Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
1
Adapun yang dimaksud dengan Gagal Ginjal Kronik (GGK) ialah
ketidakmampuan ginjal untuk mempertahankan keseimbangan dan integritas
tubuh, yang muncul secara bertahap sebelum terjun ke fase penurunan faal ginjal
tahap akhir. Hal ini bisa disebabkan oleh menurunnya kemampuan ekskresi ginjal
terhadap beberapa solute dari hasil akhir metabolisme. GGK memerlukan terapi
pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal.1
II. EPIDEMIOLOGI
PGK telah terjadi pada lebih dari dua puluh juta orang Amerika atau satu
dari sembilan orang dewasa. Kebanyakan dari mereka tidak menyadari kondisi
mereka karena berada pada tahap asimptomatik sampai penyakit telah benar-benar
berkembang.4
Di Malaysia, dengan populasi 18 juta jiwa, diperkirakan 1800 kasus baru
gagal ginjal pertahunnya. Di negara-negara berkembang, insiden ini diperkirakan
sekitar 40-60 kasus per juta penduduk per tahun.1
PGK dapat mengenai semua ras, namun terutama mengenai ras kulit hitam.
Laporan juga menyebutkan dari Laporan Data Tahunan menyatakan bahwa
insidensi ESRD lebih tinggi pada pria dibanding wanita. PGK juga dapat
menimpa semua umur, namun lebih sering yang berusia 65 tahun ke-atas.4
III. ETIOLOGI
Penyebab paling sering dari penyakit ginjal kronik adalah diabetic
nefropathy dan hipertensi nefropathy.5 Etiologi PGK sangat bervariasi antara satu
negara dengan negara lain. Umumnya GGK disebabkan oleh penyakit ginjal
intrinsik difus dan menahun. Tetapi hampir semua nefropati bilateral dan progresif
akan berakhir dengan gagal ginjal kronis.1
Pada orang dewasa, GGK yang berhubungan dengan infeksi saluran kemih
dan ginjal (pielonefritis) tipe uncomplicated jarang dijumpai, kecuali tuberkulosis,
abses multipel, nekrosis papilla renalis yang tidak mendapat pengobatan yang
adekuat. Berikut ini adalah tabel 2 mengenai penyebab utama Penyakit gagal
ginjal :1
Tabel 2
2
Penyebab Utama Penyakit Gagal Ginjal
Penyakit Diabetes (DM tipe 2)
Penyakit glomerular (autoimun, infeksi
sistemik)
Penyakit Tubulointerstitial (pielonefritis kronik)
Penyakit Vaskuler (hipertensi, mikroangiopati)
Penyakit kistik ( polikistik ginjal)
IV. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit
yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi
kurang lebih sama. Kurang lebih terdapat satu juta nefron pada setiap ginjal, yang
berkontribusi terhadap LFG. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi
struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (survivng nephrons) sebagai
upaya kompensasi, yang diperantai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan
growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh
peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah gomerulus. Proses adaptasi ini
berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladapatasi berupa sklerosis
nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi
nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi.1
Adanya peningkatan aktivitas aksis renin angoiotensin aldosteron
intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis,
dan progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis renin angiotensin
aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor, seperti transforming growth
factor (TGF-). Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya
progresifitas PGK adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia.1
Pada stadium paling dini dari PGK, terjadi kehilangan daya cadang ginjal
(renal reserve), pada keadaan dimana basal LFG masih normal atau malah
meningkat. Kemudian secara perlahan, terjadi penurunan fungsi nefron yang
progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum.1
3
Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan
(asimptomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum.
Peningkatan kreatinin plasma dari nilai dasar 0,6 mg/dl menjadi 1,2 mg/dl,
walaupun masih dalam rentang yang normal, sebenarnya sudah mewakili
kehilangan massa nefron sebesar 50 60%. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai
terjadi keluhan pada pasien, seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan
berkurang, dan penurunan berat badan.1
Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda
uremia yang nyata, seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan
metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah, dan sebagainya. Pasien
juga mudah terkena infeksi, seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran nafas,
maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air,
seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit, seperti natrium
dan kalium.1
Pada LFG di bawah 15%, akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih
serius, dan pasien sudah mendapatkan terapi pengganti ginjal (renal replacement
therapy), seperti dialisis dan transplantasi ginjal. Pada keadaan ini sudah
dikatakan sebagai stadium gagal ginjal.1
V. PENDEKATAN DIAGNOSTIK
Gambaran klinis
Perjalanan penyakit biasanya biasanya lambat dan nonspesifik, dapat
asimtomatik sampai gagal ginjal lanjut ( LFG , 10-15/mnt), gejala yang tampak
dapat berupa lemah, letih ( keluhan GIT seperti anoreksia, mual, muntah, rasa
metal di mulut), Gejala neurologi ( status kesadaran dapat sopor atau koma,
Irritability, susah berkonsentrasi, insomnia, kaki gelisah), pruritus.1
4
a) Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus, infeksi
traktus urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, lupus
eritomatosus sistemik ( LES), dan lain sebagainya
b) Sindrom uremia, yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual muntah,
nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer,
pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma, penurunan
libido, gangguan siklus menstruasi, parastesia.
c) Gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal,
gagal jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit
(sodium, kalium, chlorida )
Pemeriksaan fisik
Dari pemeriksaan fisik dapat ditemukan tekanan darah yang meningkat,
cardiomegaly, pericarditis, efusi pleura, pulmonary ataupun peripheral edema,
kulit pucat ataupun kuning, mudah berdarah, epistaxis, proximal myopathy,
peripheral neuropathy, myoclonus, asterixis, encepalopathy, seizure, coma.3 Untuk
lebih jelasnya terlihat pada tabel 22-6 dibawah :4
Gambaran laboratoris
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi :1
5
a) Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
b) Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan ureum dan kreatinin serum,
penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus Kockcroft-Gault.
Kadar kretinin saja tidak bisa dipergunakan untuk memperkirakan fungsi
ginjal.
c) Kelainan biokimia darah meliputi penurunan kadar hemoglobin,
peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper
atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolik.
d) Kelainan urinalisis meliputi, proteiuri, hematuri, leukosuria, cast,
isostenuria
Gambaran Radiologis
Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi:3
a) Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak
b) Chest x-ray untuk melihat pembesaran jantung, pleural/pericardial effusion
atau edema paru.
c) Pielografi intravena jarang dikerjakan, karena kontras sering tidak bisa
melewati filter glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh
toksik oleh kontras terhadap ginjal yang telah mengalami kerusakan
d) Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai dengan indikasi
e) Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil,
korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista massa,
kalsifikasi
f) Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi
6
ukuran ginjal polikistik, hipertensi yang tidak terkendali, infeksi perinefrik,
gangguan pembekuan darah, gagal nafas, dan obesitas.1
VI. KOMPLIKASI
Berikut ini adalah komplikasi-komplikasi yang sering terjadi pada penyakit ginjal
kronik :4
a. Hyperkalemia
b. Gangguan asam basa
c. Komplikasi kardiovaskular
d. Komplikasi hematologis
e. Komplikasi neurologis
f. Gangguan metabolisme mineral
g. Gangguan endokrin
VII. PENATALAKSANAAN
Perencanaan tatalaksana penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajatnya:4
a) Derajat 1: Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid, evaluasi pemburukan
fungsi ginjal, dan memperkecil risiko kardiovaskuler.
b) Derajat 2: Menghambat pemburukan fungsi ginjal.
c) Derajat 3: evaluasi dan terapi komplikasi
d) Derajat 4: Persiapan untuk terapi pengganti ginjal.
e) Derajat 5: Terapi pengganti ginjal.
7
Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG
pada pasien penyakit ginjal kronik. Hal ini untuk mengetahui kondisi
komorbid ( superimposed factors) yang dapat memperburuk keadaan pasien.
Fakror-faktor komorbid ini antara lain, gangguan keseimbangan cairan,
hipertensi yang tidak terkonrol, infeksi traktus urinarius, obat-obat
nefrotoksik, bahan radiokontras, atau peningkatan aktivitas penyakit
dasarnya.1
8
Untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus, pemakaian obat
antihipertensi, disamping bermanfaat untuk memperkecil resiko
kardiovaskular juga sangat penting untuk memperlambat perburukan
kerusakan nefron dan mengurangi hipertensi intraglomelurus serta hipertrofi
glomerulus. Beberapa studi membuktikan bahwa, pengendalian tekanan darah
mempunyai peran yang sama pentingnya dengan pembatasan asupan protein,
dalam memperkecil hipertensi intraglomelurus dan hipertropi glomelurus.
Disamping itu sasaran terapi farmakologis sangat terkait dengan proteinuria.
Saat ini diketahui secara luas bahwa, proteinuria merupakan faktor resiko
terjadinya pemburukan fungsi ginjal, dengan kata lain derajat proteinuria
berkaitan dengan proses perburukan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik.1
Beberapa obat antihipertensi, terutama penghambat ensim converting
angiotensin ( Angiotensin coverting enzym/ ACE inhibitor) dan ARBs, melalui
beberapa studi terbukti dapat memperlambat proses pemburukan fungsi ginjal.
