Вы находитесь на странице: 1из 24

A.

LAFAZ KHUSUS
1. Pengertian Lafaz Khas
Selain kalimat umum, terdapat pula suatu kalimat yang menunjukkan
kepada khusus. Lafaz khusus adalah lafaz yang digunakan untuk menunjukkan
sesuatu arti khusus, misalnya satu orang, satu hal, dan barang tertentu1 dan
adakalanya kalimat khas ini dipergunakan untuk dua orang seperti suami istri.2
Sedangkan menurut Amir Syarifuddin khas adalah sesutu yang sebenarnya
3
dikehendaki adalah sebagian yang terkandung dalam lafaz. Menurut Adib
Shalih, lafal khas adalah lafaz yang mengandung satu pengertian secara
tunggal atau beberapa pengertian yang terbatas.4
Abdul Wahab Khallaf berpendapat bahwa lafaz khas yaitu lafaz yang
digunakan untuk menunjukkan seseorang, seperti Muhammad, laki-laki, suatu
gabungan, misalnya jumlah sesuatu, kaum, serombongan, jamak dan fariq.
Selain itu juga berupa lafaz yang menunjukkan bilangan dari ifrad tapi tidak
menunjukkan semua ifrad-ifradnya tersebut.5 Para ulama ushul fiqh sepakat
bahwa lafal khas dalam nash syara menunjuk kepada pengertiannya yang
khas secara pasti dan hukum yang terdapat didalamnya bersifat pasti selama
tidak ada indikasi yang menunjukkan pengertian lain.

2. Ketentuan Lafaz Khash dalam Garis Besar


a) Hukum khas berbentuk global yaitu apa bila terdapat nash syari yang
menunjukkan artinya yang khas secara qahti al-dilalah (penjukan yang
pasti dan meyakinkan) yang secara hakiki ditentukan untuk itu. Hukum
yang berlaku untuk pada apa yang dituju oleh lafaz utu adalah qahti.
contohnya:

1
Zen Amiruddin, Ushul Fiqh, (Surabaya: eLKAF, 2006), hlm. 125.
2
Nazar Bakry, Fiqh dan Ushuk Fiqh, (Jakarta: Rajawali, 1993), hlm. 202.
3
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jilid 2, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 86-87.
4
Satria Effendi, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2005), hlm. 205.
5
Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fikh, terj. Halimuddin, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005), hlm.
241.
Maka Kaffarahnya adalah member makan sepuluh irang miskin.
Hukum yang terkandung dalam ayat tersebut adalah keharusan
member makan 10 orang miskin, tidak lebih dan tidak kurang.
b) Bila ada dalil yang menghandaki (pemahaman lain) dari lafaz khas itu
kepada arti lain, maka arti khas itu dapat dialihkan kepada apa yang
dikehendaki oleh dalil tersebut. Contohnya:


Pada tiap-tiap empat puluh ekor kambing (zakatnya) seekor kambing.
Ukuran nisab yang wajib zakat adalah empat puluh ekor kambing
dan zakatnya adalah satu ekor kambing. Ukuran wajib zakat tidak
bertambah atau berkurang. Ulama Hanafi dalam masalah kambing
diatas di-tawil-kan kepada yang lebih umum yang mencakup kambing
dan nilai harganya.6
c) Bila dalam suatu kasus hukumnya bersifat am dan ditemukan juga
hukum yang khusush dalam kasus yang lain, maka lafaz khas tersebut
membatasi keberlakuan hukum am tadi. Maksudnya, lafaz khas tadi
menjelaskan bahwa yang dimaksud dalam lafaz am tersebut adalah
hanya sebagian afrad-nya saja, yaitu sebagian yang tidak disebutkan
dalam lafaz khas. Contohnya sebagaimana firman Allah SWT. dalam
surat Al-Baqarah (2): 228


Perempuan-perempuan yang di talak hendaklah beriddah selama tiga
kali quru
Keharusan menjalani iddah selama tiga kali quru berlaku am,
yaitu mencakup semua perempuan yang bercerai dengan suaminya pada
keadaan yang bagaimanapun. Kemudian ada ketentuan iddah yang ber-
laku secara khushush, yaitu bagi perempuan yang bercerai ketika hamil,
contoh dalam surat al-Thalaq (65): 4

6
Khallaf, Ilmu Ushul Fikh, terj. Halimuddin, hlm. 242.

Perempuan-perempuan yang hamil, iddahnya bila telah lahir anaknya.
Adanya ketentuan khushush ini menjelaskan bahwa perempuan yang
bercerai dengan suaminya harus beriddah sebanyak 3 kali quru sebagai
mana yang ditetapkan dalam surat al-Baqarah (2): 228 tersebut adalah
perempuan-perempuan yang dicerai dalam keadaan tidak sedang hamil,
karena ketentuan bagi perempuan yang bercerai dalam keadaan hamil
telah ditetapkan dalam surah al-Thalaq (65): 4. Lafaz khas dalam hal ini
membatasi atau mengurangi afrad lafaz am yang disebut dengan takhshis.
d) Bila ditemukan perbenturan antara dalil khas dengan dalil am, disini
terdapat perbedaan pendapat diantara ulama, diantaranya:
- Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa jika kedua dalil tersebut
datang pada masa yang samaan, maka dalil yang khas men-takhsis
dalil yang am, karena adnya persyaratan untuk thakhsis. Bila ke
dua lafaz tersebut datang pada masa yang tidak bersamaan, maka
ada dua kemungkinan, yaitu pertama, bila lafaz am datang setelah
adanya lafaz khas maka dalil am me-nasakh lafaz khas yang sudah
ada, kedua, bila lafaz khas datang setelah adanya lafaz am, maka
lafaz khas tersebut me-nasakh lafaz am dalam sebagian afrad-nya.

- Jumhur ulama berpendapat bahwa tidak tergambar adanya perben-


turan antara kedua lafaz tersebut, sebab bila keduanya datang pada
masa yang sama, maka lafaz khas menjelaskan hukum yang ada
dalam lafaz am, karena lafaz yang umum tersebut dalam bentuk
yang tetap dan dapat menerima penjelasan selain utnuk diamalkan
menurut keumumannya hingga diketahui adanya dalil khas.7

7
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jilid 2, hlm. 88-90.
B. TAKHSISH
1. Pengertian
Takhsish adalah mengeluarkan sebagian dari satuan-satuan yang
terdapat dalam dalam lafaz am (mengkhususkan keumuman dari lafaz
am).8 Mumammad al-Khudhuri Beik memberikan definisi thakhsish yaitu
menjelaskan bahwa yang dimaksud dalam lafaz am hanyalah sebagian
dari yang diatur oleh lafaz tersebut. Abdul Wahab Khallab mengatakan
bahwa takhsish adalah sebuah penjelasan bahwa yang di-maksud oleh
syari tentang lafaz am itu pada mulanya adalah sebagian afrad-nya.
Sedangkan Qadhi al-Baidhawi menjelaskan takhsish adalah mengeluarkan
sesuatu yang terdapat dalam suatu lafaz. Kemudian Ibn Subki menjelaskan
bahwa takhsish adalah membatasi lafaz am kepada sebagian afrad-nya.
Takhsish (pengkhususan) dapat juga berarti penjelasan, bahwa
yang dimaksud dengan keumuman adalah sebagaian yang diliputinya, dan
jika Syari menjelaskan bahwa Ia tidak menghendaki seruluh objeknya
dengan menampakkan bagian yang dikeluarkannya, maka hal tersebut di
namakan takhsish (pengkhususan). Penjelas dalam hal ini harus memiliki
hubungan dengan lafaz am yang diperjelas, karena jika terlepas, maka
yang dimaksud oleh lafaz am tersebut ialah seluruh objeknya, sedangkan
yang ditetapkan adalah yang dimaksudkan adanya sebagian.9

2. Dalil Takhsish
Bila suatu hukum datang dalam bentuk am, maka hukum yang
akan diamalkan adalah menurut keumumannya, kecuali bila ada dalil yang
menunjukkan adanya takhsish. Dalil takhsish tersebutlah yang disebut
mukhassis atau sesuatu yang men-tahkhsish-kan. Mukhassis adalah suatu
dalil yang menjadi dasar untuk adanya pengeluaran tersebut. Contohnya
adalah dalam surat al-araaf (3) dimana Allah menjelaskan bahwa semua
perhiasan yang telah dijadikannya boleh digunakan oleh setiap orang, baik

