Вы находитесь на странице: 1из 28

REFERAT

HIDROSEFALUS

Oleh:
Ulfa Rosliana Putri
111110300080

Pembimbing:
dr. Rita Wahyunarti, SpA

MODUL KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ 1


DAFTAR ISI ..................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 4
Anatomi dan Fisiologi........................................................................... 4
Defisini Hidrosefalus............................................................................ 8
Epidemiologi Hidrosefalus................................................................... 8
Etiologi Hidrosefalus............................................................................ 8
Patofisiologi Hidrosefalus..................................................................... 9
Klasifikasi Hidrosefalus........................................................................ 10
Diagnosis Hidrosefalus......................................................................... 15
Tatalaksana Hidrosefalus...................................................................... 23
Prognosis............................................................................................... 25
BAB III KESIMPULAN .................................................................................. 26
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 27

2
BAB I

PENDAHULUAN

Hidrosefalus berarti adanya penumpukan cairan serebrospinal yang secara aktif

menyebabkan dilatasi sistem ventrikel otak yang terakumulasi pada satu atau lebih ventrikel

atau ruang subarachnoid. Hidrosefalus terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan antara

produksi, obstruksi dan absorbsi dari cairan serebrospinal (CSS). Penyebab hidrosefalus yang

sering terjadi dikarenakan oleh beberapa faktor antara lain adanya kelainan kongenital,

infeksi, neoplasma, perdarahan tetapi faktor yang paling sering terjadi pada masyarakat

karena adanya kelainan kongenital.1

Insiden hidrosefalus kongenital di AS adalah 3 per 1.000 kelahiran hidup sedangkan

insiden untuk hidrosefalus akuisita (aquired hydrocephalus) tidak diketahui secara pasti

karena penyebab penyakit yang berbeda-beda. Pada umumnya, Insiden hidrosefalus adalah

sama untuk kedua jenis kelamin, kecuali pada sindrom Bickers-Adams, X-linked hidrosefalus

ditularkan oleh perempuan dan diderita oleh laki-laki. Hidrosefalus dewasa mewakili sekitar

40% dari total kasus hidrosefalus.2,3

Prinsip penatalaksanaan hidrosefalus antara lain mengurangi produksi cairan

serebrospinal, menghambat pembentukan cairan serebrospinal yang berlebihan, memperbaiki

hubungan antara tempat produksi cairan serebrospinal dengan tempat absorbsi, pengeluaran

cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial. Penatalaksanaan hidrosefalus melalui 2

cara yaitu terapi medikamentosa dengan obat- obatan diuretik, dan terapi non medika

mentosa atau intervensi bedah dengan operasi shunting dan ventrikulostomi ventrikel III.4

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi

a. Anatomi

Sirkulasi cairan serebro spinal (CSS) terdiri dari pleksus koroideus, ventrikel,

ruang subaraknoid dan vili araknoidea. Sistem ventrikel terdiri atas dua ventrikel

lateral, ventrikel tertius, dan ventrikel quartus. Ventrikel tertius terletak diantara

diensefalon, sementara ventrikel quartus terbentang dari pontin sampai level medular.

Ventrikel lateral menghubungkan antara ventrikel tertius dengan foramen

interventrikular Monro. Sebaliknya, ventrikel tertius menghubungkan antara ventrikel

quartus dengan aquaduktus serebral. Dari ventrikel quartus terhubung ke ruang

subarakhnoid melalui 2 saluran yaitu foramen Magendie dan apertura lateralis

(foramen Luschka). Anatomi dari aliran cairan serebrospinal akan dibahas satu

persatu.2

4
Gambar 2.1 Sirkulasi Cairan Cerebro Spinal (CSS)

1. Pleksus koroideus5

Pleksus koroideus terletak pada ventrikel lateral, tertius dan quartus. Pada saat

embrio, pleksus ini berkembang dari invaginasi mesenkim pada daerah

mielensefalon selama minggu keenam intra-uterin. Pada usia minggu ke-7 sampai

ke-9, pleksus koroideus mulai kehilangan jaringan mesenkimal dan ditutupi oleh sel-

sel ependimal.

2. Sistem ventrikel5

- Ventrikel Lateral

Ventrikel lateral berjumlah dua buah dan berbentuk huruf C, secara anatomi,

ventrikel ini dibagi menjadi beberapa bagian yaitu bagian kornu anterior, korpus dan

kornu posterior. Corpus dari ventrikel lateral menjadi dasar dari septum pelusida.

- Ventrikel Tertius

5
Ventrikel tertius berada diantara dua thalami dan dibatasi oleh hypothalamus di

bagian inferior. Bagian anterior dari ventrikel tertius berhubungan dengan lamina

teminalis dan foramen interventrikularis atau foramen Monroe. Sedangkan bagian

posteriornya berhubungan dengan ventrikel quartus melalui aquaduktus serebral.

