Вы находитесь на странице: 1из 7

Kerangka Tektonik Pulau Sumatra

Pulau Sumatra terletak di baratdaya dari Kontinen Sundaland dan merupakan jalur
konvergensi antara Lempeng Hindia-Australia yang menyusup di sebelah barat
Lempeng Eurasia/Sundaland. Konvergensi lempeng menghasilkan subduksi
sepanjang Palung Sunda dan pergerakan lateral menganan dari Sistem Sesar
Sumatra.

Gambar Pembentukan Cekungan Belakang Busur di Pulau Sumatra


(Barber dkk, 2005).

Subduksi dari Lempeng Hindia-Australia dengan batas Lempeng Asia pada masa
Paleogen diperkirakan telah menyebabkan rotasi Lempeng Asia termasuk Sumatra
searah jarum jam. Perubahan posisi Sumatra yang sebelumnya berarah E-W
menjadi SE-NW dimulai pada Eosen-Oligosen. Perubahan tersebut juga
mengindikasikan meningkatnya pergerakan sesar mendatar Sumatra seiring dengan
rotasi. Subduksi oblique dan pengaruh sistem mendatar Sumatra menjadikan
kompleksitas regim stress dan pola strain pada Sumatra (Darman dan Sidi, 2000).
Karakteristik Awal Tersier Sumatra ditandai dengan pembentukkan cekungan-
cekungan belakang busur sepanjang Pulau Sumatra, yaitu Cekungan Sumatra
Utara, Cekungan Sumatra Tengah, dan Cekungan Sumatra Selatan (Gambar
Diatas).

Pulau Sumatra diinterpretasikan dibentuk oleh kolisi dan suturing dari


mikrokontinen di Akhir Pra-Tersier (Pulunggono dan Cameron, 1984; dalam
Barber dkk, 2005). Sekarang Lempeng Samudera Hindia subduksi di bawah
Lempeng Benua Eurasia pada arah N20E dengan rata-rata pergerakannya 6 7
cm/tahun. Konfigurasi cekungan pada daerah Sumatra berhubungan langsung
dengan kehadiran dari subduksi yang menyebabkan non-volcanic fore-
arc dan volcano-plutonik back-arc. Sumatra dapat dibagi menjadi 5
bagian (Darman dan Sidi, 2000):

1. Sunda outer-arc ridge, berada sepanjang batas cekungan fore-arc Sunda dan
yang memisahkan dari lereng trench.
2. Cekungan Fore-arc Sunda, terbentang antara akresi non-vulkanik
punggungan outer-arc dengan bagian di bawah permukaan dan volkanik back-
arc Sumatra.
3. Cekungan Back-arc Sumatra, meliputi Cekungan Sumatra Utara, Tengah, dan
Selatan. Sistem ini berkembang sejalan dengan depresi yang berbeda pada
bagian bawah Bukit Barisan.
4. Bukit Barisan, terjadi pada bagian axial dari pulaunya dan terbentuk terutama
pada Perm-Karbon hingga batuan Mesozoik.
5. Intra-arc Sumatra, dipisahkan oleh uplift berikutnya dan erosi dari daerah
pengendapan terdahulu sehingga memiliki litologi yang mirip pada fore-
arc dan back-arc basin.

Struktur Utama Cekungan Sumatra Selatan

Menurut Salim dkk (1995) Cekungan Sumatra Selatan merupakan cekungan


belakang busur karena berada di belakang Pegunungan Barisan sebagai volcanic-
arc-nya. Cekungan ini berumur Tersier yang terbentuk sebagai akibat adanya
interaksi antara Paparan Sunda sebagai bagian dari Lempeng Kontinen Asia dan
Lempeng Samudera India. Daerah cekungan ini meliputi daerah seluas 330 x 510
km2, bagian barat daya dibatasi oleh singkapan Pra-Tersier Bukit Barisan, di
sebelah timur oleh Paparan Sunda (Sundaland), sebelah barat dibatasi oleh
Pegunungan Tigapuluh dan ke arah tenggara dibatasi oleh Tinggian Lampung.

