Вы находитесь на странице: 1из 11

Nun jauh di sana, tinggalah dua orang pemuda yang tinggal di sebuah kampung.

Kampung itu berjuluk


kampung suka-suka. Ya, suka-suka. Warganya suka semena-mena.

Scene 1

Pada suatu hari, nampak dua orang pemuda tengah menikmati siangnya di sebuah angkringan. Sambil
ditemani gorengan yang tersaji beserta segelas teh hangat, mereka bahkan bisa
menghabiskan waktu hingga berjam-jam lamanya hanya untuk mengobrol.

Rochmad : Seko ngendi, Rif?

Arif : Seko nggone wak Sunari melu nguras kolam iwake kae. Lha kon katmau neng kene
ngopo?

Rochmad : Ngeleh aku kat mau neng omah. Ibukku kui lho gak ndang ditukokne panci anyar,
dadi ora iso masak. Aku jane yo pengen masak mie tapi pancine bolong, dadi raiso
masak mie. Malingi iwakke pak sunari waeyo!

Arif : Yo ojo ngono. Mengko bengi wae. Tegalane wes tak kethok, dadi mengko tinggal
mbukak.

Rochmad : Yo podo wae yen kui rif, wes kene mangan opo onone iki sik wae. Tak jajakne lho
iki.

Arif : Tenanan ki mad?

Rochmad : Yo mosok aku ngapusi to Rif.

Arif : Maturnuwun lho mad. (Mengambil gorengan yang dijual angkringan)

Sedang asiknya menikmati makanan yang tersaji di sana, mereka dikagetkan oleh kedatangan seorang
nenek-nenek tua yang sedang ditarik paksa oleh seorang polisi. Nenek-nenek itu meronta, tak ingin
dibawa.

Nenek : Jangan tangkap saya Bu!


Polisi : Maaf mbah, tidak bias mbah. Mbah ditangkap karena Mbah sudah melanggar UU No
363.

Nenek : Lho ya jangan begitu to bu, lha saya kan cuma ngambil pisang di kebon tetangga kok!
(Memperlihatkan pisang yang sedang dipegang)

Polisi : O, ya tetap harus diadili dong mbah. Yang namanya pencuri ya harus diadili.

Nenek : Lha ini saya baru makan separonya lho Bu, berarti hukumane separone wae ya.

Polisi : Nggak bias mbah, yang namanya hukum ya tetap hukum. Harus ditegakkan. Hukum
kok ditawar-tawar. Ayo sini mbah ke pengadilan dulu.

Nenek : Yuh, nduk-nduk, saya itu udah tua masih saja di kasih hukuman segala.

Polisi : Namanya juga negara hukum, Mbah.

Tak lama setelah ada insiden pengangkapan tadi, kini datang seorang ibu-ibu pejabat berpenampilan
perlente ditemani yang diiring oleh seorang bodyguardnya.

(Dari kejauhan)

Pejabat : Eh,bodyguardku, sini sini. Kamu bulan ini udah saya kasih jatah pulsa belum? Ini
saya masih punya banyak uang, kalau nanti kurang tinggal minta aja.

Bodyguard : Iya bu, minggu ini belum diisi pulsa.

Pejabat : Ya ampun, kenapa gak bilang dari kemarin? Butuh berapa? Limaratus ribu? Satu juta?
Ya ini saya kasih saya kasih.

Bodyguard : Makasih banyak bu.

Pejabat : Yaudah ayo makan dulu sini. (Berjalan ke arah angkringan)

Melihat kedatangan si Ibu Pejabat, refleks Arif dan Rochmad sedikit menepi untuk mempersilahkan si
pejabat untuk ikut duduk.
Arif : Habis darimana bu?

Pejabat : Habis dari penjara nih dek, mau cari udara segar.

Rochmad : Lho kok tahanan boleh keluar-keluar to bu? Bukannya ga boleh?

Pejabat : Kan berlaku KUHP, dik.

Arif : KUHP? KUHP maksudnya apa bu?

Pejabat : Ah masa anak jaman sekarang ga tau KUHP. Itu lho, kasih uang habis perkara.

Rochmad : Lho, kalau kata guru PPKn saya, KUHP itu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Yang bener yang mana Bu?

Pejabat : Ah kamu itu anak muda ya harus mengikuti perkembangan jaman dong. KUHP
jaman sekarang itu ya kasih uang habis perkara.

Arif : Oalah, lha memang ibuknya dapet hukuman berapa tahun?

