Вы находитесь на странице: 1из 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia memiliki kebutuhan dasar yang bersifat heterogen. Pada
dasarnya,setiap orang memiliki kebutuhan yang sama. Akan tetapi karena terdapat
perbedaan budaya, maka kebutuhan tersebut pun ikut berbeda. Dalam memenuhi
kebutuhannya, manusia menyesuaikan diri dengan prioritas yang ada. Lalu jika
gagal memenuhi kebutuhannya, manusia akan berfikir keras dan bergerak untuk
berusaha mendapatkan. Kebutuhan fisiologis atau kebutuhan fisik manusia
merupakan kebutuhan yang paling mendasar yang harus terpenuhi agar
kelangsungan hidup bisa bertahan. Ada beberapa kebutuhan fisik manusia yang
akan dibahas yaitu Mobilisasi yang merupakan suatu kemampuan individu untuk
bergerak secara bebas, mudah dan teratur serta pengaturan posisi sebagai salah
satu cara mengurangi risiko menghindari terjadinya dekubitus/pressure area akibat
tekanan yang menetap pada bagian tubuh dan mempertahankan posisi tubuh
dengan benar sesuai dengan body aligmen (Struktur tubuh).
Di samping itu keperawatan klinik juga menghendaki perawat untuk
menggabungkan ilmu pengetahuan dan keterampilan ke dalam praktik untuk
membantu pasien nantinya dalam memenuhi kebutuhannya untuk bergerak bebas.
Salah satu komponen dari ilmu pengetahuan dan keterampilan adalah mekanika
tubuh, yaitu suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan usaha dalam
mengoordinasikan sistem muskuloskeletal dan saraf (Perry dan Potter, 1994).
Mobilisasi mempunyai banyak tujuan, seperti megekspresikan emosi
dengan gerakan nonverbal, pertahanan diri, pemenuhan kebutuhan dasar, aktivitas
kehidupan sehari-hari dan kegiatan rekreasi. Dalam mempertahankan mobilisasi
fisik secara optimal maka system saraf, otot, dan skeletal harus tetap utuh dan
berfungsi baik. Mobilisasi mengacu pada kemampuan seseorang untuk bergerak
bebas, dan imobilisasi mengacu pada ketidakmampuan seseorang untuk bergerak
dengan bebas. Mobilisasi dan imobilisasi berada pada satu rentang dengan banyak
tingkatan imobilisasi parsial di antaranya. Beberapa klien mengalami kemunduran

1
dan selanjutnya berada di antara rentang mobilisasi-imobilisasi, tetapi pada klien
lain, berada pada kondisi imobilisasi mutlak dan berlanjut sampai jangka waktu
tidak terbatas (Perry dan Potter, 1994).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan mobilisasi dan imobilisasi ?
2. Bagaimana bentuk/kebutuhan mobilisasi dan imobilisasi dalam Keterampilan
Keperawatan Dasar?
3. Bagaimana pengaturan dan penjelasan dalam Range of Motion (ROM) dan
posisi pada pasien?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Agar mahasiswa dapat mempraktikkan dan memberikan pengaturan posisi
pada pasien dengan gangguan kebutuhan mobilitas.
2. Untuk memenuhi apa dan bagaimana mobilisasi dan imobilisasi sesuai dengan
Keterampilan Keperawatan Dasar.
3. Untuk memenuhi pengaturan dan fungsi posisi dan Range of Motion
(ROM) pada pasien dalam Keterampilan Keperawatan Dasar.

2
SUB BAB

1. Konsep Dasar Mobilisasi Dan Imobilisasi


A. Pengertian Mobilisasi dan Imobilisasi
Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak bebas,
mudah, teratur, mempunyai tujuan memenuhi kebutuhan hidup sehat, dan penting
untuk kemandirian (Barbara Kozier, 1995). Sebaliknya keadaan Imobilisasi
adalah suatu pembatasan gerak atau keterbatasan fisik dari anggota badan dan
tubuh itu sendiri dalam berputar, duduk dan berjalan, hal ini salah satunya
disebabkan oleh berada pada posisi tetap dengan gravitasi berkurang seperti saat
duduk atau berbaring (Susan J. Garrison, 2004). North American Nursing
Diagnosis Association (NANDA) juga mendefinisikan Imobilisasi sebagai suatu
keadaan ketika individu mengalami atau berisiko mengalami keterbatasan gerak
fisik (Kim et al, 1995).

