Вы находитесь на странице: 1из 11

MAKALAH

STANDARISASI KESELAMATAN KETENAGALISTRIKAN (K2)

KEPUTUSAN DIREKSI PT PLN ( Persero ) :

NO: 092.K/DIR/2005 TENTANG PEDOMAN KESELAMATAN KERJA DI


LINGKUNGAN PT PLN ( Persero )

Disusun Oleh :
Lamtiur Sinaga
1724210287
Reguler 2 LA J/S

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO


UNIVERSITAS PEMBANGUNAN PANCA BUDI
MEDAN
TAHUN 2017
SEJARAH STANDARISASI DI INDONESIA

Sejarah standardisasi di Indonesia sudah dimulai sejak 1928. Saat itu dibentuk lembaga
bidang standardisasi yang fokus pada penyusunan standar untuk bahan bangunan, alat
transportasi dilanjutkan dengan standar instalasi listrik dan persyaratan jaringan
distribusi listrik.

Pada 1951 terbentuk Yayasan Dana Normalisasi Indonesia (YDNI) yang mewakili
Indonesia menjadi anggota International Electrotechnical Commission (IEC) pada 1966.
Kiprah YDNI berlanjut pada 1995 saat mewakili Indonesia menjadi anggota
International Organization for Standardization (ISO).

Pemerintah menerbitkan UU No. 10 tahun 1961 yang dikenal dengan nama Undang-
Undang Barang pada 1961. Dalam UU ini memang tidak menyebut mengenai standar,
namun di dalamnya secara tegas menyatakan hal-hal terkait standar.

Pada tahun 1973, Pemerintah menetapkan Program Pengembangan Sistem Nasional


untuk Standardisasi sebagai program prioritas. Pada tahun 1976 terbentuk Panitia
Persiapan Sistem Standardisasi Nasional. Pemerintah kemudian membentuk Dewan
Standardisasi Nasional (DSN) pada 1984 dengan tugas pokok menetapkan kebijakan
standardisasi, melaksanakan koordinasi dan membina kerjasama di bidang standardisasi
nasional.

Pada 26 Maret 1997, pemerintah memutuskan membentuk BSN untuk menggantikan


fungsi DSN. Terbentuknya BSN memperkuat fungsi koordinasi kegiatan standardisasi di
Indonesia, sehingga penetapan standar yang sebelumnya bersifat sektoral di beberapa
kementerian/lembaga, menjadi satu sebagai acuan nasional.

Budi melanjutkan, pembentukan BSN sangat tepat di saat Indonesia mulai memasuki era
globalisasi yang ditandai dengan ditandatanganinya perjanjian dengan Organisasi
Perdagangan Dunia. Indonesia telah meratifikasi perjanjian WTO pada tahun 1995
setelah adanya Undang-undang No. 7 Tahun 1994 tentang Persetujuan Pembentukan
WTO, ujarnya.

Pada tahun 2005, BSN bersama pemangku kepentingan mendeklarasikan Masyarakat


Standardisasi Indonesia (MASTAN). Sebagai organisasi nirlaba, MASTAN kini
memiliki 4.709 anggota. Tahun 2007, SNI Mi Instan berhasil diadopsi menjadi standar
Internasional Codex. Sukses adopsi mi Instan oleh Codex, diikuti SNI produk lain seperti
Tempe Kedelai, Tepung Sagu, Lada Hitam, Lada Putih, Pala, dan Bawang Merah yang
saat ini masih dalam tahap Codex Regional.

Pencapaian lain BSN adalah meningkatnya jumlah SNI yang ditetapkan. Hingga
September 2016, tercatat 9.050 SNI (aktif). BSN juga mengembangkan skema penilaian
kesesuaian, hingga per tahun 2016 sebanyak 1.171 Laboratorium, Lembaga Inspeksi, dan
Penyelenggara Uji Profisiensi dan 227 Lembaga Sertifikasi terakreditasi Komite
Akreditasi Nasional (KAN). Hingga 2016, BSN telah menetapkan 116 Komite Teknis
Perumus SNI.

BSN juga aktif mendukung kebijakan dan program strategis pemerintah diantaranya SNI
Pasar Rakyat, SNI Baterai Mobil Listrik, Penerapan SNI pada UMKM, Penerapan SVLK,
Pengembangan SNI Pangan Organik, Standar Jasa Pariwisata, Standar Nano Teknologi,
Penerapan SNI Mainan Anak, Penerapan Produk SNI Keramik, serta Pengembangan SNI
Halal. Yang terkini, SNI tentang Sistem Manajemen Anti Penyuapan dan SNI
Manajemen Resiko.

