Вы находитесь на странице: 1из 15

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. PROSES TERJADINYA MASALAH


1. Pengertian
Perilaku kekerasan (PK) adalah suatu keadaan dimana seseorang dimana
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri
maupun orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak
terkontrol (Wati, 2010).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang, baik secara fisik maupun psikologis.Berdasarkan definisi ini, perilaku
kekerasan dapat di lakukan secara verbal di arahkan pada diri sendiri, orang lain, dan
lingkungan.Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu perilaku kekrasan
saat sedang berlangsung atau perilaku kekerasan terdahulu (riwayat perilaku
kekerasan).(Keliat, Keperawatan kesehatan jiwa komunitas, 2012)
Perilaku kekerasan merupakan respon terhadap stressor yang di hadapi oleh
seseorang yang di tunjukan dengan perilaku actual melakukan kekerasan, baik pada
diri sendiri orang lain maupun lingkungan secara verbal maupun nonverbal, bertujuan
untuk melukai orang lain secara fisik maupun psikologis (Menurut Berkowizt dalam
buku Yosep 2011).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seorang individu mengalami
perilaku yang dapat melukai secara fisik baik terhadap diri sendiri atau orang lain (
Menurut Towsend dalam buku Yosep 2011).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana klien mengalami perilaku
yang dapat membahayakan di klien sendiri, lingkungan termasuk orang lain dan
barang-barang (Menurut Maramis dalam buku Yosep 2011).

2. Tanda dan gejala


Data subyektif :
a) mengatakan mudah kesal dan jengkel ,
b) merasa semua barang tidak ada harganya sehingga dibanting-banting.
( keliat, proses keperawatan kesehatan jiwa, 1998 )
Data obyektif :
a) Muka merah dan tegang
b) Pandangan tajam
c) Mengatupkan rahang dengan kuat
d) Menegepalkan tangan
e) Jalan mondar-mandir
f) Bicara kasar
g) Suara tinggi, menjerit atau berteriak
h) Mengancam secara verbal atau fisik
i) Melempar atau memukul benda/ orang lain
j) Merusak barang atau benda
k) Tidak memiliki kemampuan mencegah/ mengendalikan perilaku kekerasan
(Keliat, Keperawatan kesehatan jiwa komunitas, 2012).

Menurut Fitria (2009) tanda dan gejala perilaku kekerasan diantaranya adalah :
a. Fisik : mata melotot atau pandangan tajam, tangan mengepal, rahang
mengatup, wajah memerah dan tegang serta postur tubuh kaku.
b. Verbal : mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, bicara dengan nada
keras, kasar dan ketus.
c. Perilaku : menyerang orang lain, melukai diri sendiri, atau orang lain, merusak
lingkungan, amuk atau agresif.
d. Emosi : tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam,
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk ingin berkelahi, menyalahkan
dan menuntut.
e. Intelektual : mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan dan tidak
jarang mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.
f. Spiritual : merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak
bermoral dan kreatifitas terhambat.
g. Sosial : menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan sindiran.
h. Perhatian : bolos, melarikan diri dan melakukan penyimpangan seksual.
Menurut Direja (2011) tanda dan gejala pada pasien data yang perlu dikaji adalah :

Masalah keperawatan Data yang perlu dikaji


Perilaku kekerasan Subjektif
1. Klien mengancam.
2. Klien mengumpat dengan kata-kata kotor.
3. Klien mengatakan dendam dan jengkel.
4. Klien mengatakan ingin berkelahi.
5. Klien menyalahkan dan menuntut.
6. Klien meremehkan.
Objektif
1. Mata melotot/pandangan tajam.
2. Tangan mengepal.
3. Rahang mengatup.
4. Wajah memerah dan tegang.
5. Postur tubuh kaku.
6. Suara keras.

