Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
diatas meja. Duduk diatas kasur dan mengamatinya, laki-laki di foto itu
tersenyum manis sekali. Tapi ku ingatkan kepada kalian suatu hal yang sangat
berharga, "dont judge a book by the cover."
Kedua sudut bibirku tertarik ke atas, masih memandang foto itu lekat-lekat.
Kenangan pahit yang susah untuk dilupakan, tapi sangat berharga untuk masa
depan.
'Aku bodoh.' Kata-kata itu dulu sering terlintas di pikiran ku. Jatuh berkali-kali
telah aku rasakan. Tapi mau bagaimanapun sakitnya, aku tetap harus bangkit.
Masih ada secercah harapan tampak dihadapan ku.
Ku pejamkan mata dan ku yakin kan diriku sendiri. 'Aku juga bisa melakukan
seperti yang kau lakukan.'
Aku menggendong tas ku dan pergi diantar pak supir. Perjalanannya cukup
lancar, mungkin karena masih pagi. 'SILVER INTERNATIONAL
SCHOOL.' Tulisan itu terpampang sangat jelas dari kejauhan, ukirannya juga
sangat indah, nikmat dipandang oleh mata. Pagar putih itu begitu tinggi
menjulang. Beberapa mobil mewah berjajar di lapangan parkir. Sekolah ini dua
kali lebih besar dibandingkan sekolah lama ku. Aku pamit kepada pak supir dan
turun dari mobil.
Aku mengetuknya dan masuk setelah dipersilahkan. Ruangan ini sangat bagus
dan nyaman, seperti berada di hotel bintang 5. Ku pastikan kepsek itu sangat
betah berlama-lama di ruangannya. Pak kepala sekolah memberitahu apa saja
yang diperlukan oleh siswa baru seperti ku, apa saja yang boleh dan tidak, dan
beberapa peraturan penting lainnya. Sesudah itu, beliau mengantarku ke kelas
ku yang baru, 11 IPA 1.
Aku mengetuk pintu, dan masuk setelah dipersilahkan. 'Sepertinya kelas yang
nyaman' itu kesan pertama ku saat melihat kelas ini. Guru biologi itu
menyuruhku memperkenalkan diri. Aku menarik napas dan
menghembuskannya perlahan, berusaha tersenyum semanis mungkin.
"Aku pindah dari Bandung ke Jakarta karena pekerjaan orangtua ku." Aku
menatap semua orang di kelas. Semuanya terlihat antusias kepadaku, kecuali
cowo di barisan kedua paling kanan. Ia terus menundukkan kepalanya, menatap
buku tebal itu. Apakah ia pikir buku itu lebih menarik dibandingkan diriku?
Menyebalkan.
"Lo udah punya pacar belum?" Celetuk seorang cowok tengil dari pojok
belakang. Siswa yang lain juga terlihat sangat antusias menunggu jawaban ku.
Sebelah sudut bibirku tertarik.
Bodoh.
Aku menggelengkan kepala dan menatap cowo tengil itu. Mereka semua
langsung bersorak kegirangan. Setelah perkenalan selesai, aku disuruh guru itu
untuk duduk di barisan ketiga paling kanan yang artinya aku harus duduk di
belakang cowok menyebalkan itu.
Aku memesan segelas capucinno dan membayarnya. Harga di kantin ini tidak
mahal, sama seperti layaknya kantin-kantin biasanya, tidak seperti yang ku
bayangkan. Ku lihat cindy sedang berdua dengan seorang laki-laki, mereka
terlihat sangat akrab seperti sepasang kekasih. Ya, aku tau tatapan laki-laki itu,
tatapan sayang kepada Cindy.
Aku datang dan menghampiri meja mereka, bukan bermaksud menggangu tapi
hanya saja aku tidak tau harus duduk dimana karena semua meja kantin ini
sudah penuh.
"Perkenalkan ini pacarku Kevin, dan Kevin ini teman baruku, Jasmine." Cindy
memperkenalkan kita berdua.
"Kevin." Ucapnya.
Aku menundukkan kepala ku, permulaan yang cukup bagus. Cindy menyikutku,
aku melihatnya. Ia tersenyum dan dari ekor matanya, aku tahu, Cindy
menyuruhku untuk menanggapi cowok itu. Kini perhatian seisi kantin terarah
kepadaku dan dirinya.
Aku masih diam dan menatap lurus ke matanya. Well, dia ganteng juga.
"Gue Jasmine."
