Вы находитесь на странице: 1из 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Puskesmas telah didirikan di hampir seluruh pelosok tanah air untuk

menjangkau seluruh wilayah kerjanya, Puskesmas diperkuat dengan Puskesmas

Pembantu serta Puskesmas keliling. Kecuali itu untuk daerah yang jauh dari

sarana pelayanan rujukan, Puskesmas dilengkapi dengan fasilitas rawat inap.

Jumlah Puskesmas pada tahun 2002 tercatat sebanyak 7.277 unit, Puskesmas

Pembantu 21.587 unit, Puskesmas Keliling 5.084 unit (perahu 716 unit,

Ambulance 1.302 unit). Sedangkan Puskesmas yang telah dilengkapi dengan

fasilitas rawat inap tercatat sebanyak 1.818 unit (Departemen Kesehatan, 2004

dalam Widyastuti 2013). Pemerintah sebagai salah satu penyedia pelayanan,

dituntut untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat agar kepuasan

masyarakat yang dilayani terpenuhi, deengan demikian pelayanan diarahkan pada

perspektif kepentingan masyarakat luas.

Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas kesehatan Kabupaten/Kota

yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu

wilayah kerja. Secara nasional standar wilayah kerja puskesmas adalah satu

kecamatan. Apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari satu puskesmas, maka

tanggung jawab wilayah kerja dibagi antar puskesmas dengan memeperhatikan

keutuhan konsep wilayah desa/kelurahan atau dusun (Supardi, dkk 2008).


Puskesmas memberikan pelayanan kesehatan salah satunya pelayanan

prima adalah pelayanan kesehatan yang terdapat di Puskesmas. Pelayanan

kesehatan bertujuan untuk mengatasi masalah kesehatan seseorang. Hasil

1
2

penelitian Badan Pusat Statistik (2012) bahwa persentase penduduk yang

mengalami keluhan kesehatandari tahun 2003 hingga 2009 mengalami

peningkatan, yakni 24.41% (2003),26.51% (2004), 26.68% (2005), 28.15%

(2006), 30.90% (2007), 33.24% (2008),33.68% (2009). Berdasarkan keadaan

tersebut kebutuhan masyarakat akan layanan kesehatan akan ikut meningkat.

Salah satu outcome dari layanan kesehatan selain kesembuhan pasien adalah

kepuasan pasien (Pohan, 2006 dalam Desimawati 2013).


Pengguna jasa pelayanan kesehatan di Puskesmas menuntut pelayanan

yang berkualitas tidak hanya menyangkut kesembuhan dari penyakit secara fisik

akan tetapi juga menyangkut kepuasan terhadap sikap, pengetahuan dan

keterampilan petugas dalam memberikan pelayanan di puskesmas perlu di

tingkatkan agar menjadi lebih efektif dan efisien serta memberikan kepuasan

terhadap pasien dan masyarakat. Fungsi puskesmas yang sangat berat dalam

memberikan pelayanan kepada masyarakat dihadapkan pada beberapa tantangan

dalam hal sumberdaya manusia dan peralatan kesehatan yang semakin canggih,

namun harus tetap memberikan pelayanan yang terbaik (Khusnawati, 2010 dalam

Sareong 2013)

Kepuasan pasien tergantung pada kualitas pelayanan. Pelayanan adalah

semua upaya yang dilakukan karyawan untuk memenuhi keinginan pelanggannya

dengan jasa yang akan diberikan. Suatu pelayanan dikatakan baik oleh pasien,

ditentukan oleh kenyataan apakah jasa yang diberikan bisa memenuhi kebutuhan

pasien, dengan menggunakan persepsi pasien tentang pelayanan yang diterima

(memuaskan atau mengecewakan, juga termasuk lamanya waktu pelayanan).

Kepuasan dimulai dari penerimaan terhadap pasien dari pertama kali datang,
3

sampai pasien meninggalkan rumah sakit. Ada beberapa faktor yang berpengaruh

pada kepuasan konsumen. Secara garis besar dikategorikan dalam 5 kategori yaitu

Producy Quality, Service Quality, Price Emotional Factor dan Cost of Aquiring

(Supriyanto dan Ratna 2007 ; Nursalam 2015).

Hasil survey kepuasan pasien yang telah dilakukan puskesmas kartasura II

di Surakarta pada tahun 2007 adalah 40% menyatakan puas dan 10% menyatakan

cukup puas dari 50 orang responden. Kemudian hasil survey pada tahun 2008

adalah 74% menyatakan puas dan 26% cukup puas dari 100 orang responden.

Berdasarkan hasil survey bahwa aspek kesembuhan, aspek kebersihan, aspek

mendapat informasi yang menyeluruh, member kesempatan bertanya, aspek

waktu tunggu dan aspek kesinambungan pelayanan, merupakan aspek bagi pasien

belum memuaskan (Hertiana 2009 dalam Bata, dkk 2013).

Hubungan antara perawat dan klien yang terapeutik bisa terwujud dengan

adanya interaksi yang terapeutik antara keduanya (Damaiyanti, M, 2014 dalam

Permatasari 2016). Ada beberapa kemungkinan kurang berhasilnya komunikasi

terapeutik paerawat pada klien diantaranya dipengaruhi oleh kurangnya

pengetahuan perawat dalam komunikasi terapeutik, sikap perawat, tingkat

pendidikan, pengalaman, lingkungan, jumlah tenaaga yang kurang dan lain-lain.

Rendahnya komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh perawat berdampak

terhadap ketidakpuasan pasien (Purwanto 2012 dalam Permatasari 2016).

Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku yang

digunakan untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia sekitarnya.

