Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
A. Pengertian Kebudayaan
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama
oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya
merupakan suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan
luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur
sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.
Upacara Tiga Bulanan Upacara ini dilaksanakan pada saat usia kehamilan
adalah tiga bulan. Di usia ini roh ditiupkan pada jabang bayi, biasanya upacara ini
dilakukan berupa tasyakuran. Upacara Tingkepan natau Mitoni Upacara tingkepan
disebut juga mitoni, berasal dari kata pitu yang berarti tujuh, sehingga upacara
mitoni dilakukan pada saat usia kehamilan tujuh bulan, dan pada kehamilan
pertama.
Dalam pelaksanaan upacara tingkepan, ibu yang sedang hamil tujuh bulan
dimandikan dengan air kembang setaman, disertai dengan doa-doa khusus. Berikut
ini adalah tata cara pelaksanan upacara tingkepan antara lain:
Siraman dilakukan oleh sesepuh sebanyak tujuh orang. Bermakna mohon doa
restu supaya suci lahir dan batin. Setelah upacara siraman selesai, air kendi
tujuh mata air dipergunakan untuk mencuci muka, setelah air dalam kendi
habis, kendi dipecah.
Memasukkan telur ayam kampong ke dalam kain (sarung) calon ibu oleh suami
melaluo perut sampai pecah, hal ini merupakan harapan supaya bayi lahir
dengan lancar tanpa suatu halangan.
Berganti nyamping sebanyak tujuh kali secara begantian, disertai kain putih.
Kain putih sebagai dasar pakaian pertama, yang melambangkan bayi yang akan
dilahirkan adalah suci, dan mendapat berkah dari Tuhan YME. Diiringi dengan
pertanyaan sudah pantas atau belum sampai ganti enam kali dijawab oleh
ibu-ibu yang hadir belum pantas sampai yang terakhir ke tujuh kali dengan
kain sederhana dijawab pantas. Adapun nyamping yang dipakaikan secara
urut dan bergantian berjumlah tujuh dan diakhiri dengan motig yang paling
sederhana, urutannya adalah sebagai berikut:
1. Sidoluhur
2. Sidomukti
3. Truntum
4. Wahyu Tumurun
5. Udan Riris
6. Sido Asih
7. Lasem sebagai kain
8. Dringin sebagai kemben
Berikut ini adalah pantangan bagi calon ibu dan calon ayah menurut tradisi
Jawa, antara lain sebagai berikut:
Ibu hamil dan suaminya dilarang membunuh binatang, sebab jika itu dilakukan
bisa menimbulkan cacat pada janin sesuai dengan perbuatannya itu.
Membawa gunting kecil / pisau / benda tajam lainnya di kantung baju si ibu
agar janin terhindar dari marabahaya.
Ibu tidak boleh keluar malam, karena banyak roh jahat yang akan mengganggu
janin.
Ibu hamil dilarang melilitkan handuk di leher agar anak yang dikandungnya
tidak dililit tali pusar.
Ibu hamil tidak boleh benci kepada sesorang secara berlebihan, nanri anaknya
jadi mirip seperti orang yang dibenci tersebut.
Ibu hamil tidak boleh makan pisang yang dempet, nanti anaknya jadi kembar
siam.
Amit-amit adalah ungkapan yang harus diucapkan sebagai dzikir-nya
orang hamil ketika melihat peristiwa yang menjijikan, mengerikan,
mengecewakan dan sebagainya sebagai harapan janin terhindar dari kejadian
tersebut.
Ngidam adalah prilaku khas perempuan hamil yang menginginkan sesuatu,
makanan atau sifat tertentu terutama diawal kehamilannya. Jika tidak dituruti
maka anaknya akan mudah mengeluarkan air liur.
Dilarang makan nanas, nanas dipercaya dapat menyebabkan janin dalam
kandungan gugur.
Jangan makan ikan mentar agar bayi tidak bau amis.
Untuk sang ayah dilarang mengganggu, melukai, bahkan membunuh hewan.
