Вы находитесь на странице: 1из 42

PENGARUH KARATERISTIK RESERVOIR TERHADAP

PERENCANAAN REINJEKSI PADA RESERVOIR PANAS BUMI


VAPOUR DOMINATE

KOMPREHENSIF

Oleh :

MUHAMMAD RIAN ANSHARI


113140004
JURUSAN TEKNIK PERMINYAKAN

FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN


YOGYAKARTA

2016

PENGARUH KARATERISTIK RESERVOIR TERHADAP


PERENCANAAN REINJEKSI PADA RESERVOIR PANAS BUMI
VAPOUR DOMINATE

PROPOSAL
KOMPREHENSIF

Oleh :
MUHAMMAD RIAN ANSHARI
113140004/ TM
Disetujui untuk
Jurusan Teknik Perminyakan
Fakultas Teknologi Mineral
UPN Veteran Yogyakarta,
Oleh :

Pembimbing

M. Th. Kristiati, S.T., M.T.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
berkat dan pertolongannya sehingga penulis mampu menyelesaikan proposal
komprehensif ini. Proposal komprehensif ini berjudul : PENGARUH
KARATERISTIK RESERVOIR TERHADAP PENENTUAN REINJEKSI
PADA RESERVOIR PANAS BUMI VAPOUR DOMINATE , proposal ini
disusun untuk memberikan gambaran mengenai latar belakang, tujuan dan materi
yang akan dibahas didalam penyusunan komprehensif di Jurusan Perminyakan,
Fakultas Teknologi UPN Veteran Yogyakarta.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah


memberikan dukungan baik secara moral maupun material, sehingga
penyusunan proposal ini dapat selesai dengan baik.

Penulis meyakini sepenuhnya bahwa dalam penulisan proposal ini masih


terdapat banyak kekurangannya, sehingga kritik dan saran yang membangun
akan sangat berarti bagi penulis.

Yogyakarata, Oktober 2017

Muhammad Rian Anshari

I. Judul

Pengaruh Karateristik Reservoir Terhadap Perencanaan Renjeksi Pada


Reservoir Panas Bumi Vapour Dominate
II. Latar Belakang

Meskipun merupakan sumber energi yang terbarukan, masa produktif dari


suatu lapangan panasbumi bukannya tidak terbatas dan tanpa masalah. Masalah
yang umum dijumpai dalam pengelolaan lapangan panasbumi adalah penurunan
tekanan uap dan penurunan temperatur reservoir. Pada akhirnya, produktifitas dari
lapangan panasbumi tersebut sangat ditentukan oleh strategi pengelolaan lapangan
panas bumi itu sendiri. Salah satu cara untuk menjaga kestabilan reservoir dengan
melakukan injeksi pada reservoir tersebut sehingga ketersediaan fluida pada
reservoir tetap tercukupi.

Reinjeksi air tidak secara otomatis menguntungkan. Namun, dalam beberapa


kasus Reinjeksi justru dapat menurunkan enthalpy di sumur-sumur produksi.
Manajemen pengelolaan air reinjeksi ini tidak lepas dari usaha secara geofisik
maupun geochemical tujuannya ialah untuk menjaga pasokan uap dari reservoir
vapor dominated tetap terjaga.

Dalam perencanaan reinjeksi yang akan di lakukan, sebelumnya harus di


ketahui karateristik Reservoir yang akan di injeksikan yang meliputi karakteristik
batuan dan fluida reservoir

III. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan komprehansif ini adalah untuk mengetahui


karakteristik dari reservoir yang mempengaruhi penentuan strategi injeksi yang
tepat pada reservoir Panas Bumi yang bersifat Vapour Dominate untuk mencapai
tujuan reinjeksi yang di inginkan

IV. Tinjauan Pustaka


4.1 Tinjauan Reservoir
Identifikasi karakteristik reservoir panasbumi sangat penting dalam kaitannya
penentuan jenis reservoir yang ada. Dari jenis reservoir yang diketahui, sangat
mempengaruhi penentuan reinjeksi pada reservoir panas bumi. Karakteristik
reservoir panasbumi yang ada diantaranya :
4.1.1 Karakteristik Batuan Reservoir

4.1.1.1 Batuan Beku

Batuan beku atau igneous rock adalah batuan yang terbentuk dari proses
pembekuan magma di bawah permukaan bumi atau hasil lava di permukaan bumi.
Menurut Turner dan Verhoogen (1960), F.F Ground (1947), dan Takeda (1970),
magma didefinisikan sebagai cairan silikat kental yang berpijar dan terbentuk
secara alamiah, bertemperatur tinggi antara 1.500 2.500 0C dan bersifat mobile
(dapat bergerak) serta terdapat pada kerak bumi bagian bawah. Dalam rangka
magma tersebut terdapat beberapa bahan yang larut, bersifat volatile (air, CO2,
klorine, fluorine, iron, sulfur, dan lain-lain) yang merupakan penyebab mobilitas
magama, dan non-volatile yang merupakan pembentuk mineral yang lazim
dijmpai dalam batuan beku.

Pada saat magma mengalami penurunan suhu akibat perjalanan ke permukaan


bumi, maka mineral-mineral akan terbentuk. Peristiwa tersebut dikenal dengan
peristiwa penghabluran. Berdasarkan penghabluran mineral-mineral silikat
(magma), oleh N. L. Bowen disusun suatu seri yang dikenal dengan nama
Bowens Reaction Series.
Gambar 4.1
Skema yang menunjukkan seri reaksi Bowen
(Bowen, 1996)

Diagram Bowen di atas, mewakili mineral-mineral mafik dan yang pertama


kali terbentuk adalah olivin pada temperatur yang sangat tinggi (12000C) dengan
proporsi besi-magnesium dan silikon adalah 2:1 dan membentuk komposisi
(Fe2Mg).2SiO4. Tetapi jika magma jenuh oleh SiO2, maka piroksen yang pertama
kali terbentuk, dengan perbandingan antara besi- magnesium dengan silikon
adalah 1:1 membentuk komposisi (MgFe)SiO3 pada temperatur yang lebih rendah.
Olivin dan piroksen merupakan pasangan inconguruent melting, dimana setelah
pembentukan, olivin akan bereaksi dengan larutan sisa membentuka piroksen.
Temperatur menurun terus dan pembentukanmineral berjalan sesuai dengan
temperaturnya. Mineral yang terakhir terbentuk adalah biotit. Dikarenakan terjadi
demikian maka reaksi ini disebut reaksi diskontinyu atau reaksi tidak menerus.

Diagram sebelah kanan, mewakili kelompok plagioklas karena didominasi


atau hanya terdapat mineral plagioklas. Pada temperature yang sangat tinggi
(12000C) yang mengkristal adalah plagioklas-Ca, dimana komposisinya
didominasi oleh kalsium dan sebagian kecil silikon dan alumunium. Pengkristalan
selanjutnya yang berlangsung secara menerus, komposisi Ca akan semakin
berkurang dan kandungan Na (sodium) akan semakin meningkat, sehingga
pengkristalan terakhirnya adalah plagioklas-Na. Reaksi pada seri ini disebut seri
kontinyu kaena berlangsung secara terus menerus. Mineral mafik dan plagioklas
bertemu pada mineral potasium feldspar dan menerus ke mineral yang stabil, yang
tidak mudah terubah menjadi mineral lain pada temperatur sekitar 6000C.