Menurut Suta dan Xiaoguang (2005; dalam Satya, 2010) perkembangan struktur
maupun evolusi cekungan sejak Tersier merupakan hasil interaksi dari ketiga arah
struktur utama yaitu, berarah timurlaut-baratdaya atau disebut Pola Jambi, berarah
baratlaut-tenggara atau disebut Pola Sumatra, dan berarah utara-selatan atau
disebut Pola Sunda. Hal inilah yang membuat struktur geologi di daerah Cekungan
Sumatra Selatan lebih kompleks dibandingkan cekungan lainnya di Pulau Sumatra.
Struktur geologi berarah timurlaut-baratdaya atau Pola Jambi sangat jelas teramati
di Sub-Cekungan Jambi. Terbentuknya struktur berarah timurlaut-baratdaya di
daerah ini berasosiasi dengan terbentuknya sistem graben di Cekungan Sumatra
Selatan. Struktur lipatan yang berkembang pada Pola Jambi diakibatkan oleh
pengaktifan kembali sesar-sesar normal tersebut pada periode kompresif Plio-
Plistosen yang berasosiasi dengan sesar mendatar (wrench fault). Namun,
intensitas perlipatan pada arah ini tidak begitu kuat.

Pola Sumatra sangat mendominasi di daerah Sub-Cekungan Palembang


(Pulunggono dan Cameron, 1984). Manifestasi struktur Pola Lematang saat ini
berupa perlipatan yang berasosiasi dengan sesar naik yang terbentuk akibat gaya
kompresi Plio-Pleistosen. Struktur geologi berarah utara-selatan atau Pola Sunda
juga terlihat di Cekungan Sumatra Selatan. Pola Sunda yang pada awalnya
dimanifestasikan dengan sesar normal, pada periode tektonik Plio-Pleistosen
teraktifkan kembali sebagai sesar mendatar yang sering kali memperlihatkan pola
perlipatan di permukaan.

Gambar Elemen Struktur Utama pada Cekungan Sumatra Selatan. Orientasi


Timurlaut-baratdaya atau Utara-Selatan Menunjukkan Umur Eo-Oligosen dan
Struktur Inversi Menunjukkan Umur Plio-Pleistosen (Ginger dan Fielding, 2005).
C. Perkembangan Tektonik Pulau Sumatra
Peristiwa Tektonik yang berperan dalam perkembangan Pulau Sumatra dan
Cekungan Sumatra Selatan menurut Pulonggono dkk (1992) adalah:

Fase kompresi yang berlangsung dari Jurasik awal sampai Kapur. Tektonik ini
menghasilkan sesar geser dekstral WNW ESE seperti Sesar Lematang,
Kepayang, Saka, Pantai Selatan Lampung, Musi Lineament dan N S trend.
Terjadi wrench movement dan intrusi granit berumur Jurasik Kapur.

Gambar Fase Kompresi Jurasik Awal Sampai Kapur dan Elipsoid


Model (Pulonggono dkk, 1992).

Fase tensional pada Kapur Akhir sampai Tersier Awal yang menghasilkan sesar
normal dan sesar tumbuh berarah N S dan WNW ESE. Sedimentasi mengisi
cekungan atau terban di atas batuan dasar bersamaan dengan kegiatan gunung api.
Terjadi pengisian awal dari cekungan yaitu Formasi Lahat.

Gambar Fase Tensional Kapur Akhir Sampai Tersier Awal dan Elipsoid Model
(Pulonggono dkk, 1992).

Fase ketiga yaitu adanya aktivitas tektonik Miosen atau Intra Miosen
menyebabkan pengangkatan tepi-tepi cekungan dan diikuti pengendapan
bahan-bahan klastika. Yaitu terendapkannya Formasi Talang Akar, Formasi
Baturaja, Formasi Gumai, Formasi Air Benakat, dan Formasi Muara Enim.

Fase keempat berupa gerak kompresional pada Plio-Plistosen menyebabkan


sebagian Formasi Air Benakat dan Formasi Muara Enim telah menjadi tinggian
tererosi, sedangkan pada daerah yang relatif turun diendapkan Formasi Kasai.
Selanjutnya, terjadi pengangkatan dan perlipatan berarah barat laut di seluruh
daerah cekungan yang mengakhiri pengendapan Tersier di Cekungan Sumatra
Selatan. Selain itu terjadi aktivitas volkanisme pada cekungan belakang busur.

Gambar Fase Kompresi Miosen Tengah Sampai Sekarang dan Elipsoid


Model (Pulonggono dkk, 1992).