Mobilisasi secara garis besar dibagi menjadi 2, yaitu mobilisasi secara


pasif dan mobilisasi secara aktif. Mobilisasi secara pasif yaitu: mobilisasi dimana
pasien dalam menggerakkan tubuhnya dengan cara dibantu dengan orang lain
secara total atau keseluruhan. Mobilisasi aktif yaitu: dimana pasien dalam
menggerakkan tubuh dilakukan secara mandiri tanpa bantuan dari orang lain
(Priharjo, 1997).

Mobilisasi secara tahap demi tahap sangat berguna untuk membantu


jalannya penyembuhan pasien. Secara psikologis mobilisasi akan memberikan
kepercayaan pada pasien bahwa dia mulai merasa sembuh. Perubahan gerakan dan
posisi ini harus diterangkan pada pasien atau keluarga yang menunggui. Pasien
dan keluarga akan dapat mengetahui manfaat mobilisasi, sehingga akan
berpartisipasi dalam pelaksanaan mobilisasi.

Latihan mobilisasi biasanya diberikan pada pasien dengan fraktur


extremitas bawah yang telah diindikasikan untuk latihan mobilisasi atau post
pengobatan kompresi lumbal, pasien pasca serangan stroke dengan kerusakan
mobilitas fisik serta pada pasien post operasi yang memerlukan latihan mobilisasi.

3
B. Jenis-jenis Mobilisasi dan Imobilisasi
1. JenisMobilisasi
a) Mobilisasi Penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaks isosial dan
menjalankan peran sehari-hari. Mobilisasi penuh ini merupakan fungsi saraf
motorik volunter dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh
seseorang.
b) Mobilisasi Sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk
bergerak dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena
di pengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada tubuhnya. Hal ini
dapat di jumpai pada kasus cidera atau patah tulang dengan kemasan traksi.
Pasien paraplegi mengalami mobilisasi sebagian pada ekstremitas bawah
karena kehilangan kontrol motorik dans ensorik.
Mobilisasi sebagian ini di bagi menjadi dua jenis, yaitu:
(a) Mobilisasi Sebagian Temporer, merupakan kemampuan individu
untuk bergerak dengan batasan yang bersifat sementara. Dapat disebabkan
oleh trauma revelsibe pada sistem muskoluskeletal, contohnya adalah
adanya dislokasi sendi dan tulang.
(b) Mobilisasi Sebagian Permanen, merupakan kemampuan individu
untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut
disebabkan oleh rusaknya sistem saraf irevelsibe, contohnya terjadinya
hemiplegia karena stroke, paraplegi karena cidera tulang belakang,
poliomyelitis karena terganggunya sistem saraf motorik dan sensorik.

2. Jenis Imobilisasi
a) Imobilisasi Fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik
dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan, seperti
pada pasien dengan hemiplegia yang tidak mampu mempertahankan tekanan
di daerah paralisis sehingga tidak dapat mengubah posisi tubuhnya untuk
mengurangi tekanan.

4
b) Imobilisasi Intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang
mengalami keterbatasan daya pikir, seperti pada pasien yang mengalami
kerusakan otak akibat suatu penyakit.
c) Imobilisasi Emosional, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
pembatasan secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam
menyesuaikan diri. Contohnya keadaan stres berat dapat disebabkan karena
bedah amputasi ketika seseorang mengalami kehilangan bagian anggota tubuh
atau kehilangan sesuatu yang paling dicintai.
d) Imobilisasi Sosial, merupakan keadaan individu yang mengalami
hambatan dalam melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya
sehingga dapat mempengaruhi perannya dalam kehidupan sosial.

