Вы находитесь на странице: 1из 42

1

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap tanaman membutuhkan kondisi lingkungan yang sesuai dengan


syarat tumbuhnya. Pertumbuhan dan hasil tanaman selain ditentukan oleh jenis
tanaman juga ditentukan oleh faktor lingkungannya. Mempelajari ekologi
pertanian itu penting karena Ekologi merupakan salah satu ilmu dasar bagi ilmu
lingkungan. Berbicara ekologi pasti berbicara mengenai semua makhluk hidup
dan benda-benda mati yang ada di dalamnya termasuk tanah, air, udara dan lain
- lain. Lingkungan yang ditempati berbagai jenis makhluk hidup tersebut saling
mempengaruhi dan dipengaruhi sehingga ada keterkaitan antara yang satu
dengan yang lain.
Untuk lebih memahami penerapan prinsip ekologi, maka perlu diadakan
praktek langsung ke lapangan pada lahan yang sedang dibudidayakan
(agroekosistem). Bagaimana agroekosistem yang baik digunakan untuk
budidaya tanaman dan pengaruh perlakuan petani terhadap hasil budidaya.
Pemilihan UB Forest sebagai tempat untuk pengamatan agroekosistem sangat
mendukung. Hal ini didukung dengan banyaknya komoditas tanaman yang
terdapat di UB Forest dengan harapan akan mengetahui faktor biotik apa saja
yang mempengaruhi agroekosistem.
Diharapkan dengan adanya fieldtrip memberikan pemahaman betapa
pentingnya melakukan prinsip-prinsip ekologi didalam pertanian. Hal ini
bertujuan menciptakan sistem pertanian berlanjut. Karena kebanyakan yang
terjadi saat ini adalah para petani menerapkan sistem pertanian yang
konvensional dengan mementingkan kebutuhan dalam waktu yang dekat. Maka
dari itu, sebagai mahasiswa pertanian diharapkan mampu menjadikan pertanian
konvensional terlarut-larut menjadi hilang, entah dengan memberi sosialisai
ataupun membuat UU tentang pertanian konvensional (Menganspirasikan
kepada pihak yang berwenang).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang mengenai pentingnya fieldtrip tersebut, maka
rumusan masalah dari fieldtrip ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh faktor abiotik terhadap agroekosistem?
2. Bagaimana pengaruh faktor biotik dan abiotik tanah terhadap
agroekosistem?
2

3. Bagaimana peran arthropoda terhadap agroekosistem?


4. Bagaimana pengaruh perlakuan lingkungan terhada agroekosistem?

1.3 Tujuan
Fieldtrip ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor abiotik terhadap
agroekosistem di UB forest, mengetahui faktor biotik dan abiotik terhadap
tanaman di UB forest, dan mengetahui rantai makanan di agroekosistem UB
forest.

1.4 Manfaat

Manfaat dari fieldtrip ini adalah dapat mengoptimalkan ketersediaan dan


keseimbangan unsur hara yang ada pada tanah serta memperbaiki kondisi tanah
sehingga dapat meningkatkan hasil reproduksi dari agroekosistem.
3

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian ekologi dan ekologi pertanian

Menurut Spurgeon (2004) dalam Taryati dkk. (2012), mengatakan bahwa


ekologi adalah ilmu yang mempelajari makhluk makhluk hidup dan lingkungan
alamnya. Lingkungan alam yang dimaksud disini adalah segala sesuatu yang
hidup dan tidak hidup (tanah, air, udara, atau kimia-fisika) disekitar makhluk
hidup. Berdasarkan Kurnianingsih dkk. (2006) ekologi merupakan ilmu mengenai
hubungan timbal balik antar makhluk hidup dan kondisi alam sekitarnya.
Sedangkan menurut Abdurahman (2008) ekologi berasal dari kata Yunani yang
terdiri atas dua kata, yaitu oikos yang artinya rumah atau tempat hidup, dan
logos yang berarti ilmu. Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik
interaksi antar makhluk hidup maupun interaksi antara antara makhluk hidup dan
lingkungannya. Sedangkan kelompok mengartikan ekologi sebagai ilmu yang
mempelajari organisme (hewan) dengan kacamata sosiologi dan ekonomi
(bukan dilihat dari struktur dan adaptasi saja). Dapat diartikan bahwa ekologi
merupakan ilmu komprehensif yang mempelajari hubungan antara organisme
dan lingkungannya di mana secara langsung dipengaruhi oleh perbedaan habitat
di antara tanaman yang dilihat dari kacamata sosiologi dan ekonomi.
Ekologi pertanian adalah Suatu sistem yang memproduksi bahan pangan
bagi keberlanjutan hidup umat manusia (Ferdian, 2015). Sedangkan menurut
Tivy (2014) ekologi pertanian pada dasarnya adalah studi tentang sifat interaksi
timbal balik antara pertanian organisme yang terkait pertanian dan habitat fisik
mereka dan untuk tujuan ini konsep ekosistem sama berlaku untuk bagian lain
dari ekosfer. Interaksi komponen biotik dan abiotik di dalam ekologi pertanian di-
setting sedemikian rupa melalui mekanisme kontrol agar mendukung
keberlangsungan sistem budidaya pertanian yang diusahakan. Kegiatan
pengolahan tanah, pupuk, dan pengendalian hama ditujukan agar interaksi
antara komponen penyusun ekosistem mendukung pertumbuhan tanaman
budidaya.

2.2 Prinsip Ekologi

Penciptaan pertanian yang berlanjut perlu menggunakan prinsip ekologi


agar mengetahui apa yang harus di perhatikan untuk menciptakan pertanian
yang berlanjut. Prinsip ekologi menurut Rachman (2002) dalam penerapan
pertanian yang berlanjut dapat dipilahkan sebagai berikut :
4

1. Memperbaiki kondisi tanah sehingga menguntungkan pertumbuhan


tanaman, terutama pengolahan bahan organik dan meningkatkan kehidupan
biologi tanah.
2. Optimalisasi ketersediaan dan keseimbangan daur hara, melalui fiksasi
nitrogen, penyerapan hara penambahan dan daur pupuk dari luar usaha
tani.
3. Membatasi kehilangan hasil panen akibat aliran panas, udara dan air
dengan cara mengelola iklim mikro, pengelolaan air dan pencegahan erosi.
4. Membatasi terjadinya kehilangan hasil panen akibat hama dan penyakit
dengan melaksanakan usaha preventif melalui perlakuan yang aman.
5. Pemanfaatan sumber genetika (plasma nutfah) yang saling mendukung dan
bersifat sinergisme dengan cara mengkombinasikan fungsi keragaman
system pertanaman terpadu.
Prinsip diatas dapat diterapkan pada beberapa macam teknologi dan
strategi pengembangan. Masing-masing prinsip tersebut mempunyai pengaruh
yang berbeda terhadap produktivitas, keamanan, dan identitas masing-masing
usaha tani, tergantung pada kesempatan dan pembatas faktor lokal (kendala
sumberdaya) dan banyak hal yang sangat tergantung pada permintaan pasar.

2.3 Pengertian Ekosistem dan Agroekosistem


Menurut Kuswata (2013), tumbuhan, hewan, organisme lain dan lingkungan
fisiknya berinteraksi satu terhadap yang lain dalam suatu sistem yang disebut
ekosistem. Ekosistem adalah benda nyata yang ukurannya bervariasi.
Sedangkan menurut Saripudin (2008), ekosistem adalah tempat terjadinya
hubungan timbal balik antara komunitas dan lingkungannya. Sehingga dapat
ditarik kesimpulan bahwa ekosistem adalah suatu komunitas yang berada di satu
ruang lingkup baik tumbuh tumbuhan maupun hewan hewan yang berada di
lingkungan tertentu. Menurut Muhsanati (2011), agroekosistem adalah suatu
sistem kawasan atau tempat membudidayakan makluk hidup tertentu meliputi
apa saja yang hidup di dalamnya serta material lain yang saling berinteraksi.
Sedangkan menurut Samidjo (2016) Agroekosistem adalah sistem
ekologi, ekonomi dan sosial pertanian yang dikelola oleh manusia untuk
memenuhi kebutuhan akan pangan, serat, dan lain sebagainya dan dapat
diartikan bahwa agroekosistem adalah pengelolaan ekosistem untuk
menghasilkan pangan, pakan, serat dan energi untuk memenuhi kebutuhan
manusia.
5