Sistem Subduksi Sumatra


Pada akhir Miosen, Pulau Sumatera mengalami rotasi searah jarum jam. Pada
zaman Pliopleistosen, arah struktur geologi berubah menjadi barat daya-timur laut,
di mana aktivitas tersebut terus berlanjut hingga kini. Hal ini disebabkan oleh
pembentukan letak samudera di Laut Andaman dan tumbukan antara Lempeng
Mikro Sunda dan Lempeng India-Australia terjadi pada sudut yang kurang tajam.
Terjadilah kompresi tektonik global dan lahirnya kompleks subduksi sepanjang
tepi barat Pulau Sumatera dan pengangkatan Pegunungan Bukit Barisan pada
zaman Pleistosen.
Pada akhir Miosen Tengah sampai Miosen Akhir, terjadi kompresi pada Laut
Andaman. Sebagai akibatnya, terbentuk tegasan yang berarah NNW-SSE
menghasilkan patahan berarah utara-selatan. Sejak Pliosen sampai kini, akibat
kompresi terbentuk tegasan yang berarah NNE-SSW yang menghasilkan sesar
berarah NE-SW, yang memotong sesar yang berarah utara-selatan.

Di Sumatera, penunjaman tersebut juga menghasilkan rangkaian busur pulau depan


(forearch islands) yang non-vulkanik (seperti: P. Simeulue, P. Banyak, P. Nias, P.
Batu, P. Siberut hingga P. Enggano), rangkaian pegunungan Bukit Barisan dengan
jalur vulkanik di tengahnya, serta sesar aktif The Great Sumatera Fault yang
membelah Pulau Sumatera mulai dari Teluk Semangko hingga Banda Aceh. Sesar
besar ini menerus sampai ke Laut Andaman hingga Burma. Patahan aktif
Semangko ini diperkirakan bergeser sekitar sebelas sentimeter per tahun dan
merupakan daerah rawan gempa bumi dan tanah longsor.

Penunjaman yang terjadi di sebelah barat Sumatra tidak benar-benar tegak lurus
terhadap arah pergerakan Lempeng India-Australia dan Lempeng Eurasia.
Lempeng Eurasia bergerak relatif ke arah tenggara, sedangkan Lempeng India-
Australia bergerak relatif ke arah timurlaut. Karena tidak tegak lurus inilah maka
Pulau Sumatra dirobek sesar mendatar (garis jingga) yang dikenal dengan nama
Sesar Semangko.

Penunjaman Lempeng India Australia juga mempengaruhi geomorfologi Pulau


Sumatera. Adanya penunjaman menjadikan bagian barat Pulau Sumatera terangkat,
sedangkan bagian timur relatif turun. Hal ini menyebabkan bagian barat
mempunyai dataran pantai yang sempit dan kadang-kadang terjal. Pada umumnya,
terumbu karang lebih berkembang dibandingkan berbagai jenis bakau. Bagian
timur yang turun akan menerima tanah hasil erosi dari bagian barat (yang bergerak
naik), sehingga bagian timur memiliki pantai yang datar lagi luas. Di bagian timur,
gambut dan bakau lebih berkembang dibandingkan terumbu karang.

Sistem Sesar Sumatra

Di pulau Sumatera, pergerakan lempeng India dan Australia yang mengakibatkan


kedua lempeng tersebut bertabrakan dan menghasilkan penunjaman menghasilkan
rangkaian busur pulau depan (forearch islands) yang non-vulkanik (seperti: P.
Simeulue, P. Banyak, P. Nias, P. Batu, P. Siberut hingga P. Enggano), rangkaian
pegunungan Bukit Barisan dengan jalur vulkanik di tengahnya, serta sesar aktif
The Great Sumatera Fault yang membelah Pulau Sumatera mulai dari Teluk
Semangko hingga Banda Aceh. Sesar besar ini menerus sampai ke Laut Andaman
hingga Burma. Patahan aktif Semangko ini diperkirakan bergeser sekitar sebelas
sentimeter per tahun dan merupakan daerah rawan gempa bumi dan tanah longsor.

