Вы находитесь на странице: 1из 25

Laporan Family Folder Keluarga Sadar Gizi di Puskesmas Tempuran

Oleh :
Masthyas Thanama | 112014120

Kepaniteraan Ilmu Kedokteran Komunitas


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Karawang, November 2016

1
Daftar Isi

Judul .......................................................................................................................................1
Daftar Isi ................................................................................................................................2
Bab I. Pendahuluan ................................................................................................................3
1.1 Latar Belakang ...........................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................3
1.3. Tujuan .......................................................................................................................4
1.4. Sasaran ......................................................................................................................4
Bab II. Materi dan Metode .....................................................................................................5
2.1. Materi ........................................................................................................................5
2.2. Metode ......................................................................................................................5
Bab III. Kerangka Teori .........................................................................................................6
3.1. Gizi Buruk ................................................................................................................6
3.2. Etiologi ......................................................................................................................6
3.3. Patofisiologi .......................... ...................................................................................7
3.4. Klasifikasi .................................................................................................................8
3.5. Antropometri.............................................................................................................9
3.6. Gejala Klinis .............................................................................................................10
3.7. Pencegahan .............................................................................................................13
Bab IV. Hasil dan Data Kunjungan Rumah ...........................................................................14
Bab V. Analisa Kasus ............................................................................................................20
Bab VI. Penutup .....................................................................................................................22
6.1. Kesimpulan ...............................................................................................................22
6.2. Saran .........................................................................................................................22
Daftar Pustaka ........................................................................................................................23
Lampiran ................................................................................................................................24

2
Bab I
Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Masalah gizi terjadi disetiap siklus kehidupan, dimulai sejak dalam kandungan (janin),
bayi, anak, dewasa dan usia lanjut. Periode dua tahun pertama kehidupan merupakan masa
kritis, karena pada masa ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat.
Gangguan gizi yang terjadi pada periode ini bersifat permanen, tidak dapat dipulihkan
walaupun kebutuhan gizi pada masa selanjutnya terpenuhi.1,2
Menurut Riskesdas 2013, pemantauan pertumbuhan balita yang dilakukan setiap bulan
menunjukkan bahwa persentase balita umur 6-59 bulan yang tidak pernah ditimbang dalam 6
bulan terakhir menunjukkan peningkatan dari 23,3% pada tahun 2010 menjadi 34,3% pada
tahun 2013. Persentase pemberian ASI saja dalam 24 jam terakhir dan tanpa riwayat diberikan
makanan prelakteal pada umur 6 bulan sebesar 30,2%. Proporsi rerata nasional perilaku
konsumsi kurang sayur dan atau buah 93,5%. Proporsi rumah tangga mengonsumsi garam
mengandung cukup iodium adalah 77,1%. Cakupan pemberian vitamin A pada anak 6-59 bulan
75,5%. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) 10,2%.3
Prevalensi status gizi buruk-kurang balita menunjukkan peningkatan dari 17,9% pada
tahun 2010 menjadi 19,6% pada tahun 2013. Menurut WHO, masalah kesehatan masyarakat
dianggap serius bila prevalensi gizi buruk-kurang antara 20,0-29,0% dan dianggap sangat
tinggi bila mencapai 30%.3
Terjadi peningkatan prevalensi wanita usia subur (WUS) 15-49 tahun risiko kurang
energi kalori (KEK) pada tahun 2007 dan 2013 yaitu pada wanita tidak hamil kelompok umur
15-19 tahun naik 15,7% dari 30,9% menjadi 46,6% dan pada wanita hamil kelompok umur 45-
49 tahun naik 15,1% dari 5,6% menjadi 20,7%.3

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1. Terjadi peningkatan balita umur 6-59 bulan yang tidak pernah ditimbang dalam 6 bulan
terakhir dari 23,3% pada tahun 2010 menjadi 34,3% pada tahun 2013.
1.2.2. Persentase pemberian ASI saja dalam 24 jam terakhir dan tanpa riwayat diberikan
makanan prelakteal pada umur 6 bulan sebesar 30,2%
1.2.3. Proporsi rumah tangga mengonsumsi garam mengandung cukup iodium adalah 77,1%
1.2.4. Cakupan pemberian vitamin A pada anak 6-59 bulan sebesar 75,5%
1.2.5. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) sebesar 10,2%

3
1.2.6. Prevalensi status gizi buruk-kurang balita menunjukkan peningkatan dari 17,9% pada
tahun 2010 menjadi 19,6% pada tahun 2013 dimana hampir mencapai 20%.
1.2.7. Terjadi peningkatan prevalensi wanita usia subur (WUS) 15-49 tahun risiko kurang
energi kalori (KEK) pada tahun 2007 dan 2013 yaitu pada wanita tidak hamil kelompok
umur 15-19 tahun naik 15,7% dari 30,9% menjadi 46,6% dan pada wanita hamil
kelompok umur 45-49 tahun naik 15,1% dari 5,6% menjadi 20,7%.