Selain itu, BSN berperan dalam mengharmonisasikan standar dan penilaian kesesuaian
dalam rangka Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang saat ini sudah mencapai 90%.
Melalui KAN, juga telah ditandatangani MRA/MLA dengan negara anggota
penandatangan APLAC, PAC, IAF, ILAC. Dengan MRA/MLA, hasil uji atau sertifikasi
di Indonesia, akan diakui oleh negara-negara penandatangan perjanjian tersebut.

Dikutip dari : http://www.technology-indonesia.com/index.php/energi/130-


umum/1308-sejarah-panjang-standardisasi-di-indonesia
KESELAMATAN KETENAGALISTRIKAN (K2)

1. HUBUNGAN ANTARA K2 DAN K3


Bagaimana hubungan antara K2 dan K3 ?
Hubungan antara K2 dan K3 dapat dijelaskan sebagai berikut :
K3 = Keselamatan dan Kesehatan Kerja
K2 = Keselamatan Ketenagalistrikan

TUJUAN KESELAMATAN KETENAGALISTRIKAN (K2)


Untuk mewujudkan kondisi sebagai berikut :
a. Andal dan aman bagi instalasi;
b. Aman dari bahaya bagi manusia dan makhluk hidup lainnya;
c. Ramah lingkungan

2. PENGERTIAN KESELAMATAN KETENAGALISTRIKAN (K2)


Definisi / Pengertian :
Keselamatan Ketenagalistrikan adalah segala upaya atau langkah-angkah pengamanan
instalasi tenaga listrik dan pengamanan pemanfaat tenaga listrik untuk mewujudkan
kondisi andal bagi instalasi dan kondisi aman dari bahaya bagi manusia, serta kondisi
akrab lingkungan (ramah lingkungan), dalam arti tidak merusak lingkungan hidup disekitar
instalasi tenaga listrik.
Upaya untuk mewujudkan A 3 dapat dilakukan dengan ;
a. Standarisasi : sebagai pegangan awal melaksanakan kegiatan berpotensi bahaya
Standarisasi Proses ( Pemasangan dsb)
Standarisasi Uji (Performance Test, Komisioning,dsb)
Standarisasi Produk (Spesifikasi dsb)
b. Penerapan 4 pilar K2
c. Sertifikasi
d. Penerapan SOP / IK
e. Adanya pengawas pekerjaan
3. LANDASAN HUKUM / DASAR HUKUM
a. UU No.1 / 1970 tentang Keselamatan Kerja
b. UU No.30 / 2009 tentang Ketenagalistrikan
c. Keppres No.22 / 1993 ttg Penyakit Yang Timbul Karena Hubungan Kerja
d. Kep Menaker No.5/Men/1996 ttg Sistem Manajemen K3 (SMK3)
e. Kep Direksi No.090.K/DIR/2005 ttg Pedoman Keselamatan Instalasi
f. Kep Direksi No.091.K/DIR/2005 ttg Pedoman Keselamatan Umum
g. Kep Direksi No.092.K/DIR/2005 ttg Pedoman Keselamatan Kerja
Berdasarkan Undang-undang NO 30 tahun 2009 tentang ketenagalistrikan, Keselamatan
Ketenagalistrikan dapat dijelakan sebagai barikut :
1) Setiap kegiatan usaha ketenagalistrikan wajib memenuhi ketentuan keselamatan
ketenagalistrikan
2) Keselamatan ketenagalistrikan meliputi :
Standarisasi
- Standarisasi pada pembangkit/trans/dist adalah jumlah standar yang
diterapkan pada kegiatan ketenagalistrikan dan prioritas pada kegiatan yang
berpotensi bahaya terjadinya kecelakaan.
- Pembangkit yang dimaksud adalah yang mempunyai Daya Terpasang > 1
MW.
- Standard penempatan APAR mengacu pada PERMEN 04/MEN/1980
Pengamanan instalasi dan pemanfaat TL untuk mewujudkan kondisi :
- Andal dan aman bagi instalasi ( Keselamatan Instalasi )
- Aman dari bahaya bagi manusia :
* Tenaga Kerja ( Keselamatan Kerja )
* Masyarakat Umum ( Keselamatan Umum )
- Akrab lingkungan ( Keselamatan Lingkungan )
Sertifikasi :
- Sertifikasi laik operasi bagi instalasi penyediaan TL,
- Sertifikasi kesesuaian dengan standar PUIL untuk instalasi pemanfaatan TL
(instalasi pelanggan),
- Tanda keselamatan bagi pemanfaat TL (alat kerja/rumah tangga)
- Sertifikasi kompetensi bagi tenaga teknik ketenagalistrikan