8
Amiruddin, Ushul Fiqh, hlm. 125.
9
Muhammad Al-Khudhari Beik, Ushul A-Fiqh, (Jakarti: Pustaka Amani, 2007), hlm. 211.
perhiasan tersebut berupa barang seperti emas, intan dan barang-barang
logam lainnya ataupun perhiasan yang berbentuk pakaian. Bahwa ke-
seluruhan tersebut disebut dalam bentuk umum. Kemudian dijelaskan lagi
dengan hadis Nabi bahwa tidak di bolehkan untuk digunakan oleh laki-
laki, pengkhususan oleh hadis Nabi tersebut yang dinamakan dengan
takhsish, dan hadis yang membatasi ayat tersebut dinamakan dengan
mukhassis.
Mukahassis ada dua macam, yaitu dalam bentuk nash dan bukan
dalam bentuk nash. Sedang-kan, jika dilihat dari hubungannya dengan
lafaz am, mukhassis ada dua juga, yaitu ada yang terpisah dari lafaz am
dan ada yang menyatu dengan lafaz am tersebut. Berikut mukhassis yang
terpisah dari lafaz am sebagai berikut10:
a) Takhsish dengan nash, baik nash al-Quran atau Sunnah.
b) Takhsish dengan akal fikiran, baik melalui penyaksian maupun melalui
pemikiran. Contoh dalam bentuk penyaksian adalah dalam surat al-
Ahqaf(46): 25


Angin menundukkan segala sesuatu
Secara am, maksud dari ayat tersebut adalah, angin akan menun-
dukkan segala sesuatu, tapi dengan akal dan melalui penyaksian, kita akan
mengatakan bahwa tidak semua bisa tunduk oleh angin, contohnya langit.
Sedangkan contoh takhsish dengan akal dalam bentuk pemikiran adalah
firman Allah SWT. dalam surat al-Radu (13): 16


Allah menciptakan segala sesuatu
Secara am dikatakan bahwa Allah pencipta segala sesuatu, akan
tetapi akal memahami bahwa Allah sendiri tidak termasuk pengertian am
ayat tersebut, karena Allah tidak diciptakan.

10
Zen Amiruddin, Ushul Fiqih, hlm. 126.
c) Takhsish dengan adat. Maksudnya adalah adat kebiasaan dapat menge-
luarkan beberapa hal yang dimaksud dalam lafaz am, contoh dari hal
ini terdapat pada firman Allah dalam surat al-Baqarah (2): 233


Para ibu menyusukan anaknya selama dua tahun penuh
Ayat diatas secara umum menghendaki setiap ibu untuk menyusu-
kan anaknya selama dua tahun penuh, tapi adat kebiasaan bangsa Arab
yang tidak menyusui anaknya dapat men-takhsish keumuman maksud dari
ayat tersebut.
3. Mukhassis Muttasil11
Mukhassis Muttasil adalah mukhassis yang menyatu dengan lafaz
am. Mukhassis muttasil ada 5 macam, yaitu:
1) Istisna (pengecualian)
Istisna adalah mengeluarkan sesuatu dari pembicaraan yang
sama dengan menggunakan kata kecuali, atau kata lain yang sama
maksudnya dengan itu, contohnya firman Allah dalam surat al-Ashr
(103): 2-3

Sesunggunya manusia itu dalam keadaan merugi, kecuali yang
beriman dan melakukan amal saleh.
Kata (manusia) dalam ayat diatas bersifat am karena
merupakan lafaz jama yang disertai alif-lam jinsiyyah. Secara am
ayat diatas mengandung arti bahwa semua manusia akan merugi. Ke-
umuman ayat tersebut di takhsis oleh istisna (pengecualian) yang ter-
dapat dalam ayat kata sesudahnya yaitu kecuali orang-orang yang ber-
iman, beramal saleh dan mau nasehat menasehati pada jalan kebenaran
dan kesabaran tetap beruntung artinya tidak termasuk dalam orang-
orang yang merugi.12

11
Nazar Bakry, Fiqh dan Ushul Fiqh, 203.
12
Amiruddin, Ushul Fiqh, hlm. 126.
Syarat-syarat bagi istisna untuk dapat menjadi mukhassas adalah
sebagai berikut:
a) Yang dikecualikan ( )tersebut bersambung dengan lafaz
yang dikecualikannya ( ) dan tidak ada halangan dalam
keterpisahan antara keduanya, namun sekedar untuk bernafas.
Contoh: Badu bersin, berhenti sebentar yang menurut kebiasaan
tidak memutuskan pembicaraan dan hal ini dianggap tidak mem-
batalkan istisna.
b) Yang dikecualikan ( )itu tidak menghabisi afrad dari tempat-
nya dikecualikan. Jika dihabiskan maka istisna tersebut dianggap
tidak sah, contohnya: saya mempunyai uang 1000 kecuali 1000.
c) Yang dikecualikan ( )tersebut termasuk dalam lingkup di
kecualikannya ( ) secara sengaja, karena pengecualian
adalah tindakan kata sehingga terbatas pada yang dimaksud oleh
kata.13
Bila istisna (pengecualian itu disebutkan beberapa kali secara
berurutan atau bersambungan antara sesamanya, maka seluruh penge-
cualian tersebut kembali kepada yang pertama, contoh bila seorang
berkata, saya berutang sebanyak 10 kecuali 4 dan kecuali 3 dan ke-
cuali 2. Hutang orang tersebut sebenarnya adalah 1, karena seluruh
pengecualian dalam ucapan itu dikeluarkan dari angka 10, tapi jika
beberapa pengecualian tersebut tidak bersambungan antar sesamanya,
maka pengecualian itu dikembalikan kepada yang disebutkan terakhir.
Contoh: saya berhutang sebanyak 10, kecuali 5, kecuali 4, kecuali 3.
Maka hutang orang tersebut tinggal 6, karena 3 dikecualikan dari 4
sehingga tinggal 1; yang 1 itu dikecualikan dari 5 tentu tinggal 4 dan
yang 4 itu dikecualikan dari 10, maka tinggal 6.
Bila lafaz pengecualian datang sesudah menyebut beberapa hal
secara bersambungan, kemana pengecualian itu harus dikembalikan,

13
Muhammad Al-Khudori Biek, Ushul Fiqh,terj. Zaid. H. Alhamid, (Pasuruan: Raja Murni, 1982),
hlm. 224.
apakah ke lafaz yang terakhir atau kepada keseluruhan lafaz yang di-
sebutkan sebelumnya. Hal ini menimbulkan perbedaan pendapat di
kalangan ulama, contoh firman Allah dalam surat An-Nur (24): 4

Dan mereka yang menuduh perempuan-perempuan yang ter-


pelihhra (berzina) kemudian tida bisa mendatangkan empat orang
saksi, maka deralah mereka dengan 80 kali deraan dan jangan me-
nerima kesaksian mereka selama-lamanya dan mereka itulah orang-
orang yang fasiq. Kecuali mereka yang bertaubat sesudah itu dan ber-
buat baik, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun dan Maha
Penyayang. (QS. An-Nur: 4-5).

Ulama dari kalangan imam SyafiI (Ibnu Subki dan al-Amidi)


mengatakan bahwa pengecualian itu kembali kepada semua ucapan
yang disebutkan sebelumnya, dalam contoh ayat diatas pengecualian
berlaku terhadap sifat fasik, tehadap terhadap tidak diterima kesaksian
dan kepada keharusan sanksi pukulan. Sedangkan ulama Hanafi ber-
pendapat bahwa pengecualian itu hanya kembali pada lafaz yang
langsung di sebutkan sebelumnya, dalam hal ini adalah sifat fasik.14

Ulama yang lainnya juga berpendapat bahwa bila semua ucapan


itu diarahkan kepada arah yang sama, maka pengecualiannya dikem-
balikan kepada semua ucapan itu. Umpamanya ucapan, saya tahan
rumah saya untuk saudara ayah saya, saya wakafkan tanah saya kepada
saudara ibu saya, dan saya abadikan sumber air saya untuk tetangga
saya, kecuali bila mereka melakukan perjalanan. Bila hal tersebut di
arahkan kepada arah yang berbeda, maka pengecualian itu kembali ke-
pada pengucapan yang terakhis saja, contoh: Muliakanlah para ulama,
wakafkan rumahmu untuk kerabatnya dan merdekakanlah hambamu,
kecuali dia fasik. Pengecualian dalam hal ini berlaku terhadap hamba,
yang artinya hamba yang fasik tidak dimerdekakan.