C. Tujuan Mobilisasi dan Imobilisasi


Beberapa tujuan dari mobilisasi menurut Susan J. Garrison (2004), antara
lain :

1. Mempertahankan fungsi tubuh

2. Memperlancar peredaran darah sehingga mempercepat penyembuhan luka

3. Membantu pernafasan menjadi lebih baik

4. Mempertahankan tonus otot

5. Memperlancar eliminasi Alvi dan Urin

6. Mengembalikan aktivitas tertentu sehingga pasien dapat kembali normal


dan atau dapat memenuhi kebutuhan gerak harian.

7. Memberi kesempatan perawat dan pasien untuk berinteraksi atau


berkomunikasi

Tujuan mobilisasi yang lainnya antara lain (ullank's Site.blogspot) :

1. Memenuhi kebutuhan dasar manusia

2. Mencegah terjadinya trauma

3. Mempertahankan tingkat kesehatan

5
4. Mempertahankan interaksi sosial dan peran sehari - hari

5. Mencegah hilangnya kemampuan fungsi tubuh

D. Faktor Yang Mempengaruhi Mobilisasi


Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi menurut Barbara Kozier (1995),
antara lain :

1. Gaya Hidup
Gaya hidup seseorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya.
Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan diikuti oleh perilaku yang
dapat meningkatkan kesehatannya. Demikian halnya dengan pengetahuan
kesehatan tentang mobilitas seseorang akan senantiasa melakukan
mobilisasi dengan cara yang sehat.

2. Proses Penyakit dan Injury


Adanya penyakit tertentu yang diderita seseorang akan
mempengaruhi mobilitasnya, misalnya; seorang yang patah tulang akan
kesulutan untuk mobilisasi secara bebas. Demikian pula orang yang baru
menjalani operasi, karena adanya rasa sakit/nyeri yang menjadi alasan
mereka cenderung untuk bergerak lebih lamban. Ada kalanya klien harus
istirahat di tempat tidur karena menderita penyakit tertentu.

3. Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengaruhi pola dan sikap dalam melakukan
aktifitas misalnya; pasien setelah operasi dilarang bergerak karena
kepercayaan kalau banyak bergerak nanti luka atau jahitan tidak jadi.

4. Tingkat energi
Seseorang melakukan mobilisasi jelas membutuhkan energi atau
tenaga. Orang yang sedang sakit akan berbeda mobilitasnya dibandingkan
dengan orang dalam keadaan sehat.

6
5. Usia dan status perkembangan
Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasnya
dibandingkan dengan seorang remaja.

E. Range Of Motion (ROM)

Range of Motion (ROM) adalah latihan gerak sendi yang memungkinkan


terjadinya kontraksi dan pergerakan otot, dimana klien menggerakkan masing-
masing persendiannya sesuai gerakan normal baik secara aktif maupun pasif.
Tujuan dari range of motion (ROM) ini adalah meningkatkan atau
mempertahankan fleksibilitas atau kekuatan otot, mempertahankan fungsi jantung
dan pernapasan, serta mencegah kontraktur dan kekakuan pada sendi. Range of
Motion (ROM) dibagi menjadi dua jenis yaitu Pasif ROM (PROM) dan Aktif
ROM (AROM).

PROM adalah energi yang dikeluarkan untuk latihan berasal dari orang
lain (perawat) atau alat mekanik. Perawat melakukan gerakan persendian klien
sesuai dengan rentang gerak yang normal (klienpasif). Kekuatan otot yang
digunakan sebesar 50 %. Sedangkan AROM adalah gerakan yang dilakukan oleh
seseorang (pasien) dengan menggunakan energi sendiri. Perawat memberikan
motivasi, dan membimbing klien dalam melaksanakan pergerakan sendiri secara
mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi normal (klien aktif). Keuatan otot yang
digunakan pada aktif ROM ini sebesar 75 %. Gerakan ROM ini ada beberapa
macam (gambar E1).