2.4 Faktor Abiotik dan Biotik


Lingkungan menurut Dantje (2015) terdiri dari dua komponen utama,
yaitu abiotik dan biotik. Komponen abiotik dalam ekosistem merupakan faktor
fisik, seperti sinar matahari untuk fotosintesis, air sebagai bahan esensial untuk
kehidupan organisme tanah dan iklim yang memengaruhi pertumbuhan serta
perkembangan suatu organisme hidup. Sedangkan faktor kimia, yaitu protein,
karbohidrat, lemak, mineral, dan vitamin yang semuanya juga memengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan organisme hidup. Komponen Biotik adalah
tumbuhan hijau yang merupakan organisme autotrofik yang membuat makanan
dari bahan anorganik, konsumen makro, seperti organisme heterotrof terutama
hewan dan konsumen mikro, khususnya mikroorganisme (bakteri, jamur dll).
Contoh faktor biotik memiliki pengaruh seperti herbivora dan nectar
robbers yang dapat merusak fisik dari tanaman (bunga dan daun) tetapi
sekaligus bisa membuat efek yang netral bahkan mutualis terhadap tumbuhan
seperti nectar robbers yang bisa membantu penyerbukan. Mikroorganisme
penekan pathogen dapat membantu pertumbuhan tanaman dengan cara
menghasilkan antibiotik, berkompetisi dalam hal makanan, atau memarasit
patogen secara langsung. Sejumlah besar bakteri dan fungi dapat menyebabkan
berkurangnya substansi organik. Mereka melakukan proses mineralisasi
menghasilkan berbagai macam hara yang tersedia bagi tanaman. Bakteri
ammonifikasi merubah protein ke dalam amonia. Bakteri nitrifikasi mengoksidasi
ammonia menjadi nitrit dan nitrat. Sejumlah bakteri dan ganggang biru hijau
menambat nitrogen dalam tanah dalam kondisi anaerob pada tanah yang
tergenang air, bakteri tertentu menyebabkan denitrifikasi, melepaskan nitrogen
bebas yang hilang di udara (Capinera, 2008).
Faktor abiotik contohnya adalah tipe tanah yang mempengaruhi
banyaknya air hujan yang bisa ditampung dan diserap tanaman. Air dan cahaya
yang berfungsi sebagai kelangsungan proses fotosintesis. Aerasi tanah juga
merupakan salah satu faktor abiotik yang mempengaruhi absorbsi air oleh akar
tanaman. Absorbsi air oleh akar-akar tanaman terjadi sangat cepat dalam tanah
yang aerasinya baik, sedangkan pada tanah yang padat akan kekurangan
persediaan oksigen (Audrey, 2006).

2.5 Pengaruh Faktor Abiotik Terhadap Agroekosistem


Faktor abiotik adalah faktor yang berasal dari alam semesta yang tidak
hidup, misalnya udara, air, cahaya, dll. Fungsi-fungsi komponen abiotik dalam
6

pemenuhan kebutuhan manusia dan yang dapat mempengaruhi agroekosistem


antara lain :
1. Cahaya
Kualitas cahaya matahari berhubungan dengan panjang
gelombang cahaya. Cahaya matahari yang tidak dipergunakan untuk
proses fotosintesis akan diteruskan atau dipantulkan oleh daun tanaman.
Cahaya matahari dengan panjang gelombang Iebih pendek (cahaya biru
sekitar 450 nm) diserap oleh karotenoid dan kiorofil. Untuk cahaya
matahani yang Iebih panjang gelombangnya (cahaya merah sekitar 675
nm) hanya diserap oleh klorofil saja (Soemarno, 2010).
Klorofil tidak mempergunakan cahaya hijau tetapi cahaya ini
dipantulkan, sehingga nampak berwarna hijau. Kualitas cahaya akan
menjadi penting hanya jika tanaman ditumbuhkan dibawah cahaya
buatan. Lampu yang digunakan harus dapat memasok cahaya merah
dan biru dalam jumlah yang mencukupi. Tanaman sayur yang
ditumbuhkan di bawah cahaya yang dominan sinar ultravioletnya,
tanaman ini akan kerdil. Cahaya matahari dengan intensitas rendah
(dominan cahaya merah) menyebabkan tanaman sayur tinggi dan kurus
(Soemarno, 2010).
2. Kelembaban
Kelembaban relatif udara sangat berpengaruh terhadap
transpirasi sehingga penting bagi tumbuhan dan perkembangan tanaman
sayur. Kelembaban relatif udara yang cenderung meningkatkan
transpirasi tanaman sayur. Kelembaban relatif udara menyebabkan
transpirasi tanaman sayur rendah, tetapi memiliki pengaruh lain dan
kelembaban relatif udara tinggi merupakan kondisi yang sesuai bagi
dengan berbagai jenis penyakit dan hama (Soemarno, 2010).
Kisaran ideal kelembaban relatif udara bagi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman sayur adalah 70-80%. Pada kisaran
kelembaban relatif udara ini penyerapan unsur akar tanaman dapat
berlangsung optimal dan gangguan hama serta penyakit dapat terkendali.
Akan tetapi pada kelembaban relatif udara kurang dari 40%
evapotranspirasi akan berlebihan sehingga tanaman sayur akan tampak
Iayu (Soemarno, 2010).
7

3. Suhu
Suhu udara merupakan salah satu faktor penting yang
menentukan jenis tanaman sayur yang akan dibudidayakan di suatu
tempat. Suhu udara mempengaruhi semua aktivitas fisiologis melalui laju
reaksi biokimiawi. Setiap proses fisiologi, seperli fotosintesis atau
respirasi, mempunyai batas suhu di atas dan di bawah suhu optimum
untuk mencapai laju reaksi maksimum. Sebagian besar reaksi biokimia
dikendalikan oleh enzim dan laju aktivitas enzim poda setiap proses
reaksi merupakan fungsi dan suhu. Laju reaksi dan sebagian besar
reaksi kimia menjadi dua kali setiap kenaikan suhu 10C sampai sekitar
20C -30C. Di atas suhu ini, reaksi biokimia menurun karena secara
perlahan - lahan enzim mengalami denaturasi atau menjadi tidak aktif.
Selain proses biokimia, proses yang dipengaruhi oleh suhu adalah
solubilitas gas, absorpsi mineral dan air. Suhu udara juga mempengaruhi
pembungaan dan viabilitas pollen, pembentukan buah, keseimbangan
hormon, laju pemasakan dan penuaan, kualitas, hasil, dan Iamanya
produk layak untuk dikonsumsi (Soemarno, 2010).
4. Air
Air merupakan salah satu faktor utama yang diperlukan dalam
budidaya tanaman sayur. Terlalu banyak atau terlalu sedikit air yang
diberikan pada tanaman sayur akan membahayakan tanaman tersebut.
Apabila semua pori tanah terisi dengan air maka akan menyebabkan
kelebihan air sehingga akar tanaman tidak dapat memperoleh oksigen
dalam jumlah yang cukup untuk respirasi akar. Hal ini akan menyebabkan
akar tanaman kekurangan energi untuk menyerap air dan unsur hara dan
dalam tanah. Kelebihan air juga akan meningkatkan konsentrasi
karbondioksida di dalam tanah karena karbondioksida yarg dihasilkan
tanaman melalui respirasi tidak dapat dibebaskan ke udara akibat pori
tanah terisi air. Hal ini akan menurunkan permeabilitas membran sel-sel
akar untuk menyerap air. Kelebihan air akan Iebih berbahaya pada suhu
udara tinggi daripada suhu rendah karena respirasi akar benjalan cepat,
kebutuhan air Iebih tinggi dan ketersediaan oksigen yang larut dalam air
Iebih rendah (Soemarno, 2010).
8

5. Ketinggian Tempat
Di daerah tropis secara umum dicirikan oleh keadaan iklim yang
hampir seragam. Namun dengan adanya perbedaan geografis seperti
perbedaan ketinggian tempat di atas permukaan laut (dpl) akan
menimbulkan perbedaan cuaca dan iklim secara keseluruhan pada
tempat tersebut, terutama suhu, kelembaban dan curah hujan. Unsur-
unsur cuaca dan iklim tersebut banyak dikendalikan oleh letak lintang,
ketinggian, jarak dari laut, topografi, jenis tanah dan vegetasi. Pada
dataran rendah ditandai oleh suhu lingkungan, tekanan udara dan
oksigen yang tinggi. Sedangkan dataran tinggi banyak mempengaruhi
penurunan tekanan udara dan suhu udara serta peningkatan curah
hujan. Laju penurunan suhu akibat ketinggian memiliki variasi yang
berbeda-beda untuk setiap tempat (Sangadji, 2001).
2.6 Peran Arthropoda Terhadap Agroekosistem

Kebanyakan Arthropoda bersifat menguntungkan, mereka memangsa


arthropoda lain, membantu dalam proses dekomposisi bahan organik, sebagai
polinator, dan dapat memproduksi madu dan sutra. Arthropoda ada juga yang
dianggap hama ketika mereka mengganggu atau merusak tanaman budidaya
dengan berbagai macam cara. Karena hal inilah beberapa artropoda dianggap
merugikan.
Menurut Hidayat (2006) berdasarkan tingkat trofiknya arthropoda dalam
pertanian dibagi menjadi 3 yaitu arthropoda herbivora, arthropoda karnivora,
arthropoda dekomposer. Arthropoda herbivora merupakan kelompok yang
memakan tanaman dan keberadaan populasinya menyebabkan kerusakan pada
tanaman budidaya, yang disebut sebagai hama. Arthropoda karnivora terdiri dari
semua spesies yang memangsa arthropoda herbivora meliputi kelompok
predator, parasitoid, yang berperan sebagai musuh alami arthropoda herbivora.
Arthropoda dekomposer adalah organisme yang berfungsi sebagai pengurai
yang dapat membantu mengembalikan kesuburan tanah. Jadi, arthropoda pada
agroekosistem mempunyai peran yang berbeda, diantaranya berperan sebagai
hama, sebagai muuh alami dan dekomposer yang berperan dalam kesuburan
tanah.
Peranan Arthropoda dalam kehidupan manusia dapat mempengaruhi
hasil dan kualitas hasil pertanian. Arthropoda hama yang merupakan jenis
Arthropoda yang secara rutin atau kadang-kadang menyebabkan kerusakan
9

sehingga dapat mengurangi hasil atau kualitas hasil pertanian. Selain itu ada
juga jenis arthropoda kanopi penyerbuk yang dapat membantu manusia dalam
penyerbukan tanaman (Untung, 2007).