- Ventrikel Quartus

Ventrikel quartus terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian superior (bagian dari

isthmus rhombensefalon), intermedius (bagian metensefalon) dan inferior (bagian

mielensefalon). Dinding dari ventrikel ini dibatasi oleh sel-sel ependim, berlanjut ke

bawah oleh canalis sentralis dari medulla dan bagian superior oleh aquaduktus

serebral Sylvii dan melebar ke foramen lateral/foramen Luschka.

3. Spatium/Ruang Subaraknoid5

Otak dan medulla spinalis dibungkus oleh meningens yang terdiri dari tiga

lapisan. Dari luar ke dalam dimulai dari duramater, araknoid dan piamater.

Duramater merupakan lapisan paling superfisial dan melekat pada calvaria cranii,

kemudian lapisan kedua adalah araknoid. Dan selaput otak (meningens) yang

langsung melekat pada girus otak adalah piamater. Antara araknoid dan piamater

terdapat ruang subaraknoid. Ruang subaraknoid diisi oleh CSS dan arteri-arteri

utama yang memperdarahi otak. Pada bagian tertentu spatium subaraknoid melebar

dan membentuk suatu cisterna. Antara medulla dan cerebellum terdapat cisterna

magna.

4. Granulatio dan vili araknoidea5

6
Granulatio dan vili araknoidea sangat berperan penting dalam mengatur aliran

CSS ke sistem venosus pada tubuh manusia.

b. Fisiologi CSS

CSS merupakan cairan jernih yang fungsinya untuk menyediakan nutrien namun

mengandung sedikit protein, kadar glukosa lebih kurang 2/3 kadar glukosa darah dan

konsentrasi ion yang berbeda dengan darah. Selain itu CSS berfungsi sebagai dukungan

mekanis pada otak dan bekerja seperti jaket pelindung. CSS merupakan cairan jernih,

tidak berwarna dan tidak berbau. CSS direabsorpsi dengan cepat oleh plexus

choroidalis, secepat produksinya yaitu 20 mL per jam. Karena keepatan produksi dan

reabsorpsi yang sama, maka normalnya tekanan CSS secara normal konstan.2

CSS dihasilkan oleh pleksus choroideus dan mengalir dari ventrikel lateral ke

dalam ventrikel tertius, dan dari sini melalui aquaduktus serebri masuk ke ventrikel

quartus. Di sana cairan ini memasuki ruang cairan serebrospinal externum melalui

foramen lateralis (foramen Luschka) dan medialis (foramen Magendie) dari ventrikel

quartus. Dari sini cairan mengalir ke dalam rongga subarachnoid spinal. Sejumlah kecil

direabsorpsi (melalui difusi) ke dalam pembuluh-pembuluh kecil di piamater atau

dinding ventrikular, dan sisanya berjalan melalui jonjot arachnoid ke dalam vena (dari

sinus atau vena-vena) di berbagai daerah. Tekanan cairan cerebrospinal minimum harus

ada untuk mempertahankan reabsorpsi. Karena itu, terdapat suatu sirkulasi cairan

cerebrospinal yang terus menerus di dalam dan sekitar otak dengan produksi dan

reabsorpsi dalam keadaan yang seimbang. Aliran CSS dapat diperlambat atau dihambat

pada setiap struktur, hal ini menyebabkan bendungan CSS dibelakang (hidrosefalus)

dengan tekanan yang meningkat.2

2.2 Definsi Hidrosefalus

7
Hidrosefalus berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata hidro yang berarti air dan

cephalon yang berarti kepala. Hidrosefalus berarti adanya penumpukan cairan

serebrospinal yang secara aktif menyebabkan dilatasi sistem ventrikel otak yang

terakumulasi pada satu atau lebih ventrikel atau ruang subarachnoid.1

2.3 Epidemiologi Hidrosefalus

Insiden hidrosefalus kongenital di AS adalah 3 per 1.000 kelahiran hidup sedangkan

insiden untuk hidrosefalus akuisita (aquired hydrocephalus) tidak diketahui secara pasti

karena penyebab penyakit yang berbeda-beda. Pada umumnya, Insiden hidrosefalus

adalah sama untuk kedua jenis kelamin, kecuali pada sindrom Bickers-Adams, X-linked

hidrosefalus ditularkan oleh perempuan dan diderita oleh laki-laki. Hidrosefalus dewasa

mewakili sekitar 40% dari total kasus hidrosefalus.2

2.4 Etiologi Hidrosefalus

1. Obstruksi neoplasma

Pada pasien degan neoplasma, hidrosefalus terjadi sekunder akibat obstruksi.

Pada anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus

Sylvii bagian terakhir biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum,

penyumbatan bagian depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.

