Вы находитесь на странице: 1из 27

KEBUDAYAAN JAWA

Adat Istiadat Jawa dari Manusia Lahir Sampai Meninggal

A. Pengertian Kebudayaan

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama
oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya
merupakan suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan
luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur
sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J.


Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang
terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh
masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.

Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian


nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur
sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan
artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat. Menurut Selo Soemardjan dan
Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta
masyarakat.

Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai


kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan
meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga
dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan
perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai
makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata,
misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni,
dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam
melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
B. Pengertian Adat Istiadat

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adat didefinisikan sebagai aturan


(perbuatan) yang lazim diturut atau dilakukan sejak dahulu kala. Adat adalah wujud
gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai budaya, norma, hukum, dan aturan-
aturan yang satu dengan yang lainnya berkaitan menjadi satu sistem atau kesatuan.
Sementara istiadat didefinisikan sebagai adat kebiasaan. Dengan demikian, adat
istiadat adalah himpunan kaidah-kaidah sosial yang sejak lama ada dan telah
menjadi kebiasaan (tradisi) dalam masyarakat. Sebagai contoh, dalam masyarakat
Jawa terdapat adat istiadat untuk melakukan upacara Selapanan ketika seorang bayi
telah berumur 40 hari. Upacara ini sudah menjadi kebiasaan masyarakat Jawa sejak
lama.

C. Adat Istiadat Jawa Pada Masa Kehamilan dan Kelairan Anak

Macam-Macam Upacara Adat Jawa Saat Prosesi Kehamilan

Kehamilan merupakan masa-masa yang tidak terlupakan bagi seorang ibu,


di adat Jawa terdapat beberapa upacara saat prosesi kehamilan yang sudah turun-
temurun diwariskan oleh nenek moyang, upacara-upacara tersebut antara lain
sebagai berikut:

Upacara Tiga Bulanan Upacara ini dilaksanakan pada saat usia kehamilan
adalah tiga bulan. Di usia ini roh ditiupkan pada jabang bayi, biasanya upacara ini
dilakukan berupa tasyakuran. Upacara Tingkepan natau Mitoni Upacara tingkepan
disebut juga mitoni, berasal dari kata pitu yang berarti tujuh, sehingga upacara
mitoni dilakukan pada saat usia kehamilan tujuh bulan, dan pada kehamilan
pertama.

Dalam pelaksanaan upacara tingkepan, ibu yang sedang hamil tujuh bulan
dimandikan dengan air kembang setaman, disertai dengan doa-doa khusus. Berikut
ini adalah tata cara pelaksanan upacara tingkepan antara lain:

Siraman dilakukan oleh sesepuh sebanyak tujuh orang. Bermakna mohon doa
restu supaya suci lahir dan batin. Setelah upacara siraman selesai, air kendi
tujuh mata air dipergunakan untuk mencuci muka, setelah air dalam kendi
habis, kendi dipecah.
Memasukkan telur ayam kampong ke dalam kain (sarung) calon ibu oleh suami
melaluo perut sampai pecah, hal ini merupakan harapan supaya bayi lahir
dengan lancar tanpa suatu halangan.
Berganti nyamping sebanyak tujuh kali secara begantian, disertai kain putih.
Kain putih sebagai dasar pakaian pertama, yang melambangkan bayi yang akan
dilahirkan adalah suci, dan mendapat berkah dari Tuhan YME. Diiringi dengan
pertanyaan sudah pantas atau belum sampai ganti enam kali dijawab oleh
ibu-ibu yang hadir belum pantas sampai yang terakhir ke tujuh kali dengan
kain sederhana dijawab pantas. Adapun nyamping yang dipakaikan secara
urut dan bergantian berjumlah tujuh dan diakhiri dengan motig yang paling
sederhana, urutannya adalah sebagai berikut:
1. Sidoluhur
2. Sidomukti
3. Truntum
4. Wahyu Tumurun
5. Udan Riris
6. Sido Asih
7. Lasem sebagai kain
8. Dringin sebagai kemben

D. Beberapa Pantangan Dalam Prosesi Kehamilan Adat Jawa

Berikut ini adalah pantangan bagi calon ibu dan calon ayah menurut tradisi
Jawa, antara lain sebagai berikut:

Ibu hamil dan suaminya dilarang membunuh binatang, sebab jika itu dilakukan
bisa menimbulkan cacat pada janin sesuai dengan perbuatannya itu.
Membawa gunting kecil / pisau / benda tajam lainnya di kantung baju si ibu
agar janin terhindar dari marabahaya.
Ibu tidak boleh keluar malam, karena banyak roh jahat yang akan mengganggu
janin.
Ibu hamil dilarang melilitkan handuk di leher agar anak yang dikandungnya
tidak dililit tali pusar.
Ibu hamil tidak boleh benci kepada sesorang secara berlebihan, nanri anaknya
jadi mirip seperti orang yang dibenci tersebut.
Ibu hamil tidak boleh makan pisang yang dempet, nanti anaknya jadi kembar
siam.
Amit-amit adalah ungkapan yang harus diucapkan sebagai dzikir-nya
orang hamil ketika melihat peristiwa yang menjijikan, mengerikan,
mengecewakan dan sebagainya sebagai harapan janin terhindar dari kejadian
tersebut.
Ngidam adalah prilaku khas perempuan hamil yang menginginkan sesuatu,
makanan atau sifat tertentu terutama diawal kehamilannya. Jika tidak dituruti
maka anaknya akan mudah mengeluarkan air liur.
Dilarang makan nanas, nanas dipercaya dapat menyebabkan janin dalam
kandungan gugur.
Jangan makan ikan mentar agar bayi tidak bau amis.
Untuk sang ayah dilarang mengganggu, melukai, bahkan membunuh hewan.
Contohnya memancing, membunuh hewan, memburu, dan lain-lain.

Serta masih banyak pantangan-pantangan lain yang harus dihindari oleh calon
ibu maupun ayah. Namun sebenarnya pantangan-pantangan tersebut dapat dinalar
apabila ditelaah menurut ilmu pengetahuan, hanya saja beberapa kemungkinan
tidak tertuju langsung dengan keberlangsungan hidup si jabang bayi kelak.

E. Macam-Macam Upacara Adat Untuk Bayi

Berikut ini beberapa upacara tradisi jawa yang dilakukan saat kelahiran bayi, yakni:

1. Mengubur Ari-ari

Ari-ari secara medis merupakan sebuah organ yang berfungsi untuk


menyalurkan berbagai nutrisi dan oksigen dari ibu ke janin di dalam rahim. Lewat
ari-ari juga zat-zat antibodi, berbagai hormon dan gizi disalurkan sehingga janin
bisa tumbuh dan berkembang menjadi bayi. Bagi orang jawa ari-ari memiliki jasa
yang cukup besar sebagai batir bayi (teman bayi) sejak dalam kandungan. Oleh
karena itu sejak fungsi utama ari-ari berakhir ketika bayi lahir, organ ini akan tetap
dirawat dan dikubur sedemikian rupa agar tidak dimakan binatang ataupun
membusuk di tempat sampah. Upacara mendhem ari-ari ini biasanya dilakukan
oleh sang ayah, berada di dekat pintu utama rumah, diberi pagar bambu dan
penerangan berupa lampu minyak selama 35 hari (selapan).