1.3. Tujuan
Dengan melakukan kegiatan kunjungan langsung kepada pasien puskesmas,
diharapkan dapat menambah wawasan mengenai penerapan keluarga sadar gizi secara
langsung di lapangan. Dengan kegiatan ini diharapkan menambah pengetahuan yang lebih
baik mengenai keluarga sadar gizi ditinjau dari sisi kedokteran keluarga.

1.4. Sasaran
Sasaran yang dituju adalah pasien dengan keluarga yang memiliki bayi, balita, ibu
hamil, atau ibu nifas.

4
Bab II
Metode

2.1. Materi
a) Pengenalan mengenai keluarga sadar gizi.
b) Penilaian ke lima indikator keluarga sadar gizi.
c) Menapis masalah gizi pada keluarga pasien.
d) Upaya dalam menjalankan keluarga sadar gizi dan kaitannya dengan kesehatan.
e) Upaya menciptakan rumah yang sehat.

2.2. Metode
Metode yang digunakan adalah penemuan penderita pasif (Passive case finding). Penemuan
penderita pasif adalah kegiatan mendatangi pasien ke rumahnya dengan berdasarkan data yang
didapat dari puskesmas, puskesmas pembantu, balai pengobatan, atau posyandu.
Hal yang dilakukan adalah:

a) Mendapatkan data lengkap mengenai pasien dari aspek biologis, psikologis, dan
sosialnya.
b) Mendapatkan data lengkap mengenai keadaan rumah dan keluarga pasien.
c) Mendapatkan data lengkap tentang keadaan lingkungan tempat tinggal pasien.
d) Menganalisa dan memberikan penjelasan pada pasien mengenai pentingnya
menjalankan keluarga sadar gizi di tengah keluarga pasien.

5
Bab III
Kerangka Teori
3.1. Gizi Buruk
Gizi buruk dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait. Secara garis besar
penyebab anak kekurangan gizi disebabkan karena asupan makanan yang kurang dan anak
sering sakit atau terkena infeksi. Selain itu gizi buruk dipengaruhi oleh faktor lain seperti sosial
ekonomi, kepadatan penduduk, kemiskinan, dan lain-lain.5,6
3.2. Etiologi

1. Peranan diet
Anak sering tidak cukup mendapatkan makanan bergizi seimbang terutama dalam segi
protein dan karbohidratnya. Diet yang mengandung cukup energi tetapi kurang protein
akan menyebabkan anak menjadi penderita kwashiokor, sedangkan diet kurang energi
walaupun zat gizi esensialnya seimbang akan menyebabkan anak menjadi penderita
marasmus. Pola makan yang salah seperti pemberian makanan yang tidak sesuai
dengan usia akan menimbulkan masalah gizi pada anak. Contohnya anak usia tertentu
sudah diberikan makanan yang seharusnya belum dianjurkan untuk usianya, sebaliknya
anak telah melewati usia tertentu tetapi tetap diberikan makanan yang seharusnya sudah
tidak diberikan lagi pada usianya. Selain itu mitos atau kepercayaan di masyarakat atau
keluarga dalam pemberian makanan seperti berpantang makanan tertentu akan
memberikan andil terjadinya gizi buruk pada anak.6

2. Peranan penyakit atau infeksi


Penyakit atau infeksi menjadi penyebab terbesar kedua setelah asupan makanan yang
tidak seimbang. Telah lama diketahui adanya hubungan yang erat antara malnutrisi dan
penyakit infeksi terutama di negara tertinggal maupun di negara berkembang seperti
Indonesia, dimana kesadaran akan kebersihan diri (personal hygiene) masih kurang,
dan adanya penyakit infeksi kronik seperti Tuberkulosis dan cacingan pada anak-anak.
Kaitan antara infeksi dan kurang gizi sangat sukar diputuskan, karena keduanya saling
terkait dan saling memperberat. Kondisi infeksi kronik akan menyebabkan anak
menjadi kurang gizi yang pada akhirnya memberikan dampak buruk pada sistem
pertahanan tubuh sehingga memudahkan terjadinya infeksi baru pada anak.6