14
Nazar Bakry, Fiqh dan Ushuk Fiqh, hlm. 205
Pendapat lain mengatakan bahwa bila ucapan pengecualian itu
disambungkan dengan lafaz maka atau kemudian maka pengecua-
liannya kembali kepada yang terakhir saja. Pengikut Al-asyari berpen-
dapat bahwa memilih tawaquf, dalam artian menunggu dalil lain untuk
member petunjuk bagi tempat dikembalikannya pengecualian tersebut.
Alasan para ulama yang mengatakan kembalinya pengecualian itu
kepada yang disebutkan terakhir adalah karena memang cara itulah
yang diyakini, juga pengecualian itu tidak berdiri sendiri dan tidak ber-
buat sendirian, dan oleh sebab itu ia dikembalikan pada yang terdahulu
disebutkannya. Sedangkan alasan ulama yang mengatakan bahwa kem-
balinya pengecualian tersebut kepada semua ucapan secara keseluru-
han adalah bahwa beberapa jumlah yang bersambungan itu menempati
kedudukan satu jumlah atau ucapan, oleh karena itu tidak dapat di
pisahkan dengan yang lainnya.15

2) Syarat
Syarat ialah sesuatu yang lazim dengan tidak ada yang disifati,
tapi tidak lazim dengan adanya sifat. Sering juga di gunakan syarat
untuk men-takhsis-kan kalimat umum16 seperti:


Bila kamu berada dalam perjalanan tidak ada halangannya
kamu mengqashar shalat, bila kamu takut akan fitnah orang kafir.
Ayat diatas menjelaskan kebolehan untuk meng-qashar shalat
yang disebutkan secara am dan dibatasi dengan syarat bahwa shalat
tersebut dilakukan pada saat dalam perjalanan. Jika syarat disebutkan
sesudah menyebutkan beberapa jumlah yang bersambungan, maka
syarat tersebut dikembalikan kepada keseluruhan. Para ulama sepakat
bahwa kembalinya syarat pada keseluruhannya dan berbeda bendapat

15
Amir Syarufuddin, Ushul Fiqh, Jilid 2, hlm. 94-95.
16
Nazar Bakry, Fiqh dan Ushuk Fiqh, hlm. 207.
mengenai kembalinya pengecualian kepada semua. Contoh dari hal ini
adalah muliakanlah bani Tamin, berbuat baiklah kepada Rabiah dan
ucapkanlah salam kepada Ahmad jika mereka datang. Ada beberapa
tugas dalam contoh ini, yaitu memuliakan bani Tamin, berbuat baik
kepada Rabiah dan memuliakan Ahmad, dan semua tugas tersebut
berlaku dengan satu syarat, yaitu bila mereka datang.
3) Sifat
Kalimat umum dapat juga di takhsis-kan dengan pengertian
kalimat yang mengirinya, seperti kifara membunuh, memerdekakan
seorang budak yang mukmin.17 Sifat adalah sesuatu hal atau keadaan
yang mengiringi dan menjelaskan sesuatu zat atau perbuatannya,
contohnya terdapat dalam firman Allah dalam surat an-Nisa (4): 101


Maka boleh kamu mengawini hamba sahaya diantaranu yang
mukminat.
Lafaz pada ayat diatas merupakan sifat bagi lafaz .
Penyebutan sifat sesudah lafaz yang disifati, berarti kebolehan meni-
kahi hamba sahaya perempuan yang umum itu dibatasi atau di takhsis
dengan mukminat, dan hamba sahaya yang tidak mukminat keluar dari
kandungan ayat tersebut. Bila suatu sifat menyebutkan beberapa hal,
maka sidat itu berlaku untuk semuanya. Contoh: saya wakafkan harta
saya kepada anak-anak saya dan anak-anak mereka yang membutuh-
kan. Sifat membutuhkan itu berlaku untuk anak-anakknya dan
anak-anak mereka dalam kebolehan menerima wakaf.
4) Limit Waktu
Ghayah adalah limit waktu yang mendahului lafaz am sehingga
jika tidak terdapat limit waktu maka akan meliputi semua afrad am
(waktu). Ghayah juga dapat dikatakan sebagai kesudah-sudahan
sesuatu yang menghendaki untuk menetapkan hukum yang sebelum-

17
Nazar Bakry, Fiqh dan Ushuk Fiqh, hlm. 208.
nya dan meniadakan hukum yang sesudahnya. Ghayah adakalaya di
tandai dengan (ila) dan dengan (hatta). Ghayah dengan ila adalah
kesudah-sudahan sesuatu sampai (masuk) pada batasan yang telah
ditentukan, contoh:


Bila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhkah muka
kamu dan tangan tanganmu sampai kepada dua mata siku (QS. Al-
Maidah: (6))
Ayat diatas mengandung kalimat Ghayah ila yang bererti bahwa
mata siku juga harus dibasuh, sedangkan contoh dari ghayah hatta
ialah kesudah-sudahan yang tidak termasuk batas yang telah ditentu-
kan, seperti:


Jangan kamu dekati perempuan-perempuan yang dalam keadaan
haidh, hingga dia suci. (QS. Al-Baqarah: 222).
Hatta pada ayat diatas menunjukkan adanya larangan bagi ka-
limat sesudahnya, dan kalimat sesudah dan sebelum kata hatta memi-
liki hukum yang berbeda. Kata hatta men-takhsis-kan kalimat umum
sebelumnya, yaitu memberikan pengertian bahwa semua perbuatan
(mendekati) di larang, maka dengan adanya kalimat ghayah (hingga)
tidak memberlakukan hukum yang umum.18
5) Bagian sebagai pengganti keseluruhan
Badal adalah menggantikan hukum yang dimaksud tanpa
adanya pengatar antara pengganti dengan yang diganti. Badal yang di
maksud disini hanyalah badal baad min kul, contohnya adalah:


Allah mewajibkan atas manusia mengerjakan hajji, yaitu orang
yang kuasa berjalan kepadanya. (QS. Ali Imran: 97)

18
Nazar Bakry, Fiqh dan Ushuk Fiqh, hlm. 209.
Kalimat umum adalah kul (keseluruhan manusia) artinya siapa
saja terkena hukum wajib untuk hajji. Manistathaa (orang yang kuasa)
adalah sebagian (badhu) dari keseluruhan manusia, dan menggantikan
lafaz Nas (kul). Maka dengan adanya penggantian ini tidak setiap
orang diwajibkan hajji, tetapi hanya yang mampu saja.19
6) Hal
Hal ialah suatu lafaz yang menunjukkan sesuatu keadaan yang
tertentu, seperti:

Jangan kamu kamu kerjakan shalat, sedangkan kamu dalam
keadaan mabuk, hingga kamu ketahui apa yang kamu ucapkan. (QS.
An-Nisa: (43)).
Kalimat larangan dalam mengerjakan shalat diatas adalah ber-
bentuk kalimat umum dengan pengertian bahwa manusia dilarang
untuk mengerjakan sembahyang. Kemudian kalimat umum tersebut di-
takhsis-kan dengan kalimat sesudahnya yang berbentuk hal, yaitu
sukara maka jadilah kalimat takhsis.20

4. Mukhassis Munfashil
Mukhassis Munfashil adalah lafaz yang mengkhususkan tapi tidak
menyatu dalam satu kalimat atau lafaz yang dapat berdiri sendiri tanpa di
hubungi oleh kalimat yang pertama. Minsalnya adalah dalil amnya adalah
Al-Quran dan dalil khasnya adalah hadits, atau sebaliknya.21 Contoh dari
mukhassis munfashil adalah: dimana wanita seyang diceraikan oleh suami-
nya secara umum di takhsis oleh ayat lain dan dalam surat lain, yaitu masa
iddahnya wanita hamil adalah sampai ia melahirkan. Contoh lain yang
mana Al-Quran di takhsis oleh hadits adalah

19
Amir Syarufuddin, Ushul Fiqh, Jilid 2, hlm. 98.
20
Nazar Bakry, Fiqh dan Ushuk Fiqh, hlm. 210-211.
21
Zen Amiruddin, Ushul Fiqh, hlm. 126-127.