2.7 Peran Biota Tanah Terhadap Agroekosistem

Memahami dampak intensifikasi pertanian dan ekstensifikasi pada


komunitas biota tanah berguna untuk melestarikan dan memulihkan
keanekaragaman hayati di tanah pertanian dan meningkatkan peran biota tanah
dalam fungsi agroekosistem. Selama empat tahun berturut-turut menyelidiki
dampak intensi dan ekstensifikasi agrikultur (termasuk konversi padang rumput
ke lahan yang dapat dipindahkan dan sebaliknya, meningkatkan dan
menurunkan tingkat pemupukan mineral, dan perbandingan monokultur dengan
rotasi tanaman) pada kelimpahan kelompok biota tanah utama dan keragaman
fungsional (Ashton acton, 2011).

2.7.1. Berperan dalam proses dekomposisi


Mikroorganisme menjadi unsur penting dalam mendekomposisikan
bahan organik. Salah satu proses dalam tanah yang sangat tergantung pada
keberadaan mikroorganisme tanah adalah proses daur ulang bahan organik.
Bahan organik tanah merupakan produk langsung gabungan dari aktivitas kimia
tumbuhan, mikroorganisme, fauna dan berbagai faktor abiotik (Breure, 2004).
2.7.2. Menambah bahan organik
Oleh aktivitas biota tanah, bahan organik tanaman dirombak menjadi
mineral dan sebagian tersimpan sebagai bahan organik tanah. Bahan organik
tanah berperan dalam memperbaiki sifat tanah, meningkatkan aktivitas biologi
tanah, dan meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman (Sugiyarto, 2007).
2.7.3. Membantu pelarutan P (fosfor)
Mikroba melakukan hidrolisis senyawa dengan mengeluarkan enzim
sehingga P lepas dan berada dalam tanah sehingga bisa digunakan oleh
tanaman yang secara tidak langsung meningkatkan kualitas tanah
(Chairunnisya, 2015).
2.7.4. Menyumbang unsur hara
Keberadaan makrofauna tanah sangat berperan dalam proses yang
terjadidalam tanah diantaranya proses dekomposisi, aliran karbon, bioturbasi,
siklusunsur hara dan agregasi tanah (Breure, 2004).
10

2.7.5 Agen remediasi


Bioremeidiasi merupakan pengembangan dari bidang bioteknologi
lingkungan dengan memanfaatkan proses biologi dengan menggunakan mikroba
bermanfaat dalam mengendalikan pencemaran (Hanafiah, dkk., 2008).
2.7.6. Memperbaiki aerase pada tanah
Biota tanah berperan dalam memperbaiki struktur tanah melalui
penurunan berat jenis, peningkatan ruang pori, aerasi, drainase, kapasitas
penyimpanan air dan dekomposisi bahan organik, pencampuran partikel tanah,
penyebaran mikroba serta perbaikan struktur agregat tanah (Maratush, 2010).
11

3. BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat Kegiatan

Fieldtrip dilaksanakan pada hari Sabtu, 7 Oktober 2017 bertempat di


hutan pendidikan UB Forest kawasan lereng Gunung Arjuno tepatnya di
Dusun Sumbersari, Desa Tawang Argo, Karangploso, Kabupaten Malang,
Jawa Timur. UB forest memiliki luas kurang lebih 544,74 ha dan dengan
ketinggian 1200 mpdl, mempunyai suhu minimum 18,6C dan suhu
maksimum 30,8C dengan rata-rata suhu yang di peroleh 24,4C,
kelembaban yang didapatkan dari data BMKG yaitu 73% dengan curah hujan
1518 mm, dan lama penyinaran matahari selama 8,9 jam.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Aspek Budidaya Pertanian
Pada aspek budidaya pertanian alat yang digunakan terdiri dari
thermohygrometer untuk mengukur kelembaban dan suhu udara, digital lux
meter untuk mengukur intensitas radiasi matahari, pisau cutter untuk
memotong gulma yang akan diamati, kantong pastik zipper sebagai tempat
menyimpan gulma yang akan diamati lebih lanjut, alat tulis dan form
pengamatan untuk mencatat hasil analisa vegetasi dan kamera untuk
mendokumentasikan hasil pengamatan, serta meteran untuk mengukur
tanaman vegetasi.
3.2.2 Aspek Tanah
Pada aspek tanah alat dan bahan yang perlu dibutuhkan yakni,
thermometer tanah yang berfungsi untuk mengukur suhu tanah dilapangan,
busur modifikasi digunakan sebagai pengganti klinometer yang berfungsi
untuk mengukur sudut, frame dengan ukuran 50cm x 50cm sebanyak 10
yang berguna sebagai plot untuk mengukur ketebalan sersah dan biota
tanah, penggaris besi yang berfungsi untuk mengukur ketebalan sersah dan
kedalaman biota tanah, cetok yang berfungsi untuk menggali tanah dalam
pengamatan biota tanah, meteran jahit mengukur ketinggian pohon yang
tingginya kurang dari 1.5 meter dan menghitung jarak pohon yang diamati
dengan pengamat, alat tulis untuk mencatat hasil penamatan, dan kamera
untuk mendokumentasikan hasil pengamatan. Kantong pastik zipper
sebagai tempat menyimpan gulma yang akan diamati lebih lanjut, alkohol
12

70% yang berfungsi untuk membius spesimen, kapas untuk menyerap


alkohol.
3.2.3 Aspek Hama Penyakit Tumbuhan
Pada aspek hama penyakit tumbuhan alat dan bahan yang
dibutuhkan yaitu sweepnet yang berfungsi menangkap serangga yang
terbang, plastik 1 kg yang berfungsi sebagai wadah bagi spesimen yang
didapat, alkohol 70% yang berfungsi untuk membius spesimen, kapas
untuk menyerap alkohol, dan gelas air mineral yang berfungsi untuk wadah
larutan detergen yang dengan larutan tersebut serangga akan
terperangkap, dan hal tersebut biasa dinamakan pitfall. Botol bekas air
mineral 600 ml yang berfungsi sebagai alat yellow trap yang nantinya pada
alat tersebut serangga akan menempel. Spidol permanen yang berfungsi
untuk menandakan pada masing-masing spesimen, kamera yang berfungsi
untuk mendokumentasikan hasil fieldtrip.

3.3 Metode Pelaksanaan


3.3.1 Analisis Vegetasi
Pada pengamatan analisis vegetasi, hal yang pertama yang
dilakukan adalah menyiapkan form pengamatan, alat tulis, plastik zipper dan
kamera. Memasuki plot tanaman semusim berukuran 5x5 meter. Menghitung
tanaman semusim seperti kol dan cabai kemudian gulma pada setiap
bedengan di plot tersebut. Identifikasi tanaman kemudian dokumentasikan.
3.3.2 Pengamatan Intensitas Cahaya Matahari
Saat melakukan pengamatan intensitas cahaya matahari, hal
pertama yang dilakukan adalah menyiapkan luxmeter, lalu nyalakan luxmeter
dengan cara menekan tombol off/on kearah on. Pilih kisaran range 10 kali
pada tombol range. Selanjutnya buka tutup sensor dan arahkan sensor
cahaya dengan menggunakan tangan pada permukaan daerah yang akan
diukur kuat penerangannya. Terakhir, lihat hasil pengukuran pada layar
panel/luxmeter kemudian catat hasil pada form pengamatan.