Pejabat : Ya ada deh, selama ada ini (gestur tangan duit) pagi masuk sore keluar. Yo
bodyguardku kita pergi keluar.

Arif : Oh, gitu ya Bu.

Pejabat : Ya iya lah dek. Yaudah kamu mau ambil apa? Sini saya bayarin semuanya.

Arif : Wah nggak usah, Bu. Terima kasih.

Pejabat : Lho gimana to, ditraktir makan kok malah ndak mau.

Rochmad : Hehe, sudah pada makan bu tadi.

Pejabat : Weh, yaudah saya juga mau pergi dulu, mau balik ke sel.

Arif : Ya Bu, mari bu.

Rochmad : Rif, jaman sekarang ya, uang itu segalanya. Kalo udah punya uang mah semuanya
beres. Pantes aja semua orang sekarang pada gila harta, gila kekayaan.
Arif : Iya Mad, sekarang pada rebutan kursi jabatan juga karna banyak duitnya, tapi duit
haram. Nyanyi dulu sekarang.

(Menyanyi)

Scene 2

Tak selang beberapa lama, nampak seorang ibu-ibu yang tengah menggandeng anaknya. Anaknya
menangis tersedu-sedu, sementara ibunya terlihat mengomel sepanjang jalan. Keduanya terihat tergesa-
gesa, berjalan menuju ke angkringan dimana Arif dan Rochmad berada.

Ibu : Misi mas!

Arif : Kalem Bu, kalem.

Ibu : Mana bias saya kalem Mas.

Rochmad : Santai bu. Ada apa to bu ? Kok dating-dateng udah marah begitu.

Ibu : Ini lho mas, anak saya, dicubit gurunya. Ya saya nggak terima lah ya. Makanya
sekarang saya mau lapor polisi. Kan itu melanggar HAM mas.

Arif : Loh itu kan pendidikan budi pekerti bu, mungkin anak ibu yang emang nakal.

Ibu : wah tidak bisa, anak saya di rumah gak pernah nakal, nurut terus sama saya, mana
mungkin di sekolah dia nakal.

Rochmad : Dulu temen saya waktu SMP pernah dijemur dari pagi sampai sore, gara-gara lupa
nggak ngerjain PR. Malah orang tuanya juga ikut marahin.

Ibu : Lah, itu kan urusan si Masnya. Gak ada hubungannya sama saya. Ah udah mas,
masnya bikin ribet, saya cuma mau Tanya cara lapor polisi gimana?

Arif : Jadi nanti Ibu tinggal lapor ke polisi gitu. Nanti pasti dikasih tau kok Bu, Tapi harus
ada bukti-buktinya dulu.

Ibu : Bukti gimana Mas? Kalo foto gitu termasuk nggak? (Menyodorkan foto anak dan
foto guru.) Ini lho mas buktinya. Gimana?

Rochmad : Ya, bisa sih Bu.


Ibu : Yaudah mas, saya mau ke kantor polisi dulu.

Rochmad : Oh, iya bu. Ati-ati.

Arif : Eh, kok tadi kayak kenal ya sama muka gurunya.

Rochmad : Iyo, siapa ya.

Arif : Yoweslah, mangan wae.

Keduanya kembali menikmati makanan yang terhidang di sana, tiba-tiba ibu yang tadi kembali lewat di
hadapan mereka.

Ibu : (Melewati angkringan)

Arif : Gimana bu?

Ibu : Sudah dipenjara mas! (Memberikan jempol) Duluan ya mas, terima kasih!

Arif, Rochmad : Iya bu, sama-sama!

Arif : Kalo liat ibu tadi, aku jadi inget sebuah lagu mad.

Rochmad : Yang mana ?

Arif : (Mulai memainkan gitar)

Scene 3

Arif : (Memainkan gitar)

Rochmad : Wah ini dari tadi ada koran dianggurin aja. Tak baca koran dulu yo rif.

Arif : Oh, yo yo mad.

Rochmad : (Membacakan berita) Episode 340 sidang Jessica Koala Wingko.

Arif : Lah, itu sidang apa FTV, kaya Cinta Fitri aja sampe ratusan episode.

Rochmad : Tak bacain beritanya ya.


Arif : Yo sip,

Rochmad : Lagi-lagi sidangnya mulai lagi, kali ini sidang mendatangkan saksi ahli ngapusi yang
akan membacakan pernyataan bahwa kopinya itu bukan sianida tapi arabica, karena si
Anida lagi pergi ke luar kota. Weh iki berita apa rif. Masa berita kaya gini.