3. Etiologi
a) Faktor predisposisi
1) Teori biologi
Beardasarkan hasil penelitian pada hewan, adanya pemberian stimulus elektris
ringan pada hipotalamus ternyata menimbulkan prilaku agresif, dimana jika
terjadi kerusakan fungsi limbic (untuk emosi dan perilaku) lobus frontal (untuk
pemikiran rasional), lobius temporal (untuk interprestasi indra penciuman dan
memori) akan menimbulakn mata terbuka lebar, pupil berdilatasi, dan hendak
menyerang objek yang ada disekitarnya.
a. Neurologic faktor, beragam komponen dari sistem saraf seperti synap,
neurotransmitter, dendrit, axon terminalis mempunyai peran memfasilitasi
atau menghambat rangsangan dan pesan-pesan yamg akan mempengaruhi
sifat agresif. Sistem limbik sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya
perilaku bermusuhan dan respons agresif.
b. Genetic faktor, adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua,
menjadi potensi perilaku agresif. Menurut riset Kazuo Murakami (2007)
dalam gen manusia terdapat dormant (potensi) agresif yang sedang tidur
dan akan bangun jika terstimulasi oleh faktor eksternal. Menurut penelitian
genetik tipe karkotype XYY, pada umumnya dimiliki oleh penghuni pelaku
tindak kriminal serta orang-orang yang tersangkut hukum akibat perilaku
agresif.
c. Cyrcardian Rhytm (irama sirkardian tubuh), memegang peranan pada
individu. Menurut penelitian pada jam-jam tertentu manusia menghalangi
peningkatan cortisol terutama pada jam-jam sibuk seperti menjelang masuk
kerja dan menjelang berakhirnya pkerjaan sekitar jam 9 dan jam 13. Pada
jam tertentu orang lebih mudah terstimulasi untul bersikap agresif.
d. Biochemistry faktor (Faktor biokimia tubuh) seperti neurotransmiter di otak
(epinephrin, norepinephrin, dopamin, asetikolin, dan serotonin) sangat
berperan dalam penyampaian informasi melalui sistem persyarafan dalam
tubuh, adanya stimulus dari luar tubuh yang di anggap mengancam atau
membahayakan akan dihantar melalui implus neurotransmitter ke otak dan
meresponnya melalui serabut efferent. Peningkatan hormon androgen dan
norephinephrin serta penurunan serotonin dan GABA pada cairan
cerebospinal vertebra dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya perilaku
agresif.
e. Brain Area dirsorder, gangguan pada sistem imbik dan lobus temporal,
sindrom otak organik, tumor otak, trauma otak, penyakit ensepalitis, epilesi
ditemukan sangat berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak
kekerasan.
2) Faktor psikologis
a) Teori Psikoanalisa
Agresif dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat tumbuh kembang
seseorang (life span hystori). Teori ini menjelaskan bahwa adanya
ketidakpusan fase oral antara usia 0-2 tahun dimana anak tidak
mendapatkan kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan air susu yang cukup
cendurung mengembangkan sikap agresif dan bermusuhan setelah dewasa
sebagai kompesasi adanya ketidakpercayaan pada lingkungannya. Tidak
terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang rendah.Perilaku
agresif dan tindak kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka
terhadap rasa ketidakberdayaanya dan rendahnya harga diri pelaku tindak
kekerasan.
b) Imitation, modeling, and information processing theory:
Menurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam lingkungan
yang menolelir kekerasan.Adanya contoh, model dan perilaku yang ditiru
dari madia atau lingkungan sekitar memungkinkan individu meniru
perilaku tersebut. Dalam suatu penelitian beberapa anak dikumpulkan
untuk menonton tayangan pamukulan pada boneka dengan raward positif
(makin keras pukulanya akan diberi coklat), anak lain menonton tayangan
cara mengasihii dan mencium boneka tersebut dengan reward positif pula
(makin baik belainya mendapat hadiah coklat). Setelah anak-anak keluar
dan diberi boneka ternyata masing-masing anak berperilaku sesuai dengan
tontonan yang pernah dialaminya.
c) Learning Theory
Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap lingkungan
terdekatnya.Ia mengamati bagaimana respon ayah saat menerima
kekecewaan dan mengamati bagaimana respons ibu saat marah. Ia juga
belajar bahwa dengan agresifitas lingkungan sekitar menjadi peduli,
bertanya, menanggapi, dan menganggap bahwa dirinya eksis dan patut
untuk diperhitungkan. (Yosep, 2011)
Menurut Farida (2010) faktor predisposisi berdasarkan faktor psikologis perilaku
kekerasan meliputi :
a) Terdapat asumsi bahwa seseorang untuk mencapai suatu tujuan untuk
maengalami hambatan akan timbul dorongan agresif yang memotivasi PK.
b) Berdasarkan penggunaan mekanisme koping individu dan masa kecil yang tidak
menyanangkan.
c) Frustasi
d) Kekerasan dalam rumah atau keluarga.
3) Factor sosial budaya.
Dalam budaya tertentu seperti rebutan berkah, rebutan uang receh, sesaji atau
kotoran kerbau di keraton, serta ritual-ritual yang cenderung mengarah pada
kemusyrikan secara tidak langsung turut memupuk sikap agresif dan ingin
menang sendiri.Kontrol masyarakat yang rendah dan kecenderungan
menerima merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku kekerasan. Hal
ini dipicu dengan maraknya demontrasi,film-film kekerasan, mistik tahayul
dan perdukunan (santet, teluh) dalam tayangan televisi (Yosep, 2011).
Seseorang akan berespon terhadap peningkatan emosionalnya secara agresif
sesuai dengan respons yang dipelajari. Sesuai dengan teori menurut bandura
bahwa agresi tidak berbeda dengan respon-respon yang lain. Factor ini dapat
dipelajari melalui observasi atau imitasi, dan potdapat mempengaruhi perilaku
kekerasan. Adanya norma dapat membantu mendefinisikan ekspresi marah
yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima.(Wati, 2010).
4) Aspek Religiusitas
Dalam tinjauan religiusitas, kemarahan dan agresifitas merupakan dorongan
dan bisikan syetan yang menyukai kerusakan agar menusia menyesal (devil
support). Semua bentuk kekerasan adalah bisikan syetan yang dituruti masunia
sebagai bentuk kompensasi bahwa kebutuhan dirinya terancam dan segera
dipenuhi tetapi tanpa melibatkan akal (ego) dan norma agama (super
ego) (Yosep, 2011).