Dalam mengidentifikasi batuan beku, sangat perlu sekali mengetahui


karakteristik batuan beku yang meliputi sifat fisik dan komposisi mineral batuan
beku. Dalam membicarakan masalah sifat fisik batuan beku tidak akan lepas dari :

1. Tekstur

Tekstur didefinisikan sebagai keadaan atau hubungan yang erat antar


mineral-mineral sebagai bagian dari batuan dan antara mineral-mineral dengan
massa gelas yang membentuk massa dasar dari batuan. Tekstur pada batuan beku
umumnya ditentukan oleh tiga hal yang penting yaitu :

a. Kristalinitas

Kristalinitas adalah derajat kristalisasi dari suatu batuan beku pada waktu
terbentuknya batuan tersebut. Kristalinitas dalam fungsinya digunakan
untuk menunjukan berapa banyak yang berbentuk kristal dan yang tidak
berbentuk kristal, selain itu juga dapat mencerminkan kecepatan
pembentukan magma. Apabila magma dalam pembekuannya berlangsung
lambat maka kristal yang terbentuk akan kasar. Sedangkan jika
pembekuannya berlangsung dengan cepat maka kristalnya akan halus.
Namun jika pembekuannya berlangsung cepat sekali maka kristalnya akan
berbentuk amorf.

b. Granularitas

Granularitas didefinisikan sebagai besar butir (ukuran) pada batuan beku.

c. Bentuk Kristal

Bentuk kristal adalah sifat dari suatu kristal dalam batuan, jadi bukan sifat
batuan secara keseluruhan. Ditinjau dari pandangan dua dimensi dikenal
tiga bentuk kristal, yaitu : euhedral, subhedral, dan anhedral. Dan
ditinjau dari pandangan tiga dimensi, dikenal empat bentuk kristal yaitu :
equidimensional, tabular, prismitik, irregular.

d. Hubungan antar krital atau disebut juga relasi didefinisikan sebagai


hubungna antara kristal / mineral yang satu dengan yang lain dalam suatu
batuan. Secara garis besar relasi dapat dibagi dua yaitu: equigranular dan
inequigranular.

2. Struktur

Struktur adalah kenampakan batuan secara makro yang meliputi kedudukan


lapisan yang jelas / umum dari lapisan batuan. Struktur batuan beku sebagian
besar hanya dapat dilihat dilapangan saja, misalnya : pillow lava dan joint
struktur.

Sedangkan struktur yang dapat dilihat pada cotoh-contoh batuan yaitu :


massif (jika tidak mununjukan adanya lubang-lubang), vesikuler (jika terlihat
lubang-lubang), skoria, amygdaloidal, xenolitis.
Pada umumnya batuan beku tanpa struktur (massif), sedangkan struktur-struktur
yang ada pada batuan beku dibentuk oleh kekar (joint) atau rekahan (fracture) dan
pembekuan magma.

3. Komposisi mineral

Untuk menentukan komposisi mineral pada batuan beku cukup dengan


mempergunakan indeks warna dari batuan kristal. Atas dasar warna mineral
sebagai penyusun batuan beku dapat dikelompokkan menjadi dua : mineral felsik
(mineral yang berwarna terang) dan mineral mafik (mineral yang berwarna gelap).

Batuan beku dapat diklasifikasikan berdasarkan cara terjadinya, kandungan


SiO2, dan indeks warna. Dengan demikian dapat ditentukan nama batuan yang
berbeda-beda meskipun dalam jenis batuan yang sama, menurut dasar
klasifikasinya.

1. Klasifikasi bedasarkan cara terjadinya, menurut Rosenbusch (1877-1976)


batuan beku dibagi menjadi :

a. Effusive rock, untuk batuan beku yang terbentuk di permukaan.

b. Dike rock, untuk batuan beku yang terbentuk dekat permukaan.

c. Deep seated rock, untuk batuan beku yang jauh di dalam bumi. Oleh
W.T Huang (1962), jenis batuan ini disebut plutonik, sedang batuan
effusive disebut batuan vulkanik.

2. Klasifikasi berdasarkan kandungan SiO2 (C.L. Hugnes, 1962), yaitu :

a. Batuan beku asam apabila kandungan SiO2 lebih dari 66%. Contohnya:
riolit

b. Batuan beku intermediate, apabila kandungan SiO2 antara 52% - 66%.


Contoh : dasit

c. Batuan beku basa, apabila kandungan SiO2 antara 45% - 52%. Contoh :
andesit.
d. Batuan beku ultra basa, apabila kandungan SiO2 kurang dari 45%.
Contoh : basalt.

3. Klasifikasi berdasarkan indeks warna (S. J. Ellis, 1948) yaitu:

a. Holofelsik, untuk batuan beku dengan indeks warna kurang dari 10%

b. Felsik, untuk batuan beku dengan indeks warna 10% - 40%

c. Mafelsik, untuk batuan beku dengan indeks warna 40% - 70%

d. Mafik, untuk batuan beku dengan indeks warna lebih dari 70%.

4.1.1.2 Batuan Sedimen

Batuan sedimen merupakan batuan yang tersusun dari material-material hasil


pelapukan batuan induk, baik aktivitas geologi atau proses kimia, fisika maupun
kerja dari organism. Pada umumnya batuan sedimen pada lapangan panasbumi
terjadi akibat sedimentasi bahan lepas dari suatu erupsi gunung api.

Menurut Pettijohn (1975) dan W. T. Huang (1962), penggolongan dan penamaan


batuan sedimen dikemukakan secara genesa :

1. Batuan sedimen klastik

Terbentuk dari pengendapan kembali detritur/pecahan batuan asal.

2. Batuan non-klastik

Terbentuk dari reaksi kimia atau kegiatan organisme. Reaksi kimia yang
dimaksud adalah kristalisasi langsung atau panggaraman unsur laut, pertumbuhan
kristal dan agregat (kumpulan) suatu kristal yang mengalami presipitasi dan
replacement.

Pemilahan batuan sedimen didasarkan oleh : struktur, tekstur, komposisi


mineral, ukuran butir, pemilahan, derajat kebundaran (roundness), matriks,
sedimentasi, serta bidang perlapisan.
1. Batuan piroklastik

Batuan piroklastik adalah batuan vulkanik yang bertekstur klastik hasil erupsi
gunung api eksplosif dengan material penyusunnya berbeda.

2. Batuan sedimen tufan

Batuan sedimen tufan adalah batuan yang terbentuk akibat debu vulkanik
yang jatuh pada cekungan sedimen dimana proses sedimentasi berlangsung dan
terjadi percampuran.

3. Batuan epiklastik

Terbentuk dari sedimentasi campuran bahan rombakan batuan piroklastik


dengan batuan epiklastik baik yang bersifat vulkanik maupun yang non-vulkanik,
sehingga menurut William (1954) diberi nama sesuai dengan ukurannya dan
masing-masing diberi kata vulkanik.