2. Brokohan

Brokohan merupakan salah satu upacara tradisi jawa untuk menyambut


kelahiran bayi yang dilaksanakan sehari setelah bayi lahir. Kata Brokohan sendiri
berasal dari kata barokah-an, yang artinya memohon berkah dan keselamatan atas
kelahiran bayi. Dalam acara ini biasanya para tetangga dekat dan sanak saudara
berdatangan berkumpul sebagai tanda turut bahagia atas kelahiran bayi yang dapat
berjalan dengan lancar. Tak sedikit para tetangga yang membawa bermacam oleh-
oleh berupa perlengkapan bayi dan makanan untuk keluarga yang melahirkan.

3. Sepasaran

Sepasaran merupakan salah satu upacara adat bagi bayi berumur lima hari.
Acara ini biasanya dilaksanakan dengan mengadakan hajatan yang mengundang
saudara dari tetangga. Suguhan yang disajikan biasanya berupa minuman serta
jajanan pasar. Selain itu juga terkadang pula ada yang dibungkus tapi menggunakan
besek (tempat makanan terbuat dari anyaman bambu) ataupun lainnya untuk
dibawa pulang. Adapun inti dari acara sepasaran ini adalah upacara selamatan
sekaligus mengumumkan nama bayi yang telah lahir. Upacara ini umumnya
diselengarakan secara sederhana, tetapi jika bersamaan dengan pemberian nama
pada si bayi upacara ini bisa dilakukan secara meriah.

4. Puputan

Upacara puputan dilakukan ketika tali pusar yang menempel pada perut
bayi sudah putus. Pelaksanaan upacara ini biasanya berupa kenduri memohon pada
Tuhan YME agar si anak yang telah puput puser selalu diberkahi, diberi
keselamatan dan kesehatan. Orang tua jaman dulu melaksanakan
upacara puputan dengan menyediakan berbagi macam sesaji, namun masyarakat
jawa modern biasanya acara puputan dibuat bersamaan dengan
upacara sepasaran ataupun selapanan, hal ini tergantung kapan tali pusar putus
dari pusar bayi.

5. Selapanan

Upacara Selapanan dilakukan 35 hari (selapan) setelah kelahiran bayi.


Upacara selapanan ini dilangsungkan dengan rangkaian acara bancakan
weton (kenduri hari kelahiran), pemotongan rambut bayi hinngga gundul dan
pemotongan kuku bayi. Pemotongan rambut dan kuku ini bertujuan untuk menjaga
kesehatan bayi agar kulit kepala dan jari bayi tetap bersih. Sedangkan bancakan
selapanan dimaksudkan sebagai rasa syukur atas kelahiran bayi, sekaligus sebah
doa agar kedepannya si jabang bayi selalu diberi kesehatan, cepat besar, dan
berbagai doa kebaikan lainnya.

Bukan hanya pada saat kehamilan saja upacara adat atau ritual dilaksanakan.
Ketika bayi itu pun lahir masih ada ritual dan upacara adat. Upacara ini pun
berlangsung hingga si anak menginjak usia satu tahun. Namun, pelaksanaan
upacara ini dilaksanakan hanya di usia tertentu saja, berikut jenis-jenis upacara adat
Jawa yang berkaitan dengan kelahiran anak. Terkadang upacara ini dilangsungkan
bersamaan dengan upacara aqiqah. Akulturasi budaya Jawa-Islam sangat terlihat
dalam upacara Aqiqah. Upacara ini dilaksanakan dengan penyembelihan hewan
kurban berupa domba/kambing. Jika anak yang dilahirkan laki-laki biasanya
menyembelih dua ekor kambing, dan bila anak yag dilahirkan adalah perempuan
maka akan menyembelih satu ekor kambing.
F. Upacara Adat Pada Masa Anak Anak

1. Syukuran tedak siten


Tedak berarti turun, dan siten berasal dari kata siti , yang berarti tanah. Dalam
tradisi Jawa, saat seseorang menginjakkan kakinya pada bumi, Sang Ibu Pertiwi,
untuk pertama kalinya, amatlah penting.
Upacara ini dilakukan pada saat bayi berumur pitung lapan , atau 7 lapan, atau 7 X
35 hari, dijatuhkan pada hari weton si bayi; jika bayi lahir pada Senin Kliwon , maka
tedak sitennya dilaksanakan pada Senin Kliwon juga.
Uba rampe yang disiapkan adalah:
1. Jadah (ketan sudah dimasak, lalu ditumbuk), 7 warna, yaitu: hitam, merah,
putih, kuning, biru, hijau, dan ungu. Setiap warna, ditempatkan dalam piring
kecil, lalu ditempatkan membentuk garis lurus menuju kurungan ayam.
2. Tangga yang dibuat dari tebu wulung (kulitnya berwarna wulung , ungu),
dengan 9 anak tangga; tangga ini disandarkan pada kurungan ayam. Dipilih
angka 9, karena merupakan angka maksimum. Tebu wulung merupakan
singkatan ante ping kalbu wu juding lelung an.
3. Kurungan ayam, yang dihias secukupnya, di dalamnya berisi barang kebutuhan
sehari-hari, misalnya alat tulis, uang, mainan anak, dan sebagainya
4. Kembang setaman , dimasukkan ke dalam bokor yang berisi air.
5. Beras kuning yang dicampur uang receh (koin)
6. Tumpeng, bubur abang putih , dan jajan pasar

Urutan upacara adalah seperti berikut.

1. Dengan dituntun ibunya (Jawa dititah atau ditetah ), si bayi menginjakkan


kaki pada jadah aneka warna, menuju tangga tebu wulung , langsung menaiki
tangga itu. Upacara menginjak jadah aneka warna ini melambangkan, bahwa
si ibu mendidik anaknya mengarungi samudera kehidupan yang beraneka
warna; si ibu juga membimbing anaknya menaiki tangga tebu, agar anaknya
mampu meningkatkan harkat dan martabatnya..
2. Kurungan ayam dibuka, si bayi dimasukkan ke dalamnya, lalu kurungan
ditutup lagi. Biarkan si bayi mengambil barang-barang atau permainan yang
ada di dalamnya. Benda apa yang diambil si bayi, dianggap apa yang menjadi
cita-citanya. Jika si bayi mengambil uang, dianggap ia akan bekerja di bank,
jika mengambil alat tulis, dianggap ia akan menjadi cerdik pandai.
3. Setelah itu,bayi dimandikan atau cuci muka dengan air kembang setaman.
4. Beras kuning ditaburkan, di sekitar kurungan. Para tamu boleh merebut atau
mengambil uang recehnya. Ini melambangkan, semoga setelah dewasa, si
bayi mempunyai sifat dermawan, suka memberi.
5. Terakhir adalah kembul bujono.