3.3.3 Pengamatan Kelembaban Udara


Pengukuran kelembaban udara di plot tanaman semusim diawali
dengan menyiapkan alat pengukuran yaitu thermohigrometer. Masuk
kedalam plot tanaman semusim. Samakan waktunya untuk mencocokkan
13

pengamatan pada pukul berapa sehingga didapat data dengan cara


memencet lama modenya sampai menitnya berkedip. Atur menggunakan
tombol ADJUST dan sesuaikan lalu tekan mode lagi untuk mencocokkan
waktu (jam), jika sudah sesuai tekan mode lagi.
Ubah satuan suhu dari fahrenheit ke celcius. Tancapkan sensor
kedalam thermohigrometer lalu angkat sensor setinggi mungkin dan lihat
hasil data pada layar thermohigrometer. Data hasil pengukuran kelembaban
dicatat pada form pengamatan dan dokumentasikan.
3.3.4 Pengamatan Suhu Udara
Pada pengamatan suhu udara hal yang harus dilakukan pertama kali
yaitu mengubah satuan suhu dari fahrenheit ke celcius. Masukkan sensor
kedalam termohigrometer lalu angkat sensor setinggi-tingginya dan lihat hasil
data pada layar termohigrometer. Identifikasi dan dokumentasikan hasil
pengukuran suhu udara yang didapat pada form pengamatan faktor abiotik.
3.3.5 Pengamatan Suhu Tanah
Hal pertama yang harus dilakukan dalam pengukuran suhu tanah
adalah meyiapkan alat pengukur berupa thermometer tanah. Menancapkan
thermometer didalam tanah dengan kedalaman yang berbeda yakni
kedalaman 5 cm dan kedalaman 10 cm. Amati pergerakan air raksa dan
tunggu sampai stabil pergerakan air raksanya, setelah stabil hitung besarnya
suhu tanah dikedalaman 5 cm dan 10 cm.
3.3.6 Pengukuran Ketebalan Sersah
Hal pertama yang perlu dilakukan adalah menyiapkan alat yang
digunakan untuk mengukur ketebalan seresah yaitu penggaris besi.
Pengamatan dilakukan pada sepuluh titik yang dilakukan dengan
menggunakan frame ukuran 50cm x 50cm. Pengukuran ketebalan seresah
menggunakan penggaris dengan cara menekan secara perlahan. Lakukan
pengulangan sebanyak 10 kali dan diambil rata-rata pada masing-masing
titik pengamatan.

3.3.7 Pengamatan Biota Tanah


Langkah pertama yang dilakukan dalam pengamatan biota tanah
adalah menyiapkan alat dan bahan seperti plot, cetok, dan penggaris besi.
14

Memasang frame berukuran 50 cm x 50 cm pada 2 titik, setelah itu menggali


tanah sedalam 20 cm menggunakan cetok dan mencari biota yang terdapat
dalam tanah. Langkah selanjutnya adalah memasukan spesies yang tidak
diketahui ke dalam plastik yang telah di beri kapas yang sebelumnya telah di
beri alkohol 70% untuk diidentifikasi pada saat pengamatan fieldtrip berakhir.
Fungsi dari alkohol adalah untuk membius arthropoda sekaligus
mengawetkan agar tidak rusak, kemudian identifkasi.
3.3.8 Sweepnet
Sweepnet dilaksanakan pada suatu plot tanaman semusim berukuran
5 x 5 meter dengan tanaman sayur utama kubis dan cabai. Sweepnet
dilakukan oleh 2 orang, 1 orang memegang sweepnet dan 1 orang bertugas
mengambil serangga yang terperangkap di dalam sweepnet untuk kemudian
dimasukkan ke dalam plastik yang sebelumnya sudah diberi kapas
beralkohol. Sweepnet dilakukan dengan cara mengayunkan sebanyak tiga
kali membentuk huruf U diatas tanaman dan didalam plot pengamatan.
3.3.9 Yellow trap
Yellow trap ditempelkan pada botol minuman bekas berukuran kurang
lebih 600 ml. Yellow trap ini dipasang pada tengah - tengah plot tanaman
semusim berukuran 5x5 meter pada 1 hari sebelum dilaksanakannya
fieldtrip. Proses pengamatan yellow trap dilaksanakan setelah proses
sweepnet selesai dilakukan dengan cara mengambil yellow trap yang sudah
terpasang keluar dari plot dan setelah itu mendokumentasikan serangga
yang menempel pada yellow trap tersebut kemudian menghitung serangga
yang didapat.
3.3.10 Pitfall
Pitfall yang tersedia yaitu sejumlah 4 botol gelas, diletakkan pada
keempat sudut di dalam plot yang sudah dipasang bersamaan dengan
pemasangan yellow trap yaitu 1 hari sebelum fieldtrip dilaksanakan. Pitfall
pada bagian sudut-sudut plot dibuat dengan memberi detergen yang
dicampur dengan air yang berfungsi untuk menurunkan tegangan air.
Pengamatan pitfall bersamaan dengan yellow trap, yaitu setelah sweepnet
selesai dilaksanakan. Pengamatan pada pitfall dilaksanakan dengan
mengambil dan memisahkan serangga yang terperangkap dengan air
detergen. Lalu, serangga dimasukkan pada plastik supaya tidak rusak
sebelum diidentifikasi. Apabila serangga di dalam pitfall berukuran sangat
15

kecil dan sulit untuk dipisahkan dengan air detergen, maka bisa dimasukkan
beserta dengan sedikit air detergen tersebut. Terakhir yaitu
mendokumentasikan serangga yang terperangkap di dalam pitfall, selain itu
pada plastik diberi label nama dari serangga di dalam plastik tersebut.
3.3.11 Pengamatan Strata Pohon
Pengamatan strata pohon dilakukan dengan secara memotret lanskap,
kemudian digambar dan diilustrasikan menggunakan software coreldraw.
Pengamatan strata pohon dengan pengukuran tinggi pohon dilakukan
dengan memilih salah satu pohon yang puncak pohon dapat dijangkau oleh
pengamat. Letakkan busur modifikasi tepat di depan mata lalu arahkan
busur ke puncak pohon yang sejajar dengan arah pandang pengamat tanpa
mengadahkan kepala. tandai dengan spidol sudut yang sudah didapatkan.
ukur jarak antara pengamat dengan pohon yang diamati menggunakan
meteran.
16

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Umum Wilayah

UB forest adalah hutan Pendidikan Universitas Brawijaya yang digunakan


untuk aktivitas akademika Universitas Brawijaya. Hutan ini terletak pada
kawasan lereng Gunung Arjuno tepatnya di Dusun Sumbersari, Desa Tawang,
Argo, Kecamatan Karangploso Kabupaten malang, UB forest memiliki luas
kurang lebih 544,74 ha dengan ketinggian 1200 mpdl, mempunyai suhu
minimum 18,6 derajat celcius dan suhu maksimum 30,8 derajat celcius dengan
rata rata suhu yang di peroleh 24,4 derajat celcius, kelembapan yang didapatkan
dari data BMKG yaitu 73% dan lama penyinaran matahari selama 8-9 jam. UB
Forest terdiri dari hutan produksi dan hutan konservasi. Tanaman yang terdapat
di hutan ini didominasi oleh pohon pinus, sedangkan tanaman lainnya yaitu kopi,
jahe, wortel, sawi, kubis dan cabai. UB Forest memiliki tanah jenis tanah vulkanik
karena berada di lereng Gunung Arjuno. Berdasarkan data yang diperoleh dari
BMKG, kelembapan pada wilayah UB Forest yaitu 73% dengan lama penyinaran
matahari selama 8,9 jam. 0676950 BT dan 9133723 LS/LU, serta kemiringan
60% mengarah ke tenggara. Lahan ini merupakan hasil kerjasama antara UB
dengan dinas kehutanan sebagai salah satu program kerja menteri lingkungan
hidup. Sebelum digunakan kawasan hutan tersebut akan diidentifikasi terlebih
dahulu kondisi fisik flora dan fauna, menyusun pembagian zona tiap kawasan
sesuai kemampuan lahan, dan menyelesaikan sarana pendukung. UB forest
karena sangat luasnya sehingga masuk ke 3 wilayah yang berbeda yaitu
diwiliyah sumbersari, sumberwangi, dan tawangrejo (BUA UB, 2017)
4.2 Hasil Pengamatan

4.2.1 Analisi Vegetasi


Berdasarkan hasil pengamatan pada plot semusim yang berada di
kawasan hutan pendidikan UB Forest ditemukannya bebererapa vegetasi yang
telah diidentifikasi dan memiliki peranan masing-masing. Didapatkan hasil
sebaran vegetasi sebagai berikut :
17

Tabel 4.1. Hasil Identifikasi Vegetasi


Nama
No Nama Ilmiah Jumlah Dokumentasi
Umum

1 Kubis Brassica oleracea 96

2 Cabai Capsium annum L. 56

3 Bandotan Ageratum conyzoides 42

Nama
No Nama Ilmiah Jumlah Dokumentasi
Umum
18

4 Semanggi Marsilea crenata 16

5 Pegagan Centella asiatica 27

6 Krokot Portulaca oleracea L 11

Rumput
7 Cyperus rotundus 11
Teki

Berdasarkan pengamatan vegetasi pada plot semusim, ada dua


komoditas utama yaitu tanaman kubis dan tanaman cabai, didapatkan tanaman
kubis (Brassica olerace) lebih banyak dari cabai dengan jumlah 96 tanaman
sedangkan cabai (Capsium annum L.) berjumlah lebih sedikit. Terdapat berbagai
5 macam komoditas gulma yang ditemukan di sekitar bedengan yaitu bandotan,
semanggi, pegagan, krokot dan rumput teki, dan yang didominasi oleh bandotan
(Ageratum conyzoides) berjumlah 42, sedangkan jenis gulma lainnya lebih
sedikit.
19