2. Malformasi kogenital
Malformasi kongenital yang menyebabkan hidrosefalus terdpat pada sejumlah

orang, salah satunya apabila terdapat nomali Arnold-Chiari. Pada pasien tersebut,

jalur subarakhnoid basilar tidak berkembang menyebabkan blokade dan dilatasi

ventrikel di bawahnya. Stenosis aquaductus Sylvii dan sindrom Dandy-Walker juga

dapat menyebabkan hidrosefalus

3. Obstruksi post-inflamasi atau traumatik

8
Obstruksi pasca inflamasi ataupun pasca traumatik merupakan penyebab

hidrosefalus tersering. Dua mekanisme patologik yang mungkin adalah (1) perdarahan

intrakranial pada saat kelahiran normal, (2) episode meningitis yang tidak dikenali

saat postnatal. Kedua proses tersebut menyebabkan fibrosis progresif dari jalur

arachnoid sehingga mengganggu sirkulasi CSS dan penyerapannya. Hidrosefalus

post-infeksi dapat terjadi komunikans atauun non-komunikans. Inflamasi bakterial

pada meninges ataupun arachnoiditis mengganggu penyerapan cairan serebrospinal,

menyebabkan hidrosefalus komunikans. Penyebabnya antara lain infeksi

Streptococcus grup B, Escherichia coli, dan Listeria monocytogenes. Sebaliknya,

pada ventrikulitis menyebabkan obstruksi pada sistem ventrikular, contohnya adalah

hidrosefalus pada tuberkulosis dan toksoplamosis.3

2.5 Patofisiologi Hidrosefalus

Hidrosefalus terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan antara produksi,

obstruksi dan absorbsi dari CSS. Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran

CSS pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan

tempat absorbsi dalam ruang subarakhnoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan

CSS. Defek pada sistem absorpsi juga merupakan mekanisme kedua yang mungkin

terjadi pada hidrosefalus. Mekanisme tersering terjadinya hidrosefalus adalah obstruksi

pada aliran cairan serebrospinal.3

9
Gambar 2.2 Patofisiologi Hidrosefalus

2.6 Klasifikasi Hidrosefalus

Hidrosefalus terbagi berdasarkan 2 kriteria, yaitu patologi dan etiologi.

Patologi terbagi menjadi hidrosefalus obstruktif (non-komunikans) dan non-obstruktif

(komunikans). Sementara berdsarkan etiologi, terbagi menjadi hidrosefalus kongenital

dan didapat. Pembagian berdasarkan patologi lebih disukai karena lebih mudah untuk

menentukan tatalaksananya.5

1. Berdasarkan Patologi

- Hidrosefalus komunikans (non-obstruktif)


Hidrosefalus komunikans atau non-obstruktif disebabkan oleh

ketidakseimbangan pada cairan serebrospinal di luar sistem ventrikel, yaitu akibat

proses pembentukan yang berlebihan atau gangguan absorpsi. Paling sering

disebabkan oleh gangguan absorpsi cairan serebrospinal akibat komplikasi pasca

infeksi atau perdarahan. Selain itu dapat disebabkan oleh kelainan kongenital,

10
diantaranya adalah prlekatan arachnoid atau cisterna akibat gangguan

pembentukan, gangguan pembentukan villi arachnoid, dan papillom plexus

choroid.
- Hidrosefalus non-komunikans (obstruktif)
Hidrosefalus non-komunikans disebabkan oleh adanya obstruksi dari aliran

cairan serebrospinal, baik pada ventrikel ataupun pada ruang subarachnoid.

Penyebab yang terjadi bisa kista, tumor, perdarahan, infeksi, malformasi

kongenital, dan stenosis aquaductus Sylvii.5

2. Berdasarkan Etiologi

a. Kongenital

a) Stenosis akuaduktus serebri

Mempunyai berbagai penyebab. Kebanyakan disebabkan oleh infeksi

atau perdarahan selama kehidupan fetal; stenosis kongenital sejati adalah

sangat jarang. (Toxoplasma/T.gondii, Rubella/German measles, X-linked

hidrosefalus).

b) Sindrom Dandy-Walker

Malformasi ini melibatkan 2-4% bayi baru lahir dengan hidrosefalus.