Hal ini terjadi karena kedua obat tersebut menghambat proses vasokonstriksi
dari arteriol efferent sehingga menyebabkan penurunan tekanan filtrasi
intraglomerulus dan berkurangnya proteinuria.5
9
Penyakit ginjal kronik mengakibatkan berbagai komplikasi yang
manifestasinya sesuai dengan derajat penurunan fungsi ginjal yang terjadi.
Berikut adalah tabel 8 mengenai komplikasi penyakit ginjal kronik :1
1) Anemia
Anemia terjadi pada 80-90% pasien penyakit ginjal kronik. Anemia pada
penyakit ginjal kronik terutama disebabkan oleh defisiensi eritropoitin.
Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kadar hemoglobin 10 g% atau
hematrokrit 30g%, meliputi evaluasi terhadap status besi ( kadar besi
serum/serum iron, kapasitas ikat besi total/ Total iron binding capacity, feritin
serum), mencari sumber perdarahan morfologi eritrosit dan kemungkinan
adanya hemolisis. Penatalaksanaan terutama ditujukan pada penyebab
utamanya, di samping penyebab lain bila ditemukan. Anemia akibat gagal
ginjal kronik bisa ditangani dengan pemberian EPO. Dalam pemberian EPO
ini, status besi harus selalu mendapat perhatian karena EPO memerlukan besi
dalam mekanisme kerjanya. Pemberian transfusi pada penyakit ginjal kronik
harus dilakukan secara hati-hati, berdasarkan atas indikasi yang tepat dan
pemantauan yang cermat. Transfusi darah yang dilakukan secara tidak cermat
dapat mengakibatkan cairan tubuh, hiperkalemia dan perburukan fungsi
ginjal.Sasaran hemoglobin menurut berbagai studi klinik adalah 11-12g/dl.1
2) Osteodistrofi Renal
10
Penatalaksanaan osteodistrofi renal dilaksanakan dengan cara mengatasi
hiperfosfatemia dan pemberian hormon kalsitriol (1.25(OH)2D3).
Penatalaksanaan hiperfosfatemia meliputi pembatasan asupan fosfat,
pemberian pengikat fosfat dengan tujuan menghambat absorbsi fosfat di
saluran cerna. Mengatasi hiperfosfatemia dapat dilakukan dengan beberapa
cara antara lain :1
a. Pembatasan asupan fosfat. Pemberian diet rendah fosfat sejalan dengan
diet pada pasien penyakit ginjal kronik secara umum yaitu, tinggi kalori,
rendah protein, dan rendah garam, karena fosfat sebagian besar terkandung
dalam daging dan produk hewan seperti susu dan telor. Asupan fosfat
dibatasi 600-800 mg/hari.
b. Pemberian pengikat fosfat. Pegikat fosfat yang banyak dipakai adalah
garam kalsium, aluminium hidroksida, garam magnesium. Garam-garam
ini diberikan secara oral, untuk menghambat absornsi fosfat yang berasal
dari makanan. Garam kalsium yang banyak dipakai adalah kalsium
karbonat (CaCO3) dan calcium acetate.
11
sayuran ) harus dibatasi. Pemberian Kalium dibatasi sekitar 0,5mEq/Kg BB
per hari atau 50 mEq/hari atau sekitar 2 g/hari. Pembatasan natrium
dimaksudkan untuk mengendalikan hipertensi dan edema. Jumlah garam
natrium yang diberikan, disesuaikan dengan tinginya tekanan darah dan
derajat edema yang terjadi.2
DAFTAR PUSTAKA
12
1. Suwitra K. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta: Pusat
Penerbitan IPD FKUI; 2006.p. 581-84.
2. Gray M, Huether SE, Forshee BA. Pathophisiology: The Biologic Basis for
Disease in Adults and Children. 5th edition. Philadelphia: Elsevier Mosby;
2006.p. 1325-32.
3. Choi MJ. Oxford Clinical Medicine. 9th edition. New York: Oxford University
Press; 2007.p. 254-55
4. Watnick S, Morrison G. Current Medical Diagnosis and Treatment. 47 th
edition. New York: McGraw Hill; 2008.p. 793-99.
5. Bargman JM, Skorecki K. Harrisons Principles of Internal Medicine. 17 th
edition. New York: McGraw Hill; 2008.p. 1761-71.
13