4.1.1.3 Batuan Metamorf

Batuan metamorf adalah batuan yang berasal dari batuan dari batuan induk
yang lain, dapat berupa batuan beku, sedimen, maupun batuan metamorf sendiri
yang telah mengalami proses/perubahan mineralogy, tekstur maupun struktur
sebagai akibat pengaruh temperature dan tekanan yang tinggi.

Proses metamorfosa terjadi dalam fasa padat, tanpa mengalami fasa cair,
dengan temperatur 200-6500C. menurut Grovi (1931) perubahan dalam batuan
metamorf adalah hasil rekristalisasi dan dari rekristalisasi tersebut akan terbentuk
kristal-kristal baru, begitupula pada teksturnya.

Berdasarkan factor-faktor yang mempengaruhi, metamorfosa dapat dibedakan


menjadi :

a. Metamorfosa lokal

Jenis ini penyebaran metamorfosanya sangat terbatas hanya beberapa


kilometer saja.

b. Metamorfosa regional

Jenis ini penyebarannya sangat luas, dapat mencapai ribu kilometer.

Proses metamorfosa dalam panasbumi dikenal dengan istilah alterasi. Dimana


mineral batuan akan mengalami perubahan akibat temperature dan tekanan yang
sangat tinggi sehingga terbentuk mineral baru yang dapat dijadikan indikasi
sebagai daerah dengan temperature tinggi, misalnya epidot, piroksen, dan lainnya.
Dari mineral ini dapat juga mengindikasikan temperatur reservoir dan data
mineral ini didapat dari proses pengeboran.

4.1.2 Komposisi Kimia Batuan Reservoir

Komposisi reservoir panasbumi umumnya adalah batuan beku vulkanik yang


berasal dari pembekuan magma, sehingga komposisi kimia dari batuan reservoir
tersebut tidak dapat dipisahkan dari komposisi magma sebagai sumbernya.

Kebanyakan batuan beku terdiri dari mineral atau sedikit sekali gelas.
Umumnya tersusundari Al, Si, Fe, Mg, Ca, Na, dan K bersama sejumlah kecil Ti,
Mn, dan P. elemen tersebut diiringi oleh oksigen dansekumpulan batuan, dan
biasanya dilaporkan dalam bentuk komponen oksida (SiO2-.Al2O3).

4.1.3 Sifat Fisik Batuan

Sebagian besar reservoir panasbumi terdapat pada batuan vulkanik dengan


aliran utama melalui rekahan. Seperti halnya di perminyakan, sifat batuan yang
penting menerangkan sifat batuan reservoir panasbumi adalah porositas,
permeabilitas, dan densitas batuan.

1. Porositas ()
Reservoir panasbumi umumnya ditentukan pada batuan rekah alami, dimana
batuannya terdiri dari rekahan-rekahan dan rongga-rongga atau pori-pori. Fluida
panasbumi, terkandung tidak hanya terkandung dalam pori-pori tetapi juga dalam
rekahan-rekahan. Volume rongga-rongga atau pori-pori batuan tersebut umumnya
dinyatakan sebagai fraksi dari volume total batuan dan didefinisikan sebagai
porositas (). Secara matematis porositas dapat dinyatakan sebagai berikut :

= Vp / Vb

Dimana Vp adalah volume pori dan Vb adalah volume total batuan.

Porositas batuan reservoir panasbumi biasanya dibedakan menjadi dua, yaitu


porositas rekahan dan porositas antar butir atau porositas matriks batuan. Hingga
saat ini baru porositas matriks yang dapat diukur di laboraturium. Umumnya
reservoir panasbumi mempunyai porositas matriks 3 sampai 25%, sedangkan
rekahannya sama dengan 100%.

2. Permeabilitas

Permeabilitas adalah suatu bilangan yang menunjukkan kemampuan batuan


untuk mengalirkan fluida. Permeabilitas merupakan parameter yang penting untuk
menentukan kecepatan alir fluida di dalam batuan berpori dan batuan rekah alami.
Dengan rumus :

3. Densitas
Densitas batuan adalah perbandingan antara berat batuan dengan volume dari
batuan tersebut.

4.1.4 Sifat Thermodinamika Reservoir

Batuan memiliki sifat ketermodinamikaan. Sifat-sifat tersebut adalah


konduktivitas panas dan panas spesifik batuan.
Konduktivitas Panas
Kodukstivitas panas suatu batuan merupakan parameter yang menyatakan
besarnya kemampuan batuan tersebut untuk menghantarkan panas dengan cara
konduksi apabila pada batuan tersebut ada perbedaan temperatur (gradien
temperatur). Secara matematis dapat dirumuskan :

Dimana Q adalah laju aliran panas, (dT/dz) adalah gradien temperatur.


Panas Spesifik Batuan (Cp)
Panas spesifik batuan adalah suatu parameter yang menyatakan banyaknya
panas yang diperlukan untuk menaikan suhu satu satuan massa batuan tersebut
sebesar 10C.

4.1.5 Jenis Fluida Panasbumi

Jenis-jenis fluida reservoir panasbumi adalah compressed liquid, saturated


liquid, saturated vapour, two phase mixture, superheated steam. Fluida berada
dalam keadaan cair hanya apabila pada suatu tekanan tertentu temperaturnya lebih
kecil dari temperatur titk didih atau temperatur saturasi. Fluida dalam keadaan uap
apabila pada suatu tekanan tertentu, temperaturnya lebih besar dari temperatur
titik didih air atau temperatur saturasi.

4.1.6 Sifat Fluida Panasbumi


Secara garis besar, sifat fluida dibagi dalam dua golongan yaitu sifat fluida
satu fasa dan dua fasa.
1. Sifat fluida satu fasa
Yang merupakan sifat fluida satu fasa adalah volume spesifik, densitas, energi
dalam, enthalpi, panas laten, entropi, tegangan permukaan dan viskositas.
a. Volume spesifik
Volume spesifik suatu fasa fluida adalah perbandingan antara volume
dengan massa dari fluida tersebut. Satuan dari volume spesifik adalah m3kg.
Volume spesifik air (vf) dan uap (vg) tergantung dari besarnya tekanan dan
temperatur dimana harganya dapat dilihat pada Tabel Uap.
b. Densitas
Densitas suatu fasa fluida adalah perbandingan antara massa dengan
volume dari fasa fluida tersebut. Satuan densitas adalah kg/m3. Densitas air (f)
dan uap (v) tergantung pada besarnya tekanan dan temperatur dimana
harganya ditentukan dari harga volume spesifik, yaitu :
= 1/v
Berlaku dalam kisaran temperatur 273.15 hingga 640 K.

