Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
Salah satu tanggung jawab utama dari seorang ahli anestesi adalah untuk
bertindak sebagai penjaga pasien yang dibius selama operasi. Bahkan,
kewaspadaan adalah moto dari American society of anesthesiologists (ASA).
Pemantauan atau monitoring berasal dari bahasa latin monere yang artinya
memperingatkan atau memberi peringatan. Dalam tindakan anestesi harus
dilakukan monitoring terus menerus tentang keadaan pasien yaitu reaksi terhadap
pemberian obat anestesi khusus terhadap fungsi pernapasan dan jantung. Hal ini
dapat dilakukan dengan panca indera kita yaitu dengan meraba, melihat, atau
mendengar dan yang lebih penting serta obyektif dengan alat.
Monitoring anesthesia merupakan suatu standar aplikasi pemeliharaan
anestesi, monitoring, menginterpretasikan data klinis yang tersedia untuk
membantu mengenali kegawatan yang terjadi sekarang, yang akan terjadi dan
kondisi system jaringan yang tidak menguntungkan. Dalam melakukan
pemantauan yang kompleks dibutuhkan keseimbangan antara pengetahuan dan
skill dalam bidang anestesi. Walaupun kesalahan manusia tidak dapat dihindari,
hal ini menyangkut tentang keamanan dari pasien yang sangat bergantung pada
kewaspadaan dan respon kita terhadap masalah yang potensial.
Dibutuhkan pemahaman yang menyeluruh tentang prinsip-prinsip anestesi
pada saat pemantauan dan parameter tingkat kesadaran normal dan abnormal pada
pasien. Tujuan dilakukan pemantauan mengurangi resiko insiden dan kegawatan
terhadap pasein selama periode perioperatif dengan mendeteksi konsekuensi dari
suatu masalah pada saat anestesi, ditandai dengan peringatan tanda-tanda pasien
gawat.
Pemantauan saat anestesi dikenal menjadi hal yang rutin dilakukan seiring
dengan perkembangan yang pesat dibidang fasilitas klinik, pelatihan dari factor
lain yang mempengaruhi pasien. Dari perkembangan tersebut menurunkan
keterkaitan antara mortalitas dan morbiditas pada pasien selama periode
perioperatif.
Untuk dapat melakukan pemantauan dengan baik selain faktor manusia
diperlukan juga alat-alat pantau agar lebih akurat. Alat pantau berfungsi sebagai
pengukur, menayangkan dan mencatat perubahan-perubahan fisiologis pasien.
Walaupun terdapat banyak alat pantau yang canggih tetapi faktor manusia sangat
menentukan sekali karena sampai saat ini belum ada alat pantau yang dapat
menggantikan fungsi manusia untuk memonitor pasien. Alat pantau perlu
dipelihara dengan baik sehingga informasi-informasi yang didapat dari alat pantau
tersebut dapat dipercaya. Bab ini mengkaji indikasi, kontraindikasi, teknik dan
perangkat, dan komplikasi yang terkait, serta pertimbangan klinis lain yang paling
penting dan banyak digunakan dalam monitoring anestesi sebelum operasi, selama
operasi dan setelah operasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4. Pemeriksaan fisik
a. Mengukur tinggi badan, berat badan, nadi, tekanan darah dan respirasi
b. Tentukan kondisi psikis pasien
c. Lakukan pemeriksaan fisik secara menyeluruh seperti kepala: periksan
apakah pasien dapat membuka mulut dengan baik, keadaan mulut
pasien seperti gigi dilihat gigi tanggal serta tanyakan pemasangan gigi
palsu.
d. Pemeriksaan paru, pergerakan napas dan tanda-tanda penyakit saluran
napas misalnya: terdengar suara rhonki, whizzing dan suara napas
tambahan lainnya.
e. Pemeriksaan jantung dan tanda-tanda penyakit jantung
5. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan darah
rutin, hasil pemeriksaan gula darah, fungsi ginjal, waktu perdarahan dan
golongan darah, ekg.
2.2.1 Nadi
2.2.3 Respirasi
Lihat pergerakan napas dengan inspeksi naik turunnya dada, kemudia
hitung frekuensi selama 60 detik. Dengarkan suara pernapasan pada dada kanan
dan kiri pasien dengan menggunakan stetoskop.