SERTIFIKASI PADA KESELAMATAN KETENAGALISTRIKAN

4. LINGKUP K2
Pegangan awal dalam melaksanakan kegiatan yang mempunyai potensi bahaya :
Standarisasi Proses ( Pemasangan dsb)
Standarisasi Uji (Performance Test, Komisioning dsb)
Standarisasi Produk (Spesifikasi dsb)

Beberapa pengertian / definisi :


Keselamatan kerja adalah upaya untuk mewujudkan kondisi aman bagi pekerja dari
bahaya yang dapat ditimbulkan oleh kegiatan Instalasi dan kegiatan ketenagalistrikan
lainnya dari Perusahaan, dengan memberikan perlindungan, pencegahan dan
penyelesaian terhadap terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit yang timbul karena
hubungan kerja yang menimpa pekerja.

Keselamatan umum adalah upaya untuk mewujudkan kondisi aman bagi masyarakat
umum dari bahaya yang diakibatkan oleh kegiatan Instalasi dan kegiatan
ketenagalistrikan lainnya dari Perusahaan, dengan memberikan perlindungan,
pencegahan dan penyelesaian terhadap terjadinya kecelakaan masyarakat umum yang
berhubungan dengan kegiatan Perusahaan.

Keselamatan lingkungan adalah upaya untuk mewujudkan kondisi akrab lingkungan dari
Instalasi, dengan memberikan perlindungan terhadap terjadinya pencemaran dan / atau
pencegahan terhadap terjadinya kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan
Instalasi.

Keselamatan instalasi adalah upaya untuk mewujudkan kondisi andal dan aman bagi
Instalasi, dengan memberikan perlindungan, pencegahan dan pengamanan terhadap
terjadinya gangguan dan kerusakan yang mengakibatkan Instalasi tidak dapat berfungsi
secara normal dan atau tidak dapat beroperasi.

5. 4 (EMPAT) PILAR K2
Empat Pilar K2 terdiri dari :
1) Keselamatan Kerja : perlindungan terhadap pegawai
2) Keselamatan Umum: perlindungan terhadap masyarakat , instalansi
3) Keselamatan Lingkungan : perlindungan terhadap lingkungan instalansi
4) Keselamatan Instalansi : perlindungan terhadap instalasi penyediaan tenaga listrik

6. PENGERTIAN K3
Upaya atau pemikiran dan penerapannya yang ditujukan untuk menjamin keutuhan
dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan
manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya, untuk meningkatkan kesejahteraan
tenaga kerja.
Keselamatan kerja adalah suatu usaha pencegahan terhadap kecelakaan kerja yang
dapat menimbulkan berbagai kerugian, baik kerugian harta benda (rusaknya peralatan),
maupun kerugian jiwa manusia (luka ringan, luka berat, / cacat bahkan tewas).
Pengertian Kecelakaan
Kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga /tiba-tiba yang dapat
menimbulkan korban manusia dan atau harta benda.

7. UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG : KESELAMATAN


KERJA
Diundangkan tanggal : 12 januari 1970
Tujuan / sasaran dari undang undang ini adalah :
a. Agar tenaga kerja dan setiap orang lain yang berada ditempat kerja selalu dalam keadaan
selamat dan sehat.
b. Agar sumber sumber produksi dapat dipakai dan digunakan secara aman dan efisien
c. Agar proses produksi dapat berjalan secara aman dan efisien

Undang undang ini diberlakukan untuk setiap tempat kerja yang di dalamnya terdapat
tiga unsur, yaitu :
a. Adanya suatu usaha, baik usaha yang bersifat ekonomi maupun sosial
b. Adanya tenaga kerja yang bekerja di dalamnya, baik secara terus menerus atau hanya
sewaktu-waktu
c. Adanya sumber bahaya
8. HAK DAN KEWAJIBAN SETIAP TENAGA KERJA DALAM K3 (BAB VIII,
PASAL 12 ,UU NO : 1 TAHUN 1970)
a. Memberikan keterangan yang benar tentang k3, bila diminta oleh pengawas / ahli k3
b. Memakai alat-alat pelindung diri yang diwajibkan
c. Mematuhi dan mentaati semua syarat k3
d. Minta kepada pengurus agar dilaksanakan semua syarat k3 yang di wajibkan
e. Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan dimana syarat k3 dan alat pelindung diri
yang diwajibkan diragukan olehnya, kecuali dalam hal-hal khusus yang ditentukan oleh
pengawas dalam batas-batas yang masih dapat di pertanggung jawabkan