b) Faktor presipitasi
Menurut Yosep (2011) Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan
sering kali berkaitan dengan:
a) Ekspresi diri, ingin menunjukan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti
dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal
dan sebagainya.
b) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
c) kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuati dalam keluarga serta tidak
membisakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melakukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d) ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan
menempatkan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e) adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi
rasa frustasi.
f) kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan
keluarga.
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa reancam, baik berupa
imjury secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa factor pencetus
injury perilkau kekerassan adalah sebagai berikut(Wati, 2010) :
a) Klien: kelemahan fisik, keputasasaan, ketidakberdayaan, kehidupan yang
penuh dengan agresif, dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
b) Interaksi: penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti, konflik,
mersa terancam baik internal dari permasalan diri klien sendiri maupun
eksternal dari lingkungan.
c) Lingkungan: panas, padat, dan bising.

4. Asuhan Keperawatan
a) Pengkajian
Pengkajian perilaku kekerasan merupakan salah satu respon terhadap stressor
yang di hadapi oleh seseorang.Respons ini dapat menimbulkan kerugian baik
pada diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan.Melihat dampak dari kerugian
yang di timbulkan, penanganan pasien perilaku kekerasan perlu di lakukan
secara tepat dan cepat oleh tenaga yang professional(Wati, 2010).
Kaji Faktor predisposisi dan presipitasi, serta kondisi klien sekarang. Kaji
riwayat keluarga dan masalah yang dihadapi klien.
Jelaskan tanda dan geala klien pada tahap marah, krisis atau perilaku kekerasan,
dan kemungkinan bunuh diri.Muka merah, tergang, pandangan mata tajam,
mondar mandir, memukul, memaksa, irritable, sensitive dan agresif.