Hanya saja zakat itu untuk fakir dan miskin dan amilnya dan
orang muallaf dan untuk memerdekakan budak dan untuk orang yang ter-
belit hutang dan untuk sabilillah dan ibnu sabil.
Menurut ayat diatas bahwa zakat itu diberikan untuk 8 asnaf,
ketentuan tersebut di takhsis oleh hadits Riwayat Bukhari yaitu: bahwa
zakat fitrah itu pembersih orang yang puasa dan pemberi makan bagi
orang yang miskin. Berdasarkan pada hadits tersebut bahwa zakat fitrah
hanya untuk membersihkan diri bagi yang berpuasa dan member makan
orang-orang miskin. Ketentuan umum pada ayat diatas adalah zakat di
berikan kepada orang-orang yang termasuk dalam 8 asnaf, maka dengan di
takhsis oleh hadits selanjutnya, maka zakat fitrah hanya diberikan kepada
orang-orang fakir miskin.22

C. MACAM-MACAM TAKHSIS
Telah dijelaskan bahwa dalil yang menunjukkan takhsis ada dua macam,
yaitu: dalil yang terpisah dari dalil am (mukhassis Muttashil) dan dalil yang
menyatu dengan dalil am (mukhassisMufassil). Berikut akan dijelaskan
macam-macam mukhassis dari segi dalil khas yang terpisah dari dalil am,
yaitu:
1) Takhsis Al-Quran dengan Al-Quran
Ulama telah bersepakat bahwa bolehnya ayat Al-Quran mentakhsis
ayat Al-Quran yang lainnya. Mereka berargumen bahwa dengan dalil aqli
dan dalil naqli. Dalil naqli yang dikemukakan jumhur adalah kenyataan
bahwa banyanya ayat Al-Quran yang mentakhsis lafaz am dalam Al-
Quran, contohnya adalah firman Allah dalam surat Al-Baqarah (2): 229

22
Zen Amiruddin, Ushul Fiqh, hlm. 128.
Perempuan-perempuan yang bercerai dari suaminya hendaklah iya
beriddah sampai 3 kali quru.
Keharusan perempuan yang bercerai dari suami tersebut untuk ber-
iddah 3 quru berlaku umum untuk semua dengan tidak melihat keadaan
dan sifat perempuan tersebut saat bercerai. Pengertian am ayat tersebut di
takhsis oleh firman Allah dalam surat Al-Baqarah (2): 234


Orang-orang yang meninggal diantaramu dan meninggalkan istri
hendaknya mereka menunggu selama 4 bulan 10 hari.
Surat Al-Baqarah: 234 mengkhususkan tentang perempuan yang ber-
cerai karena kematian suaminya harus beriddah selama 4 bulan 10 hari,
maka hukum am yang mengharuskan beriddah selama 3 kali quru tidak
lagi berlaku bagi perempuan yang ditinggal meninggal oleh suaminya.
Dalil aqli dari jumhur ulama adalah bila dua nas Al-Quran bertemu, yang
mana terdiri dasi dalil khas dan dalil am, dan jika tidak memungkinkan
untuk mengamalkan keduanya, maka boleh memilih salah satu dari kedua
dalil tersebut. Mengamalkan dalil khas tidak berarti membatalkan dalil am
karena masih ada kemungkinan untuk mengamalkannya dalam kasus yang
lain, akan tetapi jika mengamalkan dalil am antara keduanya maka akan
membatalkan dalil khas, oleh karena itu beramal dengan dalil yang khas
lebih utama.23

2) Takhsis Al-Quran dengan Sunnah


Sunnah yang kekuatannya mutawatir, para ulama tidak berbeda
pendapat, sedangkan sunnah yang berkekuatan ahad menimbulkan perber-
daan pendapat antar ulama untuk men-takhsis Al-Quran. Ulama yang
membolehkan takhsis Al-Quran dengan khabar ahad mengemukakan
argument bahwa:

23
Amir Syarufuddin, Ushul Fiqh, Jilid 2, hlm. 99-111.
a) Ijma sahabat mengakui terjadinya takhsis Al-Quran dengan khabar
ahad, contohnya adalah kebolehan untuk menikahi siapa saja sebagi
mana yang terdapat dalam surat An-Nisa: (22-24) dan di takhsis
dengan hadits Nabi dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa se-
seorang tidak boleh memadu seorang perempuan dengan saudara
ayahnya, dan tidak pula dengan saudara ibunya.
b) Khiyar ahad menjadi dalil dalam beramal. Wajib beramal dengan
khabar ahad adalah menurut kesepakatan ulama sebagaimana wajib
beramal dengan khabar mutawatir, baik sesudah maupun sebelum di
takhsis.

Sedangkan Ulama yang tidak menerima takhsis Al-Quran


dengan khabar ahad berpendapat bahwa:

a) Lafaz am yang tidak disepakati tentang takhsisnya meyakinkan


(qathi) kandungannya terhadap penerimaan afrad-nya menjadi
zhanni 9tidak meyakintakn), maka jika lafaz tersebut kedudukannya
adalah qathi maka tidak boleh di takhsis oleh sesuatu yang zhanni,
sebagaimana tidak boleh menasakh dengan khabar ahad.
b) Al-Quran kedudukannya lebih kuat dari pada Sunnah.

3) Takhsis Sunnah dengan Kitab


Seperti halnya takhsis Al-Quran dengan sunnah, dalam takhsis
sunnah dengan Al-Quran ini juga menimbulkan perbedaan pendapat, di-
antaranya adalah ulama yang berpendapat bahwa boleh men-takhsis sunnah
dengan Al-Quran. Pendapat ini berargumen bahwa Al-Quran lebih kuat
dari pada sunnah, karena keseluruhan dari Al-Quran adalah qathi sedang-
kan sunnah hanya sebagian yang qathi dan sebagiannya lagi zhanni. Jadi
Al-Quran yang kuat boleh mentakhsis sunnah yang kedudukannya lebih
lemah.
Sedangkan pendapat ulama yang menolak kebolehan untuk mentakhsis
sunnah dengan Al-Quran adalah jika menjadikan Al-Quran sebagai
takhsis terhadap sunnah berarti kita menempatkan sunnah sebagai asal
dan Al-Quran sebagai pengikut terhadap sunnah yang berarti mengurangi
nilai Al-Quran.

4) Takhsis sunnah dengan sunnah


Perbedaan pendapat juga terdapat dalam takhsis sunnah dengan
sunnah yaitu jumhur ulama berpendapat bahwa boleh men-takhsis sunnah
dengan sunnah, baik sunnah tersebut berbentuk qauliya, filiyah atau
takririyah. Sedangkan ulama yang menolak untuk men-takhsis sunnah
dengan sunnah berdasarkan pada firman Allah Swt. dalam surat An-Nahl:
44, bahwa yang dijelaskan oleh Nabi adalah Al-Quran bukan Sunnah.

5) Takhsis dengan ijma


Takhsis dengan ijma adalah mengetahui maksud suatu dengan lafaz
am melalui ijma, ulama menjelaskan bahwa apa yang dimaksud adalah
sebagian dari apa yang dikehendaki lafaz am tersebut. Sebagian ulama ber-
pendapat bahwa takhsis melalui petunjuk ijma, atau dengan ijma itu sen-
diri. Sedangkan ulama yang lainnya lagi berpendapat bahwa ijma untuk
menetapkan suatu hukum yang men-takhsis keumuman ayat Al-Quran dan
sunnah. Alasan ulama membolehkan takhsis dengan ijma adalah karena
ijma mempunyai kekuatan hukum qathi tentang penunjukan (dilalahnya)
terhadap hukum.

6) Takhsis dengan qiyas


Takhsis dengan qiyas adalah suatu kejadian yang tidak ada hukumnya
di-qiyas-kan kepada hukum yang terdapat dalan nash Al-Quran atau hadis
berdasarkan adanya illat yang sama. Kemudian hukum yang dihasilkan
dari temuan mujtahid tersebut digunakan untuk membatasi umumnya ayat
Al-Quran dan hadis. Ulama Hanafi berpendapat bahwa boleh men-takhsis
dengan qiyas, jika derajatnya turun dari kepastian dari dugaan dengan di
takhsis-nya oleh dalil qathi yang lain, karena takhsis dari sifat umum men-
jadikannya zhanni dan tidak mengkhususkannya kecuali dalil qathi yang
serupa dengannya.24

7) Takhsis dengan mafhum


Suatu lafaz hukum dari segi manthuq-nya atau menurut apa yang ter-
surat, menunjukkan suatu hukum, dan mantuq itu dapat pula dipahami
hukum lain yang tidak tersurat, apa yang dipahami di balik yang tersurat itu
disebut dengan mafhum. Takhsis Al-Quran dan sunnah dengan mafhum
artinya hukum khusush yang dapat diambil dibalik apa yang tersurat itu di
jadikan dalil untuk membatasi keumuman ayat Al-Quran dan sunnah.
Sebagian ulama tidak membolehkan takhsis dengan mafhum
dikarenakan penunjukkan lafaz am terhadap apa yang ditunjuk oleh
mafhum, sebenarnya adalah dengan manthuq, bukan dengan dengan
mafhum. Alasan tersebut dijawab oleh jumhur ulama bahwa yang didahu-
lukan atas mafhum itu adalah manthuq yang khas, bukan merupakan salah
satu afrad dari lafaz am itu. Mafhum didahulukan atas manthuq (yang
merupakan afrad am) karena mengamalkan dua dalil yang berbeda itu
lebih baik dari pada meninggalkan satu diantaranya.