Contohnya memancing, membunuh hewan, memburu, dan lain-lain.
Serta masih banyak pantangan-pantangan lain yang harus dihindari oleh calon
ibu maupun ayah. Namun sebenarnya pantangan-pantangan tersebut dapat dinalar
apabila ditelaah menurut ilmu pengetahuan, hanya saja beberapa kemungkinan
tidak tertuju langsung dengan keberlangsungan hidup si jabang bayi kelak.
Berikut ini beberapa upacara tradisi jawa yang dilakukan saat kelahiran bayi, yakni:
1. Mengubur Ari-ari
2. Brokohan
3. Sepasaran
Sepasaran merupakan salah satu upacara adat bagi bayi berumur lima hari.
Acara ini biasanya dilaksanakan dengan mengadakan hajatan yang mengundang
saudara dari tetangga. Suguhan yang disajikan biasanya berupa minuman serta
jajanan pasar. Selain itu juga terkadang pula ada yang dibungkus tapi menggunakan
besek (tempat makanan terbuat dari anyaman bambu) ataupun lainnya untuk
dibawa pulang. Adapun inti dari acara sepasaran ini adalah upacara selamatan
sekaligus mengumumkan nama bayi yang telah lahir. Upacara ini umumnya
diselengarakan secara sederhana, tetapi jika bersamaan dengan pemberian nama
pada si bayi upacara ini bisa dilakukan secara meriah.
4. Puputan
Upacara puputan dilakukan ketika tali pusar yang menempel pada perut
bayi sudah putus. Pelaksanaan upacara ini biasanya berupa kenduri memohon pada
Tuhan YME agar si anak yang telah puput puser selalu diberkahi, diberi
keselamatan dan kesehatan. Orang tua jaman dulu melaksanakan
upacara puputan dengan menyediakan berbagi macam sesaji, namun masyarakat
jawa modern biasanya acara puputan dibuat bersamaan dengan
upacara sepasaran ataupun selapanan, hal ini tergantung kapan tali pusar putus
dari pusar bayi.
5. Selapanan
Bukan hanya pada saat kehamilan saja upacara adat atau ritual dilaksanakan.
Ketika bayi itu pun lahir masih ada ritual dan upacara adat. Upacara ini pun
berlangsung hingga si anak menginjak usia satu tahun. Namun, pelaksanaan
upacara ini dilaksanakan hanya di usia tertentu saja, berikut jenis-jenis upacara adat
Jawa yang berkaitan dengan kelahiran anak. Terkadang upacara ini dilangsungkan
bersamaan dengan upacara aqiqah. Akulturasi budaya Jawa-Islam sangat terlihat
dalam upacara Aqiqah. Upacara ini dilaksanakan dengan penyembelihan hewan
kurban berupa domba/kambing. Jika anak yang dilahirkan laki-laki biasanya
menyembelih dua ekor kambing, dan bila anak yag dilahirkan adalah perempuan
maka akan menyembelih satu ekor kambing.
F. Upacara Adat Pada Masa Anak Anak
2. Khitanan
Zaman dulu, ada yang dinamakan tetesan , yaitu memotong sebagian
klitoris organ kelamin anak perempuan, pada saat dia berumur 8 tahun (1 windu).
Lalu, berubah, yang diiris hanya kunyit. Sekarang, tampaknya tradisi ini sudah
hilang sama sekali. Jika tetesan dilakukan pada anak perempuan, maka khitanan
(sunatan ) dilakukan pada anak laki-laki. Umur anak yang dikhitan bervariasi; ada
orang tua yang mengkhitan anak lelakinya pada umur 4 tahun; ada juga yang
menyerahkan kepada anaknya kapan mau dikhitan.
Ada yang menterjemahkan kata khitanan menjadi meng-islam-kan.