Pada syukuran-syukuran itu, lazimnya disajikan nasi tumpeng, bubur merah


putih, dan jajan pasar. Setelah doa, tumpeng dimakan bersama. Ada juga yang
mengirimkan nasi gudangan ke tetangga.

2. Khitanan
Zaman dulu, ada yang dinamakan tetesan , yaitu memotong sebagian
klitoris organ kelamin anak perempuan, pada saat dia berumur 8 tahun (1 windu).
Lalu, berubah, yang diiris hanya kunyit. Sekarang, tampaknya tradisi ini sudah
hilang sama sekali. Jika tetesan dilakukan pada anak perempuan, maka khitanan
(sunatan ) dilakukan pada anak laki-laki. Umur anak yang dikhitan bervariasi; ada
orang tua yang mengkhitan anak lelakinya pada umur 4 tahun; ada juga yang
menyerahkan kepada anaknya kapan mau dikhitan.
Ada yang menterjemahkan kata khitanan menjadi meng-islam-kan.
Sebenarnya, tradisi khitan bukan hanya ada pada orang Islam, orang Yahudi juga
melakukan tradisi ini. Khitanan adalah memotong kulup (praeputium ) yang ada di
ujung alat kelamin anak laki-laki. Khitanan ini baik bagi kesehatan karena alat
kelamin menjadi selalu bersih. Khitanan dapat dilakukan oleh juru khitan, atau
dukun sunat; sekarang dilakukan oleh petugas medis (dokter), dan paramedis
(mantri). Di kota-kota, dijumpai khitan center.
Khitanan dapat dilakukan di rumah, di rumah sakit, klinik, atau khitan
center. Bahkan, ada juga khitanan masal. Ada berbagai variasi upacara khitan; ada
yang sekedar ke klinik, lalu pulang, selesai. Ada juga yang lebih rumit; anaknya
memakai pakaian kejawen (dari blangkon sampai nyampingan), ada acara
sungkeman, dan sebagainya. Kiranya, urutan upacara dan ramainya upacara
khitanan, tergantung pada orang tua si anak.

G. Prosesi dan Tata Cara Pada Pernikahan

Budaya Jawa merupakan salah satu kebudayaan yang dimiliki bangsa


Indonesia yang di dalam tradisinya memiliki nilai-nilai keluhuran dan kearifan
budaya yang menjadi ciri khas masyarakat Jawa. Setiap tradisi dalam masyarakat
Jawa memiliki arti dan makna filosofis yang mendalam dan luhur. Begitu pula pada
prosesi & Tata cara pernikahan adat Jawa yang sarat makna serta folosofi yang
apabila dipelajari dan didalami akan memberi kesan unik, sakral dan khidmat saat
dijalankan, berikut sekilas Kronologi, Tata cara dan maknanya:

a) Kronologis

Kronologis ketemu jodoh pada orang Jawa dahulu, biasanya melalui cara yang
disebut:

1) Babat alas artinya membuka hutan untuk merintis membuat lahan. Dalam hal
babat alas ini orangtua pemuda merintis seorang congkok untuk mengetahui
apakah si gadis sudah mempunyai calon atau belum. Istilah umumnya disebut
nakokake artinya menanyakan.
2) Kalau sang pemuda belum kenal dengan sang gadis, maka adanya upacara
nontoni
Yaitu sang pemuda diajak keluarganya datang ke rumah sang gadis, pada saat
pemuda pemuda itu diajak/ diberi kesempatan untuk nontoni sang gadis pilihan
orang tuanya.
3) Bila cocok artinya saling setuju, kemudian disusul dengan upacara nglamar
atau meminang. Dalam upacara nglamar, keluarga pihak sang pemuda
menyerahkan barang kepada pihak sang gadis sebagai peningset yang terdiri
dari pakaian lengkap, dalam bahasa Jawanya sandangan sapangadek.
4) Menjelang hari perkawinan diadakan upacara srah-srahan atau asok tukon yaitu
pihak calon pengantin putra menyerahkan sejumlah hadiah perkawinan kepada
keluarga pihak calon pengantin putri berupa hasil bumi, alat-alat rumah tangga,
ternak dan kadang-kadang ditambah sejumlah uang.
5) Kira-kira 7 hari (dulu 40 hari) sebelum hari pernikahan calon pengantin putri
dipingit artinya tidak boleh keluar dari rumah dan tidak boleh bertemu dengan
calon suaminya. Selama masa pingitan calon pengantin putri membersihkan
diri dengan mandi kramas dan badannya diberi lulur.
6) Sehari atau dua hari sebelum upacara akad nikah di rumah orangtua calon
pengantin putri membuat tratag dan menghias rumah. Kesibukan tersebut
biasanya juga dinamakan upacara pasang tarub.
7) Upacara siraman yaitu memandikan calon pengantin putri dengan kembang
telon yaitu bunga mawar, melati dan kenanga dan selanjutnya disusul dengan
upacara ngerik. Upacara ngerik yaitu membersihkan bulu-bulu rambut yang
terdapat di dahi, kuduk, tengkuk dan di pipi.
8) Setelah upacara ngerik, maka pada malam hari diadakan upacara malam
Midodareni. Calon pengantin putra datang ke rumah pengantin putri dan
selanjutnya calon pengantin putra menjalani upacara nyantri.
9) Pada pagi harinya atau sore harinya dilangsungkan upacara ijab kabul yaitu
meresmikan kedua insan antara pria dan wanita yang memadu kasih telah sah
menjadi suami istri.
10) Sehabis upacara ijab kabul dilangsungkan upacara panggih atau temon yaitu
pengantin putra dan pengantin putri ditemukan yang berakhir duduk
bersanding di pelaminan.
11) Lima hari setelah akad nikah dan upacara panggih diadakan upacara sepasaran
pengantin atau ngunduh mantu apabila disertai dengan pesta.

b) Rangkaian Upacara Adat Pengantin Jawa

Rangkaian upacara adat pengantin Jawa secara kronologis diuraikan dari awal
sampai akhir sebagai berikut
1. Upacara siraman pengantin putra-putri
2. Upacara malam midodareni
3. Upacara akad nikah / ijab kabul
4. Upacara panggih / temu
5. Upacara resepsi
6. Upacara sesudah pernikahan

Makna rangkaian upacara tersebut secara perinci dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Upacara Siraman Pengantin Putra-putri