(Gambar E1)

7
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN MOBILISASI

A. Pengkajian
1. Riwayat Keperawatan Sekarang
Pengkajian riwayat pasien saat ini meliputi alasan pasien yang
menyebabkan terjadi keluhan/gangguan dalam mobilitas dan imobilitas, seperti
adanya nyeri, kelemahan otot, kelelahan, tingkat mobilitas dan imobilitas, daerah
terganggunya mobilitas dan imobilitas, dan lama terjadinya gangguan mobilitas.

2. Hambatan mobilitas fisik


a. Data Mayor
1) Penurunan kemampuan untuk bergerak dengan sengaja dalam
lingkungan (misal : mobilitas di tempat tidur, berpindah, ambulasi).
2) Keterbatasan rentang gerak.
b. Data Minor
1) Pembatasan pergerakan yang dipaksakan.
2) Enggan untuk bergerak.
3. Hambatan Mobilitas di Tempat Tidur
a. Hambatan kemampuan untuk berbalik dari satu sisi ke sisi lain.
b. Hambatan kemampuan untuk bergerak dari telentang menjadi duduk atau
duduk menjadi telentang.
c. Hambatan kemampuan mengubah posisi sendiri di tempat tidur.
d. Hambatan kemampuan untuk bergerak dari telentang menjadi telungkup
atau telungkup menjadi telentang.
e. Hambatan kemampuan untuk bergerak dari telentang menjadi duduk
memanjang atau duduk memanjang menjadi telentang.
4. Hambatan Berjalan
a. Hambatan kemampuan untuk menaiki tangga.
b. Hambatan kemampuan untuk berjalan jauh.

8
c. Hambatan kemampuan untuk berjalan memanjat.
d. Hambatan kemampuan untuk berjalan pada permukaan tidak rata.
e. Hambatan kemampuan utuk meniti tepi jalan.
5. Hambatan Mobilitas dengan Kursi Roda
a. Hambatan kemampuan untuk mengoperasikan kursi roda manual atau
listrik pada permukaan rata dan tidak rata.
b. Hambatan kemampuan untuk mengoperasikan kursi roda manual atau
listrik pada jalan menanjak.
c. Hambatan kemampuan untuk mengoperasikan kursi roda pada tepi jalan.
6. Hambatan Kemampuan Berpindah dari/ke Kursi Roda
a. Hambatan kemampuan untuk berpindah dari tempat tidur ke kursi dan
kursi ke tempat tidur.
b. Hambatan kemampuan untuk berpindah naik atau turun dari toilet atau
commode.
c. Hambatan kemampuan untuk berpindah masuk atau keluar dari tub atau
shower.
d. Hambatan kemampuan untuk berpindah antara-tingkatan yang tidak rata.
e. Hambatan kemampuan untuk berpindah dari kursi ke mobil atau mobil ke
kursi.
f. Hambatan kemampuan untuk berpindah dari kursi turun ke lantai atau dari
lantai naik ke kursi roda.
g. Hambatan kemampuan untuk berpindah dari berdiri ke lantai atau lantai ke
berdiri.

B. Rumusan Masalah/Diagnosa Keperawatan


1. Hambatan Mobilitas Fisik
2. Hambatan Mobilitas di Tempat Tidur
3. Hambatan Berjalan
4. Hambatan Mobilitas dengan Kursi Roda
5. Hambatan Kemampuan Berpindah dari/ke Kursi Roda