D. BEBERAPA MASALAH TAKHSIS


1) Menyebutkan sebagian Afrad lafaz umum
Lafaz khas adalah bagian dari afrad lafaz am. Hukum yang berlaku
dalam lafaz am adalah mengenai semua frad (satuan makna) yang ter-
kandung didalamnya. Penyebutan sebagian afradn dari lafaz am hukum-
nya ada yang sama dengan hukum yang terdapat dalam lafaz am. Ada pula
lafaz khusus yang berbeda dengan hukumnya dari lafaz am
a) Bila ada lafaz khusush (salah satu afrad dari lafaz am) yang disebut-
kan hukumnya itu berbeda dengan lafaz am, maka lafaz khusush itu
men-takhsis lafaz am, dan inilah bentuk takhsis tyang biasa terjadi.

24
Muhammad Al-Khudhari Biek, Ushul al- Fiqh, terj. Faiz el-Muttaqien, (Jakarta: Pustaka Amani,
2007), hlm. 416.
b) Bila lafaz khusush yang merupakan salah satu afrad-nya dari lafaz
am hukumnya bersamaan dengan hukum yang ditetapkan dalam
lafaz am, maka dalil khusus tidak men-takhsis dalil am. Hal ini
menyebabkan 2 lafaz khusus, pertama adalah lafaz khusus yang tidak
bertindak sebagai mukhasis, tapi hanya untuk menjelaskan hukum
yang berlaku dalam lafaz tersebut tanpa mempengaruhi lafaz am.
Kedua lafaz khusus yang disamping menjelaskan hukum untuk diri-
nya juga membatasi penggunaan lafaz am (sebagai mukhasis).

2) Menyambungkan lafaz khusush kepada lafaz am


Banyak terdapat lafaz khusus yang di athaf-kan (disambungkan)
kepada lafaz am dalam Al-Quran. Perbedaan pendapat mengenai takhis
antara hukum khas yang disambungkan kepada hukum am adalah:
a) Jumhur ulama berpendapat bahwa dalil khusus yang disambungkan
pada dalil am tidak berpengaruh terhadap dalil am tersebut, artinya
tidak men-takhsis dalil am
b) Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa dalil khusush yang disambungkan
kepada dalil am men-takhsis dalil am tersebut.

3) Kembalinya dhamir (kata ganti orang) kepada sebagian afrad


Lafaz am adalah lafaz yang menghendaki berlakunya hukum secara
keumumannya, dalam lafaz am tersebut terdapat dhamir yang kembali
untuk menjelaskan bahwa yang dimaksud dengannya adalah hanya sebagi-
an afrad dari lafaz am tersebut.

4) Afrad Umum yang harus tersisa sesudah di takhsis


Seperti disebutkan sebelumnya bahwa takhsis adalah mengeluarkan
sebagian afrad dari lafaz am, sehingga lafaz am tersebut hanya
mempunyai arti terhadap afrad yang masih tertinggal (tersisa). Para ulama
sepakat bahwa sesudah melakukan takhsis harus ada afrad yang tersisa,
karena jika semuanya dikeluarkan hinggaha habis, maka di namakan
dengan nasakh bukan takhsis.

5) Lafaz Umum sesudah di takhsis


Pembahasan tentang lafaz am sesudah di takhsis mengandung dua
hal, yaitu pertama, kedudukan lafaz am bila dihubungkan kepada afrad-
nya dari segi hakiki atau majazinya, kedua, penunjukan (dilalah) lafaz ter-
sebut terhadap hukum.25
a) Kedudukan lafaz umum yang telah di takhsis, terdapat perbedaan pen-
dapat tentangnya, diantaranya adalah pandangan ulama yang berpenda-
pat bahwa penggunaannya terhadap afrad yang tersisa adalah hakiki
mengemukakan bahwa semua lafaz selain lafaz khusus adalah hakiki,
dan kedudukannya sebagai hakiki tetap berlaku sesudah di takhsis
sebagaimana keadaan sebelumnya. Pendapat kedua mengatakan bahwa
penggunaan lafaz am terdapat afrad yang tertinggal hanya majazi,
karena lafaz yang telah di takhsisi menjadi terpakai di luar apa yang di
tentukan untuknya, oleh sebab itu perlu adanya dalil yang menunjukkan
apa sebenarnya yang dimaksud sama keadaannya dengan mujmal yang
tidak member petunjuk dengan lafaznya saja dan memerlukan qarinah
yang akan member petunjuk.
b) Kekuatan dan kebolehan berhujjah dengan lafaz yang umum sesudah di
takhsis, ulama berbeda pendapat dalam hal ini, dan pendapat yang ter-
piliha menurut Al-Amidi adalah boleh berhujjah dengan keumuman
lafaz tersebut diluar bentuk-bentuk yang telah di takhis tersebut.

E. MUTLAQ DAN MUQAYYAD


1) Pengertian
Mutlaq adalah lafaz yang mencakup pada jenisnya tetapi tidak
mencakup afrad didalamnya. Mutlaq juga merupakan lafaz-lafaz yang
menunjukkan kepada pengertian dengan tidak adanya ikatan (batas) yang

25
Amir Syarufuddin, Ushul Fiqh, Jilid 2, hlm. 117-118.
tersendiri berupa perkataan.26 Sedangkan dari segi cakupannya, dapat
dikatakan bahwa mutlaq sama dengan naqirah yang disertai oleh tanda-
tanda keumumannya suatu lafaz, termasuk jama nakirah yang belum
diberi qayyid (ikatan).27 Muqayyad adalah lafal yang menunjukkan suatu
satuan yang secara lafziyahnya dibatasi dengan sebuah ketentuan,
contohnya adalah rajulun rasyidun (seorang laki-laki yang cerdas).28

2) Berlakunya lafaz mutlaq dan muqayyad


Suatu hukum yang datang dengan bentuk mutlaq, maka hukumnya
diamalkan secara kemutlaqannya, begitu juga dengan hukum yang datang
dalam bentuk muqayyad, maka hukum itu diamalkan menurut qayyid yang
menyertainya, namun adakalanya hukum itu datang dengan bentuk mutlaq
dalam suatu nash hukum dan datang dalam bentuk muqayyad dalam nash
hukum yang lain. Mengenai cara mengengenai menghadapi hal ini, ulama
ushul berbeda pendapat, dan dalam hal ini ada beberapa bentuk pola
hubungan antara lafaz mutlaq dan muqayyad, yaitu:
a) Sasaran dari dua nash hukum itu adalah satu, jadi hukum yang di
sebutkan adalah sama dan sebab yang menimbulkan hukum itu
juga sama, contohnya dalam surat Al-Maidah: 3


Diharamkan atasmu memakan bangkai, darah, dan daging babi
Kata pada ayat diatas adalah mutlaq, dalam artia tidak diikat
oleh sifat atau syarat apapun, selanjutnya dalam surat Al-Anam:
145

26
Nazar Bakry, Fiqh dan Ushuk Fiqh, hlm. 217.
27
Muhammad Al-Khudhari Biek, Ushul al- Fiqh, terj. Faiz el-Muttaqien, hlm. 421
28
Satria Effendi, Ushul Fiqh, 206.
Katakanlah aku tidak menemukan dalam wahyu yang diturun-
kan kepadaku tentang makanan yang diharamkan untuk dimakan
kecuali bangkai, darah yang mengalir dan daging babi.
Ayat diatas menjelaskan bahwa kata darah diberi sifat dengan
kata yang mengalir, tapi hukum dari kedua ayat diatas adalah sama
yaitu haram dan yang menimbulkan hukum juga sama yaitu darah,
maka dari itu ditanggungkanlah mutlaq atas muqayyad dalam arti
hukum dalam lafaz mutlaq harus dipahami menurut yang berlaku
pada lafaz muqayyad, dalam contoh diatas, kata darah yang terda-
pat dalam lafaz mutlaq harus diartikan dengan darah yang meng-
alir sebagaimana terdapat dalam lafaz muqayyad. Sedangkan ke-
harusan memahami mutlaq menurut arti muqayyad dalam bentuk
ini disepakati oleh ulama ushul.

