Вы находитесь на странице: 1из 30

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN................................................................................................. i

DAFTAR ISI........................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Asfiksia ..............................................................................................................

2.2.Asfiksia mekanis ................................................................................................

BAB III PENUTUP

. Kesimpulan ............................................................................................................ 29

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada
seseorang melalui pengamatan terhadap perubahan yang terjadi pada tubuh mayat.
Perubahan itu akan terjadi dari mulai terhentinya suplai oksigen. Manifestasinya akan
dapat dilihat setelah beberapa menit, jam dan seterusnya. Terhentinya suplai oksigen
bisa juga menjadi penyebab kematian. Hal ini disebabkan karena adanya hambatan
masuknya oksigen ke dalam sistem respirasi sehingga kadarnya berkurang (hipoksia).
Hambatan ini juga akan berakibat terganggunya pengeluaran karbondioksida dari
tubuh sehingga kadarnya dalam darah meningkat (hiperkapnea).1,2
Keadaan dimana terjadi gangguan dalam pertukaran udara pernafasan yang
normal disebut asfiksia.1,2 Asfiksia berasal dari bahasa Yunani, menyebutkan bahwa
asfiksia berarti breathlessness, Istilah yang tepat secara terminologi kedokteran
ialah anoksia atau hipoksia.3,4
Asfiksia merupakan penyebab kematian terbanyak yang ditemukan dalam
kasus kedokteran forensik. Asfiksia yang diakibatkan oleh karena adanya
obstruksi pada saluran pernafasan disebut asfiksia mekanik. Asfiksia jenis inilah
yang paling sering dijumpai dalam kasus tindak pidana yang menyangkut tubuh dan
nyawa manusia.1
Dalam penyidikan untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban
yang diduga karena peristiwa tindak pidana, seorang penyidik berwenang
mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau
dokter dan atau ahli lainnya.1
1.2. Tujuan dan Manfaat
Referat ini ditulis untuk memenuhi persyaratan kepaniteraan klinik senior di
Departemen/SMF Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Rumah Sakit
Mohammad Hoessin Palembang dan untuk menambah wawasan serta pengetahuan
dalam penerapan ilmu forensik khususnya mengenai asfiksia mekanik yang diperoleh
semasa kepaniteraan klinik senior di Departemen/SMF Ilmu Kedokteran Forensik
dan Medikolegal Rumah Sakit Mohammad Hoessin Palembang.
BAB II

Tinjauan Pustaka

II. 1 Asfiksia

II.1.1 Definisi

Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan


pertukaran udara pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang
(hipoksia) disertai dengan peningkatan karbon dioksida (hiperkapnea).
Dengan demikian organ tubuh mengalami kekurangan oksigen (hipoksia
hipoksik) dan terjadi kematian.1

Pembagian asfiksia berdasarkan penyebabnya :1


1. Kekurangan oksigen (hipoksi-hipoksia/anoksi-anoksia dalam darah paru-
paru)
a. Kekurangan oksigen dalam udara bebas (atmosfer)
contoh : ada gas dalam cerobong asap, exposure to seur gas
(pembakaran hutan)
b. Secara mekanik : gangguan dalam saluran pernapasan (paru-paru)
1. Smothering : tertutupnya saluran napas pada hidung dan mulut
2. Chocking : terdapatnya benda dalam saluran pernapasan
3. Drowning (tenggelam)
c. tekanan saluran pernapasan dari luar (strangulation)
1. Manual stranglation (throttling/cekikan)
2. Ligatur strangulation (jeratan)
3. Hanging (gantung diri)
4. Tekanan pada dada atau perut yang kuat
5. Kegagalan saluran pernapasan primer : paralise pusat pernapasan
dan elektrik
2. Anemik hipoksia
Berkurangnya kemampuan membawa oksigen je dalam darah
Contoh : keracunan CO (dimana HbCO > dari HbO2)
3. Gangguan sirkulasi darah dalam pelepasan oksigen permenit (stagnan
hipoksia)
Contoh : pasien dalam keadaan syok

II.1.2 Etiologi
Dari segi etiologi (secara umum), asfiksia dapat disebabkan oleh hal berikut: 1
1. Penyebab alamiah, misalnya penyakit yang menyumbat saluran pernapasan
seperti laringitis, difteri, atau menimbulkan gangguan pergerakan paru seperti
fibrosis paru.
2. Trauma mekanik yang menyebabkan asfiksia mekanik, misalnya trauma yang
mengakibatkan emboli udara vena, emboli lemak, pneumotoraks bilateral;
sumbatan atau halangan pada saluran napas dan sebagainya.
3. Keracunan bahan yang menimbulkan depresi pusat pernapasan, misalnya
barbiturat dan narkotika.