4.2.2 Pengamatan Intensitas Radiasi Matahari


Berdasarkan hasil pengamatan pada plot semusim yang berada di
kawasan hutan pendidikan UB Forest telah dilakukan pengamatan Intesistas
Radiasi Matahari menggunakan lux meter. Didapatkan hasil pengukuran sebagai
berikut :
Tabel 4.2. Hasil Pengamatan Intensitas Radiasi Matahari
No. Lokasi RM (Lux) Dokumentasi

1 UB Forest 1501

Hasil pengukuran faktor abiotik didapatkan bahwa intensitas radiasi


matahari sebesar 1501 lux pada kondisi ternaungi oleh pohon-pohon tahunan
dengan range 10 kali.
4.2.3 Pengamatan Kelembapan Udara
Berdasarkan hasil pengamatan pada plot semusim yang berada di
kawasan hutan pendidikan UB Forest telah dilakukan pengamatan kelembaban
udara menggunakan alat thermohigrometer. Didapatkan hasil pengukuran
sebagai berikut:
Tabel 4.3. Tabel Hasil Pengamatan Kelembapan Udara
No. Lokasi RH (%) Dokumentasi

1 UB Forest 59

Pada plot tanaman semusim hasil pengukuran kelembaban udara


didapatkan nilai kelembaban udara sebesar 59%.
4.2.4. Pegamatan Suhu Udara
Berdasarkan hasil pengamatan pada plot semusim yang berada di
kawasan hutan pendidikan UB Forest telah dilakukan pengamatan suhu udara
20

menggunakan alat thermohigrometer. Didapatkan hasil pengukuran sebagai


berikut :
Tabel 4.4. Hasil Pengamatan Suhu Udara
No. Lokasi Suhu (C) Dokumentasi

1 UB Forest 24,3

Data Hasil pengamatan pada saat pengamatan suhu udara diperoleh


sebesar 24,3C.
4.2.5 Pengamatan Suhu Tanah
Berdasarkan hasil pengamatan pada plot semusim yang berada di
kawasan hutan pendidikan UB Forest telah dilakukan pengamatan suhu tanah
menggunakan alat thermometer tanah. Didapatkan hasil pengukuran sebagai
berikut :
Tabel 4.5. Hasil Pengamatan Suhu Tanah
No. Lokasi Suhu (C) Dokumentasi

UB Forest
1 20,3
Kedalaman 10 cm

No. Lokasi Suhu (C) Dokumentasi

UB Forest
2. Kedalaman 5 cm 20,3
21

Rata-rata 20,3

Berdasarkan pengukuran suhu tanah yang dilakukan di UB Forest


dilakukan berdasarkan 2 kedalam yang pertama adalah kedalaman 10 cm dan
yang kedua adalah kedalaman 5 cm. Hasil yang peroleh suhu dari kedua
kedalaman tersebut mempunyai nilai rata-rata sebesar 20,3 C.
4.2.6 Pengamatan Ketabalan Sersah
Berdasarkan hasil pengamatan pada plot semusim yang berada di
kawasan hutan pendidikan UB Forest telah dilakukan pengamatan dan
perhitungan ketebalan seresah pada beberapa titik, menggunakan penggaris
besi. Didapatkan hasil pengukuran sebagai berikut :
Tabel 4.6. Hasil Pengamatan Ketebalan Tanah
Lokasi Titik Ketebalan (cm)

UB Forest 1 1,5 cm

UB Forest 2 1,7 cm

UB Forest 3 1,3 cm

UB Forest 4 0,5 cm

UB Forest 5 3 cm

UB Forest 6 1,1 cm

UB Forest 7 0,5 cm

UB Forest 8 1 cm

UB Forest 9 0,5 cm

UB Forest 10 0

Rata rata 1.11 cm

Ketebalan seresah tiap titik pada lahan tersebut berbeda. Dari


pengukuran didapatkan ketebalan seresah tertinggi adalah 1,7 cm pada titik 2,
sedangkan pada titik 10 tidak didapatkan ketebalan seresah atau ketebalan
seresahnya 0 cm. Didapatkan data rata-rata untuk ketebalan seresah adalah
1,11 cm.
4.2.7 Pengamatan Biota Tanah
Berdasarkan hasil pengamatan pada plot semusim yang berada di
kawasan hutan pendidikan UB Forest telah dilakukan pengamatan biota tanah
yang memiki peranan masing-masing dan dilakukan dengan cara penggalian.
Didapatkan hasil pengukuran sebagai berikut :
22

Tabel 4.7. Hasil Pengamatan Biota Tanah


No Spesies Jumlah Peranan Dokumentasi

1 Scolopendra, sp. 1
(kelabang) Dekomposer
(pengurai)

2
Achatina fulica
(Bekicot)

1
Hama

3 Tenebrio molitor
1
(Ulat Hongkong)
Hama

4 Hypoaspis sp. 3 Predator

Berdasarkan data diatas diketahui macam-macam organisme yang


terdapat dalam tanah lahan tanaman semusim pada pembibitan tanaman kubis
dan tanaman cabai di daerah UB Forest. Pada penggalian tanah dengan
kedalaman 20 cm ditemukan kelabang (Scolopendra, sp.), bekicot (Achatina
fulica), ulat hongkong (Teneprio molitor) dan Hypoaspis sp. Jumlah kelabang
yang didapat berjumlah 1 ekor, bekicot berjumlah 1 ekor, ulat hongkong
berjumlah 1 ekor dan Hypoaspis berjumlah 3 ekor. Kelabang dalam ekosistem
berperan sebagai dekomposer. Bekicot dalam ekosistem berperan sebagai
23

menjadi hama karena memakan dedauan yang ada dan sebagai parasit pada
tanaman. Ulat hongkong dalam ekosistem berperan menjadi hama. Hypoaspis
sp. dalam ekosistem berperan sebagai predator.
4.2.8 Sweepnet
Berdasarkan hasil pengamatan pada plot semusim yang berada di
kawasan hutan pendidikan UB Forest telah dilakukan pengamatan Sweepnet
yang memiki peranan masing-masing dan dilakukan dengan cara diayunkan.
Didapatkan hasil pengukuran sebagai berikut :
Tabel 4.8. Hasil Pengamatan Sweepnet
Nama
Ordo Jumlah Peranan Dokumentasi
Umum

Dekomposer
Jangkrik Orthoptera 1

Kumbang
Coleoptera 4 Predator
Kubah Spot M

Berdasarkan data di atas pada Sweepnet, organisme yang terperangkap


yaitu jangkrik (Gryllus mitratus), kumbang kubah spot M (Menochilus
sexmaculatus). Jangkrik yang terperangkap sebanyak 1 ekor. Dalam ekosistem
ini jangkrik berperan sebagai dekomposer yakni memakan tanaman rusak, dan
memperbarui mineral tanah. Lalu Kumbang kubah spot m berperan sebagai
predator, salah satunya yaitu memakan kutu daun, termasuk dalam ordo
coleoptera, kumbang spot M terperangkap sebanyak 4 ekor.
4.2.9 Yellow trap
Berdasarkan hasil pengamatan pada plot semusim yang berada di
kawasan hutan pendidikan UB Forest telah dilakukan pengamatan Yellow trap
yang memiki peranan masing-masing dan dilakukan dengan cara dipasangkan
ditengan plot. Didapatkan hasil pengukuran sebagai berikut :
Tabel 4.9. Hasil Pengamatan Yellow trap
24

Nama Jumlah
Ordo Peran Dokumentasi
Umum Spesies

Capung
Odonata 2 Predator
Hijau

Nyamuk Diptera 5 Serangga lain

Lalat Dekomposer
Diptera 2
Rumah (pengurai)

Pada perangkap Yellow trap yang dipasang plot tanaman semusim


terdapat tiga macam spesies yaitu capung hijau (Orthetrum sabina), nyamuk
(Culex fatigans), lalat rumah (Stomorhina lunata). Jumlah capung hijau yang
terperangkap dalam yellow trap yaitu 2 ekor, capung hijau termasuk dalam ordo
odonata yang berperan dalam ekosistem sebagai predator yang memangsa lalat
buah dan lalat rumah. Selain capung hijau, terdapat pula nyamuk yang
terperangkap dalam yellow trap sebanyak 5 ekor, nyamuk termasuk dalam ordo
diptera nyamuk yang berperan sebagai seragga lain pada plot semusim.
Organisme lainnya yang terdapat pada perangkap ini yaitu lalat rumah sebanyak
2 ekor yang merupakan salah satu organisme yang termasuk dalam ordo diptera
(bangsa lalat) memiliki peranan sebagai dekomposer yang memakan bangkai
organisme yang telah mati sehingga mudah menyatu dengan tanah sehingga
menghasilkan bahan organik.
4.2.10 Pitfal
Berdasarkan hasil pengamatan pada plot semusim yang berada di
kawasan hutan pendidikan UB Forest telah dilakukan pengamatan Pitfal yang
memiki peranan masing-masing dan dilakukan dengan cara dipasang perangkap
pada 4 titik dipojok plot. Didapatkan hasil pengukuran sebagai berikut :
25

Tabel 4.10. Hasil Pengamatan Pitfal

Nama Jumlah
Ordo Peran Dokumentasi
Umum Spesies

Siput Stylomathopra 1 Hama

Dekomposer
Semut Hymenoptera 10
(pengurai)