9
C. Intervensi
1. Hambatan mobilitas fisik
a. Rujuk pada Sindrom Disuse untuk intervensi pencegahan komplikasi
imobilitas.
b. Ajarkan untuk melakukan latihan rentang gerak aktif pada anggota gerak
yang sehat sedikitnya empat kali sehari.
1) Lakukan latihan rentang gerak pasif pada anggota gerak yang sakit.
a) Lakukan dengan perlahan.
b) Sangga ekstremitas di atas dan di bawah sendi.
2) Secara bertahap lanjukan rentang gerak aktif untuk aktivitas
fungsional.
c. Posisi dalam kesejajaran tubuh untuk mencegah komplikasi
1) Gunakan papan kaki.
2) Hindari berbaring atau duduk dengan posisi yang sama dalam waktu
lama.
3) Ubah posisi sendi bahu setiap 2 sampai 4 jam.
4) Gunakan bantal kecil atau tanpa bantal saat dalam posisi fowler.
5) Sangga tangan dan pergelangan tangan dalam kesejajaran alamiah.
6) Jika klien dalam posisi telungkup, letakkan bantal kecil atau gulungan
handuk di bawah kurvatura lumbar atau di bawah ujung sangkar iga.
7) Letakkan trokanter gulung atau karung pasir sejajar dengan panjang
pinggul dan paha bagian atas.
8) Jika klien dalam posisi lateral, letakkan bantal untuk menyangga
tungkai dari lipatan paha sampai kaki, dan bantal untuk memfleksikan
bahu dan siku : jika diberikan sangga kaki bawah dalam posisi fleksi
dorsal dengan karung pasir.
9) Gunakan bebat tangan-pergelangan tangan.
d. Beri mobilisasi progresif
1) Bantu individu mengambil posisi duduk dengan perlahan.
2) Biarkan individu menjuntaikan tungkai di samping tempat tidur selama
5 menit sebelum mengambil posisi berdiri.

10
3) Batasi waktu selama 15 menit, tiga kali sehari, pertama kali turun dari
tempat tidur.
4) Tingkatkan waktu individu di luar tempat tidur sesuai toleransi dengan
interval 15 menit.
5) Anjurkan untuk ambulasi, dengan atau tanpa alat bantu.
6) Jika tidak mampu berjalan, bantu individu keluar dari tempat tidur
pindah ke kursi roda atau kursi.
7) Beri dorongan ambulasi untuk berjalan singkat yang serig (sedikitnya
3 kali sehari), dengan bantuan bila belum dapat berdiri tegap.
8) Tingkatkan lamanya berjalan secara progresif setiap hari.
e. Amati dan ajarkan penggunaan :
1) Kruk
a) Tidak boleh ada tekanan pada aksila : harus digunakan kekuatan
tangan.
b) Tipe gaya berjalan dengan kruk bervariasi tergantung pada
diagnosis individu.
c) Ukur kruk 5 sampai 6,75 cm di bawah aksila, dan ujungnya 15 cm
dari kaki.
2) Walker
a) Gunakan tangan yang kuat untuk menyangga kelemahan pada
anggota gerak bawah.
b) Gaya berjalan bervariasi sesuai masalah individu.
3) Kursi Roda
a) Latih cara berpindah.
b) Latih bermanuver di sekitar ruangan.
4) Prostese
a) Balut puntung sebelum memasang prostese.
b) Pasang prostese.
c) Prinsip perawatan puntung.
d) Pentingnya membersihkan puntung, menjaganya tetap kering, dan
memasang prostese hanya saat puntung kering.