II.1.3 Gejala
Pada orang yang mengalami asfiksia akan timbul gejala yang dapat dibedakan
dalam empat fase, yaitu: 1,3
1. Fase Dispnea
Penurunan kadar oksigen sel darah merah dan penimbunan karbondioksida
dalam plasma akan merangsang pusat pernapasan di medula oblongata,
sehingga amplitudo dan frekuensi pernapasan akan meningkat, nadi cepat,
tekanan darah meninggi dan mulai tampak tanda-tanda sianosis terutama pada
muka dan tangan.
2. Fase Kejang
Perangsangan terhadap susunan saraf pusat sehingga terjadi konvulsi (kejang),
yang mula-mula berupa kejang klonik tetapi kemudian menjadi kejang tonik,
dan akhirnya timbul spasme opistotonik.
Pupil mengalami dilatasi, denyut jantung dan tekanan darah menurun. Efek ini
berkaitan dengan paralisis pusat yang lebih tinggi dalam otak akibat
kekurangan oksigen.
3. Fase Kelelahan (Exhaustion phase)
Korban kehabisan nafas karena depresi pusat pernapasan, otot menjadi lemah,
hilangnya refleks, dilatasi pupil, tekanan darah menurun, pernapasan dangkal
dan semakin memanjang, akhirnya berhenti bersamaan dengan lumpuhnya
pusat-pusat kehidupan. Walaupun nafas telah berhenti dan denyut nadi hampir
tidak teraba, pada stadium ini bisa dijumpai jantung masih berdenyut
beberapa saat lagi.
4. Fase Apnea
Terjadi paralisis pusat pernapasan yang lengkap. Pernafasan berhenti setelah
kontraksi otomatis otot pernapasan kecil pada leher. Jantung masih berdenyut
beberapa saat setelah pernapasan berhenti.
Masa dari saat asfiksia timbul sampai terjadinya kematian sangat bervariasi.
Umumnya berkisar antara 4-5 menit. Fase 1 dan 2 berlangsung lebih kurang 3-4
menit, tergantung dari tingkat penghalangan oksigen, bila tidak 100% maka
waktu kematian akan lebih lama dan tanda-tanda asfiksia akan lebih jelas dan
lengkap.
Tanda Asfiksia pada Pemeriksaan Jenazah
Tanda asfiksia pada pemeriksaan luar jenazah dapat ditemukan, yaitu: 1,4
1. Sianosis
Merupakan warna kebiru-biruan yang terdapat pada kulit dan selaput lendir
yang terjadi akibat peningkatan jumlah absolut Hb tereduksi (Hb yang tidak
berikatan dengan oksigen).
2. Kongesti
Terjadi perbendungan sistemik maupun pulmoner dan dilatasi jantung kanan.
Gambaran perbendungan pada mata berupa pelebaran pembuluh darah
konjungtiva bulbi dan palpebra yang terjadi pada fase 2. Akibatnya tekanan
hidrostatik dalam pembuluh darah meningkat terutama dalam vena, venula
dan kapiler. Selain itu, hipoksia dapat merusak endotel kapiler sehingga
dinding kapiler yang terdiri dari selapis sel akan pecah dan timbul bintik-
bintik perdarahan yang dinamakan sebagai Tardieus spot.

Gambar 2.1. Tardieus spot


3. Buih halus
Terdapat busa halus pada hidung dan mulut yang timbul akibat peningkatan
aktivitas pernapasan pada fase 1 yang disertai sekresi selaput lendir saluran
napas bagian atas. Keluar masuknya udara yang cepat dalam saluran sempit
akan menimbulkan busa yang kadang-kadang bercampur darah akibat
pecahnya kapiler.
4. Warna lebam mayat merah-kebiruan gelap
Warna lebam mayat merah kebiruan gelap ini terbentuk lebih cepat.
Distribusi lebam lebih luas akibat kadar karbondioksida yang tinggi dan
akitivitas fibrinolisin dalam darah sehingga darah sukar membeku dan mudah
mengalir. Pada pemeriksaan dalam jenazah dapat ditemukan, antara lain: 1,4
1. Darah berwarna lebih gelap dan lebih encer karena kadar karbondioksida
yang tinggi dan fibrinolisin darah yang meningkat paska kematian.
2. Busa halus di dalam saluran pernapasan.
3. Pembendungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh sehingga
menjadi lebih berat, berwarna lebih gelap, dan pada pengirisan banyak
mengeluarkan darah.
4. Petekie dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium pada bagian
belakang jantung belakang daerah aurikuloventrikular, subpleura viseralis
paru terutama di lobus bawah pars diafragmatika dan fisura interlobaris,
kulit kepala sebelah dalam terutama daerah otot temporal, mukosa
epiglotis, dan daerah subglotis.

II.1.4 Perubahan patologi secara umum


Dengan berkurangnya oksigen/hipoksia secara cepat dan tiba-tiba maka
akan terjadi hipoksia sel dalam jaringan tubuh, diikuti dengan kekurangan
oksigen pada dinding kapiler, sehingga terjadi pecahnya kapiler atau terjadi
pendarahan (ptechiae haemorhagik). Selain itu, juga terjadi dilatasi kapiler yang
menyebabkan adanya stasis darah pad kapiler venus atau pembuluh darah lainnya,
terjadilah kongestif (bendungan darah). Dari uraian diatas maka secara umum
asfiksia akan didapati : 1
1. Ptechiae haemoraghik : pada konjungtiva bulbi, pleura.
2. Dilatasi pembuluh darah
3. Kongesti/bendungan darah akibat dilatasi pembuluh darah kapiler
4. Transudat plasma ke dalam jaringan
karena meningkatnya ereabilitas kapiler, diikuti dengan peningkatan pad
saluran limfe selama pembuluh limfe memenuhi pembuluh darah yang
berdilatasi maka tidak terjadi transudat. Jika tidak terpenuhi akan teerjadi
transudat /edema, terutama edema paru
5. Post mortem fluidity (pengenceran)
apabila pemeriksaan jenazah segera, maka darah akan mengalami
pengenceran dan darah yang keluar dari jantung mengalami pembekuan.
Pengenceran ini disebabkan oleh factor fibrinolisin 90 % yang akan aktif
bila ada thrombus. Dengan alas an ini fibrinolisis terjadi jika proses
pembekuan
6. Terjadi dilatasi jantung
salah satu karakteristik asfiksia adalah dilatasi jantung, salah satunya
adalah secondary muscular flaccidity
7. Perubahan biokimia (Swan dan Brucer)
menurut Brucer : pH (keasaman), konsentrasi CO2, konsentrasi oksigen
bila diukur akan terdapat perbedaan sesuai dengan penyebab asfiksia.
Asfiksia dikatakan asfiksia mutlak bila ada :1,5
- Ptechiae haemorhagik
- Kongesti alat-alat dalam
- Dilatasi pembuluh darah
- Sianosis
sianosis terjadi bila ada reduce Hb yang banyak, sedangkan Hb O2
lenih sedikit dalam darah atau proporsi Hb O2 dalam darah tidak
mencukupi kebutuhan tubuh.
- Pengenceran darah