Upacara siraman ini dilangsungkan sehari sebelum akad nikah (ijab


kabul). Akad nikah dilangsungkan secara/menurut agama masing-masing dan
hal ini tidak mempengaruhi jalannya upacara adat. Langkah-langkah yang
perlu diperhatikan pada upacara siraman adalah :

a) Siraman Pengantin Putri


Pengantin putri pada upacara siraman sebaiknya mengenakan kain dengan
motif Grompol yang dirangkapi dengan kain mori putih bersih sepanjang dua
meter dan pengantin putri rambutnya terurai.
Yang bertugas menyiram pengantin putri adalah :
Bapak dan Ibu pengantin putri, disusul Bapak dan Ibu pengantin putra,
diteruskan oleh orang-orang tua serta keluarga yang dianggap telah pantas
sebagai teladan. Siraman ini dilanjutkan dan diakhiri juru rias dan paling
akhir adalah dilakukan oleh pengantin sendiri, sebaiknya pergunakan air
hangat agar pengantin yang disirami tidak masuk angin.

b) Siraman Pengantin Putra


Urut-urutan upacara siraman pengantin putra adalah sama seperti sirama
pengantin putri hanya yang menyiram pertama adalah Bapak pengantin putra.
Setelah upacara siraman pengantin selesai, maka pengantin putra ke tempat
pemondokan yang tidak jauh dari tempat kediaman pengantin putri. Dalam
hal ini pengantin putra belum diizinkan tinggal serumah dengan pengantin
putri. Sedangkan pengantin putri setelah siraman berganti busana dengan
busana kerik, yaitu pengantin putri akan dipotong rambut bagian depan pada
dahi secara merata.
2) Upacara Midodareni

Dalam upacara midodareni pengantin putri mengenakan busana polos


artinya dilarang mengenakan perhiasan apa-pun kecuali cincin kawin. Dalam
malam midodareni itulah baru dapat dikatakan pengantin dan sebelumnya
disebut calon pengantin. Pada malam itu pengantin putra datang ke rumah
pengantin putri. Untuk model Yogyakarta pengantin putra mengenakan busana
kasatrian yaitu baju surjan, blangkon model Yogyakarta, kalung korset,
mengenakan keris, sedangkan model Surakarta, pengantin putra mengenakan
busana Pangeran yaitu mengenakan jas beskap, kalung korset dan mengenakan
keris pula. Untuk mempermudah maka pengantin putra pada waktu malam
midodareni boleh juga mengenakan jas lengkap dengan mengenakan dasi asal
jangan dasi kupu-kupu.

Kira-kira pukul 19:00, pengantin putra datang ke rumah pengantin putri


untuk berkenalan dengan keluarga dan rekan-rekan pengantin putri. Setibanya
pengantin putra, maka terus diserahkan kepada Bapak dan Ibu pengantin putri.
Setelah penyerahan diterima pengantin putra diantarkan ke pondok yang telah
disediakan yang jaraknya tidak begitu berjauhan dengan rumah pengantin
putri. Pondokan telah disediakan makanan dan minuman sekedarnya dan
setelah makan dan minum ala kadarnya maka pengantin putra menuju ke
tempat pengantin putri untuk menemui para tamu secukupnya kemudia
pengantin putra kembali ke pondokan untuk beristirahat. Jadi jangan sampai
jauh malam, karena menjaga kondisi fisik seterusnya. Jadi kira-kira pukul
22:00 harus sudah kembali ke pondokan. Hal ini perlu mendapatkan perhatian
sepenuhnya agar jangan sampai pengantin menjadi sangat lelah karena kurang
tidur. Setelah upacara malam midodareni ini masih disusul dengan upacara-
upacara lainnya yang kesemuanya itu cukup melelahkan kedua pengantin.

Pada malam midodareni pengantin putri tetap di dalam kamar


pengantin dan setelah pukul 24:00 baru diperbolehkan tidur. Pada malam
midodareni ini para tamu biasanya berpasangan suami istri. Keadaan malam
midodareni harus cukup tenang dan suasana khidmat, tidak terdengar
percakapan-percakapan yang terlalu keras.
Para tamu bercakap-cakap dengan tamu lain yang berdekatan saja. Pada
pukul 22:00 24:00 para tamu diberikan hidangan makan dan sedapat mungkin
nasi dengan lauk-pauk opor ayam dan telur ayam kampung, ditambah dengan
lalapan daun kemangi. Perlengkapan yang diperlukan untuk upacara panggih :
a. Empat sindur untuk dipakai oleh kedua belah orang tua
b. Empat meter kain mori putih yang dibagi menjadi dua bagian masing-
masing dua meter.
c. Dua lembar tikar yang akan dipergunakan untuk duduk pengantin putri
pada waktu di rias.
d. Dua buah kendhi untuk siraman pengantin putra-putri.
e. Dua butir kelapa gading yang masih utuh dan masih pada tangkainya.
f. Sebutir telur ayam kampung yang masih mentah dan baru.
g. Sebungkus bunga setaman.
h. Satu buah baskom / pengaron yang telah ada air serta gayungnya untuk
upacara membasuh kaki pengantin putra.
i. Dua helai kain sindur dengan bentuk segi empat digunakan pada upacara
tanpa kaya atau kantongan yang terbuat dari kain apa saja.
j. Daham klimah yaitu upacara makan bersama-sama (dulangan) atau suap-
suapan pengantin putri menyuapi pengantin putra dan sebaliknya.
k. Dahar klimah, pada upacara dahar klimah makanan yang perlu disiapkan
adalah : nasi kuning ditaburi bawang merah yang telah digoreng dan opor
ayam. Pada upacara tanpa kaya yang perlu disediakan ialah : kantongan
yang berisi uang logam, beras, kacang tanah, kacang hijau, kedelai, jagung
dan lain-lain.

3) Upacara Akad Nikah

Upacara akad nikah dilaksanakan menurut agamanya masing-masing.


Dalam hal ini tidak mempengaruhi jalannya upacara selanjutnya. Bagi pemeluk
agama Islam akad nikah dapat dilangsungkan di masjid atau mendatangkan
Penghulu. Setelah akad nikah diberikan petunjuk sebagai berikut : Setelah upacara
akad nikah selesai,pengantin putra tetap menunggu di luar untuk upacara
selanjutnya. Yang perlu mendapatkan perhatian ialah selama upacara akad nikah
pengantin putra boleh mengenakan keris (keris harus dicabut terlebih dahulu) dan
kain yang dopakai oleh kedua pengantin tidak boleh bermotif hewan begitu pula
blangkon yang dipakai pengantin putra. Bagi pemeluk agama Katholik atau Kristen
akad nikah dilangsungkan di gereja. Untuk pemeluk agama Katholik dinamakan
menerima Sakramen Ijab, baik agama Islam maupun Katholik atau Kristen
pelaksanaan akad nikah harus didahulukan dan setelah selesai Ijab Kabul barulah
upacara adat dapat dilangsungkan.