Etiologinya tidak diketahui. Malformasi ini berupa ekspansi kistik ventrikel

IV dan hipoplasia vermis serebelum. Hidrosefalus yang terjadi diakibatkan

oleh hubungan antara dilatasi ventrikel IV dan rongga subarachnoid yang

tidak adekuat; dan hal ini dapat tampil pada saat lahir, namun 80% kasusnya

biasanya tampak dalam 3 bulan pertama. Kasus semacam ini sering terjadi

bersamaan dengan anomali lainnya seperti agenesis korpus kalosum,

labiopalatoskhisis, anomali okuler, anomali jantung, dan sebagainya.

c) Malformasi Arnold-Chiari

11
Anomali kongenital yang jarang dimana 2 bagian otak yaitu batang

otak dan cerebelum mengalami perpanjangan dari ukuran normal dan

menonjol keluar menuju canalis spinalis

d) Aneurisma vena Galeni

Kerusakan vaskuler yang terjadi pada saat kelahiran, tetapi secara

normal tidak dapat dideteksi sampai anak berusia beberapa bulan. Hal ini

terjadi karena vena Galen mengalir di atas akuaduktus Sylvii,

menggembung dan membentuk kantong aneurisma. Seringkali

menyebabkan hidrosefalus.

e) Hidrancephaly

Suatu kondisi dimana hemisfer otak tidak ada dan diganti dengan

kantong CSS.5

b. Didapat (Acquired)

a) Stenosis akuaduktus serebri (setelah infeksi atau perdarahan)

Infeksi oleh bakteri Meningitis, menyebabkan radang pada selaput

(meningen) di sekitar otak dan spinal cord. Hidrosefalus berkembang ketika

jaringan parut dari infeksi meningen menghambat aliran CSS dalam ruang

subarachnoid, yang melalui akuaduktus pada sistem ventrikel atau

mempengaruhi penyerapan CSS dalam villi arachnoid. Jika saat itu tidak

mendapat pengobatan, bakteri meningitis dapat menyebabkan kematian

dalam beberapa hari. Tanda-tanda dan gejala meningitis meliputi demam,

sakit kepala, panas tinggi, kehilangan nafsu makan, kaku kuduk. Pada kasus

yang ekstrim, gejala meningitis ditunjukkan dengan muntah dan kejang.

Dapat diobati dengan antibiotik dosis tinggi. Infeksi yang dapat

menyebabkan stenosis aquaductus Sylvii antara lain:

12
1. infeksi menigitis adanya eksudat purulen dgn ketebalan/kepadatan

yang bervariasi akan menyebar di vena serebral, vena di sinus,

serebelum, sulcus, fisura sylvii, sisterna basal, dan spinal cord.

2. adanya ventrikulitis dengan adanya bakteri dan sel-sel inflamasi pada

cairan dalam ventrikel mungkin terjadi (seringnya di neonatus),

subdural dan empyema juga bisa terjadi.

3. dapat juga terjadi inflamatory infiltrat di perivaskuler dan mengganggu

membran ependimal.

4. adanya perubahan vaskuler dan parenkimal yang ditandai oleh adanya

infiltrat PMN yang menyebar ke arteri dan vena kecil di otak,

vaskulitis, trombosis vena kortikal kecil, oklusi pada venus sinosus

major, arteritis nekrosis yg mengakibatkan perdarahan, dan jarang

terjadi nekrosis korteks serebri.

5. inflamasi pada spinal cord menampakan adanya tanda meningeal,

infeksi pada nervus kranialis menghasilkan cranial neuropati di nervus

optikus, okulomotor, fasialis, dan audiatory.

6. adanya peningkatan ICP juga menghasilkan okulomotor nerve palsy

karena adanya kompresi pada lobus temporal pada herniasi tentorium.5

Akibat dari peningkatan tekanan intrakranial antara lain:

- kematian sel (edema sitotoksisk)

- sitokin yg menginduksi meningkatnya permeabilitas kapiler edema

(vasogenic edema)

- meningkatnya tekanan hidrostatik (intersitial cerebral edema)

setelahadanya aliran CSF yg terjadi obstruksi.

13
b) Herniasi tentorial akibat tumor supratentorial
c) Hematoma intraventrikuler

Jika cukup berat dapat mempengaruhi ventrikel, mengakibatkan darah

mengalir dalam jaringan otak sekitar dan mengakibatkan perubahan

neurologis. Kemungkinan hidrosefalus berkembang sisebabkan oleh

penyumbatan atau penurunan kemampuan otak untuk menyerap CSS.

d) Tumor (ventrikel, regio vinialis, fosa posterior)

Sebagian besar tumor otak dialami oleh anak-anak pada usia 5-10

tahun. 70% tumor ini terjadi dibagian belakang otak yang disebut fosa

posterior. Jenis lain dari tumor otakyang dapat menyebabkan hidrosefalus

adalah tumor intraventrikuler dan kasus yang sering 11 terjadi adalah tumor

plexus choroideus (termasuk papiloma dan carsinoma). Tumor yang berada

di bagian belakang otak sebagian besar akan menyumbat aliran CSS yang

keluar dari ventrikel IV. Pada banyak kasus, cara terbaik untuk mengobati

hidrosefalus yang berhubungan dengan tumor adalah menghilangkan tumor

penyebab sumbatan.

e) Abses/granuloma
f) Kista arakhnoid

Kista adalah kantung lunak atau lubang tertutup yang berisi cairan. Jika

terdapat kista arachnoid maka kantung berisi CSS dan dilapisi dengan

jaringan pada membran arachnoid. Kista biasanya ditemukan pada anak-

anak dan berada pada ventrikel otak atau pada ruang subarachnoid. Kista

subarachnoid dapat menyebabkan hidrosefalus non komunikans dengan

cara menyumbat aliran CSS dalam ventrikel khususnya ventrikel III.