Kecoa Dekomposer
Blatodea 1
Dubia (Pengurai)

Dari data di atas diketahui macam organisme yang terdapat dalam


perangkap yang dipasang di daerah UB Forest. Pada perangkap pitfall terdapat
siput (Achatina fulica) yang merupakan salah satu spesies yang termasuk dalam
ordo Stylomathopra, yang berjumlah 1 ekor yang berperan sebagai hama yang
memakan dedaunan kubis yang menyebabkan daun pada kubis rusak. Juga
terdapat semut (Dolichoderus) yang merupakan salah satu spesies yang
termasuk dalam ordo hymenoptera, yang berjumlah 10 ekor yang berperan
sebagai decomposer yang memakan organisme yang telah mati dan
menguraikanya makananya menjadi bagian yang lebih kecil. Juga terperangkap
kecoa dubia (Blaptica dubia) yang merupakan salah satu spesies yang termasuk
dalam ordo blatodea, yang berjumlah 1 yang memiliki dalam ekosistem sebaga
dekomposer yang memakan organisme atau jasad yang telah mati akan
merombak bahan organik menjadi bahan anorganik yang berfungsi untuk
regenerasi dan penyubur tanaman.
4.2.11 Pengamatan Strata Pohon
26

Berdasarkan hasil pengamatan pada plot semusim yang berada di


kawasan hutan pendidikan UB Forest telah dilakukan pengamatan strata pohon
yang memiliki tinggi masing-masing dan dilakukan dengan mengitung tinggi
pohon yang ada diplot. Didapatkan hasil pengukuran sebagai berikut :

Gambar 4.1. strata pohon

Gambar 4.2. dokumentasi strata pohon


Pada pengamatan strata pohon plot tanaman semusim, terdapat
tanaman utama yakni cabai dengan ketinggian 0,5 m dan kubis dengan
ketinggian 0,23 m. Terdapat pohon nangunan yakni pinus dengan tinggi 18 m.

4.3 Pembahasan
4.3.1 Pengaruh Biodiversitas Tanaman Dalam Agroekosistem
Berdasarkan analisa terhadap vegetasi yang ada pada plot tanaman
semusim didapatkan hasil vegetasi meliputi tanaman utama yaitu kubis
(Brassica oleracea) sebanyak 96 tanaman, cabai (Capsium annum L.) berjumlah
56 tanaman, gulma bandotan (Ageratum conyzoides) mendominasi dengan
27

jumlah 42, gulma semanggi (Marsilea crenata) 16 tumbuhan, gulma pegagan


(Centella asiatica) 27 tumbuhan, gulma krokot (Portulaca oleracea L.) berjumlah
11 tanaman dan rumput teki (Cyperus rotundus) berjumlah sama seperti gulma
krokot yaitu 11 tumbuhan. Gulma - gulma tersebut tumbuh di sekitar bedengan
dan juga pada lubang tanaman dari tanaman utama, contohnya didapatkan hasil
bahwa gulma bandotan (Ageratum Conyzoides) tumbuh pada lubang tanaman
cabai dan kubis. Gulma biasanya menyediakan sumber makanan alternatif
(serbuk sari, dan mangsa alternatif) sehingga membantu kelangsungan hidup
populasi polinator dan musuh alami (Nicholls dkk. 2013).
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa keanekaragaman tanaman
dapat meningkatkan populasi serangga herbivor, semakin tinggi keragaman
agroekosistem dan semakin lama keragaman ini tidak diganggu oleh manusia,
semakin banyak pula interaksi internal yang dapat dikembangkan untuk
meningkatkan stabilitas serangga. Hasil studi interaksi tanaman-gulma serangga
diperoleh bahwa gulma mempengaruhi keragaman dan keberadaan serangga
herbivora dan musuh-musuh alaminya dalam sistem pertanian. Bunga gulma
tertentu memegang peranan penting sebagai sumber pakan parasitoid dewasa
yang dapat menekan populasi serangga hama. Data memaparkan bahwa kebun
buah-buahan dengan tanaman liar dibawahnya menimbulkan kerusakan lebih
rendah oleh serangan serangga dibanding dengan kebun buah yang diusahakan
bebas dari tanaman lain (clean cultivated), karena melimpahnya jumlah dan
efisiensi predator dan parasitoid (Tobing, 2009).
Berdasarkan pengamatan stratifikasi pohon disekitar plot tanaman
semusim yaitu pohon pisang 3,2 m didapatkan besar sudut 55/125, tinggi
pengamatan 1,63 m dan jarak 9,10 m. Pada pengamatan stratifikasi pohon pada
pohon pinus dengan sudut 145/32, tinggi pengamatan 1,63 m, jarak 34,60cm
didapatkan tinggi pohon 8 m. Tanaman lainnya yang ada di sekitan plot tanaman
semusim yang dapat diukur menggunakan meteran yaitu tanaman singkong
dengan tinggi 1,34 m, tanaman kubis dengan tinggi 0,24 m, dan tanaman cabai
0,50 m, pohon manga dengan tinggi 1,06 m, pohon kopi dengan tinggi 1,51 m
dan 2,30 m.

Gambar 4.3. strata pohon Gambar 4.4. dokumentasi stara pohon


28

Pengaruh stratifikasi pohon terhadap agroekosistem adalah semakin


tinggi tingkat tutupan lahan maka semakin besar pula nilai laju infiltrasi tanah, hal
ini dikarenakan nilai keanekaragaman, kekayaan, dan kesamaan jenis suatu
vegetasi mampu meningkatkan laju infiltasi tanah dengan adanya pengaruh lain
terhadap sifat fisik tanah dan kandungan bahan organik tanah. Dapat diketahui
bahwa semakin rapat dan semakin padatnya tutupan vegetasi suatu lahan akan
memberikan distribusi bahan organik yang melimpah, serta banyaknya vegetasi
akan memberikan pengaruh positif terhadap banyaknya ruang pori dalam tanah
sehingga laju infiltrasi tanah semakin besar.
4.3.2 Pengaruh Faktor Abiotik dan Biotik Terhadap Agroekosistem
Berdasarkan fieldtrip yang dilakukan ada beberapa faktor abiotik dan
biotik yang terdapat di UB forest yaitu mempunyai suhu tanah dengan
kedalaman 5 cm dan 10 cm keduanya memiliki suhu yang sama yaitu 20,3C
untuk ketebalan sersahnya pada titik pertama memiliki ketebalan 1,5 cm, titik
kedua 1,7 cm titik ketiga 1,3 cm titik keempat 0,5 cm titik kelima 3 cm titik
keenam 1,1 cm titik ketujuh 0,5 cm titik kedelapan1 cm titik kesembilan 0,5 cm
dan titik kesepuluh 0 cm. ketebalan sersah yang paling tebal berada di titik 5 dan
titik kesepuluh sama sekali tidak memiliki sersah yang mungkin dikarenakan
sering di bersihkan sehingga tidak terdapat sersah dititik kesepuluh. Faktor
lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman
dibedakan menjadi dua yaitu faktor abiotik dan faktor biotik. Faktor abiotik terdiri
dari tanah, air, udara, kelembaban udara, angin, cahaya matahari dan suhu,
sedangkan faktor biotik terdiri dari organisme-organisme hidup di luar lingkungan
abiotik yaitu manusia, tumbuhan, hewan dan mikroorganisme. Suhu merupakan
faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Pertumbuhan tanaman akan baik pada suhu antara 15C - 40C. Suhu
akan mengaktifkan proses fisik dan kimia pada tanaman. Energi panas akan
menggiatkan reaksi biokimia pada tanaman atau reaksi fisiologis dikontrol oleh
selang suhu tertentu (Hasan Basri Jumin, 2001).
Tanah merupakan tempat hidup bagi organisme yang terbentuk dari proses
pelapukan. Tanah menyediakan unsur-unsur hara yang diperlukan tumbuhan
untuk pertumbuhan. Tanah akan memberikan tanggapan yang baik pada
tanaman apabila pengolahan tanah baik disertai dengan pemberian pupuk yang
cukup. Pengolahan tanah adalah memanipulasi mekanik tanah terhadap tanah
untuk menciptakan keadaan tanah yang cukup baik untuk pertumbuhan
29