9. FILOSOPI DASAR PENGELOLAAN K2/K3


Filosofi dasar dalam mengelola kegiatan K2/K3 dapat dijelaskan sebagai berikut ;
a. Mengelola kegiatan K3 diibaratkan dengan orang naik sepeda di jalan tanjakan, bila
berhenti mengayuh,maka sepedanya akan terjatuh.
b. Harus selalu ada aktivitas K3 agar tidak terjadi kecelakaan kerja
c. K3 harus melibatkan seluruh unsur yang ada diperusahaan tanpa kecuali. (Safety By All)

10. POLA PENERAPAN K2 / K3 DI PT PLN (PERSERO)


Pola pelaksanaan K3 di PT PLN (Persero) dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Pola penerapannya sesuai dengan Budaya Perusahaan
b. K2/K3 didefinisikan dan dipahami dengan jelas oleh segenap karyawan
c. Adanya komitmen yang jelas dari Top Manajemen dari setiap unit unit kerja PLN
d. Pengorganisasian K2 / K3 ditangani dengan jelas oleh;
Pejabat yang bertanggung jawab terhadap program K2/K3
Ahli K3
P2K3 (Panitia Pembina K3)
Disusunnya rencana kerja K2/K3 yang meliputi kegiatan / program program sebagai
berikut :
Program teknis Operasional,meliputi ;
- Perlindungan dan pencegahan kecelakaan
- Pendidikan dan Pelatihan
- Pencegahan dan penaggulangan bahaya kebakaran
- Kesehatan kerja
- Investigasi,pelaporan dan tindak lanjut kecelakaan
- Pemeliharaan dan peningkatan K2 / K3
Program Manajemen meliputi;
- Zero Accident ( Kecelakaan Nihil)
- SMK3 (Sistem Manajemen K3)
Hasil penerapan program K2 / K3 dapat dilihat pada Statistik dan kinerja unit unit PLN
khususnya dalam kinerja K2 / K3 serta adanya penghargaan prestasi K2 / K3 dari pihak /
institusi yang berwenang.

11. PENGARUH K 2 TERHADAP PENILAIAN TINGKAT KINERJA UNIT- UNIT


PT. PLN (PERSERO).
Dituangkan dalam Keputusan Direksi PT PLN (Persero) yang mengatur tentang Sistem
penilaian tingkat kinerja PT PLN (Persero) Pembangkit, Wilayah, Distribusi, Penyaluran
dan Pusat Pengatur Beban serta Jasa Penunjang.
Dalam Keputusan Direksi tersebut :
K2 Merupakan salah satu indikator kinerja yang dinilai pada Perspektif Bisnis Internal

K2 adalah indikator yang digunakan untuk mengukur ketaatan unit unit PLN untuk
melaksanakan kewajiban :
- Keselamatan kerja
- Keselamatan Instalasi
- Keselamatan Umum
- Keselamatan Lingkungan
Jika K2 ini tidak dilaksanakan, maka akan menjadi Salah satu faktor pengurang
penilaian tingkat kinerja unit -unit PLN.

12. SANKSI SANKSI PADA KESELAMATAN KETENAGALISTRIKAN


Berdasarkan Undang-undang NO 30 tahun 2009 pasal 50 dan 51, sanksi-sanksi (Ketentuan
Pidana) yang berkaitan dengan Keselamatan Ketenagalistrikan adalah sebagai berikut:
Pasal 50:
(1) Setiap orang yang tidak memenuhi keselamatan ketenagalistrikan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) yang rnengakibatkan matinya seseorang karenatenaga
listrik dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pemegang izin
usaha penyediaan tenaga listrik atau pemegang izin operasi dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah)
(3) Selain pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemegang izin usaha penyediaan
tenaga listrik atau pemegang izin operasi juga diwiljibkan untuk member ganti rugi
kepada korban.
(4) Penetapan dan tata cara pembayaran ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Pasal 51:
(1) Setiap orang yang tidak memenuhi keselamatan ketenagalistrikan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) sehingga mempengamhi kelangsungan penyediaan
tenaga listrik dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda
paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan terputusnya
aliran listrik sehingga merugikan masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus
juta rupiah).

13. POLA PELAKSANAAN K2/K3 DI PT. PLN (PERSERO)

Вам также может понравиться