Densitas Cairan :

l = 3786.31 37.2487 T + 0.196246 T2 5.04708 E 4 T3 + 6.29368 E


7 T4 3.08480 E - 105

Densitas Uap :

ln g = -93.7072 + 0.8333941 T 0.00320809 T2 + 6.57652 E 6 T3 6.93747


E 9 T4 + 2.97203 E 12 T5

c. Energi dalam
Energi dalam (u) merupakan parameter yang menyatakan banyaknya
panas yang terkandung didalam satu fasa persatuan massa. Satuan energi dalam
adalah kj/kg. Besarnya tergantung pada tekanan dan temperatur.
d. Entalpi
Entalpi adalah jumlah dari energi dalam (u) dengan energi yang dihasilkan
oleh kerja tekanan. Hubungan dari energi dalam dengan entalpi adalah :
hf = uf + p/vf
hg = ug + p/vg
satuan dari entalpi adalah kJ/kg. Besar entalpi uap (hg) dan entalpi air (hf)
juga tergantung dari tekanan dan temperatur. Besarnya dapat ditentukan dari
tabel uap.
e. Panas laten
Panas laten adalah panas yang diperlukan untuk mengubah satu satuan
massa air pada kondisi saturasi (jenuh) menjadi 100% uap. Satuan dari panas
laten adalah kJ/kg dimana besarnya juga tergantung dari tekanan dan
temperatur. Harganya dapat ditentukan dari tabel uap.
f. Entropi
g. Viskositas
Viskositas adalah ukuran keengganan suatu fluida untuk mengalir.
Viskositas dibedakan menjadi dua, yaitu viskositas dinamik () dan viskositas
kinematik (v). Viskositas kinematis adalah viskositas dinamis dibagi dengan
densitasnya, yaitu
v = /
Viskositas juga tergantung dari tekanan dan temperatur.
h. Tegangan Permukaan

Tegangan permukaan air dinyatakan dalam persamaan :


w Pc 2 / 3 * Tc 1 / 3 * Q i * (1 Tr )11/ 9 * 0.001

keterangan :

1 Tbr * log Pc
Qi 0.1207 * - 0.281
1 - Tr

Tbase 373.2 0 K

Tc 647.3 0 K (temperatu r kritik air)

Pc 217 bar (tekanan kritik air)

Tr T / Tc (temperatu r reduce).

Tbr Tb / Tc (temperatu re reduce base)

Satuan dari tegangan permukaan air, dalam N/m


2. Sifat fluida satu fasa
Sifat fluida satu fasa yaitu campuran uap air tergantung dari kualitas uapnya
atau dryness. Secara matematis dryness (x) dinyatakan sebagai berikut :
x = mv / m t
atau
x = mv / (mv + mL)

keterangan :

mv = laju alir massa uap (kg/det atau ton/jam)


mL = laju alir massa air (kg/det atau ton/jam)
mT = laju alir massa total (kg/det atau ton/jam)
Apabila hfg adalah panas laten, f, f, uf, hf, sf, f adalah sifat-sifat air pada
kondisi saturasi, dan g, g, ug, hg, sg, g adalah sifat-sifat uap pada kondisi
saturasi, maka sifat fluida dua fasa (campuran uap-air) yang fraksi uapnya
dinyatakan dengan notasi x, dapat ditentukan sebagai berikut :

h = hf + x hfg
s = sf + x s g
= x g + (1-x) f

Jenis fluida, apakah satu fasa atau dua fasa, biasanya ditentukan dengan
membandingkanharga entalpinya (h) dengna entalpi air dan uap (hf dan hg) pada
kondisi saturasi. Kriteria dibawah ini biasanya digunakan untuk menentukan jenis
fluida panasbumi :
h < hf: air (compressed liquid)
h = hf: air jenuh (saturated liquid)
h = hg : uap jenuh (saturated steam)
hf < h < hg: dua fasa (campuran uap-air)
h > hg : uap (superheated steam)
4.1.6 Sifat Thermodinamika Fluida Panasbumi
Ilmu thermodinamika membahas sistem dalam keseimbangan, ilmu ini dapat
dipergunakan untuk meramalkan energi yang diperlukan untuk mengubah sistem
dari suatu keadaan seimbang ke keadaan seimbang lain. Energi yang pindah dari
satu sistem ke sistem lainnya disebut kalor atau panas (heat). Sifat thermodinamik
fluida adalah sifat energi terkandung dalam fluida yang mengalir. Sifat tersebut
meliputi :

a. Kapasitas Panas

b. Konduktivitas fluida

c. Entalpi

d. Energi dalam

4.1.7 Kondisi Reservoir

Fluida reservoir sangat dipengaruhi oleh kondisi reservoirnya, yaitu tekanan


dan temperatur. Hal ini akan menentukan fasa dari fluidanya dan akan berujung
pada jenis reservoirnya (vapour dominated dan water dominated).
4.2. Perencanaan Reinjeksi

Reinjeksi air adalah penginjeksian kembali fluida yang telah


diproduksikan ke dalam reservoir panasbumi, dimana fluida yang diinjeksikan
adalah air. Sebelum kita merencanakan sumur reinjeksi tersebut terlebih dahulu
yang perlu diketahui adalah tujuan dilakukannnya reinjeksi air. Kemudian setelah
mengetahui tujuannya barulah membuat suatu model reservoir berdasarkan
karakteristik reservoirnya.

Reinjeksi air pada reservoir Panas Bumi sangat diperlukan, karena


menyangkut masalah kesetimbangan massa dan energi di dalam reservoirnya.
Fluida reservoir yang terus diekstraksi terus menerus tanpa dipikirkan
rechargenya, maka suatu saat akan habis terkuras. Oleh karena itu, tujuan
Reinjeksi air adalah :
- diharapkan dapat mengganti fluida atau uap yang telah diproduksikan
(recharge), sehingga bisa menjaga kesetimbangan massa dan energi.

- sebagai pembuangan limbah dari PLTP untuk menghindari terjadinya


pencemaran lingkungan

4.2.1. Dasar dasar perencanaan Reinjeksi

Beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum melakukan reinjeksi adalah,


tentang perkiraan model reservoir geothermal, pola distribusi sumur injeksi,
pemilihan lokasi dan kedalaman, kuantitas sumur injeksi, dan kelakuan sumur
selama reinjeksi.

1. Perkiraan model reservoir geothermal

Analisa data yang didapat sangat penting untuk memperkirakan model reservoir
geothermal. Data-data yang diperoleh akan berguna dalam membuat suatu peta.
Peta yang dihasilkan harus dapat digunakan sebagai pedoman tentang kondisi
alami reservoir dan dalam skala kecil dapat meramalkan kelakuan reservoir
dimasa mendatang.

Beberapa hal yang merupakan faktor pendukung dfalam pemetaan reservoir


geothermal, yaitu :

- geologi lapangan geothermal

- data geofisik permukaan dan bawah permukaan

- distribusi temperatur reservoir

- distribusi tekanan reservoir

- disribusi gradien tekanan vertikal

- pola semburan sumur

- distribusi transmissivity.
Akan tetapi tidak semua faktor sebagaimana tersebut diatas pada pemetaan
penting untuk pemodelan reservoir. Pada kondisi tertentu mungkin saja ada faktor
pendukung lain yang dapat dipertimbangakan seperti perubahan air tanah,
semburan alami, zona alterasi hidrothermal dan sebagainya.

a. Model Vertikal

Model sistem geothermal secara vertikal umumnya ditunjukkan


penggambaran distribusi tekanan, temperaqtur dan kondisi geologi secara
vertikal dari peta (Grant et. al, 1978). Dengan mengetahui penyebarannya,
maka daerah pendidihan (boiling point) dapat diketahui sehingga pola
pemboran dapat ditentukan dengan baik.

b. Model Horisontal

Tujuan pembuatan model secara horisontal untuk melihat atau


menentukan batas reservoir, sehingga dapat dikorelasi dengan model vertikal
untuk perencanaan pengembangan lapangan dengan baik. Pembuatan model
horisontal didasarkan pada profil resistivity batuan, profil kesamaan
temperatur, kesamaan tekanan dan kesamaan transmissivitas.