6
3. Peranan sosial ekonomi
Tidak tersedianya makanan yang adekuat terkait langsung dengan masalah sosial
ekonomi, dan kemiskinan. Data di indonesia dan negara lain menunjukan adanya
hubungan timbal balik antara kurang gizi dengan masalah-masalah sosial yang terjadi
di masyarakat terutama masalah kemiskinan yang pada akhirnya mempengaruhi
ketersedian makanan serta keragaman makanan yang dikonsumsi. Banyak masyarakat
yang masih menganut sistem bahwa orang tua harus lebih mendapatkan porsi makanan
yang lebih banyak dan lebih bergizi daripada anak-anaknya karena mereka harus
bekerja keras untuk menghidupi keluarganya sedangkan anak-anak hanya bermain
dirumah sehingga tidak perlu mendapat asupan yang bergizi. Selain itu adanya faktor-
faktor lain seperti poligami, seorang suami dengan banyak istri dan anak membuat
pendapatan suami tersebut tidak dapat mencukupi makan istri-istri dan anak-anaknya,
serta tingginya tingkat perceraian, dimana sebelumnya suami dan istri bersama-sama
mencari nafkah untuk menghidupi anak-anaknya, kini hanya tinggal istri yang
menghidupi anaknya sebagai orang tua tunggal (single parrent).6

4. Peranan kepadatan penduduk


Dalam kongresnya di Roma pada tahun 1974, World Food Organization memaparkan
bahwa meningkatnya jumlah penduduk yang cepat tanpa diimbangi dengan
bertambahnya persediaan pangan maupun bahan makanan setempat yang memadai
merupakan sebab utama krisis pangan. Marasmus dapat terjadi jika suatu daerah terlalu
padat penduduknya dengan keadaan higiene yang buruk, contohnya dikota-kota besar
yang laju pertambahan penduduknya sangat besar akibat arus urbanisasi dan tingginya
angka kelahiran menyebabkan kepadatan penduduk yang semakin meningkat. Pada
akhirnya ketersediaan makanan yang ada tidak akan mencukupi lagi untuk memenuhi
kebutuhan makanan masyarakat di daerah tersebut.5,6

3.3. Patofisiologi

Malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat banyak faktor. Faktor-faktor ini dapat
digolongkan atas tiga faktor penting yaitu : tubuh sendiri (host), agent (kuman penyebab),
environment (lingkungan). Memang faktor diet (makanan) memegang peranan penting tetapi
faktor lain ikut menentukan. Marasmus adalah compensated malnutrition atau sebuah
mekanisme adaptasi tubuh terhadap kekurangan energi dalam waktu yang lama. Dalam
7
keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk empertahankan hidup dengan
memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan
karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan
kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan
bakar, tetapi kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit. Akibatnya
katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang
segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan di ginjal. Selama kurangnya intake makanan,
jaringan lemak akan dipecah jadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Setelah lemak tidak
dapat mencukupi kebutuhan energi, maka otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton
bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan. Pada akhirnya setelah semua tidak
dapat memenuhi kebutuhan akan energi lagi, protein akan dipecah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme basal tubuh. Proses ini berjalan menahun, dan merupakan respon adaptasi
terhadap ketidak cukupan asupan energi dan protein.7

3.4. Klasifikasi
Klasifikasi menurut Wellcome pada MEP berat dapat digunakan sampai usia lebih dari
20 tahun. Klasifikasi menurut Wellcome ini sangat sederhana karena hanya melihat % BB/U
dan ada atau tidaknya edema. Terdapat kategori kurang gizi ini meliputi anak dengan PEM
sedang atau yang mendekati PEM berat tapi tanpa edema, pada keadaan ini % BB/U berada
diatas 60%.5

Tabel 1. Klasifikasi MEP berat menurut Wellcome Trust5


60-80 Kwashiorkor Kurang Gizi
<60 Marasmus- kwashiorkor Marasmus

Tabel 2. Klasifikasi MEP berat menurut Gomez5


Normal >90
Grade I ( Mallnutrisi Ringan) 75-89.9
Grade II ( Mallnutrisi sedang) 60-74.9
Grade III (Mallnutrisi Berat) <60

8
3.5. Antropometri
Berat Badan
Berat badan adalah parameter pertumbuhan yang paling sederhana, mudah diukur dan
diulang dan merupakan indeks untuk status nutrisi sesaat. Hasil pengukuran berat badan
dipetakan pada kurva standar Berat badan/ Umur (BB/U) dan Berat Badan/ Tinggi Badan
(BB/TB). Adapun interpretasi pengukuran berat badan yaitu:5