Sebenarnya, tradisi khitan bukan hanya ada pada orang Islam, orang Yahudi juga
melakukan tradisi ini. Khitanan adalah memotong kulup (praeputium ) yang ada di
ujung alat kelamin anak laki-laki. Khitanan ini baik bagi kesehatan karena alat
kelamin menjadi selalu bersih. Khitanan dapat dilakukan oleh juru khitan, atau
dukun sunat; sekarang dilakukan oleh petugas medis (dokter), dan paramedis
(mantri). Di kota-kota, dijumpai khitan center.
Khitanan dapat dilakukan di rumah, di rumah sakit, klinik, atau khitan
center. Bahkan, ada juga khitanan masal. Ada berbagai variasi upacara khitan; ada
yang sekedar ke klinik, lalu pulang, selesai. Ada juga yang lebih rumit; anaknya
memakai pakaian kejawen (dari blangkon sampai nyampingan), ada acara
sungkeman, dan sebagainya. Kiranya, urutan upacara dan ramainya upacara
khitanan, tergantung pada orang tua si anak.
a) Kronologis
Kronologis ketemu jodoh pada orang Jawa dahulu, biasanya melalui cara yang
disebut:
1) Babat alas artinya membuka hutan untuk merintis membuat lahan. Dalam hal
babat alas ini orangtua pemuda merintis seorang congkok untuk mengetahui
apakah si gadis sudah mempunyai calon atau belum. Istilah umumnya disebut
nakokake artinya menanyakan.
2) Kalau sang pemuda belum kenal dengan sang gadis, maka adanya upacara
nontoni
Yaitu sang pemuda diajak keluarganya datang ke rumah sang gadis, pada saat
pemuda pemuda itu diajak/ diberi kesempatan untuk nontoni sang gadis pilihan
orang tuanya.
3) Bila cocok artinya saling setuju, kemudian disusul dengan upacara nglamar
atau meminang. Dalam upacara nglamar, keluarga pihak sang pemuda
menyerahkan barang kepada pihak sang gadis sebagai peningset yang terdiri
dari pakaian lengkap, dalam bahasa Jawanya sandangan sapangadek.
4) Menjelang hari perkawinan diadakan upacara srah-srahan atau asok tukon yaitu
pihak calon pengantin putra menyerahkan sejumlah hadiah perkawinan kepada
keluarga pihak calon pengantin putri berupa hasil bumi, alat-alat rumah tangga,
ternak dan kadang-kadang ditambah sejumlah uang.
5) Kira-kira 7 hari (dulu 40 hari) sebelum hari pernikahan calon pengantin putri
dipingit artinya tidak boleh keluar dari rumah dan tidak boleh bertemu dengan
calon suaminya. Selama masa pingitan calon pengantin putri membersihkan
diri dengan mandi kramas dan badannya diberi lulur.
6) Sehari atau dua hari sebelum upacara akad nikah di rumah orangtua calon
pengantin putri membuat tratag dan menghias rumah. Kesibukan tersebut
biasanya juga dinamakan upacara pasang tarub.
7) Upacara siraman yaitu memandikan calon pengantin putri dengan kembang
telon yaitu bunga mawar, melati dan kenanga dan selanjutnya disusul dengan
upacara ngerik. Upacara ngerik yaitu membersihkan bulu-bulu rambut yang
terdapat di dahi, kuduk, tengkuk dan di pipi.
8) Setelah upacara ngerik, maka pada malam hari diadakan upacara malam
Midodareni. Calon pengantin putra datang ke rumah pengantin putri dan
selanjutnya calon pengantin putra menjalani upacara nyantri.
9) Pada pagi harinya atau sore harinya dilangsungkan upacara ijab kabul yaitu
meresmikan kedua insan antara pria dan wanita yang memadu kasih telah sah
menjadi suami istri.
10) Sehabis upacara ijab kabul dilangsungkan upacara panggih atau temon yaitu
pengantin putra dan pengantin putri ditemukan yang berakhir duduk
bersanding di pelaminan.
11) Lima hari setelah akad nikah dan upacara panggih diadakan upacara sepasaran
pengantin atau ngunduh mantu apabila disertai dengan pesta.