4.2.2. Pola Distribusi Sumur

Setelah diketahui bahwa reservoir yang baru ditemukan mengandung


prospek yang baik untuk dikembangakn dan akan menguntungkan apabila
diproduksikan, selanjutnya dilakukan perencanaan sumur produksinya. Sumur ini
harus direncanakan tata letaknya dengan cara menentukan spasi diantaranya.
Dalam menentukan spasi sumur didasarkan atas pertimbangan dapat memperoleh
recovery optimum dengan hasil maksimal.

Dalam menentukan spasi sumur harus dipertimbangkan faktor teknis


maupun ekonomisnya. Untuk keperluan itu dilakukan penentuan jumlah sumur
serta letak sumur yang sesuai dengan daerah prospek.
4.2.2.1. Faktor Yang Mempengaruhi Distribusi

1. Karakteristik Batuan Reservoir

Karakteristik batuan reservoir yang dimaksud ialah porositas, tekstur,


permeabilitas yang mempengaruhi secara luas pada penentuan spasi sumurnya.
Pada batuan reservoir dengan permeabilitas besar, maka akan didapatkan hasil
yang besar dan sebaliknya bial permeabilitas kecil maka didapatkan hasil yang
kecil pula.

Pola porositas dan permeabilitas merupakan karakteristikyang paling utama


dalam mempengaruhi penempatan spasi sumur. Dalam batuan yang sangat porous
dengan porositas rendah. Oleh karena itu batuan reservoir dengan permeabilitas
besar itu pada sumur produksi dapat dibuat dengan spasi yang tidak terlalu besar
akan tetapi tetap menguntungkan.

2. Struktur Geologi

Dalam menentukan tata letak sumur produksi, faktor-faktor geologi yang


perlu dipertimbangakn yaitu meliputi geologi permukaan dan geologi bawah
permukaan. Geologi permukaan meliputi topografi permukaan yang mencakup
evaluasi pegunungan, dataran tinggi, daerah terjal, dataran rendah dan lainnya.
Selain itu perlu diperhatikan geometri formasinya, yaitu berupa struktur,
ketebalan, daerah patahan dan batas pengurasannya. Data geologi yang didapat
terus berkembang (data update). Pada akhirnya data geometris ini digunakan
sebagai dasar menghitung cadangan dan menetapkan pola letak sumur. Posisi
struktural juga merupakan bahan pertimbangan yang penting dalam menentukan
jenis komplesinya.

3. Laju Produksi

Mengoperasikan sumur pada laju produksi dimana daya maksimal diperoleh


akan dapat menghemat biaya. Masalah ekonomisnya yang dipertimbangkan
adalah jika laju aliran besar diidentifikasikan oleh volume uap per area juga besar,
maka sumur reservoir cenderung pendek, akibat adanya drawdown yang terlalu
cepat.

4. Kondisi Morfologi Daerah

Umumnya daerah prospek geothermal terletak pada jalur gunung berapi


dengan lingkungan morfologi yang curam. Penentuan lokasi pemboran harus
disesuaikan dengan struktur geologi dibawah permukaan., tetapi juga perlu
diperhitungkan keadaan morfologi daerah yang akan dijadikan letak titik
pemboran. Sehingga perencanaan tata letak sumur produksi diperlukan seakurat
mungkin mengingat hal tersebut membutuhkan investasi yang tidak sedikit.
Morfologi yang dipilih umumnya daerah yang memenuhi persyaratan untuk
didirikannya suatu unit pemboran dan peralatannya serta perkiraan dari operasi
produksi jika berhasil. Daerah tersebut umumnya landai sehingga mudah
dijangkau baik oleh pekerja maupun peralatannya.

4.2.2.2. Distribusi Sumur

1. Pengaruh Bentuk Geometri Sumur

Secara geometris daerah pengurasan dapat dibagi menjadi bentuk bujur sangkar
maupun segitiga. Pada bentuk bujur sangkar dibentuk oleh empat sumur dalam hal
ini fluida dianggap bergerak menembus batuan reservoir menuju sumur terdekat.
Penempatan spasi bentuk ini memberikan daerah pengurasan. Luas daerah yang
terkuras akan memberikan bentuk tersendiri.

D2
A=
43560

keterangan :

A = luas daerah pengurasan, acres

D = jarak antara sumur satu dengan lainnya, ft

43560 = konversi acre-ft ke cuft


Untuk beberapa tujuan daerah pengurasan dapat dianggap sebagai garis luas
ekuivalen dalam bentuk lingkaran dengan jari-jari pengurasan efektif (R), dimana
R dapat dihitung dengan :

Bentuk Bujursangkar :

R = 0.637 D

Bentuk Hexagonal :

R = 0.595 D

Dengan mengangaggap daerah pengurasan dapat dianggap sebagai garis


luas ekuivalen dalam bentuk lingkaran dengan jari-jari pengurasan efektif (D, ft)
dapat ditentukan sebagai berikut :

D = 2 x re

keterangan :

Re = jari-jari pengurasan,ft

2. Penentuan Jari-Jari Pengurasan

Pengertian diameter efektif atau jari-jari pengurasan merupakan penentuan


diameter sumur yang paling menguntungkan atau batas dari kemampuan sumur
untuk dapat menyerap fluida reservoir.

Keputusan penting dalam pengembangan lapangan geothermal adalah


penentuan diameter sumur dan diameter casing yang menguntungkan. Sumur
dengan diameter besar memungkinkan suatu operasi lebih mudah dengan
penyelesaian sumur yang memuaskan. Meskipun secara teoritis dan praktis
keuntungan dari lubang bor berdiameter besar, ditinjau dari efisiensi pemboran
dan produksi telah diakui, tetapi terdapat kecendrungan ke arah slim hole drilling,
yaitu lubang bor lebih kecil dari semula, karena adanya pertimbangan ekonomis.
Diameter lubang bor dan casing akan menentukan biaya dan efisiensi
operasi pemboran dan produksi. Selama rankaian pemboran, coring, pemancingan
dan jenis penyemenan, maka sumur dengan dengan diameter besar lebih disukai
dan menguntungkan karena lebih mudah menyempurnakan kapasitas produksi.
Faktor ekonomis dari casing dengan diameter kecil hendaknya dikombinasikan
dengan efisiensi produksi yang tinggi dari sumur berdiameter besar. Caranya
membor dengan diameter kecil hingga cap rock dan memperbesar dengan liner
tersebut pada lapisan produktif. Untuk kondisi tertentu, terdapat ukuran optimum
dari diameter sumur dan casing yang menguntungkan, akan tetapi hal ini bukanlah
diameter kerja praktis.