BB/U dibandingkan dengan acuan standard (CDC 2000) dan dinyatakan dalam
persentase:5
> 120 % : disebut gizi lebih
80 120 % : disebut gizi baik
60 80 % : tanpa edema ; gizi kurang dengan edema ; gizi buruk
(kwashiorkor)
< 60% : gizi buruk : tanpa edema (marasmus) dengan edema (marasmus
kwashiorkor)

Tinggi Badan (TB)


Tinggi badan pasien harus diukur pada tiap kunjungan . Pengukuran berat badan akan
memberikan informasi yang bermakna kepada dokter tentang status nutrisi dan pertumbuhan
fisis anak. Seperti pada pengukuran berat badan, untuk pengukuran tinggi badan juga
diperlukan informasi umur yang tepat, jenis kelamin dan baku yang diacu yaitu CDC 2000.5
Interpretasi dari dari TB/U dibandingkan standar baku berupa:5
90 110 % : baik/normal
70 89 % : tinggi kurang
< 70 % : tinggi sangat kurang
Rasio Berat Badan menurut tinggi badan (BB/TB)
Rasio BB/TB bila dikombinasikan dengan beraat badan menurut umur dan tinggi badan
menurut umur sangat penting dan lebih akurat dalam penilaian status nutrisi karena ia
mencerminkan proporsi tubuh serta dapat membedakan antar wasting dan stunting atau
perawakan pendek. Indeks ini digunakan pada anak perempuan hanya sampai tinggi badan 138
cm, dan pada anak lelaki sampai tinggi badan 145 cm. Setelah itu rasio BB/TB tidak begitu
banyak artinya, karena adanya percepatan tumbuh (growth spurt). Keuntungan indeks ini
adalah tidak diperlukannya faktor umur, yang seringkali tidak diketahui secara tepat.4,5

9
BB/TB (%) = (BB terukur saat itu) (BB standar sesuai untuk TB terukur) x 100%,
interpretasi di nilai sebagai berikut:5
> 120 % : Obesitas
110 120 % : Overweight
90 110 % : normal
70 90 % : gizi kurang
< 70 % : gizi buruk

3.6. Gejala Klinis

Pada kasus malnutrisi yang berat, gejala klinis terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu
kwashiokor dan marasmus. Pada kenyataannya jarang sekali ditemukan suatu kasus yang
hanya menggambarkan salah satu dari bagian tertentu saja. Sering kali pada kebanyakan anak-
anak penderita gizi buruk, yang ditemukan merupakan perpaduan gejala dan tanda dari kedua
bentuk malnutrisi berat tersebut. Marasmus lebih sering ditemukan pada anak-anak dibawah
usia satu tahun, sedangkan insiden pada anak-anak dengan kwashiokor terjadi pada usia satu
hingga enam tahun. Pada beberapa negara seperti di Asia dan Afrika, marasmus juga
didapatkan pada anak yang lebih dewasa dari usia satu tahun (toddlers), sedangkan di Chili,
marasmus terjadi pada bulan pertama kehidupan anak tersebutnya.7
Gejala pertama dari malnutrisi tipe marasmus adalah kegagalan tumbuh kembang. Pada
kasus yang lebih berat, pertumbuhan bahkan dapat terhenti sama sekali. Selain itu didapatkan
penurunan aktifias fisik dan keterlambatan perkembangan psikomotorik. Pada saat dilakukan
pemeriksaan fisik, akan ditemukan suara tangisan anak yang monoton, lemah, dan tanpa air
mata, lemak subkutan menghilang dan lemak pada telapak kaki juga menghilang sehingga
memberikan kesan tapak kaki seperti orang dewasa. Kulit anak menjadi tipis dan halus, mudah
terjadi luka tergantung adanya defisiensi nutrisi lain yang ikut menyertai keadaan marasmus.
Kaki dan tangan menjadi kurus karena otot-otot lengan serta tungkai mengalami atrofi disertai
lemak subkutan yang turut menghilang. Pada pemeriksaan protein serum, ditemukan hasil yang
normal atau sedikit meningkat. Selain itu keadaan yang terlihat mencolok adalah hilangnya
lemak subkutan pada wajah. Akibatnya ialah wajah anak menjadi lonjong, berkeriput dan
tampak lebih tua (old man face). Tulang rusuk tampak lebih jelas. Dinding perut hipotonus dan
kulitnya longgar. Berat badan turun menjadi kurang dari 60% berat badan menurut usianya.
Suhu tubuh bisa rendah karena lapisan penahan panas hilang. Cengeng dan rewel serta lebih