II.1.5 Pemeriksaan
Pemeriksaan Jenazah
Pada pemeriksaan luar jenazah dapat ditemukan sianosis pada bibir,
ujung-ujung jari dan kuku. Pembendungan sistemik maupun pulmoner dan
dilatasi jantung kanan merupakan tanda klasik pada kematian akibat asfiksia.
Warna lebam mayat merah-kebiruan gelap dan terbentuk lebih cepat.
Distribusi lebam lebih luas akibat kadar CO2 yang tinggi dan aktivitas
fibrinolisin dalam darah sehingga darah sukar membeku dan mudah mengalir.
Terdapat pula bula halus pada hidung dan mulut yang timbul akibat
peningkatan aktivitas pernapasan pada fase 1 yang disertai sekresi selaput
lendir saluran pernapasan bagian atas. Keluar masuknya udara yang cepat
dalam saluran sempit akan menimbulkan busa yang kadang-kadang
bercampur darah akibat pecahnya kapiler.
Gambaran pembendungan pada mata, berupa pelebaran pembuluh
darah konjungtiva bulbi dan palpebra yang terjadi pada fase 2. Akibatnya
tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah meningkat terutama dalam vena,
venula, dan kapiler. Selain itu, hipoksia dapat merusak endotel kapiler
sehingga dinding kapiler yang terdiri dari selapis sel akan pecah dan timbul
bintik-bintik perdarahan yang dinamakan sebagai Tardieus spot. Kapiler
yang lebih mudah pecah adalah kapiler pada jaringan ikat longgar, misalnya
pada konjungtiva bulbi, palpebrae, dan subserosa lainnya. Kadang-kadang
dijumpai pula di kulit wajah. Penulis lain mengatakan bahwa Tardieus spot
ini timbul karena permeabilitas kapiler yang meningkat akibat hipoksia. 2,3,6

Pemeriksaan Bedah Jenazah


Kelainan yang umum ditemukan pada pembedahan jenazah korban
mati akibat asfiksia adalah:2,3,6
1. Darah berwarna lebih gelap dan lebih encer, karena fibrinolisin darah
yang meningkat pasca mati.
2. Busa halus di dalam saluran pernapasan.
3. Pembendungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh sehingga
menjadi lebih berat, berwarna lebih gelap dan pada pengirisan banyak
mengeluarkan darah.
4. Petekie dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium pada
bagian belakang jantung daerah aurikuloventrikular, subpleura viseralis
paru terutama di lobus bawah pars diafragmatika dan fisura interlobaris,
kulit kepala sebelah dalam terutama daerah otot temporal, mukosa
epiglotis dan daerah sub-glotis.
5. Edema paru sering terjadi pada kematian yang berhubungan dengan
hipoksia.
6. Kelainan-kelainan yang berhubungan dengan kekerasan, seperti fraktur
laring langsung atau tidak langsung, perdarahan faring terutama bagian
belakang rawan krikoid (pleksus vena submukosa dengan dinding tipis).

II.2 Asfiksia Mekanik

II.2.1 Definisi

Asfiksia mekanik adalah mati lemas yang terjadi bila udara pernapasan terhalang
memasuki saluran pernapasan oleh berbagai kekerasan (yang bersifat mekanik),
misalnya:1,2,3
1. Penutupan lubang saluran pernapasan bagian atas:
- Pembekapan (smothering)
- Penyumbatan (gagging dan choking)
2. Penekanan dinding saluran pernapasan:
- Penjeratan (strangulation)
- Pencekikan (manual strangulation, throttling)
- Gantung (hanging)
3. Penekanan dinding dada dari luar (asfiksia traumatik)
4. Saluran pernapasan terisi air (tenggelam/ drowning)

II.2.2 Gantung (hanging)

Yang disebut peristiwa gantung (hanging) adalah peristiwa dimana


seluruh atau sebagian dari berat tubuh seseorang ditahan dibagian lehernya
oleh sesuatu benda dengan permukaan yang relatif sempit dan panjang
(biasanya tali) sehingga daerah tersebut mengalami tekanan.2,6,7
Dengan definisi seperti itu berarti peristiwa gantung tidak harus
seluruh tubuh berada diatas lantai, sebab tekanan berkekuatan 10 pon pada
leher sudah cukup untuk menghentikan aliran darah di daerah itu. Oleh sebab
itu tindakan gantung diri yang sebagian tubuhnya menyentuh lantai agak
berbeda dengan ciri ciri peristiwa gantung yang seluruh tubuhnya berada
diatas lantai yaitu :2

- Jejas jerat tidak begitu nyata


- Letak jejas jerat di leher lebih rendah
- Arah jejas jerat lebih mendekati horizontal
- Karena efek tali hanya menekan vena maka tanda tanda lain yang
dapat dilihat adalah muka menjadi sembab, warna merah kebiruan dan
ditemukan bintik bintik perdarahan.

Gantung diri juga dapat dilakukan dengan cara meletakan leher pada suatu
benda (misalnya tangan kursi, tangga, atau tali yang terbentang) guna
menahan sebagian atau seluruh berat tubuhnya. Jejas yang terlihat pada leher
tidak jelas dan tidak khas , bahkan mungkin tidak terlihat sama sekali.