tanaman. Pengolahan tanah membuat aerasi dalam tanah menjadi lebih baik
sehingga pertukaran CO2 dan O2 pada daerah perakaran dapat lancar (Thomas
et all, 2004).
Tanah juga menyediakan unsur hara penting bagi pertumbuhan organisme,
terutama tanaman. Menurut Syamsuri (2004), Fungsi tanah antara lain: Tempat
tumbuh dan berkembangnya perakaran. Penyedia kebutuhan primer tanaman
( air, udara, dan unsur hara ) . Penyedia kebutuhan sekunder tanaman ( zat zat
pemacu tumbuh, hormon, vitamin, dan asam asam organic, antibiotic dan toksin
anti hama, enzim yang dapat meningkatkan kesediaan hara ) . Sebagai habitat
biota tanah, baik yang berdampak positif karena terlibat langsung atau tak
langsung dalam penyediaan kebutuhan primer dan sekunder tanaman tersebut,
maupun berdampak negative karena merupakan hama dan penyakit tanaman
Faktor cahaya matahari. Sinar matahari sangat dibutuhkan oleh tanaman
untuk dapat melakukan fotosintesis (khususnya tumbuhan hijau). Jika suatu
tanaman kekurangan cahaya matahari, maka tanaman itu bisa tampak pucat dan
warna tanaman itu kekuning-kuningan (etiolasi). Pada kecambah, justru sinar
mentari dapat menghambat proses pertumbuhan (Yulianita, 2006). Tiap tanaman
membutuhkan suhu dan sinar matahari yang optimal untuk proses fotosintesis.
Suhu yang terlalu tinggi akan menyebabkan tanaman terbakar dan mati kering
begitu juga sebaliknya.
Air berpengaruh terhadap ekosistem karena air dibutuhkan untuk
kelangsungan hidup organisme. Air dibutuhkan tumbuhan dalam pertumbuhan,
perkecambahan, dan penyebaran biji. Air mempunyai beberapa fungsi yaitu
sebagai daya pelarut unsur-unsur yang diambil oleh tanaman, berperan dalam
proses fotosintesis, penyangga tekanan di dalam sel yang penting dalam
aktivitas sel tersebut, mengabsorbsi temperatur dengan baik/mengatur
temperatur di dalam tanaman, menciptakan situasi temperatur yang konstan. Air
merupakan substrat fotosintesis, tetapi hanya 0,1% dari jumlah air total
digunakan oleh tumbuhan untuk fotosintesis. Transpirasi meliputi 99% dari
seluruh air yang digunakan oleh tumbuhan, kira-kira 1% digunakan untuk
membasahi tubuh, mempertahankan tekanan turgor dan memungkinkan
terjadinya pertumbuhan (Suwasono, 2001).
Faktor biotik adalah faktor hidup yang meliputi semua mahluk hidup di
bumi, baik tumbuhan maupun hewan. Dalam ekosistem tumbuhan berperan
sebagai produsen, hewan berperan sebagai konsumen, dan mikroorganisme
30

berperan sebagai decomposer. Pernyataan tersebut sesuai dengan Syamsuri


(2004) bahwa faktor biotik juga meliputi tingkatan-tingkatan organisme yang
meliputi individu, populasi, komunitas, ekosistem, dan biosfer. Tingkatan-
tingkatan organisme mahluk hidup tersebut dalam ekosistem akan saling
berinteraksi, saling mempengaruhi membentuk suatu system yang menunjukkan
kesatuan.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, didapatkan suhu tanah
sebesar 20.3o C, pada suhu tersebut terdapat banyak biota tanah. Namun pada
plot pengamatan tanah yang di amati, tidak ditemukan mikrofauna apapun. Hal
ini disebabkan karena kecepatan gerak biota tanah yang berbeda beda sesuai
menurut ukuran tubuhnya, dengan ukuran tubuh yang lebih besar maka jarak
yang dijangkau akan semakin lebar. Berdasarkan hal tersebut mikrofauna tanah
tidak dapat diprediksi keberadaannya. Namun tekstur tanah yang gelap
menunjukkan ciri tanah yang diamati adalah subur, sebab belum mengalami
banyak pencucian unsur hara dan bahan organik sebagai mana yang dinyatakan
Riwandi (2009), Warna hitam menunjukkan bahwa tanah mengandung kadar
bahan organik, air, dan unsur hara tanah yang cukup. Tanah yang subur
menandakan adanya aktivitas biota tanah di dalam tanah dan menyebabkan
tanaman budidaya menjadi tumbuh sehat. Sedangkan untuk mengetahui
keberadaan mikrofauna tanah perlu diadakan pengamatan yang lebih lanjut yaitu
dengan menggunakan mikroskop. Pengelompokan biota tanah dipertegas
dengan pernyataan Anwar (2013), berdasarkan ukuran tubuh, fauna
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu makrofauna (>1 cm), mesofauna (0,2-1 cm),
dan mikrofauna (20-200 m).
4.3.3 Peran Arthropoda dan Faktor Yang Mempengaruhi Keberadaan
Arthropoda Dalam Agroekosistem
Dalam data pengamatan keadaan ekosistem UB Forest terdapat banyak
spesies arthropoda yang memiliki peran sebagai predator yang memangsa hama
yang menyerang tanaman seperti capung hijau dan kumbang kubah spot m dan
juga arthropoda yang merusak tanaman yang memakan dedaunan tanaman
seperti semut, dan lalat buah. Menurut Susilo (2007) peran arthropoda karnivora
terdiri dari semua spesies yang memangsa arthropoda herbivora (predator dan
parasitoid).Arthroproda penyerbuk berperan sebagai serangga yang membantu
penyerbukan tanaman. Arthropoda herbivora sebagai hama pertanian
arthropoda dekomposer merupakan organisme yang berfungsi sebagai pengurai
31

bahan bahan organik yang dapat membantu mengembalikan kesuburan


tanaman.
Berdasarkan tingkat trofiknya arthropoda dalam pertanian dibagi menjadi
3 yaitu arthropoda herbivora, arthropoda karnivora, arthropoda dekomposer.
Arthropoda herbivora merupakan kelompok yang memakan tanaman dan
keberadaan populasinya menyebabkan kerusakan pada tanaman budidaya,
yang disebut sebagai hama. Arthropoda karnivora terdiri dari semua spesies
yang memangsa arthropoda herbivora meliputi kelompok predator, parasitoid,
yang berperan sebagai musuh alami arthropoda herbivora.Arthropoda
dekomposer adalah organisme yang berfungsi sebagai pengurai yang dapat
membantu mengembalikan kesuburan tanah (Hidayat, 2006).
Dalam data pengamatan terdapat jangkrik, lalat buah dan semut yang
berperan sebagai arthropoda herbivora yang memakan dedaunan tanaman
sedangkan kumbang kubah spot m, lady bug, dan capung yang berperan
sebagai predator (artoropoda karnivora) yang memangsa beberapa semut.
Berarti dalam hal ini kumbang kubah spot m, lady bug, dan capung berperan
sebagai musuh alami yang berperan untuk mengurangi atau mengendalikan
populasi hama pada plot yang diamati. Menurut Sembel (2010) faktor yang
mempengaruhi artropodha adalah tingkat musuh alami pada habitat tersebut,
dengan menurunnya musuh alami maka populasi arthropoda (hama) akan
mengalami peningkatan jumlah individu tanpa adanya musuh alami yang
menekan pertumbuhanya. Adanya hamparan pestisida pada hamparan
pertanian akan mempengaruhi komunitas arthropodha yang hidup pada suatu
ekosistem terseut hal ini disebabkan pestisida bukan hanya membunuh
arthropodha herbivora saja melainkan juga membunuh kelompok arthropodha
yang bermanfaat (polinator, dekomposer, dan artrhopodha karnivora).
Tingkat kompetisi antar spesies maupun spesies lain, spesies yang
memiliki sifat sifat biologis dan perilaku akan memenangkan kompetisi yang
ditandai dengan meningkatnya kepadatan relatif suatu spesies. Selain itu faktor
genetis, jenis vegetasi ketersediaan makanan, kondisi iklim, cuaca, musuh
alami,dan faktor lingkungan lain juga mempengaruhi keragaman Arthropoda
pada suatu komunitas (Firmansyah, 2016).
4.3.4 Rantai Makanan dan Jaring-Jaring Makanan Pada Agroekosistem
Rantai makanan adalah jalur perpindahan energi dari suatu trofik
berikutnya melalui proses makan dan dimakan. Herbivor mendapatkan energi
32

dari produsen atau tumbuhan. Karnivor mendapatkan energi dari herbivor.


Semakin pendek rantai makanan maka semakin besar energi yang tersimpan
dalam organisme di ujung rantai makanan.
Jaring-jaring makanan merupakan sekumpulan rantai makan yang saling
berhubungan. Dalam suatu ekosistem, suatu rantai makanan akan berhubungan
dengan rantai makanan yang lain. Semakin kompleks jaring-jaring makanan
maka semakin tinggi tingkat kestabilan ekosistem.
Dari hasil field trip yang dilakukan di temukan beberapa spesimen pada
kawasan pembibitan tanaman kubis dan tanaman cabai yang digunakan sebagai
sampel perwakilan dalam suatu rantai makanan dan jaring-jaring makanan pada
ekosistem di ub forest.

a. Rantai Makanan Tanaman Cabai


33

Tanaman cabai berperan sebagai produsen untuk menghasilkan cabai


kemudian dimakan oleh lalat buah dan kutu daun memiliki peran sebagai
konsumen satu. Lalat buah dimakan oleh konsumen dua yang terdapat di sana
yaitu capung, sedangkan kutu daun dimakan oleh konsumen dua yaitu lady bug
dan kumbang spot M. lady bug dan kumbang spot M dimakan oleh Capung.
Capung dimangsa oleh burung kecil. Burung yang telah mati mengalami proses
dekomposisi oleh dekomposer. Hasil dekomposisi dalam bentuk anorganik
digunakan kembali sebagai bahan fotosintesis oleh tanaman produsen

b. Rantai Makanan Tanaman Kubis


34

Tanaman kubis sebagai produsen menghasilkan makanan.