Aku mengangguk. Ia pasti akan men -save nomor hp-nya lalu men-call nomor
hp-nya memakai hp ku, cukup klise.
"Wah.. dia ganteng ya min." Bahkan Cindy yang sudah punya pacar ganteng
seperti Kevin pun masih mengakuinya.
Cindy memegang kedua bahuku. "Lo harus tau, dia itu waketos disini. Anak 11
IPA 3. Dan masih single."
Bel pulang sekolah berbunyi. Semua siswa merapihkan buku, tak terkecuali
aku. Saat ku periksa buku-buku di laci, ada sebuah surat menyelip. Ku tengok
ke arah kanan-kiri, siapa yang kira-kira menuliskan surat ini.
Saat pertama kali ku melihat kamu, aku sudah dapat merasakan kalau
kamulah sebagian dari hidupku. Mau kah kamu menjadi pacarku?
Aku agak shock membacanya. Dia sudah menembak ku saja, bahkan aku tak
mengenal dirinya. Di surat tersebut ia hanya meninggalkan sebuah nomer
telephone. Yang pasti ini bukan Alex, nomornya berbeda.
Sepertinya ini dari seorang tipe cowok pengecut, tidak romantis dan wangi. Ku
akui surat ini sangat wangi. Mungkin ia menyemprotkan sedikit parfum
sebelum menyelipkan di buku ku. Ku simpan surat ini di dalam tas dan berjalan
keluar kelas.
Ia membuka kan pintu untuk ku sambil tersenyum, awal yang manis. Lelaki
seperti Alex cukup sayang untuk di sia-sia kan.
Aku menunduk dan terdiam sejenak. Bodoh, belum ada satu hari ia sudah
terpikat oleh ku.
Aku mengangkat wajahku lalu tertawa keras. Alex mengangkat satu alisnya,
ekspresinya yang serius berubah menjadi bingung yang sangat menggemaskan.
Lucu.
***
Wait, aku kenal suara itu. Seperti suara cowok tengil yang bertanya apakah aku
sudah punya pacar atau belum.
"Gue Jasmine."
"Kalau gak ada yang bicara telponnya gue tutup." Ucap ku kesal.
"Yes, of course." Jawabku malas. "Gue bosen nih dirumah, mau jalan. Ada Mall
bagus gak daerah sini?" Tanyaku dengan nada yang sedikit di manja-manjakan.
"Ada, Mall Metropolitan namanya. Yuk, aku anterin kesana." Tawarnya.
Aku berusaha menolaknya secara halus. "Gak usah, gue ada supir kok. Kita
ketemuan di depan gedung bioskopnya aja gimana?"
***
Penampilannya tak begitu buruk. Ia memakai celana jeans, kaos berwarna putih
dan kemeja kotak-kotak merah yang dibiarkan terbuka kancingnya. Lengan
bajunya ia gulung hingga siku. Sepatunya juga bagus, bermerk pula.
Ia datang menghampiri ku. "Kita belum kenalan kan? Aku Dimas Pratama.
Panggil aja Dimas."
"Boleh."
Baru beberapa menit film diputar, Dimas sudah terlihat ketakutan. Aku
memegang tangannya untuk sedikit menenangkan nya.
Hantunya belum muncul, tapi Dimas sudah berkali-kali memejamkan matanya.
Bahkan ia sudah bolak-balik pergi ke toilet hanya sekedar untuk buang air kecil.
Dasar, cowok penakut.
Sepertinya Dimas sangat lega kalau filmnya sudah selesai. Terlihat dari raut
wajahnya yang lebih fresh dari sebelumnya.
Aku mengajaknya ke kedai kopi. Minum kopi di sore yang indah bersama
korban pertama seperti nya menyenangkan. Pesanan kami ternyata sama, black
coffe less sugar.
Hanya 5 menit menunggu, kopi kami sudah datang. Aku menghirup aromanya,
sangat ampuh untuk menenangkan pikiran.
"Dim, ada yang mau aku omongin sama kamu." Aku membuka pembicaraan,
kulihat dia sepertinya santai-santai saja.
Aku mengucapkan sebuah kalimat sakral itu. "Aku mau kita putus."
Dia kaget bukan main. "Kenapa? Bukannya kita baru aja jadian?"
"Dengar ya baik-baik, aku gak suka cowok pengecut kayak kamu. Sama film
horror aja takut, gimana mau ngadepin dunia yang lebih kejam dari itu. Aku
minta maaf." Ucap ku sok dramatis.