Jenis Penggantungan
a. Dari letak tubuh ke lantai dapat dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu: 6
1. Tergantung total (complete), dimana tubuh seluruhnya tergantung di
atas lantai.
2. Setengah tergantung (partial), dimana tidak seluruh bagian tubuh
tergantung, misalnya pada posisi duduk, bertumpu pada kedua lutut,
dalam posisi telungkup dan posisi lain.
b. Dari letak jeratan dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu: 6
1. Tipikal, dimana letak simpul di belakang leher, jeratan berjalan
simetris di samping leher dan di bagian depan leher di atas jakun.
Tekanan pada saluran nafas dan arteri karotis paling besar pada tipe
ini.
2. Atipikal, bila letak simpul di samping, sehingga leher dalam posisi
sangat miring (fleksi lateral) yang akan mengakibatkan hambatan pada
arteri karotis dan arteri vetebralis. Saat arteri terhambat, korban segera
tidak sadar.

Penyebab Kematian

Kematian yang terjadi pada peristiwa gantung dapat disebabkan oleh karena
:5,7
1. Asfiksia
Penekanan pada leher menyebabkan saluran pernafasan menjadi
tersumbat.
2. Iskemik otak
Disebabkan oleh penekanan pada arteri besar di leher yang berperan
dalam mensuplai darah ke otak, umunya pada arteri karotis dan arteri
vertebralis.
3. Kongesti vena
Disebabkan oleh lilitan tali pengikat pada leher sehingga terjadi
penekanan pada vena jugularis oleh alat penjerat sehingga sirkulasi
serebral menjadi terhambat.
4. Fraktur atau dislokasi dari vertebra servikal 2 dan 3
Hentakan yang tiba-tiba pada ketinggian 1-2 meter oleh berat badan
korban dapat menyebabkan fraktur dan dislokasi dari vertebra servikalis
yang selanjutnya dapat menekan atau merobek spinal cord sehingga
terjadi kematian yang tiba-tiba.
5. Syok vagal
Menyebabkan serangan jantung mendadak karena terjadinya hambatan
pada refleks vaso-vagal secara tiba-tiba. Hal ini terjadi karena adanya
tekanan pada nervus vagus.

Kelainan Pos Mortem


Jika sebab kematian karena asfiksia maka akan dapat ditemukan tanda tanda
sebagai berikut:1,6,8

1. Tanda tanda umum


Tanda tanda umum tersebut berupa tanda tanda umum asfiksia,
yaitu:
- Sianosis
- Bintik bintik perdarahan dan pelebaran pembuluh darah
- Kongesti di daerah kepala, leher, dan otak
- Darah menjadi lebih gelap dan lebih encer
2. Tanda tanda khusus
- Jejas jerat, yaitu berupa lekukan melingkari leher (secara penuh
atau sebelum) dan di sekitarnya kadang kadang terlihat
adanya bendungan. Arah jejas tidak melingkar horisontal,
melainkan mengarah ke atas menuju kea rah simpul dan
membentuk sudut atau jika jejas diteruskan (pada jejas yang
tak melingkar secara penuh)akan membentuk sudut yang semu.
Warna jejas coklat kemerahan (karena lecet akibat tali yang
kasar), perabaan keras seperti kertas perkamaen. Pada
pemeriksaan mikrosokpik ditemukan adanya pelepasan
(deskuamasi) epitel serta reaksi jaringan
- Resapan darah pada jaringan bawah kulit dan otot
- Patah tulang, yaitu os hyoid (biasanya pada cornu mayus) atau
cartilago cricoid
- Lebam mayat
- Jika sesudah mati tetap dalam keadaan tergantung cukup lama
maka lebam mayat dapat ditemukan pada tubuh bagian bawah,
anggota badan bagian distal serta alat genetalia bagian distal.
- Lidah
- Jika posisi tali dibawah cartilago thyroida maka lidah akan
terlihat menjulur keluar dan berwarna lebih gelap akibat proses
pengeringan.

II.2.3 Jeratan (Strangulation by ligature)

Bila pada peristiwa gantung kekuatan jeratnya berasal dari berat


tubuhnya sendiri, maka pada jeratan dengan tali kekuatan jeratnya berasal dari
taarikan pada kedua ujungnya.Dengan kekuatan tersebut, pembuluh darah
balik atau jalan nafas dapat tersumbat.Tali yang dipakai sering disilangkan
dan sering juga dijumpai adanya simpul. Jeratan pada bagian depan leher
hampir selalu melewati membrana yang menghubungkan tulang rawan hyoid
dan tulang rawan thyroid.Jika tali yang digunakan dari bahan yang lembek
dan halus atau jika sesudah mati ikatan menjadi longgar maka jeratan tersebut
sering tidak meninggalkan jejas pada leher.1,2

Sebab Kematian
Pada peristiwa penjeratan dengan tali maka kematian yang terjadi dapat
disebabkan :
- Tertutupnya jalan nafas sehingga menimbulkan anoksia atau hipoksia
- Tertutupnya vena sehingga menyebabkan anoksia pada otak
- Refleks vagal
- Tertutupnya pembuluh darah karotis sehingga jaringan otak
kekurangan darah, kecuali pada bunuh diri yang kekuatan jeratnya
diragukan mampu menutup pembuluh darah karotis.
Kematian Pos Mortem
Pada tubuh jenazah yang mati akibat jeratan dengan tali dapat ditemukan
kelainan sebagai berikut:1,2,3
1. Leher
a. Jejas berat
- Tidak sejelas jejas gantung
- Arahnya horizontal
- Kedalaman regular tetapi jika ada simpul atau tali disilingkan
maka jejas jerat pada tempat tersebut labih dalam atau lebih
nyata
- Tinggi kedua ujung jejas jerat tidak sama
b. Lecet/memar
- Pada peristiwa pembunuhan sering ditemukan adanya lecet
lecet atau memar- memar disekitar jejas. Kelainan tersebut
terjadi karena korban berusaha membuka jeratan.
2. Kepala
a. Terlihat tanda tanda asfiksia
b. Kongesti dan bintik bintik perdarah pada daerah diatas jejas. Jika
kematian karena refleks vagal maka tanda tanda tersebut tidak
ditemukan
3. Tubuh bagian dalam
a. Leher bagian dalam terdapat :
- Resapan darah pada otot dan jaringan ikat
- Fraktur dari tulang rawan ( terutama tulang rawan thyroid),
kecuali pada korban yang masih muda dimana tulang rawan
masih sangat elastik
- Kongesti pada jaringan ikat, kelenjar limfe, dan pangkal lidah
-
b. Paru paru
- Sering ditemukan edema paru- paru
- Sering ditemukan adanya buih halus pada jalan nafas