b) Sebab yang menimbulkan hukum berbeda antara lafaz mutlaq dan


muqayyad, namun hukum yang terdapat dalam dua lafaz tersebut
adalah sama. Contohnya adalah dalam surat Al-Mujadalah: 3 yang
menjelaskan tentang kaffarah zhihar, yang dalam hal ini berbentuk
mutlaq, dan lafaz raqabah juga terdapat dengan bentuk muqayyad
dalam firman Allah Swt. surat al-Nisa: 91 yang membicarakan
tentang sanksi bagi pembunuhan yang tidak disengaja. Kata
raqabah dalam surat kedua mengandung qayyid dengan kata
muminah, dalam hal menanggungkan mutlaq dan muqayyad
dalam bentuk ini terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama,
yaitu:
Kalangan ulama Syafiiyah berpendapat bahwa ditanggungkan
mutlaq kepada (dipahami menurut arti)muqayyad dalam arti hamba
yang dimerdekakan dalam kasus kafarah zhihar yang berbentuk
mutlaq, itu adalah hamba sahaya yang mukmin yang terdapat ada
dalam lafaz muqayyad yang tersebut dalam ayat yang menjelaskan
sanksi pembunuhan yang tidak disengaja. Ulama Hanafiyah ber-
pendapat bahwa dalam bentuk ini, lafaz mutlaq tidak dapat di
pahami menurut menurut muqayyad. Karena itu harus mengamal-
kan lafaz mutlaq secara kemutlaqannya, yaitu dengan sanksi zhihar
yang dimerdekakan adalah hamba secara mutlaq, sedangkan lafaz
muqayyad diamalkan sesuai dengan qayidnya, yaitu untuk kafarah
pembunuhan yang tidak disengaja sanksinya adalah memerdekakan
budak yang mukmin.

3) Hukumnya berbeda, seperti perkataan seseorang kepada bawahannya


untuk membeli seorang budak dan melepaskan seorang budak
mukmin, dalam hal ini, mutlaq tidak diartikan sebagai muqayyad
berdasarkan kesepakatan, kecuali jika ada kebutuhan mendesak, seperti
perkataan seseorang bahwa bebaskan seorang budak dan pilihlah
seorang budak yang mukmin. Hal ini menunjukkan bahwa dalam
perkataan pertama mewajibkan untuk membebaskan seorang budak,
maka ditetapkan bahwa maksudnya adalah budak yang mukmin karena
kesanggupan mentaati.29
Menanggungkan lafaz mutlaq kepada muqayyad dalam bentuk
ini terdapat perbedaan di kalangan ulama, diantaranya: Menurut
kebanyakan ulama (Hanafiyah, Maliki dan sebagai-mana, lafaz mutlaq
tidak ditanggungkan kepada muqayyad , arti-nya bahwa lafaz mutlaq
dipahami menurut mutlaqnya sedangkan lafaz muqayyad dipahami
menurut qayidnya. Kemudian menurut sebagian besar kalangan
Syafiiyyah, lafaz mutlaq harus ditanggungkan pada muqayyad, artinya
lafaz mutlaq dipahami menurut arti muqayyad.

4) Sebab yang menimbulkan hukum dalam lafaz mutlaq dengan lafaz


muqayyad adalah berbeda, demikian juga hukumnya. Ulama sepakat
bahwa lafaz mutlaq tidak ditanggungkan kepada muqayyad, dan
masing-masing diberlakukan menurut sifatnya. Contoh dalam hal ini

29
Muhammad Al-Khudhari Biek, Ushul al- Fiqh, terj. Faiz el-Muttaqien, hlm. 424
adalah firman Allah Swt. dalam surat Al-Maidah: 38 bawa pencuri
laki-laki maupun perempuan harus di potong tangannya dan contoh
yang kedua adalah dalam surat Al-Maidah: 6 bahwa jika berwudu,
maka basuhlah tangan hingga siku. Surat pertama menjelaskan bahwa
tangan secara mutlaq, sedangkan pada surat kedua bahwa tangan di
sebutkan secara qayyid, yaitu sampai siku.
5) Adakalanya salah satu diantara keduanya (mutlaq dan muqayyad) ber-
bentuk itsbat (membenarkan) dan yang satu lagi dalam bentuk naf
(membantah), contoh: seseorang berkata bahwa merdekakan hamba
sahaya, lalu berkata lagi jangan memerdekakan hamba sahaya yang
kafir. Dlafaz mutlaq dalam dalam contoh tersebut diberi qayyid
dengan kebalikan atau lawan dari qayid pada lafaz muqayyad, dalam
perkataan pertama kata hamba sahaya diberi qayyid dengan muslim.
6) Bila dalam keduanya (mutlaq dan muqayyad) dalam bentuk nafy atau
dalam bentuk melarang atau yang satu dalam bentuk nafy dan yang
satu lagi dalam bentuk melarang, maka lafaz mutlaq diberi qayyid
dengan sifat yang terdapat dalam lafaz muqayyad. Contoh pada bentuk
pertama, perkataan, tidak cukup menyembelih hewan dan tidak
cukup menyebelih hewan sakit. Contoh bentuk kedua, perkataan,
jangan menyembelih hewanjangan menyembelih hewan sakit
jangan menyembelih hewan. Bentuk dan contoh yang disebutkan
sebelumnya adalah lafaz muqayyad berada dalam satu tempat, se-
hingga lafaz mutlaq hanya mungkin ditanggungkan kepada yang
muqayyad itu saja.
7) Bentuk lain adalah lafaz muqayyad berada dalam dua tempat yang ber-
beda dalam dua tempat yang berbeda. Mengenai hal ini ada dua pen-
dapat yang berbeda, yaitu:
a) Menurut ulama Syafiiyyah lafaz mutlaq harus ditanggungkan
kepada salah satu diantara kedua muqayyad di tempat yang ber-
beda tersebut. Contoh dalam surat Al-Maidah: 89 yang artinya
adalah maka harus berpuasa tiga hari. Kata tiga hari dalam ayat
tersebut adalah mutlaq tanpa keterangan, atrinya tiga hari tersebut
boleh berturut-turut dan boleh juga terpisah, dan firman Allah
dalam surat al-Mujadalah: 4 yang artinya maka harus puasa
selama dua bulan berturut-turut. Ayat tesebut wajib kewajiban
berpuasa dinyatakan dalam bentuk muqayyad, yaitu berturut-turut.
b) Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa lafaz mutlaq tidak dapat di
tanggungkan kepada lafaz muqayyad, dalam keadaan tersebut, ka-
rena lafaz muqayyadnya berbeda hukumnya. Bila muqayyad ber-
ada dalam dua tempat yang berbeda dan tidak ada yang lebih dekat
diantara keduanya untuk member qayid kepada lafaz mutlaq, maka
lafaz mutlaq tidak dapat ditanggungkan kepada lafaz muqayyad,
karena meskipun ada lafaz muqayyadnya, tapi berada dalam dua
bentuk yang berbeda.