Berdasarkan lokasi kista, dokter bedah saraf dapat menghilangkan dinding

kista dan mengeringkan cairan kista. Jika kista terdapat pada tempat yang

14
tidak dapat dioperasi (dekat batang otak), dokter dapat memasang shunt

untuk mengalirkan cairan agar bisa diserap. Hal ini akan menghentikan

pertumbuhan kista dan melindungi batang otak.

2.7 Diagnosis Hidrosefalus

1. Manifestasi Klinis Hidrocephalus

Manifestasi Klinis hidrosefalus dipengaruhi oleh umur penderita, penyebab,

lokasi obstruksi, durasi dan perlangsungan penyakit. Gejala-gejala yang menonjol

merupakan refleksi dari peningkatan TIK. Rincian gejala klinis adalah sebagai

berikut:

a. Neonatus

Gejala hidrosefalus yang paling umum dijumpai pada neonatus adalah

iritabilitas. Sering kali anak tidak mau makan dan minum, kadang-kadang

kesadaran menurun kearah letargi. Anak kadang-kadang muntah, jarang yang

bersifat proyektil. Pada masa neonatus ini gejala-gejala lainnya belum tampak,

sehingga apabila dijumpai gejala-gejala sepeti diatas, perlu dicurigai

hidrosefalus.5

b. Anak berumur kurang dari 6 tahun

Pada umumnya anak mengeluh nyeri kepala, sebagai suatu manifestasi

peningkatan TIK. Lokasi nyeri tidak khas. Kadang-kadang muntah di pagi hari.

Dapat disertai keluhan penglihatan ganda (diplopia) dan jarang diikuti penurunan

visus. Gangguan motorik dan koordinasi dikenali melalui perubahan cara

berjalan. Hal ini disebabkan oleh peregangan serabut kortikospinal korteks

parietal sebagai akaibat pelebaran ventrikel lateral. Serabut-serabut yang medial

lebih dahulu tertekan, sehingga menimbulkan pola berjalan yang khas.

15
Anak dapat mengalami gangguan dalam hal daya ingat dan proses belajar.

Apabila dilakukan pemeriksaan psikometrik akan terlihat adanya labilitas

emosional dan kesulitan dalam hal konseptualisasi. Vena-vena di kulit kepala

sangat menonjol, terutama bila bayi menangis. Peningktan TIK akan mendesak

darah vena dari alur normal di basis otak menuju ke sistem kolateral.

Mata penderita hidrosefalus memperlihatkan gambaran yang khas, yang

disebut sebagai sunset appearance : skelera yang berwarna putih akan tampak

diatas iris. Hal tersebut disebabkan tekanan cairan mengenai dilatasi resesus

supraspineal pada tentum batang otak. Paralisis nervus abdusens, yang

sebenarnya tidak menunjukkan letak lesi, sering dijumpai pada anak yang lebih

tua atau pada orang dewasa. Kadang-kadang terlihat nistagmus dan

strabismus.Pada hidrosefalus yang sudah lanjut dapat terjadi edema papil atau

atrofi papil.5,6

Gambar 2.3 Sunset Appearance

c. Hidrosefalus tekanan normal

Hidrosefalus ini dicirikan dengan trias demensia, gangguan berjalan dan

inkontinensia urin. Hal ini terutama pada penderita dewasa. Gangguan berjalan

16
dicirikan oleh berjalan lambat, langkah pendek dengan pengurangan ketinggian

langkah dan ataksia dimana kaki diletakkan di permukaan jalan dengan kekuatan

yang bervarisasi. Pada saat mata tertutupakan tampak jelas keidakstabilan postur

tubuh. Tremor dan gangguan gerakan halus jari-jari tangan akan mengganggu

tulisan tangan penderita.6

Tabel 2.1 Gejala klinis hidrosefalus berdasarkan usia

2. Pemeriksaan Fisik
a. Bayi

Pembesaran Kepala. Lingkar kepala berada pada 98 persentil dari umur atau lebih.

Pada bayi dengan sutura masih terbuka, ditemukan lingkar kepala fronto-oksipital

meregang, fontanel cebung dan tegang. Lingkar kepala dapat membesar dengan

cepat yaitu > 2 cm per minggu. Pada bayi cukup bulan, pembesaran lingkar kepala

normal adalah 2 cm/bulan pada awal 3 bulan kehidupan, 1,5 cm/bulan pada usia 4

dan 5 bulan, dan 0,5 cm/bulan pada usia 6 sampai 12 bulan.6



Lepasnya sutura : ini dapat dilihat atau diraba.