Secara keseluruhan untuk melakukan pengaturan spasi sumur perlu pula


dilakukan pemberian nomor sumur, karena hal ini ada hubungannya dengan
penentuan diameter sumur efektif. Untuk melihat keterpengaruhan antara sumur
satu dengan sumur lainnya, maka dilakukan interference test, yang mempunyai
tujuan :

Untuk menentukan apakah antara dua sumur atau lebih mempunyai suatu
komunikasi tekanan dan aliran aliran fluida

Jika terdapat komunikasi, dapat digunakan untuk memperkirakan


permeabilitas dan perkalian porositas dengan kompresibilitas ( Ct) ari
lingkaran sekitar sumur yang akan ditest

Suatu interference test dilakukan dengan memproduksikan atau


menginjeksikan suatu sumur aktif dengan mengamati respon dari sumur lain
(sumur observasi). Pada test ini laju aliran sumur aktif bervariasi, sementara
respon tekanan dasar sumur diukur dari sumur observasi. Sedangakn hasil
pengamatan interference test dilakukan pada sumur observasi.
Gambar 4.2.

Sumur aktif dan sumur observasi pada interference test

Vela dan McKinley telah memperlihatkan sifat rereservoir dalam


penyelidikan daerah berbentuk persegipanjang dimna ukuran sisi-sisinya, adalah
jari-jari pengurasan dicapai oleh sumur aktif selama test dan r adalah jarak sumur
aktif dan sumur observasi.

Dalam reservoir yang infinite-acting, homogen dan isentropic, penyelesaian


persamaan difusity dengan Ei function menunjukkan bahwa perubahan tekanan
smur pengamat, adalah fungsi waktu :

q Ct r 2
Pi Pr 70.6 Ei 94.8
kh k h

Tekanan drawdown pada sumur pengamat dengan jarak r adlah hasil dari
produksi sumur aktif dengan laju air q yang dimulai pada reservoir dengan
tekanan seragam, Pi.

Penyelesaian persamaan untuk perubahan tekanan diperoleh dengan Ei


function, dengan anggapan :
1. skin faktor aktif tidak mempengaruhi pressure drawdown pada sumur
pengamat

2. wellbore storage diabaikan baik sumur aktif maupun observasi

3. Penentuan Pola Spasi Sumur

Tujuan penentuan pola spasi sumur adalah untuk mendapatkan perolehan


maksimal dengan suatu jumlah sumur minimal. Penentuan spasi sumur dapat
ditinjau dari laju produksi dan segi ekonomi.

Maximum Efficiency Rate (MER) didefinisikan sebagai laju produksi


tertinggi yang dapat dipertahankan sepanjang waktu, dan jika laju produksi dan
tersebut sudah terlampaui maka menyebabkan berkurangnya perolehan
maksimum (ultimate recovery). Dari pengertian itu, ultimate recovery tergantung
dari laju produksinya. Suatu sumur mempunyai harga laju produksi maksimum
yang diijinkan untuk memperoleh perolehan maksimum.

Produktivity Indeks (PI) pada sumur geothermal berbeda denagn sumur


minyak atau gas, hanya saja dengan cara asumsi seperti sumur minyak dan gas
dapatlah diperoleh produktivitas indeks yang diinginkan. PI dari suatu sel dapat
ditentukan berdasarkan adanya transmisibility pada bidang rekahannya, skin
faktor rata-rata, radius lubang sumur dan luasan sel, seperti persamaan :

53.4 kfp hfp


PI
ln re / rw S

re2 = 0.0196 [ (X)2 + (Y)2 ]

keterangan :

PI = produktivitas indeks, m3 cp/day bar

rw = radius wellbore, meter


X, Y = dimensi sel, meter

S = skin faktor

kfp = peremeablitas rekahan, darcy

hfp = tebal bidang, meter

Sedangkan untuk melihat ketergantungan sumur satu dengan lainnya


dilakukan suatu interface test. Dari data ini dapat diperkirakan jari-jari pengurasan
sumur, sehingga dapat diperkirakan spasi yang cocok dan sesuai dengan syarat
teknis dan ekonomis.

Untuk menentukan jumlah sumur produksi pada suatu lapangan yang baru
ditemukan, maka diperlukan data mengenai luas lapangan daerah cadangan dan
luas daerah pengurasan.persamaan yang digunakan menentukan jumlah sumur
produksi geothermal, adalah :

A
n
a

keterangan :

n = jumlah sumur produksi

A = luas daerah cadangan, km2

a = luas daerah pengurasan, km2

4. Penentuan Jumlah Sumur

Jika reservoir geothermal telah diketahuio dan perkiraan potensinya telah


diestimasi (equivalen dengan tenaga listrik), maka langkah berikutnya
meramalkan kelakuan reservoir dibawah kondisi opersai. Hal ini umumnya
dilakukan dengan alasan :

a. untuk mengkonfirmasikan resrvoir tersebut memilki kapasitas prodiuksi


yang cukup untuk mendukung proses pembuatan tenaga listrik

b. untuk menentukan komplesi optimum dan well spacing

4.2.3. Kelakuan Sumur Selama Injeksi

Injeksi biasanya disertai dengan penambalan tekanan pada sumur


injeksinya dan juga disekeliling reservoirnya. Tekanan yang didistribusikan
didalam reservoir sedemikian rupa sehingga pada sumur injeksi tekananya
maksimum dan akan berkurang sesuai penambahan jaraknya.

Tekanan seperti dapat diamati dalam sumur injeksinya sebagai penambahan


tekann yang diukur pada major feed zone-nya. Efek inilah yang biasanya akan
disertai dengan penambahan water level ataupun tekanan kepala sumurnya,
yang diharapkan untuk mempertahankan keseimbangan tekanan hidrostatiknya.

4.2.4. Pemilihan Lokasi Dan Kedalaman

Pemilihan lokasi dan kedalaman pada lapangan panasbumi dibagi menjadi


tiga bagian :

1. Shallow Reinjection, pada daerah condensate layer

2. Deep Reinjection, pada reservoir dibawah level sumur produksinya

3. Reinjection Outside The Field Boundaries, pada bagian luar lapangan

4.2.5. Penentuan Kuantitas Sumur Reinjeksi


Kuatintas aliran injeksi akan bergantung pada enthalpi fluida produksi
dan tekanan separasi yang igunakan pada lapangan uap (steam field). Pada
umumnya seleksi tekanan separasi akan bergantung pada tekanan turbin dan aliran
uap. Bagaimanapun juga, sebaiknya menghindari dilakukannya flashing pada
tekanan atmosfer dan juga membuka brine pada tekanan atmosfer. Keuntungan
injeksi menggunakan temperatur tinggi sudah diketahui dapat memperkecil dan
menghindari pengendapan silika. Kecepatan penambahan oksigen pada brine
seharusnya juga dihindarkan karena menyebabkan korosi pada pipa kerja
dipermukaan ataupun pada sumur injeksi.

Pada umumnya brine yang dipisahkan dan kondensat yang berlebihan


seharusnya dijaga pemisahannya dan dibuang secara bebas. Komponen limbah
terbesar biasanya merupakan brine yang dipisahkan. Kuatintas brine tergantung
pada enthalpi fluidanya dan tekanan atau temperatur pemisahnya. Hal ini mudah
dihitung dari enthalpi campuran fluida dischargenya.

