yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah studi kelayakan teknis dan ekonomi rencana
peningkatan kelas Rumah Sakit,
a. Kelayakan teknis, terdiri atas :
1) Lokasi;
2) Situasi; .
3) Block Plan;
4) Struktur dan bahan;
5) Prasarana dan utilitas;
6) Tampilan bangunan;
7) Ruang dalam;
8) Ruang luar (landscaping); dan
9) Schematic design.
b. Kelayakan ekonomi, terdiri atas :
1) Rencana investasi dan sumber dana;
2) Proyeksi pendapatan dan biaya;
3) Proyeksi Cash Flow;
4) Nilai Break Event Point (BEP);
5) Nilai Internal Rate of Return (IRR); dan
6) Nilai Net Present Value (NPV).

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional menggunakan kombinasi metode
kualitatif dan metode kuantitatif . Metode kualitatif dengan indepth interview digunakan
untuk menjelaskan aspek manajemen sumber daya manusia dan aspek pasar terkait rujukan
medis. Pengolahan datakualitatif dilakukan dengan analisa isi (Content Analysis) 9,10. Metode
kuantitatif digunakan untuk menggambarkan kelayakan aspek pasar melalui perhitungan
kemampuan dan kemauan (ATP/Ability To Pay dan WTP/Willingness To Pay)
Kemampuan membayar (ATP /Ability To Pay) dihitung dengan rumus sebagai berikut:
ATP 1 = 5% x rata-rata pengeluaran belanja bukan makanan
ATP 2 = rata-rata pengeluaran untuk kesehatan + rata-rata pengeluaran non essensial
ATP 1 adalah kemampuan terendah pasien untuk membiayai kesehatan dan ATP 2 adalah
kemampuan tertinggi pasien untuk membiayai kesehatan.
Kemauan membayar (WTP/Willingness To Pay) diperoleh melalui pilihan responden atas
beberapa jawaban berapa tarif ruang yang ditawarkan. Jawaban terbanyak responden ditetapkan
sebagai kemauan membayar pasien terhadap pelayanan ruang RSGR
Jenis penelitian yang dilakukan merupakan suatu penelitian studi kasus
dengan pendekatan deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Subjek penelitian adalah
Manajemen Rumah Sakit, Pemerintah Daerah, DPRD, dan Masyarakat.

Hasil: Hasil kajian aspek pasar berdasarkan metode Chain Ratio, potensi pasar
yang dihasilkan untuk rawat jalan adalah 84 orang per hari dan untuk rawat inap
27 orang per hari. Hal ini menunjukkan bahwa RSUD Amurang memiliki potensi
pasar yang cukup baik. Hasil kajian aspek hukum menunjukkan bahwa pendirian
RSUD Amurang sudah memenuhi kajian persyaratan pendirian sebuah rumah
sakit. Dan untuk penyelenggarannya RSUD Amurang memiliki izin operasional
sementara berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Propinsi
Sulawesi Utara. Hasil kajian aspek sumber daya manusia berdasarkan standar
SDM RSU Kelas C. Hasil kajian aspek teknik dan teknologi didasarkan pada 5
(lima) kriteria utama, yaitu jenis pelayanan, sarana dan peralatan medis sesuai
dengan standar RSU Kelas C. Hasil kajian aspek finansial menunjukkan
pengembangan RSUD Amurang membutuhkan investasi sebesar Rp
114,006,389,519. Hasil analisa kelayakan investasi dengan menggunakan asumsi
arus kas bersih menghasilkan NPV -113,581,933,739 dan IRR -6315%.
Sedangkan menggunakan asumsi pasar potensial menghasilkan NPV -
100,952,176,853 dan IRR -201%. Untuk PP menunjukkan lebih dari 10 tahun
waktu investasi.

Kesimpulan: Pengembangan RSUD Amurang menjadi RSU Kelas C tidak


layak.
Kata kunci: studi kelayakan, kajian aspek pasar, aspek hukum, aspek sumber
daya manusia, aspek teknik dan teknologi, aspek finansial, RSUD Amurang.

Вам также может понравиться