Pelebaran vena-vena kulit kepala : kulit kepala menjadi tipis dan berkilau dengan

vena-vena yang mudah dilihat. Pelebaran vena ini akan lebih terlihat terutama bila

anak menangis.

17

Ketegangan fontanela. Fontanela anterior pada bayi dengan hidrosefalus akan

membear walaupun pada posisi tegak.



Peningkatan tonus tungkai. Penyebabnya adalah peregangan serabut serabut traktus

piramidal periventrikuler oleh hidrosefalus. Selain itu refleks tedon dalam juga

meningkat.

b. Anak-anak

Edema papil : jika peningkatan TIK tidak diobati dapat menyebabkan atrofi optik

dan kebutaan

Tanda Macewen : suara pot pecah terdengar pada perkusi kepala. Perkusi dilakukan

di sutura-sutura. Perkusi pada kepala anak memberi sensasi yang khas. Pada

hidrosefalus akan terdengar suara yang sangat mirip dengan suara ketuk pada

semangka masak. Pada anak lebih tua akan terdengar suara kendi retak (cracked-

pot). Hal ini menggambarkan adanya pelebaran sutura.



Gaya berjalan yang tidak stabil

Kepala besar : sutura tertutup namun peningkatan TIK kronik akan menyebabkan

pertumbuhan kepala abnormal.



Kelumpuhan nervus abducens unilateral atau bilateral karena peningkatan TIK.6

c. Hidrosefalus tekanan normal



Kekuatan otot biasanya normal, tidak ada gangguan sensoris.

Refleks dapat meningkat, dan refleks Babinsky dapat ditemukan pada satu atau

kedua kaki.

Kesulitan berjalan : bervariasi dari ketidakseimbangan yang ringan sampai

ketidakmampuan unuk berjalan atau berdiri.



Refleks menghisap dan menggenggam muncul pada tahap lanjut.6

3. Pemeriksaan Penunjang

18
a. Foto kepala X-ray

Tanda hidrosefalus kongenital/infantil pada rontgen polos kepala berupa


tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial seperti makrokrania, pelebaran sutura
tengkorak (pada bayi dengan ubun-ubun dan sutura yang belum menutup),
gambaran alur pembuluh darah yang semakin jelas, tanpa peningkatan tekanan
intrakranial kronik berupa pendataran sella tursika/erosi dari processus clinoid
posterior dan gambaran impression digitate (gambaran seperti bekas penekanan
jari-jari akibat tekanan permukaan otak pada tengkorak).7

Gambar 2.4 Foto kepala pada anak dengan hidrosefalus.

b. Pemeriksaan cairan serebrospinal. Dengan cara aseptik melalui punksi

ventrikel/punksi fontanela mayor. Menentukan :



Tekanan

Jumlah sel meningkat, menunjukkan adanya tanda radang / infeksi

Adanya eritrosit menunjukkan perdarahan

Bila terdapat infeksi, diperiksa dengan pembiakan kuman dan kepekaan

antibiotik.7
c. USG Prenatal
USG prenatal dapat dilakukan untuk mendiagnosis hidrosefalus. Hidrosefalus

dapat dideteksi pada akhir trimester pertama kehamilan, walaupun dilatasi

abnormal ventrikel dapat dideteksi dengan jelas ada usia kehamilan 20-24 minggu.

19
Walaupun USG prenatal dapat mendeteksi penumpukan cairan serebrospinal, USG

prenatal tidak dapat mendeteksi letak kelainan ataupun penyebab obstruksinya.7

Gambar 2.5 Foto USG kepala fetus pada trimester ketiga. Tampak dilatasi bilateral

dari kedua ventrikel lateral

d. USG Kranial

Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka, biasanya pada usia

18 bulan. Dengan USG diharapkan dapat menunjukkan sistem ventrikel yang

melebar. USG kranial ini dapat memvisualisasi ventrikel lateral dan sumbatan pada

intraventrikular. Pendapat lain mengatakan pemeriksaan USG pada penderita

hidrosefalus ternyata tidak mempunyai nilai didalam menentukan keadaan sistem

ventrikel hal ini disebabkan oleh karena USG tidak dapat menggambarkan anatomi

sistem ventrikel secara jelas, seperti halnya pada pemeriksaan CT scan. Selain itu,