Persamaan yang digunakan, yaitu :

hs hw Qs
Qw Qs
ht hw
Keterangan :

Qn w = aliran air pada tekanan pemisahan

Qn s = aliran uap pada tekanan pemisahan

ht = enthalpi fluida discahrge total

hs = enthalpi uap pada tekanan pemisahan

hw = enthalpi air pada tekanan pemisahan

Jika air yang dipisahkan diijinkan flash pada tekanan atmosfer setelah
pemisahan kemudian harga-harga hw, hs, dan Q pada tekanan atmosfer juga
digunakan.
Kuatintas kondensat yang berlebihan atau blow down tergantung pada
desain cooling tower dan desain secara menyeluruh sistem condensate atau
cooling tower-nya. Kuatintas blowdown dihasilkan dari sistem pendinginan yang
dihitung dari kestimbangan massa dalam sistem air pendinginnya.

Mo = M s + Mm Me - Md

Keterangan :

Mo = blowdown (excess condensate)

Ms = uap kondensat

Mm = susunan air

Me = kehilangan penguapan

Md = kehilangan aliran

4.2.6. Pemilihan Sumur injeksi Yang Sesuai

Dalam penentuan suatu sumur yang sesuai dijadikan sebagai sumur


reinjeksi, maka sebelumnya harus dilakukan dahulu penyelidikan secara hati-hati.
Dari hal ini perlu dilakukan test-test injeksi dan tracer, untuk memilih lokasi dan
kedalaman sumur injeksi. Bagian dari ketidakleluasaan teknik permukaan yang
meliputi panjang pipa dan rute, dan juga biaya pemompaannya adalah merupakan
pertimbangan-pertimbangan yang harus diperhatikan karena secara langsung akan
berpengaruh terhadap pergerakan air ke daerha produksi.
V. KESIMPULAN SEMENTARA

1. Reinjeksi air adalah penginjeksian kembali fluida yang telah


diproduksikan ke dalam reservoir panasbumi, sehingga dapat mengganti
fluida atau uap yang telah diproduksikan (recharge), sehingga bisa
menjaga kesetimbangan massa dan energi.

2. Pola porositas dan permeabilitas merupakan karakteristikyang paling


utama dalam mempengaruhi penempatan spasi sumur.

3. Dalam menentukan tata letak sumur produksi, faktor-faktor geologi yang


perlu dipertimbangakn yaitu meliputi geologi permukaan dan geologi
bawah permukaan. Geologi permukaan meliputi topografi permukaan
yang mencakup evaluasi pegunungan, dataran tinggi, daerah terjal, dataran
rendah dan lainnya

4. Karateristik fluidan dan batuan pada reservoir mempengaruhi aliran


antaran sumur injeksi dengan sumur produksi.

5. Semakin besar laju alir injeksi maka akan berpengaruh terhadap semakin
cepat penurunan temperatur pada sumur produksi yang berada disekitar
sumur injeksi pada reservir vapour dominate.

VI. RENCANA DAFTAR PUSTAKA


1. Grant, Malcolm A. & Bixley, Paul F,. 2011. Geothermal Reservoar
Engineering Second Edition. Elsevier : USA

2. Saptadji, Nenny Miryani. 1996. Teknik Panas bumi, Department


Teknik Perminyakan, ITB : Bandung.

3. Nicholson K. N., 1993. Geothermal Fluids. Chemistry and


Exploration Techniques. xv + 263 pp. Berlin

4. Wahl, F.E., 1977. : Geothermal Energy Utilization, John Wiley &


Sons, New York.

5. Edward F. Wahl., 1977. Geothermal Energi System. Dept. Of


Scientific Press, New York.

6. Iregui, Hunsbedt, Kruger. 1978. Analisis of Heat Transfer and Energy

Recovery In Fractured Geothermal Reservoirs.Stanford Geothermal


Program. London.
VII. RENCANA DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...........................................................................................


HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................
HALAMAN PERSEMBAHAN .........................................................................
RINGKASAN ......................................................................................................
KATA PENGANTAR .........................................................................................

DAFTAR ISI ........................................................................................................

DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................

DAFTAR TABEL ...............................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................

BAB II KARAKTERISTIK RESERVOIR .....................................................

2.1. Syarat Umum Terbentuknya Reservoir Panasbumi.......................


2.1.1 Sistem Recharge dan Discharge......................................
2.1.2 Sumber Panas ..................................................................
2.1.3 Batuan Reservoir .............................................................
2.1.4 Batuan Tudung (Cap Rock) .............................................
2.2. Karakteristik Batuan Reservoir .....................................................
2.2.1. Jenis Batuan Reservoir ..................................................
2.2.1.1 Batuan Beku ...................................................
2.2.1.2 Batuan Sedimen ..............................................
2.2.1.3 Batuan Metamorf ............................................
2.2.2. Komposisi Kimia Batuan Reservoir ................................
2.2.2.1. Komposisi Batuan Berdasarkan Komposisi
Warna ...............................................................
2.2.2.2. Komposisi Unsur Silika ...................................
2.2.3. Sifat-sifat Fisik Batuan Reservoir Panasbumi .................
2.2.3.1. Porositas ...........................................................
2.2.3.2. Permeabilitas ....................................................
2.2.3.3. Densitas ............................................................
2.2.3.4. Tekanan Kapiler ...............................................
2.2.3.5. Saturasi .............................................................
2.2.3.6. Kompresibilitas ................................................
2.2.4 Sifat-sifat Termodinamika Batuan...................................
2.2.4.1. Panas Spesifik Batuan ......................................
2.2.4.2. Konduktivitas Batuan .......................................
2.3. Karakteristik Fluida Reservoir.......................................................
2.3.1. Komposisi Kimia Fluida Reservoir .................................
2.3.1.1 Air ...................................................................
2.2.1.2 Uap..................................................................
2.2.1.3 Gas ..................................................................
2.3.2. Sifat-sifat Fisik Fluida Reservoir .....................................
2.3.2.1. Densitas ............................................................
2.3.2.2. Volume spesifik ...............................................
2.3.2.3. Viskositas .........................................................
2.3.2.4. Tegangan Permukaan .......................................
2.3.2.5. Variasi Temperatur Titik Didih Terhadap
Tekanan ............................................................
2.3.3. Sifat-sifat Termodinamika Fluida Reservoir ...................
2.3.3.1. Kapasitas Panas Fluida .....................................
2.3.3.2. Energi Dalam dan Entalpi ................................
2.3.3.3. Entropi ..............................................................
2.3.3.4. Flowing Entalpi ................................................
2.3.3.5. Konduktivitas Panas Fluida..............................
2.4. Kondisi Reservoir ..........................................................................
2.4.1. Tekanan Reservoir ...........................................................
2.4.2. Temperatur Reservoir ......................................................
2.5. Klasifikasi Reservoir Panasbumi ...................................................
2.5.1 Berdasarkan Sumber Panas ...............................................
2.5.1.1. Sistem Hidrotermal ..........................................
2.4.1.1.1.1 ................................................... Cy
clic System .......................
2.5.1.1.1 Storage System .................................
2.5.1.2. Sistem Geopressure .........................................
2.5.1.3. Sistem Magmatik .............................................
2.5.1.4. Sistem Hot Dry Rock ......................................
2.5.2 Berdasarkan Fasa Fluida ...................................................
2.5.2.1 Reservoir Satu Fasa ..........................................
2.5.2.1.1 Hot Water .........................................
2.5.2.1.2 Warm Water .....................................
2.5.2.1.3 Superheated Steam ...........................
2.5.2.2 Reservoir Dua Fasa ..........................................
2.5.2.2.1 Liquid Dominated Steam .................
2.5.2.2.2 Vapor Dominated Steam ..................
2.5.3 Berdasarkan Enthalpi ........................................................
2.5.3.1 Enthalpi Rendah ...............................................
2.5.3.2 Enthalpi Menengah ...........................................
2.5.4 Berdasarkan Temperatur ...................................................
2.5.4.1 Semi Thermal Field ..........................................
2.5.4.2 Hyperthermal Field ...........................................
2.5.4.2.1 Wet Hyperthermal Field ...................
2.5.4.2.2 Dry Hyperthermal Field.................
2.5.5 Berdasarkan Fluida ...........................................................
2.5.5.1 Chloride Water .................................................
2.5.5.2 Carbonate Water ..............................................
2.5.5.3 Sulphate Water .................................................
2.6 Potensi Reservoir ..........................................................................
2.6.1 Potensi Statik.....................................................................
2.6.2 Potensi Dinamik ................................................................
2.6.3 Cadangan Reservoir ..........................................................
2.6.3.1 Kandungan Panas Batuan dan Fluida Reservoir
..........................................................................
2.6.4 Potensi Uap Terhadap Energi Listrik ................................