Fokus pengkajian pada pasien dengan perilaku kekerasan meliputi :


1) Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan psiritual.
a) Aspek biologis
Respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem syaraf otonom bereaksi
terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat, taki kardi,
muka merah, pupil menebal, pengeluaran urine meningkat. Paad gejala yang
sama dengan kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot
seperti rahang terkatuk tangan di kepel, tubuh kaku dan reflek cepat. Hal ini
disebabkan oleh energi yang di keluarkan saat marah bertambah.
b) Aspek emosional
Individu yang marah karena tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel,
frustasi, dendam, ingin memukul orang lain, ngamuk, bermusuhan dan sakit
hati, menyalahkan dan menuntut.
c) Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses
intelektual, peran pasca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan
lingkungan yang selanjutnya di olah dalam proses intelaktual sebagai suatu
pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara pasien marah, mengidentifikasi
penyebab kemarahan bagai mana informasi di proses, di klarifikasi dan di
integrasikan.
d) Aspek sosial
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep, rasa percaya, dan ketergantungan.
Emosi marah sering merangsang kemarahan orang lain. Klien sering kali
menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku orang lain sehingga
orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar yang
berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan individu
sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan.
e) Aspek spiritual
Kepercayaan nilai moral mempengaruhi hubungan individu dengan
lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat
menimbulkan kemarahan yang di manifestasikan dengan amoral dan rasa tidak
berdosa.
Dari uraian tersebut jelaslah bahwa perawat perlu mengkaji individu secara
komprehensif meliputi aspek fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual yang
secara singkat dapat dilukiskan sebagai berikut; aspek fisik terdiri dari muka
merah, pandangan tajam, napas pendek, dan cepat, berkeringat sakit fisik,
penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat.
Aspek emosi: tidak adekuat, tidak aman, debdam, jengkel. Aspek intelektual :
mendominasi bawel , sarkasme, berdebat, meremehkan. Aspek sosial : menarik
diri, penolakan, kekerasan, ejekan, humor.
Perawat perlu memahami dan membedakan berbagai perilaku yang ditampilkan klien.
Hal ini dapat di analisa dariperbandingan berikut(Yosep, 2011) :

Aspek Pasif Asertif Agresif


Isi Negatif merendahkan Positif menawarkan Menyombongkan
pembicaraan diri misalnya : diri misalnya : saya diri, merendahkan
bisakah saya mampu, saya bisa, orang lain,
melakukan hal itu ? anda boleh, anda misalnya : kamu
bisakah anda dapat. pasti tidak bisa,
melakukannya ?. kamu selalu
melanggar, kamu
tidak pernah
menurut, kamu
tidak akan pernah
bisa.
Tekanan Lambat. Mengeluh Sedang Keras ngotot
suara
Posisi badan Menunduhkan kepala Tegap dan santai Kaku condong
kedepan
Jarak Menjaga jarak dengan Mempertahankan Siap dengan jarak
sikap mengabaikan jarak yang nyaman akan menyerang
orang lain
Penampilan Loyo tidak dapat Sikap tenang Mengancam,
tenang posisi menyerang
Kontak mata Sedikit/sama sekali Mempertahankan Mata meletot dan
tidak kontak mata sesuai dipertahankan
dengan hubungan