4) Upacara Panggih

Bagian I

Upacara balangan sedah / lempar sirih yaitu pengantin putra dan pengantin
putri saling melempar sirih, setelah itu disusul dengan berjabat tangan tanda saling
mengenal.

Bagian II

Upacara Wiji Dadi

Sebelum pengantin putra menginjak telur, pengantin putri membasuh terlebih


dahulu kedua kaki pengantin putra.

Bagian III

Upacara sindur binayang yaitu pasangan pengantin berjalan dibelakang ayah


pengantin putri, sedangkan ibu pengantin putri dibelakangnya pengantin tersebut.
Hal ini mempunyai makna Bapak selalu membimbing putra-putrinya menuju
kebahagiaan, sedangkan Ibu memberikan dorongan tut wuri handayani.

Bagian IV

Timbang (Pangkon) dan disusul upacara tanem


Upacara tanem yaitu Bapak pengantin putri mempersilahkan duduk kedua
pengantin di pelaminan yang bermakna bahwa Bapak telah merestui dan
mengesahkan kedua pengantin menjadi suami istri.
Bagian V

Upacara tukar kalpika yang disebut juga tukar cincin yaitu memindahkan dari jari
manis kiri ke jari manis kanan dan dilaksanakan saling memindahkan. Hal ini
mempunyai makna bahwa suami istri telah memadu kasih sayang untuk mencapai
hidup bahagia sepanjang hidup.

Bagian VI

Kacar-kucur (tanpa kaya)

Upacara kacar-kucur atau disebut guna kaya yang bermakna bahwa hasil jerih
payah sang suami diperuntukkan kepada sang istri untuk kebutuhan keluarga.

Bagian VII

Kembul Dhahar Sekul Walimah

Upacara kembul dhahar yaitu kedua pengantin saling suap-suapan secara lahap. Hal
ini bermakna bahwa hasil jerih payah dan rejeki yang diterimanya adalah berkat
Rahmat Tuhan dan untuk mencukupi keluarganya. Segala suka dan duka harus
dipikul bersama-sama.

Bagian VIII

Pengantin putra dengan sabar menunggu pengantin putri menghabiskan


Dhaharan.Biasanya Ibu lebih sayang untuk membuang makanan. Hal ini bermakna
agar Tuhan selalu memberikan rezeki dan selalu mensyukuri rezeki yang
diterimanya.

Bagian IX

Upacara Mertuwi

Bapak dan Ibu pengantin putra datang dijemput oleh Bapak dan Ibu pengantin putri
untuk menjenguk pengesahan perkawinan putrinya. Setelah dipersilahkan duduk
oleh Bapak dan Ibu pengantin putri lalu dilangsungkan upacara sungkeman.
Apabila Ayah atau Bapak pengantin putra telah meninggal dunia, maka sebagai
gantinya yaitu kakak pengantin putra atau pamannya.
Bagian X

Upacara Sungkeman

Upacara sungkeman / Ngebekten yaitu kedua pengantin berlutut untuk menyembah


kepada Bapak dan Ibu dari kedua pengantin. Dalam hal ini bermakna bahwa kedua
pengantin tetap berbakti kepada Bapak / Ibu pengantin, serta mohon doa restu agar
Tuhan selalu memberikan rahmatnya.

H. Upacara Ngunduh Mantu

Pada pernikahan adat Jawa, setelah penyelenggaraan upacara pernikahan


yang dilaksanakan di rumah keluarga mempelai wanita, beberapa hari kemudian
(biasanya 5 hari/sepasar) oleh pihak keluarga mempelai pria diadakan upacara
Mboyong Temanten, Ngunduh Temanten atau Ngunduh Mantu. Upacara ngunduh
mantu yang dilakukan oleh orang tua mempelai pria di rumahnya dengan
mendatangkan kedua pengantin dan keluarga mempelai wanita ini diselenggaran
sebagai ungkapan rasa syukur atas keberhasilannya dalam memperoleh menantu
yang sesuai harapan dan idamannya. Penyerahan putra pengantin wanita kepada
keluarga pengantin pria diiringi dengan lantunan gending atau Rerepan Sekar
Pangkur Gedhong Kuning diteruskan ayak-ayak. Kedatangan kedua mempelai
memasuki dampar rinengga diiringi dengan gending Ktw. Boyong Basuki.

Ngunduh mantu adalah tradisi pernikahan adat Jawa yang diadakan oleh
pihak keluarga mempelai pria. Biasanya penyelenggaraan ngunduh mantu ini
dilakukan selang beberapa hari (5 hari) setelah pelaksanaan resepsi oleh pihak
mempelai wanita. Kata ngunduh sendiri berasal dari bahasa Jawa yang artinya
mengambil sesuatu yang sudah matang. Jadi istilah ngunduh mantu bisa dipahami
sebagai prosesi mengambil menantu yang sudah cukup dewasa. Kenapa harus
dilakukan prosesi ngunduh mantu?.
1. Untuk mengenalkan mempelai wanita kepada keluarga besar dari pihak
mempelai pria. Sebagai bentuk woro-woro atau pengumuman kepada
tetangga bahwa mempelai pria tersebut sudah beristri.
2. Mengisyaratkan bahwa pria harus menjadi pelindung, pengayom bagi istri
dan anak-anaknya kelak.

Prosesi Acara Ngunduh Mantu


1. Penyerahan putra pengantin dari keluarga pengantin wanita kepada keluarga
besar pengantin pria.
Menyediakan sarana berupa : slindur, gepyokan, sangsangan sekar melati
dan tirta suci 2 cangkir, yang sudah ditaruh diatas beri/baki.
2. Wisuda Tali Darma, pihak keluarga pengantin pria berucap :
Kene-kene anakku lanang, mulih dagang saka sabrang mboyong putri sing
ayune tanpa timbang, nggereg raja kaya pirang-pirang kandhang, nggawa
raja brana pirang-pirang ndulang. Tak gepyok-gepyok pusaka awit
kersaning Gusti Alloh Kang Maha Kuwasa, sarab sawan samarga-marga
padha ilanga musna. Kene-kene ngger tak unjuki tirta amerta mahaning
suci awit kersaning Gusti Kang Murbeng Dumadi, sarap sawan sambekala,
rubeda samargi-margi padha ilango musna tanpo lari. Sira sakloron bisaa
lestari urip bebrayan tekan kaki-kaki lan nini-nini. Kene-kene ngger tak
kalungi sangsangan reroncen sekar melathi kanthi panyuwun ana
ngersaning Illahi Robbi, sira sakloron bisaa pinaringan nggadhuh
momongan kakung lan putri dadyo wiji dadi kang migunani.
Bersamaan dengan prosesi ini, dilantunkan kidungan Rerepan Sekar
Pangkur Gedhong Kuning laras pelog pathet barang. #Pangkur Gedhong
Kuning#
singgah-singgah kala singgah, pan suminggah durga kala sumingkir, sing
asirah sing asuku, sing awulu, sing abahu, sing atenggak kalawan buntut,
sing atan kasat mata, mulia ing asal neki.
3. Kedua mempelai memasuki dampar rinengga, diiringi gendhing Ktw.
Boyong Basuki Pl.Br (Paku Buwono II)
4. Usai paripurnanya acara diperdengarkan Ayak-Ayakan Pl.Br (PB.
III), Ldr. Tedak Saking Pl.Br (PB. II) atau Ldr. Gleyong Pl.Br (PB. IX)
5. Semoga menjadi keluarga yang sakinah mawadah waromah, Amin.
I. Upacara Kematian Dalam Adat Jawa