Rangkaian upacara adat pengantin Jawa secara kronologis diuraikan dari awal
sampai akhir sebagai berikut
1. Upacara siraman pengantin putra-putri
2. Upacara malam midodareni
3. Upacara akad nikah / ijab kabul
4. Upacara panggih / temu
5. Upacara resepsi
6. Upacara sesudah pernikahan
Makna rangkaian upacara tersebut secara perinci dapat dijelaskan sebagai berikut:
4) Upacara Panggih
Bagian I
Upacara balangan sedah / lempar sirih yaitu pengantin putra dan pengantin
putri saling melempar sirih, setelah itu disusul dengan berjabat tangan tanda saling
mengenal.
Bagian II
Bagian III
Bagian IV
Upacara tukar kalpika yang disebut juga tukar cincin yaitu memindahkan dari jari
manis kiri ke jari manis kanan dan dilaksanakan saling memindahkan. Hal ini
mempunyai makna bahwa suami istri telah memadu kasih sayang untuk mencapai
hidup bahagia sepanjang hidup.
Bagian VI
Upacara kacar-kucur atau disebut guna kaya yang bermakna bahwa hasil jerih
payah sang suami diperuntukkan kepada sang istri untuk kebutuhan keluarga.
Bagian VII
Upacara kembul dhahar yaitu kedua pengantin saling suap-suapan secara lahap. Hal
ini bermakna bahwa hasil jerih payah dan rejeki yang diterimanya adalah berkat
Rahmat Tuhan dan untuk mencukupi keluarganya. Segala suka dan duka harus
dipikul bersama-sama.
Bagian VIII
Bagian IX
Upacara Mertuwi
Bapak dan Ibu pengantin putra datang dijemput oleh Bapak dan Ibu pengantin putri
untuk menjenguk pengesahan perkawinan putrinya. Setelah dipersilahkan duduk
oleh Bapak dan Ibu pengantin putri lalu dilangsungkan upacara sungkeman.
Apabila Ayah atau Bapak pengantin putra telah meninggal dunia, maka sebagai
gantinya yaitu kakak pengantin putra atau pamannya.
Bagian X
Upacara Sungkeman
Ngunduh mantu adalah tradisi pernikahan adat Jawa yang diadakan oleh
pihak keluarga mempelai pria. Biasanya penyelenggaraan ngunduh mantu ini
dilakukan selang beberapa hari (5 hari) setelah pelaksanaan resepsi oleh pihak
mempelai wanita. Kata ngunduh sendiri berasal dari bahasa Jawa yang artinya
mengambil sesuatu yang sudah matang. Jadi istilah ngunduh mantu bisa dipahami
sebagai prosesi mengambil menantu yang sudah cukup dewasa. Kenapa harus
dilakukan prosesi ngunduh mantu?.
1. Untuk mengenalkan mempelai wanita kepada keluarga besar dari pihak
mempelai pria. Sebagai bentuk woro-woro atau pengumuman kepada
tetangga bahwa mempelai pria tersebut sudah beristri.
2. Mengisyaratkan bahwa pria harus menjadi pelindung, pengayom bagi istri
dan anak-anaknya kelak.
Suku Jawa berasal dari Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Daerah
Istimewa Yogyakarta. Semua sendi kehidupan masyarakat suku Jawa tak pernah
lepas dari adat istiadat nan memang sudah sangat dipercayai sejak dulu.Masyarakat
suku Jawa merupakan masyarakat dengan jumlah populasi terbesar di Indonesia.
Jumlahnya mencapai hampir setengah dari holistik populasi masyarakat nan tinggal
di Indonesia.
Masyarakat Jawa dikenal memilki budaya yang sangat kental. Sampai era
globalisasi saat ini pun adat istiadat masih kerap dijalankan dan ditaati oleh
masyarakatnya. Adat istiadat disuku Jawa pun hampir terdapat di setiap momen
momen kehidupan manusia. Semenjak dari kelahiran, ulangtahun, perkawinan,
hingga kematian memilik adat istiadatnya. Adat istiadat ini ialah sebuah budaya dan
Norma nan telah turun temurun dilakukan oleh sebagian besar masyarakat jawa.