Komunikasi yang digunakan oleh perawat bersifat terapeutik yaitu komunikasi


4

yang direncanakan dan dilakukan bertujuan untuk membantu menyembuhkan dan

pemulihan pasien. Seorang perawat yang memiliki komunikasi yang baik dapat

mempengaruhi tingkat kepuasan pasien

Berdasarkan fenomena yang terjadi dilapangan, perawat kurang

berpartisipasi dalam komunikasi terapeutik. Hal ini ditunjukkan berdasarkan

pengalaman peneliti sendiri pada saat praktek di Rumah Sakit jarang sekali

ditemukan perawat melakukan komunikasi terapeutik terhadap pasiennya, seperti

perawat tidak memperkenalkan diri kepada pasien, tidak menjelaskan tindakan

keperawatan yang akan dilakukan, kemudian bahasa tubuh perawat yang

menunjukkan ketidaknyamanan (Siskayanti dkk, 2012).

Pelayanan keperawatan yang berkualitas tidak hanya ditentukan oleh

ketetapan dalam memberikan pelayanan tetapi dengan membina hubungan

komunikasi yang dapat menyembuhkan pasien (komunikasi terapeutik). Perawat

perlu memiliki keterampilan berkomunikasi secara terapeutik dalam menjalankan

perannya sehingga dapat menentukan keberhasilan pelayanan atau asuhan

keperawatan yang profesional dengan memperhatikan kebutuhan holistik pasien.

Hasil penelitian Liowelyn (Abraham & Shanley, 1992) menunjukkan

bahwa tidak jarang terjadi konflik antara petugas kesehatan dengan pasien sebagai

akibat dari komunikasi yang buruk antara keduanya yang pada akhirnya

menimbulkan kekecewaan dan ketidakpuasan serta hilangnya kepercayaan pasien

terhadap instansi Rumah Sakit.

Perawat sebagai petugas yang selalu berhubungan dengan pasien harus

memiliki banyak keterampilan, salah satunya adalah keterampilan interpersonal


5

yaitu keterampilan dalam berkomunikasi dengan pasien. Komunikasi merupakan

proses kompleks yang melibatkan perilaku dan memungkinkan individu untuk

berhubungan dengan oranglain dan dunia sekitarnya (Potter dan Perry, 2005

dalam Nugroho dan Aryati, 2009). Perawat yang memiliki ketrampilan

berkomunikasi secara terapeutik (menyembuhkan) tidak saja akan mudah

menjalin hubungan rasa percaya dengan klien, mencegah terjadinya masalah

ilegal, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan

meningkatkan citra profesi keperawatan serta citra rumah sakit.

Berdasarkan data yang diperoleh pada tempat penelitian di UPTD

Puskesmas Kecamatan Pontianak Barat , pasien yang berkunjung pada tahun 2014

sampai 2016 dari bulan januari sampai desember berjumlah 99.230 pasien. Dari 3

tahun terakhir didapatkan angka pasien yang berkunjung tahun 2014 yaitu 30.819

pasien, pada tahun 2015 yaitu 34.082 pasien dan pada tahun 2016 yaitu 34.329

pasien. Dari data diatas didapatkan bahwa setiap tahunnya terjadi peningkatan

jumlah pasien yang berkunjung pada UPTD Puskesmas Pontianak Barat.

1.2 Rumusan Permasalahan

Berdasarkan uraian dalam latar belakang penelitian ini, maka penulis

mencoba merumuskan masalahnya yaitu :

1.2.1 Sejauh manakah tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan

kesehatan di Puskesmas Perumnas 1 ?


1.2.2 Bagaimanakah komunikasi perawat dengan harapan masyarakat pengguna

jasa pengobatan di Puskesmas Perumnas 1 Pontianak ?


1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum


6

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh komunikasi perawat

terhadap kepuasan pasien pada pelayanan pengobatan di Puskesmas Perumas 1

Pontianak Barat tahun 2017.


1.3.2 Tujuan Khusus
Setiap penelitian tentu mempunyai orientasi atau tujuan yang akan dicapai,

adapun tujuan dari penilitian ini adalah :


1.3.2.1 Diketahuinya komunikasi perawat terhadap kepuasan pasien pada

pelayanan pengobatan di Puskesmas Perumnas 1 Pontianak.


1.3.2.2 Diketahuinya gambaran kepuasan pasien pada pelayanan pengobatan di

Puskesmas Perumnas 1 Pontianak.


1.3.2.3 Diketahuinya adakah pengaruh komunikasi yang dilakukan oleh perawat

terhadap kepuasan pasien di Puskesmas Perumnas 1 Pontianak.


1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Penulis
1.4.1.1 Dapat mengerti dan menerapkan tentang pengaruh komunikasi perawat

terhadap kepuasan pasien di Puskesmas.


1.4.1.2 Memberi pengalaman penulis dalam mengobserrvasi dampak komunikasi

perawat terhadap kepuasan pasien.


1.4.2 Institusi Pendidikan STIK Muhammadiyah Pontianak
1.4.2.1 Sebagai bahan bacaan untuk menambah wawasan bagi para mahasiswa

khususnya berkaitan dengan pengaruh komunikasi perawat terhadap kepuasan

pasien.
1.4.3 Masyarakat
1.4.3.1 Diharapkan dapat memberi informasi bagi masyarakat sebagai bahan

kajian pengetahuan terutama yang berkaitan di bidang pelayanan kesehatan.


1.4.3.2 Masyarakat dapat mengetahui pelayanan kesehatan yang ada di

puskesmas,sehingga diharapkan masyarakat juga dapat memberikan masukan dan

saran dalam peningkatan pelayanan kesehatan yang sesuai harapan masyarakat.

Вам также может понравиться