11
5) Sling
a) Kaji ketepatan pemasangan : sling harus kendur di sekitar leher dan
ahrus menyangga siku dari pergelangan di atas setinggi letak
jantung.
b) Lepaskan sling untuk melakukan latihan rentang gerak.
6) Balutan Ace
a) Amati posisi yang tepat.
b) Pasang dengan tekanan yang sebanding, balut dari distal ke arah
proksimal.
c) Amati adanya bunching (bagian yang kendur).
d) Amati tanda iritasi kulit, (kemerahan, ulserasi) atau keketatan
(kompresi).
e) Balut ulang Balutan Ace dua kali sehari, atau sesuai pesanan,
kecuali jika terdapat kontraindikasi (misal : jika balutan adalah
balutan kompresi pascaoperasi, penksa pesanan dokter).
f. Ajarkan kewaspadaan keamanan
1) Lindungi daerah yang mengalami penurunan sensasi dari panas atau
dingin yang berlebihan.
2) Latihan jatuh dan bagaimana untuk bangun dari jatuh ketika pindah
tempat atau bergerak.
3) Untuk penurunan persepsi ekstremitas bawah (kelalaian pascacedera
serebrovaskular [CSV]), beri tahu individu untuk memeriksa dimana
anggota gerak harus diletakkan ketika mengganti posisi atau sedang
berjalan melewati pintu : dan periksalah untuk memastikan bahwa
kedua sepatu telah terikat dengan baik, bahwa tungkai yang sakit telah
dibalut dengan trouser, dan celana yang digunakan tidak terseret.
4) Instruksikan pada individu yang sudah nyaman menggunakan kursi
kursi roda untuk melakukan posisi pindah dan mengangkat bokong
selama 15 menit untuk menghilangkan tekanan : manuver
berpegangan, di tempat landai, tempat mendaki, dan di sekitar
perobatan : dan kunci kursi roda sebelum berpindah.

12
g. Dorong penggunaan lengan yang sakit jika memungkinkan
1) Dorong individu untuk menggunakan lengan yang sakit untuk aktivitas
perawatan diri (misal : makan, berpakaian, menyisir rambut).
2) Untuk kelalaian pasca-CS/ anggota gerak atas lihat juga kelalaian
unilateral.
3) Instruksikan individu untuk menggunakan lengan yang tidak sakit
untuk melatih bagian yang sakit.
4) Gunakan peralatan adaptif untuk meningkatkan penggunaan lengan
a) Manset universal untuk makan pada individu yang mempunyai
kontrol buruk untuk kedua lengan dan tangan.
b) Pegangan yang besar atau diberi bantalan untuk membantu
individu dengan keterampilan motorik halus yang buruk.
c) Tempat cuci dengan pinggiran yang tinggi untuk mencegah
makanan yang jatuh.
d) Cangkir dengan sedotan untuk menahan piring di tempatnya dan
mencegahnya terpeleset.
e) Lakukan mandi air hangat untuk mengurangi kekakuan tubuh pada
pagi hari dan memperbaiki mobilitas.
h. Minta individu untuk memperagakan :
1) Latihan penguatan
2) Latihan rentang gerak
3) Merawat alat adaptif
4) Tindakan kewaspadaan
2. Hambatan mobilitas di tempat tidur
Intervensi yang diberikan serupa dengan Hambatan Mobilitas Fisik.

3. Hambatan berjalan
a. Jelaskan bahwa ambulasi aman adalah gerakan komplet yang melibatkan
sistem muskuloskeletal, neurologis dan kardiovaskuler, serta faktor
kognitif seperti mental dan orientasi.

13
b. Bila individu didekondisi, diperlukan program progresif ; konsul dengan
ahli terapi fisik untuk evaluasi dan rencana.
c. Pastikan bahwa alat bantu ambulasi digunakan dengan tepat dan aman
(misal : tongkat, walker, kruk).
1) Menggunakan sepatu yang tepat ukuran dan kuat.
2) Dapat ambulasi menanjak, di permukaan tidak rata, dan tangga naik
dan turun.
3) Menyadar bahaya (misal : lantai basah berantakan).
d. Beri mobilisasi progresif bila diindikasikan :
1) Bantu individu untuk posisi duduk dengan perlahan.
2) Biarkan individu menggantungkan kaki di tepi tempat tidur selama
beberapa menit sebelum berdiri.
3) Batasi waktu sampai 15 menit, tiga kali sehari, beberapa menit pertama
saat turun tempat tidur.
4) Tingkatkan waktu individu untuk turun dari tempat tidur, sesuai
toleransi, dengan peningkatan waktu 15 menit.
5) Lanjutkan ambulasi dengan atau tana alat bantu.
6) Bila klien tidak dapat berjalan, bantu turun dari temapt tidur ke kursi
roda atau kursi.
7) Dorong ambulasi untuk jalan angkat dan sering (sedikitnya tiga kali
sehari) dengan bantuan bila tidak mantap.
8) Tingkatkan jarak berjalan secara progresif setiap hari.
e. Evaluasi respons terhadap ambulasi rujuk ke intoleran aktivitas.
4. Hambatan mobilitas dengan kursi roda
a. Tentukan faktor yang mempengaruhi penggunaan kursi roda yang tepat
seperti pengetahuan, kekuatan, dan mental.
b. Konsul dengan ahli terapi fisik bila latihan penguatan diindikasikan.
c. Ajarkan teknik pemindahan beban berat badan dan beban bukan berat
badan.
d. Minta individu menunjukkan teknik dan evaluasi keefektifan dan
keamanannya.