10
sering disertai diare kronik atau konstipasi, serta penyakit kronik. Tekanan darah, detak jantung
dan pernafasan menjadi berkurang.5,6
Pada kasus malnutrisi kwashiokor marasmik ditemukan perpaduan gejala antara
kwashiokor dan marasmus. Keadaan ini ditemukan pada anak-anak yang makanan sehari-
harinya tidak mendapatkan cukup protein dan energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada
anak-anak penderita kasus ini disamping terjadi penurunan berat badan dibawah 60% berat
badan normal seusianya, juga memperlihatkan tanda-tanda kwashiokor, seperti edema,
kelainan rambut, kelainan kulit, dan kelainan biokimiawi. Kelainan rambut pada kwashiokor
adalah rambut menjadi lebih mudah dicabut tanpa reaksi sakit dari penderita, warna rambut
menjadi lebih merah, ataupun kelabu hingga putih. Kelainan kulit yang khas pada penyakit ini
ialah crazy pavement dermatosis, yaitu kulit menjadi tampak bercak menyerupai petechiae
yang lambat laun menjadi hitam dan mengelupas di tengahnya, menjadikan daerah sekitarnya
kemerahan dan dikelilingi batas-batas yang masih hitam. Adanya pembesaran hati dan juga
anemia ringan dikarenakan kekurangan berbagai faktor yang turut mengiringi kekurangan
protein, seperti zat besi, asam folat, vitamin B12, vitamin C, dan tembaga. Selain itu juga
ditemukan kelainan biokimiawi seperti albumin serum yang menurun, globulin serum yang
menurun, dan kadar kolesterol yang rendah.4,5
Diagnosis marasmus dibuat berdasarkan gambaran klinis, tetapi untuk mengetahui
penyebab harus dilakukan anamnesis makanan dan kebiasaan makan anak serta riwayat
penyakit yang lalu. Pada awalnya, terjadi kegagalan menaikkan berat badan, disertai dengan
kehilangan berat badan sampai berakibat kurus, dengan kehilangan turgor pada kulit sehingga
menjadi berkerut dan longgar karena lemak subkutan hilang. Lemak pada daerah pipih adalah
bagian terakhir yang hilang sehingga untuk beberapa waktu muka bayi tampak relative normal
sampai nantinya menyusut dan berkeriput. Abdomen dapat kembung atau datar dan gambaran
usus dapat dengan mudah dilihat. Terjadi atrofi otot dengan akibat hipotoni. Suhu biasanya
subnormal, nadi mungkin lambat, dan angka metabolism basal cenderung menurun. Mula-mula
bayi mungkin rewel, tetapi kemudian menjadi lesu dan nafsu makan hilang. Bayi biasanya
konstipasi, tetapi dapat muncul diare dengan buang air besar sering, tinja berisi mucus dan
sedikit.5,6

Ciri dari marasmus antara lain:5,6


- Penampilan wajah seperti orang tua, terlihat sangat kurus
- Perubahan mental
- Kulit kering, dingin dan kendur

11
- Rambut kering, tipis dan mudah rontok
- Lemak subkutan menghilang sehingga turgor kulit berkurang
- Otot atrofi sehingga tulang terlihat jelas
- Sering diare atau konstipasi
- Kadang terdapat bradikardi
- Tekanan darah lebih rendah dibandingkan anak sehat yang sebaya
- Kadang frekuensi pernafasan menurun
Selain itu marasmus harus dapat dibedakan dengan kasus malnutrisi lainnya yaitu
kwashiokor agar tidak terjadi kesalahan dalam penegakkan diagnosa yang dapat berpengaruh
pada tindak lanjut kasus ini. Kwashiorkor merupakan sindroma klinis akibat dari malnutrisi
protein berat (MEP berat) dengan masukan kalori yang cukup. Bentuk malnutrisi yang paling
serius dan paling menonjol di dunia saat ini terutama yang berada didaerah industri belum
berkembang. Kwashiorkor berarti anak tersingkirkan, yaitu anak yang tidak lagi menghisap,
gejalanya dapat menjadi jelas sejak masa bayi awal sampai sekitar usia 5 tahun, biasanya
sesudah menyapih dari ASI. Walaupun penambahan tinggi dan berat badan dipercepat dengan
pengobatan, ukuran ini tidak pernah sama dengan tinggi dan berat badan anak normal.7
Ciri dari Kwashiorkor menurut antara lain:4,5
- Perubahan mental sampai apatis
- Sering dijumpai Edema
- Atrofi otot
- Gangguan sistem gastrointestinal
- Perubahan rambut dan kulit
- Pembesaran hati
- Anemia

3.7. Pencegahan
Tindakan pencegahan terhadap marasmus dapat dilaksanakan dengan baik bila penyebabnya
diketahui. Usaha-usaha tersebut memerlukan sarana dan prasarana kesehatan yang baik untuk
pelayanan kesehatan dan penyuluhan gizi. Beberapa diantaranya ialah:5,7

1. Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun merupakan sumber energi yang
paling baik untuk bayi.
2. Ditambah dengan pemberian makanan tambahan bergizi dan berprotein serta energi
tinggi pada anak sejak umur 6 bulan ke atas

12
3. Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan lingkungan dan
kebersihan perorangan
4. Pemberian imunisasi.
5. Mengikuti program keluarga berencana untuk mencegah kehamilan terlalu kerap.
6. Penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat merupakan
usaha pencegahan jangka panjang.
7. Pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita di daerah yang endemis kurang
gizi, dengan cara penimbangan berat badan tiap bulan.
8. Meningkatkan hasil produksi pertanian agar persediaan makan mencukupi.
9. Memperbaiki infrastruktur pemasaran dan mensubsidi harga bahan makanan
10. Melakukan program transmigrasi ke daerah lain agar terjadi pemerataan penduduk.

13
Bab IV
Hasil dan Data Kunjungan Rumah

Puskesmas : Tempuran
Alamat : Kecamatan Tempuran, Desa Pancakarya, Kabupaten Karawang
No. Register : -

I. Identitas Pasien:
a. Nama : An. Ayu
b. Umur : 4 tahun
c. Jenis kelamin : Perempuan
d. Pekerjaan :-
e. Pendidikan : Paud
f. Alamat : Desa Pancakarya, Kecamatan Tempuran, Kabupaten Karawang
g. Telepon :-
II. Identitas Orang Tua Pasien :
Ayah Pasien
a. Nama : Tn. Ali
b. Umur : 35 tahun
c. Jenis kelamin : Laki laki
d. Pekerjaan : Petani
e. Pendidikan : SD
f. Alamat : Desa Pancakarya, Kecamatan Tempuran, Kabupaten Karawang
g. Telepon :-

Ibu Pasien

a. Nama : Ny. Saripah


b. Umur : 31 tahun
c. Jenis kelamin : Perempuan
d. Pekerjaan : Ibu rumah tangga
e. Pendidikan : SD
h. Alamat : Desa Pancakarya, Kecamatan Tempuran, Kabupaten Karawang
f. Telepon :-

14
III. Riwayat Biologis Keluarga:
a. Keadaan kesehatan sekarang : sehat
b. Kebersihan perorangan : cukup
c. Penyakit yang sering diderita : batuk dan pilek
d. Penyakit keturunan : tidak ada
e. Penyakit kronis : tidak ada
f. Kecacatan anggota keluarga : tidak ada
g. Pola makan : kurang baik dan tidak menentu
h. Pola istirahat : baik 6 jam sehari
i. Jumlah anggota keluarga : 7 orang
IV. Psikologis Keluarga:
a. Kebiasaan buruk : tidak ada
b. Pengambilan keputusan : orang tua
c. Ketergantungan obat : tidak ada
d. Tempat mencari pelayanan kesehatan : Puskesmas tempuran
e. Pola rekreasi : kurang
V. Keadaan rumah/lingkungan
a. Jenis bangunan : Semi permanen
b. Lantai rumah : Semen dan tanah
c.
Luas rumah : 5 m x 6 m = 30 m
d. Penerangan : Kurang
e. Kebersihan : Kurang
f. Ventilasi : ada (cukup)
g. Dapur : ada
h. Jamban keluarga : Tidak ada
i. Sumber air minum : air masak
j. Sumber pencemaran air : tidak ada
k. Pemanfaatan pekarangan : ada
l. Sistem pembuangan air limbah : ada
m. Tempat pembuangan sampah : ada (sampah biasa dibakar)
n. Sanitasi lingkungan : kurang
VI. Spiritual Keluarga:
a. Ketaatan beribadah : baik
b. Keyakinan tentang kesehatan : cukup
15
VII. Keadaan Sosial Keluarga
a. Tingkat pendidikan : rendah
b. Hubungan antar anggota keluarga : Baik
c. Hubungan dengan orang lain : Baik
d. Kegiatan organisasi sosial : Baik
e. Keadaan ekonomi : cukup
VIII. Kultural Keluarga:
a. Adat yang berpengaruh : sunda
b. Lain-lain : tidak ada
IX. Daftar Anggota Keluarga :