Kematian memang selalu menjadi salah satu momen yang paling


menyedihkan dalam setiap perjalanan hidup manusia. Tidak ada satupun cara yang
bisa kita sebagai manusia lakukan untuk menghindari momen yang dianggap paling
menyedihkan ini. Secara umum pada saat keluarga ataupun kerabat meninggal
biasanya cukup hanya di doakan lalu dimakamkan. Namun beberapa suku di
Indonesia mempunyai cara,langkah langkah,ritual,maupun adat istiadat yang
dilakukan pada saat keluarga/kerabat terdekat meninggal.

Suku Jawa berasal dari Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Daerah
Istimewa Yogyakarta. Semua sendi kehidupan masyarakat suku Jawa tak pernah
lepas dari adat istiadat nan memang sudah sangat dipercayai sejak dulu.Masyarakat
suku Jawa merupakan masyarakat dengan jumlah populasi terbesar di Indonesia.
Jumlahnya mencapai hampir setengah dari holistik populasi masyarakat nan tinggal
di Indonesia.

Masyarakat Jawa dikenal memilki budaya yang sangat kental. Sampai era
globalisasi saat ini pun adat istiadat masih kerap dijalankan dan ditaati oleh
masyarakatnya. Adat istiadat disuku Jawa pun hampir terdapat di setiap momen
momen kehidupan manusia. Semenjak dari kelahiran, ulangtahun, perkawinan,
hingga kematian memilik adat istiadatnya. Adat istiadat ini ialah sebuah budaya dan
Norma nan telah turun temurun dilakukan oleh sebagian besar masyarakat jawa.
Bahkan di masyarakat sekan terdapat keharusan buat melakukannya. Segala usaha
akan dilakukan agar mereka bisa melaksanakan adat istiadat ini. Kebanyakan adat
istiadat nan ada bersumber dari kepercayaan nenk moyang terdahulu dari
masyarakat jawa dan tak bersumber dari agama terutama agama Islam sebagai
agama nan banyak dipeluk oleh sebagian besar masyarakat jawa.
Ritual Kematian Adat Jawa

Dalam pemahaman orang Jawa, bahwa nyawa orang yang telah mati itu
sampai dengan waktu tertentu masih berada di sekeliling keluarganya. Ketika salah
satu masyarakat suku Jawa meninggal, ritual adat istiadat pun tak lepas mengiringi.
Ritual ini dimaksudkan agar orang nan meninggal dapat mendapatkan loka nan baik
di akhirat. Oleh karena itu kita sering mendengar istilah selametan yang dilakukan
untuk orang yang telah meninggal, tidak hanya suku Toraja yang memiliki ritual
kematian suku Jawa pun juga memiliki ritual kematian. Ketika salah satu
masyarakat suku Jawa meninggal, ritual adat istiadat pun tak lepas mengiringi.
Ritual ini dimaksudkan agar orang nan meninggal dapat mendapatkan loka nan baik
di akhirat.

1. Pemberitahuan

Tentu saja hal yang menjadi langkah pertama yang akan kita lakukan saat
mengetahui keluarga/kerabat kita meninggal adalah memberitahukan kabar sedih
tersebut ke tetanggga,kerabat,keluarga terdekat. Jenazah yang baru saja meninggal
dunia segera ditidurkan secara membujur, menelentang, dan menghadap ke atas.
Selanjutnya mayat ditutup dengan kain batik yang masih baru. Kaki dipan tempat
mayat itu ditidurkan perlu direndam dengan air, maksudnya agar dipan itu tidak
dikerumuni semut atau binatang kecil lainnya. Tikar sebagai alas tempat jenazah
dibaringkan perlu diberi garis tebal dari kunyit dengan maksud agar binatang kecil
tidak mengerumuni mayat. Terakhir adalah membakar dupa wangi atau ratus untuk
menghilangkan bau yang kurang sedap.

Bersamaan dengan hal diatas, beberapa orang terdekat bertugas memanggil


seorang modin dan mengumumkan kematian itu kepada para sanak saudara dan
tetangga. Pemberitaan juga dilakukan dengan bantuan pengeras suara dari masjid
terdekat. Setelah kabar tersiar mereka yang mendengar akan berusaha segera datang
ketempat itu untuk membantu menyiapkan pemakaman.
2. Upacara Ngesur Tanah (Geblag)

Upacara ngesur tanah merupakan upacara yang diselenggarakan pada saat


hari meninggalnya seseorang. Upacara ini diselenggarakan pada sore hari setelah
jenazah dikuburkan. Istilah sur tanah atau ngesur tanah berarti menggeser tanah
(membuat lubang untuk penguburan mayat). Makna sur tanah adalah memindahkan
alam fana ke alam baka dan wadag semula yang berasal dari tanah akan kembali ke
tanah juga.

Bahan yang digunakan untuk kenduri terdiri atas:

1. Nasi gurih (sekul wuduk)

2. Ingkung (ayam dimasak utuh)

3. Urap (gudhangan dengan kelengkapannya)

4. Cabai merah utuh

5. Krupuk rambak

6. Kedelai hitam

7. Bawang merah yang telah dikupas kulitnya

8. Bunga kenanga

9. Garam yang telah dihaluskan

10. Tumpeng yang dibelah dan diletakkan dengan saling membelakangi (tumpeng
ungkur-ungkuran)

3. Upacara Brobosan

Sebelum jenazah diberangkatkan ke makam dilakukan suatu upacara yang


disebut dengan upacara brobosan. Upacara brobosan ini bertujuan untuk
menunjukkan penghormatan dari sanak keluarga kepada orang tua atau keluarga
mereka (jenazah) yang telah meninggal dunia. Upacara brobosan diselenggarakan
di halaman rumah orang yang meninggal sebelum dimakamkan dan dipimpin oleh
anggota keluarga yang paling tua. Namun sebelum upacara dilakukan, biasanya
diawali dengan beberapa sambutan dan ucapan belasungkawa oleh beberapa
pamong desa. Dan semua yang hadir ditempat itu harus berdiri hingga jenazah
benar-benar diberangkatkan.