"Aku gak mau kamu dihina sama yang lain karena pernah diputusin hanya
dalam waktu beberapa jam. Jadi aku minta jangan coba-coba kamu kasih tau
yang lain kalau kita pernah pacaran. Aku sudah baik mau memperingatkan mu.
Jika kamu masih melawan, terima sendiri akibatnya." Aku melepas genggaman
tangannya. "Dan satu lagi, makasih karena sudah menemani ku sore ini."
--------
Sendi lutut ku serasa ingin lepas. Bayangkan saja, disuruh lari 15 putaran
lapangan basket di pagi menjelang siang yang panas ini.
Hanya dalam waktu beberapa detik, air dibotol minum ku sudah habis. Dengan
terpaksa aku meminta izin ke guru olahraga untuk membeli minum di kantin.
Ku lihat ada sekumpulan siswa laki-laki kelas 10 memakai seragam olahraga
seperti ku, sepertinya mereka juga sedang istirahat.
Aku berjalan ke arahnya dan dengan sengaja menabrakkan diri, jus alpukat yang
dipegangnya tumpah mengenai baju ku dan bajunya. Aku pura-pura memasang
wajah bete.
Aku yang nabrak, pinter. Bukan kamu. Tapi baguslah, ini kesempatan emas.
Ia mengeluarkan sapu tangan dari saku celananya dan mulai membersihkan baju
ku yang kotor.
"Seragamnya masih baru banget lagi. Kakak anak pindahan ya?" Katanya
menyesal. Noda jus itu melekat di bajuku, memberikan warna hijau dan bau
yang tidak sedap.
"Duh gausah, lagi pula ini kalau dicuci terus disikat pasti ilang kok. Dan bentar
lagi jam olahraga selesai, jadi aku bisa ganti seragam." Aku tersenyum. Raut
mukanya masih menunjuk kan rasa penyesalan.
"Ehmm.. biar impas gimana kalau aku traktir kakak. Kakak traktir aku." Naufal
benar-benar terlihat sangat imut saat ini, pipinya minta banget dicubit.
Naufal tertawa, "cafe deket sekolah kan ada dua, yang mana kak?"
Aku mengetuk-ngetukkan jari di dagu ku. "Cafe apa ya namanya... hm... cafe
mawar. Iya, cafe mawar."
"Oh, iya aku tau. See you kak." Naufal melambaikan tangannya.
Bel pulang berbunyi, aku langsung memasukkan semua buku dan alat tulis
kedalam tas. Buru-buru keluar dan pergi ke ruang perpustakaan. Untungnya aku
ingat kalau ruang perpus sekolah ini masih buka sampai satu jam setelah bel
pulang sekolah, berbeda dengan sekolahku yang dulu. Saat mau keluar kelas,
ada seseorang yang datang dari arah berlawanan menabrak-ku. Tak sengaja
sikut tangan-ku mengenai perutnya. Sedikit kencang kurasa karena sekarang ia
menundukkan kepala dan satu tangannya memegangi perut.
"Aduh.. sorry, sorry gue ga sengaja. Ada yang sakit gak?" Ucapku menyesal
karena memang itu kecerobohan ku, terburu-buru berjalan sambil masih
merapikan buku di tas.
Oalah... ternyata Kevin, pasti mau ngajak Cindy pulang bareng nih.
"Enggak papa, ini salah gue juga kok, gue emang lagi gak terlalu fokus hehe. Lo
ada yang sakit gak?" Tanya-nya sok perhatian padahal satu tangannya masih
memegangi perut.
"Gue enggak papa kok, btw gue duluan ya ada urusan penting soalnya. Bye."
Aku segera lari ke ke perpustakaan.
Aku berjalan cepat menuju cafe mawar yang jaraknya tidak terlalu jauh dari
sekolah. Kafenya sudah sepi dan kulihat Naufal masih setia menungguku disana
dengan secangkir minuman dihadapannya. Ia memainkan hp-nya sambil
tertawa-tawa, mukanya benar-benar bahagia. Dia jadi lebih tampan menurutku.
"Cie, lagi seneng banget nih kayaknya. Btw sorry ya gue lama soalnya ada
urusan mendadak, lo pasti udah lumutan nungguin gue disini hehe." Ucap ku
agak merasa bersalah.
"Ini aku lagi baca-baca cerita humor lucu banget. Enggak masalah kok, mau
pesen apa kak?" Ucapnya sambil memberikan buku menu kepada ku.