No Nama Hubungan Umur Jenis Pendidikan Pekerjaan Agama Keadaan Keadaan


kelamin kesehatan gizi
1 Ali Ayah 35 L SD Petani Islam Baik Baik
2 Saripah Istri 31 P SD IRT Islam Baik Baik
3 Nesih Anak 7 P - - Islam Baik Baik
4 Ayu Anak 4 P - - Islam Baik Baik
5 Rasbin Kakek 60 L SD Petani Islam Kurang Baik
6 Ningsih Nenek 59 P SD IRT Islam Baik Baik
X. Keluhan Utama:
Pasien batuk dan pilek sejak 2 hari yang lalu
XI. Keluhan Tambahan :
Tidak ada
XII. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengeluh batuk sejak 2 hari yang lalu. Batuk disertai dahak berwarna putih.
Pasien juga mengeluh pilek. Hal ini sangat sering terjadi pada pasien, terutama muncul
pada pagi hari. Tidak ada demam, BAK dan BAB normal. Pasien belum mengkonsumsi
obat apapun. Riwayat imunisasi pasien lengkap. Pasien tidak mendapatkan ASI
eksklusif karena budaya dari keluarga yang menganjurkan memberikan tambahan susu
formula.

XIII. Riwayat Penyakit Dahulu


Tidak ada.

16
XIV. Pemeriksaan Fisik :

Status Generalis
Tinggi badan : 103 cm
Berat badan : 15 kg
Tekanan darah :-
Nadi : 90 x/menit
Suhu : 36,5 C
Pernafasan (frekuensi dan tipe) : 23 x/menit teratur
Keadaan Gizi : normal
Kesadaran : compos mentis
Sianosis : tidak ada
Edema : tidak ada
Mobilisasi (aktif/pasif) : aktif
Mata : Konjungtiva anemis -/- Sklera ikterik -/-
THT :T2-T2normal, faring normal. Sekret pada
hidung+/+
Jantung : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Paru : Vesikuler +/+, rhonki -/- wheezing -/-
Abdomen : nyeri tekan ulu hati (-), timpani (+)
Ekstremitas : Akral hangat, edema -/-

XV. Diagnosis Penyakit:


ISPA (DD Rhinitis Alergica) dengan status gizi normal dan riwayat ASI ekslusif -

XVI. Diagnosis Keluarga:


-
XVII. Anjuran Penatalaksanaan Masalah:
a. Promotif

Penyuluhan tentang pentingnya melakukan penimbangan berat badan di Posyandu


setiap bulannya, pemberian ASI eksklusif pada usia 0-6 bulan, makan yang
beranekaragam, menggunakan garam beryodium, dan suplementasi gizi khususnya
vitamin A. Perilaku PHBS terutama tidak merokok di dalam rumah untuk ayah

17
pasien. Penyuluhan tentang pentingnya salah satu unsur PHBS yaitu jamban sehat
di rumah.

b. Preventif
Pencegahan penyakit gizi buruk adalah sebagai berikut:
a) Makan makanan yang beraneka ragam dengan mengonsumsi makanan
pokok, lauk pauk, sayur, dan buah. Terutama setiap hari makan lauk
hewani dan buah.
b) Suplementasi vitamin A (1-5 tahun) setiap bulan Februari dan Agustus
(kapsul merah).
c. Kuratif
Dianjurkan orang tua pasien untuk membawa pasien ke puskesmas untuk
pengobatan.
d. Rehabilitatif
-

XVIII. Prognosis:
a. Penyakit
Prognosis baik bila pasien datang berobat ke puskesmas dan menerapkan keluarga
sadar gizi di lingkungan keluarganya.
b. Keluarga
Hubungan dengan keluarga baik jika pasien tetap menjaga waktu kebersamaan tiap
harinya dengan keluarga. Dan menyempatkan waktu untuk berkreasi bersama
keluarga.
c. Masyarakat
Prognosis masyarakat baik.

XIX. Resume
Pasien 4 tahun, batuk berdahak dan pilek sejak 2 hari yang lalu. KU tampak sakit ringan,
CM. Riwayat ASI ekslusif -
Pada pemeriksaan fisik didapatkan sekret hidung yang banyak. Berdasarkan tinggi
badan dan berat badan anak, didapatkan pasien berstatus gizi normal

18
Bab V
Analisa Kasus

5.1 Analisa Kasus


An. Ayu 4 tahun, batuk berdahak dan pilek sejak 2 hari yang lalu, nafsu makan pasien
menurun. Pada saat pemeriksaan pasien berstatus gizi normal. Pasien tidak pernah
menerima ASI ekslusif.
Ayah pasien adalah perokok dan menurut ibu pasien, ayahnya sering merokok di dalam
rumah. Pasien perlu berobat ke fasilitas kesehatan terdekat untuk pengobatan selanjutnya.
5.2 Riwayat Keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit degeneratif. Keadaan keluarga baik.
Semua anggota keluarga dalam keadaan baik-baik saja.