II.2.4 Cekikan (manual strangulation)

Cekikan merupakan jenis strangulasi yang hampir selalu disebabkan


oleh pembunuhan.Memang dapat disebabkan kecelakaan (misalnya, pada
latihan bela diri atau pembuatan film), tetapi sangat jarang sekali. Peristiwa
pencekikan tidak mungkin digunakan untuk bunuh diri, sebab cekikan akan
lepas begitu orang yang melakukan bunuh diri itu mulai kehilangan
kesadaran.1,2,3

Pada pembunuhan, cekikan dapat dilakukan dengan menggunakan satu


atau kedua tangan.Kadang kadang digunakan lengan bawah untuk
membantu menekan leher dari samping.1

Mekanisme :,5,8
1. penekanan pada leher dengan penyempitan saluran nafas (hipoksi-
hipoksia)
2. kompresi/penekanan pada sinus carotus lalu terjadi reflek vagal dan
terjadi cardiac arrest
3. obstruksi arteri carotis dan vena jugularis internal, terjadi hipoksi
cerebral, memerlukan waktu yang lama untuk menyebabkan kematian.

Jenis Pencekikan
Beberapa cara melakukan pencekikan, yaitu: 4
1. Menggunakan 1 tangan dan pelaku berdiri di depan korban.
2. Menggunakan 2 tangan dan pelaku berdiri di depan atau di belakang
korban.
3. Menggunakan 1 lengan dan pelaku berdiri di depan atau di belakang
korban.

Pemeriksaan:
Pada pemeriksaan kasus cekikan, fokus pemeriksaan pada daerah
leher. Di sini kita harus hati-hati sekali, mengamati dengan cermat; apakah
ada memar yang halus, luka lecet tekan yang tipis pada daerah sisi kanan dan
kiri leher yang berbentuk cetakan dari telapak jari jempol di sebelah kanan
korban (untuk penyekik "right handed") atau luka lecet tekan dengan cetakan
dari telapak jari jempol di sebelah kiri korban dengan keempat jari lainnya di
kanan (untuk penyekik "left handed").7,9
Bentuk luka lecet tekan akibat jari jempol mirip seperti bulan sabit
"crescent appearance".
Letak dari luka akibat cekikan ini sejajar dengan tulang jakun di samping
kiri atau kanan, di atas m. sternocleidomastoideus di bawah angulus
mandibulae (daerah sinus caroticus). Diusahakan pemeriksaan secepat
mungkin dan pada siang hari. Apabila diperiksa kebetulan pada malam
hari maka dengan sinar lampu yang cukup terang.
Setelah dilakukan pemeriksaan luar, pada pemeriksaan dalam; setelah
insisi pertama (primary incision), jangan dulu dipotong iga II VII.
Dikupas dulu kulit bagian leher secara hati-hati untuk melihat apakah ada
bintik perdarahan, memar pada lapisan dalam kulit yang merupakan
lanjutan dari luka lecet di bagian luar tadi. Juga otot-otot leher
diperhatikan adanya bintik perdarahan serta tulang-tulang rawan,os hyoid,
os crycoid, apakah ada yang patah atau retak.
Untuk melengkapi pemeriksaan yang mungkin dicekik dengan
lengan bawah, diteliti dengan patah tulang pada columna vertebralis
cervicalis, apakah ada retak atau patah tulang. Seseorang yang dicekik bisa
saja meninggal karena vagal refleks. Tentu pada keadaan ini tidak ditemukan
tanda-tanda asfiksia pada tubuh korban. Kalau kita mendapatkan ciri-ciri khas
(crescent appearance) dan kita menduga suatu vagal refleks, maka kita harus
menemukan tidak adanya tanda-tanda asfiksia pada tubuh korban (negative
finding). Ini perlu untuk mencocokkan di TKP (Tempat Kejadian Perkara).