Format pengkajian pada pasien risiko perilaku kekerasan


Berikan tanda centang pada kolom yang sesuai dengan data pada pasien
Pelaku/ usia korban/usia
saksi/usia
Aniaya fisik [ ][ ] [ ][ ] [ ] [ ]
Aniaya seksual [ ] [ ] [ ][ ] [ ] []
Penolakan [ ][ ] [ ][ ] [ ][ ]
Kekerasan dalam keluarga [ ][ ] [ ][ ] [ ][ ]
Tindakan criminal [ ][ ] [ ][ ] [ ][ ]
Aktivitas motoric
[ ] lesu [ ] tegang [ ] gelisah [ ] agitasi
[ ] tik [ ] grimasen [ ] tremor [ ] kompulsif
7. Interaksi selama wawancara
[ ] bermusuhan [ ] kontak mata kurang
[ ] tidak kooperatif [ ] defensif
[ ] mudah tersinggung [ ] curiga

b) Pohon Masalah
Stuart dan Sundeen (1997) dalam buku Iyus Yosep, 20111 mengidentifikasikan
pohon masalah perilaku kekerasan sebagai berikut :

Koping keluarga tidak efektif


Inefektif proses terapi
Berduka disfungsional
Isolasi sosial
Gangguan harga diri kronis
Perubahan persepsi sensori halusinasi
Perilaku kekerasan
Risiko tinggi mencederai orang lain

c) Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan di tetapkan sesuai dengan data yang di dapat.
Diagnose keperawatan risiko perilaku kekerasan di rumuskan jika pasien saat ini
tidak melakukan perilaku kekerasan, tetapi pernah melakukan perilaku
kekerasan danbelum mempunyi kemampuan menecegah/mengendalikan
perilaku kekerasan tersebut.
Diagnose keperawatan yang biasa muncul pada pasien dengan perilaku
kekerasan, Menurut(Wati, 2010)Resiko mencederai diri, orang lain dan
lingkungan
1. Resiko cedera
2. Perubahan sensori dan persepsi: halusinasi
3. Koping individu inefektif
d) Tindakan keperawatan
Setelah menegakan diagnosa keperawatan perawat melakukan beberapa
tindakan keperawatan, baik pada pasien maupun keluarganya.
Tindakan keperawatan pada pasien
Tujuan keperawatan
1) Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
2) Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
3) Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah di
lakukannya
4) Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang di
lakukannya
5) Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/ mengendalikan perilaku
kekerasan
6) Pasien dapat mencegah/ mengendalikan perilaku kekerasannya secara
fisik, spiritual, social dan dengan terapi psikofarmaka
Tindakan keperawatan
1) Mengucapkan salam terapeutik
Dalam membina hubungan saling percaya pasien harus merasa aman dan
nyaman saat berinteraksi dengan perawat. Tindakan yang harus perawat
lakukan dalam rangka membina hubungan saling percaya adalah :
a) Mengucapkan salam terapeutik
b) Berjabat tangan
c) Menjelaskan tujuan interaksi
d) Membuat kontrak topic, waktu, dan tempat setiap kali ketemu pasien
2) Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan sekarang dan yang
lalu
3) Diskusikan perasaan, tanda, dan gejala yang di rasakan pasien jika terjadi
penyebab perilaku kekerasan
a) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik
b) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara psikologis
c) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara social
d) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekeraan secara spiritual
e) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual
4) Diskusikan bersama pasien tentang perilaku kekerasan yang biasa di lakukan
pada saat marah :
a) Verbal
b) Terhadap orang lain
c) Terhadap diri sendiri
d) Terhadap lingkungan
5) Diskusikan bersama pasien akibat perilaku kekerasan yang ia lakukan
6) Diskusikan bersama pasien cara mengendalikan perilaku kekerasan yaitu
dengan cara berikut :
a) Fisik : pukul Kasur/ bantal, Tarik napas dalam
b) Obat
c) Social / verbal : menyatakan secar aserif rasa marahnya
d) Spiritual : beribadah sesuai keyakinan pasien
7) Bantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara fisik :
a) Latihan napas dalam dan pukul/ bantal
b) Susun jadwal latihan dalam dan pukul Kasur/ bantal
8) Bantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara social/ verbal :
a) Bantu mengungkapkan rasa marah secara verbal : menolak dan meminta
dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik
b) Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal
9) Bantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara spiritual :
a) Bantu pasien mengendalikan marah secara spiritual : kegiatan ibadah yang
biasa di lakukan
b) Buat jadwal latihan ibadah dan berdoa
10) Bantu pasien mengendalikan perilaku kekerasan degngan patuh minum obat :
a) Bantu pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar (benar
nama pasien, benar nama obat, benar cara pemberian, benear dosis, dan
benar obat) di sertai penjelasan mengenai keguanaan obat dan akibat
berhenti
b) Susun jadwal minum obat secara tertr
11) Ikut sertakan pasien dalam TAK stimulasi persepsi untuk mengendalikan
perilaku kekerasan.
(Keliat, Keperawatan kesehatan jiwa komunitas, 2012)
Tindakan keperawatan pada keluarga
Tujuan keperawatan
Keluarga dapat merawat pasien dirumah.
Tindakan keperawatan
1) Diskusikan maslah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
2) Diskusikan bersama keluarga tentan perilaku kekerasan (penyebab, tanda dan
gejala, perilaku yang muncul, dan akibat dari perilaku tersebut)
3) Diskusikan bersama keluarga tentang kondisi pasien yang perlu segera
dilaporkan kepada perawat, seperti melempar atau memukul benda/orang lain.
4) Bantu latihan keluarga dalam merawat pasien perilaku kekerasan.
5) Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien melakukan tindakan yang telah
diajarkan oleh perawat.
6) Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien jika pasien dapat
melakukan kegiatan tersebut secara tepat.
7) Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan jika pasien
menunjukan gejala-gejala perilaku kekerasan
8) Buat perencanaan bersama keluarga.
9) (Keliat, Model praktik keperawatan profesional jiwa, 2012)