BAB III IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK RESERVOIR ........................

3.1. Perolehan Data Sebelum Pemboran ..............................................


3.3.1 Survei Geologi ..................................................................
3.2.2.1. Inventarisasi Penampakan Gejala Panasbumi ....
1.1.1.1.1 Fumarol dan Solfatara .........................
1.1.1.1.2 Mata Air Panas ....................................
1.1.1.1.3 Kubangan Lumpur Panas ....................
1.1.1.1.4 Geyser .................................................
1.1.1.1.5 Kolam Air Panas .................................
1.1.1.1.6 Telaga Air Panas .................................
1.1.1.1.7 Tanah Beruap ......................................
1.1.1.1.8 Tanah Hangat ......................................
1.1.1.1.9 Silika Sinter .........................................
3.2.2.2. Study Geologi ....................................................
3.1.1.2.1 Foto Udara...........................................
3.1.1.2.2 Pemetaan Geologi ...............................
3.1.1.2.3 Alterasi ................................................
3.1.1.2.4 Penentuan Umur Batuan .....................
3.3.2 Survei Geokimia................................................................
3.2.1.1. Penyelidikan Permukaan ....................................
3.1.2.1.1 Aktifitas Natural Hot Spring ...............
3.1.2.1.2 Aktifitas Natural Fumarol ...................
3.1.2.1.3 Analisa Tanah......................................
3.1.2.2. Penentuan Temperatur Reservoir .......................
3.1.2.2.1 Silika Geothermometer .......................
3.1.2.2.2 Na-K Geothermometer ........................
3.1.2.2.3 Na-K-Ca Geothermometer ..................
3.1.2.2.4 18O(SO4-H2O) Geothermometer .........
3.3.3 Survei Geofisika ................................................................
3.1.3.1. Metode Gravity ..................................................
3.1.3.1.1 Dasar Metode ......................................
3.1.3.1.2 Koreksi Data Pengamatan ...................
3.1.3.1.3 Interpretasi Anomali Gravity ..............
3.1.3.2. Metode Magnetik ...............................................
3.1.3.2.1 Dasar Metode ......................................
3.1.3.2.2 Interpretasi Data ..................................
3.1.3.3. Metode Resistivity .............................................
3.1.3.3.1 Dasar Metode ......................................
3.1.3.3.2 Interpretasi Data ..................................
3.1.3.4. Metode Seismik..................................................
3.1.3.4.1 Seismik Aktif ......................................
3.1.3.4.2 Seismik Pasif .......................................
3.1.3.4.2.1 Ground Noise Survey ......
3.1.3.4.2.2 Survei Gempa Bumi Mikro
3.1.3.4.2.3 Survei Teleseismik ..........
3.2. Perolehan Data Selama Pemboran ................................................
3.2.1 Analisa Cutting .................................................................
3.2.1.2. Metode Pengambilan Cutting.............................
3.2.1.3. Pengamatan Indikasi Mineral dan Alterasi
Hidrotermal ........................................................
3.2.2 Coring dan Analisa Coring................................................
3.2.2.1. Bottom Hole Coring ...........................................
3.2.2.1.1 Conventional Coring ...........................
3.2.2.1.2 Wireline Coring...................................
3.2.3 Well Logging ....................................................................
3.2.3.1. Survei Formation Micro Spinner (FMS) ............
3.2.3.2. Temperature Log ................................................
3.2.3.3. Pressure Log .......................................................
3.3. Perolehan Data Setelah Pemboran ................................................
3.3.1 Completion Test ................................................................
4.2.2.1. Water Loss Test..................................................
3.3.1.1.1 Penentuan Lokasi Pusat-pusat Rekah
3.3.1.1.2 Penentuan Produktivitas Pusat-pusat
Rekah .................................................
4.2.2.2. Gross Permeability Test .....................................
3.3.2 Uji Panas ...........................................................................

BAB IV. PERENCANAAN REINJEKSI..

4.1. Tujuan Reinjeksi Air..

4.2. Dasar-Dasar Perencanaan Reinjeksi Air

4.2.1. Perkiraan Model Reservoir Geothermal

4.2.1.1. Model Vertikal ..

4.2.1.1.1. Profil Tekanan

4.2.1.1.2. Profil Temperatur..

4.2.1.2. Model Horisontal

4.2.1.2.1. Profil Resistivity Batuan

4.2.1.2.2. Profil Isothermis.

4.2.1.2.3. Profil Isobar

4.2.1.2.4. Profil Transmissivity.

4.2.2. Pola Distribusi Sumur.

4.2.2.1. Faktor Yang Mempengaruhi Distribusi.

4.2.2.1.1. Karakteristik Batuan Reservoir.

4.2.2.1.2. Struktur Geologi

4.2.2.1.3. Laju Produksi

4.2.2.1.4. Kondisi Morfologi Daerah...


4.2.2.2. Distribusi Sumur...

4.2.2.2.1. Pengaruh Bentuk Geometri Sumur..

4.2.2.2.2. Penentuan Jari-Jari Pengurasan

4.2.2.2.3. Penentuan Pola Spasi Sumur

4.2.2.2.4. Penentuan Jumlah Sumur.

4.2.3. Kelakuan Sumur Selama Injeksi

4.2.4. Pemilihan Lokasi Dan Kedalaman

4.2.4.1. Shallow Reinjection..

4.2.4.2. Deep Reinjection..

4.2.4.3. Reinjection Outside The Field Boundaries..

4.2.5. Penentuan Kuantitas Sumur injeksi..

4.2.6. Pemilihan Sumur injeksi Yang Sesuai..

BAB IV PEMBAHASAN ...................................................................................

BAB V KESIMPULAN .....................................................................................

Вам также может понравиться