Upacara brobosan tersebut dilangsungkan dengan tata cara sebagai berikut:

1) Peti mati dibawa keluar menuju ke halaman rumah dan dijunjung tinggi ke
atas setelah upacara doa kematian selesai.
2) Anak laki-laki tertua, anak perempuan, cucu laki-laki dan cucu perempuan,
berjalan berurutan melewati peti mati yang berada di atas mereka (mrobos)
selama tiga kali dan searah jarum jam.
3) Urutan selalu diawali dari anak laki-laki tertua dan keluarga inti berada di
urutan pertama; anak yang lebih muda beserta keluarganya mengikuti di
belakang.

Setelah itu jenazah diberangkatkan dengan keranda yang diangkat oleh


anak-anaknya yang sudah dewasa bersama dengan anggota keluarga pria lainnya,
sedangkan seorang memegang payung untuk menaungi bagian dimana kepala
jenazah berada. Adapun urutan untuk melakukan perjalanan ke pemakaman juga
diatur. Yang berada diurutan paling depan adalah penabur sawur (terdiri dari beras
kuning dan mata uang), kemudian penabur bunga dan pembawa bunga, pembawa
kendi, pembawa foto jenazah, keranda jenazah, barulah dibagian paling belakang
adalah keluarga maupun kerabat yang turut menghantarkan. Namun dalam
keyakinan orang Jawa, seorang wanita tidak diperkenankan untuk memasuki area
pemakaman. Jadi mereka hanya boleh menghantarkan sampai didepan pintu
pemakaman saja. Dan mereka yang masuk hanyalah kaum pria tanpa memakai alas
kaki.

4. Upacara Nelung Dina ( Tiga Hari)

Upacara ini merupakan upacara kematian yang diselenggarakan untuk


memperingati tiga hari meninggalnya seseorang. Peringatan ini dilakukan dengan
kenduri dengan mengundang kerabat dan tetangga terdekat.
Bahan untuk kenduri biasanya terdiri atas:

1) Takir pontang yang berisi nasi putih dan nasi kuning, dilengkapi dengan
sudi-sudi yang berisi kecambah, kacang panjang yang telah dipotongi,
bawang merah yang telah diiris, garam yang telah digerus (dihaluskan), kue
apem putih, uang, gantal dua buah.
2) Nasi asahan tiga tampah, daging lembu yang telah digoreng, lauk-pauk
kering, sambal santan, sayur menir, jenang merah

5. Upacara Mitung Dina (Tujuh Hari)

Upacara ini untuk memperingati tujuh hari meninggalnya seseorang.


Bahan yang digunakna untuk kenduri biasanya terdiri atas:

1) Kue apem yang di dalamnya diberi uang logam, ketan, kolak (semuanya
diletakkan dalam satu takir).
2) Nasi asahan tiga tampah, daging goreng, pindang merah yang dicampur
dengan kacang panjang yang diikat kecil-kecil, dan daging jeroan yang
ditempatkan dalam wadah berbentuk kerucut (conthong), serta pindang
putih.

6. Upacara Matang Puluh ( Empat Puluh Hari )

Upacara ini untuk memperingati empat puluh hari meninggalnya seseorang.


Biasanya peringatannya dilakukan dengan kenduri.

Bahan untuk kenduri biasanya sama dengan kenduri pada saat memperingati tujuh
hari meninggalnya, namun ada tambahan sebagai berikut:

1) Nasi wuduk
2) Ingkung
3) Kedelai hitam
4) Cabai merah utuh
5) Rambak kulit
6) Bawang merah yang telah dikupas kulitnya
7) Garam
8) Bunga kenanga

7. Upacara Nyatus (Seratus Hari)

Upacara ini untuk memperingati seratus hari meninggalnya seseorang. Tata


cara dan bahan yang digunakan untuk memperingati seratus hari meninggalnya
pada dasarnya sama dengan ketika melakukan peringatan empat puluh hari.

8. Upacara Mendhak Pisan (Setahun Pertama)

Upacara mendhak pisan merupakan upacara yang diselenggarakan ketika


orang meninggal pada setahun pertama. Tata cara dan bahan yang diigunakan untuk
memperingati seratus hari meninggalnya pada dasarnya sama dengan ketika
melakukan peringatan seratus hari.

9.Upacara Mendhak Pindho(Tahun Kedua)

Upacara mendhak pindho merupakan upacara terakhir untuk memperingati


meninggalnya seseorang. Tata cara dan bahan yang digunakan untuk memperingati
seratus hari meninggalnya pada dasarnya sama dengan ketika melakukan
peringatan mendhak pisan.

10. Upacara Mendhak Katelu(Seribu Hari)

Merupakan peringatan seribu hari bagi orang yang sudah meninggal.


Peringatan dilakukan dengan mengadakan kenduri yang diselenggarakan pada
malam hari.Bahan yang digunakan untuk kenduri sama dengan bahan yang
digunakan pada peringatan empat puluh hari yang ditambah dengan:
1) Daging kambing/domba becek. Sebelum dimasak becek, seekor domba
disiram dengan bunga setaman, lalu dicuci bulunya, diselimuti dengan mori
selebar sapu tangan, diberi kalung bunga yang telah dirangkai, diberi makan
daun sirih. Keesokan harinya domba diikat kakinya lalu ditidurkan di tanah.
Badan domba seutuhnya digambar pola dengan menggunakan ujung pisau.
Hal ini dimaksudkan untuk mengirim tunggangan bagi arwah yang mati
supaya lekas sampai surga. Setelah itu domba disembelih dan kemudian
dimasak becek.
2) Sepasang burung merpati dikurung dan diberi rangkaian bunga. Setelah doa
selesai dilakukan, burung merpati dilepas dan diterbangkan. Maksud tata
cara ini adalah juga untuk mengirim tunggangan bagi arwah agar dapat
cepat kembali pada Tuhan. dalam keadaan suci, bersih, tanpa beban.
3) Sesaji, terdiri atas tikar bangka, benang lawe empat puluh helai, jodhog,
clupak berisi minyak kelapa dan uceng-uceng (sumbu lampu), minyak
kelapa satu botol, sisir, serit, cepuk berisi minyak tua, kaca/cermin, kapuk,
kemenyan, pisang raja setangkep, gula kelapa setangkep, kelapa utuh satu
butir, beras satu takir, sirih dengan kelengkapan untuk menginang, bunga
boreh. Semuanya diletakkan di atas tampah dan diletakkan di tempat orang
berkenduri untuk melakukan doa.