Arif : Kalo aku jadi tersangkanya bakal curhat kaya gini. (Lalu memainkan gitarnya)

Scene 4

Selang beberapa waktu, datanglah seorang wanita kaya dengan supirnya yang entah asalnya dari mana.
Dengan menaiki sebuah mobil mewah, mereka mendatangi angkringan dimana Arif dan Rochmad berada.
Supirnya turun, dan menghampiri mereka.

Supir : Mas permisi numpang tanya.

Arif : Ya?

Supir : Anu, mau numpang nanya alamat. Rumah nya kanjeng Samid dimana ya mas?

Arif : Di desa ini gak ada yang namanya Kanjeng Samid. Kanjeng Samid itu pejabat mbak?

Supir : Wah kalo itu yang tau bos saya Mas. Sebentar saya tanya sama bos saya dulu.

Lalu supir itu kembali ke mobilnya, kemudian bertanya kepada bosnya.

Supir : Bos, Kanjeng Samid itu kerjanya apa ya? Saya ditanyain sama mereka. Mereka
jawabnya disini gak ada yang namanya Kanjeng Samid.

Bos : Lho, masa kamu nggak tahu to? Ah, yaudah saya aja yang tanya. Kamu nanya aja
nggak becus.

Si Bos pun berjalan menuju angkringan untuk bertanya secara langsung kepada kedua pemuda tadi.

Bos : Permisi mas, Emang beneran gak ada yang namanya Kanjeng Samid ya mas?

Arif : Selama 18 tahun saya tinggal disini, nggak ada yang namanya kanjeng Samid.
Alamatnya emang bener disini Bu ?

Bos : Bener kok Mas. Coba dilihat. (Menunjukkan kertas berisi alamat)
Arif : Wah, iya. Bener.

Bos : Tapi kalau nggak salah, ada nama lainnya. Siapa ya... itu... saya lupa. Yang saya inget
ada apus-apusnya gitu.

Arif : Oo, kanjeng arta apus-apus? Dukun yang katanya bisa nggandain uang itu?

Bos : Nah, iya iya Mas, Bener! Itu namanya!

Arif : Kalo itu saya tau Bu. Banyak juga yang udah tanya sama saya. Nanti jalan ini lurus
terus mentok belok kanan. Terus nanti ada pertigaan , pertigaan belok kiri. Nah
rumahnya di daerah situ.

Bos : Oh, ya ya mas.

Rochmad : Emang bener ya Bu bisa nggandain uang?

Bos : Lho Masnya nggak tau? Ya bisa lah! Udah banyak yang kesana juga kok.

Arif : Masih percaya aja sama yang kayak gitu Bu.

Bos : Ya yang namanya usaha Mas, sekarang cari uang juga susah. Kalian masih sekolah
kan belum ngerasain gimana rasanya. Ya kalo ada yang instan begini, siapa yang nolak?

Rochmad : Iya juga sih Bu.

Bos : Yaudah mas saya buru-buru. Makasih lho ya.

Ibu tadi meninggalkan Rochmad dan Arif lalu pergi ke tempat Kanjeng Samid berada.

Arif : Udah kaya masih aja mau gandain uang.

Rochmad : Iya Rif, ga habis pikir aku. Kok masih aja percaya sama yang kaya gitu jaman
sekarang.

Arif : Hm, lha yo to Mad.

Rochmad : Eh, aku pulang dulu ya Rif. Takut ibukku nyariin.

Arif : Wah,iyo iyo Mad. Aku yo meh pulang.


Rochmad : Yowes sek yo Mad!

Arif : Yo

Mereka pun pulang ke rumah masing-masing dengan perut kenyang.

Beberapa hari setelahnya, mereka kembali bertemu di angkringan itu lagi. Di tengah asyiknya menikmati
makanan yang ada, perhatian mereka tertuju pada seorang Ibu-ibu yang tiba-tiba datang dengan baju
compang-camping.

Bos : Bang beli mcFlurry dua yak.

Rochmad : Di angkringan beli McFlurry Bu ?

Bos : Iya, emang kenapa to dik?

Penjual : Niki bu McFlurrynya.

Rochmad : (Berbisik kepada Arif) Rif, kamu inget nggak? Ini kayak ibu-ibu yang nanya sama
kita alamatnya kanjeng arta apus-apus. Iya nggak?

Arif : Aku yo mikir gitu Mad dari tadi. Makanya tak liatin terus daritadi. Tapi kok
penampilannya gini ya?

Bos : Eh mas gausah sok-sokan bisik-bisik. Saya denger ini.

Rochmad : Ini bener ibunya yang kemarin?