2.2.4 Produksi Urin
Dalam anestesi, produksi urin dipengaruhi oleh obat anestesi, tekanan
arah, volume darah, hidrasi pasien dan faal ginjal. Jumlah urin normal kira-kira
0,5-1 ml/KgBB/jam. Bila urin ditampung dengan kateter perlu dijaga
strerilitasnya agar tidak terinfeksi, karena kateter sering dipasang selama beberapa
hari.
2.2.5 Perdarahan Selama Pembedahan
Selama anestesi dan pembedahan kita harus mengawasi warna
perdarahan, apakah merah tua atau merah muda. Selain itu jumlah perdarahan
harus dihitung baik botol penghisap maupun dari kasa operasi yang mengandung
darah. Perhitungan perdarahan dari kasa yang di timbang, diperkirakan 1 gr darah
dianggap sama dengan 1 ml darah, dengan kesalahan 25%. Selain itu dapat pula
dilakukan dengan metode kalorimeter :
Kadar hemoglobin harus diketahui
Kasa yang mengandung darah dilarutkan ke dalam jumlah pelarut
Jumlah perdarah (ml)= Kalorimeter terbaca X Volume pelarut ( ml ).
Perdarahn akut dapat diatasi dengan kristaloid, koloid, plasma ekspander, atau
darah. Selain jumlah perdarahan, perlu diawasi juga warna perdarahan merah tua
atau merah muda.
2.2.6 Warna Kulit
Warna kulit dapat membantu diagnosa hipovolemi. Warna kulit yang
kemerahan pada wajah, ekstremitas jarang dalam keadaan hipovolemi. Warna
kulit yang pucat pada wajah maupun ekstremitas merupakan tanda hipovolemi.
2.2.7 Suhu
Tubuh tidak mampu mempertahankan suhu. Obat anestesi
mendepresi pusat pengatur suhu (susunan saraf pusat), sehingga mudah turun naik
dengan suhu lingkungan dan teknik anestesi yang diberikan. Monitoring suhu
jarang dilakukan selama pembedahan, kecuali pada bayi/anak-anak, pasien
demam, dan teknik anestesi dengan hipotermi buatan.
Pengukuran suhu sangat penting bagi anak terutama bayi, karena
mudah sekali kehilangan panas secara radiasi, konveksi, evaporasi, dan konduksi,
dengan konsekuensi depresi otot jantung, hipoksia, dan asidosis. Pengukuran suhu
tubuh dilakukan melalui:
1. Esofagus dengan sensornya setinggi atrium
2. Rektum lebih mudah, namun tidak begitu tepat karena letak lebih
jauh dari jantung dan otak. Selain itu, sisa sisa kotoran dalam rektum akan
menggangu nilai pengukuran.
3. Membran tympani. Suhu di tempat ini hampir sama denga suhu
otak, dan tidak banyak berbeda dari suhu esofagus.
4. Ketiak (aksila) lebih mudah. Tidak menggambarkan suhu yang
tepat karena terlalu banyak dipengaruhi oleh suhu sekitarnya.
2.2.8 Blokade Neuromuskular
Stimulasi saraf untuk mengetahui apakah relaksasi otot sudah cukup baik
atau sebaliknya setelah selesai anestesia apakah tonus otot sudah kembali normal.
2.2.9 Sistem Saraf2
Pada pasien sehat dan sadar, oksigenasi pada otaknya adekuat kalau
orientasi terhadap personal, waktu, dan tempat baik. Pada saat pasien dalam
keadaan sadar, monitoring terhadap SSP dikerjakan dengan memeriksa respon
pupil terhadap cahaya, respons terhadap trauma, pembedahan, respons terhadap
otot apakah relaksasi cukup atau tidak.
2.3.1 Kesadaran
Prematur 150 20 50 3 30 2
6 bulan 120 20 89 29 60 10
12 bulan 120 20 96 30 66 25
2 tahun 105 25 99 25 64 25
5 tahun 90 10 94 14 55 9
12 tahun 70 17 109 16 58 9
Dewasa 65 8 120 10 80 10