Tanaman kubis dimakan oleh ulat dan semut yang berperan sebagai
konsumen pertama. Ulat akan dimakan oleh jangkrik. Kemudian jangkrik
dan semut dimakan oleh burung kecil.
35

c. Jaring Jaring Makanan di Agroekosistem UB Forest

Jaring makanan yang terdapat pada plot semusim termasuk pada


jaringan makanan terbuka, karena tanaman produsen dipanen oleh petani
sehingga terjadi pemutusan aliran materi. Serangga-serangga seperti ulat, lalat
buah, kutu daun, dan semut. Serangga tersebut dimakan oleh burung. Burung
yang telah mati akan didekomposisi menghasilkan zat anorganik yang
dimanfaatkan kembali oleh produsen untuk membuat makanan.
36

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Hasil pengamatan faktor biotik dan abiotik pada plot tanaman semusim
dapat disimpulkan bahwa keadaan lingkungan cenderung tidak mendukung
untuk penanaman dan produksi tanaman semusim hal ini dikarenakan ditemukan
banyaknya tanaman yang terserang hama dan gulma, serta peran aktif dari para
petani untuk merawat tanaman tersebut dirasa kurang, karena tamanan terlihat
dibiarkan dan tidak mendapatkan perawatan dan perhatian yang lebih dari para
petani.

5.2 Saran
Agroekosistem pada wilayah UB forest khususnya pada tanaman
semusim perlu diperhatikan dan perbaikan manajemen lahan seperti rotasi
tanaman ,pengaturan jarak tanam, dan perhatian lebih dari petani. Pengolahan
lahan yang baik perlu dilakukan untuk mengoptimalkan produktivitas,
pertumbuhan, dan perkembangan tanaman serta faktor biotik di agroekosistem
tersebut.
37

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, S. 2013. Pola Tanam Tumpangsari. Agroekoteknologi. Litbang : Deptan.


Ashton, Acton. 2011. Issues in Ecological Research and Aplication. Atlanta:
Atlanta .Scholarly Editions
Audrey. 2006. Studi Kerusakan Akibat Serangan Hama pada Tanaman Pangan di
Kecamatan Bula, Kabupaten Seram Bagian Timur, Propinsi Maluku.
Jurnal Agroforesti. Vol 6 (1). Fakultas Pertanian Universitas Pattimura.
Ambon
Breure, A. M. 2004. Soil Biodiversity: Measurements, Indicators, Threats and Soil
Functions. September 15th 17th 2004. Leon Spain
BUA UB. (2017, 30 November). UB Forest : Hutan Pendidikan dan Pelatihan UB.
diakses 30 november 2017, dari http://bua.ub.ac.id/ubforest/
Capinera, J. 2008. Encyclopedia of Entomology. Gainesville : Springer
Chairunnisya, R. A. 2015. Peran Biota Tanah, (Online),
(https://www.academia.edu/17257777/Peran_Biota_Tanah_tugas_Buk_Sa
b, diakses pada 31 Oktober 2017
Dantje, Terno. 2015 . Toksilogi Lingkungan. Yogyakarta: CV Andi Offset
Deden, Abdurahman. 2008. Biologi Kelopok Pertanian dan Kesehatan. Bandung:
Grafindo Media Pratama
Endarwati, M. A., Wicaksono, K. S., & Suprayogo, D. 2017. Biodiversitas
Vegetasi dan Fungsi Ekosistem Hubungan antara Kerapatan, Keragaman
Vegetasi, dan Infiltrasi Tanah pada Inseptisol Lereng Gunung Kawi,
Malang. Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan, 4(2), 577-588.
Firmansyah, Arif. 2016. Analisis Keragaman dan Kemelimpahan Arthropoda pada
beberapa hamaparan vegetasi Pertanian di Daerah Lampung Selatan
Berdasarkan Sampling Menggunakan Jala Ayun. Lampung: Fakultas
Pertanian Universitas Lampung
Ferdian, Tonny Nasdian. 2015. Sosiologi Umum. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia
Hanafiah, A.S., T. Sabrina, dan H. Guchi. 2008. Biologi dan Ekologi Tanah.
Medan: USU Press
Hidayat, Taufik. 2006. Peranan Berbagai Macam Naungan Tertutup Terhadap
Iklim Mikro Pada Pertanaman Tembakau Vorstenlanden. Yogyakarta:
Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada
Jumin, Basri H. 2002. Agroekologi. Jakarta: PT Grafindo Persada.
Kurnianingsih, Sri. 2007. Matematika SMA dan MA untuk Kelas XI Semester 2
Program IPA:KTSP Standar Isi 2006. Jakarta: Esis.
Kuswata, Kartawinata .2013. Diersitas Ekosistem Alami Indonesia . Jakarta: LIPI
press dan Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Maratush, S. 2010. Pemanfaatan Biota Tanah untuk Keberlanjutan Produktivitas
Pertanian Lahan Kering Masam. Jakarta: UPI Press
38

Muhsanati. 2011. Lingkungan Fisik Tumbuhan dan Agroekosistem Menuju Sistem


Pertanian Berkelanjutan. Padang: Andalas University Press.
Nicholls, C. I and Altieri, M. A. 2013. Biodiversity and Pest Management in
Agroecosystem. New York: Haworth Press Inc.
Rachman, Sutanto. 2002. Pertanian Organik menuju Pertanian Alternativ dan
Berkelanjutan. Yogyakarta: Kanisius
Riwandi, 2009. Identifikasi dan Interpretasi Indikator Kesehatan Tanah. Bengkulu:
Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu
Samidjo, G. S. 2016. Benih Mandiri Petani Jaminan Mandiri Pangan dan
Keberlanjutan Pembangunan Pertanian. Yogyakarta: Agroteknologi
Fakultas Pertanian UMY.
Sangadji, S. 2001. Pengaruh Iklim Tropis di Dia Ketinggian Tempat yangBerbeda
Terhadap Potensi Hasil Tanaman Soba (Fagopyrum esculentum Moench).
Bogor: Tesis IPB.
Saripudin, A. 2008. Praktis Belajar Fisika untuk Kelas XI SMA. Jakarta: EGC
Sembel, D.S. 2010. Pengendalian Hama Hama Serangga Tropis dan Gulma.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Sembel, D. T. 2010. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman. Manado: Fakultas
Pertanian Universitas Sam Ratulangi.
Soemarno. 2010. Strategis Pemenuhan Kebutuhan Pangan Rumah Tangga
Pendesaan. Prosidding Widyakarya Nasional pangan dan Gizi VI.
Jakarta: LIPI.
Spurgeon, Ricard. 2004. Ekologi. Bandung: Pakar Raya. Terjemahan oleh Ervina
Yudha Kusuma
Sugiyarto. 2007. Preferency of Soil Macrofauna to Crops Residue at Different ight
Intensity. Biodiversity Vol. 8, no. 2.
Susilo,F.X. 2007. Pengendalian Hayati Dengan Memberdayakan Musuh Alami
Hama Tanaman. Yogyakarta: Graha Ilmu
Suwasono, Heddy. 2001. Ekologi Tanaman. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Syamsuri, Istamar. 2004. Biologi. Jakarta: Erlangga
Taryati, Emiliana Sadilah, Ambar Adrianto, Sumarno. 2012. Pemahaman
Masyarakat Terhadap Daerah Rawan Ekologi. Yogyakarta .balai
Pelestarian Sejarah.
Thomas, C., D., M., R.E. Green and R.J. Wagnet.2004. Two-Domain Estimation
of hiydrauic Properties in Macro-Pore Soil. Soil Science Society of
American Journal. 57: 680-686
Tivy, Joy.2014 . Agricultural Ecology . New York . Routledge Taylor & Francis
Group
Tobing. K. L, Diana Sulianti. 2009. Pengaruh Komitmen Organisasional dan
Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan PT. Perkebunan Nusantara
III di Sumatera Utara. Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan 11 (10),
Maret 2009.
Tomera, A. 2006. Understanding Basic Ecological Concepts.Maine : J. Weston
Walch Publis
39

Untung, Kasumbogo. 2007. Kebijakan Perlindungan Tanaman. Gadjah Mada


Kebijakan Perlindungan Tanaman. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Yulianita, N. 2006. Dasar-Dasar Penanaman Tanaman. Bandung: P2U LPPM
UNISBA
40

LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumentasi Kegiatan Fieldtrip

Sweepnet

Yellow trap

Pitfaal

Budidaya Pertanian

Tanah
41

Lampiran 2. Perhitungan Tinggi Pohon


42

Tinggi pohon pisang Tinggi pohon pinus

Diketahui : Diketahui :
sudut pengamatan : 45 sudut pengamatan : 60
jarak pengamat ke pohon : 1,6 meter jarak pengamat ke pohon : 9,6 meter
tinggi pengamat : 1,63 meter. tinggi pengamat : 1,63 meter.

Вам также может понравиться