Aku membolak-balikan lembar yang ada dibuku menu itu, sebenarnya aku tidak
terlalu lapar karena sudah makan makanan yang diberikan Alex kepadaku tadi
siang. Fyi, karena aku malas ke kantin jadinya Alex membelikan ku nasi goreng
di kantin dan menyuruh seseorang membawakannya kepadaku.
"Hm... aku mau Beef aja sama orange juice. Kalau lo dek?"
Ternyata makanan dikafe ini lumayan enak juga menurutku. Sajiannya pun
cukup indah.
"Iya, kok kakak bisa tau?" Matanya menatapku lembut, Bola mata berwarna
biru tua itu nampak indah membuat siapapun tidak ingin berhenti menatapnya.
"Soalnya pas pelajaran olahraga tadi gue lihat main lo bagus, gak kayak yang
lain. Dan postur tubuh lo juga mendukung."
Kedua sudut bibirnya tertarik keatas, "Makasih kak, tapi di tim basket banyak
yang main-nya lebih bagus daripada gue." Ucapnya sok merendah.
"Kakak tau kak David? Anak kelas 12 kapten tim basket sekolah kita."
Obrolan ini sangat menarik untuk-ku dan sepertinya banyak yang akan menjadi
target-target empuk ku selanjutnya.
Dia mengangguk. "Kalau tim sekolah kita tanding basket, pasti para perempuan
duduk paling depan buat ngeliatin dia. Kata banyak orang selain mainnya
emang bagus, dia juga ganteng. Dan kak David juga pinter banget tapi
sayangnya kelakuannya kurang baik."
Aku tak paham, kurang baik pasti memiliki banyak arti. "Maksudnya kurang
baik?"
"Dia suka bertindak sesukanya sendiri. Sok berkuasa gitu. Tapi sebenarnya dia
baik hati."
Kami keluar kafe bersama, tanpa sadar aku mengikutinya sampai parkiran.
"Gausah, sopir gue udah nunggu didepan sekolah katanya." Tolak ku halus.
Sebenarnya aku berbohong. Aku tak tahu supirku ada dimana, tapi biasanya ia
akan menunggu di depan sekolah.
"Kalo gitu aku anterin sampai sekolah aja, mau?" tawarnya lagi.
"Boleh deh." Aku naik ke atas motor ninja putihnya, wangi parfumnya
mengingatkan ku pada seseorang di masa lalu yang tidak penting untuk di ingat.
Aku menunjuk sebuah mobil sedan hitam yang terpakir di depan sekolah, "Itu
jemputan gue, gue turun disini aja. Makasih ya tumpangannya."
Dia melaju kencang pergi meninggalkanku sendirian, aku membuka pintu mobil
sedan hitam tersebut. Namun pintunya terkunci dan aku baru menyadari
sesuatu, ini bukanlah plat mobilku.
Aku panik dan berusaha untuk tetap tenang. Hari semakin gelap dan aku tidak
tahu jalan pulang. Ku dial nomor supirku berkali-kali namun tidak ada jawaban.
Sial. Karena kesal, aku menendang ban mobil sedan hitam yang ada
dihadapanku.
Waduh pasti dia yang punya mobil sedan ini. Aku tidak berani membalikkan
badan, mau dikemanakan muka ku sekarang.
"Aw..." aku meringis kesakitan. Ada sesuatu mengenai kepalaku. Saat kulihat
kebawah ternyata sebuah kaleng minuman soda yang kosong. Laki-laki
dibelakang ku tertawa keras seperti mengejek. Pasti kerjaan si pemilik mobil
ini.
Dengan kesal aku mengambil kaleng tadi dan melemparnya balik tapi karena
jaraknya yang lumayan jauh dariku maka lemparanku meleset dan tawanya
semakin keras. Dia berjalan mendekat kearahku, "Impas kan?"
"Impas? Lo bilang impas? muka lo impas. Gue cuma nendang ban mobil lo, tapi
lo malah ngelempar kepala gue pake kaleng. Kalau ban mobil lo rusak, bisa gue
benerin. Tapi kalo kepala gue kenapa-napa , lo gak bakal bisa ganti." Ucapku
tidak terima.
"Lagian ban mobil lo juga gak kenapa-napa kok." Aku melipat kedua tanganku
dan memasang wajah cemberut.
Aku menjauhkan kedua tangannya dari kepala ku, "Bisa jadi bukan luka luar,
tapi luka dalam gara-gara lemparan lo."
"Kayaknya emang bener deh, lo ada luka dalam. Soalnya otak lo udah rusak
sebelum kena lemparan dari gue. Kalo otak lo bener, gak mungkin nendang-
nendang mobil gue. Mobil gue kan gak punya salah sama lo."