Keterangan
Pemeriksaan Pada pemeriksaan kasus cekikan, fokus
pemeriksaan pada daerah leher. Di sini kita harus
hati-hati sekali, mengamati dengan cermat; apakah
ada memar yang halus, luka lecet tekan yang tipis
pada daerah sisi kanan dan kiri leher yang
berbentuk cetakan dari telapak jari jempol di
sebelah kanan korban (untuk penyekik "right
handed") atau luka lecet tekan dengan cetakan dari
telapak jari jempol di sebelah kiri korban dengan
keempat jari lainnya di kanan (untuk penyekik "left
handed").
Bentuk Luka Bentuk luka lecet tekan akibat jari jempol mirip
seperti bulan sabit "crescent appearance".
Letak Luka Letak dari luka akibat cekikan ini sejajar dengan
tulang jakun di samping kiri atau kanan, di atas m.
sternocleidomastoideus di bawah angulus
mandibulae (daerah sinus caroticus). Diusahakan
pemeriksaan secepat mungkin dan pada siang hari.
Apabila diperiksa kebetulan pada malam hari maka
dengan sinar lampu yang cukup terang.
Pemeriksaan Dalam - Pada pemeriksaan dalam; setelah insisi pertama
Pemeriksaan Lengkap (primary incision), jangan dulu dipotong iga II
VII. Dikupas dulu kulit bagian leher secara hati-hati
untuk melihat apakah ada bintik perdarahan, memar
pada lapisan dalam kulit yang merupakan lanjutan
dari luka lecet di bagian luar tadi. Juga otot-otot
leher diperhatikan adanya bintik perdarahan serta
tulang-tulang rawan, os hyoid, os crycoid, apakah
ada yang patah atau retak.
Untuk melengkapi pemeriksaan yang mungkin
dicekik dengan lengan bawah, diteliti dengan patah
tulang pada columna vertebralis cervicalis, apakah
ada retak atau patah tulang. Seseorang yang dicekik
bisa saja meninggal karena vagal refleks. Tentu
pada keadaan ini tidak ditemukan tanda-tanda
asfiksia pada tubuh korban. Kalau kita mendapatkan
ciri-ciri khas (crescent appearance) dan kita
menduga suatu vagal refleks, maka kita harus
menemukan tidak adanya tanda-tanda asfiksia pada
tubuh korban (negative finding). Ini perlu untuk
mencocokkan di TKP (Tempat Kejadian Perkara).

II.2.5 Pembekapan (Smothering)

Smothering adalah tertutupnya permukaan saluran napas hidung-mulut


atau hidung saja yang menghambat pemasukan udara ke paru-paru.
Smothering umumnya terjadi karena kecelakaan pada bayi/infant dimana
keluarga/orang tua bayi kurang/lalai memperhatikan bayinya. Biasanya
bahan/alat yang membuat tertutup selimut, bantal. Dapat juga bayi dibunuh
(infanticide) oleh ibunya sendiri dengan memberikan bekapan kain, bedak.
Ada juga dilaporkan bayi meninggal karena tertekan oleh bekapan payudara
ketika sedang menyusui.6,8
Smothering bisa juga gradual, karena tidak semua saluran napas
tertutup (sebagian) dimana dapat bertahan beberapa menit atau jam.
Cara kematian yang berkaitan dengan pembekapan dapat berupa:
1. Bunuh diri (suicide). Bunuh diri dengan cara pembekapan masih
mungkin terjadi misalnya pada penderita penyakit jiwa, orang tahanan
dengan menggunakan gulungan kasur, bantal, pakaian, yang diikatkan
menutupi hidung dan mulut.
2. Kecelakaan (accidental smothering). Kecelakaan dapat terjadi
misalnya pada bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya,
terutama bayi prematur bila hidung dan mulut tertutup oleh bantal atau
selimut. Anak-anak atau dewasa muda yang terkurung dalam suatu
tempat yang sempit dengan sedikit udara misalnya terbekap dalam
kantong plastik. Orang dewasa yang terjatuh waktu bekerja atau pada
penderita epilepsi yang mendapat serangan dan terjatuh sehingga
mulut dan hidung tertutup dengan pasir, gandum, tepung, dan
sebagainya.
3. Pembunuhan (homicidal smothering). Biasanya terjadi pada kasus
pembunuhan anak sendiri. Pada orang dewasa hanya terjadi pada
orang tidak berdaya seperti orang tua, orang sakit berat, orang dalam
pengaruh obat atau minuman keras.

Pemeriksaan Luar
Didapati pada daerah hidung/mulut hiperemis/bintik-bintik
perdarahan/memar disekitar mulut serta ditandai tanda-tanda asfiksia umum
(lebam mayat lebih gelap, dilatasi pembuluh darah, ptechiae haemorrhagic
bola mata, congestive alat-alat dalam, dilatasi pembuluh darah (arteri/vena).1
II.2.6 Penyumpalan (Choking/Gaging)

Penyumpalan merupakan jenis asfiksia yang disebabkan blokade jalan


nafas oleh benda asing yang datangnya dari luar ataupun dalam tubuh, missal
inhalasi tumpahan, tumor, lidah jatuh akibat penurunan kesadaran, bekuan
darah, atau gigi yang lepas.Gelaja khas yaitu dimulai dengan batuk batuk
yang tiba tiba diikuti sianosis dan akhirnya meninggal dunia.Pada
pemeriksaan pos mortem dapat dilihat tanda tanda asfiksia yang jelas
kecuali jika kematian karena refleks vagal.Dapat ditemukan adanya material
yang menyebabkan blokade jalan nafas.Kadang kadang kematian dapat
terjadi sangat cepat tanpa adanya tanda tanda chocking, terutama pada
kematian akibat refleks vagal atau inhalasi makanan dan memberikan kesan
adanya serangan jantung.Kasus seperti itu sering disebut Caf Coronaries.1,2

Kematian dapat terjadi akibat:2


1. Bunuh diri (suicide). Hal ini jarang terjadi karena sulit memasukkan
benda asing ke dalam mulut sendiri disebabkan adanya refleks batuk
atau muntah. Umumnya korban adalah penderita sakit mental atau
tahanan.
2. Pembunuhan (homicidal chocking). Umumnya korban adalah bayi,
orang dengan fisik lemah atau tidak berdaya.
3. Kecelakaan (accidental choking). Pada bolus death yang terjadi bila
tertawa atau menangis saat makan, sehingga makanan tersedak ke
dalam saluran pernapasan. Mungkin pula terjadi akibat regurgitasi
makanan yang kemudian masuk ke dalam saluran pernapasan.