Bahkan di masyarakat sekan terdapat keharusan buat melakukannya. Segala usaha
akan dilakukan agar mereka bisa melaksanakan adat istiadat ini. Kebanyakan adat
istiadat nan ada bersumber dari kepercayaan nenk moyang terdahulu dari
masyarakat jawa dan tak bersumber dari agama terutama agama Islam sebagai
agama nan banyak dipeluk oleh sebagian besar masyarakat jawa.
Ritual Kematian Adat Jawa
Dalam pemahaman orang Jawa, bahwa nyawa orang yang telah mati itu
sampai dengan waktu tertentu masih berada di sekeliling keluarganya. Ketika salah
satu masyarakat suku Jawa meninggal, ritual adat istiadat pun tak lepas mengiringi.
Ritual ini dimaksudkan agar orang nan meninggal dapat mendapatkan loka nan baik
di akhirat. Oleh karena itu kita sering mendengar istilah selametan yang dilakukan
untuk orang yang telah meninggal, tidak hanya suku Toraja yang memiliki ritual
kematian suku Jawa pun juga memiliki ritual kematian. Ketika salah satu
masyarakat suku Jawa meninggal, ritual adat istiadat pun tak lepas mengiringi.
Ritual ini dimaksudkan agar orang nan meninggal dapat mendapatkan loka nan baik
di akhirat.
1. Pemberitahuan
Tentu saja hal yang menjadi langkah pertama yang akan kita lakukan saat
mengetahui keluarga/kerabat kita meninggal adalah memberitahukan kabar sedih
tersebut ke tetanggga,kerabat,keluarga terdekat. Jenazah yang baru saja meninggal
dunia segera ditidurkan secara membujur, menelentang, dan menghadap ke atas.
Selanjutnya mayat ditutup dengan kain batik yang masih baru. Kaki dipan tempat
mayat itu ditidurkan perlu direndam dengan air, maksudnya agar dipan itu tidak
dikerumuni semut atau binatang kecil lainnya. Tikar sebagai alas tempat jenazah
dibaringkan perlu diberi garis tebal dari kunyit dengan maksud agar binatang kecil
tidak mengerumuni mayat. Terakhir adalah membakar dupa wangi atau ratus untuk
menghilangkan bau yang kurang sedap.
5. Krupuk rambak
6. Kedelai hitam
8. Bunga kenanga
10. Tumpeng yang dibelah dan diletakkan dengan saling membelakangi (tumpeng
ungkur-ungkuran)
3. Upacara Brobosan
1) Peti mati dibawa keluar menuju ke halaman rumah dan dijunjung tinggi ke
atas setelah upacara doa kematian selesai.
2) Anak laki-laki tertua, anak perempuan, cucu laki-laki dan cucu perempuan,
berjalan berurutan melewati peti mati yang berada di atas mereka (mrobos)
selama tiga kali dan searah jarum jam.
3) Urutan selalu diawali dari anak laki-laki tertua dan keluarga inti berada di
urutan pertama; anak yang lebih muda beserta keluarganya mengikuti di
belakang.
1) Takir pontang yang berisi nasi putih dan nasi kuning, dilengkapi dengan
sudi-sudi yang berisi kecambah, kacang panjang yang telah dipotongi,
bawang merah yang telah diiris, garam yang telah digerus (dihaluskan), kue
apem putih, uang, gantal dua buah.
2) Nasi asahan tiga tampah, daging lembu yang telah digoreng, lauk-pauk
kering, sambal santan, sayur menir, jenang merah
1) Kue apem yang di dalamnya diberi uang logam, ketan, kolak (semuanya
diletakkan dalam satu takir).
2) Nasi asahan tiga tampah, daging goreng, pindang merah yang dicampur
dengan kacang panjang yang diikat kecil-kecil, dan daging jeroan yang
ditempatkan dalam wadah berbentuk kerucut (conthong), serta pindang
putih.