Вам также может понравиться

  • Menyingkap Sandi Al-Qur'an: Tafsir Sufi yang Unik
    Menyingkap Sandi Al-Qur'an: Tafsir Sufi yang Unik
    От Everand
    Menyingkap Sandi Al-Qur'an: Tafsir Sufi yang Unik
    Рейтинг: 2 из 5 звезд
    2/5 (2)
  • Usul Fiqih Materi
    Usul Fiqih Materi
    Документ60 страниц
    Usul Fiqih Materi
    Nifta Handayani
    Оценок пока нет
  • Makalah Usul Fiqih Kelompok 6
    Makalah Usul Fiqih Kelompok 6
    Документ14 страниц
    Makalah Usul Fiqih Kelompok 6
    Memi Sarmila
    Оценок пока нет
  • Kaidah Fiqh
    Kaidah Fiqh
    Документ13 страниц
    Kaidah Fiqh
    Miftahul Jannah
    Оценок пока нет
  • Resume Ushul Fikih
    Resume Ushul Fikih
    Документ17 страниц
    Resume Ushul Fikih
    Azisah Natasya
    Оценок пока нет
  • Amm & Khas
    Amm & Khas
    Документ5 страниц
    Amm & Khas
    Jehane
    Оценок пока нет
  • Bab II Tesis Baru Ok
    Bab II Tesis Baru Ok
    Документ68 страниц
    Bab II Tesis Baru Ok
    Ana Udah Laku
    Оценок пока нет
  • Wina Aulia S - 4D PMTK - Ilmu Fiqh - Review
    Wina Aulia S - 4D PMTK - Ilmu Fiqh - Review
    Документ9 страниц
    Wina Aulia S - 4D PMTK - Ilmu Fiqh - Review
    wina
    Оценок пока нет
  • ISI
    ISI
    Документ35 страниц
    ISI
    Soleh Borsalino
    Оценок пока нет
  • MAKALAH Ushul Fiqh
    MAKALAH Ushul Fiqh
    Документ30 страниц
    MAKALAH Ushul Fiqh
    dance song
    Оценок пока нет
  • Lafadz Amm
    Lafadz Amm
    Документ10 страниц
    Lafadz Amm
    Dedep Anugrah
    Оценок пока нет
  • Bab I Tesis Baru Ok
    Bab I Tesis Baru Ok
    Документ19 страниц
    Bab I Tesis Baru Ok
    Ana Udah Laku
    Оценок пока нет
  • Al-Khas Dalam Ushul Fiqh
    Al-Khas Dalam Ushul Fiqh
    Документ18 страниц
    Al-Khas Dalam Ushul Fiqh
    IMAM RIFAI
    Оценок пока нет
  • Ringkasan TAKWIL
    Ringkasan TAKWIL
    Документ15 страниц
    Ringkasan TAKWIL
    Icha Cubuy
    Оценок пока нет
  • Iswatin Hasanah T16
    Iswatin Hasanah T16
    Документ7 страниц
    Iswatin Hasanah T16
    Muhammad Adib
    Оценок пока нет
  • Takhsis Mutlaq Dan Muqayyad
    Takhsis Mutlaq Dan Muqayyad
    Документ52 страницы
    Takhsis Mutlaq Dan Muqayyad
    Nanda Kusuma
    Оценок пока нет
  • Makalah Ushul Fiqh
    Makalah Ushul Fiqh
    Документ13 страниц
    Makalah Ushul Fiqh
    carles putrawiguna
    Оценок пока нет
  • Usfiq
    Usfiq
    Документ17 страниц
    Usfiq
    fhahmyem
    Оценок пока нет
  • Amr Dan Nahyi
    Amr Dan Nahyi
    Документ12 страниц
    Amr Dan Nahyi
    Deardjati
    Оценок пока нет
  • Ilmu Muhkam Dan Mutasyabih
    Ilmu Muhkam Dan Mutasyabih
    Документ7 страниц
    Ilmu Muhkam Dan Mutasyabih
    Nadia Frastica
    Оценок пока нет
  • Aari Ushul Fiqh
    Aari Ushul Fiqh
    Документ74 страницы
    Aari Ushul Fiqh
    Egi Supriyatna
    100% (1)
  • Kaidah - Kaidah Bahasa Dalam Ushul Fiqih
    Kaidah - Kaidah Bahasa Dalam Ushul Fiqih
    Документ13 страниц
    Kaidah - Kaidah Bahasa Dalam Ushul Fiqih
    Zukét Printing
    Оценок пока нет
  • Referensi Ushul Fiqh
    Referensi Ushul Fiqh
    Документ6 страниц
    Referensi Ushul Fiqh
    epenbosgila.bns
    Оценок пока нет
  • Kaidah - Kaidah Bahasa Dalam Ushul Fiqih
    Kaidah - Kaidah Bahasa Dalam Ushul Fiqih
    Документ13 страниц
    Kaidah - Kaidah Bahasa Dalam Ushul Fiqih
    Zukét Printing
    Оценок пока нет
  • Bab Ii Landasan Teori
    Bab Ii Landasan Teori
    Документ64 страницы
    Bab Ii Landasan Teori
    assyirbony
    Оценок пока нет
  • Dalil Khas
    Dalil Khas
    Документ8 страниц
    Dalil Khas
    Ratna
    Оценок пока нет
  • Ushul Fiqh Al-'Am Dan Al-Khash
    Ushul Fiqh Al-'Am Dan Al-Khash
    Документ12 страниц
    Ushul Fiqh Al-'Am Dan Al-Khash
    Muhaimin Bobihu
    Оценок пока нет
  • Hakikat Dan Majaz
    Hakikat Dan Majaz
    Документ3 страницы
    Hakikat Dan Majaz
    m_anis_sumaji
    Оценок пока нет
  • Qawaid Dhalalah
    Qawaid Dhalalah
    Документ10 страниц
    Qawaid Dhalalah
    Ryan Aldianto
    Оценок пока нет
  • Lafadz Khas
    Lafadz Khas
    Документ11 страниц
    Lafadz Khas
    Halid Bidik
    Оценок пока нет
  • LAFAZ1
    LAFAZ1
    Документ15 страниц
    LAFAZ1
    Tuan Sibuk
    Оценок пока нет
  • Asikh Mansukh Secara Etimologi Nasakh Dapat Diartikan Menghapus
    Asikh Mansukh Secara Etimologi Nasakh Dapat Diartikan Menghapus
    Документ4 страницы
    Asikh Mansukh Secara Etimologi Nasakh Dapat Diartikan Menghapus
    galih khusni mubarok
    Оценок пока нет
  • Qawaid Tafsir Makalah (Ruli)
    Qawaid Tafsir Makalah (Ruli)
    Документ14 страниц
    Qawaid Tafsir Makalah (Ruli)
    muhammad ruli
    Оценок пока нет
  • Kaedah2 Ushul Fiqh
    Kaedah2 Ushul Fiqh
    Документ13 страниц
    Kaedah2 Ushul Fiqh
    azhar jiddan hibatullah
    Оценок пока нет
  • Kaidah-Kaidah Lughawiyah
    Kaidah-Kaidah Lughawiyah
    Документ12 страниц
    Kaidah-Kaidah Lughawiyah
    GRAFiEQ
    100% (3)
  • Mutlaq Muqayyad
    Mutlaq Muqayyad
    Документ19 страниц
    Mutlaq Muqayyad
    Muhammad Arifuddin M
    Оценок пока нет
  • Mid Taarud Aladilla NURFADILLAH
    Mid Taarud Aladilla NURFADILLAH
    Документ4 страницы
    Mid Taarud Aladilla NURFADILLAH
    muhirsyadjamal10042001
    Оценок пока нет
  • Perbandingan Mazhab
    Perbandingan Mazhab
    Документ12 страниц
    Perbandingan Mazhab
    Ahmad Miftachurryan
    Оценок пока нет
  • Makalah Ijtihad
    Makalah Ijtihad
    Документ24 страницы
    Makalah Ijtihad
    Akmal Qodry al Malako Intaniy
    Оценок пока нет
  • Khas Takhsis Dan Mukhasis
    Khas Takhsis Dan Mukhasis
    Документ9 страниц
    Khas Takhsis Dan Mukhasis
    pmj akuntansi
    Оценок пока нет
  • Nisya Khamelia (05020422046)
    Nisya Khamelia (05020422046)
    Документ12 страниц
    Nisya Khamelia (05020422046)
    Nisya Khamelia
    Оценок пока нет
  • Metode Istinbat
    Metode Istinbat
    Документ22 страницы
    Metode Istinbat
    Suharto Putra
    100% (2)
  • Akad Salam
    Akad Salam
    Документ5 страниц
    Akad Salam
    Mas Irhss Niih
    Оценок пока нет
  • Makalah Bab 7 Kaidah Am Dan Khaash Beserta Kaidah Takhsish Dan Mukhasish
    Makalah Bab 7 Kaidah Am Dan Khaash Beserta Kaidah Takhsish Dan Mukhasish
    Документ13 страниц