11. Kol (Kol Kolan)

Kol merupakan peringatan yang dilakukan untuk orang yang sudah


meninggal setelah seribu hari. Ngekoli diselenggarakan bertepatan dengan satu
tahun setelah nyewu. Saat peringatan ini harus bertepatan dengan hari dan bulan
meninggalnya. Ngekoli dilakukan dengan kenduri dengan bahan kenduri: kue
apem, ketan, dan kolak. Semuanya diletakkan dalam satu takir. Pisang raja satu
tangkep, uang wajib, dan dupa.
12. Nyadran

Nyadran adalah hari berkunjung ke makam para leluhur/kerabat yang telah


mendahului. Nyadran ini dilakukan pada bulan Ruwah atau bertepatan dengan saat
menjelang puasa bagi umat Islam.

13. Lambang-lambang dan Makna yang Terkandung dalam Upacara

1) Sega golong melambangkan kebulatan tekad yang manunggal atau istilah


Jawanya tekad kang gumolong dadi sawiji. Dalam hal kematian, baik
yang mati maupun keluarga yang ditinggalkannya sama-sama mempunyai
tujuan yaitu surga.
2) Sega asahan atau ambengan melambangkan suatu maksud agar arwah si
mati maupun keluarga yang masih hidup kelak akan berada pada
pembenganing Pangeran, artinya selalu mendapatkan ampun atas segala
dosa-dosanya dan diterima di sisiNya.
3) Tumpeng/nasi gunungan melambangkan suatu cita-cita atau tujuan yang
mulia (gegayuhan kang luhur), seperti gunung yang mempunyai sifat besar
dan puncaknya menjulang tinggi. Di samping itu didasari pula kepercayaan
masyarakat bahwa di tempat yang tinggi itulah Tuhan Yang Maha Kuasa
berada, roh manusiapun kelak akan ke sana.
4) Tumpeng pungkur melambangkan perpisahan antara si mati dengan yang
masih hidup, karena arwah si mati akan berada di alam yang lain sedangkan
yang hidup masih berada di alam dunia yang ramai ini.
5) Sega wuduk dan lauk pauk segar/bumbu lembaran maksudnya untuk
menjamu roh para leluhur.
6) Ingkung ayam melambangkan kelakuan pasrah atau menyerah kepada
kekuasaan Tuhan. Istilah ingkung atau diingkung mempunyai makna
dibanda atau dibelenggu.
7) Kembang rasulan atau kembang telon melambangkan keharuman doa yang
dilontarkan dari hati yang tulus ikhlas lahir batin. Di samping itu bau harus
mempunyai makna kemuliaan.
8) Bubur merah dan bubur putih melambangkan keberanian dan kesucian. Di
sampingitu bubur merah untuk memule atau tanda bakti kepada roh dari
bapak atau roh laki-laki dan bubur putih sebagai tanda bakti kepada roh dari
ibu atau roh perempuan. Secara komplitnya adalah sebagai tanda bakti
kepada bapa angkasa ibu pertiwi atau penguasa langit dan bumi,
semuadibekteni dengan harapan akan memberikan berkah, baik kepada si
mati maupun kepada yang masih hidup.
9) Tukon pasar untuk menghormati dinten pitu pekenan gangsal atau hari
dan pasaran dengan harapan segala perbuatan dan perjalanan roh si mati
maupun yang masih hidup ke semua arah penjuru mata angin akan selalu
mendapatkan selamat tanpa halangan suatu apa.

Disamping itu semoga mendapatkan berkahNya hari di mana hari itu


diadakan selamatan, misalnya malam Kamis pon, Rabu Wage dan lain sebagainya.

1) Wajib melambangkan suatu niat ucapan terima kasih kepada kaum yang
telah ngujubake menjabarakan tujuan selamatan itu, dan terima kasih pula
kepada semua fihak yang ditujunya, semoga semuanya itu terkabul.
2) Sega punar atau nasi kuning melambangkan kemulian, sebab warna atau
cahaya kuning melambangkan sifat kemuliaan. Juga dimaksudkan sebagai
jamuan mulia kepada yang dipujinya.
3) Apem melambangkan payung dan tameng, dan dimaksudkan agar
perjalanan roh si mati maupun yang masih hidup selalu dapat menghadapi
tantangannya dan segala gangguannya berkat perlindungan dari yang maha
kuasa dan para leluhurnya.
4) Ketan adalah salah satu makanan dari beras yang mempunyai sifatpliket
atau lekat. Dari kata pliket atau ketan, ke-raket melambangkan suatu
keadaan atau tujuan yang tidak luntur atau layu, artinya tidak kenal putus
asa.
5) Kolak adalah melambangkan suatu hidangan minuman segar atau untuk
seger-seger sebagai pelepas dahaga. Disamping itu juga
melambangkan suatu keadaan atau tujuan yang tidak luntur atau layu,
artinya tidak kenal putus asa.
6) Kambing, merpati dan itik melambangkan suatu kendaraan yang akan
dikendarai oleh roh si mati.
7) Materi sajian lain seperti tikar, benang lawe, jodog, sentir, clupak, minyak
klentik, sisir, minyak wangi, cermin, kapas, pisang, beras, gula, kelapa,
jarum dan lain sebagainya yang mana hal ini biasanya pada selamatan
seribu hari adalah sebagai lambang dari segala perlengkapan hidup manusia
sehari-hari, dan semua itu dimaksudkan sebagai bekal roh si mati dalam
menjalani kehidupan di alam baka.

14. Lambang Atau Makna Dari Uba Rampe

1) Benang lawe adalah benag putih sebagai lambang tali suci sebagai pengikat
atau tali hubugan antara keluarga yang ditinggalkan dengan yang sudah
pergi jauh itu.
2) Jodog dan sentir adalah lambang penerang, maksudnya agar roh si mati tadi
selalu mendapatkan terang.
3) Clupak berisi minyak dan sumbu melambangkan obor di perjalanan dan
semangan yang tinggi.
4) Minyak klentik 1 botol sebagai lambang bekal cadangan jika sewaktu-waktu
kehabisan atau lampunya mati. Sebab kebiasaan orang Jawa jaman dulu
menggunakan minyak lampu bukan dari minyak tanah seperti sekarang,
melainkan denga minyak kelapa atau minyak klentik.
5) Sisir, minyak wangi dan cermin melambangkan sebagai perlengkapanmake
up atau untuk dandan/menghiasi diri, agar rapi dan wangi, jika perempuan
ibarat seperti bidadari, jika laki-laki ibarat sepeti satriya yang tampan.
6) Kapas yang biasa sebagai alas atau isi bantal melambangkan bantal suci.
7) Pisang raja sebagai lambang persembahan kepada yang maha kuasa di
samping itu juga sebagai buah segar.
8) Beras, gula kelapa melambangkan makanan beserta lauk dan bumbunya,
sebagai bekal hidup di alam kelanggengan.
9) Arum dan perlengkapannya sebagai lambang alat pembuat pakaian,
maksudnya sebagai bekal untuk membuat pakaian jika sewaktu pakaiannya
rusak.

Вам также может понравиться