Di samping patahan utama tersebut, terdapat beberapa patahan lainnya, yaitu:


Sesar Aneuk Batee, Sesar Samalanga-Sipopok, Sesar Lhokseumawe, dan Sesar
Blangkejeren. Khusus untuk Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar
dihimpit oleh dua patahan aktif, yaitu Darul Imarah dan Darussalam. Patahan ini
terbentuk sebagai akibat dari adanya pengaruh tekanan tektonik secara global dan
lahirnya kompleks subduksi sepanjang tepi barat Pulau Sumatera serta
pengangkatan Pegunungan Bukit Barisan. Daerah-daerah yang berada di sepanjang
patahan tersebut merupakan wilayah yang rawan gempa bumi dan tanah longsor,
disebabkan oleh adanya aktivitas kegempaan dan kegunungapian yang tinggi.
Banda Aceh sendiri merupakan suatu dataran hasil amblesan sejak Pliosen, hingga
terbentuk sebuah graben. Dataran yang terbentuk tersusun oleh batuan sedimen,
yang berpengaruh besar jika terjadi gempa bumi di sekitarnya.
Penunjaman Lempeng India Australia juga mempengaruhi geomorfologi Pulau
Sumatera. Adanya penunjaman menjadikan bagian barat Pulau Sumatera terangkat,
sedangkan bagian timur relatif turun. Hal ini menyebabkan bagian barat
mempunyai dataran pantai yang sempit dan kadang-kadang terjal. Pada umumnya,
terumbu karang lebih berkembang dibandingkan berbagai jenis bakau. Bagian
timur yang turun akan menerima tanah hasil erosi dari bagian barat (yang bergerak
naik), sehingga bagian timur memiliki pantai yang datar lagi luas. Di bagian timur,
gambut dan bakau lebih berkembang dibandingkan terumbu karang.

Sejarah tektonik Pulau Sumatera berhubungan erat dengan dimulainya peristiwa


pertumbukan antara lempeng India-Australia dan Asia Tenggara, sekitar 45,6 juta
tahun lalu, yang mengakibatkan rangkaian perubahan sistematis dari pergerakan
relatif lempeng-lempeng disertai dengan perubahan kecepatan relatif antar
lempengnya berikut kegiatan ekstrusi yang terjadi padanya. Gerak lempeng India-
Australia yang semula mempunyai kecepatan 86 milimeter / tahun menurun secara
drastis menjadi 40 milimeter/tahun karena terjadi proses tumbukan tersebut.
Penurunan kecepatan terus terjadi sehingga tinggal 30 milimeter/tahun pada awal
proses konfigurasi tektonik yang baru (Char-shin Liu et al, 1983 dalam
Natawidjaja, 1994). Setelah itu kecepatan mengalami kenaikan yang mencolok
sampai sekitar 76 milimeter/tahun (Sieh, 1993 dalam Natawidjaja, 1994). Proses
tumbukan ini, menurut teori indentasi pada akhirnya mengakibatkan
terbentuknya banyak sistem sesar geser di bagian sebelah timur India, untuk
mengakomodasikan perpindahan massa secara tektonik (Tapponier dkk, 1982).

Keadaan Pulau Sumatera menunjukkan bahwa kemiringan penunjaman,


punggungan busur muka dan cekungan busur muka telah terfragmentasi akibat
proses yang terjadi. Kenyataan menunjukkan bahwa adanya transtensi (trans-
tension) Paleosoikum tektonik Sumatera menjadikan tatanan tektonik Sumatera
menunjukkan adanya tiga bagian pola (Sieh, 2000). Bagian selatan terdiri dari
lempeng mikro Sumatera, yang terbentuk sejak 2 juta tahun lalu dengan bentuk,
geometri dan struktur sederhana, bagian tengah cenderung tidak beraturan dan
bagian utara yang tidak selaras dengan pola penunjaman.

D. Periode Tektonik Pulau Sumtera

Penjelasan mengenai periode tektonik wilayah sumatera terbagi menjadi 3 daerah


berdasarkan letak cekungan yang ada di sumatera yaitu cekungan Bengkulu yang
menandakan forearc basin, cekungan Sumateratengah yaitu central basin dan
cekungan Sumatera Selatan yang merupakan backarc basin. Berikut adalah
penjelasan masing masingperiode yang terjadi di masing masing cekungan
tersebut.

a. Cekungan Bengkulu (forearc basin)