Pada pemeriksaan jenazah dapat ditemukan tanda-tanda asfiksia baik


pada pemeriksaan luar maupun pembedahan. Dalam rongga mulut (orofaring
atau laringofaring) didapatkan sumbatan
II.2.7 Tenggelam (drowning)

Pada peristiwa tenggelam, seluruh tubuh tidak harus tenggelam


didalam air. Asalkan lubang hidung dan mulut berada dibawah permukaan air
maka hal tersebut sudah cukup memenuhi kriteria sebagai peristiwa
tenggelam. Berdasarkan pengertian tersebut maka peristiwa tenggelam tidak
hanya terjadi dilaut atau sungai tetapi dapat juga di wastafel atau ember berisi
air. Perlu diketahui bahwa jumlah air yang dapat mematikan jika dihirup oleh
paru paru sebanyak 2 liter untuk orang dewasa dan 30 40 mililiter untuk
bayi.1,3,5

Berdasarkan penyebabnya, mati tenggelam terbagi atas: 1,6


1. Dry drowning adalah mati tenggelam tanpa ada air di saluran nafas.
Penyebab kematian pada kasus ini, antara lain:
a. Spasme laring (menimbulkan asfiksia).
b. Vagal reflex/cardiac arrest/kolaps sirkulasi.
2. Wet drowning adalah mati tenggelam dimana cairan masuk ke dalam
saluran nafas.

Sebab Kematian
Kematian yang terjadi pada peristiwa tenggelam dapat disebabkan oleh :1,2,3
1. Refleks vagal
Peristiwa tenggelam yang mengakibatkan kematian karna refleks vagal
disebut tenggelam tipe I. Kematian terjadi sangat cepat dan pada
pemeriksaan pos mortem tidak ditemukan tanda tanda asfiksia maupun
air di dalam paru paru sehingga sering disebut tenggelam kering (dry
drowning).
2. Spasme laring
Kematian karena spasme laring pada peristiwa tenggelam sangat h]jarang
sekali terjadi. Spasme laring tersebut disebabkan rangsangan air yang
masuk ke laring.Pada pemeriksaan pos mortem ditemukan tanda tanda
asfiksia, tetapi paru parunya tidak didapati adanya air atau benda
benda air.Tenggelam jenis ini juga disebut tenggelam tipe I.
3. Pengaruh air yang masuk paru paru
a. Pada peristiwa tenggelam di air tawar akan menimbulkan anoksia
disertai gangguan elektrolit. Perlu diketahui bahwa masuknya air
tawar didalam paru paru akan mengakibatkan hemodilusi dan
hemolysis. Dengan pecahnya eritrosit maka ion kalium intrasel akan
terlepas sehingga menimbulkan hyperkalemia yang akan
mempengaruhi kerja jantung (terjadi fibrilasi ventrikel).
Pemeriksaan pos mortem ditemukan tanda tanda asfiksia, kadar
NaCl jantung kanan lebih tinggi dari jantung kiri dan adanya buih
serta benda air pada paru paru. Tenggelam jenis ini disebut
tenggelam tipe II A.
b. Pada peristiwa tenggelam di air asin akan mengakibtakan terjadinya
anoksia dan hemokonsentrasi. Tidak terjadi gangguan keseimbangan
elektrolit. Tenggelam jenis ini disebut tenggelam tipe II B.
Dibandingkan dengan tipe II A maka kematian pada tipe II B terjadi
lebih lambat. Pemeriksaan pos mortem ditemukan adanya tanda
tanda asfiksia, kadar NaCl pada Jantung kiri lebih tinggi daripada
jantung kanan dan ditemukan buih serta benda benda air pada paru
paru.

Kelainan Pos Mortem

1. Pemeriksaan Luar.1
- Pakaian basah, kadang kadang bercampur lumpur
- Kulit basah, keriput, dan terkadang seperti kulit angsa (cutis anserina)
- Kulit tangan dan kaki terkadang menyerupai washer woman skin
- Lebam mayat terutama pada kepala dan leher
- Terkadang ditemukan cadaveric spasm
- Tanda khas pemeriksaan luar pada kasus tenggelam adalah
ditemukannya buih halus yang terbentuk akibat acute pulmonary
edema, berwarna putih, dan persisten. Buih menjadi banyak jika dada
ditekan
2. Pemeriksaan Dalam.1
- Saluran nafas, trakea dan bronkus, ditemukan adanya buih halus
- Paru paru membesar dan pucat seperti layaknya paru paru
penderita asma tetapi lebih berat dan basah. Dibanyak bagian terdapat
gambaran marmer, bila permukaannya ditekan meninggalkan lekukan
dan bila diiris terlihat buih berair. Kondisi ini disebut emfisema
aquosum yang merupakan petunjuk kuat terjadinya peristiwa
tenggelam
- Lambung dan esophagus berisi air dengan butir butir pasir dan alga
- Bila terjadinya hemolisis maka akan terlihat adanya bercak hemolisis
pada dinding aorta

Tes Konfirmasi

Berbagai tes konfirmasi dapat dilakukan untuk membantu menegakkan


diagnosis tenggelam, antara lain:

1. Tes Asal Air


Tes ini diperlukan untuk membedakan apakah air dalam paru paru
berasal dari luar atau dari proses edema. Mencocokan air dalam paru
paru dengan air dilokasi tempat tenggelam, yaitu degan meneliti
spesies dari ganggang diatome. Tes dilakukan dengan cara memeriksa
air dari paru paru atau lambung secara mikroskopik. Dapat juga
dilakukan pemeriksaan distruksi paru paru.
2. Tes Kimia Darah
Tes ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hemokonsentrasi
atau hemodilusi pada masing masing sisi dari jantung dengan cara
memeriksa gaya berat spesifik dari serum masing masing sisi dan
memeriksa kadar elektrolit dari serum masing masing sisi, antara
lain kadar sodium atau chlorida. Tes ini baru dianggap reliabel jika
dilakukan dalam 24 jam setelah kematian.
3. Tes Diatome Jaringan
Tes ini dapat dilakukan untuk menemukan adanya diatome
padajaringan tubuh.Jika pada hati, otak, sumsum tulang ditemukan
diatome maka hal ini dapat dijadikan bukti kuat terjadinya peristiwa
tenggelam.Pada mayat yang sudah membusuk, dimana kelainan-
kelainan yang dapat memberi petunjuk tenggelam sulit ditemukan
maka pemeriksaan ini menjadi sangat bermanfaat.