Karena kesal ku injak kakinya, ia meringis kesakitan. Aku tertawa puas,
"Pokoknya lo harus ganti rugi. Anterin gue pulang ke rumah sekarang."
"Ogah." Cowo itu tak menghiraukan ku dan berjalan masuk ke dalam mobil lalu
duduk dibangku kemudi.
Aku tidak mau kalah, aku juga bergegas masuk dan duduk disamping bangku
kemudi.
"Keluar." Dia menatapku serius, wajahnya terlihat lebih seksi jika dipandang
dari jarak sedekat ini.
"Enggak."
"Enggak. Denger ya, gue hanya mau keluar dari mobil lo kalau udah sampe
dirumah gue." Ucapku sambil memasang seatbelt.
"Perumahan anggrek jaya. Nanti kalau udah masuk perumahannya bakal gue
kasih tau jalannya."
"Ngomong-ngomong kok gue gak pernah ngelihat lo ya? Lo anak baru atau
emang lo.... ansos? Ga pernah keluar kelas. Mendem aja dikelas."
Dia melajukan mobilnya dengan sangat cepat, sepertinya ini triknya untuk
mengancamku.
"Pelan-pelan dong bawa mobilnya. Bahaya tau. Iya-iya gue emang anak baru."
"Nah gitu dong, jawab aja kok susah, btw lo kok tadi sendirian aja?"
"kok daritadi lo kepo banget sih? iya soalnya gue ada urusan sama temen
sebentar. Harusnya gue dijemput sama supir, tapi daritadi gue telponin gak
ngangkat, entah kemana."
"Sebentar? Ini udah jam 5.25, padahal bel pulang kita jam 3 loh. Gue tau,
jangan-jangan sopir lo udah nungguin lo dan karena lo orangnya lelet banget
kayak siput. Jadi dia ninggalin lo deh." Jawabnya dengan nada mengejek.
"Sok tau banget sih lo kayak dukun. Lah lo, ngapain baru pulang jam segini?"
Tanyaku dengan sebal.
"Cie.. kepo juga lo sama gue. Gue abis latihan Tae Kwon Do kok."
"Yup sama basket juga. Nih udah masuk ke perumahannya, terus kemana lagi?"
"Lurus terus sampai blok F, belok kanan, pagar coklat, rumah nomor 99."
Ucapku menjelaskan, ternyata lebih cepat sampai daripada perkiraanku.
Syarat yang menguntungkan bagiku juga, aku tersenyum, "Kalau itu gak
masalah, btw lucu juga ya kita udah ngobrol panjang lebar tapi belum kenalan.
Kenalin, gue Jasmine Callia Dulcie panggil aja Jasmine."
Aku mengulurkan tanganku. Duh bego, dia kan lagi fokus nyetir. Tanpa kuduga
ia malah memberhentikan mobilnya dan membalas uluran tangan ku, "Gue
David, David Prakarsa. Udah sampai, ini rumah yang lo maksud kan?"
"Bye."
David?
Anak Basket?
Jangan-jangan dia primadona sekolah yang menyebalkan itu, tanyaku pada diri
sendiri.
Mine.
.....................................................................................
Langkah ku terhenti, Suara itu terdengar dari belakang ku. Hanya tiga orang
yang memanggilku seperti itu. Papa, Mama dan dia.
Reflek aku berbalik. Ku pandang seorang anak lelaki memekai seragam sma
seperti ku. Dia melangkah perlahan mendekat. Jantungku berdetak semakin
cepat.
Aku harus pergi sekarang juga. Tapi otak, hati dan kaki ku tidak pernah sejalan.
Kaki ini sulit sekali untuk melangkah, gerutu ku kesal dalam hati.
Jasmine, You are just mine. Lo masih inget kan kata-kata itu?
Aku meringis. lo bedebah kecil yang gak punya hati. Hanya itu yang gue inget
dan gue harap, kita gausah merasa saling kenal. Dan bahkan seumur hidup gue,
gue gak pernah mau kenal lagi sama lo.
Terakhir, gue punya saran. Sebaiknya lo ikut ekskul drama agar kemampuan
akting lo yang sangat sangat mengagumkan itu bisa tersalurkan dengan baik.
Permisi.
Lo pikir gue gak tau apa yang lo lakukan disini. Queen of drama
Task :
Ketua kelas segera mengambil alih kelas dan membacakan nama-nama setiap
kelompok.
---------------------------------------------------------------
Komite disiplin