USG ini juga tidak secara jelas memperlihatkan apabila kelainannya berada di

ventrikel tertius dan quartus, ataupun pada ruan subarakhnoid. Namun kelebihan

dari pemeriksaan USG kranial ini adalah biaya yang lebih murah dibanding

CT/MRI dan radiasi sedikit.7

20
Gambar 2.6 Foto USG kranial pada perempuan usia 1 bulan (a) dan hidrosefalus

pada aki-laki usia 3 bulan (b)

e. CT scan kepala

(a) Otak normal (b) hidrosefalus

Gambar 2.7 CT Scan kepala potongan axial pada pasien hidrosefalus

CT Scan dapat secara akurat menggambarkan bentuk dan ukuran ventrikel,

adanya darah atau kalsifikasi, kista, dan perangkat shunting. CT scan juga dapat

memvisualisasi adanya peningkatan tekanan intrakranial melalui sulkus cerebral

21
yang terkompresi, hilangnya ruang subarakhnoid, dan tereabsorpsinya

transependimal CSS ke substansi alba. Ketika menggunakan kontras, maka abses,

tumor, ataupun malformasi kongenital dapat terlihat. Dengan begitu dapat

disimpulkan bahwa pemeriksaan CT scan memiliki banyak keuntungan diantaranya

adalah gambaran yang lebih jelas, dapat menentukan prognosis, dan dapat

menduga penyebab dari hidrosefalus.

f. MRI

Gambar 2.7 (a) MRI T1 potongan sagital menunjukkan pembesaran ventrikel lateral,

dan (b) MRI T2 potongan koronal menunjukkan pembesaran ventrikel lateral dan

ventrikel tertius

Dengan menggunakan MRI pada pasien hidrosefalus, informasi akan lebih

detail karena adanya visualisasi aksial, koronal, dan sagital. Sebagai tambahan,

aquaductus Sylvii dapat tervisualisasi dengan baik. Dinamika aliran cairan

serebrospinal dapat diketahui dengan fase-kontras pada MRI.

2.8 Tatalaksana Hidrosefalus

Prinsip tatalaksana hidrosefalus yaitu:

22
1. Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak pleksus koroidalis

dengan tindakan reseksi atau pembedahan


2. Dengan obat azetasolamid (diamox) yang menghambat pembentukan cairan

serebrospinal,
3. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi cairan serebrospinal dengan tempat

absorbsi, yaitu menghubungkan ventrikel dengan subarachnoid,


4. Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial,4,8
Sementara itu, penatalaksanaan hidrosefalus terbagi menjadi 2, yaitu

medikamntosa dan non-medikamentosa, antara lain:


a. Terapi medikamentosa

Tidak ada terapi medikamentosa yang secara definitif efektif untuk mengatasi

hidrosefalus. Terapi ini ditujukan untuk membatasi evolusi hidrosefalus melalui upaya

mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid atau upaya meningkatkan resorpsinya.

Dapat dicoba pada pasien yang tidak gawat, terutama pada pusat-pusat kesehatan

dimana sarana bedah saraf tidak ada. Obat yang sering digunakan adalah diuretik,

antara lain:

Asetazolamid
Merupakan inhibitor karbonik anhidrase yang dapat mengurangi produksi cairan

serebrospinal. Dosis yang diberikan 30-50 mg/kgBB/hari dengan dosis

tertingginya dapat mencapai 100 mg/kgBB/hari.6


Furosemid

Cara pemberian dan dosis; Per oral, 1,2 mg/kgBB 1x/hari atau injeksi iv 0,6

mg/kgBB/hari. Furosemid dapat mengurangi cairan ekstraselular otak walaupun

mekanismenya belum diketahui secara pasti. Bila tidak ada perubahan setelah

satu minggu pasien diprogramkan untuk operasi.6

b. Terapi Operasi

Operasi biasanya langsung dikerjakan pada penderita hidrosefalus. Pada penderita

gawat yang menunggu operasi biasanya diberikan : Mannitol per infus 0,5-2

g/kgBB/hari yang diberikan dalam jangka waktu 10-30 menit.

23
a) Ventrikulostomi Ventrikel Tertius

Tindakan ini menjadi pilihan pada pasien dengan hidrosefalus non-

komunikans. Tujuan tindakan ini adalah membuat bypass dari obstruksi cairan

serebrospinal yang ada di ventrikel tertius ke ruang subarakhnoid. Lewat

kraniotomi, ventrikel tertius dibuka melalui daerah khiasma lubang optikum,

dengan bantuan endoskopi. Selanjutnya dibuat sehingga cairan serebrospinal dari

ventrikel tertius dapat mengalir keluar. Suksesnya tindakan ini mecapai 75%.