e) Evaluasi
Evaluasi terhadap kemampuan pasien dan keluarga dan kemampuan
perawat.Berikut merupakan table evaluasi pada pasien dengan perilaku
kekerasan(Keliat, Model praktik keperawatan profesional jiwa, 2012).
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perilaku kekerasan merupakan salah satu respon marah yang di ekspresikan dengan
melakukan ancaman mencederai orang lain, dan atau merusak lingkungan. Respon
tersebut biasanya muncul akibat adanya stressor.Respon ini dapat menimbulkan kerugian
baik pada diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan.Melihat dampak dari kerugian yang
di timbulkan, maka penanganan pasien dengan perilaku kekerasan perlu di lakukan secara
cepat dan tepat oleh tenaga-tenaga professional.
Perilaku kekerasan (PK) adalah suatu keadaan dimana seseorang dimana melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang
lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol. Dengan tanda dan
gejala meliputi : Muka merah dan tegang, pandangan tajam, mengatupkan rahang dengan
kuat, menegepalkan tangan , jalan mondar-mandir, bicara kasar, suara tinggi, menjerit
atau berteriak, mengancam secara verbal atau fisik, melempar atau memukul benda/
orang lain, merusak barang atau benda, tidak memiliki kemampuan mencegah/
mengendalikan perilaku kekerasan.

B. Saran
1. Hindarkan klien dari faktor predisposisi maupun presipitasi yang bisa menyebabkan
perilaku kekerasan
2. Beritahu keluarga untuk membantu klien selama masa penyembuhan
DAFTAR PUSTAKA

Direja, A. H. (2011). Buku ajar keperawatan jiwa. Yogyakarta: Nuha medika.


Keliat, B. A. (2012). Keperawatan kesehatan jiwa komunitas. jakarta: EGC.
Keliat, B. A. (2012). Model praktik keperawatan profesional jiwa. jakarta: EGC.
Wati, F. K. (2010). Buku ajar keperawatan jiwa. jakarta: Salemba Medika.
Yosep, I. (2011). Keperawatan Jiwa. jakarta: revita aditama.

Вам также может понравиться