14
5. Hambatan kemampuan berpindah dari/ke kursi roda
a. Jelaskan bahwa berpindah yang aman adalah gerakan lengkap yang
melibatkan sistem muskuloskeletal, neurologis, dan kardiovaskuler serta
faktor kognitif seperti mental dan orientasi.
b. Bila individu didekondisikan, diperlukan program latihan progresif :
konsul dengan ahli terapi fisik untuk evaluasi dan rencana.
c. Jelaskan bahwa pasien harus selalu berpindah ke arah sisi yang tidak sakit.
d. Tentukan apakah alat bantu diperlukan (misal : sabuk berjalan dengan
pegangan, lift mekanis, kursi pemindahan).
e. Konsul dengan ahli terapi fisik untuk menentukan seberapa bantuan yang
diperlukan :
1) Tidak memerlukan bantuan.
2) Memerlukan hanya petunjuk verbal.
3) Dukungan praktisi bila bantuan tambahan diperlukan.
4) Memerlukan bantuan fisik.
5) Memerlukan alat mekanis untuk melakukan berpindah (misal : lift).
f. Beritahu bahwa kemampuan dapat berfluktuasi dan untuk meminta
bantuan dalam upaya mencegah cedera.

D. Implementasi
Implementasi yang akan dilakukan disesuaikan dengan masalah yang ada
berdasarkan perencanaan yang telah disusun atau dibuat (Doenges M. E., 2001).

E. Kriteria Evaluasi
1. Hambatan mobilitas fisik
a. Memperlihatkan penggunaan alat-alat adaptif untuk meningkatkan
mobilitas.
b. Menggunakan tindakan pengamanan untuk meminimalkan kemungkinan
cedera.
c. Menguraikan rasional intervensi.

15
d. Menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.
2. Hambatan Berjalan
a. Melakukan kembali/mempertahankan posisi fungsi optimal, dibuktian oleh
tidak adanya kontraktur, footdrop.
b. Menunjukkan mobilitas yang aman.
c. Menggunakan alat bantu dengan tepat.
3. Hambatan Mobilitas dengan Kursi Roda
a. Menunjukkan penggunaan kursi roda yang aman.
b. Menunjukan pemindahan ke kursi roda dengan aman.
4. Hambatan Kemampuan Berpindah dari/ke Kursi Roda
a. Mengidentifikasi kapan bantuan diperlukan.
b. Menunjukkan kemampuan untuk berpindah di berbagai situasi (misal :
toilet, tempat tidur, mobil, kursi, tangga).

16
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito-Moyet, L. J., 2012, Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Edisi 10,


Jakarta: EGC.

Doenges M. E., 2001, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 4, 2013,
Jakarta: EGC.

Potter & Perry, 2006, Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Edisi 4, Volume 2,
Jakarta: EGC.

Hidayat, A.Aziz Alimul, 2012, Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Buku 1,


Jakarta: Salemba Medika.

Hidayat, A.Aziz Alimul & Uliyah, Musrifatul, 2012, Buku Saku Kebutuhan Dasar
Manusia, Jakarta:EGC.

Rahma,Alex,2010, Gangguan Kebutuhan Mobilisasi,


http://www.scribd.com/doc/151824173/ . diakses tanggal 28 Februari
2014.

17

Вам также может понравиться