Bahan untuk kenduri biasanya sama dengan kenduri pada saat memperingati tujuh
hari meninggalnya, namun ada tambahan sebagai berikut:
1) Nasi wuduk
2) Ingkung
3) Kedelai hitam
4) Cabai merah utuh
5) Rambak kulit
6) Bawang merah yang telah dikupas kulitnya
7) Garam
8) Bunga kenanga
1) Wajib melambangkan suatu niat ucapan terima kasih kepada kaum yang
telah ngujubake menjabarakan tujuan selamatan itu, dan terima kasih pula
kepada semua fihak yang ditujunya, semoga semuanya itu terkabul.
2) Sega punar atau nasi kuning melambangkan kemulian, sebab warna atau
cahaya kuning melambangkan sifat kemuliaan. Juga dimaksudkan sebagai
jamuan mulia kepada yang dipujinya.
3) Apem melambangkan payung dan tameng, dan dimaksudkan agar
perjalanan roh si mati maupun yang masih hidup selalu dapat menghadapi
tantangannya dan segala gangguannya berkat perlindungan dari yang maha
kuasa dan para leluhurnya.
4) Ketan adalah salah satu makanan dari beras yang mempunyai sifatpliket
atau lekat. Dari kata pliket atau ketan, ke-raket melambangkan suatu
keadaan atau tujuan yang tidak luntur atau layu, artinya tidak kenal putus
asa.
5) Kolak adalah melambangkan suatu hidangan minuman segar atau untuk
seger-seger sebagai pelepas dahaga. Disamping itu juga
melambangkan suatu keadaan atau tujuan yang tidak luntur atau layu,
artinya tidak kenal putus asa.
6) Kambing, merpati dan itik melambangkan suatu kendaraan yang akan
dikendarai oleh roh si mati.
7) Materi sajian lain seperti tikar, benang lawe, jodog, sentir, clupak, minyak
klentik, sisir, minyak wangi, cermin, kapas, pisang, beras, gula, kelapa,
jarum dan lain sebagainya yang mana hal ini biasanya pada selamatan
seribu hari adalah sebagai lambang dari segala perlengkapan hidup manusia
sehari-hari, dan semua itu dimaksudkan sebagai bekal roh si mati dalam
menjalani kehidupan di alam baka.
1) Benang lawe adalah benag putih sebagai lambang tali suci sebagai pengikat
atau tali hubugan antara keluarga yang ditinggalkan dengan yang sudah
pergi jauh itu.
2) Jodog dan sentir adalah lambang penerang, maksudnya agar roh si mati tadi
selalu mendapatkan terang.
3) Clupak berisi minyak dan sumbu melambangkan obor di perjalanan dan
semangan yang tinggi.
4) Minyak klentik 1 botol sebagai lambang bekal cadangan jika sewaktu-waktu
kehabisan atau lampunya mati. Sebab kebiasaan orang Jawa jaman dulu
menggunakan minyak lampu bukan dari minyak tanah seperti sekarang,
melainkan denga minyak kelapa atau minyak klentik.
5) Sisir, minyak wangi dan cermin melambangkan sebagai perlengkapanmake
up atau untuk dandan/menghiasi diri, agar rapi dan wangi, jika perempuan
ibarat seperti bidadari, jika laki-laki ibarat sepeti satriya yang tampan.
6) Kapas yang biasa sebagai alas atau isi bantal melambangkan bantal suci.
7) Pisang raja sebagai lambang persembahan kepada yang maha kuasa di
samping itu juga sebagai buah segar.
8) Beras, gula kelapa melambangkan makanan beserta lauk dan bumbunya,
sebagai bekal hidup di alam kelanggengan.
9) Arum dan perlengkapannya sebagai lambang alat pembuat pakaian,
maksudnya sebagai bekal untuk membuat pakaian jika sewaktu pakaiannya
rusak.