    Makalah Bab 7 Kaidah Am Dan Khaash Beserta Kaidah Takhsish Dan Mukhasish
    Ahmad M Mabrur Umar
    Оценок пока нет
  • Makalah Tugas UAS Ushul Fiqih Hukum-Hukum Dzanny
    Makalah Tugas UAS Ushul Fiqih Hukum-Hukum Dzanny
    Документ11 страниц
    Makalah Tugas UAS Ushul Fiqih Hukum-Hukum Dzanny
    anugrah putra
    Оценок пока нет
  • Ketahanan Nasional Indonesia Di Masa Pandemi Covid 19
    Ketahanan Nasional Indonesia Di Masa Pandemi Covid 19
    Документ9 страниц
    Ketahanan Nasional Indonesia Di Masa Pandemi Covid 19
    Solahuddin Hasibuan
    Оценок пока нет
  • Makalah Kelompok 6, Tafsir Dan Ilmu Tafsir
    Makalah Kelompok 6, Tafsir Dan Ilmu Tafsir
    Документ12 страниц
    Makalah Kelompok 6, Tafsir Dan Ilmu Tafsir
    Agung Saputra
    Оценок пока нет
  • Ushul Fiqh
    Ushul Fiqh
    Документ7 страниц
    Ushul Fiqh
    Ahmad N Latief
    Оценок пока нет
  • Ushul Fiqh II
    Ushul Fiqh II
    Документ5 страниц
    Ushul Fiqh II
    Sa'banur Lailani
    Оценок пока нет
  • New Am Khas
    New Am Khas
    Документ12 страниц
    New Am Khas
    RezaAlFajriHidayatullah
    100% (1)
  • USUL FIQH 2 Kel. 10
    USUL FIQH 2 Kel. 10
    Документ14 страниц
    USUL FIQH 2 Kel. 10
    uci
    Оценок пока нет
  • Khas
    Khas
    Документ4 страницы
    Khas
    Fitria Layla26
    Оценок пока нет
  • Makalah Kelompok 6 Ushul Fiqh Taarud Al Adillah
    Makalah Kelompok 6 Ushul Fiqh Taarud Al Adillah
    Документ10 страниц
    Makalah Kelompok 6 Ushul Fiqh Taarud Al Adillah
    Fajar Septian
    Оценок пока нет
  • Mutlaq Dan Muqayyad
    Mutlaq Dan Muqayyad
    Документ8 страниц
    Mutlaq Dan Muqayyad
    Ali baba
    67% (3)
  • Rangkuman Uq
    Rangkuman Uq
    Документ13 страниц
    Rangkuman Uq
    Rahanda Ikhlas
    Оценок пока нет
  • 7 - Pertemuan VII - Amm Khash
    7 - Pertemuan VII - Amm Khash
    Документ15 страниц
    7 - Pertemuan VII - Amm Khash
    Rahmatul Husna
    Оценок пока нет
  • Kelompok 9
    Kelompok 9
    Документ5 страниц
    Kelompok 9
    Mauly Al Mahfudz
    Оценок пока нет
  • Nama: Wafa Nurbayinah NIM: 2205689 Kelas: 1B Resuman PAI
    Nama: Wafa Nurbayinah NIM: 2205689 Kelas: 1B Resuman PAI
    Документ6 страниц
    Nama: Wafa Nurbayinah NIM: 2205689 Kelas: 1B Resuman PAI
    Nafil Danur
    Оценок пока нет
  • Ushul Fiqh QOTH'I DAN ZHANNI AL-QUR'AN
    Ushul Fiqh QOTH'I DAN ZHANNI AL-QUR'AN
    Документ11 страниц
    Ushul Fiqh QOTH'I DAN ZHANNI AL-QUR'AN
    nafi faiz
    Оценок пока нет
  • Lampiran I Format Surat Lamaran Calon Pegawai
    Lampiran I Format Surat Lamaran Calon Pegawai
    Документ2 страницы
    Lampiran I Format Surat Lamaran Calon Pegawai
    Rinda channel
    Оценок пока нет
  • Peraturan Bwi No 1 Tahun 2008 Ruislag
    Peraturan Bwi No 1 Tahun 2008 Ruislag
    Документ7 страниц
    Peraturan Bwi No 1 Tahun 2008 Ruislag
    Oliver Crona
    Оценок пока нет
  • Lampiran Ii Format Surat Pernyataan Calon Pegawai
    Lampiran Ii Format Surat Pernyataan Calon Pegawai
    Документ1 страница
    Lampiran Ii Format Surat Pernyataan Calon Pegawai
    Rinda channel
    Оценок пока нет
  • Lampiran Iii Format CV Blu Lpmukp
    Lampiran Iii Format CV Blu Lpmukp
    Документ2 страницы
    Lampiran Iii Format CV Blu Lpmukp
    syefrinaldi
    Оценок пока нет
  • Index
    Index
    Документ6 страниц
    Index
    Nova Ekayanti
    Оценок пока нет
  • Dalam Pasal 2 Ayat
    Dalam Pasal 2 Ayat
    Документ1 страница
    Dalam Pasal 2 Ayat
    MuhSatriawan
    Оценок пока нет
  • Peraturan Bwi No 1 Tahun 2008 Ruislag
    Peraturan Bwi No 1 Tahun 2008 Ruislag
    Документ7 страниц
    Peraturan Bwi No 1 Tahun 2008 Ruislag
    Oliver Crona
    Оценок пока нет
  • Kebijakan Distribusi Ekonomi Islam PDF
    Kebijakan Distribusi Ekonomi Islam PDF
    Документ13 страниц
    Kebijakan Distribusi Ekonomi Islam PDF
    quthb muhammad
    Оценок пока нет
  • F Ilmu
    F Ilmu
    Документ1 страница
    F Ilmu
    MuhSatriawan
    Оценок пока нет
  • F Ilmu
    F Ilmu
    Документ17 страниц
    F Ilmu
    MuhSatriawan
    Оценок пока нет
  • Ontologi
    Ontologi
    Документ13 страниц
    Ontologi
    MuhSatriawan
    Оценок пока нет
  • Bab 2 PDF
    Bab 2 PDF
    Документ86 страниц
    Bab 2 PDF
    jonggi sumanro
    Оценок пока нет
  • Kisi-Kisi Soal 2014
    Kisi-Kisi Soal 2014
    Документ12 страниц
    Kisi-Kisi Soal 2014
    MuhSatriawan
    Оценок пока нет
  • F Ilmu
    F Ilmu
    Документ1 страница
    F Ilmu
    MuhSatriawan
    Оценок пока нет
  • Proposal Tesis
    Proposal Tesis
    Документ11 страниц
    Proposal Tesis
    MuhSatriawan
    Оценок пока нет
  • Arabisasi
    Arabisasi
    Документ20 страниц
    Arabisasi
    MuhSatriawan
    Оценок пока нет
  • Revisi Perikatan
    Revisi Perikatan
    Документ9 страниц
    Revisi Perikatan
    MuhSatriawan
    Оценок пока нет
  • Asmaul Husna
    Asmaul Husna
    Документ2 страницы
    Asmaul Husna
    MuhSatriawan
    Оценок пока нет
  • Relaas
    Relaas
    Документ4 страницы
    Relaas
    MuhSatriawan
    Оценок пока нет
  • TESIS Revisi Elly
    TESIS Revisi Elly
    Документ105 страниц
    TESIS Revisi Elly
    MuhSatriawan
    Оценок пока нет
  • Al Qur'an Makalah
    Al Qur'an Makalah
    Документ13 страниц
    Al Qur'an Makalah
    MuhSatriawan
    Оценок пока нет
  • BAB I Pak Roibin
    BAB I Pak Roibin
    Документ3 страницы
    BAB I Pak Roibin
    MuhSatriawan
    Оценок пока нет
  • Dalil Yang Mewajibkan Ummat Islam Wajib Bernegara Islam
    Dalil Yang Mewajibkan Ummat Islam Wajib Bernegara Islam
    Документ4 страницы
    Dalil Yang Mewajibkan Ummat Islam Wajib Bernegara Islam
    MuhSatriawan
    Оценок пока нет
  • Bab 3
    Bab 3
    Документ8 страниц
    Bab 3
    MuhSatriawan
    Оценок пока нет
  • Bab 4
    Bab 4
    Документ38 страниц
    Bab 4
    MuhSatriawan
    Оценок пока нет
  • Al Qur'an Makalah
    Al Qur'an Makalah
    Документ13 страниц
    Al Qur'an Makalah
    MuhSatriawan
    Оценок пока нет
  • Bab 4
    Bab 4
    Документ38 страниц
    Bab 4
    MuhSatriawan
    Оценок пока нет
  • Bab 2
    Bab 2
    Документ39 страниц
    Bab 2
    MuhSatriawan
    Оценок пока нет
  • Bab 1
    Bab 1
    Документ9 страниц
    Bab 1
    MuhSatriawan
    Оценок пока нет