Namun ada beberapa faktor yang membuat tindakan ini gagal, yaitu kegagalan

awal dan kgagalan di masa yang akan datang. Kegagalan awal berupa perdarahan

di area fenestrasi, membran arakhnoid yang menyumbat aliran cairan

serebrospinal, atau inadekuatnya ukuran fenestrasi. Kegagalan lanjutan berupa

penutupan fenestrasi oleh jaringan gliotik atau membran arakhnoid.4,8

b) Shunting
Operasi shunting bertujuan dengan memindahkan cairn serebrospinal ke

ekstrakranial. Tindakan ini menggunakan kateter ventrikular untuk menyalurkan

cairan serebrospinal ke rongga tubuh mana saja yang di sana, CSS dapat

diabsorpsi. Tindakan ini membuat burr hole pada tengkorak, kemudian kateter

proksimal akan diletakkan pada frontal horn dari ventrikel lateral. Sistem katup

yang digunakan berfungsi untuk mengatur kecepatan aliran cairan serebrospinal.

Pada bagian kateter distal, dapat diletakkan di rongga peritoneum (Ventrikulo-

peritoneal shunt), atau di atrium kanan jantung (Ventrikulo-atrial shunt).

Keuntungan dari VP shunt adalah apabila terjadi infeksi pada rongga peritoneum,

kateter distal akan tetap pada tempatnya, hal ini berbeda bila pada VA shunt.4

24
Gambar 2.7 VP shunt dan VA shunt

2.9 Prognosis

Prognosis hidrosefalus tergantung pada etiologi, derajat hidrosefalus, ketebalan


mantel korteks otak, kondisi korpus kalosum, dan ada tidaknya malformasi otak yang lain.
Pengamatan jangka panjang sampai 20 tahun pada 233 pasien menunjukkan 13,7%
meninggal dan revisi VP Shunt 2,7%. 115 dari 233 pasien tersebut menjalani evaluasi
psikologi: 63% normal, 30% retardasi mental ringan, dan 7% retardasi mental berat.
Hidrosefalus memerlukan terapi multidisiplin dan followup dalam jangka waktu lama.
Dengan modalitasi pembedahan saraf modern, prognosa membaik sekitar 90% dan sekitar 2/3
penderita akan memiliki intelegensi yang normal atau setidaknya mendekati normal.9

25
BAB III

KESIMPULAN

1. Hidrosefalus adalah keadaan patologik yang mengakibatkan bertambahnya cairan

serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meningkat,

sehingga terdapat pelebaran ventrikel.


2. Hidrosefalus terjadi karena ketidakseimbangan antara produksi, sirkulasi dan

penyerapan cairan serebrospinal


3. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang hidrosefalus
4. Penatalaksanaan hidrosefalus mempunyai prinsip yaitu :
- Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak pleksus koroidalis

dengan tindakan reseksi atau pembedahan


- Dengan obat asetasolamid (diamox) yang menghambat pembentukan cairan

serebrospinal,

26
- Memperbaiki hubungan antara tempat produksi cairan serebrospinal dengan

tempat absorbsi, yaitu menghubungkan ventrikel dengan subarachnoid,


- Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial
5. Penatalaksanaan hidrosefalus melalui 2 cara, yaitu terapi medikamentosa dan

nonmedikamentosa
6. Prognosis hidrosefalus tergantung pada etiologi, derajat

hidrosefalus, ketebalan mantel korteks otak, kondisi korpus

kalosum, dan ada tidaknya malformasi otak yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan dokter spesialis saraf Indonesia. Hidrosefalus. Dalam : Harsono,

Editor. Buku Ajar Neurologi Klinik. Yogyakarta : Gajah Mada University Press; 2005.

Hal. 209-16.
2. Bergman R, Afifi A. Hydrocephalus. In : Functional Neuroanatomy text and atlas.

2Ed. New York: McGraw-Hill; 2005. p 380-4.


3. Varma R, Williams SD. Wessel HB. Neurology. In : Zitelli BJ, Davis HW,

Editor. Atlas of Pediatric Physical Diagnosis. 5th Ed. New York : Blackwell Science;

2000. p 562-86.
4. Rubin, E. Hydrocephalus. In : Essential Pathology. 3rd Ed. Philadelphia: Lippincott

Williams dan Wilkins; 2001. p 728-9


5. Hafid A. 2008. Pedoman Dignosis Dan Terapi Bag/SMF Ilmu Bedah Saraf. Rumah

Sakit Umum Dokter Soetomo Surabaya.

6. Nielsen N, Breedt A. Hydrocephalus. Berlin: Springer-Verlag ; 2013

7. Prober, Charles G., Srinivas, S Nivedita., and Matthew, Roshni. Central Nervous

System Infection, in: Nelson Textbook of Pediatrics 20th Edition. Philadelphia

Elsevier, 2016. P: 2937-44.


8. Bajamal H, Prijambodo B. 2010.Hidrosefalus dalam Buku Ajar Ilmu Bedah de jong.

Jakarta.EGC. p 932

27
9. Pudjiadi HA, Hegar B, Handryastuti S, et al. Hidrosefalus dalam Pedoman Pelayanan

Medis IDAI Edisi II. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2011

28

Вам также может понравиться