II.2.8 Asfiksia Traumatik (Burking)


Kematian akibat asfiksia traumatik terjadi karena penekanan dari luar
pada dinding dada yang menyebabkan dada terfiksasi dan menimbulkan
gangguan gerak pernapasan, misalnya tertimbun pasir, tanah, runtuhan
tembok, atau tertimpa saat saling berdesakan.1,8

Penyebab Kematian
Penyebab kematian dapat diakibatkan oleh kegagalan pernapasan dan
sirkulasi.1

Tanda Asfiksia pada Pemeriksaan Jenazah


Pada pemeriksaan luar ditemukan sianosis dan bendungan hebat.
Bendungan tersebut menyebabkan muka membengkak dan penuh dengan
petekie, edema konjungtiva, dan perdarahan subkonjungtiva. Petekie terdapat
pula pada leher, bokong, dan kaki.1
BAB III
Kesimpulan

Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan


pertukaran udara pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia)
disertai dengan peningkatan karbon dioksida (hiperkapnea). Dengan demikian organ
tubuh mengalami kekurangan oksigen (hipoksia hipoksik) dan terjadi kematian.1
Tanda asfiksia pada pemeriksaan luar jenazah dapat ditemukan berupa sianosis,
kongesti, buih halus, warna lebam mayat merah-kebiruan gelap.
Pada pemeriksaan dalam didapatkan darah berwarna lebih gelap dan lebih
encer, busa halus di dalam saluran pernapasan, pembendungan sirkulasi pada seluruh
organ dalam tubuh. Petekie dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium
pada bagian belakang jantung daerah aurikuloventrikular, subpleura viseralis paru
terutama di lobus bawah pars diafragmatika dan fisura interlobaris, kulit kepala
sebelah dalam terutama daerah otot temporal, mukosa epiglotis dan daerah sub-glotis.
Edema paru dan kelainan-kelainan yang berhubungan dengan kekerasan, seperti
fraktur laring langsung atau tidak langsung, perdarahan faring terutama bagian
belakang rawan krikoid (pleksus vena submukosa dengan dinding tipis).
Asfiksia mekanik adalah mati lemas yang terjadi bila udara pernapasan
terhalang memasuki saluran pernapasan oleh berbagai kekerasan (yang bersifat
mekanik). Asfiksia mekanik antara lain adalah pembekapan, gagging , choking,
pencekikkan dan penjeratan.
Pembekapan adalah penutupan lubang hidung dan mulut yang menghambat
pemasukan udara ke paru-paru. Gagging dan Chocking terjadi jika jalan napas
tersumbat oleh benda asing. Pada gagging sumbatan terdapat dalam orofaring,
sedangkan pada chocking terdapat pada laringofaring.
Pencekikan adalah penekanan leher dengan tangan yang menyebabkan
dinding saluran napas bagian atas tertekan dan terjadi penyempitan saluran napas
sehingga udara pernapasan tidak dapat lewat. Mekanisme kematian adalah asfiksia
dan refleks vagal.
Penjeratan adalah penekanan benda asing berupa tali, ikat pinggang rantai,
stagen, kawat, kabel, kaos kaki dan sebagainya, melingkari dan mengikat leher yang
makin lama makin kuat sehingga saluran napas tertutup. Mekanisme kematian adalah
asfiksia atau refleks vagal.
Gantung adalah penekanan benda asing berupa benda panjang melingkari
leher dengan tekanan tenaga yang berasal dari barat badan korban sendiri.
Mekanisme kematian berupa kerusakan batang otak dan medula spinalis, asfiksia,
iskemi otak, dan refleks vagal. Diketahui beberapa jenis gantung: typical hanging
(titik gantung pada garis pada garis pertengahan belakang dan tekanan pada arteri
karotis paling besar), atypical hanging (titik gantung di samping menimbulkan
gambaran muka yang kebiruan), dan kasus dengan titik gantung di depan atau di
dagu.
DAFTAR PUSTAKA

1. Budiyanto. Kematian Akibat Asfiksia Mekanik. Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi


1. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1997. h55-70.
2. Amir A. Sebab Kematian. Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi 2. Medan:
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara; 2007. h120-125.
3. Martland HS. Traumatic Aphyxia: Strangulation. Legal Medicine Pathology And
Toxicology. p454-474.
4. Knight B. Asphyxia. Forensic Medicine. 9th ed. London: Edward Arnold; 1985.
p87-104.
5. Chadha PV. Kematian Akibat Asfiksia. Ilmu Forensik dan Toksikologi. India;
2003. p105-123.
6. Nandy A. Violent Asphyxial Deaths. Principles of Forensic Medicine. India: New
Central Book Agency, Ltd: 2001. p315-342.
7. Kerr JA. Asphyxia. Forensic Medicine. 5th ed. London:In The University of
Edinburgh;1954. p152-168.
8. Gresham GA. Asphyxia and Poisoning. A colour Atlas of Forensic Pathology.
Holland:Wolfe Publishing Ltd;1975. p235-243.

Вам также может понравиться