Cekungan Bengkulu adalah salah satu cekungan forearc di Indonesia. Cekungan


forearc artinya cekungan yang berposisi di depan jalur volkanik (fore arc ; arc =
jalur volkanik). Berdasarkan berbagai kajian geologi, disepakati bahwa
Pegunungan Barisan( dalam hal ini adalah volcanic arc -nya) mulai naik di sebelah
barat Sumatra pada Miosen Tengah. Pengaruhnya kepada Cekungan Bengkulu
adalah bahwa sebelum Misoen Tengah berarti tidakada forearc basin Bengkulu
sebab pada saat itu arc -nya sendiri tidak ada.Sebelum Miosen Tengah, atau
Paleogen, Cekungan Bengkulu masih merupakan bagian paling barat Cekungan
Sumatera Selatan. Lalu pada periode setelah Miosen Tengah atau Neogen, setelah
Pegunungan Barisan naik, Cekungan Bengkulu dipisahkan dari Cekungan
Sumatera Selatan. Mulai saat itulah,Cekungan Bengkulu menjadi cekungan forearc
dan CekunganSumatera Selatan menjadi cekungan backarc (belakang busur).

Sejarah penyatuan dan pemisahan Cekungan Bengkulu dari Cekungan Sumatera


Selatan dapat dipelajari dari stratigrafi Paleogen dan Neogen kedua cekungan itu.
Dapat diamati bahwa pada Paleogen, stratigrafi kedua cekungan hampir sama.
Keduanya mengembangkan sistem graben di beberapa tempat. Di Cekungan
Bengkulu ada Graben Pagarjati, Graben Kedurang-Manna, Graben Ipuh (pada saat
yang sama di Cekungan SumateraSelatan saat itu ada graben-graben Jambi,
Palembang, Lematang,dan Kepahiang). Tetapi setelah Neogen, Cekungan
Bengkulu masuk kepada cekungan yang lebih dalam daripada Cekungan Sumatera
Selatan, dibuktikan oleh berkembangnya terumbu terumbu karbonat yang masif
pada Miosen Atas yang hampir ekivalen secara umur dengan karbonat Parigi di
Jawa Barat (paraoperator yang pernah bekerja di Bengkulu menyebutnya sebagai
karbonat Parigi juga). Pada saat yang sama, di Cekungan Sumatera Selatan lebih
banyak sedimen-sedimen regresif (Formasi Air Benakat/Lower Palembang dan
Muara Enim/Middle Palembang) karena cekungan sedang mengalami
pengangkatan dan inversi.Secara tektonik, mengapa terjadi perbedaan stratigrafi
pada Neogen di Cekungan Bengkulu yaitu disebabkan Cekungan Bengkulu dalam
fase penenggelaman sementara Cekungan Sumatera Selatan sedang terangkat.

b. Cekungan Sumatera Tengah (central basin)

Pola struktur yang ada saat ini di Cekungan Sumatra Tengah merupakan hasil
sekurang-kurangnya 3 (tiga) fase tektonikutama yang terpisah, yaitu Orogenesa
Mesozoikum Tengah,Tektonik Kapur Akhir-Tersier Awal, dan Orogenesa Plio-
Plistosen(De Coster, 1974).Heidrick dan Aulia (1993), membahas secara terperinci
tentang perkembangan tektonik di Cekungan Sumatra Tengah dengan membaginya
menjadi 3 (tiga) episode tektonik, F1 (fase 1)berlangsung pada Eosen-Oligosen, F2
(fase 2) berlangsung padaMiosen Awal-Miosen Tengah, dan F3 (fase 3)
berlangsung pada Miosen Tengah-Resen. Fase sebelum F1 disebut sebagai fase 0
(F0) yang berlangsung pada Pra Tersier.1. Episode F0 (Pre-Tertiary)Batuan dasar
Pra Tersier di Cekungan Sumatra Tengah terdiri dari lempeng-lempeng benua dan
samudera yang berbentuk mozaik. Orientasi struktur pada batuan dasar
memberikan efek pada lapisan sedimen Tersier yang menumpang di atasnya dan
kemudian mengontrol arah tarikan dan pengaktifan ulang yang terjadi kemudian.
Pola struktur tersebut disebut sebagai elemen struktur F0.

Ada 2 (dua) struktur utama pada batuan dasar. Pertama kelurusan utara -selatan
yang merupakan sesar geser (Transform/WrenchTectonic) berumur Karbon dan
mengalami reaktifisasi selama Permo-Trias, Jura, Kapur dan Tersier. Tinggian-
tinggian yang terbentuk p

Вам также может понравиться