5.3 Analisa Kunjungan Rumah


5.3.1 Kondisi pasien
Kondisi pasien kurang baik karena sedang mengalami batuk berdahak dan nafsu
makan pasien menurun.
5.3.2 Pendidikan
Paud
5.3.3 Keadaan rumah
Rumah pasien terdapat di tepi sawah dengan luas rumah 30 m2 . Bangunan rumah
pasien adalah semi-permanen. Rumah tersebut lantainya terbuat dari semen pada
bagian depan rumah dan sebagian masih berupa tanah pada bagian belakang rumah,
beratap genteng, sebagian bertembok tembikar. Tidak ada jamban, keluarga selalu
mandi, BAK dan BAB disebelah kali.
5.3.4 Pencahayaan
Pencahayaan didalam rumah kurang.
5.3.5 Kebersihan
Kebersihan dalam rumah kurang, barang-barang tersusun agak berantakan.
5.3.6 Ventilasi
Sirkulasi udara cukup baik
5.3.7 Sanitasi dasar
Sumber air minum menggunakan air masak, untuk mandi dan lainnya menggunakan
air sumur.

19
5.4 Analisa Fungsi Keluarga
5.4.1 Keadaan Biologis
Keadaan biologis pasien cukup baik.
5.4.2 Keadaan Psikologis
Hubungan pasien dengan semua anggota keluarga terjalin dengan baik.
5.4.3 Keadaan Sosiologis
Pasien dan keluarga kurang mengikuti kegiatan di lingkungan sekitar.
5.4.4 Keadaan ekonomi
Keadaan ekonomi pasien cukup untuk memenuhi kebutuhannya.
5.4.5 Keadaan religius
Semua anggota keluarganya menjalankan ibadah mereka dengan baik.

20
Bab VI
Penutup
4.1 Kesimpulan
Gizi buruk pada anak dapat dicegah dengan cara melakukan keluarga sadar gizi, terutama
keluarga harus memperhatikan gizi yang diberikan kepada pasien. Status gizi yang baik
merupakan faktor yang berperan terhadapa ketahanan tubuh terhadap suatu penyakit selain
faktor lingkungan yang turut berperan. Kunjungan ke posyandu untuk melakukan penimbangan
secara teratur dan juga pemberian kapsul vitamin A diperlukan oleh pasien. Hal ini dilakukan
untuk mengontrol status gizi pasien dan suplementasi gizi pasien. Sangat penting peran serta
orang tua pasien untuk lebih memperhatikan gizi pasien. ASI ekslusif untuk bayi 0-6 bulan
juga sangat penting.
4.2 Saran

a) Puskesmas
Meningkatkan pendekatan kepada sasaran Posyandu khususnya untuk melakukan
penimbangan berat badan secara teratur dan suplementasi gizi vitamin A.
Meningkatkan pendekatan kepada keluarga keluarga yang masih belum memenuhi
rumah sehat.
b) Pasien.
Mengetahui pentingnya menerapkan keluarga sadar gizi di keluarga.
Berusaha untuk memenuhi gizi sesuai dengan standarnya.
Melakukan pengobatan ke puskesmas.

21
Daftar Pustaka

1. Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan. Buku


pedoman pendampingan keluarga menuju Kadarzi. Jakarta: DepKes, 2007.
2. Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan. Pedoman
strategi komunikasi, informasi, dan edukasi keluarga sadar gizi. Jakarta: DepKes, 2007.
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Riset
kesehatan dasar 2013. Jakarta: Kemenkes, 2013.
4. Pudjiadi Solihin. Penyakit KEP (Kurang Energi dan Protein) dari Ilmu Gizi Klinis pada
Anak edisi keempat, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2008 : 95-
137.
5. Nurhayati, soetjiningsih, Suandi IKG. Relationship Between Protein Energy
Malnutrition and Social Maturity in Children Aged 1-2 Years in Paediatrica
Indonesiana, 44th volume, December, 2012 : 261-266.
6. Brunser Oscar. Protein Energy Malnutrition : Marasmus in Clinical Nutrition of the
Young Child, Raven Press, New York, 1985 : 121-154.
7. Behrman RE, RM Kliegman, HB Jenson. Food Insecurity, Hunger, and Undernutrition
in Nelson Textbook of Pediatric 19th edition, 2010 : 225-232.

22
LAMPIRAN

Dokumentasi Kunjungan Rumah Keluarga Sadar Gizi

Bagian Depan Rumah

Bagian Samping Rumah

23
Wawancara Keluarga

Wawancara Keluarga

24
Bagian Kamar

Dapur

25

Вам также может понравиться