Bos : Iya mas, hehe.

Arif : Lha kok udah nggak pake mobil bu?

Bos : Duh mas, saya itu ketipu sama si Kanjeng Arta Apus-apus. Uang saya nggak tau
dibawa kemana. Saya kesana lagi udah gak dirumah. Sedih aku mas nek kelingan.

Rochmad : Aduh, makanya Bu, lain kali jangan percaya sama yang kaya gitu. Di dunia ini itu
gak ada yang instan.

Bos : Iya mas.


Arif : Oh, iya Bu. Saya punya satu lagu buat ibu.

Bos : Lagu apa mas ?

Arif : (Memetik gitar)

(Keempat orang bernyanyi bersama)

Supir : (Menoel lengan si Bos) Bu, ini dah jam 4 lho.

Bos : Oh, iya to? Yaudah mas, saya mau dines di lampu merah lain dulu. Hehe.

Akhirnya ibu-ibu dan supirnya pergi meninggalkan mereka.

Scene 5

Rochmad : Wis sore ki rif. Ayo pulang.

Arif : Yowes ayo. Aku yo belum ngerjain PR. (Sambil beranjak)

Rochmad : Aku wes nggarap no. Dari tiga hari yang lalu malahan.(Mulai berjalan meninggalkan
angkringan)

Arif : Lho, PR-nya baru dikasih kemarin lho Mad...

Rochmad : (Melihat anak-anak SMP yang sedang berkerumun, menunjuk, memperlihatkan


kepada Arif)

Pada saat itu, Resa sedang merenung sendirian, merindukan kampung halamannya, tanah Papua.

Pepe : Eh, lihat tuh, anak timur lagi sendirian.

Diana : Mangsa empuk buat dikerjain nih.

Fathin : Betul, kerjain yuk

(Ketiganya lantas menghampiri si Anak Timur yang hendak bergegas pulang sambil menenteng
sepatunya.)

Diana : (Menyenggol anak papua) Ups, maaf ya nggak sengaja. (Tertawa bersama gengnya)
Badewey, anak timur nggak kebiasaan pakek sepatu ya?
Anak Timur : (Diam memelas, mengambil sepatu yang jatuh)

Diana : Kamu mau marah? Mau ngasih tau ibumu hah?

Fathin : Sana lapor ibumu sana!

Pepe : Dasar cupu sih. (ketawa)

Anak Timur : Ibu Saya jauh di Timur sana.

Pepe : Ya kalik jaman sekarang kan udah canggih tinggal telfon atau video call udah bisa.

Diana : Ohmaigat. Kam-se-u-pay!

Pepe : Kok kamu nggak pake sepatu sih? Kampungan.

Anak timur : Saya tidak terbiasa pakai sepatu kakak. Disana sudah biasa telnjang kaki macam ini.

Fathin : Duh, kampungan banget sih? Koteka nya nggak dipake sekalian?

Anak Timur : (Menunduk)

Semua : kamseupay kamseupay kamseupay! (Berlarian mengitari si anak timur)

(Arif dan Rochmad malah ikut mengitari si anak timur)

Arif : (Berhenti) Eh-eh Mad, kok kita malah ikutan.

Rochmad : Haha,oiya.

Arif : Heh semuanya tenang-tenang. Ini kenapa kok pada ngejek dia?

Diana : Karena...

Fathin : Dia...

Semua : Dari timur!

Rochmad : Aduh ini kok pada saling mengejek itu gimana. Kaya gitu nggak boleh.

Arif : Gurumu tetanggaku lo. Tadi sudah tak rekam. Mau dilaporin?

(Diana dan teman-temannya saling berpandangan, takut)


Diana : Eh... jangan kak, jangan. Kita Cuma bercanda kok.

Pepe : Iya kak, Cuma bercanda.

Arif : Tapi itu bercandanya kelewatan dek.

Rochmad : Saya bilangin ya, jangan Cuma karena dia dari wilayah timur sana, jangan jadi alasan
buat ngejek. Orang timur sana juga sama-sama orang Indonesia lho. Kita itu negara
yang beragam suku dan budayanya. Harusnya kita saling menghargai perbedaan.
Negara lain aja ngiri lo sama kita. Ayo semua saling memaafkan.

Arif : Nah kalo damai gini kan enak. Gini, sekarang ikut kakak nyanyi gimana? Biar
tambah ngerti arti menghargai perbedaan.

Semua : Ayoooo.

Begitulah akhir dari sebuah cerita di kampung suka-suka ini.

Вам также может понравиться